KONTRIBUSI APRESIASI PEMBELAJARAN SEJARAH, PENGHAYATAN IDEOLOGI PANCASILA DAN NILAI-NILAI AGAMA TERHADAP SIKAP NASIONALISME : Penelitian Pada Siswa Madrasah Aliyah Se-Kabupaten Jember).

(1)

AGAMA TERHADAP SIKAP NASIONALISME

(Penelitian Pada Siswa Madrasah Aliyah Se-Kabupaten Jember)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor

Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Oleh

Mohamad Na’im

0908406

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

B A N D U N G


(2)

(3)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, atas rahmat hidayahNya disertasi ini dapat diselesaikan, dengan judul " Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama terhadap Sikap Nasionalisme (Penelitian Pada Siswa Madrasah Aliyah Se-Kabupaten Jember).

Disertasi ini merupakan hasil penelitian yang difokuskan pada Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Penghayatan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme melalui penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait, dalam rangka menumbuhkembangkan sikap nasionalisme di kalangan siswa MA/SMA demi kemajuan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selesainya penulisan disertasi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan mulai dari persiapan penyusunan proposal penelitian sampai dengan tersusunnya laporan penelitian dalam bentuk disertasi ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd.. selaku Promotor. Di tengah kesibukan yang luar biasa, beliau senantiasa meluangkan waktu untuk mengkritisi, memberikan saran, arahan dan bimbingan sehingga menambah wawasan dan pemahaman penulis sebagai bekal dalam menyelesaikan disertasi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr.H. Bunyamin Maftuh, M.Pd. MA selaku Ko-promotor. Disela-sela aktivitas beliau yang padat, tetap memberikan waktu dan kemudahan dalam berkonsultasi. Kecermatan ketelitian dan kesabaran beliau dalam memeriksa setiap naskah bimbingan yang penulis ajukan dan memberikan alternatif solusi atas berbagai permasalahan yang terjadi selama proses penelitian, sangat membantu penyelesaian disertasi ini.

Kepada Bapak Prof. Dr. H.Asmawi Zainul, M.Ed selaku Anggota Promotor penulis sampaikan ucapan terima kasih. Beliau selalu memberikan motivasi kepada penulis agar cepat menyelesaikan disertasi ini. Ditengah-tengah kesibukan beliau penulis masih


(4)

penulisan disertasi.

Kepada Bapak Dr. Rudy Gunawan, M.Pd. yang telah memberikan bimbingan, saran dan petunjuk serta dorongan selama ini, dengan penuh kesabaran, untuk penyempurnaan penulisan disertasi .

Kami menyadari pula bahwa keseluruhan proses penelitian memerlukan dukungan legalitas formal untuk keterlaksanaanya, oleh karena itu tidak lupa kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ketua Program Studi Pendidikan IPS UPI, Direktur Sekolah Pascasarjana UPI, Kepala Kem.Agama Kab.Jember, Kepala MA Jember yang membantu proses penelitian ini. semoga amal kebaikan dan ketulusan hati yang telah dicurahkan untuk terwujudnya hasil penelitian disertasi senantiasa Allah Swt mencatatnya sebagai amal kebaikan. Amiin.

Bandung, ... 2014

Penulis


(5)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah... 14

1. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian... 14

2. Identifikasi Variabel Penelitian ... 15

C. Tujuan Penelitian... 16

D. Manfaat Penelitian... 17

1. Manfaat Teoretis... 17

2. Manfaat Praktis... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN ...……….……...……... 20

A. Apresiasi Pembelajaran Sejarah... 21

1. Pengertian Apresiasi... 24

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Apresiasi... 23

3. Pembelajaran Sejarah dan Apresiasi Pembelajaran Sejarah... 25

4. Landasan Filosofis Mata Pelajaran Sejarah... 27

B. Penghayatan Ideologi Pancasila... 39

1. Pengertian Penghayatan dan Ideologi... 39

2. Ideologi Pancasila……...………....……...…... 41

3. Fungsi dan Arti Penting Ideologi dalam Kehidupan Bermasyarakat Berbangsa dan Bernegara... 42

4. Pancasila Sebagai Ideologi dalam Kehidupan Bermasyarakat…... 44

5. Pancasila Sebagai Ideologi dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara... 48

6. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Sebagai Mata Pelajaran Pendidikan Nilai... 53

7. Landasan Filosofis Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Sebagai Mata Pelajaran... 55

C. Penghayatan Nilai-Nilai Ajaran Agama tentang Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara... 59

1. Pengertian Nilai dan Sumber Nilai... 59

2. Pembelajaran Pendidikan Agama di Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah... 60


(6)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Psikologis... 61

4. Ajaran Agama Islam tentang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara... 62

5. Peran Pendidikan Agama dalam Memperkuat Nasionalisme... 70

6. Nasionalisme dalam Islam... 73

D. Sikap Nasionalisme... 77

1. Sikap...………... 77

2. Nasionalisme... 79

3. Pembelajaran Sejarah dan Pembentukan Sikap Nasionalisme... 103

4. Hubungan Ideologi Pancasila dan Sikap Nasionalisme... 106

E. Penelitian Terdahulu... 108

F. Kerangka Pemikiran... 113

1. Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah (X1) terhadap Sikap Nasionalisme (Y) ... 113

2. Kontribusi Penghayatan Ideologi Pancasila (X2) terhadap Sikap Nasionalisme(Y)... 114

3. Kontribusi Penghayatan Nilai-nilai Agama Islam tentang Kehidupan ... Bermasyarakat Berbangsa dan Bernegara (X3) terhadap Sikap Nasionalisme (Y)... 114

4. Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah (X1), Penghayatan Ideologi Pancasila(X2) dan Penghayatan Nilai-nilai Agama (X3) terhadap Sikap Nasionalisme... 115

G. Hipotesis... 117

BAB III METODE PENELITIAN... 118

A. Lokasi Populasi dan Sampel Penelitian... 118

1. Lokasi, Populasi Penelitian... 118

2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel... 118

B. Paradigma, Desain, Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian... 120

1. Paradigma dan Desain Penelitian... 120

2. Prosedur Pengumpulan Data... 124

3. Definisi Operasional... 126

4. Instrumen Penelitian... 128

a. Apresiasi Pembelajaran Sejarah... 129

b. Penghayatan Ideologi Pancasila... 130

c. Penghayatan Nilai-Nilai Agama... 131

d. Sikap Nasionalisme... 133

e. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ………... 135

C. Analisis Data………... 137

D. Hasil Uji Coba Instrumen... 138

E. Hasil Uji Asumsi... 141


(7)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 144

A. Hasil Penelitian... 144

1. Deskripsi Data Penelitian... 144

2. Matrik Korelasi antar Variabel... 165

B. Pengujian Hipotesis... 167

1. Pengujian Hipotesis Pertama... 167

2. Pengujian Hipotesis Kedua... 168

3. Pengujian Hipotesis Ketiga... 168

4. Pengujian Hipotesis Keempat... 169

C. Pembahasan Hasil Penelitian... 172

1. Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah terhadap Sikap Nasionalisme... 172

2. Kontribusi Penghayatan Ideologi Pancasila terhadap Sikap Nasionalisme... 178

3. Kontribusi Penghayatan Nilai-nilai Agama terhadap Sikap Nasionalisme... 188

4. Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Penghayatan Nilai-nilai Agama terhadap Sikap Nasionalisme... 192

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 194 A. Kesimpulan... 194

B. Implikasi... 195

C. Rekomendasi... 197

DAFTAR PUSTAKA... 202

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 216

ix


(8)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Mohamad Na’im, 2013. KONTRIBUSI APRESIASI PEMBELAJARAN SEJARAH, PENGHAYATAN IDEOLOGI PANCASILA DAN NILAI-NILAI AGAMA TERHADAP SIKAP NASIONALISME (Penelitian Pada Siswa Madrasah Aliyah Se-Kabupaten Jember). Program Studi Pendidikan IPS, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Promotor: Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd. Ko-Promotor Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M.Pd. MA, Anggota, Prof. Dr. H. Asmawi Zainul, M.Ed.

Sikap nasionalisme siswa SMA/MA saat ini rendah dan menghawatirkan. Hal ini diindikasikan oleh sering terjadinya tawuran antar kelompok remaja, pertikaian antar etnis, antar kelompok agama dll, dimana mayoritas pelakunya adalah anak remaja. Perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji lebih jauh bagaimana peran pembelajaran Sejarah, PKn dan juga Pendidikan Agama dalam membangun karakter dan menumbuhkembangkan sikap nasionalisme. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji ada tidaknya kontribusi yang signifikan dari apresiasi pembelajaran sejarah, penghayatan ideologi Pancasila dan penghayatan nilai-nilai agama terhadap sikap nasionalisme.

