PELATIHAN ASERTIF UNTUK MENGURANGI PERILAKU ADIKSI ONLINE GAME PADA REMAJA KELAS XI IPS 1 SMAN 1 SEDAYU.

(1)

PELATIHAN ASERTIF UNTUK MENGURANGI PERILAKU ADIKSI ONLINE GAMEPADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Dedy Setyatno NIM. 08104244041

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

Barang siapa bertaqwa kepada ALLAH SWT maka Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan dia memberikan rizki dan arah yang tidak disangka – sangka.

Dan barang siapa yang bertawakal kepada ALLAH SWT maka dia akan mencukupkan (keperluannya). QS. Ath-Thalaq (65): 2-3)

Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku

sangat pedih." (QS. Ibrahim/14: 7)

Yakin dan percaya terhadap hati nurani akan meningkatkan harga diri seseorang dan dapat membedakan perilaku positif dan perilaku negatif (perilaku asertif)


(6)

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada:

 Kedua orang tua tercinta atas segala ketulusan, kasih sayang dan pengorbanannya.

 Almamaterku UNY


(7)

PELATIHAN ASERTIF UNTUK MENGURANGI PERILAKU ADIKSI ONLINE GAMEPADA REMAJA KELAS XI IPS 1 SMAN 1 SEDAYU

Oleh Dedy Setyatno NIM 08104244041

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mereduksi adiksi online game dengan menggunakan pelatihan asertif. Adiksi online game menjadi kendala bagi remaja SMA Negeri 1 Sedayu khususnya pada kelas XI IPS 1, karena membuat berdampak negatif pada keadaan fisik, psikis dan akademiknya.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas menggunakan pelatihan asertif yang dilakukan di SMA Negeri Sedayu pada bulan Februari-Maret 2015. Kelas penelitian yang digunakan adalah kelas XI IPS 1. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode yang digunakan yaitu penelitian tindakan kelas. Penelitian ini menggunakan dua siklus pembelajaran dengan setiap siklus tiga kali pertemuan. Untuk metode pengumpulan data digunakan beberapa instrumen yaitu skala adiksi online game, pedoman observasi dan pedoman wawancara dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan grafik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adiksionline gamepada remaja kelas XI IPS 1 SMA Negeri Sedayu dapat direduksi menggunakan pelatihan asertif dalam dua siklus dengan baik, hasil ini didukung dari hasil penelitian yang terdiri dari hasil penelitian menunjukkan rerata skor pada pra tindakan sebesar 129,28 (kategori sangat tinggi), post test 1siklus satu sebesar 116,28 (kategori sangat tinggi) dan post test 2 siklus 2 sebesar 86,16 (kategori sedang). Selain itu terjadi peningkatan sikap asertif remaja terhadap diri sendiri ataupun kepada orang lain untuk membatasi dirinya bermain online game. Ketidaknyamanan dalam belajar karena selalu memikirkan online game dan ketidaknyamanan untuk menolak ajakan teman untuk bermainonline gamesudah dapat diatasi oleh remaja dengan bersikap asertif. Selain itu, remaja dapat menolak pengaruh negatif dari temannya dengan mengatakan “Tidak” dan mengetahui kerugian bermain online game yang tidak mengenal waktu.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya. Hanya dengan pertolongan Allah SWT peneliti dapat menyelesaikan karya ini. Sholawat serta salam terlimpah kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul Pelatihan asertif untuk mengurangi perilaku adiksionline gamepada remaja siswa kelas XI IPS 1 SMA N Sedayu ini disusun untuk memenuhi sebagian persnyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya keridhoan dari Allah SWT dan juga bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

2. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Yogyakarta yang telah menyetujui judul untuk penulisan skripsi.

3. Ibu Rosita Endang Kusmaryani, M. Si. dan bapak Suguyatno M. Pd, sebagai dosen pembimbing, beliau berdua adalah inspirator terbaik dalam memotivasi peneliti sehingga karya ini selesai dengan baik,

4. Bapak Drs. Edison Ahmad Jamli sebagai Kepala Sekolah yang telah memberikan ijin penelitian di SMA Negeri 1 Sedayu.


(9)

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 11

C. Batasan Masalah ... 12

D. Rumusan Masalah ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN TEORI... 15

A. Pelatihan Asertif ... 15

1. Pengertian Pelatihan Asertif... 15

2. Karakteristik Asertif ... 17

3. Urgensi Asertifitas pada Remaja... 19

4. Prosedur Assertive Training... 21

B. Perilaku Adiksi... 26

1. Pengertian Perilaku Adiksi... 26


(11)

3. Perilaku AdiksiOnline Game... 31

4. Gejala Adiksi BermainOnline Gamepada Remaja... 37

5. Faktor-Faktor Penyebab Adiksi TerhadapOnline Game... 40

6. Dampak Remaja Adiksi TerhadapOnline Game... 43

C. Remaja ... 46

1. Pengertian Remaja... 46

2. Ciri-Ciri Remaja ... 48

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja ... 51

4. Aspek yang Berkembang pada Remaja... 53

5. Penggunaan Pelatihan Asertif untuk Mengurangi Perilaku Adiksi Online Gamepada Remaja... 59

D. Hipotesis Tindakan ... 67

BAB III METODE PENELITIAN... 68

A. Pendekatan Penelitian ... 68

B. Subyek Tempat dan Waktu Penelitian ... 69

1. Subyek Penelitian ... 69

2. Tempat Penelitian... 71

3. Waktu Penelitian ... 71

C. Variabel Penelitian... 71

D. Desain Penelitian ... 72

E. Rancangan Tindakan... 73

1. Pra Tindakan ... 73

2. Rencana Kegiatan... 73

F. Metode dan Teknik Pengumpulan Data... 77

G. Instrumen Penelitian ... 82

1. Definisi Operasional... 82

2. Pedoman Observasi ... 87

3. Pedoman Wawancara ... 87

H. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen ... 89


(12)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 94

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 94

B. Data Subyek Penelitian ... 95

C. Persiapan sebelum tindakan ... 95

D. Deskripsi Hasil Pelaksanaan Tindakan ... 98

1. Siklus I ... 98

2. Siklus II ... 114

3. Observasi dan Wawancara ... 130

E. Pembuktian Hipotesis ... 132

F. Pembahasan... 133

G. Keterbatasan Penelitian... 138

BAB V KESIMPILAN DAN SARAN... 139

A. Kesimpulan... 139

B. Saran ... 140

DAFTAR PUSTAKA ... 142


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pedoman Skoring... 84

Tabel 2. Kisi-Kisi Instrumen AdiksiOnline GamePada Remaja ... 85

Tabel 3. Kisi-Kisi Observasi Pelaksanaan Pelatihan Asertif... 87

Tabel 4. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Sebelum Tindakan... 88

Tabel 5. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Setelah Tindakan ... 89

Tabel 6. Rangkuman Item Gugur dan Sahih ... 91

Tabel 7. Case Processing Summary and Reliability Statistic... 92

Tabel 8. Kategori Perilaku Adiksi Remaja ... 93

Tabel 9. Hasil Skala Pra Tindakan Tentang AdiksiOnline Game... 97

Tabel 10. Penurunan Hasil Skala AdiksiOnline GamePra Tindakan dan Pasca Tindakan I... 110

Tabel 11. Penurunan Hasil Skala AdiksiOnline GamePra Tindakan, Pasca Tindakan 1 dan Pasca Tindakan 2 ... 126


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses Penelitian Tindakan ... 72 Gambar 2. GrafikPre Test, danPost TestReduksi AdiksiOnline Game... 132


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Subyek Penelitian... 146

Lampiran 2. Skala AdiksiOnline Game... 148

Lampiran 3. Hasil Observasi ... 158

Lampiran 4. Hasil Wawancara ... 165

Lampiran 5. HasilPre Test... 171

Lampiran 6. HasilPost Test1 ... 174

Lampiran 7. HasilPost Test2 ... 177

Lampiran 8. Hasil Validitas dan Realbilitas ... 180

Lampiran 9. Table R ... 201

Lampiran 10. Satuan Layanan... 203


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat membawa perubahan di segala lapisan kehidupan masyarakat. Kreativitas manusia semakin berkembang sehingga mendorong diperolehnya temuan-temuan baru dalam bidang teknologi yang dimanfaatkan sebagai sarana peningkatan kesejahteraan umat manusia. Salah satu produk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi tersebut adalah internet.

Menurut Allan, Smith & Liberman (2005: 12), internet adalah sekumpulan jaringan komputer yang saling terhubung secara fisik dan memiliki kemampuan untuk membaca dan menguraikan protokol komunikasi tertentu yang disebut Internet Protocol (IP) dan Transmission Control Protocol (TCP). Protokol adalah spesifikasi sederhana mengenai bagaimana komputer saling bertukar informasi. Pada akhirnya, seseorang kini hanya dengan bermodalkan jaringan internet dan komputer ataupun handphone (telepon genggam) mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain tanpa harus datang ke lokasi di mana orang itu berada. Dengan catatan orang tersebut juga mampu mengakses internet dan jika seseorang tersebut tidak memiliki komputer ataupun handphone yang tidak dapat mengakses internet. Sekarang sudah banyak warnet yang dilengkapi dengan akses internet dalam setiap komputer yang disediakan. Online game yang juga menjadi salah satu produk dari pengembangan IPTEK merupakan sebuah sarana hiburan yang


(17)

banyak digemari oleh masyarakat Online game mempunyai daya tarik tersendiri di mata pecintanya, karena tampilan permainan ini d i monitor berupa gambar tiga dimensi yang membuat permainan semakin terasa nyata. Di dalamonline game,seorang pemain dapat berinteraksi dengan pemain yang lain dari seluruh penjuru dunia melalui sebuah permainan. Contoh online game yang ada saat ini seperti Counter Strike (CS), Lost Saga, Poin Blank (PB) danRagnarok.

Tidak dapat dipungkiri betapa menarik dan menggiurkannya online game, bahkan saat ini mayoritas pengguna online gameberasal dari kalangan remaja. Kini remaja semakin memiliki akses internet yang mudah, dibuktikan dengan menjamurnya warung internet (warnet) atau game center di lingkungan sekitar yang menawarkan harga yang cukup terjangkau per jamnya bagi mereka untuk bermain online game, apalagi sekarangpun handphone yang berbasis androidpun bisa digunakan untuk bermain online game. Terdapat beberapa fakta di lingkungan remaja terkait online game yang semakin memprihatinkan.

