Hubungan Alam dan Teknologi bagi Masyarakat Jepang yang Tercermin dalam Anime "Gin-Iro No Kami No Agito".

(1)

要約

序論

第 2次世界大戦での敗北から習い、日本は低迷より復旧する為に、

物理的の力だけに頼るのではなく、彼等が持っている高度知識と躾を復旧 の基本資本として使っている。現在、日本は先進の技術に有名で、世界の

先進な国の一つである。

高度技術は日本社会の環境を大事にする彼らの先祖の文化にのっと っている。しかし、技術があることは時代の発展による環境破壊が発生し てしまう為、環境破壊に落ち始めた人々を批判する文化作品が出てくる。 その一つが「銀色の髪のアギト」という映画である。この作品にて、作家 は現在の環境にて何が起こっているのかについて反省する様、視聴者に訴 えている。

本論

日本社会の文化は社会に幸運若しくは悪運を齎すことができると信 じられる神々と先祖の聖霊を重視にする神道の教えから離れていない。そ の後、日本に仏教の教えが出てくることも非常に、良い結果を生み、呪い に掛からない様、環境を尊敬することが大事である考えを強めた。日本の


(2)

国は自然について特別な認識を持っている。元々、日本語では「NATU RE」ということば無かった。これは「NATURE」は自分で出来てお

り、人工という反対語を持っていない。その為、日本人は 19 世紀にて中

国から自然という意味があることばを借りた。

この論文を作成するに当たって、筆者は記述解析の方式及び道徳的 アプローチを使っている。使われている記述解析方式は次の段階にて実施 される:社会にある実際の意味と「銀色の髪のアギト」の映画に含まれる 意味を調査し、述べ、評価し、比較する。一方、道徳は社会に出来ている 規定の全ての根源である。道徳は規定、規範及び礼儀と強い関係をもって いる。従って、ある文学の作品の道徳のアプローチはある作品の道徳の批 判に基づくアプローチであり、視聴者があるべきの生活の規範、礼儀と概 念を理解する人間になる様、視聴者に生活の善悪からある教えをもらわせ るアプローチである。

杉山慶一 (2005 年)に監督されたその空想科学映画の物語では、

350 年後にて、日本には神道と仏教の教えがなくなると語られた。先進し

過ぎた技術は人間に災いを生み出してしまった。遺伝子操作の過ちにより、 森は暴れてしまい、人間を襲い始め、人間のほとんどの人口を乱してしま った。これによって、残りの人間は森の力に従うことになり、新たなる力 が生まれた。人間は生活の為の純粋の水を取る許可を得る為に、森の支配 者である新たなる力に頼む必要があるシーンを見て、筆者がその新たなる


(3)

力が神道の教えの間接的の表現であると考える。その森の支配者は「べー ルイ」と「ゼールイ」である。

この映画の主人公は「アギト」である. アギトはベールイとゼール

イにより特別な力を与えられ、髪が銀色になり、非常に強くなった選ばれ し人間の一人である「アガシ」の息子である。しかし、その特別な力は過 剰の為、アガシのほとんどの体は樹木に変わってしまった。「トゥーラ」 はこの映画の女主人公であり、アギトに会う為に、ベールイとセールイの 覚醒の時に、自分を眠らせた機械に逃げ込んだものである。かつて、トゥ ーラはベールイとセールイを破壊する目的がある大量破壊兵器の鍵を持っ ている。そのことを気づいたベールイとゼールイが不安になり、アギトが いる町の水の在庫を乾燥させてしまった。その大量破壊兵器は「イストー

ク」と名づけられた。.

「銀色の髪のアギト 」の映画では、技術を重視する民族も存在し、

彼等は自分達をラグナ民族として表す。人間が世界を支配する種族に戻る 希望を持ち、森を最大に利用する為に、ラグナは武力を使い森を攻撃した。 トゥーラが長い眠りから目覚めたことを見て、イストークを起動し、森を 支配することができる様、ラグナはトゥーラにラグナを支援する様に説得 した。ついに、トゥーラはラグナの仲間になってしまった。トゥーラがイ ストークを使わない様と説得したいというアギトの依頼は森に承認され、 アギトに銀色の髪を持ち、強くなる為の特別な力を与えた。


(4)

結論

この映画に反映されたものを見て、筆者は次の結論を取った。自然 と技術は決して敵対関係にあるのではない。問題になるものは人間そのも のである。人間は技術を使い、自然を過剰に利用しており、環境破壊を起 こした。実際、人間は自然と知識の豊かさを賢明に管理された状態で利用 することにより賢くなることができるはずである。