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu kuantitatif dan kualitatif dengan Concurrent embedded strategy, yakni campuran yang tidak seimbang atau

dikenal juga dengan “ the dominant-less dominant design”. Penggunaan kombinasi

kuantitatif dan kualitatif akan dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik. Bagian pertama dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Rancangan penelitiannya adalah penelitian korelasional, yakni mencari hubungan antar variabel. Variabel yang diteliti meliputi apresiasi pembelajaran sejarah sebagai variabel bebas pertama (X1), penghayatan ideologi Pancasila sebagai variabel bebas kedua (X2),

penghayatan nilai-nilai agama sebagai variabel bebas ketiga (X3) dan sikap

nasionalisme sebagai variabel terikat (Y). Metode pengumpulan data dengan kuesioner dan dilengkapi dengan wawancara dan observasi. Data kuantitatif diperoleh dari sampel yang dipilih secara random dengan teknik undian. Pengumpulan data kualitatif dikumpulkan berdasarkan sampel purposive dan snowball. Data kuantitatif yang telah terkumpul dianalisis dengan statistik dan data kualitatif dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Dari penelitian ini diperoleh temuan: ada kontribusi yang signifikan dari apresiasi pembelajaran sejarah, penghayatan ideologi Pancasila dan penghayatan nilai-nilai agama terhadap sikap nasionalisme. Kontribusi yang paling besar diperoleh dari penghayatan nilai-nilai agama yaitu sebesar 36,4 % sementara yang besar kedua adalah kontribusi apresiasi pembelajaran sejarah sebesar 19,6% selanjutnya yang ketiga adalah kontribusi penghayatan ideologi Pancasila sebesar 10,1%, Total ketiga variabel ini sebesar 66,1 %. Sisanya sebesar 33,9 % disebabkan variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini. Kontribusi sebesar 66,1 % merupakan kontribusi yang sangat besar, maka dalam rangka untuk menumbuhkembangkan sikap nasionalisme, dapat dilakukan secara sinergi melalui apresiasi pembelajaran sejarah, penghayatan ideologi Pancasila dan penghayatan nilai-nilai agama. Oleh karena itu perlu ditingkatkan kualitas pembelajaran sejarah, PKn dan Pendidikan Agama Islam.


(9)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Mohamad Na'im, 2013. THE CONTRIBUTION OF APPRECIATION OF HISTORY INSTRUCTION, MANIFESTATION OF PANCASILA IDEOLOGY, AND MANIFESTATION OF RELIGIOUS VALUES TO NATIONALISM ATTITUDE (Research to the Students of Madrasah Aliyah in the Regency of Jember). Social Studies Program, Post Graduate Program of the Indonesia University of Education. Promotor: Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd. Co-Promotor Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M.Pd. MA, Member, Prof. Dr. H. Asmawi Zainul, M.Ed.

The nationalism attitude of SMA/MA (Senior High School) students in recent years is low and at a worrying level. This is indicated by the frequent occurrence of brawl among youth groups, inter-ethnic conflicts, inter religious groups, etc., in which the majority of the perpetrators are teenagers. Research is needed to examine further the role of instruction in History, Civics and Religious teaching in building character and cultivation of nationalism attitude. The purpose of this study was to examine whether there is a significant contribution of appreciation of history instruction, manifestation of Pancasila ideology and manifestation of religious values to nationalism attitude.

This study used two approaches, quantitative and qualitative approaches with

Concurrent embedded strategy / unbalanced mixture or also known as "the dominant-less dominant design". The combination of quantitative and qualitative approach would

be able to gain a better understanding. The first part of this study used a quantitative approach. The design of the research was correlational research, the search for relationships between variables. Variables which were examined included the appreciation of History instruction as the first independent variable (X1), manifestation of Pancasila ideology as the second independent variable (X2), manifestation of religious values as the third independent variable (X3) and nationalism attitude as the dependent variable (Y). Questionnaire was used for data collection method complemented with interviews and observation. Quantitative data was obtained from a randomly selected sample with lottery technique. Qualitative data was collected using on purposive and snowball sampling. Quantitative data that had been collected was analyzed statistically while the qualitative data was analyzed descriptive qualitatively.

Findings obtained from this study showed that: there was a significant contribution of appreciation of history instruction, manifestation of Pancasila ideology and manifestation of religious values to nationalism attitude. The greatest contribution is obtained from the manifestation of religious values by 36.4 % while the second great contribution was the contribution of appreciation of History instruction by 19.6 % and the third contribution was the manifestation of Pancasila ideology by 10.1%. The total amount of these three variables was 66,1%. The rest 33.9% was due to other variables not included in this research. The contribution of 66.1% was said tobe a very large contribution. So in order to foster nationalism attitude, the appreciation of the History instruction, the manifestation of Pancasila ideology and manifestation of religious


(10)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


(11)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi penelitian ini, meliputi: 1) beberapa indikasi rendahnya sikap nasionalisme dan penghayatan ideologi Pancasila para generasi muda dan bahayanya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara; 2) tantangan hidup berbangsa dan bernegara di era globalisasi yang makin kompleks; 3) perlunya mensinergikan pendidikan sejarah, pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan agama dalam membangun sikap nasionalisme; 4) kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Lebih lanjut akan diuraikan sebagai berikut:

1. Beberapa Indikasi Rendahnya Sikap Nasionalisme dan Penghayatan Ideologi Pancasila Para Generasi Muda dan Bahayanya Bagi Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, sehat, menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (UU No. 20 Th. 2003). Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, membangkitkan rasa kebangsaan, sikap menghargai jasa para pahlawannya, kesetiakawanan sosial dan berorientasi masa depan serta memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan NKRI (Depdiknas, 2006a: 231). Pembelajaran sejarah merupakan salah satu komponen penguat dalam membangun karakter bangsa, dari keseluruhan komponen dalam sistem pendidikan nasional, karena itu memiliki esensi dan substansi strategis dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa masa kini dan masa mendatang.


(12)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menumbuhkembangkan sikap nasionalisme atau jiwa patriotik dan cinta tanah air serta bertakwa, merupakan keharusan, bagi setiap warga negara, maka perlu ditanamkan sejak kecil pada setiap diri generasi penerus. Dalam penanaman nilai-nilai semacam ini, lembaga pendidikan memiliki peranan penting, karena di sinilah terjadi proses penanaman dan pengembangan nilai-nilai tersebut, yang dilakukan melalui materi pelajaran, terutama melalui materi sejarah, pendidikan kewarganegaraan serta pendidikan agama.

Ditinjau secara psikologis, masa remaja merupakan masa mulai memikirkan tentang hal-hal yang benar dan yang tidak benar, tentang norma-norma untuk membimbing tingkah lakunya, dan mensintesiskan nilai-nilai yang diperoleh, berikut memilih nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai yang dipilih sering berubah-ubah, pada masa remaja tersebut merupakan masa mencari jati diri (Soesilowindradini, 2003; Megawangi, 2004; Atkinson, 2003). Kondisi yang demikian mudah dipengaruhi, sebab nilai-nilai yang dianutnya belum begitu kuat melekat dalam sanubarinya. Menurut Furter (1989:57), masa remaja merupakan masa mengerti nilai-nilai dan terjadi proses internalisasi, nilai tersebut dijadikan sebagai nilai-nilai pribadi. Nilai-nilai inilah yang membimbing individu dalam menentukan aktivitas dan tujuan yang ingin dicapainya (Hurlocks, 1976; Atkinson; 2003). Berbahaya jika kondisi lingkungan sosialnya kurang mendukung untuk penanaman nilai-nilai yang positif, yakni nilai yang sesuai ideologi Pancasila dan nilai- nilai agama.

Masa SMA atau masa remaja merupakan masa bergolak, juga merupakan suatu masa siap menerima nilai-nilai, sehingga nilai-nilai tersebut sangat tepat jika ditanamkan pada saat ini. Hal yang dimaksud menyangkut nilai-nilai moral, disiplin, nilai patriotisme dan nasionalisme, yang dapat ditanamkan melalui lembaga pendidikan, keluarga dan masyarakat (Wirojoedo, 1986; Desmita, 2009). Masa remaja merupakan masa yang paling strategis untuk menanamkan nilai-nilai, sehingga terbentuk kepribadian yang mantap, memiliki rasa kebangsaan yang tinggi,


(13)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

cinta tanah air, kemantapan ideologi serta rela berkorban untuk bangsa dan negaranya.

Menurut Heru (2009: 2) pemahaman dan penghayatan Pancasila di kalangan pelajar penting, mengingat Pancasila sebagai ideologi bangsa merupakan salah satu falsafah yang mengikat persatuan bangsa. Pancasila juga merupakan salah satu dari empat pilar wawasan kebangsaan, selain pemahaman terhadap Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta keragaman budaya. Pancasila merupakan identitas Bangsa Indonesia serta nilai-nilainya sebagai landasan dalam membangun masyarakat, bangsa dan negara yang modern (Darmaputera, 1997: 5).

Berkurangnya pemahaman terhadap ideologi Pancasila berdampak pada menipisnya rasa nasionalisme, yang sudah mulai terlihat beberapa waktu terakhir. Maraknya pertikaian antar remaja dan perkelahian antar etnis atau antar kelompok masyarakat merupakan salah satu tanda menipisnya rasa nasionalisme. Sebagaimana ditegaskan oleh Azra (2009: 61) kerusuhan - kerusuhan massal di Indonesia merupakan bukti sebuah kemunduran nasionalisme.

Rendahnya sikap nasionalisme siswa juga diungkapkan oleh Lu’aili (2008: 61) berdasarkan hasil penelitiannya di suatu sekolah dari responden yang diteliti 42% berkatagori rendah, 45% berkatagori sedang, yang berkatagori tinggi sebanyak 13%. Dalam penelitian ini sikap nasionalisme diukur dari indikator: 1)Kecintaan pada bangsa dan negara yang fokusnya pada kepedulian sosial; 2) Bangga sebagai bangsa Indonesia; 3) Cinta pada kebudayaan nasional; 4) menghormati identitas nasional, bahasa, lambang negara, bendera dan lagu kebangsaan; 5) kewaspadaan nasional. Hasil temuan penelitian Hizam (2007: 291) menunjukkan bahwa sikap nasionalisme di kalangan siswa Madrasah Aliyah se-Kota Mataram, sebanyak 70% siswa memiliki sikap nasionalisme dalam kategori rendah, sedangkan yang memiliki sikap nasionalisme cukup tinggi hanya 8%. Dalam penelitian ini sikap nasionalisme yang ditunjukkan dalam bentuk tindakan maupun sikap/keinginan untuk memelihara


(14)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kelangsungan hidup bangsa, mengembangkan potensi bangsa dan mencegah hal-hal yang dapat membahanyakan eksistensi bangsa.

