KOMPARASI KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN KOMPETENSI PROFESIONAL PENDIDIK SEKOLAH DASAR BERDASARKAN KEPEMILIKAN SERTIFIKAT PENDIDIK DI PROVINSI JAWA TIMUR.

(1)

iv DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ………. i

KATA PENGANTAR ………... ii

DAFTAR ISI ………. iv

DAFTAR TABEL ………. vi

DAFTAR GAMBAR ….……… ………….………. viii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ………...………. 1

B. Pembatasan Masalah ………..……….. 7

C. Rumusan Masalah ………..….. 7

D. Tujuan Penelitian ………..………... 8

E. Kegunaan Penelitian ………….……… 9

F. Definisi Operasional ………..………... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 13

A. Filosofi Program Sertifikasi Pendidik Di Indonesia ……..….. 13

B. Konsep dan Dasar Hukum Sertifikasi Pendidik ……..……… 21

1. Pengertian ……….………... 21

2. Dasar Hukum Sertifikasi ………..……… 22

C. Sertifikasi Pendidik dalam Konteks Penjaminan Mutu Pendidikan ……… 26

1. Konsep Penjaminan Mutu Pendidikan ……..………... 26

2. Sertifikasi Pendidik, Tunjangan Profesi, dan Kompetensi .. 34

3. Upgrading Kualifikasi Pendidikan dan Updating Kompetensi Pendidik ………..………. 43 4. Pembenahan Pendidik Mismatch ………. 51


(2)

v

D. Kajian Sertifikasi di Beberapa Negara ……….………... 57

E. Perspektif Kompetensi Pedagogik dan Profesional Pendidik SD ..… 64

1. Hakikat Kompetensi …...……….. 64

2. Dimensi Kompetensi Pendidik SD ……….. 65

3. Kompetensi Pedagogik Pendidik SD …………...…..…….. 69

4. Kompetensi Profesional Pendidik SD ……...……..………. 78

5. Ruang Lingkup Pengembangan Kompetensi Pendidik SD . 80 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….. 83

A. Prosedur Penelitian ………..………. 83

B. Desain Penelitian ………..……… 84

C. Lokasi Penelitian ………..……… 86

D. Populasi dan Sampel ……..……….. 87

E. Pendekatan ………..………. 89

F. Asumsi ………..……… 90

G. Hipotesis ………..………. 90

H. Teknik Pengumpulan Data ………..………. 92

I. Instrumen Pengumpulan Data ………..……… 93

J. Pengujian Instrumen ……….………... 95


(3)

vi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 102

A. Kondisi Pendidikan SD di Jawa Timur …….……….. 102

B. Deskripsi Identitas Responden …..……….. 107

C. Gambaran Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional ….. 119

D. Pengujian Hipotesis ………..……… 135

E. Pembahasan Hasil Penelitian ………..………. 153

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI …… 164

A. Kesimpulan …….………..……… 164

B. Implikasi ………..………. 167

C. Rekomendasi ………..……….. 169

DAFTAR RUJUKAN ……… 173

LAMPIRAN 1. Hasil Uji Validasi Instrumen ……… 178

2. Instrumen Penelitian ………. 189

3. Skor Tes Responden ………. 199

4. Tingkat Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional . 203 5. Hasil Uji Hipotesis ……… 210

6. Surat-Surat ……… 241


(4)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 The Teacher As Leaders Framework ……….………… 18

2.2 Data Guru dan Kualifikasi Akademik ……… 45

2.3 Area Of Certificate In USA ………..………. 59

2.4 The Standard of Professional Practice For Full Registration Teachers……… 62 3.1 Target Sampel dan Realisasi Sampel ..……… 89

3.2 Kisi-Kisi Instrumen ………. 94

3.3 Kriteria Tingkat Kesulitan Butir Soal ……….. 98

3.4 Kriteria Daya Pembeda Menurut Crocker dan Algina ... 99

4.1 Komposisi Responden Berdasarkan Kepemilikan Sertifikat Pendidik 107 4.2 Proporsi Responden Pendidik Bersertifikasi dan Nonsertifikasi Berdasarkan Jalur Pendidikan ……….. 109 4.3 Proporsi Responden Pendidik Bersertifikasi dan Nonsertifikasi Berdasarkan Program Studi Yang Dimiliki …..………... 110 4.4 Tingkat Kompetensi Pedagogik Pendidik Bersertifikasi Angkatan Tahun 2006 ……….……... 120 4.5 Tingkat Kompetensi Profesional Pendidik Bersertifikasi Angkatan Tahun 2006 ……….……... 121 4.6 Tingkat Kompetensi Pedagogik Pendidik Bersertifikasi Angkatan Tahun 2007 ………... 123 4.7 Tingkat Kompetensi Profesional Pendidik Pendididik Bersertifikasi Angkatan Tahun 2007 ……….……… 124 4.8 Tingkat Kompetensi Pedagogik Pendidik Bersertifikasi Angkatan Tahun 2008 ………..……… 125 4.9 Tingkat Kompetensi Profesional Pendidik Bersertifikasi Angkatan Tahun 2008 ………... 126 4.10 Tingkat Kompetensi Pedagogik Pada Pendidik Nonsertifikasi ……… 128

4.11 Tingkat Kompetensi Profesional Pada Pendidik Nonsertifikasi …….. 129

4.12 Tingkat Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional Pada Pendidik Bersertifikasi dan Pendidik Nonsertifikasi ……….. 130 4.13 Tingkat Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional Pendidik Bersertifikasi Angakatan Tahun 2006-2008 Jalur Penilaian Portofolio ……… 131


(5)

viii

4.14 Tingkat Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional

Pendidik Bersertifikasi Angkatan Tahun 2006-2008 Jalur PLPG …… 133 4.15 Hasil ANOVA Untuk Uji Perbedaan Tingkat Kompetensi Pedagogik

dan Kompetensi Profesional Pada Pendidik Bersertifikasi dan Nonsertifikasi ………...

135

4.16 Hasil ANOVA Untuk Uji Perbedaan Tingkat Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional Antar Pendidik Bersertifikasi Menurut Tahun Kelulusannya ………

138

4.17 Hasil Uji Anova Terhadap Perbedaan Tingkat Kompetensi Pedagogik Pada Pendidik Bersertifikasi dan Pendidik Nonsertifikasi …………...

141

4.18 Hasil ANOVA Untuk Uji Perbedaan Tingkat Kompetensi Pedagogik Pada Pendidik Bersertifikasi Menurut Tahun Kelulusannya ………..

144 4.19 Hasil Uji Anova Terhadap Perbedaan Tingkat Kompetensi

Profesional Pada Pendidik Bersertifikasi dan Pendidik Nonsertifikasi 147 4.20 Hasil ANOVA Untuk Uji Perbedaan Tingkat Kompetensi Profesional

Pada Pendidik Bersertifikasi Menurut Tahun Kelulusannya ……….. 150


(6)

ix

DAFTAR GAMBAR Gambar

2.1 Kontribusi Mutu Pendidik Terhadap Prestasi Belajar di Negara Berkembang ……….

16 2.2 Kontribusi Mutu Pendidik Terhadap Prestasi Belajar Di Negara

Industri ………...

17

2.3 Siklus Penjaminan Mutu Menurut PP No. 19 Tahun 2005 ………… 28

2.4 Cycles Of School Accountability and Improvement Framework …… 30

2.5 Ruang Lingkup Peningkatan Dan Penjaminan Mutu ………. 31

2.6 Dampak FUNDEF ………. 37

2.7 Three Central American Reform ……….………….. 38

2.8 A System To Support High-Quality Teaching ………. 44

2.9 Teacher Distribution Per Region ……….. 54

2.10 Keterkaitan Penguasaan Mata Pelajaran ……….. 56

2.11 Teachers Registration In Victoria Australia ……….. 61

2.12 Goleman’s El Domains, Competencies, And Capabilities …………. 68

2.13 3-DP (Three Dimensional Pedagogy) ……… 70

3.1 Desain Penelitian: Nonequivalent Group Posttest Only Design ……. 85

3.2 Desain Penelitian Komparasi ………. 86 4.1 Proporsi Responden Pendidik Bersertifikasi Pendidik Berdasarkan

Jenis Kelamin ………

108 4.2 Proporsi Responden Pendidik Nonsertifikasi Berdasarkan Jenis

Kelamin ……….

108 4.3 Proporsi Responden Pendidik Bersertifikasi Pendidik dan

Nonsertifikasi Berdasarkan Kualifikasi Pendidikan ………..

109

4.4 Proporsi Responden Pendidik Bersertifikasi Pendidik dan

Nonsertifikasi Pendidik Berdasarkan Jalur Pendidikan ……….

110 4.5 Proporsi Responden Pendidik Bersertifikasi Pendidik dan

Nonsertifikasi Pendidik Berdasarkan Usia ………

111

4.6 Proporsi Responden Pendidik Bersertifikasi Pendidik dan

Nonsertifikasi Pendidik Berdasarkan Masa Kerja ………..

112 4.7 Proporsi Responden Pendidik Bersertifikasi Pendidik Berdasarkan

Status Kepegawaian ……… 113 4.8 Proporsi Responden Pendidik Nonsertifikasi Pendidik Berdasarkan

Status Kepegawaian ………... 113


(7)

x

4.9 Proporsi Responden Pendidik Bersertifikasi Pendidik dan

Nonsertifikasi Pendidik Berdasarkan Pangkat/Golongan …………..

114 4.10 Proporsi Responden Pendidik Bersertifikasi Pendidik dan

Nonsertifikasi Pendidik Berdasarkan Jumlah Jam Mengajar Setiap Minggu ………

115

4.11 Proporsi Responden Pendidik Bersertifikasi Pendidik dan

Nonsertifikasi Pendidik Berdasarkan Tugas Tambahan ……….

116 4.12 Proporsi Responden Pendidik Bersertifikasi Pendidik dan

Nonsertifikasi Pendidik Berdasarkan Kepemilikan Sertifikat

Pendidik ……….