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PENGESAHAN ...ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ...iii

PERNYATAAN PUBLIKASI SKRIPSI ...iv

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR GAMBAR ...viii

BAB I PENDDAHULUAN ...1

1.1.Latar Belakang Penelitian ...1

1.2.Pembatasan Masalah ...4

1.3.Tujuan Penelitian ...4

1.4.Metode dan Pendekatan Penelitian ...5

1.5.Organisasi Penulisan ...8

BAB II KERANGKA TEORI ...9

2.1.Alam Bagi Masyarakat Jepang ...9

2.1.1. Hutan ...16

2.1.2. Gunung ...19

2.1.3. KAMI ...21

2.2.Teknologi Bagi Masyarakat Jepang ...25

BAB III ALAM DAN TEKNOLOGI DALAM 銀-色の髪のアギト ...29

3.1.Alam dan Hutan Dalam銀-色の髪のアギト ... 29

3.2.Alam dan Gunung Dalam銀-色の髪のアギト ...36

3.3.Alam dan KAMI Dalam銀-色の髪のアギト ...39

3.4.Alam dan Teknologi Dalam銀-色の髪のアギト ...43

BAB IV SIMPULAN ...54

DAFTAR PUSTAKA ...57

SINOPSIS ...ix


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Penyerangan hutan dari pusat proyek penghutanan Bumi

di Bulan ke Bumi ... 32

Gambar 3.2 Agashi, ayah dari Agito yang berubah wujud menjadi pohon ... 36

Gambar 3.3 Lahan tandus yang luas, dan secara geografis tidak mungkin terdapat di Jepang ... 37

Gambar 3.4 Istoc, gunung berapi yang dijadikan senjata untuk menghancurkan kekuatan Hutan ... 38

Gambar 3.5 Druid, mahluk setengah manusia yang menjadi mata-mata bagi hutan ... 39

Gambar 3.6 Druid, mengawasi kegiatan manusia di perbatasan hutan ... 40

Gambar 3.7 Inti hutan, penguasa hutan, べールイ dan ゼールイ ... 42

Gambar 3.8 Raban milik Toola ... 50

Gambar 3.9 Perbatasan antara Ragana dan Hutan yang dipisahkan Neutural City ... 53


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Seiring dengan hangat-hangatnya isu dunia tentang global warming dan kerusakan alam hebat yang terjadi di seluruh penjuru dunia, Jepang merupakan salah satu negara yang berperan besar menguras kekayaan alam dengan teknologi dan industrinya yang maju. Akan tetapi ada kejanggalan signifikan yang terjadi dalam masyarakat Jepang, yaitu semenjak dulu hingga sekarang masyarakat Jepang juga masih menggengam erat kepercayaan nenek moyangnya yang selalu mengaitkan dan menyelaraskan kehidupan sehari-hari dengan alam.

自然 (shizen) atau dalam bahasa Indonesia berarti “Alam” atau “Alami”

bagi masyarakat Jepang memiliki pemahaman yang sangat berbeda dari pada masyarakat dunia pada umumnya. Pada mulanya tidak ada kata dalam bahsa Jepang yang mewakili kata nature. Hal ini dikarenakan tidak tersiratnya makna berlawanan artifisial. Bagi masyarakat Jepang, manusia tidak turut campur terhadap teciptanya alam, dalam arti kata manusia menerima alam dari dewa setelah dewa-dewa menciptakan alam. Masyarakat Jepang juga melihat alam dari sudut pandang kepercayaan mereka yaitu Shinto, yang condong terhadap Dewa-dewa dan nenek moyang. Hubungannya adalah, Dewa-dewa-Dewa-dewa tinggal di alam dan segala kekayaan alam yang terdapat di alam ada dewa yang mengaturnya,


(8)

sehingga manusia harus meminta izin kepada dewa yang berkuasa apabila melakukan sesuatu yang berhubungan dengan alam.

Tidak seperti masyarakat dunia pada umumnya yang beranggapan bahwa apabila dalam satu area tertentu terdapat gunung, hutan, atau laut maka semua itu merupakan satu kesatuan yang utuh dan disebut sebagai alam. Masyarakat Jepang lebih melihat gunung, air, dan hutan sebagai sesuatu yang berbeda satu sama lainnya, sehingga apabila terdapat segalanya dalam satu geografis tertentu masyarakat Jepang tidak dapat menyebutkan secara keseluruhan dalam satu kata, mereka cenderung menyebut hanya bagian-bagian alamnya saja, seperti gunung, hutan, laut, sungai, dan sebagainya.