Rendahnya sikap nasionalisme generasi muda, sangat berbahaya bagi kelangsungan bangsa dan negara, serta dapat menuju ke ambang kehancuran, karena generasi mudalah sebagai generasi penerus bangsa, maka perlu segera diatasi.

Merosotnya nasionalisme sangat berbahaya karena nasionalismelah yang mampu menghimpun kekuatan, ketetapan hati untuk membangun bangsa dan negaranya (Barbara, 1982: 37). Nasionalisme mampu menciptakan kohesi dan loyalitas di antara individu yang berpartisipasi dalam sistem yang berskala besar (Eriksen, 1993: 104). Nasionalisme menjadi daya dorong dalam memperjuangkan cita-cita bersama (Abdullah, 2001: 51). Suatu negara akan runtuh apabila nasionalisme lemah dan integrasi nasionalnya mengalami gangguan. Sebagai contoh, pada tahun 1988 Uni Soviet yang merupakan negara super power runtuh karena nasionalisme dan integrasi nasionalnya lemah (Iriani, 1992: 30). Hal ini memberikan gambaran yang cukup jelas dan dapat dijadikan pelajaran, betapa pen-tingnya membangun dan menumbuhkembangkan sikap nasionalisme generasi muda.

Rasa solidaritas sosial, empati, saling menghargai, saling menyayangi di beberapa kelompok siswa tampaknya masih rendah, sehingga di kalangan pelajar itu juga, masih sering terjadi tawuran antar pelajar, frekwensinya masih tinggi, dan tiap tahun cenderung meningkat. Sebagai contoh, berdasarkan data Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta pada tahun 2010 pelajar SD, SMP, dan SMA, yang terlibat tawuran mencapai 0,08 persen atau sekitar 1.318 siswa dari total 1.647.835 siswa di DKI Jakarta. Tahun 2011 Jumlah kasus tawuran sebanyak 128. Bahkan, 26 siswa di antaranya meninggal dunia. Berdasarkan hasil pemetaan bersama dengan Dinas Pendidikan DKI disimpulkan terdapat 137 sekolah rawan tawuran. Pada tahun 2012 terjadi tawuran sebanyak 339 kasus, kurban meninggal 82 jiwa (Jurnas.Com 21 Desember 2012; Komnas PA Desember 2012).


(15)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kurangnya pemahaman dan penghayatan nilai-nilai perjuangan yang telah dilakukan para pahlawan kemerdekaan pada beberapa kelompok siswa, tampak pada saat melakukan upacara bendera setiap hari Senin dan upacara peringatan hari besar nasional. Mengikuti upacara dengan tidak serius, kesannya malas, tidak bergairah, mengikuti upacara dengan terpaksa. Kurang menghormati lambang negara, identitas bangsa, seperti pada saat penghormatan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya, sambil bergurau. Hal ini menunjukkan indikasi kemerosotan sikap nasionalisme, kesetiakawan sosial yang makin menipis, serta melemahnya budaya gotong royong di kalangan pelajar, bahkan yang berkembang adalah individualisme. Kondisi seperti ini, perlu segera diatasi, karena berbahaya bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mata pelajaran yang erat kaitanya dengan penanaman nilai-nilai kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan nasionalisme adalah Pendidikan kewarganegaraan (PKn), Sejarah dan Pendidikan agama, maka memiliki posisi strategis untuk menumbuhkembangkan sikap nasionalisme.

2. Tantangan Hidup Berbangsa dan Bernegara Di Era Globalisasi yang Makin Kompleks

Pada era globalisasi tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara semakin kompleks. Tim perumus kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa tahun 2010-2025 menjelaskan, ada beberapa permasalahan besar yang dihadapi bangsa Indonesia pada saat ini, yaitu: (1) disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila sebagai filosofi dan ideologi bangsa; (2) keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai esensi Pancasila; (3) bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; (4) memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, (5)


(16)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ancaman disintegrasi bangsa, dan (6) melemahnya kemandirian bangsa (Pemerintah RI, 2010: xix).

Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersumber dari budaya Indonesia telah menjadi ideologi dan pandangan hidup. Pancasila merupakan ideologi negara dan sebagai dasar negara. Pancasila sebagai pandangan hidup mengandung makna bahwa hakikat hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dijiwai oleh moral dan etika yang dimanifestasikan dalam sikap perilaku dan kepribadian manusia Indonesia. Idealnya diwujudkan dalam melakukan hubungan manusia dengan yang maha pencipta, dan hubungan antara manusia dengan manusia, serta hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Namun dalam kehidupan masyarakat prinsip tersebut tampak belum terlaksana dengan baik. Kekerasan, korupsi, kolusi, dan nepotisme masih belum dapat diatasi. Masalah tersebut muncul karena belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila (Suprapto, 2010: 7).

Pada era reformasi terdapat keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai esensi Pancasila. Belum ada lembaga khusus yang mampu secara optimal memasyarakatkan nilai-nilai ideologi Pancasila ke seluruh lapisan masyarakat. Pancasila sebagai landasan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Akibatnya, penanaman nilai-nilai Pancasila sebagai wahana dan sarana membangun jati diri dan karakter bangsa, meningkatkan komitmen terhadap NKRI serta menumbuhkembangkan etika kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia belum optimal. Oleh karena itu, pewujudan nilai-nilai esensi Pancasila pada semua lapisan masyarakat Indonesia perlu didukung perangkat kebijakan terpadu dan regulasi yang mampu memandu dalam rangka nation and character

building (Winataputra, 2012; 249). Mengoptimalkan peran lembaga pendidikan

sebagai salah salah satu langkah terbaik, mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi (Yuliandari, 2006; Sumaryati, 2010).


(17)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Salah satu pengaruh negatif globalisasi adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pergeseran nilai sangat nampak dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, seperti makin memudarnya nilai solidaritas sosial, toleransi, kekeluargaan, musyawarah mufakat, sopan santun, kejujuran, rasa malu dan rasa cinta tanah air. Kasus korupsi masih banyak terjadi, identitas dan kepentingan kelompok/golongan cenderung ditonjolkan. Ruang publik yang yang mustinya dimanfaatkan bersama, dijadikan sebagai ruang pelampiasan kemarahan dan amuk massa. Benturan dan kekerasan masih saja terjadi dan memberi kesan seakan-akan bangsa Indonesia sedang mengalami krisis moral sosial yang berkepanjangan. Aksi demontrasi mahasiswa dan masyarakat seringkali dibarengi dengan tindakan anarkis, melanggar hukum, merusak lingkungan, bahkan merobek dan membakar lambang-lambang Negara yang seharusnya dijunjung dan dihormati (Sukadi, 2011; Zamroni, 2007). Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta rendahnya nasionalismenya, maka masih perlu ditingkatkan.

Kuatnya arus budaya global yang ditopang kemajuan bidang teknologi informasi serta penyebaran informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronika dapat berdampak positif dan negatif terhadap ideologi, agama, budaya dan nilai-nilai yang dianut masyarakat Indonesia. Pengaruh arus deras budaya global yang negatif menyebabkan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa dirasakan semakin menurun dan memudar, walaupun pembangunan nasional di bidang budaya telah dilakukan, tetapi hasilnya belum optimal. Hal ini tampak dari perilaku sebagian masyarakat Indonesia yang lebih menghargai budaya asing dibandingkan budaya bangsa Indonesia, tampak dalam cara berpakaian, bertutur kata dan berperilaku, cenderung berpola hidup konsumtif, hedonis, serta kurang menghargai produk dalam negeri dan lebih bangga menggunakan produk luar negeri. Globalisasi telah membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa


(18)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Indonesia, terutama kalangan generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya dan strategi yang tepat agar masyarakat Indonesia dapat menyerap budaya asing yang positif dan tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa sehingga tidak kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia. Globalisasi menjadi tantangan sekaligus dapat menjadi ancaman jika tidak dapat mencari solusinya (Sumaryati, 2010; Pemerintah RI, 2010).

Disintegrasi bangsa merupakan ancaman dan gangguan serius terhadap kedaulatan negara, keselamatan bangsa, dan keutuhan wilayah NKRI. Hal ini terkait banyak aspek diantaranya adalah belum kuatnya nasionalisme dan jati diri setiap warganegaranya. Pemahaman masalah multikulturalisme yang kurang tepat dan menonjolnya etnosentrime dapat berdampak munculnya gerakan separatis dan konflik horisontal (Warsono, 2004: Azra, 2006). Selain itu, belum meratanya hasil pembangunan antar daerah, primordialisme yang tak terkendali dan dampak negatif implementasi otonomi daerah cenderung mengarah kepada terjadinya berbagai permasalahan di daerah yang belum teratasi mempercepat proses disintegrasi bangsa (Siregar dan Fitriani, 2006: 246).