116

4.13 Proporsi Responden Pendidik Bersertifikasi Pendidik Berdasarkan Tahun Kelulusan Sertifikasi ………..

117 4.14 Proporsi Responden Pendidik Bersertifikasi Pendidik Berdasarkan

Jalur Sertifikasi ………..

117 4.15 Proporsi Responden Pendidik Bersertifikasi Pendidik Berdasarkan

Rentang Waktu Penerimaan TPP ……… 118

4.16 Kompetensi Pedagogik Dan Kompetensi Profesional Antar

Kelompok Pendidik ………

119 4.17 Tingkat Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional

Pendidik SD Berdasarkan Status Kepemilikan Sertifikat Pendidik ..

154


(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional (sebelumnya bernama Departemen Pendidikan Nasional) secara kontinyu melakukan reformasi dan inovasi dalam sistem pendidikan nasional yang diarahkan pada peningkatan mutu pendidikan dalam menghadapi transformasi dan tantangan di berbagai sisi kehidupan. Kehidupan di abad ke-21 ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, liberalisasi ekonomi, demokratisasi, dan desentralisasi mengharuskan sistem pendidikan mengantisipasi dan mengimbangi perkembangan tersebut. Pembangunan bidang pendidikan difokuskan pada penataan Sistem Pendidikan Nasional dan meningkatkan kualitas elemen-elemen di dalamnya. Output reformasi dan inovasi dalam pembangunan bidang pendidikan nasional berupa lahirnya sumber daya manusia Indonesia yang mempunyai karakter kesanggupan (baca keunggulan) menghadapi tantangan dan peluang yang ada. Salah satu komponen penting penyelenggaraan pendidikan adalah pendidik, lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah untuk merestukturisasi dan memperbaiki mutu pendidik di Indonesia.

Urgensi peran pendidik dalam tata laksana sistem edukasi dan bahkan dalam pembangunan nasional adalah sangat penting. Kesadaran semacam ini menyebabkan Pemerintah Jepang memberikan perhatian besar terhadap pendidik.


(9)

Setelah Negara Jepang hancur akibat bom tentara Sekutu pada tahun 1945, yang difikirkan pertama adalah nasib para guru yang masih selamat, dan selanjutnya mencetak guru-guru yang berkualitas. Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (dalam Sudrajat: 2008:2) mengemukakan bahwa “educational change depends on what teachers do and think”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan sangat bergantung pada peran pendidik, dengan kata lain perubahan dan pembaharuan itu tidak akan terjadi manakala pendidik tidak berfikir dan berbuat apapun. Oleh karenanya penguasaan dan peningkatan kompetensi bagi pendidik menjadi titian jalan menuju peningkatan mutu pendidikan.

Profesionalisme pendidik pada jenjang Sekolah Dasar (SD) merupakan titik sentral kualitas pendidikan. Pendidik profesional berarti memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Pasal 28 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005). Profesionalitas pendidik tidak sekedar diukur dengan menguasai bidang ilmu, bahan ajar, dan metode, tapi juga harus memiliki keterampilan tinggi dan wawasan luas terhadap dunia pendidikan serta mampu memahami, memotivasi dan mengoptimalkan potensi anak-anak selaku subyek didik di sekolah dasar. Integrasi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial dalam setiap pendidik menjadi landasan kuat bagi penyelenggaraan kegiatan pembelajaran.


(10)

Profesionalisme pendidik secara konsinten menjadi salah satu faktor terpenting dan tumpuan dari kualitas pendidikan. Pendidik yang profesional mampu membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan kondisi yang ada. Oleh karenanya Pemerintah menuntut agar setiap pendidik mampu mewujudkan sikap profesionalisme dalam peran mereka. Sehubungan dengan hal tersebut Menteri Pendidikan Nasional menetapkan Permen Diknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru Dalam Jabatan sebagai bentuk intervensi pemerintah untuk memacu kualitas pendidik pada semua jenjang pendidikan.

Program sertifikasi pendidik memberikan jaminan terhadap perbaikan kinerja dan kompetensi pendidik dalam melakukan pekerjaan mengajar dan mendidik secara profesional. Tanpa sertifikasi, akan banyak orang merasa bisa menjadi pendidik tanpa melalui pendidikan yang disyaratkan. Anggapan bahwa pekerjaan mengajar dapat dilakukan oleh siapa saja asal memiliki bekal kemampuan materi yang diperlukan harus segera diluruskan. Hakekat mengajar tidak sekedar transformasi ilmu semata tetapi ada unsur-unsur pedagogis sehingga terjadi perubahan perilaku anak didik baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Pendidik yang mengikuti program sertifikasi pendidik tersebut diwajibkan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai barometer mutu. Mereka yang telah mempunyai hak dan terutama yang lulus sertifikasi pendidik merupakan kumpulan pendidik dengan kualitas tinggi. Kiprah pendidik bersertifikasi menjadi cerminan bagi pendidik nonsertifikasi maupun calon-calon pendidik. Pascasertifikasi pendidik harus menunjukkan kualitas performance yang melonjak drastis.


(11)

Tujuan sertifikasi disamping meningkatkan kesejahteraan guru terutama adalah untuk meningkatkan kompetensi guru. Kata "sertifikasi" dan "kompetensi" haruslah berkorelasi, artinya pendidik yang tersertifikasi adalah pendidik yang kompeten, atau pendidik yang mempunyai kompetensi sudah tentu akan tersertifikasi (Sunyoto, 2008:2). Jika korelasi tersebut cukup signifikan, dapat diprediksikan dalam kurun waktu tidak lama, mutu pendidikan di Indonesia akan meningkat drastis. Indikatornya dapat dilihat dari unsur pendidik dan siswa. Dari unsur pendidik, indikator adalah produktivitas dan kreativitas yang tampak dalam pembelajaran. Pendidik bersertifikasi mempunyai kapasitas pengetahuan, sikap, dan keterampilan mengajar lebih tinggi dari pada pendidik yang belum bersertifikasi, sehingga pelayanan terhadap peserta didik semakin optimal, keseriusan mengajar semakin tinggi, dan prestasi belajar siswa pun meningkat. Indikator pada siswa diwujudkan dengan adanya perasaan nyaman belajar, mengupayakan partisipasi aktif siswa, optimalisasi potensi individu, munculnya keberanian mengekrepesikan karya, kemampuan berfikir tingkat tinggi (high level order thinking) yang bermuara pada prestasi belajar tinggi.

Akan tetapi ada pihak-pihak yang meragukan program sertifikasi pendidik mampu meningkatkan kualitas pendidik. Program sertifikasi pendidik yang dilakukan melalui jalur portofolio, diklat, dan pendidikan profesi tidak mampu menjadi penyaring kualitas guru, sehingga para pendidik yang telah lulus dari program tersebut belum tentu bahkan bukan penggambaran pendidik bermutu.

Di sisi lain, pendidik bersertifikasi belum menunjukkan perubahan kapabalitas yang mumpuni sebagai manifestasi mutu pendidik. Mereka yang telah


(12)

lulus sertifikasi dan menerima tunjangan profesi belum menampakkan perbaikan kinerja. Kondisi ini ditengarai karena kompetensi yang dimiliki oleh pendidik khususnya jenjang SD yang bersertifikasi maupun nonsertifikasi tidak jauh berbeda tingkatannya, sehingga sertifikasi pendidik dianggap tidak mampu meningkatkan kompetensi pendidik tetapi semata-mata memberi label kelayakan mengajar.

Baedhowi (dalam Solopos, 2009:1) memaparkan hasil survey yang dilakukan di lima kota di Indonesia menunjukkan, bahwa guru pascasertifikasi tidak menunjukkan grafik peningkatan dalam segi kompetensi profesional. 64,36% guru responden masih stagnan atau tidak meningkat kompetensinya.

Bila data ini sebagai cerminan miniatur kondisi pendidik SD di Indonesia, sungguh sebuah ironi. Biaya besar penyelenggaran program sertifikasi pendidik dan pembayaran tunjangan profesi bagi yang lulus tidak berdampak positif terhadap peningkatan mutu pendidikan (pendidik SD khususnya). Peningkatan gaji pendidik tidak diikuti dengan peningkatan kualitas aktor utama dalam pembelajaran. Oleh karena itu program sertifikasi pendidik dan sistem remunerasi yang diterapkan perlu disempurnakan.

Berdasarkan kondisi dan pemikiran di atas, dipandang perlu untuk melakukan penelitian untuk mengukur (1) tingkat kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional pendidik yang bersertifikasi dan tidak bersertifikasi pada jenjang sekolah dasar, dengan maksud untuk mengetahui tingkat perbedaan diantara keduanya untuk kemudian mencari factor-faktor yang berkontribusi terhadap perbedaan itu. (2) tingkat penguasaan kompetensi pedagogik dan


(13)

kompetensi profesional pendidik bersertifikasi pada jenjang sekolah dasar menurut tahun kelulusan mereka pada program sertifikasi guru, hal ini ditujukan untuk mengetahui mutu output sertifikasi pendidik tiap angkatan.

Hasil penelitian ini berfungsi sebagai pemetaan terhadap kompetensi pendidik sekolah dasar. Selama ini pemetaan dilakukan berbasis kualifikasi pendidikan yang dimiliki, namun sekarang ini Kementerian Pendidikan Nasional harus mempunyai peta profil kompetensi setiap pendidik di bawah naungannya.

Hasil pemetaan mempunyai makna kondisi, arah, dan kebutuhan. Kondisi menggambarkan kemampuan atau potensi kompetensi individual pendidik pada ranah pedagogik dan profesional. Gambaran berdasarkan kondisi kemampuan pendidik tersebut menjadi suatu kebutuhan bahkan tuntutan untuk ditingkatkan manakala tingkat kemampuan pendidik berada pada tingkat rendah.

Keberadaan peta kompetensi pendidik pada jenjang sekolah dasar menjadi patokan arah serta memberi memudahkan bagi Kementerian Pendidikan Nasional maupun instansi-instansi di bawahnya menyusun, mengembangkan, dan menentukan strategi dan prioritas program bagi para pendidik sekolah dasar dalam kerangka pengembangan pendidik secara berkelanjutan (continuous teachers professional development), baik pendidik belum bersertifikasi dan utamanya pendidik bersertifikasi.