Anime Gin-Iro no Kami no Agito (銀-色の髪のアギト), karya Keichii Sugiyama (2005), yang diangkat dalam skripsi ini menceritakan tentang hubungan alam dengan manusia. Agito adalah seorang anak muda yang hidup di masa depan Jepang 300 tahun yang akan datang. Bermula dari riset rekayasa genetik dari pohon di bulan, dengan tujuan untuk membuat pertumbuhan pohon meningkat dengan tajam di tanah gersang. Namun pohon-pohon menjadi hidup dan dapat bergerak, pohon-pohon pun menyerang bumi dan memporak-porandakan sebagian besar peradaban manusia dan membagi bulan menjadi beberapa bagian.

Dunia Agito sebagian besar tertutup oleh hutan, lahan luas yang ditumbuhi oleh pohon-pohon, diatur oleh manusia seperti pohon bernama Druids, yang mana sekarang mendiami Bumi dan mengontrol persediaan air bagi manusia dan pohon. Agito tinggal di Neutural City, yang dibangun oleh ayahnya dan beberapa orang


(9)

lainnya yang memiliki kekuatan hutan dan berambut perak. Neutural City terdapat di gedung pencakar langit yang hancur di kota tua. Neutural City berperan sebagai penghubung antara hutan dan bangsa Ragna (bangsa yang mengembangkan teknologi untuk merebut kembali kekuasaan di dunia dari alam ke tangan manusia). Sementara masyarakat Neutural City hidup berdampingan dengan pohon-pohon di hutan, bangsa Ragna bertujuan menghancurkan hutan dengan maksud untuk mengembalikan dunia sebagaimana semestinya dulu sebelum mahluk pohon menyerbu.

Hutan, Ragna dan Neutural City hidup harmonis sampai terbangunnya Toola, gadis yang telah tertidur selama 300 tahun dan membawa raban, benda berbentuk kalung yang dapat digunakan untuk menyimpan data dan alat komunikasi, yang merupakan kunci dari Estoc, gunung merapi yang diubah menjadi senjata untuk menghancurkan hutan beserta Druids. Hutan pun resah akibat bangunnya Toola, dan mulai menghentikan penyediaan air terhadap Neutural City. Shunack yang juga manusia dari masa lalu dan berpaling ke Ragna, mengetahui hal ini dan ingin pula mendapatkan Raban milik Toola. Terjadilah perselisihan antara Agito yang mewakili kelestarian hutan dan Neutural City dengan Shunack yang lebih condong terhadap pemusnahan hutan dengan teknologi untuk mendapatkan hati Toola untuk menerima alam apa adanya atau merubah alam dengan teknologi.

Melihat dari pola pikir masyarakat Jepang pada umumnya dengan yang terjadi dalam film ini dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pergeseran peranan


(10)

alam yang dideskripsikan film ini. Mengapa dalam film ini sekelompok orang membenci dan menganggap bahwa hutan itu jahat? Kemudian, dalam film銀-色の 髪 の ア ギ ト terlihat adanya gambaran mengenai bagaimana prilaku manusia terhadap penguasa-penguasa hutan? Sebenarnya apa yang mendasari manusia harus memilih salah satu antara alam dengan teknologi?

Penulisan skripsi ini didasarkan pada hasil analisa yang dilakukan untuk mengenali, menganalisis, dan memahami suatu pola pikir manusia yang terkandung dalam film銀-色の髪のアギト yang menceritakan tentang hubungan manusia, alam, dan teknologi sehingga menghasilkan informasi yang bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan juga bagi penikmat film銀-色の髪のアギト.

1.2Pembatasan Masalah

Masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

- Konsep alam seperti apakah yang terkandung dalam film銀-色の髪のアギ ト?

- Konsep teknologi seperti apakah yang terkandung dalam film銀-色の髪の アギト?

- Hubungan seperti apakah yang terjadi antara alam dan teknologi dalam film銀-色の髪のアギト?


(11)

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah:

- Memahami konsep alam yang terkandung dalam銀-色の髪のアギト. - Memahami konsep teknologi dalam銀-色の髪のアギト.

- Memahami hubungan antara alam dan teknologi dalam film銀-色の髪のア ギト.