Kemampuan daya saing tinggi dan kemandirian serta kuatnya jati diri bangsa, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan globalisasi. Kemandirian suatu bangsa tercermin, antara lain pada ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangunan, pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri yang semakin kukuh, dan kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan pokok. Namun hingga saat ini sikap ketergantungan masyarakat dan bangsa Indonesia masih cukup tinggi terhadap bangsa lain (Pemerintah RI, 2010; Sukadi, 2011). Semua masalah yang dihadapi bangsa Indonesia ini dapat diatasi jika kita memiliki kemauan yang tinggi untuk mandiri membangun bangsa, membangun etos kerja, bekerja keras mengatasi semua


(19)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

permasalahan yang dihadapi bangsa ini dengan semangat nasionalisme serta menerapkan nilai-nilai ideologi Pancasila secara optimal.

Pada masa pembangunan sekarang ini membangun manusia Indonesia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial percaya diri, memiliki rasa persatuan dan kesatuan, kesadaran berbangsa dan bernegara serta kerelaan berkorban untuk bangsa dan Negara itu sangat penting. Hal ini karena tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia makin berat dan kompleks. Juga karena kemajuan jaman, arus globalisasi dan kecanggihan teknologi informasi, pengaruh dari luar negeri makin kuat. Ada pengaruh positif dan negatif. Sisi negatifnya antara lain, berkembang individualisme, konsumerisme, melunturnya nilai-nilai agama dll,. harus segera diatasi (Zamroni, 2007: 6). Perubahan multi dimensional di satu pihak menggembirakan, di pihak lain memprihatinkan. Ada kecenderungan nilai-nilai barat mendesak nilai-nilai ketimuran. Makin meluasnya perkembangan individualisme, sedangkan gotong royong makin memudar (Soemitro, 2001: 72).

Modernisasi dan industrialisasi merupakan salah satu faktor penting surutnya nasionalisme di Indonesia. Kebutuhan dan pertimbangan-pertimbangan praktis untuk mencapai pertumbuhan ekonomi seakan-akan memaksa Indonesia dan banyak negara berkembang mengorbankan sentimen nasionalisme. Sudah saatnya Indonesia bangkit menghadapi tantangan globalisasi (Azra, 2009: 3). Di tengah arus globalisasi yang terus meningkat, justru nasionalisme perlu revitalisasi kembali digelorakan setiap anak bangsa, jika Indonesia ingin tetap bertahan, maka harus menggelorakan nasionalisme atau semangat ke-Indonesiaan (Azra, 2009: 7). Fakta menunjukkan dekade terakhir ini nasionalisme generasi muda pada khususnya dan masyarakat pada umumnya menurun, terbukti terjadinya konflik sosial terjadi diberbagai tempat dengan berbagai motif dan modus operandinya serta ditambah dengan pengaruh globalisasisai dengan segala implikasinya. Sebagai sebuah negara bangsa yang


(20)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terbingkai dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, kondisi seperti ini perlu segera diatasi melalui berbagai pendekatan atau pendekatan terpadu. Salah satu pendekatan dalam rangka penguatan kembali rasa kebangsaan adalah dengan mengoptimal fungsi pendidikan agama (Yusuf, 2007: 5). Posisi pendidikan agama sangat stategis karena keyakinan nilai -nilai agama menjadi landasan individu dalam bersikap dan berprilaku dengan penuh keikhlasan, hanya mengharap keridaan Allah, bahka nyawapun dipertaruhkan demi keyakinannya tersebut.

Kondisi di atas sudah selayaknya menjadi bahan pemikiran, agar tidak menjadi kehilangan arah, dan pegangan dalam hidup masyarakat berbangsa dan bernegara. Pemantapan ideologi Pancasila sangat diperlukan sebab ideologi memberikan pedoman perilaku, pandangan hidup, arah dan tujuan hidup ini. Ideologi akan mantap jika dibarengi dengan mantapnya pemahaman dan penghayatan nilai-nilai ideologi tersebut. Di SMA upaya kearah pemantapan ideologi Pancasila telah dilakukan, melalui kegiatan intrakurikuler yaitu melalui mata pelajaran PKn, sejarah nasional dan mata pelajaran lain. Banyak yang menilai hasilnya kurang memuaskan. Menurut Riberu (2004: 5), banyak kalangan atau khalayak yang belum puas dengan pelaksanaan PKn yang cenderung kurang menarik minat siswa. Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan pembelajaran PKn secara nasional tahun 2007 yang dilakukan oleh Balitbang Puskur Kemendiknas, hasilnya belum menggembirakan dan masih belum optimal. Setelah dilakukan uji kompetensi masih banyak sekolah yang pencapaian ketuntasannya di bawah 85%. Sikap dan perilaku siswa belum seperti yang diharapkan, belum mencerminkan nilai-nilai yang yang terkandung dalam Pancasila (Depdiknas, 2007: 23). Menunjukan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

Menurut Abuhamid (2010: 12), dalam pidato peringatan hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 2010 di UNHAS Makassar, untuk merekatkan persatuan bangsa harus melalui pembumian nilai-nilai luhur Pancasila, melalui sosialisasi, di


(21)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bangku sekolah dan di masyarakat. Menurut Guru Besar UNHAS ini, pada era reformasi ini, pengenalan dan pengajaran nilai-nilai luhur Pancasila melalui sektor pendidikan tidak sekental pada periode sebelumnya. Padahal, penting untuk merekatkan persatuan bangsa. Terjadinya konflik horizontal, merupakan cerminan dari lunturnya "roh" Pancasila di masyarakat. Sudah saatnya pemerintah selaku pengambil kebijakan memikirkan kembali untuk membumikan nilai-nilai luhur Pancasila (Kompas,1-10-2010). Menurut Djaharuddin (2010: 5), Pancasila sekarang cenderung dipinggirkan, membuat perilaku masyarakat akhir-akhir ini semakin jauh dari nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila harus dilestarikan. Menurut Anggraini (2010: 98) lunturnya nilai-nilai Pancasila berarti memudarnya karakter bangsa dan cenderung menunjukkan hilangnya jati diri bangsa. Kondisi bangsa dan negara ini seakan berjalan menuju lubang kubur yang telah digali sendiri di tengah arus globalisasi. Jika tidak segera diatasi maka NKRI akan runtuh. Tantangan yang kompleks ini mendesak untuk diatasi atau dicarikan solusi.

3. Perlunya Mensinergikan Pendidikan Sejarah, Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama dalam Membangun Sikap Nasionalisme

Mata pelajaran sejarah memiliki arti strategis untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa cinta tanah air, bangsa dan negara. Materi sejarah yang diajarkan, antara lain mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, nasionalisme, patriotisme dan semangat berjuang pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik (Depdiknas, 2006a: 523). Pengetahuan sejarah memiliki peranan dalam upaya untuk membangkitkan rasa cinta tanah air, semangat kebangsaan dan rasa percaya diri suatu bangsa. Menurut Soekarno seperti dikutip Frederik dan Suroto (1984: 34) bahwa siapapun orangnya akan timbul semangat nasionalisme jika telah mendengar riwayat kebesaran nenek


(22)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

moyangnya. Kebesaran yang dicapai Melayu, Sriwijaya, Mataram, kebesaran jaman Sendok, Erlangga serta kebesaran Mojopahit. Selaras dengan pandangan Kahin (1995: 50), bahwa kejayaan masa lalu akan mendasari kebanggan komunitas dan lebih lanjut akan mendasari perkembangan nasionalismenya. Nasionalisme adalah produk dari pemahaman dan pengahayatan sejarah bangsanya, maka sudah seharusnya, generasi penerus yang melestarikannya, sebagai modal dasar untuk membangun bangsa sesuai dengan tuntutan zaman (Tosh, 2002; Grosby, 2005).

Pendidikan tentang ideologi Pancasila yang terdapat dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang bercirikan cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: 1) berpikir secara kritis analitis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; 2) berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi; 3) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk jati diri berdasarkan karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lain; 4) berinteraksi secara baik dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia (Depdiknas, 2006a: 231). Bertujuan juga, agar siswa memahami, menghayati dan mengamalkan sila-sila dalam Pancasila dalam perilaku sehari-hari (Depdiknas, 2004: 8).

Pendidikan agama visinya adalah untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif baik personal maupun sosial. Di samping itu diharapkan menghasilkan generasi yang aktif membangun peradaban bangsa yang bermartabat (Depdiknas, 2006a: 1). Pendidikan agama mampu memelihara dan memperkuat nasionalisme peserta didik, sebab dalam pembelajaran pendidikan agama (religious education), dibekali pemahaman nilai-nilai agama yang dapat


(23)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

membangun dan memperkuat: 1) Nasionalisme, universalisme, respek terhadap hak azazi manusia. 2) Pluralisme dan multikulturalisme (Yusuf, 2007: 11). Nilai-nilai agama merupakan acuan utama yang membawa setiap individu ke kehidupan yang bermoral (Lickona, 2012: 64). Nilai-nilai yang bersumber dari keagamaan selama ini terbukti menjadi sumber nilai yang memperkokoh pertimbangan dasar bagi pembentukan sikap dan pola perilaku dalam masyarakat (Al-Muchtar, 2001: 3).