Seluruh komponen bangsa berharap program sertifikasi pendidik menjadi terobosan cerdas dan solusi jitu menuju peningkatan kualitas pendidikan melalui perbaikan mutu pendidik. Pada gilirannya kepada mereka masa depan generasi dan bangsa ini sandarkan.


(14)

B. Rumusan Masalah

Penelitian tentang “Komparasi Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional Pendidik Sekolah Dasar Berdasarkan Kepemilikan Sertifikat Pendidik Di Provinsi Jawa Timur” mempunyai rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perbedaan tingkat kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional pada pendidik bersertifikasi dan tidak bersertifikasi pada jenjang sekolah dasar?

2. Bagaimanakah perbedaan tingkat kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional antar pendidik pada jenjang sekolah dasar yang telah lulus program sertifikasi pendidik menurut tahun kelulusan mereka?

C. Pembatasan masalah

Pendidik pada jejang sekolah dasar mempunyai peran sangat foundament bagi pendidikan karena mereka berperan sebagai peletak dasar bagi tumbuh kembang potensi siswa, karenanya mereka harus mempunyai kompetensi yang mumpuni, meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

Penelitian ini dibatasi pada pengkajian tentang kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional pendidik sekolah dasar.

Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial dimiliki oleh segala profesi tidak hanya pendidik. Sedangkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional merupakan kemampuan prasyarat menjadi seorang pendidik. Keduanya berhubungan langsung dengan proses pembelajaran di kelas,


(15)

laboratorium maupun lingkungan pembelajaran lain. Kedua kompetensi tersebut teraplikasi mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut pembelajaran. Kesuksesan pendidik melaksanakan tugas dan kewajiban di setiap tahapan tersebut amat bergantung pada penguasaan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional, ditunjang dengan penguasaan dua kompetensi lain.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum merupakan gambaran besar yang ingin dicapai dari penelitian. Selanjutnya tujuan umum dijabarkan ke dalam tujuan khusus yang mencerminkan tujuan-tujuan spesifik dan operasional.

Berdasarkan rumusan masalah yang disebutkan di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Tujuan Umum:

a. Memperoleh gambaran perbedaan tingkat penguasaan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional pendidik bersertifikasi dengan nonsertifikasi pada jenjang sekolah dasar.

b. Memperoleh gambaran perbedaan tentang tingkat penguasaan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional antar pendidik pada jenjang sekolah dasar yang telah bersertifikasi menurut tahun kelulusan mereka pada program sertifikasi guru.


(16)

2. Tujuan Khusus

Mengacu kepada rumusan tujuan umum di atas, tujuan umum pertama dijabarkan menjadi tujuan khusus, yaitu guna:

a. Memperoleh gambaran perbedaan kompetensi pedagogik dan profesional pendidik bersertifikasi tahun 2006 dengan nonsertifikasi.

b. Memperoleh gambaran perbedaan kompetensi pedagogik dan profesional pendidik bersertifikasi tahun 2007 dengan nonsertifikasi.

c. Memperoleh gambaran perbedaan kompetensi pedagogik dan profesional pendidik bersertifikasi tahun 2008 dengan nonsertifikasi.

Rumusan tujuan umum kedua, dijabarkan menjadi tujuan khusus, yaitu:

a. Guna memperoleh gambaran perbedaan kompetensi pedagogik dan profesional antara pendidik bersertifikasi tahun 2006 dengan 2007.

b. Guna memperoleh gambaran perbedaan kompetensi pedagogik dan profesional antara pendidik bersertifikasi tahun 2006 dengan 2008.

c. Guna memperoleh gambaran perbedaan kompetensi pedagogik dan profesional antara pendidik bersertifikasi tahun 2007 dengan 2008.

E. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Peneliti

Sertifikasi merupakan isu nasional yang banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan akademisi, praktisi, politisi, dan masyarakat umum. Peneliti tidak ingin terjebak dalam perdebatan terhadap ada tidaknya perbedaan terhadap kompetensi yang dimiliki pendidik pascasertifikasi. Peneliti ingin mendapat bukti


(17)

konkrit atas permasalahan tersebut. Oleh karenanya peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap perbedaan kompetensi pedagogik dan professional pendidik pasca program sertifikasi guru, meskipun itu tidak mewakili semua wilayah geografis Indonesia.

2. Bagi Pendidik

Pendidik yang dinyatakan lulus program sertifikasi guru tentu memiliki kompetensi lebih dibandingkan para pendidik yang belum lulus sertifikasi. Implikasinya pendidik bersertifikasi mempunyai kompetensi pedagogik maupun profesional lebih mantap. Kalau hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap kompetensi pedagogik dan profesional, bagi mereka yang bersertifikasi harus mempertahankan dan meningkatkannya. Sebaliknya bila penelitian ini hasilnya tidak terdapat perbedaan signifikansi terhadap kompetensi pedagogik dan profesional guru pascasertifikasi maka perlu upaya serius untuk meningkatkan kemampuan sesuai dengan sertifikat profesi yang dipegang. Bila tidak, maka kelayakan sertifikat profesi tersebut akan dipertanyakan dan harus ditinjau ulang untuk jangka waktu tertentu.

3. Bagi Sekolah

Sekolah akan bangga manakala guru-guru mereka bersertifikasi, artinya kemampuan mereka akan sangat mendukung pencapaian standar-standar pendidikan. Dampaknya guru-guru mengajar lebih baik dibandingkan guru-guru nonsertifikasi. Mereka menjadi ujung tombak kesuksesan sekolah. Manakala temuan penelitian ini mendapati kondisi yang berlawanan, sekolah akan menuntut


(18)

guru-guru bersertifikasi untuk menunjukkan perubahan kemampuan yang lebih baik sebagaimana dipersyaratkan dalam sertifikasi.

4. Bagi Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan

Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) mempunyai tugas memberikan supervisi, bimbingan, arahan, saran, dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan nonformal, dalam berbagai upaya penjaminan mutu satuan pendidikan untuk mencapai standar nasional pendidikan. Dalam hal ini sertifikasi guru merupakan bagian dari upaya penjaminan mutu, oleh karenanya evaluasi program harus dilakukan terutama menyangkut mutu hasil sertifikasi bagi pendidik khususnya pada jenjang sekolah dasar.

5. Bagi Kementerian Pendidikan Nasional

Kementerian Pendidikan Nasional selaku pemegang policy atas program sertifikasi guru dituntut untuk melakukan kajian terhadap program tersebut. Pemerintah membutuhkan gambaran mutu pendidik sebagai output kebijakan ini. Output yang baik memberikan efek simultan yang baik pula bagi peningkatan kinerja individual dan terutama terhadap prestasi belajar siswa. Kelangsungan sertifikasi di tahun-tahun mendatang sangat ditentukan oleh kualitas pendidik yang telah lulus, sehingga penyelenggara bisa melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan mutu output sertifkasi. Hasil penelitian ini akan memberikan informasi tingkat kompetensi pendidik sekolah dasar pasca sertifikasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi kelangsungan upaya peningkatan kualitas pendidik melalui program sertifikasi.


(19)

F. Definisi Operasional

Istilah yang akan sering digunakan dalam rancangan penelitian ini adalah istilah sertifikasi guru, kompetensi pedagogik dan profesional, dan tunjangan profesi. Berdasarkan UU No. 14 tahun 2005 dan PP No. 74 TAHUN 2008, dapat dijabarkan definisi operasinal atas istilah tersebut:

1. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat untuk pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan sertifikat itu sendiri adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.

2. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan dalam pengelolaan peserta didik dan kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya.

3. Tunjangan Profesi adalah tambahan penghasilan yang diberikan kepada guru

yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau yang diselenggarakan oleh masyarakat.


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan gambaran tahapan atau langkah-langkah yang ditempuh peneliti. Secara garis besar tahapan penelitian yang ditempuh terdiri dari tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap analisis dan pelaporan. Rincian pada masing-masing tahap adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan, meliputi:

a. Mengidentifikasi permasalahan beserta latar belakang masalah. b. Melakukan studi kepustakaan.

c. Merumuskan masalah penelitian. d. Menentukan batasan masalah. e. Membuat definisi operasional.

f. Menentukan lokasi penelitian dan metode penelitian. g. Merancang desain penelitian.

h. Menyusun instrumen pengumpulan data. i. Menguji coba instrumen.

j. Melakukan revisi instrumen.

2. Tahap pelaksanaan penelitian, meliputi kegiatan:

a. Mengumpulkan responden dalam ruangan tertentu.


(21)

c. Mendistribusikan instrumen tes kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional kepada guru yang mengikuti kegiatan di LPMP Jawa Timur. d. Mengelompokkan jawaban responden bersertifikasi pendidik (tahun 2006,

2007, dan 2008) dan pendidik nonsertifikasi.

e. Memilah instrumen yang telah diisi, dan hanya menggunakan instrumen yang terisi lengkap.

f. Memeriksan jawaban responden dengan mengacu pada kunci jawaban. g. Memberikan scoring untuk semua jawaban responden.

3. Tahap analisis dan pelaporan, mencakup aktivitas:

a. Melakukan penghitungan setiap kelompok responden. b. Menguji hipotesis.

c. Menganalisis dan melakukan pembahasan data temuan. d. Membuat kesimpulan.

e. Merumuskan rekomendasi. f. Membuat laporan komprehensif.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan pola atau gambaran sebuah penelitian yang akan dilaksanakan. Desain penelitian berguna sebagai acuan peneliti untuk melaksanakan pekerjaan dan menunjukkan tampilan awal kepada pembaca. Penelitian ini menggunakan desain menyerupai Quasi-eksperimental atau eksperimen semu. Dikatakan demikian karena salah satu kelompok subyek menjalani perlakuan tertentu (mengikuti dan lulus sertifikasi pendidik), sedangkan


(22)

kelompok lainnya tidak mendapat perlakukan tersebut. Kedua kelompok kemudian diberikan tes. Kategori yang paling tepat menggambarkan desain terebut adalah desain Nonequivalent Group Postetest Only (McMillan, 2001:457), secara diagramatik digambarkan sebagai berikut:

Group Perlakuan Posttest

A X O

B O

Waktu Gambar 3.1

Desain penelitian: Nonequivalent Group Posttest Only Design

Hasil tes atau skor yang diperoleh kedua kelompok di atas kemudian dikomparasikan guna mengukur dan membandingkan kelompok yang mengikuti perlakuan tertentu (sertifikasi pendidik) dengan kelompok kedua yang tidak mendapat perlakukan (pendidik nonsertifikasi).