1.4Metode Dan Pendekatan

Ida Rochani Adi dalam bukunya yang berjudul ”Fiksi Populer : Teori Dan Metode Kajian” mengatakan bahwa:

”Meskipun pendekatan sering disamakan dengan metode, dalam praktik atau penerapannya berbeda. Jika metode lebih pada cara mengumpulkan, memproses, menganalisis, dan menginterpretasikan data; pendekatan lebih pada cara yang sesuai dan diakui dalam kaidah kajian ilmu tertentu.” (Ida Rochandi Adi, 2011; 224)

Jadi, dengan kata lain, Ida Rochani Adi mengatakan bahwa, berbicara pada metode pengumpulan dan pemrosesan data berarti tentang bagaimana data dikumpulkan dan diproses, tetapi berbicara tentang pendekatan berimplikasi terhadap data apa yang seharusnya akan dikumpulkan, diproses, dan dianalisis.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif-Analisis yang akan dilaksanakan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: mengamati, mengungkap, menilai, dan membandingkan makna sebenarnya dalam masyarakat dengan makna yang terkandung dalam film銀-色の髪のアギト.


(12)

Berbagai macam definisi tentang penelitian deskriptif, di antaranya adalah

“penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan variable yang lain.” (Sugiyono; 2003, 11)

Pendapat lain mengatakan bahwa,

“Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.” (Suharsimi Arikunto : 2005)

Penelitian deskriptif mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian itu dilaksanakan. Lebih lanjut Surakhmad (1990:140) menguraikan ciri-ciri metode deskriptif sebagai berikut :

1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang pada masalah-masalah aktual.

2. Data yang dikumpulkan, dijelaskan dan kemudian dianalisa (karena itu metode ilmiah itu sering pula disebut metode analisis)

Jadi dapat juga disimpulkan bahwa metodologi Deskriptif-Analisis yaitu membuat penjelasan secara sistematis, actual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-pemikiran-pemikiran suatu populasi masyarakat atau daerah tertentu.

Sedangkan pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan moral. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994) terdapat tiga pengertian tentang kata “moral” itu sendiri. Yang pertama; “moral adalah ajaran tentang baik


(13)

buruknya baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; akhlak; budi pekerti; susila”. Kedua; “kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dsb; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan”. Ketiga; “ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita.”.

Franz Magnis-Suseno dalam bukunya yang berjudul “Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral” (1987) menjelaskan bahwa kata moral selalu mengacu kepada baik buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. Jadi menurutnya yang menjadi permasalahan bidang moral adalah apakah manusia ini baik atau buruk. Pendekatan moral bertolak dari asumsi dasar bahwa salah satu tujuan kehadiran sastra ditengah-tengah masyarakat pembaca adalah berupaya untuk meningkatkan harkat martabat manusia sebagai mahkluk berbudaya, berpikir dan berketuhanan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan moral adalah suatu pendekatan yang didasarkan pada kritik moral dalam karya sastra yang menuntut pembaca untuk mendapat suatu pembelajaran dari baik dan buruk suatu sisi kehidupan agar dapat menjadi manusia yang mengerti norma, etika, dan konsep kehidupan yang semestinya.


(14)

Data-data yang akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini bersumber dari buku, artikel-artikel di internet, karya-karya ilmiah yang sesuai dengan vailidasi dan tujuan dari penelitian ini.

1.5Organisasi Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi ke dalam empat bab. Bab I merupakan pendahuluan dimana penulis akan menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian ini, metodologi yang akan digunakan, dan organisasi penulisan skripsi ini.

Bab II, landasan teori, dalam bab ini penulis akan menitik beratkan kepada acuan teori yang didapat dari buku dan internet dan juga objek yang akan dikupas dengan teori tersebut. Objek yang akan dikupas dalam bab II ini adalah alam dan teknologi beserta aspek pendukungnya. Penulis akan menjelaskan pandangan masyarakat Jepang terhadap alam seperti hutan, gunung, hingga dewa-dewa penunggu alam tersebut. Serta menjelaskan pandangan masyarakat Jepang tentang teknologi dan keterkaitannya dengan alam.

Bab III, analisis, dalam bab ini penulis akan mengkaji makna hutan, gunung, serta juga kedua tokoh antagonis dan protagonis melalui sudut pandang nilai moral tokoh dengan alam dan teknologi dari film銀-色の髪のアギト.