Pendidikan agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Agama merupakan tata nilai, pedoman, pembimbing dan pendorong manusia untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik dan sempurna. Bagi bangsa Indonesia agama merupakan tenaga penggerak yang sangat tinggi nilainya diperlukan untuk menciptakan persatuan dan budaya bangsa. Pendidikan Agama adalah pembinaan rasa dan tindak kemanusiaan yang adil dan beradab, maka pemahaman yang tepat dan benar tentang nilai-nilai agama diperlukan untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa (Feisal, 2005: 27). Sebaliknya jika pemahaman dan penghayatan nilai-nilai agama yang salah akan menjadi generasi yang merusak, menjadi kelompok yang radikal bahkan lebih jauh dapat menjadi seorang teroris.

Dari berbagai penjelasan di atas, dapat digaris bawahi bahwa mata pelajaran sejarah, PKn dan pendidikan agama berpeluang dan dapat dioptimalkan proses dan perannya dalam membangun sikap nasionalisme peserta didik secara sinergi.

4. Kesenjangan antara Harapan dan Kenyataan

Pengajaran sejarah memiliki tugas untuk menanamkan semangat berbangsa dan bertanah air, membangkitkan kesadaran empati (emphatic awareness) di kalangan peserta didik, sikap simpati dan toleransi terhadap orang lain, berjiwa demokratik serta memperkenalkan pengalaman kolektif dan masa lampau bangsanya. Dengan demikian pengajaran sejarah akan membangkitkan kesadaran hidup bersama dan keterikatan (sense of solidarity), rasa bangga pada tanah air dan bangsanya


(24)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sendiri, apabila pendidikan dilakukan berulang kali secara baik dan benar (Wiriaatmadja, 1993: 102). Jelaslah bahwa pengajaran sejarah memiliki posisi yang cukup strategis asal dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Akhir-akhir ini ada beberapa permasalahan berkaitan dengan pembelajaran sejarah, yakni ada kecenderungan kelompok siswa tertentu kurang begitu tertarik dan berminat terhadap pengajaran sejarah bahkan cenderung meremehkan. Hal ini tidak terlepas dari adanya persepsi bahwa pelajaran sejarah tidak sepenting pelajaran matematika atau fisika yang berkaitan langsung dengan tuntutan kebutuhan teknologi di era global (Zamroni, 2007: 6). Sering terdengan isu-isu adanya kemerosotan minat terhadap pembelajaran sejarah, adanya keluhan bahwa pembelajaran sejarah tidak menarik dan membosankan karena merupakan mata pelajaran hafalan. Ada juga isu adanya semangat kebangsaan dan patriotisme generasi muda makin mengendor yang sebenarnya berbahaya bagi integrasi dan ketahanan nasional (Suryo, 1999; Lu’aili, 2008).

Kurangnya penghargaan terhadap pembelajaran sejarah banyak dirasakan para guru mata pelajaran sejarah. Pada umumnya suasana kelas pada saat pembelajaran sejarah berlangsung, siswa banyak yang berwajah muram, lesu dan murung. Sikap dan perilaku yang kurang terpuji sering dilakukan pada saat pembelajaran (Umamah, 2007: 89). Partisipasi siswa rendah, banyak siswa menganggap bahwa mengikuti pelajaran hanya sekedar rutinitas belum diiringi kesadaran akan arti penting mempelajari sejarah. Akibatnya, siswa kurang berpartisipasi, kurang terlibat dan tidak memiliki inisiatif serta kontribusi baik secara intelektual maupun emosional dalam pembelajaran (Sumiyanto, 2008: 9). Masih ada yang memandang mata pelajaran sejarah bukanlah mata pelajaran yang penting, tidak menyenangkan, sebagai mata pelajaran yang dianggap antik dan dibuang sayang (Hasan, 2012: 60). Berarti ada indikasi apresiasi siswa terhadap pembelajaran sejarah rendah. Masih ada kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan menghayati


(25)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

nilai-nilai Pancasila sehingga mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter sebagai mana yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan pembelajaran PKn tahun 2007 oleh Balitbang Puskur masih banyak yang ketuntasannya di bawah 85%, berarti masih ada kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

Sementara itu, Pendidikan Agama diharapkan memiliki peran yang amat penting dalam mewujudkan suatu kehidupan yang damai dan bermartabat. Bagi bangsa Indonesia agama merupakan tenaga penggerak yang sangat tinggi nilainya diperlukan untuk menciptakan persatuan dan budaya bangsa. Pemahaman yang tepat dan benar tentang nilai-nilai agama diperlukan untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa (Faisal, 2005: Taher, 2003), tetapi dalam praktiknya, ada indikasi belum berperan optimal, sehingga masih ada kesenjangan antara harapan dengan kenyataan.

Gambaran kondisi pembelajaran sejarah, PKn dan Pendidikan Agama, di atas, menimbulkan banyak pertanyaan. Sejauh mana siswa menerima, merespons, memberi penghargaan serta penghayatannya terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran sejarah atau apresiasinya terhadap pembelajaran sejarah? Apakah telah tercapai mata pelajaran PKn, Sejarah dalam membangun sikap nasionalisme? Apakah pendidikan agama berperan dalam membangun kesadaran dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara? Untuk membuktikan dan mengetahui lebih jauh tentang hal ini perlu diadakan penelitian.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

1. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada kontribusi yang signifikan apresiasi pembelajaran sejarah, penghayatan ideologi Pancasila dan penghayatan nilai-nilai agama terhadap sikap nasionalisme ?


(26)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka dapat dirinci pertanyaan penelitiannya sebagai berikut:

1. Apakah ada kontribusi signifikan apresiasi pembelajaran sejarah terhadap sikap nasionalisme ?

2. Apakah ada kontribusi signifikan penghayatan ideologi Pancasila terhadap sikap nasionalisme ?

3. Apakah ada kontribusi signifikan penghayatan nilai-nilai agama terhadap sikap nasionalisme ?

4. Apakah ada kontribusi signifikan apresiasi pembelajaran sejarah, penghayatan ideologi Pancasila dan penghayatan nilai-nilai agama secara bersama-sama terhadap sikap nasionalisme ?

2. Identitifikasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian dalam penelitian ini meliputi: Variabel X1 adalah

apresiasi pembelajaran sejarah. Variabel X2 adalah penghayatan ideologi Pancasila.

Variabel X3 adalah penghayatan nilai-nilai agama tentang kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Variabel Y adalah sikap nasionalisme.

Apresiasi pembelajaran sejarah berkedudukan sebagai variabel bebas atau

independent variable yang pertama (X1). Dalam penelitian ini yang dimaksud apresiasi pembelajaran sejarah adalah kesediaan, kegairahan untuk menerima, merespons terhadap kegiatan pembelajaran sejarah serta penghayatan dan kesadaran terhadap nilai–nilai yang terkandung dalam pembelajaran sejarah, yang didasari pengalaman, pemahaman dan keyakinan bahwa hal-hal tersebut adalah baik, bernilai dan menarik untuk dipilih sebagai pedoman perilaku maka diidam-idamkan, yang pada akhirnya memberikan kegembiraan dan kepuasan. Sedangkan lingkup pembelajaran sejarah yang di maksud adalah: keseluruhan kegiatan belajar mengajar dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Data variabel apresiasi pembelajaran sejarah diperoleh menggunakan angket apresiasi pembelajaran sejarah, yang


(27)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dikonstruksi oleh peneliti dan diuji validitas dan reliabilitasnya, serta dilengkapi dengan observasi dan wawancara.

Penghayatan ideologi Pancasila berkedudukan sebagai variabel bebas kedua atau independent variable yang kedua (X2), yang dimaksud penghayatan ideologi

Pancasila adalah penghayatan terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila. Meliputi Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Data variabel penghayatan ideologi Pancasila dikumpulkan dengan menggunakan angket penghayatan ideologi Pancasila yang dikonstruksi oleh peneliti dan diuji validitas dan reliabilitasnya, serta dilengkapi dengan observasi dan wawancara.

Penghayatan nilai-nilai agama berkedudukan sebagai variabel bebas ketiga atau independent variable yang ketiga (X3), yang dimaksud penghayatan nilai-nilai

agama meliputi nilai-nilai ajaran agama Islam tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Meliputi: nilai toleransi, kerukunan, kelembutan dan kebaikan, kerjasama dan kekompakan, ketaatan, keadilan, kejujuran, permusyawaratan, kesetaraan/ persamaan hak dan kewajiban, perjuangan dan kecintaan pada tanah air. Data variabel ini dikumpulkan dengan angket nilai-nilai ajaran agama Islam tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dikonstruksi oleh peneliti dan diuji validitas dan reliabilitasnya, serta dilengkapi dengan observasi dan wawancara.

Sikap nasionalisme berkedudukan sebagai variabel terikat atau dependent

variable (Y). Dalam penelitian ini yang dimaksud sikap nasionalisme adalah

kecenderungan seseorang untuk bertindak dengan lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dari pada kepentingan pribadi dan golongan yang dilandasi oleh: (1) kecintaan pada tanah air, bangsa dan negara; (2) kesadaran berbangsa satu bangsa Indonesia; (3) Sadar bernegara Indonesia; (4) Rela berkorban untuk bangsa dan negara. Data variabel sikap nasionalisme dikumpulkan dengan menggunakan angket sikap nasionalisme, yang dikonstruksi oleh peneliti dan diuji validitas dan reliabilitasnya, serta dilengkapi dengan observasi dan wawancara.


(28)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah:

1. Untuk mengkaji tingkat apresiasi pembelajaran sejarah, penghayatan ideologi Pancasila, penghayatan nilai-nilai agama dan sikap nasionalisme siswa Madrasah Aliyah se-Kabupaten Jember.