Desain komparasi atau perbandingan digunakan sebagai model untuk menjawab rumusan masalah penelitian pertama dan kedua, yaitu melakukan perbandingan terhadap kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional pendidik sekolah dasar yang bersertifikasi dan non sertifikasi serta membandingkan kedua kompetensi tersebut antar pendidik bersertifikasi mengacu pada tahun kelulusan, yaitu tahun 2006, 2007, dan 2008. Pola penelitan dilukiskan dengan diagram berikuti ini:


(23)

Kondisi

Pendidik Nonsertifikasi

Bersertifikasi 2006

Bersertifikasi 2007

Bersertifikasi 2008

Nonsertifikasi

Bersertifikasi

2006

Bersertifikasi

2007

Bersertifikasi 2008

Gambar 3.2.

Desain Penelitian Komparasi

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mencakup wilayah Provinsi Jawa Timur, responden berasal dari kabupeten/kota yang berada di wilayah provinsi tersebut. Pemilihan lokasi penelitian di Provinsi Jawa Timur didasarkan pada beberapa pertimbangan; pertama, Jawa Timur adalah provinsi dengan jumlah tenaga pendidik jenjang SD terbesar di Indonesia, oleh karena itu kompleksitas permasalahan pendidik di Jawa Timur membutuhkan penanganan khusus, dimulai dengan kegiatan-kegiatan penelitian sebagai basis membangun data. Sehingga solusi yang diberikan (program dan kegiatan) relevan dengan kondisi dan kebutuhan pendidik SD. Kedua, peneliti bekerja di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur, berkenanaan dengan tugas pokok dan fungsi kelembagaan serta alasan pertama, maka penelitian ini menyediakan data tingkat kompetensi pendidik SD di Jawa Timur secara akurat sebagai acuan penyusunan strategi dan program pengembangan profesi pendidik. Ketiga, Efektivitas dan efisiensi pengumpulan data, karena peneliti bisa mengumpulkan data dengan menjaring responden melalui kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di LPMP Jawa Timur.


(24)

D. Populasi dan Sampel.

Unsur terpenting dalam kegiatan penelitian adalah pengumpulan data. Data diperoleh dari populasi (keseluruhan subyek penelitian), yaitu para pendidik jenjang sekolah dasar yang berasal dari wilayah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Populasi diklasifikasikan menjadi empat, yaitu pendidik nonsertifikasi, pendidik bersertifikasi tahun 2006, pendidik bersertifikasi tahun 2007, dan pendidik bersertifikasi tahun 2008.

Mengingat jumlah populasi yang sangat besar, persebaran wilayah yang luas, masih berlangsung pendataan pendidik bersertifikasi, keterbatasan biaya, waktu dan tenaga maka perlu dilakukan pemilihan pemilihan populasi untuk kemudian dijadikan sampel penelitian.

Pemilihan sampel dilakukan dengan cara random, sampel dipilih melalui kegitan yang diselenggarakan di LPMP Jawa Timur bagi pendidik jenjang sekolah dasar.

Penentuan besar sampel menggunakan model Slovin (dalam Umar, 2002:1419) sebagai berikut :

= 1 + . dimana : n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

e = Prosentase kelonggaran ketidaktelitian (presesi) karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir (10%).


(25)

Berdasarkan rumus tersebut, target sampel yang diharapkan adalah: =1 + 180.369 0.1180.369

=180.3691804.69 = 99,9 = 100

Langkah selanjutnya adalah melakukan penghitungan untuk menentukan ukuran sampel setiap kelompok pendidik. teknik penentuan jumlah sampel pada masing-masing kelompok penelitian dilakukan secara proporsional dengan rumus sebagai berikut:

=

dimana :

ni = Jumlah sampel ke i Ni = Jumlah populasi ke i N= Jumlah populasi n= Jumlah sampel

Berdasarkan rumus hitung tersebut maka diperoleh nilai hitung sebagaimana ditampilkan dalam tabel 3.1, tetapi untuk kepentingan perbandingan antar kelompok maka jumlah sampel ditingkatkan sehingga memenuhi jumlah sampel dalam kelompok dan kesetimbangan jumlah sampel antar kelompok. Perbedaan jumlah yang besar dikhawatirkan dapat mempengaruhi proses penghitungan.


(26)

Tabel 3.1.

Ukuran Target dan Realisasi Sampel

No. Kategori Kelompok Populasi Target Realisasi

1 Pendidik bersertifikasi tahun 2006 4682 4 orang 43 orang 2 Pendidik bersertifikasi tahun 2007 7552 4 orang 50 orang 3 Pendidik bersertifikasi tahun 2008 7612 4 orang 52 orang 4 Pendidik nonsertifikasi 160523 88 orang 115 0rang

180.369 100 orang 260 orang

E. Pendekatan

Ditinjau dari aspek waktu, penelitian ini menggunakan pendekatan cross section, yaitu data yang dikumpulkan pada waktu tertentu yang dapat menggambarkan keadaan karakteristik objek pada saat penelitian dilakukan (Muhidin, 2007:16). Dalam penelitian ini terdapat kelompok responden menurut tahun kelulusan mereka dalam program sertifikasi pendidik (yaitu tahun 2006, 2007, dan 2008), mereka tidak diuji pada tahun-tahun tersebut, tetapi dites pada waktu yang bersamaan. Tes dilaksanakan beberapa kali dalam bulan Maret dan April 2010 sampai terpenuhi target sampel. Responden dikumpulkan dalam satu ruang kemudian diberikan tes kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Hasil tes atau skor yang diperoleh responden merupakan gambaran kemampuan mereka pada waktu pengujian diselenggarakan. Hasil tes selanjutnya dioleh untuk mendapatkan gambaran perbandingan kemampuan antar kelompok responden, dan menghitung pengaruh kepemilikan sertifikat pendidik dengan skor yang mereka capai.


(27)

F. Asumsi

Asumsi merupakan anggapan dasar dimana kebenarannya diyakini bersifat general. Asumsi menjadi titik awal dimulainya penelitian dan menjadi landasan untuk merumuskan hipotesis. Penelitian ini dibangun atas asumsi, yaitu:

1. Pendidik bersertifikasi mempunyai kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional yang baik, kondisi mereka didukung dengan tingkat pendidikan D4/S1, matching (sesuai) antara latar belakang pendidikan dan mata pelajaran yang diampu, dan ragam kegiatan pengembangan profesi (professional continuous development).

2. Penyempurnaan pelaksanaan sertifikasi pendidik mampu memperoleh mutu output yang baik dari tahun ke tahun. Penguasaan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional didukung dengan kompetensi kepribadian dan sosial yang baik menjamin pendidik melakukan kegiatan pengajaran yang baik pula.

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas rumusan masalah penelitian. Jawaban yang diberikan tersebut didasarkan pada relevansi dengan kajian teori-teori yang digunakan sebagai acuan, dan belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Hipotesis penelitian inilah yang selanjutnya diuji pembuktiannya atau kebenarannya dengan didasarkan fakta atau data temuan di lapangan. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik (Sugiyono, 2005:70).


(28)

Secara operasional, hipotesis diturunkan dari asumsi penelitian di atas, dimana pendidik yang lulus sertifikasi adalah mereka yang berkompeten, mereka adalah penggambaran kualitas dibandingkan dengan pendidik yang belum bersertifikasi. Dengan demikian rumusan hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Hipotesis untuk rumusan masalah pertama:

a. Terdapat perbedaan tingkat kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional antara pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2006 dengan pendidik nonsertifikasi.

b. Terdapat perbedaan tingkat kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional antara pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2007 dengan pendidik nonsertifikasi.

c. Terdapat perbedaan tingkat kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional antara pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2008 dengan pendidik nonsertifikasi.

2. Hipotesis untuk rumusan masalah kedua:

a. Terdapat perbedaan tingkat kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional antara pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2006 dengan pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2007.

b. Terdapat perbedaan tingkat kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional antara pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2006 dengan pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2008.


(29)

c. Terdapat perbedaan tingkat kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional antara pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2007 dengan pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2008.

H. Teknik Pengumpulan Data

Kunci keberhasilan penelitian tergangtung pada teknik pengumpulan data yang dipilih dan digunakan. Teknik Pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena pemilihan dan penentuan teknik pengumpulan data yang salah menyebabkan peneliti tidak memperoleh data yang diharapkan. Menurut Sugiyono (2006 : 253) pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber dan berbagai cara. Kesalahan memilih atau menggunakan teknik pengumpulan data dapat berakibat tidak diperolehnya data yang diharapkan.

Pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan teknik tes. Teknik pengumpulan data berupa tes adalah dengan memberikan tes atau uji kompetensi pedagogik dan profesional pendidik. Penggunakan teknik ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran objektif dan menghindarkan subyektivitas pihak-pihak lain dalam mengukur kemampuan para pendidik pada kedua bidang yang bersinergi tersebut. Pertimbangan utama dipilihnya teknik pengumpulan data melalui tes adalah relevansinya dengan jenis data yang ingin dikumpulkan. Peneliti ingin mengukur kemampuan atau performance pendidik, maka peneliti melakukan pengujian atau tes kompetensi.


(30)

I. Instrumen Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan jalan memberikan instrumen berbentuk tes atau uji kompetensi pedagogik dan profesional pendidik.

Kisi-kisi instrumen penelitian dikembangkan dengan mengacu kepada rumusan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Peraturan tersebut menetapkan empat komponen utama yang harus dikuasai pendidik, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Masing-masing kompetensi kemudian dijabarkan ke dalam beberapa subkompetensi dan indikator. Penelitian ini membatasi diri dan berkonsentrasi pada dua kompetensi yaitu kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional pendidik pada jenjang sekolah dasar.