Berdasarkan pengamatan peneliti pada 20 – 26 Januari 2015 di 5 warnet danonline gamedi daerah Sedayu, Bantul, Yogyakarta, hampir sebagian besar dari siswa bermain online game dengan masih mengenakan seragam sekolah, yang berarti sepulang sekolah mereka tidak segera pulang ke rumah melainkan mengunjungi warnet atau game center tersebut. Kemudian, berdasarkan wawancara peneliti pada saat itu juga kepada penjaga warnet dangame center. Peneliti mendapatkan informasi bahwa para remaja tersebut menghabiskan


(18)

waktu bermain online game rata-rata sekitar 3 sampai 6 jam. Gamer beristirahat hanya untuk buang air, atau sekedar minum saja. Online game telah membuat sebagian siswa menjadi teradiksi, karena online game menawarkan visual dansoundyang menarik, permainan yang penuh tantangan sehingga membuat si pemain semakin penasaran, dan terlebih lagi online game menawarkan sebuah keuntungan material dengan cara memperjualbelikan akun atau senjata yang ada dalam permainan tersebut. Menurut sebagian gamer di SMA 1 Sedayu akan merasa gengsi jika tidak bermain online game sehari saja, hal itu dikarenakan gamer tidak ingin tertinggal jauh dari temannya baik dalam segi level ataupun skill dalam bermainonline game.

Pada awalnya pengertian addiction (adiksi) hanya ditujukan pada kasus penyalahgunaan obat. Definisi adiksi menurut American Psychiatric Association's Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders adalah sebagai ketergantungan secara fisik terhadap zat kimia yang mengakibatkan withdrawal symptoms jika zat tersebut tidak dikonsumsi. Definisi addiction kemudian memunculkan satu bentuk kontroversi mengenai konsepsi. Definisi mengenai addiction mulai beralih dengan mengikutsertakan beberapa tingkah laku yang tidak mengandung intoxicant (sesuatu yang memabukkan) seperti video game playing, compulsive gambling,overeating dan television-viewing (Dwiastuti, 2005: 39).

Menurut, Ivan Goldberg (dalam Heny Nurmandia, 2013: 32), terdapat tanda-tanda yang menunjukkan bahwa remaja mengalami adiksi internet


(19)

sebagai berikut: sering lupa waktu saat mengakses internet terlalu lama, gejala menarik diri seperti merasa marah, tegang, atau depresi ketika internet tidak bisa diakses. Munculnya sebuah kebutuhan konstan untuk meningkatkan waktu yang dihabiskan; Kebutuhan akan perangkat komputer yang lebih baik dan aplikasi yang lebih banyak untuk dimiliki memiliki derajat kepuasan yang sama; Sering berkomentar, berbohong, rendahnya prestasi, menutup diri secara sosial dan kelelahan merupakan dampak penggunaan internet yang berkepanjangan.

Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti tanggal 23 Januari 2015 terhadap 10 siswa SMA Negeri 1 Sedayu berusia antara 17 tahun sampai 21 tahun di warung internet sekitar SMA Negeri 1 Sedayu, Sleman yang mengaku sebagai penggilaonline game, peneliti mendapatkan data bahwa sebagian siswa bisa menghabiskan waktunya dalam sehari 2–6 jam berada di game center. Hal itu bisa semakin parah apabila memasuki hari libur para remaja bisa menghabiskan waktu lebih dari 6 jam hanya untuk bermain online game. Sebagian siswa mengaku mendapatkan kesenangan dalam aktivitas bermain online game, sehingga sering lupa waktu. Gejala menarik diri seperti merasa resah, marah, tegang ataupun cemas mereka rasakan ketika internet untuk bermain game tidak dapat diakses. Menurut hasil wawancara dengan SG kecemasan ini terjadi bila siswa tidak bermain online game dalam sehari. Hal ini dikarenakan siswa tidak ingin melewatkan event yang diadakan di dalam online game dan tidak ingin melewatkan keasikan saat bermain game dengan teman sebayanya. Permainanonline gamedapat menjadikan remaja berperilaku


(20)

kompulsif, tidak peduli pada kegiatan lain dan merasa tidak tenang apabila keinginannya untuk bermainonline gametidak terpenuhi.

Hal tersebut diperkuat oleh Hawadi (dalam Widayanti, 2007: 3), pada prinsipnya, game memiliki sifat seductive, yaitu membuat orang menjadi kecanduan untuk terpaku di depan monitor selama berjam-jam. Apalagi permainan pada online gamedirancang untuk suatu reinforcement (penguatan) yang bersifat ‘segera’ begitu permainan berhasil melampaui target tertentu.

Online game menyebabkan remaja merasa tertantang sehingga terus menerus menekuninya, dan mengakibatkan remaja tidak memiliki skala prioritas dalam menjalani aktivitas sehari-hari, dikarenakan remaja tidak memiliki self control yang baik terhadap ketertarikannya pada online game (Imanuel, 2009: 39). Remaja yang teradiksi online game lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain game, dibandingkan dengan belajar. Waktu untuk belajar dan untuk bermain game menjadi tidak proporsional. Apabila remaja mempunyai perilaku demikian, tentunya akan memberikan dampak yang tidak baik pada perkembangan kehidupannya ke depan baik pada psikis, sosial, akademis dan fisik remaja.

Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan Hurlock (1980: 23) bahwa setiap individu tumbuh dan berkembang selama perjalanan kehidupannya melalui beberapa periode atau fase-fase perkembangan, Tiap fase tersebut mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus diselesaikan dengan baik oleh setiap individu, sebab kegagalan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada fase tertentu juga berakibat tidak baik pada


(21)

fase berikutnya. Selain mendorong remaja untuk bertindak asosial, karena aktivitas bermainonline gamecukup menyita waktu untuk berkomunikasi, baik berkomunikasi dengan keluarga maupun teman sebaya. Menimbulkan kemalasan belajar, disebabkan kelelahan yang ditimbulkan setelah bermain online game.

Perilaku adiksi terhadap online game muncul pada kondisi lingkungan tertentu yaitu lingkungan teman sebaya. Tekanan yang dialami, yang dirasa paling berat dan paling mempengaruhi perilaku remaja adalah tekanan teman sebaya atau dikenal dengan istilah peer pressure. Tanpa disadari remaja mendapat tekanan untuk berperilaku seperti remaja lain, sehingga akhirnya remaja masuk ke dalam situasi dimana remaja harus berperilaku seperti remaja yang lainnya, agar dapat diterima dan tidak dapat disisihkan. Kondisi yang menimbulkan stimulus tertentu bisa menjadireinforcementbagi adiksi terhadap online game. Kondisi yang awalnya yang tertekan oleh ajakan teman berubah menjadi menyenangkan saat bermain online game dan mendorong remaja untuk mengulang kembali kondisi itu (Rathus dan Nevid, 1980: 64).

Kondisi tersebut membuat remaja menjadi sosok yang kurang asertif. Orang yang nonasertif dalam situasi yang khas akan menyangkal perasaan mereka yang sesungguhnya dan mencegah tindakan yang menggambarkan perasaan mereka. Orang nonasertif mengizinkan orang lain mengambil keputusan, sehingga orang yang nonasertif akan sangat mudah terpengaruh oleh orang lain. Seseorang tidak bisa berperilaku asertif dikarenakan pada masa ini persahabatan menjadi sangat penting, popularitas


(22)

diantara teman-teman sebaya merupakan suatu motivasi yang kuat bagi kebanyakan remaja. Pengaruh teman sebaya akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya interaksi antar teman sebaya yang dialami remaja. Dengan adanya pengaruh tersebut sulit untuk seseorang berperilaku asertif untuk menolak bermainonline game.

Keadaan tersebut juga terjadi di SMA Negeri 1 Sedayu, Bantul, Yogyakarta khususnya kelas XI IPS 1, sebagian siswa rela untuk membolos sekolah hanya untuk bermain online game. Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling pada tanggal 26-29 Januari 2015 didapat bahwa sebagian siswa menghabiskan waktu untuk bermain online game selama 6 jam dalam sehari dan tidak mempedulikan aktivitas lain. Hampir tiap hari sebagian siswa bermain online game baik menggunakan handphone atau bermain menggunakan kumputer di warnet dan di rumah. Tidak dipungkiri juga ditemui juga sebagian siswa yang membolos sekolah hanya untuk bermain online game. Dengan berlangsungnya aktivitas tersebut berakibat pada nilai rapot para remaja yang mengalami penurunan. Dari fakta tersebut para remaja tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan akan menimbulkan dampak negatif berkepanjangan dari penggunaan online game. Dari kasus tersebut, maka apabila dibiarkan berlarut-larut akan mengganggu perkembangan siswa tersebut, baik di sekolah maupun di lingkungan rumah, maka perlu dilakukan tindakan agar adiksi terhadap online game tersebut bisa direduksi.


(23)

Untuk mengurangi adiksi siswa terhadap online game dapat menggunakan beberapa teknik pelatihan antara lain teknik self management (manajemen diri) (Lia Yuvanita, 2013: 13) dan pelatihan asertif. Teknik self management adalah suatu teknik pengubahan perilaku yang dalam prosesnya (remaja) mengarahkan perubahan tingkah lakunya sendiri dengan suatu teknik terapeutik Corey (1986: 19). Jadi teknik manajemen diri merupakan sebuah teknik untuk pengubahan dan pengembangan perilaku yang menekankan pentingnya ikhtiar dan tanggung jawab pribadi untuk mengubah perilaku individu itu sendiri. Perubahan perilaku ini dalam prosesnya lebih banyak dilakukan oleh individu (konseli) yang bersangkutan, bukan diarahkan atau bahkan dipaksakan oleh orang lain (konselor).

Pelatihan asertif adalah pelatihan diterapkan pada situasi-situasi interpersonal di mana individu kesulitan menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan layak dan benar. Asertivitas berasal dari bahasa Inggris, yaituassertyang berarti menyatakan, menegaskan, menuntut, dan memaksa. Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Asumsi dasar pelatihan asertif adalah bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat, apa yang diyakini serta sikapnya terhadap orang lain dengan tetap menghormati dan menghargai hak-hak orang tersebut Corey (2007: 87). Dengan konseli meyakini bahwa dia memiliki hak untuk mengungkapkan perasaannya dan perasaan atau pendapatnya itu benar, maka konseli bisa bersikap asertif


(24)

terhadap dirinya sendiri atau menolak ajakan temannya untuk bermain online game. Cara yang digunakan dalam pelatihan asertif ini adalah dengan permainan peran dengan bimbingan guru bimbingan dan konseling dan diskusi kelompok.

Pada penelitian ini peneliti mencoba menggunakan pelatihan asertif karena belum diketahui adanya pengurangan perilaku adiksi online game melalui pelatihan asertif. Berdasarkan kajian para ahli diatas peneliti yakin menggunakan pelatihan asertif dikarenakan pelatihan asertif bisa diterapkan pada situasi-situasi interpersonal dimana konseli dapat menegaskan diri dan mengatakan “tidak” atas ajakan teman sebaya. Selain itu dalam pelatihan asertif konseli bisa berlatih dengan orang lain, dengan berlatih orang lain konseli akan mendapat feedback secara langsung. Dengan memperoleh feedback secara langsung konseli dapat berlatih arsertif sesuai dengan dikehipan yang sebenarnya. Pelatihan asertif pada dasarnya merupakan penerapan latihan bagi perkembangan individu untuk mencapai tujuan yang lebih baik.