2. Untuk mengkaji kontribusi dan signifikansi apresiasi pembelajaran sejarah terhadap sikap nasionalisme .

3. Untuk mengkaji kontribusi dan signifikansi penghayatan Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terhadap sikap nasionalisme.

4. Untuk mengetahui kontribusi dan signifikansi penghayatan nilai-nilai agama tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terhadap sikap nasionalisme.

5. Untuk mengetahui kontribusi dan signifikansi apresiasi pembelajaran sejarah, penghayatan ideologi Pancasila dan penghayatan nilai-nilai agama secara bersama-sama terhadap sikap nasionalisme.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif untuk mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengembangan teori Pendidikan IPS yang berkaitan dengan variabel yang diteliti, khususnya teori tentang apresiasi pembelajaran sejarah, penghayatan ideologi Pancasila, penghayatan nilai-nilai agama dan sikap nasionalisme. Diharapkan hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar pengembangan untuk penelitian lebih lanjut. Diharapkan dengan apresiasi pembelajaran sejarah yang tinggi siswa akan memiliki penghayatan yang lebih mendalam terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan lebih bermakna bagi kehidupannya (Witherington, 2005: 127). Penghayatan ideologi


(29)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam konteks ini adalah ideologi Pancasila maka secara teoritik akan terbentuklah sikap dan perilaku yang sesuai dan selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi tersebut (Thomson, 1994: 133). Diharapkan pada akhirnya tercapailah tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Larrain, 1996: 2). Nilai-nilai agama tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan landasan yang sangat kuat dalam bersikap dan berperilaku karena diyakini ajaran agama tersebut sebagai kewajiban yang harus dilakukan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari (Darajat, 1984: 49).

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pihak-pihak yang terkait dalam mengambil kebijakan pendidikan pada umumnya dan khususnya guru sejarah. Setelah mengetahui tingkat apresiasi pembelajaran sejarah siswa maka diambil langkah-langkah berdasarkan kondisi riil yang ada pada diri siswa. Jika apresiasi siswa sangat rendah, maka perlu diambil langkah, memberikan pemahaman dan menekankan arti penting, fungsi dan manfaat pembelajaran sejarah bagi diri siswa dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Akan lebih bagus lagi, jika, arti penting, fungsi dan manfaat pembelajaran sejarah, dimasukkan menjadi salah satu kompetensi dasar dalam kurikulum mata pelajaran sejarah. Jika masih rendah pada kawasan penghayatan nilai nilai yang terkandung dalam pembelajaran sejarah maka perlu diambil langkah memberikan pemahaman dan pengayaan cara menelaah/mengkaji nilai-nilai yang terkandung pada setiap materi pembelajaran sejarah yang dipelajarinya.

Setelah diketahui kontribusi dan signifikansi apresiasi pembelajaran sejarah terhadap sikap nasionalisme maka perlu diupayakan langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan apresiasi pembelajaran sejarah, mengingat pembelajaran sejarah memiliki peranan penting dan posisi yang strategis untuk menanamkan nilai-nilai sejarah dan mengembangkan sikap nasionalisme. Dapat diperoleh


(30)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

masukan bahwa upaya menumbuh kembangkan sikap nasionalisme dapat dilakukan juga melalui peningkatan apresiasi pembelajaran sejarah.

b. Setelah diketahui tingkat penghayatan siswa terhadap ideologi Pancasila, yakni Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dapat memberi kontribusi kepada pihak yang terkait khususnya guru PKn, Jika sudah baik maka perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan lagi tingkat penghayatan nilai-nilai ideologi Pancasila tersebut. Jika tingkat penghayatannya masih rendah maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut, faktor-faktor yang menyebabakan rendahnya penghayatan nilai-nilai ideologi Pancasila tersebut dan dicarikan solusinya. Dapat juga sebagai bahan masukan bagi Pemerintah dan lembaga pendidikan, sehingga dapat diambil langkah yang tepat dan sinergi antara pengambil kebijakan dan pelaksananya yakni antara pemerintah, lembaga pendidikan/sekolah dan guru pengajarnya. Diharapkan setelah diketahui kontribusi dan signifikansi penghayatan ideologi Pancasila terhadap sikap nasionalisme, maka dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pemerintah, dunia pendidikan khususnya untuk pengajar tentang perlunya peningkatan penghayatan ideologi Pancasila. Perlu memberikan persentase yang lebih besar lagi materi ideologi Pancasila dalam kurikulum mata pelajaran PKn, agar dapat berperan maksimal untuk meningkatkan sikap nasionalisme siswa.

c. Diharapkan setelah diketahui tingkat penghayatan siswa terhadap nilai-nilai ajaran agama Islam tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat memberi masukan kepada pihak yang terkait yaitu guru Pendidikan Agama Islam (PAI), Sekolah dan Pemerintah. Jika penghayatan nilai-nilai agama sudah baik, maka perlu dipertahankan bahkan sedapat mungkin ditingkatkan. Jika penghayatan nilai-nilai agama tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara masih rendah maka perlu dievaluasi lebih lanjut, dianalisis faktor-faktor penyebab rendahnya penghayatan nilai-nilai agama tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tersebut, selanjutnya dicarikan solusinya, diambil


(31)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

langkah-langkah yang tepat untuk meningkatakan penghayatan tersebut. Setelah nanti diketahui kontribusi dan signifikansi penghayatan nilai-nilai agama terhadap sikap nasionalisme maka dapat digunakan sebagai bahan masukan, bahwa meningkatkan sikap nasionalisme siswa dapat melalui peningkatan penghayatan nilai-nilai agama tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perlu menambahkan materi-materi agama yang dapat menumbuhkembangkan sikap nasionalisme. Upaya meningkatkan sikap nasionalisme dapat diperkokoh melalui pendidikan agama.

d. Diharapkan setelah diketahui kontribusi dan signifikansi apresiasi siswa terhadap pembelajaran sejarah secara bersama-sama dengan penghayatan ideologi Pancasila dan penghayatan nilai-nilai agama terhadap sikap nasionalisme, maka dapat di gunakan sebagai bahan masukan dalam upaya penanaman dan menumbuh-kembangkan sikap nasionalisme. Agar siswa memiliki sikap nasionalisme yang tinggi maka dapat dilakukan melalui pembelajaran sejarah dan pembelajaran PKn dan Pendidikan Agama Islam (PAI). Sehingga perlu mengoptimalkan perannya dengan meningkatkan kualitas pembelajaran, ketiga mata pelajaran tersebut dan meningkatkan persentase atau memperbanyak kompetensi dasar dan materi-materi yang mampu meningkatkan sikap nasionalisme.


(32)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan metode penelitian yang meliputi: 1) penentuan lokasi, populasi dan teknik menentukan sampel penelitian; 2) desain dan langkah-langkah penelitian, metode pengumpulan data dan penyusunan instrumen penelitian; 3) metode analisis data.

A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi dan Populasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Madrasah Aliyah se-Kabupaten Jember. Populasinya adalah seluruh siswa kelas XII IPS Madrasah Aliyah se-Kabupaten. Jumlah Madrasah Aliyah Swasta yang terakreditasi se-Kabupaten Jember sebanyak 13 sekolah yaitu: 1) MA Miftakhul Ulum; 2) MA Miftakhul Ulum Suren; 3) MA Ma’arif Ambulu; 4) MA Ma’arif Jenggawah; 5) MA Ma’arif Kencong; 6) MA Muhammadiyah; 7) MA Riyadlus Solikhin; 8) MA Ashri; 9) MADarussolah; 10) MA Al-Hidayah; 11) MA Al-Amin; 12) MA Alqodiri; 13) MA Wahid Hasyim dengan jumlah total siswa Kelas XII IPS sebanyak 699 siswa. Madrasah Aliyah Negeri di Jember sebanyak 3 Sekolah yaitu: MAN 1 Jember; 2) MAN 2 Jember; MAN 3 Jember, dengan jumlah total siswa kelas XII IPS sebanyak 322. Jumlah total siswa kelas XII IPS dari MA negeri dan swasta sebanyak 1021 siswa (Kemenag. Kab. Jember, 2013).

2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah

Proporsional random sampling yakni pengambilan sample secara acak dengan

teknik undian dengan mempertimbangkan proporsinya antara siswa kelas XII IPS dari MAN dan MA Swasta se-Jember. Sampel yang dimaksud adalah siswa kelas XII


(33)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

IPS MA Negeri dan Swasta se-Kabupaten Jember yang dipilih secara acak dengan teknik undian.

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian antar para ahli berbeda. Menurut Ary, Jacobs&Rezavieh (1979:198), tidak ada ketentuan yang mengharuskan, berapa jumlah sampel yang dipakai, prinsipnya adalah yang penting representatif, mencerminkan karakteristik populasi. Makin besar suatu sampel makin besar kemungkinan mendekati karakteristik populasi. Dianjurkan 10-20 % dari populasi yang terjangkau. Sementara Issac dan Michael (2007) dalam tabelnya menetapkan responden jika sebanyak 1100 jumlah sampelnya pada taraf signifikansi 0,01 sebanyak 414 dan pada taraf signifikansi 0,05 sebanyak 265.