Permendiknas No. 16 tahun 2007 menjadi acuan standar kompetensi pendidik di Indonesia, oleh karena itu peraturan tersebut dipakai sebagai referensi dalam penyusunan instrumen.

Berdasarkan rumusan tersebut kemudian dikembangkan menjadi instrumen. Instrumen berbentuk butir-butir soal yang disusun dalam format multiple choise (pertanyaan dan disertai alternatif jawaban pilihan). Format ini dipilih karena mampu menghindarkan jawaban responden dari interpretasi subyektif saat pemeriksaan jawaban. Di samping itu butir-butir soal yang dibentuk multiple choise memberikan kepastian jawaban, kemudahan menentukan skor guna kepentingan analisis data. Responden menjawab pertanyaan dengan cara memilih salah satu alternatif yang disediakan.


(31)

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Instrumen.

No Kompetensi-Subkompetensi Jumlah item

Nomor item Kompetensi Pedagogik

1 Menguasai karakteristik siswa dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual

3 1, 5, 13

2 Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

4 3, 7, 9, 11 3 Mengembangkan kurikulum yang terkait

dengan mata pelajaran yang diampu.

3 2, 32, 37 4 Menyelenggarakan pembelajaran yang

mendidik.

6 12, 15, 16, 17, 21, 35, 5 Memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.

4 18, 19, 22, 27 6 Memfasilitasi pengembangan potensi siswa

untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

2 23, 29

7 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan siswa

3 10, 26, 30 8 Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi

proses dan hasil belajar.

3 4, 25, 34, Kompetensi Profesional

1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata

pelajaran yang diampu.

3 24, 28, 31

2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.

3 14, 36, 38

3. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.

2 6, 39

4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.

3 8, 20, 33

5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.

1 40

JUMLAH BUTIR PERTANYAAN 40

Awalnya disusun 50 butir pertanyaan, setelah dilakukan ujicoba dan pengujian instrumen, terdapat 9 item masuk kategori tidak valid sehingga harus dibuang. Pada kegiatan penelitian dipakai 40 butir soal.


(32)

J. Pengujian Instrumen

Sebelum digunakan, instrumen diujicobakan lebih dahulu pada kelompok responden berbeda. Pengujian terhadap instrumen penting dilakukan sebelum digunakan untuk mengumpulkan data, tujuannya adalah untuk mendapatkan alat pengumpul data yang terstandar sehingga layak pakai dan memenuhi ketentuan. Pengujian dilakukan sesuai dengan jenis instrumen yang akan digunakan. Instrumen dalam bentuk tes dilakukan pengujian meliputi uji validitas, uji reliabilitas, pengujian tingkat kesulitan, dan daya beda.

1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengetahui valid tidaknya instrumen pengukuran. Instrumen dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang semestinya diukur atau mampu mengukur apa yang ingin dicari secara tepat. Validitas berarti “individual’s scores from an instrument make sense, are meaningful, and enable you, as the researcher, to draw conclusion from the the sample you are studying to the population” (Creswell, 2008:169).

Valid tidaknya suatu instrumen dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi antara skor item dengan skor totalnya pada taraf signifikan 5%, item-item yang tidak berkorelasi secara signifikan dinyatakan gugur dan harus diganti atau diperbaiki.

Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel/item dengan skor total variabel. Cara mengukur validitas dilakukan dengan mencari korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total, menggunakan rumus teknik korelasi product moment (Furqon, 2008:103), yaitu:


(33)

= ∑ − ∑ ∑

!" ∑ − ∑ #" ∑ − ∑ #

Dimana: r = koefisien korelasi product moment x = skor tiap pertanyaan/item

y = skor total

N = jumlah responden.

Penafsiran hasil uji validitas, menggunakan kriteria sebagai berikut:

a. Jika nilai hitung r lebih besar ( > ) dari nilai tabel r maka butir soal dinyatakan valid dan dapat dipergunakan.

b. Jika nilai r hitung lebih kecil ( < ) dari nilai tabel r maka butir soal dinyatakan tidak valid dan tidak dapat dipergunakan.

c. Nilai tabel r dapat dilihat pada a = 5% dan db = n - 2

2. Uji Relibilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. McMillan (2001:263) menyatakan bahwa reliabilitas tes menunjukkan ukuran konsistensi, keadaan dimana instrumen atau alat pengumpul data mampu memperoleh skor bernilai sama meskipun digunakan dalam berbagai format yang berbeda.

Formula yang dipergunakan untuk menguji reliabel instrumen adalah Koefisien Alpha dari Cronbach (Muhidin, 2007:37). Selanjutnya untuk menafsirkan hasil uji reliabilitas, kriteria yang digunakan adalah:


(34)

a. Jika nilai hitung alpha lebih besar ( > ) dari nilai r tabel maka instrumen dinyatakan reliabel, atau

b. Jika nilai hitung alpha lebih kecil ( < ) dari nilai r tabel maka instrumen dinyatakan tidak reliabel.

c. Nilai tabel r dapat dilihat pada a = 5% dan db = n - 2

3. Tingkat Kesulitan

Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu. Pengujian terhadap tingkat kesulitan butir soal dimaksudkan untuk mengukur perbandingan antara kemampuan peserta ujian dengan instrument yang digunakan. Manakala butir-butir soal disusun dengan tingkat kesulitan tinggi mengakibatkan sedikit sekali responden mampu menjawab betul dan memperoleh skor rendah. Sebaliknya bila pertanyaan disusun dengan tingkat kesulitan rendah menyebabkan hampir seluruh atau mayoritas respon menjawab betul dan memperoleh skor tinggi. Kondisi akan berpengaruh terhadap validitas dan reliabilitas instrument. Butir soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sulit dan juga tidak terlalu mudah, berada dalam rentangan 0,31 sampai dengan 0,70. Rumus yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaran butir soal diadopsi dari Nitko 1996 (dalam smadawates.sch.id. 2010) yaitu:

P = $ %&


(35)

Dimana:

P = Indeks kesulitan soal

B = Banyaknya responden yang menjawab betul JS = Jumlah seluruh responden

Hasil penghitungan kemudian disandingkan dengan tabel kriteria kesulitan butir soal, yaitu:

Tabel 3.3.

Kriteria Tingkat Kesulitan Butir Soal

No. Rentangan Skor Kriteria

1 0,00 sampai 0,30 Sukar

2 0,31 sampai 0,70 Sedang

3 0,71 sampai 1,00 Mudah

4. Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan soal untuk mendeteksi dan membedakan kemampuan responden, antara responden yang berkemampuan tinggi dengan responden yang berkemampuan rendah. Indeks daya pembeda setiap butir soal biasanya juga dinyatakan dalam bentuk proporsi. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal berarti semakin mampu soal yang bersangkutan membedakan responden yang telah menguasai materi dengan responden yang belum memahami materi yang diujikan (smadawates.sch.id. 2010:13).

Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengelompokkan jawaban responden menjadi dua kelompok sama besar berdasarkan nilai yang diperoleh, yaitu kelompok atas dan kelompok bawah. Selanjutnya menghitung daya beda tiap butir soal menggunakan rumus:


(36)

D = $' %'−

$(

%( = PA - PB

Dimana:

J : Jumlah peserta tes

JA : Banyaknya peserta kelompok atas JB : Banyaknya peserta kelompok bawah

BA : Banyaknya kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar. BB : Banyaknya kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar PA : Proporsi kelompok atas yang menjawab benar.

PB : Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar.

Hasil penghitungan kemudian disandingkan dengan tabel kriteria daya pembeda. Acuan yang dipakai adalah menurut Crocker dan Algina, 1986 (dalam Smadawates.sch.id. 2010), yaitu:

Tabel 3.4.

Kriteria daya pembeda menurut Crocker dan Algina No. Rentangan Skor Kriteria/Keputusan

1 0,00 sampai 0,19 soal tidak dipakai/dibuang 2 0,20 sampai 0,29 soal diperbaiki

3 0,30 sampai 0,39 soal diterima tetapi perlu diperbaiki 4 0,40 sampai 1,00 soal diterima baik

Semakin tinggi daya pembeda suatu soal, maka semakin kuat/baik soal itu. Butir soal yang baik memiliki daya pembeda (indeks diskriminasi) paling rendah 0,40, sedangkan butir soal dengan indeks 0,20 sampai dengan 0,39 harus diperbaiki, dan butir soal berindeks 0,19 ke bawah tidak dapat dipakai/dibuang.


(37)

K. Teknik Analisis Data

Kegiatan analisis data terbagi menjadi dua tahap, yaitu pengolahan data pada saat ujicoba instrumen dan pengolahan data pada waktu penelitian.

1. Pengolahan data saat ujicoba instrumen.

Ujicoba instrumen dimaksudkan untuk mendapatkan alat pengumpul data yang handal. Teknik dan prosedur pengolahannya telah dipaparkan sebelumnya.

2. Pengolahan data penelitian

Kegiatan pengolah data dilakukan dengan tujuan untuk menguji dan dan menjawab rumusan masalah penelitian. Kegiatan pengolahan data penelitian meliputi tiga macam kegiatan, yaitu:

a. Analisis deskriptif b. Analisis komparatif c. Analisis regresi

Kegiatan dalam analisis deskriptif yaitu menguraikan data tiap variabel sehingga memberikan gambaran secara luas. Deskripsi yang disampaikan meliputi gambaran umum pendidikan sekolah dasar di Jawa Timur, gambaran tentang responden, tingkat kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional secara gabungan dan terpisah.

Kegiatan analisis komparatif adalah melakukan perbandingan terhadap tingkat kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional bagi pendidik sekolah dasar menurut kepemilikan sertifikat pendidik. Kelompok yang dibandingkan terdiri dari pendidik bersertifikasi tahun 2006, pendidik bersertifikasi tahun 2007, pendidik bersertifikasi tahun 2008, dan pendidik nonsertifikasi.