Bab terakhir, yaitu bab IV, dalam bab ini penulis akan merangkum dan membuat kesimpulan dari hasil analisa manusia, alam, dan teknologi yang didapat dari penelitian ini.


(15)

BAB IV KESIMPULAN

Semakin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia termasuk negara Jepang dewasa ini, membuat masyarakat Jepang lebih berpikir realistis dan ilmiah. Banyak sekali ilmuwan-ilmuwan yang menganggap kepercayaan dan keyakinan akan sebuah agama hanyalah sebuah ketidakpastian. Selama faktor X yang selalu menjadi kendala ilmu pengetahuan untuk berkembang belum dibuktikan secara ilmiah, ilmuwan-ilmuwan masih bisa untuk menerima suatu kepercayaan dan agama. Hal ini nampak mempengaruhi pula pola pikir masyarakat sekitarnya.

Dalam film銀-色の髪のアギト, alam dikuasai oleh kami yang tampak jelas wujud dan kekuasaan mereka, seperti Druid, Berui, dan Zerui. Sehingga dampak dari menentang alam dapat langsung dirasakan oleh masyarakat.

Maka dari itulah agama dan kepercayaan kuno seperti Dewi Amaterasu, dosa

dan kebajikan tidak dapat lagi digunakan sebagai acuan untuk dapat membuat manusia itu dapat bertahan hidup. Berdasarkan analisis yang

penulis lakukan pada film 銀-色の髪のアギト, penulis menyimpulkan bahwa

alam adalah hutan, dan hutan adalah Berui dan Zerui . Alam bertindak sesuai kehendak Berui dan Zerui, jika tidak sejalan dengan kehendak mereka maka akan terbuang dari alam yang penuh dengan sumber kehidupan.


(16)

Namun menurut pandangan penulis, tidaklah benar teknologi merupakan musuh besar dari hutan, tidaklah benar ilmu pengetahuan mengancam kelestarian alam. Namun, yang menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai alat penghancur tidak lain adalah manusia itu sendiri. Manusia yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara tidak wajar itulah yang merupakan musuh sebenarnya dari hutan dan alam. Seperti yang terjadi dengan bangsa Ragna, karena mereka tidak mau patuh terhadap hutan, maka hutan melarang bangsa Ragna untuk mengambil sumber daya yang dihasilkan hutan. Mereka pun akhirnya tersingkir ke daratan yang gersang dan amat sangat minim akan sumber daya alamnya.

Film 銀-色 の 髪 の ア ギ ト ingin menunjukkan bahwa ketika manusia serakah akan kekuasaan dan kekayaan dan tidak memperdulikan lingkungan, maka suatu hari nanti, walaupun manusia berdalih untuk kebaikan umat manusia sekalipun, hutan adalah milik bumi. Di “bumi” lah hutan tumbuh, di “bumi” lah hutan tinggal, dan hanya “bumi” lah rumah dari hutan. Hal ini digambarkan dengan keserakahan manusia untuk membuat bulan menjadi subur dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi agar tumbuhan dapat berkembang di lahan yang tidak seharusnya dan bukan habitat dari tumbuhan itu sendiri. Pada akhirnya, apabila Bulan sudah menjadi tempat yang subur, pasti nantinya akan dikuras habis juga. Disinilah titik balik manusia akan patuh terhadap hukum alam. Film 銀-色 の 髪 の ア ギ ト ini juga mengajarkan akan pentingnya keseimbangan antara patuh terhadap hukum alam yang murni dengan ilmu pengetahuan yang melahirkan teknologi. Harus ada keselarasan antara ilmu


(17)

pengetahuan dan teknologi dengan alam yang ada untuk dimanfaatkan sumber dayanya secara penuh tanggung jawab. Di akhir film銀-色の髪のアギト juga diceritakan bahwa Toola yang semula ingin menunjukkan kepada Neutural City dan Agito tentang kejayaan manusia di muka Bumi sebagai penguasa dan dapat dengan bebas mengambil sumber daya alam yang ada, berubah menjadi mencintai Bumi yang ada saat itu dan berusaha untuk hidup dengan keseimbangan hukum alam.

Maka dari itu manusia yang harus introspeksi diri dan mencoba memahami apa yang menjadi tanggung jawab manusia sebagai penguasa Bumi pada saat ini. Tidak perlu menunggu sampai terciptanya teknologi yang bisa menjaga kelestarian alam, tidak perlu menunggu sampai seluruh umat manusia menjaga kelestarian alam dulu agar dapat ikut berpartisipasi menjaga Bumi ini. Sebelum semuanya terlambat, sebelum sumber daya alam habis, sebelum manusia takluk dan dipaksa tunduk akan kekuatan yang manusia tidak dapat menahannya.