Adapun kelebihan pelatihan asertif yaitu pelaksanaannya yang cukup sederhana. Penerapannya dikombinasikan dengan beberapa pelatihan seperti relaksasi, ketika individu lelah dan jenuh dalam berlatih, siswa dapat melakukan relaksasi supaya menyegarkan individu itu kembali. Pelatihan ini dapat mengubah perilaku individu secara langsung melalui perasaan dan sikapnya. Disamping dapat dilaksanakan secara perorangan juga dapat dilaksanakan dalam kelompok yaitu dengan bermain peran. Melalui


(25)

latihan-latihan tersebut individu diharapkan mampu menghilangkan kecemasan-kecemasan yang ada pada dirinya, mampu berpikir realistis terhadap konsekuensi atas keputusan yang diambilnya serta yang paling penting adalah menerapkannya dalam kehidupan ataupun situasi yang nyata.

Adapun kelemahan pelatihan asertif ini akan tampak pada waktu pelatihan, meskipun sederhana namun membutuhkan waktu yang tidak sedikit, ini juga tergantung dari kemampuan individu itu sendiri. Bagi konselor yang kurang dapat mengkombinasikannya dengan teknik lainnya, pelatihan asertif ini kurang dapat berjalan dengan baik atau bahkan akan membuat jenuh dan bosan konseli/peserta, atau juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Dengan adanya kelemahan pelatihan asertif tersebut peneliti menggunakan bimbingan kelompok, wawancara dan observasi untuk menunjang hasil dari pelatihan asertif.

Pada perilaku asertif, ini tingkat sensitivitas yang dimiliki cukup tinggi sehingga dapat membaca situasi yang terjadi di sekelilingnya, yang memudahkannya untuk menempatkan diri dan melakukan aktivitasnya secara strategis, terarah, dan terkendali. Perilaku asertif juga membuat seseorang merasa bertanggung jawab dan konsekuen untuk melaksanakan keputusannya sendiri. Individu bebas untuk mengemukakan berbagai keinginan, pendapat, gagasan, dan perasaan secara terbuka sambil tetap memperhatikan juga pendapat orang lain. Citra diri remaja akan terlihat sebagai sosok yang berpendirian dan tidak terjebak pada eksploitasi yang merugikan dirinya sendiri. Berdasarkan identifikasi masalah, mengenai perlunya kontrol atas


(26)

waktu pada remaja pada saat bermain online game, sepertinya akan ada masalah yang muncul.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pelatihan Asertif untuk Mengurangi Perilaku Adiksi Online GamePada Remaja di SMA Negeri 1 Sedayu, Bantul, Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

1. Remaja kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Sedayu yang teradiksi menghabiskan banyak uang dan waktu berjam–jam hanya untuk bermain online game.

2. Beberapa remaja kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Sedayu mengalami keresahan apabila keinginannya untuk bermain online game tidak terpenuhi.

3. Remaja kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Sedayu tidak bisa menolak ajakan teman untuk bermain online game atau bersikap asertif kepada dirinya sendiri.

4. Semakin meningkatnya remaja kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Sedayu yang teradiksi online game tidak peduli pada kegiatan lain, sehingga mereka melupakan kesehatan, kegiatan sehari–hari, dan akademiknya.

5. Belum diketahui adanya pengurangan perilaku adiksi online game pada remaja melalui teknik pelatihan asertif.


(27)

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, masalah-masalah yang tercakup di dalamnya sangatlah kompleks. Maka dari itu, perlu diadakan pembatasan masalah agar penelitian menjadi lebih fokus dalam menggali dan mengatasi permasalahan yang ada, maka penelitian ini dibatasi pada mengurangi perilaku adiksionline game pada remaja menggunakan pelatihan asertif.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang dipaparkan diatas, maka rumsan masalah yang peneliti tetapkan adalah “Bagaimana pelatihan asertif dapat mengurangi perilaku adiksionline gamepada remaja ?”.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah peneliti tetapkan di atas, tujuan peneliti adalah untuk mengurangi perilaku adiksi online game pada remaja melalui pelatihan asertif.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat peneitian yang akan penulis lakukan adalah 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan teori, terutama dalam bidang bimbingan dan konseling


(28)

pribadi mengenai variabel–variabel yang signifikan dalam menjelaskan pelatihan asertif dan perilaku adiksi online game serta diharapkan dapan digunakan sebagai acuan untuk riset–riset mendatang.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Peneliti mengetahui analisis kebutuhan remaja tentang adiksi terhadap online game yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan program bimbingan, serta upaya pemberian bantuan kepada subyek yang mengalami adiksi terhadap game, terutamaonline game. Menambah pengalaman dan pengetahuan terkait pelatiahan asertif untuk mengurangi perilaku adiksi pada remaja.

b. Bagi Subyek

Subyek dapat menolak ajakan teman untuk bermain online game atau bersikap asertif terhadap dirinya sendri, sehingga membuat subyek mampu mengendalikan keinginannya untuk bermain online game agar tidak teradiksi. Selain itu subyek mengetahui kerugian dari bermain online game yang tidak mengenal waktu, sehingga subyek bisa melakukan aktifitas sehari–hari dan dapat memenuhi tugas perkembangannya.

c. Bagi Orang Tua

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi para orang tua dalam menyikapi perilaku-perilaku subyek (anaknya) yang


(29)

mengalami adiksi online game dan mampu memberi pengertian serta dapat mengurangi perilaku adiksi anaknya terhadaponline game. d. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Sebagai bentuk pengembangan program dari studi penelitian tentang game, dan menambah pengetahuan mengenai adiksi online gameremaja di lingkungan pendidikan.


(30)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pelatihan Asertif

1. Pengertian Pelatihan Asertif

Wolpe (Joice & Weil 1972: 414) mengarahkan asertivitas sebagai ekspresi yang tepat dari berbagai emosi kecemasan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa perilaku asertif sebagai ekspresi benar-benar jujur dan terus terang kepada orang lain dan diri sendiri tentang perasaan yang dirasakan. Hal ini ditandai dengan keterbukaan, langsung, spontanitas, dan kelayakan atau kepantasan. Harapannya adalah akan merasa lebih baik dan mengurangi kecemasan jika seseorang dapat menegaskan perasaan mereka pada orang lain, sebagian karena hal ini akan menghasilkan hubungan yang lebih memuaskan dan sebagian karena interaksi sosial akan diiringi dengan kecemasan yang lebih sedikit.

Pelatihan Asertif (Assertive Training). Pendekatan behavioral yang paling cepat mencapai popularitas adalah latihan asertif yang biasa diterapkan pada situasi-situasi interpersonal di mana individu kesulitan menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan layak dan benar. Asertivitas berasal dari bahasa Inggris, yaitu assert yang berarti menyatakan, menegaskan, menuntut, dan memaksa. Menurut kamus Inggris-Indonesia (John & Hassan, 2005: 41) kata


(31)

kerja assert berarti menyatakan atau menegaskan. To assertdapat juga berarti menyatakan dengan sopan dan manis serta hal-hal lain yang menyenangkan diri sendiri. Asertif adalah perilaku yang dipelajari atau dibiasakan. Perilaku aserif adalah suatu perilaku seseorang yang merespon suatu stimulus dari lingkungannya dengan tegas dan menjaga hak dirinya tanpa melanggar hak orang lain.

Perilaku asertif umumnya berbeda dari perilaku nonasertif dan perilaku agresif. Orang yang nonasertif dalam situasi yang khas akan menyangkal perasaan mereka yang sesungguhnya dan mencegah tindakan yang menggambarkan perasaan mereka. Karena orang nonasertif mengizinkan orang lain mengambil keputusan untuk mereka, mereka jarang mencapai tujuan mereka. Orang yang agresif, menyelesaikan tujuan mereka dengan mengorbankan orang lain. Mereka selalu menyatakan perasaan dengan emosional, tetapi dalam hal lain mereka mendominasi orang lain dan tidak menghargai mereka.

Berbeda dengan perilaku nonasertif dan agresif. Asertivitas meliputi pengambilan apa yang dibutuhkan dengan cara yang tidak menyakiti orang lain dan tidak memaksakan suatu sistem nilai pada mereka. Orang yang umumnya mengalami peningkatan asertivitas, mengekspresikan perasaan mereka secara jujur. Siswa percaya bahwa mereka membuat pilihan pada tindakan mereka. Umumnya dalam transaksi asertif, perasaan mereka memiliki penghargaan terhadap


(32)

Jadi dapat disimpulkan bahwa pelatihan asertif digunakan untuk membentuk keterampilan perilaku asertif (assertive behavior). Penggunaan teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa banyak orang menderita perasaan cemas dalam berbagai situasi interpersonal. Kecemasan interpersonal dapat dihentikan jika orang dapat bertindak asertif. Oleh karena itu, berbagai gangguan dan problem interpersonal dapat ditangani dengan cara meningkatkan keterampilan perilaku asertif. Individu yang memiliki keterampilan asertif lebih mungkin untuk berhasil dalam membina hubungan interpersonal dan dalam kehidupan yang lebih luas dibanding individu lain yang tidak asertif.

2. Karakteristik Asertif

Ratus & Nevid (dalam Risma Fidiyanti, 2009: 45) mengkategorikan 10 tingkah laku asertif, yaitu:

a. Bicara Asertif, yaitu individu mengemukakan hak-hak atau berusaha mencapai tujuan tertentu dalam suatu situasi dan memberi pujian untuk menghargai tingkah laku seseorang dan juga memberi feed back positif pada individu lain.

b. Pengungkapan perasaan-perasaan pada individu lain secara spontan dan tidak berlebihan.


(33)

c. Menyapa dan memberi salam pada individu lain dan individu yang ditemui termasuk individu yang baru dikenal dan membuka percakapan.

d. Dapat menampilkan cara yang efektif untuk menyatakan setuju dan tidak setuju.

e. Menanyakan alasan baik diminta untuk melakukan sesuatu, jadi tidak langsung menyanggupi atau menolaknya.

f. Berbicara mengenai diri sendiri.

g. Menghargai pujian dan menerima pujian.

h. Menolak untuk menerima begitu saja pendapat orang lain.

i. Menatap lawan bicara.

j. Mampu menampilkan respon melawan rasa takut, tidak menampilkan tingkah laku yang memancing rasa cemas.

Berdasarkan karakteristik diatas dapat disimpulkan bahwa seorang individu bisa bersikap asertif apabila dapat mengungkapkan haknya dengan cara berbicara dan dapat mengungkapkan perasaanya yang tidak berlebihan. Selain itu mampu menampilkan respon melawan rasa takut dari ajakan teman dapat menggunakan cara yang efektif untuk menyatakan setuju atau tidak setuju.