(38)

Teknik komparatif dalam pengolahan data dan pengujian hipotesis menggunakan Analysis of Varian (ANOVA) atau uji “ F “ dengan rumus:

MS B = Varian antar kelompok

MS W = Varian dalam kelompok (Furqon, 2008:202)

Hasil penghitungan selanjutnya disandingkan dengan tabel; Jika nilai F hitung lebih besar ( > ) dari nilai F tabel maka H1 diterima dan H0 ditolak, Jika nilai F hitung lebih kecil ( < ) dari nilai F tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. Nilai F tabel dilihat pada a = 5%

Teknik analisis terakhir adalah regresi yaitu untuk mempelari hubungan antara dua variabel. Analisis regresi dilakukan untuk menentukan variabel-variebel penyebab perbedaan tingkat kompetensi pendidik.

Variabel yang dilibatkan adalah jenis kelamin, pendidikan, usia, masa kerja, status kepegawaian, pangkat, jumlah jam mengajar, tugas tambahan, dan kepemilikan sertifikat pendidik.

Model regresi yang digunakan sebagai formula adalah:

Y = a + bX

(Muhidin, 2007:188) Dimana: Y : variabel tak bebas

X : variabel bebas a : konstanta b : kemiringan

) =*+*+$ ,


(39)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

Bab ini merupakan bagian akhir dari tesis, berisi tiga bagian meliputi kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi.

A. Kesimpulan

Merujuk pada hasil penelitian beserta pembahasan yang telah disajikan, maka dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional antara pendidik bersertifikasi dengan pendidik non sertifikasi. Perbedaan ini dapat dijelaskan karena faktor usia, pangkat, jam mengajar, dan kepemilikan sertifikat pendidik.

a. Pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2006 memiliki tingkat kompetensi pedagogik dan kompetensi professional sebesar 57,73%, sedangkan pendidik nonsertifikasi sebesar 47,63%. Pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2006-2008 menunjukkan tingkat kompetensi lebih tinggi pada subkompetensi: 1) Menguasai teori belajar dan prinsip pembelajaran. 2) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu. 3) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. 4) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pembelajaran. 5) Memfasilitasi pengembangan potensi siswa. 6) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan siswa. 7) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 8) Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.


(40)

b. Pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2007 mempunyai tingkat kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional 55.3%. Pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2007 dan angkatan tahun 2008 juga kompeten pada subkompetensi dua subkompetensi lainnya, yaitu: 1) menguasai karakteristik siswa dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual, dan 2) mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.

c. Khusus pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2008, mereka mempunyai tingkat kompetensi 55.82%. Mereka juga menunjukkan tingkat kompetensi tinggi pada subkompetensi memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.

2. Kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional antar pendidik bersertifikasi menurut tahun kelulusannya adalah merata. Pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2006, angkatan tahun 2007, dan angkatan 2008 tidak menunjukkan tingkat perbedaan yang berarti.

a. Tingkat kompetensi pedagogik pada pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2006 adalah 55,40% dan tingkat kompetensi pedagogik pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2007 adalah 51,36%. Tingkat kompetensi profesional antar keduanya hampir setara, dimana pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2006 mempunyai tingkat penguasaan sebesar 65,50% dan pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2007 memiliki tingkat kompetensi 64,5%.


(41)

b. Perbandingan antara pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2006 dan angkatan tahun 2008 tidak terdapat perbedaan signifikan. Tingkat kompetensi pedagogik dan profesional yang mereka miliki tidak terpaut jauh, pada kelompok pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2006 sebesar 57.73% dan pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2008 sebesar 55,82%. Hasil uji beda pada kompetensi pedagogik tidak menunjukkan perbedaan signifikan. Tingkat kompetensi pedagogik pada pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2006 adalah 55,40% dan 51,99 dimiliki oleh pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2008. Tingkat Kompetensi profesional menunjukkan kesamaan diantara pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2006 dan angkatan tahun 2008, yaitu 65.50% dan 64.74%.

c. Perbandingan antara pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2007 dengan angkatan tahun 2008 juga tidak ditemukan perbedaan. Tingkat kompetensi pedagogik dan profesional pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2007 sebesar 55.3% sedangkan pendidik bersertifikasi angkatan 2008 sebesar 55,82%. Pada kompetensi pedagogik mereka mempunyai selisih tingkat kompetensi, tetapi hasil uji beda menunjukkan selisih tersebut tidak mengindikasikan perbedaan signifikan. Pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2006 memiliki tingkat kompetensi pedagogik 55.40% dan pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2008 mempunyai level kompetensi 51.99%. Tingkat kompetensi profesional mengindikasikan penguasaan sepadan. 65.50% dikuasai pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2006 dan 64.74% dikuasai oleh pendidik bersertifikasi angkatan tahun 2008.


(42)

B. Implikasi

Kesimpulan di atas mempunyai implikasi penting terhadap perkembangan bidang pendidikan terutama bagi pengembangan pendidik pada jenjang sekolah dasar. Implikasi tersebut antara lain:

1. Program sertifikasi pendidik merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidik. Meskipun hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan signifikan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional antara pendidik yang telah lulus sertifikasi pendidik dibandingkan dengan pendidik nonsertifikasi, tetap perlu adanya perbaikan mekanisme maupun sistem dalam pelaksanaan program sertifikasi pendidik sehingga harapan mewujudkan pendidik bermutu dapat tercapai.

2. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional terus menerus meningkatkan batas kelulusan siswa dalam ujian nasional, dengan tujuan agar kualitas siswa meningkat. Di sisi lain output program sertifikasi pendidik tidak menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi ini menjadi tugas berat bagi pemerintah untuk mewudkan sumberdaya manusia yang berkualitas di era yang semakin kompetitif.

3. Mencermati data penelitian bahwa tingkat penguasaan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional oleh pendidik bersertifikasi adalah dibawah 60% dan bagi pendidik nonsertifikasi adalah di bawah 50%. Kondisi ini amat memprihatinkan, karena pendidik yang bermutu merupakan sandaran utama bagi terwujudnya pendidikan (pembelajaran) bermutu. Oleh karenanya perlu upaya sungguh-sungguh dan terencana untuk menaikkan penguasaan


(43)

kompetensi tersebut terutama pada subkompetensi-subkompetensi dengan tingkat penguasaan yang sangat rendah.

4. Pendidik bersertifikasi dengan tingkat penguasaan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional masih di bawah 60% menunjukkan perlunya perbaikan sistem dalam sertifikasi pendidik dan terutama pembinaan bagi mereka pasca kelulusan dalam program sertifikasi pendidik sehingga kompetensi sebagai pendidik dapat dipertahankan dan ditingkatkan.

C. Rekomendasi

1. Untuk Kementerian Pendidikan Nasional

Kementerian Pendidikan Nasional khususnya direktorat yang menangani langsung program sertifikasi pendidik menjadi harapan akan keberhasilan program ini, tentunya harus dilakukan penyempurnaan dalam prosesnya. Terkait dengan hasil penelitian maka direkomendasikan:

a. Sistem kuota hanya untuk menentukan jumlah peserta sertifikasi pendidik dalam tahun tertentu, tetapi tidak berarti semuanya harus diluluskan. Prinsip utama tetap mengutamakan mutu, pendidik yang belum memenuhi tingkat kompetensi tidak bisa diluluskan.

b. Menggabungkan portofolio, diklat, dan tes dalam proses sertifikasi pendidik. Portofolio menjadi syarat administratif, kemudian calon peserta diperbaharui pengetahuannya melalui diklat, dan penentuan kelulusan dilakukan melalui tes pada akhir masa diklat.


(44)

2. Untuk Guru

Penguasaan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional oleh pendidik pada jenjang sekolah dasar masih di bawah 60%, untuk itu diperlukan kerja keras guru untuk meningkatkan penguasaan kompetensi yang dimiliki. Upaya peningkatan kompetensi pendidik dapat dilakukan melalui berbagai bentuk, antara lain:

a. Meningkatkan partisipasi aktif dalam kegitan pendidikan atau pelatihan yang relevan dengan bidang studi yang diampu

b. Meningkatkan pemanfaatan teknologi kemunikasi informasi, seperti internet, jurnal kependidikan, surat kabar.

c. Meningkatkan partisipasi aktif dalam organisasi profesi guru, misalnya Kelompok Kerja Guru (KKG) atau bentuk-bentuk learning communities lainnya.

d. Turut aktif dalam pengembangan karya ilmiah untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan membentuk tim atau secara individu.

3. Untuk Kepala sekolah

Dalam rangka membantu akselerasi bagi peningkatan kompetensi pendidik, diharapkan kepala sekola secara aktif:

a. Meningkatkan kegiatan supervisi secara berkala untuk kemudian memberikan arahan dan saran sebagai bentuk pembinaan terhadap guru. b. Mengupayakan dan menambah fasilitas bagi pengembangan pengetahuan


(45)

c. Membentuk atau mengaktifkan kelompok diskusi sebagai wahana sumbang saran memecahkan masalah pembelajaran dan secara rutin melakukan kajian dan diskusi.

d. Mengalokasikan anggaran untuk kepentingan pengembangan profesi guru, misalnya untuk kegiatan penelitian tindakan kelas atau mengikutkan mereka dalam kegiatan pelatihan.

4. Untuk dinas pendidikan kabupaten

Pendidik pada semua jenjang pendidikan merupakan tanggung jawab Dinas Pendidikan di kabupaten atau kota untuk melakukan pembinaan. Dalam rangka mewujdukan peran tersebut, Dinas Pendidikan kabupaten/kota diharapkan: a. Secara berkala melakukan pemetaan terhadap kompetensi pendidik di

bawah naungannya.

b. Menyusun dan melaksanakan kegiatan bagi pengembangan guru dengan mengacu pada kebutuhan sebagaimana hasil pemetaan.

c. Memberikan fasilitas untuk peningkatan kompetensi guru dalam bentuk beasiswa ke jenjang S1, bantuan biaya penelitian, atau penulisan bahan ajar.

d. Membuat regulasi bagi pendidik bersertifikasi dengan memberikan perlakuan tertentu sebagai bentuk akuntabilitas atas tunjangan profesi pendidik yang diterima. Bagi mereka diberikan kewajiban-kewajiban sebagai usaha untuk mempertahankan kompetensi mereka pasca lulus sertifikasi.