Dalam penelitian ini Jumlah sampelnya peneliti tetapkan 40 % dari total populasi (Jumlah siswa kelas XII) IPS MA se-Kabupaten Jember yaitu sebanyak 1021 x40 %= 408 siswa. Dipilih secara random dengan teknik undian. Untuk sumber data kualitatif dilakukan dengan teknik purposive dan snawball.

Secara rinci Responden Penelitian dijelaskan sebagai berikut: Tabel 3.1. Data Populasi dan Sampel

No. Nama Sekolah Populasi Sampel

1. Madrasah Aliyah Negeri I 121 48

2. Madrasah Aliyah Negeri 2 139 56

3. Madrasah Aliyah Negeri 3 125 50

4. Madrasah Aliyah Miftakhul Ulum Kalisat 62 25 5. Madrasah Aliyah Miftakhul Ulum Suren 35 14 6. Madrasah Aliyah Ma’arif Ambulu 71 28 7. Madrasah Aliyah Ma’arif Jenggawah 54 22 8. Madrasah Aliyah Ma’arif Kencong 72 29 9. Madrasah Aliyah Muhammadiyah Jbr 59 24 10. Madrasah Aliyah Riyadlus Solikhin Jbr 41 16 11. Madrasah Aliyah Ashri Kaliwates 30 12 12. Madrasah Aliyah Darussolah Jember 72 29 13. Madrasah Aliyah Al-Hidayah Silo 79 31 14. Madrasah Aliyah Al-Amin Sabrang 25 10


(34)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 15. Madrasah Aliyah Alqodiri Jember 36 14

Jumlah 1021 408

Sumber: Kemenag. Kab. Jember, 2013.

Responden dipilih kelas XII, baik siswa putra maupun putri, karena pertimbangan psikis. Secara psikis, siswa kelas XII telah cukup menyerap materi pelajaran sejarah, materi pembelajaran agama maupun PKn. Memilih MA se-Kabupaten Jember dengan pertimbangan sifat-sifat yang relatif sama. Beberapa kesamaan yang di maksud, antara lain adalah: (1) seluruh populasi adalah siswa dari Madrasah Aliyah, hal ini berarti dalam kegiatan belajar mengajar dan bentuk layanan sekolah kepada seluruh siswa antara sesama sekolah relatif tidak berbeda; (2) dari segi sarana, preasarana relatif sama; (3) dari segi pembinaan, seluruhnya dibina secara langsung oleh Kementrian Agama Kabupaten Jember. Berarti ada kesamaan dan kesatuan langkah dan gerak dalam pembinaan, baik kurikulum yang berlaku maupun kebijaksanaan yang diterapkan; (4) segi latar belakang sosial ekonomi siswa-siswi antar MA relatif sama, kesamaan latar belakang sosial ekonomi ini berkaitan dengan pola kehidupan dan nilai-nilai yang dianutnya; (5) segi geografis, dalam satu ruang lingkup kabupaten yang sama, berarti ada persamaan perolehan informasi jika ada perubahan ketentuan atau pembaharuan pendidikan; (6) segi umur siswa rata-rata 17-18 tahun, berarti tingkat kematangan jiwanya relatif sama.

B. Paradigma, Desain, Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 1. Paradigma dan Desain Penelitian

Menurut Creswell (2009: 7) dan Sugiyono (20011: 398) setiap penelitian memiliki paradigma filosofis yang berfungsi sebagai landasan dalam melaksanakan penelitian, apakah itu penelitian: 1) kuantitatif; 2) kualitatif; 3)campuran keduanya

(mixed). Penelitian kuantitatif mendasarkan diri pada filsafat positivisme yang

berpandangan bahwa suatu gejala dapat dikelompokkan, diamati, dapat diukur, bersifat sebab akibat, relatif tetap dan bebas nilai. Peneliti dapat memilih beberapa


(35)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

variabel dalam penelitiannya. Penelitian kualitatif mendasarkan diri pada konstruktivisme, berpandangan tidak semua gejala dapat diamati dan diukur, gejala mengandung makna harus diamati dan dirasakan. Makna adalah data di balik data yang tampak. Penelitian kualitatif diarahkan pada upaya untuk mengkonstruksikan gejala. Penelitian campuran (mixed) atau penggabungan antara kuantitatif dan kualitatif, paradigma filosofisnya adalah pragmatisme. Menurut Tashakkori & Teddlie (2010: 16) pragmatisme sebagai landasan paradigma filosofis penelitian campuran berfokus pada masalah penelitian dan pemecahannya. Selanjutnya dipertegas oleh Creswell (2009: 16), Pragmatisme sebagai landasan filosofisnya, maka peneliti dapat dengan bebas melibatkan asumsi-asumsi kuantitatif dan kualitatif dalam penelitiannya. Setiap peneliti memiliki kebebasan memilih, metode, teknik, prosedur penelitian yang dianggap terbaik untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan penelitiannya. Kebenaran adalah apa yang terjadi pada saat itu. Kebenaran tidak didasarkan pada dualitas antara kenyataan yang ada diluar pikiran atau dalam pikiran. Dalam penelitian yang penting adalah memahami dan memecahkan masalah penelitian dengan baik.

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu Kuantitatif dan kualitatif dengan strategi Embeded konkurent (Concurrent embeded strategy)/ Campuran yang tidak seimbang (Creswell, 2010: 321) atau dikenal juga dengan “ the dominant-less dominant design” (Creswell, 1994: 177). Dalam desain penelitian ini yang primer (utama) adalah Kuantitatif yang sekunder (pelengkap) adalah kualitatif. Data base sekunder kualitatif berperan sebagai pendukung dalam penelitian ini (Cresswell, 2010: 312). Penggunaan kombinasi kuantitatif dan kualitatif akan dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik (Cresswell, 2009; Sugiyono, 2011).

Bagian pertama dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif. Rancangan penelitiannya adalah penelitian korelasional, yakni mencari hubungan antar variabel (McMillan & Schumacher, 2001: 53). Variabel yang diteliti


(1)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Poedjiadi, A. (2001). Pengantar Filsafat Ilmu Bagi Pendidik. Bandung: Yayasan Cendrawasih

PP Muhammadiyah. (2010). Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. Jakarta: Suara Muhammadiyah.

Puskur. (2010). Bahan Pelatihan: Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter

Bangsa. Jakarta: Balitbang Puskur Kemdiknas.

Quigley, C. N., Buchanan, Jr. J. H., Bahmueller, C. F. (1991) Civitas : A Framework for

Civic Education, Calabasas : Center for Civic Education

Rambe, S. (2008). Sarikat Islam: Bangkitnya Nasionalisme Indonesia 1905-1942. Jakarta: Yayasan Insan Cendikia.

Ramdhani, N .(2009) Sikap dan Perilaku: Dinamika Psikologi Mengenai Perubahan

Sikap dan Perilaku. Yogyakarta: PPS Psikologi UGM.

Rask, Y.R. (2010). SDI-SI Sang Pelopor Kebangkita Dalam A.Syafii Ma”aarif (ed.)

Sejarah Menggugat. Bandung: Sega Arsy.

Raths,L.E. HM & Simon, S.B. (1986). Values and Teaching: Working with values in

the classroom. Colombos: Charles .E.Merrill Publishing Company.

Renan, E.(2003).”What is Nation ?(1882)” dalam Nationalism in Eurepe 1815 to The Present. London and New York: Taylor& Francis e-Library.

Riff, A.M. (1995). Dictionary of Modern Political Ideologies. Manchester University Press

Ricklefs , M.C.(2008). Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Serambi Rokeach, M. (1973). The Nature of Human Values. New York: The Free Press.

Sapriya (2007). Perspektif Pemikiran Pakar Tentang PKn Dalam Pembangunan

Karakter Bangsa: .Disertasi Doktor Pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sargent, L.T (1998). Ideologi Politik Kontemporer. Jakarta: Erlangga

Santosa (1998). Kontribusi Pengajaran Sejarah Nasional dan PPKn Terhadap Sikap

Nasionalisme Siswa MAN Se-Kotamadia Yogyakarta. Laporan Penelitian: LPM

IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tidak diterbitkan.

Santoso, S.(2006). Menguasai Statistik SPSS 14 .Jakarta: Elex Media Komputido Santrock, J.W.(1998). Child Development. Boston, Masschuset: McGraw Hill

Companies, Inc.

Santrock, J.W.(200). Adolescence. Boston, Masschuset: McGraw Hill Companies,Inc. Sastraprateja, M. (1991). Pancasila Sebagai Ideologi dalam Kehidupan Budaya. Dalam


(2)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Saw, M.E and Wright J.M.(1977). Scales for The Measurement of Attitudes. New York: Mc Graw Hill Book Company.

Schubert, W.H. (1980). Curriculum Perspective, Paradigm and Possibility. New York: Macmillan Publishing Co.

Singarimbun, M. (1995).Metode dan Proses penelitian dalam Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Siregar, H dan Fitriani,Y. (2006). “Pancasila dan Problem Keadilan Ekonomi di

Indonesia”, dalam Restorasi Pancasila. Jakarta: Fisip UI&P2D.

Shihab, Q. (2004).Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i Atas Pelbagai Persoalan

Umat. Bandung:Mizan.

Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Sjamsuddin, H. (1999). Sejarah dan Pendidikan Sejarah, Mimbar Pendidikan,2/XVIII, 12-17.

Skinner, C. E. (1958). Essentials of Educational Psycology. Tokyo: Maruzen Company

Ltd.