(34)

3. Urgensi Asertivitas pada Remaja

Kehidupan sosial pada masa remaja, sangat dipengaruhi oleh teman-teman sebayanya. Santrock (2002: 43) menjelaskan bahwa anak-anak meluangkan lebih banyak waktu dengan teman sebaya mereka pada pertengahan dan akhir masa anak-anak daripada pada awal masa anak-anak. Kita juga menemukan bahwa persahabatan menjadi semakin penting pada pertengahan dan akhir masa anak-anak dan bahwa popularitas di antara teman-teman sebaya merupakan suatu motivasi yang kuat bagi kebanyakan anak-anak. Remaja meluangkan banyak waktu dengan teman-teman sebaya, lebih banyak daripada pertengahan dan akhir masa anak-anak.

Pengaruh teman sebaya akan semakin bertambah seirin g dengan bertambahnya interaksi antar teman sebaya yang dialami remaja. Pengaruh yang diciptakan oleh kelompok teman sebaya dapat melalui norma implisit maupun eksplisit yang kemudian akan mengarahkan anggotanya untuk berpenampilan, berpikir, dan berperilaku tertentu. Remaja memandan g kelompok teman sebaya adalah hal yang penting sehingga di dalam dirinya muncul kebutuhan akan penerimaan dari kelompok dan cara agar dia dapat diterima adalah dengan berperilaku sesuai dengan standar atau norma yang berlaku dalam kelompoknya (Shaffer dalam Ridwan Rifani, 2009: 6).


(35)

Konformitas terhadap kelompok teman sebaya memiliki dampak positif maupun negatif. Penelitian yang dilakukan oleh Family and Costumer Science di Ohio Amerika Serikat yang menunjukkan fakta remaja menggunakan obat-obatan terlarang dan merokok karena dipengaruhi oleh teman yang sudah terlebih dahulu terlibat dalam perilaku tersebut. Penelitian ini menunjukkan bahwa individu yang terlibat penggunaan zat - zat berbahaya oleh pengaruh teman sebaya tersebut memang memiliki kecenderungan renta n terhadap tekanan kelompok. Ini dinyatakan sebagai suatu masalah yang berhubungan dengan lemahnya asertivitas individu tersebut.

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dampak negatif konformitas yang sangat tinggi (overconformity)terhadap kelompok teman sebaya pada remaja seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan merokok disebabkan karena ketidakasertifan remaja untuk menghadapi konformitas kelompoknya. Hal ini membuktikan bahwa asertivitas dibutuhkan untuk menghadapi konformitas negatif kelompok. Selain itu, menurut Sears, dkk (1985: 82) segala sesuatu yang meningkatkan rasa percaya individu terhadap penilaiannya sendiri akan menurunkan tingkat konformitas karena kemudian kelompok bukan merupakan sumber informasi yang unggul lagi.


(36)

Myers (dalam Rahmawati A, 2007: 15) menjelaskan perilaku asertif dapat meningkatkan self esteem individu yang akan membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri individu tersebut. Mencegah diri menjadi korban yang dimanfaatkan oleh orang lain dan mendapatkan hak-hak pribadi. Dengan bersikap asertif akan membantu melindungi harga diri, akan berusaha melawan jika ada ancaman, tidak mudah menyerah sert a memberi perasaan nyaman pada diri sendiri. Berdasarkan asumsi tersebut, latihan asertif (Assertive Training) dibutuhkan untuk mereduksi remaja yang mengalami adiksionline game.

4. Prosedur Pelatihan Asertif

Menurut Lange dan Jakubowski (dalam Risma Fidiyanti, 2008: 47), pelatihan asertif biasanya meliputi 5 tahap, sebagai berikut:

a. Tahap Pertama

Menghapuskan rasa takut yang berlebihan dan keyakinan yang tidak logis. Rasa takut yang berlebihan termasuk ketakutan yang dapat menyakiti perasaan orang lain, ketakutan timbul dari keyakinan yang salah bahwa perasaan orang lain adalah penting dan perasaan diri sendiri tidak penting. Ketakutan yang kedua yaitu bila individu merasa gagal memaksa orang untuk mencintai dirinya. Ketakutan ketiga adalah orang lain memandang


(37)

bahwa perilaku tegas adalah sebuah perilaku yang kurang sopan dan tidak menghargai orang lain. Ketakutan keempat adalah dengan bersikap tegas maka dapat menampilkan diri sebagai orang yang tidak mampu, tidak mahir, dan tidak berguna. Ketakutan yang berlebihan dan keyakinan yang irrasional sering menghentikan individu akan bersikap tegas.

b. Tahap Kedua

Menerima atau mengemukakan fakta-fakta masalah yang akan dihadapi. Seorang individu harus menerima bahwa setiap orang harus mampu bersikap tegas dan mengekspresikan pikiran, perasaan, keyakinan secara jujur.

c. Tahap Ketiga

Berlatih untuk bersikap asertif sendiri. Latihan bersikap tegas sendiri biasanya menggunakan refleksi atau permainan peran jiwa dimana dalam situasi ini individu akan lebih bisa bersikap asertif, memusatkan pada perilaku nonverbal yang penting dalam ketegasan.

d. Tahap Keempat

Menempatkan individu dengan orang lain untuk bermain peran pada situasi yang sulit. Tahap keempat menyediakan kesempatan untuk berlatih peran dan mendapatkan umpan balik


(38)

orang lain dalam kelompok. Pelatihan lebih lanjut mengizinkan konseli untuk lebih lanjut menunjukkan perubahan perilaku dan membiasakan konseli untuk bersikap lebih tegas dan menerapkan timbal balik. Menggandakan latihan juga membuat konseli semakin bertambah nyaman dan senang saat menjadi asertif.

e. Tahap Kelima

Membawa perilaku asertif pada kondisi yang sebenarnya atau dalam kehidupan sehari-hari. Konseli membuat kontrak perilaku untuk melaksanakan perilaku asertif yang sebelumnya dihindari. Pada sesi selanjutnya, konseli menjelaskan pengalamannya, menilai usaha yang dilakukan, hubungkan dalam latihan selanjutnya, dan membuat kontrak perilaku lain untuk keluar dari pengalaman asertif kelompok.

Corey (1977: 217) mengungkapkan bahwa secara khas session berstruktur dalam latihan kelompok asertif, adalah sebagai berikut:

a. Session pertama, yang dimulai dengan pengenalan didaktik tentang kecemasan sosial yang tidak realistis, pemusatan pada belajar menghapuskan respon-respon internal yang tidak efektif yang telah mengakibatkan kekurangtegasan dan belajar peran tingkah laku baru yang asertif.


(39)

b. Session kedua, memperkenalkan sejumlah latihan relaksasi, d an masing-masing anggota menerangkan tingkah laku spesifik dalam situasi-situasi interpersonal yang dirasakannya menjadi masalah. Para anggota kemudian membuat perjanjian untuk menjalankan tingkah laku m enegaskan diri yang semula mereka hindari, sebelum memasuki sessionselanjutnya.

c. Session ketiga, para anggota menerangkan tentang tingkah laku menegaskan diri yang telah dijalankan oleh mereka dalam situasi-situasi kehidupan nyata. Mereka berusaha mengevaluasi, dan jika mereka belum sepenuhnya berhasil, kelompok langsung menjalankan permainan peran.

d. Session keempat, terdiri dari penambahan latihan relaksasi, pengulangan perjanjian untuk menjalankan tingkah laku menegaskan diri, yang diikuti oleh evaluasi.

e. Session terakhir, bisa disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan individual para anggota. Sejumlah kelompok cenderung berfokus pada permainan peran tambahan, evaluasi, dan latihan, sedangkan kelompok lainnya berfokus pada usaha mendiskusikan sikap-sikap dan perasaan-perasaan yang telah membuat tingkah laku menegaskan diri sulit dijalankan.

Berdasarkan tahapan dalam pelatihan perilaku asertif menurut Lange dan Jakubowski maka dapat dikemukakan komponen dasar perilaku asertif sebagai berikut.


(40)

a. Kemampuan untuk memahami ketakutan dan keyakinan yang irasional.

b. Kemampuan mempertahankan hak-hak pribadi.

c. Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran. d. Kemampuan untuk menyatakan keyakinan.

Ada enam strategi klinis yang digunakan oleh konselor selama pelatihan asertif, sebagai berikut (Bellack & Hersen 1977 dalam Corey, 1986: 90).

a. Perintah. Konselor menceritakan kepada konseli mengenai perilaku khusus yang diharapkan. Perintah yang jelas dapat membantu konseli meningkatkan kontak mata dan berbicara lebih tegas. b. Umpan balik. Mengacu pada komentar para konselor terhadap

perilaku konseli setelah perintah untuk melakukan sejumlah sikap -sikap positif dan umpan balik negatif yang telah diperagakan untuk mengarahkan mereka, dan untuk menandakan perilaku.

c. Pemberian contoh. Suatu saat seorang konselor benar-benar memperlihatkan sikap-sikap yang diharapkan kepada kliennya untuk meniru baik secara langsung maupun secara tidak langsung. d. Latihan bersikap. Meliputi bermain peran (role playing) selama

pelatihan, baik perilaku yang ditaati atau tidak ditaati dalam situasi interpersonal, dan penampilan dipraktekkan dalam segala kondisi. e. Penguatan secara sosial. Meliputi pemberian pujian terhadap


(41)

f. Penugasan pekerjaan rumah. Bagian terakhir pada pelatihan asertif ini adalah menerapkan tugas pekerjaan rumah yang spesifik tentang sifat perilaku. Melalui penugasan ini, konseli menerapkan apa yang didapatkan selama pelatihan dalam kehidupan sehari-hari, dan konseli dapat menggunakan pembelajaran baru ini pada kehidupan nyata dalam situasi interpersonal. Konseli akan sependapat untuk menyetujui atau menolak sebuah permintaan, dan mengekspresikan perasaan atau gagasan mereka pada saat yang tepat.

Dari kajian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif membuat seseorang merasa bertanggung jawab dan konsekuen untuk melaksanakan keputusannya sendiri. Individu bebas untuk mengemukakan berbagai keinginan, pendapat, gagasan, dan perasaan secara terbuka sambil tetap memperhatikan juga pendapat orang lain. dengan bersikap asertif akan timbul rasa hormat dan penghargaan orang lain yang berpengaruh besar terhadap pemantapan eksistensi individu di tengah-tengah khalayak luas.

B. Perilaku Adiksi

1. Pengertian Perilaku Adiksi

Adiksi berasal dari kata ‘addiction’ hanya ditujukan pada kasus penyalahgunaan obat (Walker 1989 dalam Dwiastuti, 2005:


(42)

terhadap zat kimia yang mengakibatkan withdrawal symptoms jika zat tersebut tidak dikonsumsi. Hovart juga medefinisikan “An activity or substance we repeatedly crave to experience, and for which we are willing to pay a price (or negative consequences)” yang bermaksud suatu aktivitas atau substansi yang dilakukan berulang-ulang dan dapat menimbulkan dampak negatif (Hovart, 1989). Hovart juga menjelaskan bahwa contoh kecanduan bisa bermacam-macam. Bisa ditimbulkan akibat zat atau aktivitas tertentu, seperti judi, overspending, shoplifting dan aktivitas seksual.