(18)

DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU

Adi, Ida Rochani. (2011). Fiksi Populer : Teori dan Metode Pengkajian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Akira, Matsumura. (Juli 2010). GooKokugo Jisho. Tokyo. Shogakukan Inc.

Anesaki, Masaharu. (1933). Art, life, and Nature in Japan. Boston, Boston Marshall J on es Com pan y MDCCCCXXXIII.

Arikunto, Suharsimi. (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Bertens, K. (1993). Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Hayashi, Takeshi. (1990). The Japanese Experience in Technology. Tokyo : United Nations University Press.

Ibrahim, Nana Sudjana. (1989). Penelitian dan Penelitian pendidikan. Bandung : Sinar Baru.

Ito, Shuntaro, ed. (1995). Nihonjin No Shizenkan. Tokyo, Kawaide Shobo.

Kutha, Ratna Nyoman. (2007). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogya : Pustaka Pelajar.

Nurgiyanto, Burhan. (1995). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Sugiyono. (2003). Metode Penelitian Administrasi. Bandung : CV Alfa Beta.

Surakhmad, Winarno. (1990). Pengantar penelitian ilmiah: dasar metode dan teknik. Bandung : Tarsito.

Suseno, Franz Magnis. (1987). Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta : Kanisius, h. 18-20.

Tim Penyusun Kamus Depdikbud. (1994). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, Cet. ke-3,h. 980.


(19)

II. KARYA NONCETAK

Sugiyama, Keiichi (Director). (2005). Gin-Iro no Kami no Agito [DVD]. Tokyo, G.D.H. grup company Gonzo K.K.

III. PUBLIKASI ELEKTRONIK

Bonsai Beautiful (2006). The Nature of Japanese Garden Art : Shizen. 9 Maret 2008. http://bonsaibeautiful.com/nature_of_garden_art/japanese/shizen.html

Eldred, Eric. (24 Juli 1996). Fuji-No-Yama : By Lafcadio Hearn ; from Exotics and Retrospectives, 1898. 28 Maret 2008. http://www.ibiblio.org/eldritch/lh/fuji.html Encyclopedia Britannica. (2008). Yama-No-Kami. 28 Maret 2008. http://p-opac.library.pref.osaka.jp/OSPLIB/webopac/kensaku/kensakuSyousai.jsp?tilcod =10000000502470

Hayashi, Aya (Agustus 2002). Finding the Voice of Japanese Wilderness Vol.8 No.2. Halaman 34 s.d. 37. Departemen Recreation and Administration, Bloomington, Indiana.9 Maret 2008. www.wilderness.net/library/documents/Hayashi1.pdf Imanishi, Kinji (15 Januari 2003). A Japanese View of Nature : The World of Living

Things. Wisconisin National Primate Research Center, Univercity of

Wsconsin-Madison. 28 Maret 2008.

http://library.primate.wisc.edu/collections/books/japview.html

Japanese Buddhist Statuary. (n.d). Junrei : Resource Guide Japanese Pilgrims & Pilgrimages Part 2. 28 Maret 2008.

http://www.onmarkproductions.com/html/holy-mountains-sacred-shrines.html Japanese Buddhist Statuary. (17 April 2009). Path to Mystic Power Via Ascetic

Practices. 29 April 2010.

http://www.onmarkproductions.com/html/shugendou.html

Japanese Buddhist Statuary. (n.d). Shinto Deities (Kami), Supernatural Animals, Creatures, and Shape Shifters. 28 April 2010.

http://www.onmarkproductions.com/html/shinto-deities.html Japan Zone. (n.d). Shinto. 29 April 2010.