Smith, A. D. (2001). Nationalism, Theory, Ideology, History, Cambridge: Polity Press Soemardjan, S.(1991). Pancasila sebagai Ideologi dalam Kehidupan Budaya Dalam

Pancasila Sebagai Ideologi. Jakarta : BP 7 Pusat.

Soemitro. (2001). Mengungkap Masalah Menatap Masa Depan, Sebuah Refleksi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Soesilowidradini. (2003). Psikologi Perkembangan, Masa Remaja. Surabaya: Usana. Soekamto, S. (1993). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.

Soemantri, N.(2001). Menggagas Pembaharuan IPS. Bandung: Remaja Rosda Karya Stoddard, L. (1966). ” The New World of Islam “Dunia Baru Islam. Jakarta:Panitia

Bk.Sukarno.

Subandi,A.(2008). Pancasila dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi. Jakarta: Rajagrafindo

Sudjana. (1992). Teknik Analisis Regresi dan Korelasi. Bandung: Tarsito.

Sudjana, N. (1990). Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosda Karya. Sudjianto, E.(2007). Aplikasi Statistik dengan SPSS.Jakarta: Prestasi Pustaka.

Sugiyono (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. Sugeng (2004). Hubungan Antara Prestasi Belajar Sejarah dan PPKn Dengan


(3)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Suharto. 2002. Pagoejoeban Pasoendan 1927-1942: Profil Pergerakan

Etno-Nasionalis. Bandung: Satya Historika.

Sujianto,A.E.(2007). Apikasi Statistik dengan SPSS. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Sukadi. (2011). Pendidikan Karakter Bangsa Berideologi Pancasila. Dalam Pendidikan

Karakter. Bandung: Widya Aksara Press bekerjasama Lab.PKn UPI.

Sunarti, L..(2008). Oto Iskandardinata:Tokoh Pergerakan Nasional dan Paguyuban

Pasundan. Jakarta: Dep.Sejarah FIB.UI

Sundari, (2009). Hubungan Antara Faktor Guru, Lingkungan, dan Siswa Dengan Sikap

Nasionalisme Di Kalangan Pelajar SMA. Disertasi Doktor Pada SPS UPI

Bandung: Tidak diterbitkan.

Sumarsono, S.et al . (2004). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia.

Sumaryati. (2010). “Pendidikan Pancasila Pada Era Globalisasi” , dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Membangun Karaketer Bangsa.

Bandung: Laboratorium PKn FPIPS UPI.

Sumiyanto, D. (2008). Studi Perbandingan Prestasi Belajar Dan Tingkat Keaktifan

Dengan Pembelajaran Kooperatif Model STAD dan Konvensional Pada Mata Pelajaran Sejarah Siswa MAN 2 Jember. Tesis Pada PPSPIPS

Kanjuruhan Malang: Tidak diterbitkan.

Sunarto dan Hartono, A. (1999). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Kerjasama Depdikbud dan Rineka Cipta.

Supardan, D. (2004). Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikultural dan

Perspektif Sejarah Lokal, Nasional, Global Untuk Integrasi Bangsa. Disertasi

Doktor Pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Superka, D.P et al. (1976). Values Education Sourcebook. Colorado: Sosial Science Education Consorcium,Inc.

Suprapto.(2010). Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: LPPKB. Suryo, Dj. (1999). “Pengajaraan sejarah dan globalisasi Kehidupan”. Makalah. Seminar

pengajaran sejarah dan perubahan sosial di IKIP Semarang.

Suryanegara, A. M. (1995). Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di

Indonesia. Bandung: Mizan.

Suwarno, P. J. (1993). Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta : Kanisius. Swasono, S. E. (1991). Demokrasi Ekonomi. Dalam Pancasila Sebagai Ideologi.


(4)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabroni. (2010). Rekontruksi Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika Sosial

Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Malang: UMM. (http://tabroni.staff.umm. ac.id/2012/ 11/24).

Taher, T(2003). Agama dalam Transformasi Bangsa. Bandung: Hikmah– Mizan. Taher, T. (1998). Menuju Umat Wasthan. Jakarta: PPIPM IAIN.

Tanner , D., Tanner, L.N. (1980) Curriculum Development: Theory into practice.New York: Macmillan

Tashakkori,A. & Teddlie.C (Eds).(2010) HandBook of Mixed Methods in Social&

Behavioral Research. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Thomson, J.B. (1984). Studies in the Theory of Ideology Polity. Exford: Exford University Press.

Tim Lab. Pancasila IKIP Malang. (1981). Glossarium Sekitar Pancasila. Malang: IKIP

Triandis, H.C.(1971). Attitude and Attitude Cange. New york: John Willy&Sons,Iinc. Tosh, J. (2002). The Pursuit of History. London: Longman.

Tuahunse, T.(2009). Hubungan Antara Pemahaman Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia Dengan Sikap Terhadap Bela Negara. Jurnal Kependidikan UNG, Tahun XXXIX, Nomor 2, Mei 2009. 21-34.

Umamah, N. (2007). Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw Dalam Mata Kuliah Sejarah Asia Barat Daya .Jurnal IPS FKIP UNEJ-HISPISI . VOLUME 7 NOMOR 1 2007.88-100.

Umar, N. (2008). Deradikalisasi Pemahaman Alquran dan Hadits: Jakarta Lembaga

Penelitian dan Pengembangan Keilmuan Sosial dan Da’wah UIN Jakarta.

Undang-Undang No. 20 . Th. 1982, Tentang Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan

Negara RI. Surabaya : Pustaka Tintamas.

Undang-Undang No. 20. Th. 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas.

Vago, S.(1989). Social Cange, New Jarsey: Prentice-Hall.

Wagiyah, E. (2007) Pelestarian Nilai-Nilai Sumpah Pemuda Melalui Pengajaran

Sejarah Sebagai Sarana Mewujudkan Sikap Nasionalisme. Thesis.PPS UNS

Surakarta: Tidak diterbitkan.

Wahyudin. (2008). Lima Filsafat Pendidikan. Bandung: SPS UPI

Wahyudin. (2013). Statistik Terapan. Bandung: SPS UPI & Mandiri Press. Waluyo. H.J. (2003). Apresiasi dan Pengajaran Sastra. Surakarta: UNS Press.


(5)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Waluyo. H.J.(1994). Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra .Surakarta: UNS Press.

Warsono. (2004). “Pendidikan Multikultur Sebuah Wacana Bagi Pembangunan

Kebangsaan”. Jurnal MDC, Penelitian, Pengkajian dan Analisis Kependidikan. Vol. 1, (3), 21-33.

Waterworth, P.G.(2000). Developing the Teaching of History:Menghidupkan Pelajaran Sejarah. Jurnal Historia: Edisi No.2 Vo.I (hal 17-31)

Wells, C.S &Wollack, J.A.(2003). An Instructor’s Guide to Understanding Test Reliability. Paper, Testing & Evaluation Services. University of Wisconsin. Widja, I. G. (2006). Serba Serbi Pengajaran Sejarah. Yogyakarta: Bentang

Winataputra, U.S. (2012). PKn dalam Perspektif Pendidikan Untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press.

Winkel, W. S. (2009). Psikologi Pengajaran. Jakarta : Gramedia.

Winecoff, H.L.(1988). Values and Education: Concepts and Models. Malang. PPS IKIP Malang.

Wiriaatmadja, R. (1992). Peranan Sejarah Nasional dalam Pembentukan Identitas

Bangsa. (Upaya peraihan nilai-nilai integralistik dalam proses sosialisasi dan enkulturasi berbangsa Siswa SMA BPK Penabur Bandung)Disertasi: FPS IKIP

Bandung.

Wiriaatmadja, R. (1993). Peranan Sejarah Nasional dalam Pembentukan Identitas Nasional. Dalam Sejarah, Pemikiran, Rekontruksi, dan Persepsi. Jakarta: Kerjasama MSI Pusat dengan Gramedia.

Wiriaatmadja, R., (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia, Bandung: Historia Utama Press.

Wiriaatmadja, R., (2008). “Paradigma Shift“ Dalam Kajian Teoritik Faham Nasionalisme dalam Sejarah Dalam Keberagaman, Bandung: Jurusan Pend. Sejarah FPIPS UPI.

Wirawan, S. (1982). Pengantar Psikologi. Jakarta : Bulan Bintang.

Wirojoedo, S. (1986). Peranan Pendidikan dalam Peningkatan Pertahanan Nasional. Yogyakarta : Liberty.

Witherington, C.H (2005). Educational Psychology. Boston : Ginn & Co

Yusuf, Ch. F.(2007) “Strengthening The Civic Nationalism Through Religius Education

in Indonesia” Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaam. Puslitbang Depag RI 5.(4)5-1.

Yulaelawati, E.(2004). Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi Teori dan Aplikasi. Jakarta: Puskur &Pakar Raya.


(6)

Mohamad Na’im, 2014

Kontribusi Apresiasi Pembelajaran Sejarah, Penghayatan Ideologi Pancasila dan Nilai-Nilai Agama Terhadap Sikap Nasionalisme

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Yuliandari, E. (2008). “PKn dalam Memperkokoh Nasionalisme di Era Globalisasi”. Jurnal PKn Progresif Pemikiran dan Penelitian Kewarganegaraan. Vol 3, (1),

58-71.

Zais , R. S. (1976). Curriculum: Principles and Foundations. New York: Harper and Row.

Zalkabir, et .al. (1993) Islam Konseptual dan Kontekstual. Bandung: ITQAN

Zamroni. (2007). Pendidikan dan Demokrasi dalam Transisi: Prakondisi Menuju Era