Menurut Lance Dodes dalam bukunya yang berjudul “The Heart of Addiction” (Yee 2002 dalam Dica Feprinca, 2011: 23), ada dua jenis kecanduan, yaitu adiksi fisikal seperti kecanduan terhadap alkohol atau kokaine, dan adiksi non-fisikal seperti kecanduan terhadaponline game.

Definisi adiksi kemudian memunculkan satu bentuk kontroversi mengenai konsepsi. Definisi mengenai adiksi mulai beralih dengan mengikutsertakan beberapa tingkah laku yang tidak mengandung intoxicant (sesuatu yang memabukan) seperti video game playing (Keepers, 1990), compulsive gambling (Griffiths, 1990), overeating (Lesuire & Bloome, 1993) andtelevision-viewing(Winn, 1983).


(43)

Menurut Chaplin (dalam Kamus Psikologi, 2006: 11), perilaku adiksi adalah keadaan bergantung secara fisik pada suatu obat bius. Pada umumnya kecanduan menambah toleransi terhadap suatu obat bius, ketergantungan fisik dan psikologis, dan menambah pula gejala-gejala pengasingan diri dari masyarakat, apabila pemberian obat bius tadi dihentikan. Addiction level dapat didefinisikan sebagai tingkat kompulsi yang tidak terkontrol untuk mengulangi satu bentuk tingkah laku tanpa memperdulikan konsekuensi-konsekuensi negatif yang ada diri remaja. Tingkatan adiksi akan diukur melalui intensitas kemunculan simptom-simptom tingkah laku adiksi.

Berdasarkan definisi perilaku adiksi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku adiksi merupakan keadaan ketergantungan secara fisik terhadap zat kimia dan ketergantungan untuk mengulangi satu bentuk tingkahlaku. Ketergantungan secara fisik terhadap zat kimia seperti kecanduan terhadap alcohol dan narkotika, sedangkan ketergantungan untuk mengulangi satu bentuk tingkah laku bisa berupa kecanduan bermainonline game.

2. Karakteristik Perilaku Adiksi

Seseorang dikatakan adiksi apabila memenuhi minimal tiga dari enam kriteria yang diungkapkan oleh Brown (Dwiastuti, 2005: 40). Kriteria tingkah laku adiksi sebagai berikut:


(44)

a. Salience

Salience menunjukan dominasi aktivitas bermain game dalam pikiran dan tingkah laku. Disini seseorang dalam kehidupan sehari–harinya selalu memikirkanonline game dan kemudian akan menerapkan gerakan game pada aktivitas sehari–hari. Oleh sebab itu Salience dibagi menjadi dua yaitu:

1) Cognitive salience: dominasi aktivitas bermain game pada level pikiran.

2) Behavioral salience: dominasi aktivitas bermain game pada level tingkah laku.

b. Euphoria

Euphoria mendapatkan kesenangan dalam aktivitas bermain game. Hal ini dikarenakan banyaknya fitur–fitur yang disajikan dalam online game, sehinga individu mendapatkan kesenangan yang tidak tergatikan pada saat bermainonline game.

c. Conflict

Conflict pertentangan yang muncul antara orang yang adiksi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya (external conflict) dan juga dengan dirinya sendiri (internal conflict) tentang tingkat dari tingkah laku yang berlebihan.


(45)

1) Interpersonal conflict (eksternal): konflik yang terjadi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Maksud dariInterpersonal conflict yaitu apabila individu merasa dikalahkan dalam game oleh teman disekitarnya baik itu dalam level game ataupun pertarungan dalam game.

2) Intrapersonalconflict (internal): konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri. Individu akan merasa kecewa kepada dirinya sendri apabila kalah ataupun tidak sukses dalam pencapaian misi dalam game, saat ituIntrapersonalconflictakan terjadi.

d. Tolerance

Tolerance aktivitas bermain online game mengalami peningkatan secara progresif selama rentang periode untuk mendapatkan efek kepuasan. Tolerance berkembang sebagai kebutuhan pada seseorang yang adiksi untuk meningkatkan ketergantungannya pada tingkah laku bermain online game untuk mendapatkan pengalaman yang sama dibandingkan pada saat bagian awal adiksi.

e. Withdrawal

Withdrawal perasaan tidak menyenangkan pada saat tidak melakukan aktivitas bermain game. Situasi ini terjadi dikarenakan individu sudah teradiksi game, lebih tepatnya ketagihan dengan


(46)

fitur game yang disajikan. Sehinga akan membuat individu gelisah apabila tidak bermaingame.

f. Relapse and reinstatement

Relapse and Reinstatement kecenderungan untuk melakukan pengulangan terhadap pola-pola awal tingkah laku adiksi atau bahkan menjadi lebih parah walaupun setelah bertahun-tahun hilang dan dikontrol. Hal ini menunjukan kecenderungan ketidakmampuan untuk berhenti secara utuh dari aktivitas bermain game

Berdasarkan karakteristik perilaku adiksi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang bisa dikatakan adiksi apabila menunjukkan tingkah laku salience, euphoria dan conflict. Sebagai tambahannya adalah tolerance, withdrawal dan relapse and reinstatemen, komponen-komponen ini merupakan komponen umum dalam sebuah adiksi.

3. Perilaku AdiksiOnline Game

Adams & Rollings (2007) mendefinisikan online game sebagai permainan (games) yang dapat diakses oleh banyak pemain, di mana mesin-mesin yang digunakan pemain dihubungkan oleh suatu jaringan (umumnya Internet). Banyaknya pemain merupakan aspek yang penting dalam pengertian online game di sini. Pada prinsipnya


(47)

dapat dimasukkan dalam istilah game online, namun pada penelitian ini permainan yang termasuk di dalam istilah yang diwakili dengan online gamehanyalah permainan yang dimainkan secara missal.

Menurut Mifflin, online game adalah permainan yang dimainkan melawan komputer. Online game adalah aktivitas yang bersifat rekreasi yang mengikutsertakan satu atau lebih pemain. Biasanya online game melibatkan kompetisi diantara dua atau lebih pemain. Online game bisa dijelaskan sebagai a) sebuah tujuan yang harus dicapai oleh pemain dan b) beberapa perangkat peraturan yang menentukan apa yang harus dilakukan oleh pemain.

Online game adalah media elektronik yang menyuguhkan permainan berupa tampilan gerak, warna, suara yang memiliki aturan main dan terdapat level tertentu, yang bersifat menghibur dan bersifat adiktif. Secara operasional online game adalah sebuah mesin permainan yang memiliki konsep permainan menarik, memiliki gambar tiga dimensi, dan efek-efek yang luar biasa. Online game adalah game yang menggunakan network komputer atau internet. Berkat kecanggihan teknologi yang disajikan dalam permainan jaringan ini, seoranggamer bisa bertemu dengangamerlain di seluruh dunia yang berada jauh sekalipun. Game dengan fasilitas online via internet menawarkan fasilitas lebih dibandingkan dengan game biasa (seperti: video game) karena para pemain itu bisa berkomunikasi


(48)

Adiksi terhadap online game adalah kesenangan saat bermain game karena memberi rasa kepuasan tersendiri, sehingga ada perasaan untuk mengulang lagi kegiatan menyenangkan yang ditawarkan ketika bermainonline game.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yee pada tahun 2002 mengenai kecanduan terhadap MMORPG (Massive Multiplayer Online Roleplaying Games), kecanduan didefinisikan sebagai “suatu perilaku tidak sehat atau merugikan diri sendiri yang berlangsung terus-menerus yang sulit diakhiri individu bersangkutan”. Suatu perilaku yang tidak sehat atau merugikan diri sendiri ini menjadi suatu aspek yang penting dalam definisi kecanduan Yee. Individu yang memiliki hobi sehat, seperti olahraga atau menari, dapat merasa terganggu atau frustrasi jika tidak dapat melakukan hobi tersebut dikarenakan misalnya, cuaca yang buruk. Individu yang memiliki hobi sehat juga dapat merasa bahwa berada di lapangan atau lereng memberikan sejenis kepuasan yang meningkatkan self-esteem. Namun, hanya jika seseorang melakukan aktivitas yang kurang baik atau merugikan diri sendiri barulah istilah kecanduan menjadi pantas digunakan, dan perilaku seperti ini terlihat pada pemainonline game.

Ketertarikan pada game sudah dimulai sejak anak-anak sekitar usia tujuh tahun. Anak mulai merasa senang dengan bermain game, kemudian seiring dengan penambahan usia, anak-anak menjadi


(49)

terhadap game online semakin bertambah dan meningkat hingga anak-anak tumbuh menjadi remaja, baik frekuensi maupun durasinya. Bermain online game membuat remaja merasa senang karena mendapat “kepuasan psikologis”. Permainan yang bersifat interaktif dan kelompok, akan tergantikan dengan permainan yang bersifat soliter. Kepuasan yang diperoleh dari game membuat remaja semakin betah menggandrungi online game, apalagi tampilan yang semakin memukau dan sistem suara yang benar-benar seperti nyata membuat remaja akan semakin tertarik menekuni dan menjelajahionline game.

Menurut Bunny , kebanyakangamedirancang sedemikan rupa agar gamer penasaran dan mengejar nilai tinggi, dan sering membuat gamer lupa bahkan untuk sekadar berhenti sejenak. Remaja yang kecanduan dalam permainan online game termasuk dalam tiga kriteria yang ditetapkan WHO (World Health Organization), yaitu sangat membutuhkan permainan dengan gejala menarik diri dari lingkungan, kehilangan kendali, dan tidak peduli dengan kegiatan lainnya (Pikiran Rakyat, 2008: 19).

Sebagian remaja yang menghabiskan waktu dan uangnya untuk bermain online game. Tidak jarang, waktu belajar dan bersosialisasi dengan teman sebaya menjadi berkurang, atau bahkan remaja sama sekali tidak mempunyai waktu untuk belajar dan bersosialisasi.Online game sebenarnya tidak akan berdampak negatif kalau remaja tidak


(50)

dan menimbulkan dampak negatif. Pemain akan membuat prestasi tetapi tidak dalam bentuk riil dan memainkan objek imajinasi yang menurut gamer merupakan representasi dari dirigameritu sendiri.

Selain menghabiskan uang akibat dari perilaku merugikan ini dapat dilihat lebih jelas dalam masalah akademis, masalah kesehatan, dan masalah relasi. Jika kebiasaan bermain mereka ini membawa pada masalah dalam kehidupan nyata maka dapat dikatakan itu merupakan suatu perilaku yang merugikan diri sendiri yang menjadi aspek penting yang menentukan terjadinya kecanduan (Yee 2002 dalam Dica Feprinca, 2011: 30). Keasyikan dari permainan yang dapat dimainkan banyak orang, membuat banyak yang menggemarinya, bahkan ada pula yang membuat komunitas bagi penggemaronline game.