(20)

Japan National Tourism Organization. (n.d). 100.000 scared woods in Japan : text by Kyoko Tsukada. 27 Agustus 2010.

http://www.jnto.go.jp/eng/indepth/cultural/kie/forests/kie_forests_02.html

Robinson, B.A. (24 November 1995). Religions of The World : Shinto, an Ancient Japanese Religion. 29 April 2010. http://www.religioustolerance.org/shinto.htm Yanabu, Akira. (n.d). Modernization of Japanese Language : Ishizen, Nature. 9

Maret 2008. http://www.japanlink.co.jp/ol/nat.html


(1)

BAB IV KESIMPULAN

Semakin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia termasuk negara Jepang dewasa ini, membuat masyarakat Jepang lebih berpikir realistis dan ilmiah. Banyak sekali ilmuwan-ilmuwan yang menganggap kepercayaan dan keyakinan akan sebuah agama hanyalah sebuah ketidakpastian. Selama faktor X yang selalu menjadi kendala ilmu pengetahuan untuk berkembang belum dibuktikan secara ilmiah, ilmuwan-ilmuwan masih bisa untuk menerima suatu kepercayaan dan agama. Hal ini nampak mempengaruhi pula pola pikir masyarakat sekitarnya.

Dalam film銀-色の髪のアギト, alam dikuasai oleh kami yang tampak jelas wujud dan kekuasaan mereka, seperti Druid, Berui, dan Zerui. Sehingga dampak dari menentang alam dapat langsung dirasakan oleh masyarakat. Maka dari itulah agama dan kepercayaan kuno seperti Dewi Amaterasu, dosa dan kebajikan tidak dapat lagi digunakan sebagai acuan untuk dapat membuat manusia itu dapat bertahan hidup. Berdasarkan analisis yang penulis lakukan pada film 銀-色の髪のアギト, penulis menyimpulkan bahwa alam adalah hutan, dan hutan adalah Berui dan Zerui . Alam bertindak sesuai kehendak Berui dan Zerui, jika tidak sejalan dengan kehendak mereka maka akan terbuang dari alam yang penuh dengan sumber kehidupan.


(2)

Universitas Kristen Maranatha 55

Namun menurut pandangan penulis, tidaklah benar teknologi merupakan musuh besar dari hutan, tidaklah benar ilmu pengetahuan mengancam kelestarian alam. Namun, yang menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai alat penghancur tidak lain adalah manusia itu sendiri. Manusia yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara tidak wajar itulah yang merupakan musuh sebenarnya dari hutan dan alam. Seperti yang terjadi dengan bangsa Ragna, karena mereka tidak mau patuh terhadap hutan, maka hutan melarang bangsa Ragna untuk mengambil sumber daya yang dihasilkan hutan. Mereka pun akhirnya tersingkir ke daratan yang gersang dan amat sangat minim akan sumber daya alamnya.

Film 銀-色 の 髪 の ア ギ ト ingin menunjukkan bahwa ketika manusia serakah akan kekuasaan dan kekayaan dan tidak memperdulikan lingkungan, maka suatu hari nanti, walaupun manusia berdalih untuk kebaikan umat manusia sekalipun, hutan adalah milik bumi. Di “bumi” lah hutan tumbuh, di “bumi” lah hutan tinggal, dan hanya “bumi” lah rumah dari hutan. Hal ini digambarkan dengan keserakahan manusia untuk membuat bulan menjadi subur dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi agar tumbuhan dapat berkembang di lahan yang tidak seharusnya dan bukan habitat dari tumbuhan itu sendiri. Pada akhirnya, apabila Bulan sudah menjadi tempat yang subur, pasti nantinya akan dikuras habis juga. Disinilah titik balik manusia akan patuh terhadap hukum alam. Film 銀-色 の 髪 の ア ギ ト ini juga mengajarkan akan pentingnya keseimbangan antara patuh terhadap hukum alam yang murni dengan ilmu pengetahuan yang melahirkan teknologi. Harus ada keselarasan antara ilmu


(3)

pengetahuan dan teknologi dengan alam yang ada untuk dimanfaatkan sumber dayanya secara penuh tanggung jawab. Di akhir film銀-色の髪のアギト juga diceritakan bahwa Toola yang semula ingin menunjukkan kepada Neutural City dan Agito tentang kejayaan manusia di muka Bumi sebagai penguasa dan dapat dengan bebas mengambil sumber daya alam yang ada, berubah menjadi mencintai Bumi yang ada saat itu dan berusaha untuk hidup dengan keseimbangan hukum alam.

Maka dari itu manusia yang harus introspeksi diri dan mencoba memahami apa yang menjadi tanggung jawab manusia sebagai penguasa Bumi pada saat ini. Tidak perlu menunggu sampai terciptanya teknologi yang bisa menjaga kelestarian alam, tidak perlu menunggu sampai seluruh umat manusia menjaga kelestarian alam dulu agar dapat ikut berpartisipasi menjaga Bumi ini. Sebelum semuanya terlambat, sebelum sumber daya alam habis, sebelum manusia takluk dan dipaksa tunduk akan kekuatan yang manusia tidak dapat menahannya.