(46)

5. Untuk Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur

Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) merupakan mitra Dinas Pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang relevan dengan penelitian ini, maka LPMP diharapkan mampu:

a. Melakukan pemetaan mutu pendidik pada jenjang pendidikan PAUD, SD, SLTP, dan SMA/SMK.

b. Hasil pemetaan diolah sehigga menjadi data yang memberikan informasi akurat sebagai acuan menyusun strategi pengembangan guru.

c. Menyusun dan melaksanakan kegiatan bagi pengembangan guru merujuk pada kondisi empirik dan kebutuhan pendidik, dalam bentuk diklat, workshop atau bentuk lain.

d. Memberikan fasilitas untuk peningkatan kompetensi guru dalam bentuk beasiswa ke jenjang S1, bantuan biaya penelitian, atau penulisan bahan ajar.

e. Melakukan kajian terhadap perubahan perilaku pendidik pasca sertifikasi. Perubahan perilaku di sini menyangkut peningkatan kinerja guru, efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran, atau peningkatan prestasi belajar siswa.

f. Bersama-sama Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/kota membuat regulasi bagi pendidik pasca lulus sertifikasi, terkait kegiatan-kegiatan yang harus ditempuh dalam rangka pengembangan kompetensi pendidik secara berkelanjutan.


(47)

6. Untuk kepentingan studi lanjutan

Program sertifikasi pendidik merupakan bentuk upaya pemerintah untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu tenaga pendidik di Indonesia pada semua jenjang pendidikan. Penelitian ini mengambil bagian amat kecil dari kajian tentang sertifikasi pendidik, oleh karena itu kajian teoritis dan data hasil penelitian belum cukup memberikan gambaran komprehensif dalam berbagai variasi setting. Untuk itu kesempatan untuk melakukan studi lanjutan sangat terbuka lebar, mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini.

Fokus kajian yang dapat dilakukan penelitian lanjutan antara lain:

a. Penelitian tentang pengaruh sertifikasi pendidik terhadap peningkatan 4 kompetensi guru baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.

b. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan kompetensi pendidik bersertifikasi dan nonsertifikasi.

c. Penelitian tentang pengaruh sertifikasi pendidik terhadap peningkatan kinerja guru dengan melakukan spesifikasi jenjang pendidikan.

d. Penelitian tentang pengaruh sertifikasi pendidik terhadap peningkatan prestasi belajar siswa pada jenjang atau mata pelajaran tertentu.

e. Penelitian tentang efektivitas program sertifikasi pendidik sebagai upaya peningkatan dan penjaminan mutu pendidik di Indonesia.

Studi lanjutan dapat dilakukan dengan memilih setting yang berbeda, menyangkut lokasi penelitian, jenjang pendidikan, mata pelajaran, kondisi geografis, atau kebijakan. Melalui studi lanjutan diharapkan memperoleh temuan baru guna memperkaya kajian tentang program sertifikasi pendidik di Indonesia.


(48)

Daftar Rujukan

Baedhowi. (2008). Strategi Peningkatan Kualitas Dan Kompetensi Guru. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Surabaya, 13 April 2008. Creswell, John W. (2008). Educational Research Planning, Conducting, and

Evaluating Quantitative and Qualitative Research (Third Edition). New Jersey: Pearson Merill Prentice Hall.

Crowther , Frank. (2009). Developing Teacher Leaders Second Edition; How Teacher Leadership Enhances School Success. California: Corwin Press dan National Association Of Secondary School Principal.

Darling-Hammond, Linda dan John Ransford. (2005). Preparing Teachers For A Changing World; What Teachers Should Learn And Be Able To Do. San Fransisco: Jossey-Bass

Darling-Hammond, Linda. Dkk. (2005). Does Teacher Preparation Matter? Evidence about Teacher Certification, Teach for America, and Teacher Effectiveness. Stanford University April 15, 2005 [online]. Tersedia: www.ncate.org/.../ StanfordTeacher-CertificationReport.pdf - Amerika Serikat. [6 agustus 2009]

Departemen Pendidikan Nasional. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 Tanggal 4 Mei 2007 Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru, Standar Kompetensi Pedagogik. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.


(49)

Department of Education & Training (2005) Professional Learning in Effective Schools; The Seven Principles of Highly Effective Professional Learning. Melbourne; Leadership and Teacher Development Branch Office of School Education Department of Education & Training July 2005.

Department of Trade and Industry. (2009). The Original Quality Gurus. [online]. Tersedia: www.dti.gov.uk/quality/gurus. [2 Oktober 2009].

Dharoko, Toni Atyanto. (2006). Prinsip-Prinsip Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah. Handout: tidak diterbitkan.

Dirjen PMPTK Depdiknas. (2008). Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2008 Buku 1 Pedoman Penetapan Peserta. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. (2007). Kebijakan Nasional Peningkatan Profesi Pendidik Tahun 2007 Furqon. (2008). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Afabeta.

Glewwe, Paul, Nauman Ilias, dan Michael Kremer . (2003). Teacher Incentives dalam National Bureau Of Economic Research. Cambridge. [online]. Tersedia: http://www.nber.org/papers/w9671. [23 Agustus 2009]

Gurupembaharu. (2009). Menerapkan Kriteria Mutu Guru Menurut Standar Nasional Pendidikan. [Online]. Tersedia: http://gurupembaharu.com/ pengelolaan_/peningkatan-mutu_/menerapkan-penjaminan-mutu-guru-sesuai-standar-nasional-pendidikan/. [11 Oktober 2009].

Hafidz, Nadlifah. (2008). Kultur Baca. [Online]. Tersedia: http://jawabali.com/ sosial-budaya/refleksi-tahun-baru-hijriah-274. [10 Desember 2008]

Hasan, M. Iqbal. 2002. Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Jalal, Fasli. (2008). Sertifikasi Guru Untuk Mewujudkan Pendidikan Yang Bermutu?.[online]. Tersedia: http://sertifikasiguru.org/ index.php? mact=News, cntnt01, detail,0&cntnt01articleid= 69&cntnt 01returnid= 63. [9 Januari 2009].

Jonassen, David H. dkk. (2003). Learning to Solve Problem with Technology, A Constructivist Perspective. New Jersey: Merrill Prentice Hall


(50)

Juerges, Hendrik, Wolfram F. Richter, dan Kerstin Schneider. (2004). Teacher Quality And Incentives Theoretical And Empirical Effects Of Standards On Teacher Quality dalam Cesifo Working Paper No. 1296 Category 1: Public Finance October 2004. [online]. Tersedia: www.CESifo.de

22 September 2009 .

Kane, John. (2007). Teacher Education and Professional Development in Korea dalam “Dinamic Korea” Education Policies and Reform. [online]. Tersedia: globalizationand education. ed.uiuc.edu/.../ GSEB/.../South%20 Korea2007.pdf. [28 Desember 2009].

Kompas. (2007). Perpustakaan Sekolah Harus Jadi Alternatif Sumber Ilmu. [online]. Tersedia: http://www.Kompas online, 30 November 2007. [20 Desember 2008].

Lopez-Acevedo, Gladys. (2002). Teachers' Incentives and Professional Development in Schools in Mexico dalam Poverty Reduction and Economic Management Sector Unit February 2002. The World Bank Latin America and the Caribbean Region. [online]. Tersedia: http://econ. worldbank.org. 21 September 2009 .

McMillan, James dan Schumacher, Sally. (2001). Research in Education; a Conceptual Introduction (terjemahan). Newyork & London: Longman. Mhozya, C.M. (2007). The Extent To Which Incentives Influence Primary School

Teachers Job Satisfaction In Botswana dalam The Social Science 2(4): 412-418, 2007. [online]. Tersedia: Medwell Journals [20 September 2009]. Muhidin, Sambas Ali dan Abdurrahman, Maman. (2007). Analisis Korelasi,

Regresi, dan Jalur dalam Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.

Osei, George M. (2006). Teachers In Ghana: Issues of Training, Remuneration and Effectiveness. International Journal of Educational Development 26 (2006) 38–51. [online]. Tersedia: www.elsevier.com/locate/ijedudev

26 Juli 2009

Propper, Carol. (2006). Are Public Sector Workers Motivated by Money? [Online]. Tersedia: http://www.chere.uts.edu.au/pdf/propper.pdf. [14 November 2009].

Ruvendi, Ramlan. (2005). Imbalan dan Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Di Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor. Jurnal Ilmiah Binaniaga Vol 01 No 1 Tahun 2005


(1)

6. Untuk kepentingan studi lanjutan

Program sertifikasi pendidik merupakan bentuk upaya pemerintah untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu tenaga pendidik di Indonesia pada semua jenjang pendidikan. Penelitian ini mengambil bagian amat kecil dari kajian tentang sertifikasi pendidik, oleh karena itu kajian teoritis dan data hasil penelitian belum cukup memberikan gambaran komprehensif dalam berbagai variasi setting. Untuk itu kesempatan untuk melakukan studi lanjutan sangat terbuka lebar, mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini.

Fokus kajian yang dapat dilakukan penelitian lanjutan antara lain:

a. Penelitian tentang pengaruh sertifikasi pendidik terhadap peningkatan 4 kompetensi guru baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.

b. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan kompetensi pendidik bersertifikasi dan nonsertifikasi.

c. Penelitian tentang pengaruh sertifikasi pendidik terhadap peningkatan kinerja guru dengan melakukan spesifikasi jenjang pendidikan.

d. Penelitian tentang pengaruh sertifikasi pendidik terhadap peningkatan prestasi belajar siswa pada jenjang atau mata pelajaran tertentu.

e. Penelitian tentang efektivitas program sertifikasi pendidik sebagai upaya peningkatan dan penjaminan mutu pendidik di Indonesia.

Studi lanjutan dapat dilakukan dengan memilih setting yang berbeda, menyangkut lokasi penelitian, jenjang pendidikan, mata pelajaran, kondisi geografis, atau kebijakan. Melalui studi lanjutan diharapkan memperoleh temuan baru guna memperkaya kajian tentang program sertifikasi pendidik di Indonesia.