Komunitas gamers biasanya disebut dengan klan. Arti secara harfiah dari klan adalah kelompok yang terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki kebangsaan, suku bangsa, atau garis keturunan yang sama. Klanyang dimaksudkan adalahmultyplayer games.Multyplayer games adalah sekumpulan orang yang sering melakukan aktivitas bermain permainan tertentu (atau juga beragam jenis permainan) secara bersama-sama (Pikiran Rakyat, 2008: 19). Dalam permainan multyplayer, pemain berkompetisi satu sama lain dalam menguji keterampilannya, tidak seperti kebanyakan permainan lain, komputer dan video games sering kali dilakukan secara sendiri (single player).


(51)

meraih tujuan. Kelompok-kelompok dari pemain dalam satu tim akan berjuang sebagai satu kelompok.

Digunakannya istilah online game adiksi ini merupakan suatu hal yang masih kontroversial. Namun, berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, ditemukan data yang mendukung bahwa istilah ini dapat diterima dan digunakan (Yee 2002 Dica Feprinca, 2011: 20), data-data tersebut seperti: sebanyak 64,45% remaja laki-laki dan 47,85% remaja perempuan usia 12-22 tahun yang bermain game online menyatakan bahwa mereka menganggap diri mereka kecanduan terhadap online game, juga sebanyak 25,3% remaja laki-laki dan 19,25% remaja perempuan usia 12-22 tahun yang bermain game online mencoba untuk berhenti main namun tidak berhasil.

Dengan para pemainnya menganggap diri mereka kecanduan dan tidak berhasil berhenti tidak lantas membuat istilah “kecanduanonline game” ini dapat diterima begitu saja. Satu hal yang juga merupakan bukti penting adalah keterkaitan erat antara gejala kecanduan online game dengan kecanduan zat terlarang. Dua gejala yang menjadi ciri utama kecanduan zat terlarang adalah ketergantungan (dependence) dan penarikan (withdrawal). Individu-individu yang kecanduan suatu zat membutuhkan zat tersebut untuk menopang suatu perasaan wajar dan kesejahteraannya. Individu-individu yang mengalami ketergantungan pada suatu zat akan menderita ketika mereka tidak


(52)

kemarahan, kecemasan, kejengkelan, dan frustrasi. Kedua gejala kecanduan ini ditemui pada pemain online game dalam penelitian mengenai kecanduanonline game.

Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa adiksi online game adalah kesenangan bermain game karena memberi rasa kepuasaan tersendiri, sehingga ada peasaan untuk mengulangi lagi kegiatan yang menyenangkan ketika bermain game. Bermain online game membuat remaja merasa senang karena mendapat kepuasan psikologi. Pemain yang bersifat interaktif dan berkelompok, akan tergantikan pada permainan yang bersifat soliter.kepuasan yang diperoleh dari bermain game membuat remaja semakin betah menggandrungi online game, sehingga banyak remaja yang menghabiskan waktu dan uangnya untuk bermain online game. Tidak jarang waktu belajar dan bersosialisasai dengan teman sebaya menjadi berkurang, bahkan ada juga remaja yang sama sekali tidak mempunyai waktu untuk belajar dan bersosialisasi.

4. Gejala Adiksi BermainOnline Gamepada Remaja

Kecanduan internet disebut sebagai Internet Addiction Disorder (IAD),Stephen Juan Ph. D (Dyen Syarifudin, 2010) mengemukakan tanda-tanda umum kecanduan intenet, sebagai berikut,


(53)

a. Selalu ingin menghabiskan lebih banyak waktu di internet, sehingga akan menguras waktu efektif yang ada.

b. Jika tidak menggunakan internet, muncul gejala - gejala penarikan diri seperti kecemasa, gelisah, mudah tersinggung, bergetar, menggigil, gerakan mengetik tanpa sadar, hingga berkhayal atau bermimpi mengenai internet.

c. Jika terhubung dengan internet, gejala - gejala penarikan diri akan hilang ataupun berkurang.

d. Mengakses internet lebih lama dari yang diniatkan.

e. Cukup banyak porsi kegiatan yang digunakan untuk aktivitas terkait internet, termasuke-mail, browsing, chatting.

f. Mengurangi kegiatan penting, baik dalam pekerjaan, sosial, atau rekreasi, demi menggunakan internet.

g. Internet digunakan untuk melarikan diri dari perasaan bersalah, tidak berdaya, kecemasan, atau depresi.

h. Menyembunyikan penggunaan internet dari keluarga atau teman.

Bermula dari ketertarikan remaja terhadap internet, maka lebih jauh lagi remaja akan mulai tertarik dengan duniaonline game. Banyak orang tua yang mengeluhkan karena anaknya mengabaikan aktivitas sehari-hari karena ketertarikannya terhadap online game, orang tua


(54)

tidak hanya khawatir akan kebiasaan anaknya tapi karena bermain online game dapat menimbulkan suatu ketergantungan yang bisa mengarah kepada perilaku adiksi (kecanduan) terhadaponline game.

Seseorang yang kecanduan online game menurut Young 1996 (dalam Imanuel, 2009: 40) yaitu:

a. Merasa terikat dengan online game (memikirkan mengenai aktivitas bermainonline gamesebelumnya atau mengharapkan sesi bermainonline gameberikutnya).

b. Merasakan kebutuhan untuk bermain online game dengan jumlah waktu yang terus meningkat untuk mencapai sebuah kepuasan.

c. Secara berulang membuat upaya-upaya untuk mengendalikan, mengurangi, atau berhenti bermain online game namun tidak berhasil.

d. Merasa gelisah, murung, depresi, atau lekas marah ketika mencoba untuk mengurangi atau berhenti bermainonline game.

e. Terancam bahaya kehilangan relasi signifikan yang disebabkan oleh bermainonline game.

f. Terancam bahaya kehilangan pekerjaan, kesempatan karir atau kesempatan pendidikan yang disebabkan oleh bermain online game.


(55)

g. Berbohong pada anggota keluarga, terapis atau orang lain untuk menyembunyikan seberapa jauh keterlibatan denganonline game.

h. Bermain online game sebagai suatu cara untuk melarikan diri dari masalah-masalah atau untuk mengurangi suatu kondisi perasaan yang menyusahkan (misal perasaan-perasaan tidak berdaya, bersalah, cemas, depresi).

Berdasarkan ciri seseorang yang kecanduan online game diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang mulai teradiksi online game karena mereka merasakan kesenangan saat bermain, maka lebih jauh lagi remaja akan mulai teradiksi dengan online game. Dengan teradiksinya online game remaja akan selalu memikirkan mengenai aktivitas bermain online game, merasa cemas apabila tidak bermain online game dan merasa kebutuhan untuk bermain online game merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi, karena dengan bermain online game ramaja akan mendapatkan kepuasan. Hal ini dikhawatirkan akan menjadi kebiasaan para remaja, sehingga membuat remaja lupa akan tugas–tugas perkembangan masa remaja yang harus dipenuhi seperti belajar dan bersosialisasi dengan teman sebaya.

5. Faktor–Faktor Penyebab Adiksi TerhadapOnline Game


(56)

permainan sampai tuntas. Selain itu, karena sifat dasar manusia yang selalu ingin menjadi pemenang dan bangga apabila semakin mahir akan sesuatu termasuk sebuah permainan.

Dalam online game apabila poin bertambah, maka objek yang dimainkan akan semakin hebat, dan kebanyakan orang senang sehingga menjadi adiksi. Penyebab lain yang dapat ditelusuri adalah kurangnya pengawasan dari orang tua, dan pengaruh globalisasi dari sisi teknologi yang memang tidak bisa dihindari.

Terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya adiksi remaja terhadap online game. Faktor-faktor internal yang menyebabkan terjadinya adiksi terhadap online game, sebagai berikut,

a. Keinginan yang kuat dari diri remaja untuk memperoleh nilai yang tinggi dalam online game, karena online game dirancang sedemikan rupa agar pemain semakin penasaran dan semakin ingin memeperoleh nilai yang lebih tinggi.

b. Rasa bosan yang dirasakan remaja ketika berada di rumah atau di sekolah.

c. Ketidakmampuan mengatur prioritas untuk mengerjakan aktivitas penting lainnya juga menjadi penyebab timbulnya adiksi terhadap online game.


(57)

d. Kurangnya self controldalam diri remaja, sehingga remaja kurang mampu mengantisipasi dampak negatif yang timbul dari bermain online gamesecara berlebihan.

Berdasarkan faktor internal yang menyebabkan terjadinya adiksi bermain online game pada remaja dapat disimpulkan bahwa remaja bisa terdiksi online game dikarenakan rasa bosan yang sangat tinggi ketika berada disekolah ataupun dirumah, kurangnyaself control, tidak mampu mengatur prioritas untuk mengejakan hal yang lebih penting, sehingga remaja memilih kegiatan yang lebih menyenangkan yaitu online game. Dengan disajikan fitur – fitur yang bagus di dalamonline game, remaja semakin menyukai online game dan mempunyai keinginan yang kuat untuk memeroleh nilai yang tinggi dalan online game. Disaat itu remaja mulai teradiksi game online dan ingin terus memainkannya.

Faktor-faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya adiksi bermainonline gamepada remaja, sebagai berikut,

a. Lingkungan yang kurang terkontrol, karena melihat teman-temannya yang lain banyak yang bermainonline game.

b. Kurang memiliki hubungan sosial yang baik, sehingga remaja memilih alternatif bermain game sebagai aktivitas yang menyenangkan.


(58)

c. Harapan orang tua yang melambung terhadap anaknya untuk mengikuti berbagai kegiatan seperti kursus atau les, sehingga kebutuhan primer anak, seperti kebersamaan, bermain dengan keluarga menjadi terlupakan.

Berdasarkan faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya adiksi bermain online game pada remaja dapat disimpulkan bahwa remaja bisa teradiksi online game dikarenakan lingkungan yang kurang terkontrol, tidak memiliki hubungan sosial yang baik dan harapan orang tua yang terlalu tinggi, sehingga membuat remaja mengambil alternatif bermain game online sebagai aktifitas yang membuat remaja mendapatkan kesenangan.

6. Dampak Remaja Adiksi TerhadapOnline Game

Bermain online game memiliki dampak positif dan negatif. Salah satu dampak positifnya adalah dapat meningkatkan konsentrasi pemain Selain itu, bermainonline gamejuga dapat mendorong remaja menjadi cerdas. Online game menuntut daya analisa remaja yang kuat dan perencanaan strategi yang tepat agar bisa menyelesaikan permainan dengan baik (Hong & Liu, 2003: 5).