(4)

Universitas Kristen Maranatha 57

DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU

Adi, Ida Rochani. (2011). Fiksi Populer : Teori dan Metode Pengkajian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Akira, Matsumura. (Juli 2010). Goo Kokugo Jisho. Tokyo. Shogakukan Inc.

Anesaki, Masaharu. (1933). Art, life, and Nature in Japan. Boston, Boston Marshall J on es Com pan y MDCCCCXXXIII.

Arikunto, Suharsimi. (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Bertens, K. (1993). Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Hayashi, Takeshi. (1990). The Japanese Experience in Technology. Tokyo : United Nations University Press.

Ibrahim, Nana Sudjana. (1989). Penelitian dan Penelitian pendidikan. Bandung : Sinar Baru.

Ito, Shuntaro, ed. (1995). Nihonjin No Shizenkan. Tokyo, Kawaide Shobo.

Kutha, Ratna Nyoman. (2007). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogya : Pustaka Pelajar.

Nurgiyanto, Burhan. (1995). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Sugiyono. (2003). Metode Penelitian Administrasi. Bandung : CV Alfa Beta.

Surakhmad, Winarno. (1990). Pengantar penelitian ilmiah: dasar metode dan teknik. Bandung : Tarsito.

Suseno, Franz Magnis. (1987). Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta : Kanisius, h. 18-20.

Tim Penyusun Kamus Depdikbud. (1994). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, Cet. ke-3, h. 980.


(5)

II. KARYA NONCETAK

Sugiyama, Keiichi (Director). (2005). Gin-Iro no Kami no Agito [DVD]. Tokyo, G.D.H. grup company Gonzo K.K.

III. PUBLIKASI ELEKTRONIK

Bonsai Beautiful (2006). The Nature of Japanese Garden Art : Shizen. 9 Maret 2008. http://bonsaibeautiful.com/nature_of_garden_art/japanese/shizen.html

Eldred, Eric. (24 Juli 1996). Fuji-No-Yama : By Lafcadio Hearn ; from Exotics and Retrospectives, 1898. 28 Maret 2008. http://www.ibiblio.org/eldritch/lh/fuji.html Encyclopedia Britannica. (2008). Yama-No-Kami. 28 Maret 2008. http://p-opac.library.pref.osaka.jp/OSPLIB/webopac/kensaku/kensakuSyousai.jsp?tilcod =10000000502470

Hayashi, Aya (Agustus 2002). Finding the Voice of Japanese Wilderness Vol.8 No.2. Halaman 34 s.d. 37. Departemen Recreation and Administration, Bloomington, Indiana. 9 Maret 2008. www.wilderness.net/library/documents/Hayashi1.pdf Imanishi, Kinji (15 Januari 2003). A Japanese View of Nature : The World of Living

Things. Wisconisin National Primate Research Center, Univercity of Wsconsin-Madison. 28 Maret 2008.

http://library.primate.wisc.edu/collections/books/japview.html

Japanese Buddhist Statuary. (n.d). Junrei : Resource Guide Japanese Pilgrims & Pilgrimages Part 2. 28 Maret 2008.

http://www.onmarkproductions.com/html/holy-mountains-sacred-shrines.html Japanese Buddhist Statuary. (17 April 2009). Path to Mystic Power Via Ascetic

Practices. 29 April 2010.

http://www.onmarkproductions.com/html/shugendou.html

Japanese Buddhist Statuary. (n.d). Shinto Deities (Kami), Supernatural Animals, Creatures, and Shape Shifters. 28 April 2010.

http://www.onmarkproductions.com/html/shinto-deities.html Japan Zone. (n.d). Shinto. 29 April 2010.


(6)

Universitas Kristen Maranatha 59

Japan National Tourism Organization. (n.d). 100.000 scared woods in Japan : text by Kyoko Tsukada. 27 Agustus 2010.

http://www.jnto.go.jp/eng/indepth/cultural/kie/forests/kie_forests_02.html

Robinson, B.A. (24 November 1995). Religions of The World : Shinto, an Ancient Japanese Religion. 29 April 2010. http://www.religioustolerance.org/shinto.htm Yanabu, Akira. (n.d). Modernization of Japanese Language : Ishizen, Nature. 9

Maret 2008. http://www.japanlink.co.jp/ol/nat.html