(2)

Daftar Rujukan

Baedhowi. (2008). Strategi Peningkatan Kualitas Dan Kompetensi Guru. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Surabaya, 13 April 2008. Creswell, John W. (2008). Educational Research Planning, Conducting, and

Evaluating Quantitative and Qualitative Research (Third Edition). New Jersey: Pearson Merill Prentice Hall.

Crowther , Frank. (2009). Developing Teacher Leaders Second Edition; How Teacher Leadership Enhances School Success. California: Corwin Press dan National Association Of Secondary School Principal.

Darling-Hammond, Linda dan John Ransford. (2005). Preparing Teachers For A Changing World; What Teachers Should Learn And Be Able To Do. San Fransisco: Jossey-Bass

Darling-Hammond, Linda. Dkk. (2005). Does Teacher Preparation Matter? Evidence about Teacher Certification, Teach for America, and Teacher Effectiveness. Stanford University April 15, 2005 [online]. Tersedia:

www.ncate.org/.../ StanfordTeacher-CertificationReport.pdf - Amerika

Serikat. [6 agustus 2009]

Departemen Pendidikan Nasional. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 Tanggal 4 Mei 2007 Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru, Standar Kompetensi Pedagogik. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.


(3)

Department of Education & Training (2005) Professional Learning in Effective Schools; The Seven Principles of Highly Effective Professional Learning. Melbourne; Leadership and Teacher Development Branch Office of School Education Department of Education & Training July 2005.

Department of Trade and Industry. (2009). The Original Quality Gurus. [online]. Tersedia: www.dti.gov.uk/quality/gurus. [2 Oktober 2009].

Dharoko, Toni Atyanto. (2006). Prinsip-Prinsip Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah. Handout: tidak diterbitkan.

Dirjen PMPTK Depdiknas. (2008). Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2008 Buku 1 Pedoman Penetapan Peserta. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. (2007). Kebijakan Nasional Peningkatan Profesi Pendidik Tahun 2007 Furqon. (2008). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Afabeta.

Glewwe, Paul, Nauman Ilias, dan Michael Kremer . (2003). Teacher Incentives dalam National Bureau Of Economic Research. Cambridge. [online]. Tersedia: http://www.nber.org/papers/w9671. [23 Agustus 2009]

Gurupembaharu. (2009). Menerapkan Kriteria Mutu Guru Menurut Standar Nasional Pendidikan. [Online]. Tersedia: http://gurupembaharu.com/ pengelolaan_/peningkatan-mutu_/menerapkan-penjaminan-mutu-guru-sesuai-standar-nasional-pendidikan/. [11 Oktober 2009].

Hafidz, Nadlifah. (2008). Kultur Baca. [Online]. Tersedia: http://jawabali.com/ sosial-budaya/refleksi-tahun-baru-hijriah-274. [10 Desember 2008]

Hasan, M. Iqbal. 2002. Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Jalal, Fasli. (2008). Sertifikasi Guru Untuk Mewujudkan Pendidikan Yang Bermutu?.[online]. Tersedia: http://sertifikasiguru.org/ index.php? mact=News, cntnt01, detail,0&cntnt01articleid= 69&cntnt 01returnid= 63. [9 Januari 2009].

Jonassen, David H. dkk. (2003). Learning to Solve Problem with Technology, A Constructivist Perspective. New Jersey: Merrill Prentice Hall


(4)

Juerges, Hendrik, Wolfram F. Richter, dan Kerstin Schneider. (2004). Teacher Quality And Incentives Theoretical And Empirical Effects Of Standards On Teacher Quality dalam Cesifo Working Paper No. 1296 Category 1: Public Finance October 2004. [online]. Tersedia: www.CESifo.de

22 September 2009 .

Kane, John. (2007). Teacher Education and Professional Development in Korea dalam “Dinamic Korea” Education Policies and Reform. [online]. Tersedia: globalizationand education. ed.uiuc.edu/.../ GSEB/.../South%20 Korea2007.pdf. [28 Desember 2009].

Kompas. (2007). Perpustakaan Sekolah Harus Jadi Alternatif Sumber Ilmu. [online]. Tersedia: http://www.Kompas online, 30 November 2007. [20 Desember 2008].

Lopez-Acevedo, Gladys. (2002). Teachers' Incentives and Professional Development in Schools in Mexico dalam Poverty Reduction and Economic Management Sector Unit February 2002. The World Bank Latin America and the Caribbean Region. [online]. Tersedia: http://econ. worldbank.org. 21 September 2009 .

McMillan, James dan Schumacher, Sally. (2001). Research in Education; a Conceptual Introduction (terjemahan). Newyork & London: Longman. Mhozya, C.M. (2007). The Extent To Which Incentives Influence Primary School

Teachers Job Satisfaction In Botswana dalam The Social Science 2(4): 412-418, 2007. [online]. Tersedia: Medwell Journals [20 September 2009]. Muhidin, Sambas Ali dan Abdurrahman, Maman. (2007). Analisis Korelasi,

Regresi, dan Jalur dalam Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.

Osei, George M. (2006). Teachers In Ghana: Issues of Training, Remuneration and Effectiveness. International Journal of Educational Development 26 (2006) 38–51. [online]. Tersedia: www.elsevier.com/locate/ijedudev

26 Juli 2009

Propper, Carol. (2006). Are Public Sector Workers Motivated by Money? [Online]. Tersedia: http://www.chere.uts.edu.au/pdf/propper.pdf. [14 November 2009].

Ruvendi, Ramlan. (2005). Imbalan dan Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Di Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor. Jurnal Ilmiah Binaniaga Vol 01 No 1 Tahun 2005


(5)

Sanaky, Hujair AH. (2006). Kompetensi dan Sertifikasi Guru ”Sebuah Pemikiran”. [Online]. Tersedia: www.infodiknas.com/kompetensi-dan-sertifikasi-guru-sebuah-pemikiran/ - [12 November 2008]

Short, John., Hadiprayinto, Sutarto., Satori, Djam’an. (2008). Quality Assurance Capacity Building of Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan dan Balai Diklat Keagamaan. Jakarta: Australian-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) Depdiknas.

Sismanto. (2008). Membumikan Guru Profesional dengan Sertifikasi. [online]. Tersedia: ://sismanto.com/2008/05/30/membumikan-guru-profesional-dengan-sertifikasi/ [24 Oktober 2008]

Smadawates.sch.id. (2010). Panduan Analisis Butir Soal. [online]. Tersedia: http://www.google.co.id/search?hl=id&q=related:smadawates.sch.id/ berkas/PANDUAN%2520ANALISIS%2520BUTIR%2520SOAL.doc+pa nduan+analisis+butir+soal&sa=X&ei=RvdgS-v1NI_g7APukr21DA&ved= 0CAgQHzAA. [28 Januari 2010)

Smith, Emma. (2008). Raising Standards In American Schools? Problems With Improving Teacher Quality dalam Teaching and Teacher Education 24 (2008) 610–622. [Online]. Tersedia: www.sciencedirect.com. [28 September 2008].

Solopos. (2009). Kompetensi Guru Pascasertifiksi Stagnan. [online]. Tersedia: http:// www. solopos. co. id/ 2009/ pendidikan/ kompetensi- guru -pasca-sertifikasi- stagnan-7884. [23 Desember 2009]

Sudrajat, Akhmad. (2008). Kompetensi Guru Dan Peran Kepala Sekolah. [Online]. Tersedia: http://www.psb-psma.org/content/blog/peran-kepala-sekolah-dalam-meningkatkan-kompetensi-guru. [04 Oktober 2008].

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumbawanews.com. (2009). Guru, Antara Remunerasi dan Profesionalisme. [Online]. Tersedia: http://www. Sumbawanews.com/ berita/opini/guru-antara-renumerasi-dan-profesionalisme.html [12 Desember 2009].

Sunyoto, (2008). Sertifikasi dan Profesionalisme Guru. [Online]. Tersedia: http://www.unila. ac.id/ ~fkip/ index.php?option=com_content& task= view &id=4. [28 Oktober 2008].


(6)

The National Board for Professional Teaching Standards. (2009). 2009 Guide to National Board Certification. United Stated of America: The National Board for Professional Teaching Standards. [online]. Tersedia: http:// www. nbpts. rg/ index. cfm?t=downloader.cfm&id=1134. [28 Desember 2009]

The World Bank. (2009). Improving Teaching and Learning Through Incentives; Lessons From Latin America. World Teachers Day March, 2009. Bangkok: The World Bank

The Worldbank. 2005. Improving Education Quality (Indonesia: Ideas for the Future). World Bank Indonesia. [Online]. Tersedia: http://www. worldbank.or.id. [25 Juli 2009].

Triluqman, Heri. (2008). Pendidikan Profesi Dan Sertifikasi: Upaya Meningkatkan Kualitas Guru Di Tengah Keterpurukan Dunia Pendidikan. [Online]. Tersedia: http://heritl. teknodik.net/?p=73. [30 November 2009]. Tuhusetya, Sawali. (2008). Latar Belakang Sertifikasi. [Online]. tersedia: http://

sawali. info/ 2008/ 01/ 02/latar-belakang-sertifikasi/. [20 oktober 2008]. Umar, Husein. (2002). Metode Penelitian Bisnis untuk Skripsi dan Tesis Bisnis.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Victorian Institute of Teaching. (2007). The Standards, Guidelines and Process For The Accreditation of Pre-Service Teacher Education Courses; Preparing Future Teachers. Melbourne: Victorian Institute of Teaching. Victorian Institute of Teaching. (2006). Renewal of Registration For Teachers

With Full Registration Discussion Paper For Consultation. Melbourne: Victorian Institute of Teaching.

Widoyoko, S. Eko Putro. (2008). Peranan Sertifikasi Guru Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Makalah di Universitas Muhammadiyah Purworejo tanggal 5 Juli 2008.

Wikipedia. (2009). Certified Teacher. [online]. Tersedia: www.Wikipedia.com. [27 Desember 2009].