Bermain online game memang memiliki dampak positif, akan tetapi jika dibiarkan berlarut - larut hingga mengarah pada adiksi tentu akan memberikan dampak negatif, diantaranya remaja menjadi tidak memiliki skala prioritas dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Hal ini


(59)

dapat menyebabkan remaja menjadi kecanduanonline game. Pengaruh kecanduan online game berdampak pada psikis, sosial, akademis dan fisik pada remaja. Dampak psikis pada remaja adalah remaja akan sering bahkan terus-menerus memikirkan online game. Game yang berlatar belakang atau kontennya bersifat kekerasan memicu remaja untuk meningkatkan pikiran agresif, perasaan, perilaku, dan penurunan prososial, berdasarkan kajian ilmiah (Anderson & Bushman, 2001). Selain itu juga bisa mendorong remaja untuk bertindak asosial, karena aktivitas bermain online game cukup menyita waktu untuk berkomunikasi, baik berkomunikasi dengan keluarga maupun teman sebaya. Menimbulkan kemalasan belajar, disebabkan kelelahan yang ditimbulkan setelah bermainonline game.

Dampak buruk secara sosial, psikis, fisik dari kecanduan bermain online gamemenurut (Margaretha Soleman, 2013), sebagai berikut,

a. Sosial

Hubungan dengan teman dan keluarga menjadi renggang karena waktu bersama mereka menjadi jauh berkurang. Perhaulan remaja hanya sebatas di game online saja, sehingga membuat para pecandu online game menjadi terisolir dari teman-teman dan lingkungan pergaulan nyata. Keterampilan social menjadi berkurang, sehingga semakin merasa sulit berhubungan dengan orang lain. Perilaku gamer menjadi kasar dan agresif karena


(60)

terpengaruh oleh apa yang dilihat dan dimainkan dalam permainan online game.

b. Psikis

Pikiran remaja menjadi terus menerus memikirkan game yang sedang dimainkan. Sulit berkonsentrasi terhadap studi, pekerjaan, sering bolos, atau menghindari pekerjaan. Membuat remaja menjadi cuek, acuh tak acuh, kurang peduli terhadap hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitar. Melakukan apapun demi bisa bermain game, seperti berbohong, mencuri ang, dll. Terbiasa hanya berinteraksi satu arah dengan komputer membuat remaja menjadi tertutup, sulit mengekspresikan diri ketika berada di lingkungan nyata.

c. Fisik

Terkena paparan cahaya radiasi komputer dapat merusak saraf mata dan otak. Kesehatan jantung menurun akibat bergadang 24 jam bermain online game. Ginjal dan lambung juga terpengaruh akibat banyak duduk, kurang minum, lupa makan karena keasyikan bermain. Berat badan menurun akbiat lupa makan, atau bisa juga bertambah karena banyak akan makanan ringan dan jarang berolahraga. Mudah lelah ketika melakukan aktivitas fisik, kesehatan tubuh menurun akibat kurang olahraga. Yang paling parah adalah dapat mengakibatkan kematian.


(61)

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Menurut Hurlock, 1992 Remaja berasal dari kata Latin Adolensense yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencangkup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53), masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa.

Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan menurut Zakiah Darajat (dalam Sri Rumini & Siti Sundari, 2004: 53) remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.

Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan


(62)

masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12–15 tahun = masa remaja awal, 15–18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18–21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10–12 tahun, masa remaja awal 12–15 tahun, masa remaja pertengahan 15–18 tahun, dan masa remaja akhir 18–21 tahun (Deswita, 2006: 192).

Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis. Masa perkembangan remaja yang panjang ini dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran dan persoalan, bukan saja bagi remaja sendiri melainkan bagi para orang tua, guru, dan masyarakat sekitar. Bahkan tidak jarang penegak hukum turut direpotkan oleh tindakan remaja yang dipandang menyimpang.

Remaja melakukan perilaku menyimpang dikarenakan remaja sedang berada di persimpangan jalan antara dunia anak-anak dan dunia dewasa. Sehubungan dengan masalah remaja, dapat


(63)

keadaan transisi dari s uatu keadaan ke keadaan lainnya selalu menimbulkan gejolak, goncangan, dan benturan yang kadang-kadang berakibat sangat buruk bahkan fatal (mematikan).

Jadi bisa disimpulkan bahwa pada masa ini remaja mengalami ketidaksiapan dalam perkembangan diri remaja yang belum pernah dialami sebelumnya, sehingga memungkinkan akan melahirkan berbagai macam problematika atau permasalahan pada diri remaja sehubungan dengan pendidikan dan perkembangan.

2. Ciri Masa Remaja

Masa remaja seperti masa–masa sebelumnya memiliki cirri–ciri khusus yang membedakan masa sebelum dan sesudahnya. Hurlock (1991: 207-209) menjeaskan ciri–ciri tersebut sebagai berikut;

a. Masa remaja sebagai periode penting

Karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku dan akibat jangka panjangnya, juga akibat fisik dan akibat pesikologis. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat menimbulkan penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai dan minat baru.


(64)

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Masa remaja merupakan peralihan dari masa kanank–kanak ke masa dewasa, sehingga mereka harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak–kanakan serta mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Selama masa remaja mengalami perubahan fisik yang sangat persat, juga perubahan perilaku dan sikap yang berlangsung pesat. Sebaliknya jika perubahan fisik menurun maka diikuti perubahan sikap dan perilaku yang menurun juga. Menurut Hurlock, ada 4 macam perubahan yaitu: meningginya emosi, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan, perubahan minat dan pola perilaku serta adanya sikap ambivalen terhadap setiap perubahan.

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada masa ini mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi menjadi sama dengan teman–teman dalam segala hal, seperti pada masa sebelumnya. Namun adanya sifat yang mendua, dalam beberapa kasus menimbulkan beberapa dilema yang menyebabkan krisis identitas. Pada saat ini remaja berusaha


(65)

menunjukkan sikap diri dan perannya dalam kehidupan masyarakat.

e. Usia bermasalah

Karena pada masa remaja pemecahan masalah sudah tidak seperti pada masa sebelumnya yang dibantu oleh orang tua dan gurunya. Setelah remaja masalah yang dihadapi akan diselesaikan secara mandiri, mereka menolak bantuan dari orang tua dan guru lagi.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan atau kesulitan

Karena pada masa remaja sering timbul pandangan yang kurang baik atau bersifat negatif. Stereotip demikian mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya, Dengan demikian menjadikan remaja sulit melakukan peralihan menuju masa remaja. Pandangan ini juga yang sering menimbulkan pertentangan antara remaja dengan orang dewasa

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Pada masa ini remaja cenderung memandang dirinya dan orang lain sebagaimana yang diinginkan bukan sebgai adanya, terlebih cita–citanya. Hal ini menyebabkan emosi meninggi dan apabila yang diinginkan tidak tercapai akan mudah marah. Semakin


(66)

bertambahnya pengalaman pribadi dan sosialnya serta kemampuan berfikir rasional remaja memandang diri dan orang lain semakin realistik.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Menjelang menginjak masa dewasa, mereka merasa gelisah untuk meninggalkan masa belasan tahunnya. Mereka belum cukup untuk berperilaku sebagai orang dewasa, Oleh karena itu mereka mulai berperilaku sebagai setatus orang dewasa seperti cara berpakaian, merokok, menggunakan obat–obatan dan lain–lain, yang dipandang dapat memberikan citra yang seperti diinginkan.

Berdasarkan ciri masa remaja diatas dapat diambil kesimpulan bahwa masa remaja merupakan periode yang penting, periode perubahan, peralihan, usia yang bermasalah, pencarian identitas, usia yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistic dan ambang masa kedewasaan.

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja

Masa remaja dapat dijalani dengan mulus dan baik, jika seorang remaja melewati tugas perkembangannya dengan baik pula. Menurut Hurlock (1980: 46) tugas massa remaja yang harus dilalui remaja yaitu:


(67)

a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.

e. Mempersiapkan karier ekonomi.

f. Mempersiapkan perkawinan keluarga.

g. Memperoleh perngkat nilai dan sistm etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak. Akibatnya hanya sedikit anak laki–laki dan anak perempuan yang diharapkan untuk mengusai tugas– tugas tersebut selama awal remaja, apalagi mereka yang matang terlambat. Tugas perkembangan sifatnya tidak universal, namun sangat tergantung dari budaya setempat, sehingga ada kemungkinan tugas perkembangan tersebut diatas ada yang tidak berlaku untuk kultur bangsa Indonesia.


(68)

4. Aspek yang Berkembang pada Remaja

Perubahan pada diri remaja menunjukkan tanda keremajaan, namun seringkali perubahan yang terjadi hanya menunjukkan tanda-tanda fisik dan bukan pengesahan akan keremajaan seseorang. Satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan berbagai aspek menurut Hurlock (1980: 127).

a. Perkembangan fisik dan psikoseksual

Pada masa ini biasanya disebut dengan The Onset of pubertal growth sputserta The maximum growth age, karena pada masa ini remaja mengalami pertumbuhan fisik yang sangat pesat baik bentuk tubuh , ukuran, tinggi dan berat badan, proporsi muka dan badan. Adanya percepatan pertumbuhan pada remaja berimplikasi pada perkembangan psikososial mereka yang ditandai dengan kedekatan remaja pada teman sebayanya daripada dengan orang tua atau keluarga. Disamping itu juga remaja pada waktu itu diharapkan dapat memenuhi tanggung jawab sebagai orang dewasa. Namun karena belum memiliki pengalaman sebagai orang dewasa, sehingga sering mengalami kegagalan, hal ini dapat menimbulkan masalah dalam bentuk frustasi dan konflik.

b. Perkembangan kognisi


(69)

kuantitatif maupun secara kualitatif. Secara kuantitatif intelegensi berkembang semenjak bayi masih berada dalam kandungan. Laju perkembangan berlangsung sangat pesat mulai usia 3 tahun sampai dengan masa remaja awal. Puncak perkembangan dicapai pada masa penghujung masa remaja akhir, sesudah itu sampai usia 60 tahun berkembang lambat, terjadilah masa plateau, yang selanjutnya akan terjadi penurunan.

c. Perkembangan emosi, sosial dan moral

1) Perkembangan emosi remaja

Pada masa remaja terjadi keteganagn emosi yang bersifat khas sehingga masa ini disebut masa badai dan topan, yaitu masa yang menggambarkan keadaan emosi emosi remaja yang tidak menentu, tidak setabil dan meledak–ledak (Muhammad Ali dan Muhammad Asrori 2004: 67). Meningginya emosi terutama karena remaja menghadapi kondisi sosial baru, karena selama masa kanak-kanak mereka kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadan-keadaan itu.

Pada masa ini remaja tidak dapat bersikap asertif terhadap dirinya sendri, hal ini dikarenakan pada masa ini remaja tidak bisa mengendalikan emosinya. Semua itu terjadi karena remaja meiliki sifat yang tidak mau mengalah dan akan sangat malu apabila kalah dari temannya dari segi apapun. Begitu juga


(70)

dalam bermain online game, remaja selalu tidak mau kalah dengan temannya baik dalam keterampilan bermain game ataupun level yang didapat dari bermain game tersebut, sehingga membuat remaja selalu menerima ajakan temannya untuk bermain online game dan membuat remaja tersebut semakin teradiksionline game.

2) Perkembangan sosial remaja.

Pada usia remaja pergaulan dan interaksi social dengan teman sebaya bertambah luas dan kompleks dibandingkan dengan masa–masa sebelumnya, termasuk pergaulan dengan lawan jenis. Remaja mencari bantuan emosional dalam kelompoknya. Pemuasan intelektual juga didapatkan oleh remaja dalam kelompoknya dengan berdiskusi, berdebat untuk memecahkan masalah (Santrock, 2007: 141).

Dengan masuknya remaja kedalam sebuah kelompok dan membuat kepuasan intelektualnya terpenuhi maka akan semakin banyak intensitas remaja untuk bergaul dengan teman kelompoknya. Dengan begitu remaja akan selalu ikut apa yang dilakukan oleh kelompoknya itu, apalagi dalam kelompok yang dialamnya membahas online game. Apabila temannya mengajak bermain online game tanpa berfikir panjang remaja tersebut akan ikut untuk bermain online game, sehingga


(71)

membuat online game menjadi kebutuhan sehari – hari dan membuat remaja tidak bisa bersikap asertif terhadap dirinya sendiri ataupun terhadap orang lain. Pada keaadaan tersebut akan membuat lingkungan sosial remaja menjadi sempit dikarenakan remaja akan berinteraksi sosial hanya dengan teman sekelompoknya itu budan dengan orang lain yang ada disekitarnya.

3) Perkembangan moral remaja

Perkembangan moral merupakan satu hal yang sangat penting bagi perkembangan sosial dan kepribadian seseorang. Perkembangan norma dan moralitas sangat berhubungan dengan kata hati atau hati nurani. Kata hati menurut teori belajar (Monks dkk dalam Sri Rumini & Siti Sundari, 2004: 53), merupakan suatu sistem norma-norma yang telah terinternalisasi, sehingga seseorang akan tepat melakukan norma-norma meskipun tidak ada kontrol dari luar. Moralitas merupakan suatu yang dianggap baik yang seharusnya dilakukan dan tidak baik atau tidak pantas dilakukan. Adapun tahapan perkembangan moral menurut Jean Piaget (dalam Slavin, 2006: 51) yaitu:


(72)

a) Tahap heteronomous (tahaprealism moral)

Pada tahap ini aturan dipandang sebagai paksaan dari orang tua atau orang yang lebih dewasa. Menilai perilaku moral berdasarkan konsekuensinya, hokum dipandang sebagai konsekuensi otomatis dari pelanggaran.

b) Tahap autonomous (tahapindependensi moral)

Pada tahap ini aturan dipandang sebagai hasil kesepakatan bersama, menilai perilaku moral berdasarkan niat pelakunya, hukuman dipandang sebagai sesuatu hal yang tidak serta merta, namun dipengaruhi oleh niat dan pelakunya.

Pada masa ini tentunya remaja harus sudah mengerti akan norma–norma yang ada dimasyarakat, dengan mengerti norma yang ada diharapkan remaja dapat memiliki moral yang baik, tapi dengan teradiksinya remaja oleh online game bisa membuat perkembangan moral terganggu, hal ini terjadi karena pemaparan online game yang mengandung unsur kekerasan dan pornografi. Secara tidak langsung game tersebut mempengaruhi moral seorang remaja, sehingga banyak remaja melakukan pelanggaran moral di masyarakat misalnya seperti:


(73)

a) Perkelahian sebagai akibat dari kecanduan online game yang bertema kekerasan, peperangan dan terorisme.

b) Perkataan kotor, kasar, tidak senonoh, saling mengejek antar teman yang bermula dari penulisan status di game ataupun di sosial media.

c) Perbuatan asusila, seperti pelecehan seksual sebagai akibat dari online game yang memaparkan tentang pornografi.

d) Membolos sekolah, karena begadang bermain online game sampai larut malam, bahkan sampai pagi, bisa juga dikarenakan remaja merasa bosan berada disekolah.

e) Berbohong kepada orang tua, karena kecanduan online game membuat remaja berbohong kepada orang tuanya dengan meminta uang untuk kebutuhan sekolah, padahal sebenarnya uang tersebut hanya untuk bermai game online.


(74)

5. Penggunaan Pelatihan Asertif untuk Mengurangi Perilaku Adiksi Online Game pada Remaja

Perilaku adiksi terhadap online game muncul pada kondisi lingkungan tertentu yaitu lingkungan teman sebaya. Tekanan yang dialami, yang dirasa paling berat dan paling mempengaruhi perilaku remaja adalah tekanan teman sebaya atau dikenal dengan istilah peer pressure. Tanpa disadari remaja mendapat tekanan untuk berperilaku seperti remaja lain, sehingga akhirnya remaja masuk ke dalam situasi dimana remaja harus berperilaku seperti remaja yang lainnya, agar dapat diterima dan tidak dapat disisihkan.

Kondisi yang menimbulkan stimulus tertentu bisa menjadi reinforcementbagi adiksi terhadaponline game. Kondisi yang awalnya yang tertekan oleh ajakan teman berubah menjadi menyenangkan saat bermain online game dan mendorong remaja untuk mengulang kembali kondisi itu. Perilaku pada manusia merupakan reaksi atas stimulasi yang diberikan oleh lingkungan dari luar dirinya.

Berdasarkan prinsip operant conditioning, suatu perilaku telah termanifestasikan maka sangat besar kemungkinan perilaku tersebut akan muncul kembali. Perilaku asertif dalam pergaulan yang lebih luas berkembang menjadi suatu keterampilan sosial dalam menghargai keinginan diri dan hak orang lain.


(75)

Salah satu lingkungan pembentuk perilaku asertif seseorang adalah kebiasaan atau budaya interaksi dengan orang lain. Latihan asertif digunakan untuk membentuk keterampilan perilaku asertif (assertive behavior). Pengunaan teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa banyak orang menderita perasaan cemas dalam berbagai situasi menyenangkan saat bermain online game mendorong remaja untuk mengulang kembali kondisi itu. Tujuan dari konseling behavioral ini adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin. Kontribusi terbesar dari konseling behavioral (perilaku) adalah diperkenalkannya metode ilmiah dibidang psikoterapi, yaitu bagaimana memodifikasi perilaku melalui rekayasa lingkungan sehingga terjadi proses belajar untuk perubahan perilaku.

Remaja yang adiksi terhadap online game disebabkan karena banyaknya stimulus dari lingkungan yang membuat remaja tertarik untuk bermain online game selama berjam-jam dan bahkan sehari semalam. Stimulus yang membuat remaja menghabiskan waktunya selama berjam-jam adalah ajakan dari teman, uang jajan lebih yang diberikan oleh orang tua, dan fasilitas permainan pada online game yang terus berkembang. Hal ini semakin membuka jalan bagi remaja untuk larut dalam permainan, yang apabila remaja dibiarkan dapat mengarah pada perilaku adiksi online game. Teknik yang digunakan


(76)

untuk mereduksi adiksi remaja terhadap online game melalui pendekatan behavioral adalah Pelatihan Asertif.

Pendekatan behavioral yang paling cepat mencapai popularitas adalah latihan asertif yang biasa diterapkan pada situasi-situasi interpersonal di mana individu kesulitan menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan layak dan benar. Kecemasan interpersonal dapat dihentikan jika orang dapat bertindak asertif. Oleh karena itu, berbagai gangguan dan problem interpersonal dapat ditangani dengan cara meningkatkan keterampilan perilaku asertif. Individu yang memiliki keterampilan asertif lebih mungkin untuk berhasil dalam membina hubungan interpersonal dan dalam kehidupan yang lebih luas dibanding individu lain yang tidak asertif (Corey, 1986: 189) .

Sikap asertif adalah sikap dimana seseorang mampu bertindak sesuai dengan keinginan, membela haknya, dan tidak dimanfaatkan oleh orang lain. Selain itu, bersikap asertif juga berarti mengkomunikasikan apa yang diinginkan secara jelas dengan menghormati hak pribadi dan hak orang lain. Sikap asertif merupakan ungkapan perasaan, pikiran, pendapat, dan kebutuhan secara jujur dan wajar.

Rathus dan Nevid (1980: 107-123) mengkategorikan 10 tingkah laku asertif, sebagai berikut:


(77)

a. Bicara asertif yaitu individu mengemukakan hak-hak atau berusaha mencapai tujuan tertentu dalam suatu situasi dan memberi pujian untuk menghargai tingkah laku seseorang dan juga memberi feed backpositif pada individu lain.

b. Pengungkapan perasaan-perasaan pada individu lain secara spontan dan tidak berlebihan.

c. Menyapa dan memberi salam pada individu lain dan individu yang ditemui termasuk individu yang baru dikenal dan membuka percakapan.

d. Dapat menampilkan cara yang efektif untuk menyatakan setuju atau tidak setuju.

e. Menanyakan alasan ketika diminta untuk melakukan sesuatu, tidak langsung menyanggupi ataupun menolaknya.

f. Berbicara mengenai diri sendiri.

g. Menghargai pujian dan menerima pujian.

h. Menolak untuk menerima begitu saja pendapat orang lain.

i. Menatap mata lawan bicara.

j. Mampu menampilkan respon melawan rasa takut, tidak menampilkan tingkah laku yang dapat memancing rasa cemas.


(78)

Tujuan dari pelatihan asertif adalah untuk meningkatkan perilaku individu sehingga mampu membuat keputusan untuk bersikap terbuka pada situasi tertentu dan mengajarkan individu untuk mengekspresikan perasaan kepada orang lain. Pelatihan asertif bisa diterapkan pada situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan layak atau benar. Latihan asertif akan membantu bagi orang-orang yang

a. Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung.

b. Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya.

c. Memiliki kesulitan untuk mengatakan “TIDAK”.

d. Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya.

e. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.

Pelatihan asertif pada dasarnya merupakan penerapan latihan tingkah laku pada kelompok dengan sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal. Fokusnya adalah


(1)

241

e. Tahap pelatihan asertif selanjutnya ialah mengijinkan peserta untuk lebih lanjut membawa perilaku asertif pada kondisi yang sebenarnya atau dalam kehidupan sehari–hari dan menunjukkan perubahan perilaku dan membiasakan konseli untuk bersikap lebih tegas dan menerapkan timbale balik. Serta para peserta membuat kontrak perilaku untuk melaksanakan perilaku asertif yang sebelumnya dihindari. Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan ini adalah 25 menit.

f. Guru bimbingan dan konseling bersama siswa mengevaluasi dari npelatihan asertif yang sudah diberikan serta mengevaluasi hasil darin kegiatan secara keseluruhan dari pertemuan pertama. Selain itu pada pertemuan ini peneliti membagi skala adiksi, dengan tujuan untuk memperoleh datapost test2


(2)

242

LAMPIRAN 11.


(3)

(4)

(5)

(6)