PROGRAM BIMBINGAN TEMAN SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA : Penelitian Deskriptif terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.
PROGRAM BIMBINGAN TEMAN SEBAYA UNTUK
MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA
(PenelitianDeskriptif terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Oleh
Wangi Citrawargi 0901253
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
(2)
PROGRAM BIMBINGAN TEMAN SEBAYA UNTUK
MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA
(Penelitian Deskriptif terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
Oleh
Wangi Citrawargi
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Wangi Citrawargi 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
WANGI CITRAWARGI 0901253
PROGRAM BIMBINGAN TEMAN SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA
(Penelitian Deskriptif terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I
Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M. Pd NIP. 195206201980021001
Pembimbing II
Dr. Ipah Saripah, M. Pd NIP. 197710142001122001
Mengetahui:
Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
Dr. Nandang Rusmana, M. Pd NIP. 196005011986031004
(4)
ABSTRAK
Wangi Citrawargi. (2013). Program Bimbingan Teman Sebaya untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa (Penelitian Deskriptif terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013).
Penelitian dilatarbelakangi fenomena penyesuaian diri siswa SMA yang cenderung mengarah pada maladjustment. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri 11 Bandung, terdapat indikasi siswa Kelas X belum mampu menyesuaikan diri secara optimal, sehingga memerlukan program bimbingan teman sebaya untuk meningkatkannya. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif. Data yang diperoleh dalam penelitian dijadikan rumusan program bimbingan teman sebaya untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa. Hasil penelitian menunjukkan hampir sebagian siswa Kelas X SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 memiliki penyesuaian diri pada kategori rendah. Program bimbingan teman sebaya dibuat berdasarkan indikator terendah dalam setiap aspeknya. Program yang dibuat masih bersifat hipotetik, oleh sebab itu peneliti selanjutnya direkomendasikan untuk mengujicobakan sehingga diketahui tingkat efektivitas program tersebut.
(5)
ABSTRACT
Wangi Citrawargi. (2013). Peer Guidance Program to Improve Student Self Adjustment (Descriptive Research on Class X students of SMA Negeri 11 Bandung Academic Year 2012/2013).
Abstract: Research background based on self-adjustment phenomenon of high school students are likely to lead to maladjustment. Based on the results of a preliminary research conducted at SMAN 11 Bandung, there are indications of Class X students have not been able to adapt optimally, thus requiring peer guidance program to improve it. The research approach used a quantitative approach with descriptive methods. The data obtained in the research is used as formulation of peer guidance programs to improve student self-adjustment. The results showed almost Class X students of SMA Negeri 11 Bandung Academic Year 2012/2013 have low category of self-adjustment. Peer guidance programs are based on the lowest indicators in every aspect. The created program is still hypothetical, and therefore next researcher is recommended to try this out to known the level of effectiveness of the program.
(6)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GRAFIK ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat/Signifikansi Penelitian ... 7
E. Struktur Organisasi Skripsi ... 8
BAB II KONSEP PROGRAM BIMBINGAN TEMAN SEBAYA DAN PENYESUAIAN DIRI SISWA A. Program Bimbingan Teman Sebaya ... 9
B. Penyesuaian Diri ... 28
C. Penelitian Terdahulu ... 37
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian... 40
B. Desain dan Metode Penelitian ... 41
C. Definisi Operasional Variabel ... 41
D. Instrumen Penelitian ... 44
E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 47
F. Teknik Pengumpulan Data ... 50
G. Teknik Analisis Data ... 51
H. Penyusunan Program Bimbingan Teman Sebaya untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa ... 53
I. Prosedur Penelitian ... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 55
B. Pembahasan Penelitian ... 58
C. Rancangan Program Hipotetik Bimbingan Teman Sebaya untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa ... 63
D. Keterbatasan Penelitian ... 84
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 85
(7)
B. Rekomendasi ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 87
(8)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan berlanjut menjadi orang tua merupakan proses yang dilalui oleh setiap manusia secara berkesinambungan dalam hidupnya. Setiap masa perkembangan memiliki ciri atau karakteristik masing-masing, juga memiliki permasalahan yang berbeda-beda. Masa remaja sering diidentifikasikan dengan masa yang rawan, menimbulkan kekhawatiran bagi para orang tua, dan sering menjadi bahan pembahasan dalam masalah-masalah yang muncul pasa saat ini. Bagi remaja sendiri, masa ini merupakan masa yang sangat menyenangkan, walaupun di sisi lain terdapat remaja yang merasa tidak bahagia dalam menjalani masa remajanya.
Masa remaja adalah masa peralihan yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Menurut Yusuf (2004), pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai maupun perasaanya. Dalam pencapaian tugas perkembangan remaja yaitu mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya baik dengan pria maupun wanita mendorong remaja untuk berperan dan berhubungan dengan lebih akrab terhadap lingkungannya, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat. Kondisi demikian menuntut remaja memiliki kemampuan penyesuaian diri.
Perkembangan remaja terjadi dalam konteks sosial yang meliputi keluarga, kelompok teman sebaya dan masyarakat tempat remaja itu hidup. Dalam proses perkembangannya, remaja akan selalu berinteraksi dengan situasi-situasi sosial yang mengharuskan remaja untuk melakukan penyesuaian sosial. Selain itu, remaja pun dituntut untuk dapat melakukan penyesuaian pribadi sehingga segala potensi yang dimiliki dapat berkembang optimal. Remaja dapat mengenal, memahami dan menerima dirinya sendiri, kemudian mengarahkan dirinya dan
(9)
2
pada akhirnya dapat mengaktualisasikan dirinya. Kedua aspek inilah yang tercakup dalam proses penyesuaian diri.
Masa remaja ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat baik dari segi fisik, psikis dan sosialnya. Secara sosial, keterikatan/pengaruh terhadap teman sebaya sangat kuat. Keadaan seperti ini menjadikan remaja memiliki kelompok tersendiri, seolah-olah mereka dengan sesamanya saling memahami, mereka mulai menjauh dari orang tua, karena merasa orang tua kurang memahami dirinya. Remaja lebih memilih memecahkan masalahnya dengan teman sebayanya dari pada dengan orang tua atau gurunya. Masalah yang sangat seriuspun biasanya akan dibahas dengan teman sebayanya. Kedekatan antara teman sebaya dapat mejadi alternatif untuk menfasilitasi layanan bimbingan dan konseling dalam meningkatkan penyesuaian diri siswa.
Penyesuaian diri yang baik akan menjadi salah satu bekal penting karena akan membantu remaja pada saat masuk dalam masyarakat luas. Sebaliknya, remaja yang kurang dapat menyesuaikan diri akan menghambat perkembangan remaja tersebut, menghambat kreativitasnya dalam menjalani masa remajanya dan kurang maksimal dalam berprestasi di sekolah.
Penyesuaian diri merupakan prasyarat penting bagi terciptanya kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya karena tidak mampu menyesuaikan diri (Mu’tadin: 2002). Menurut Kartono (1980), semua tingkah laku manusia pada hakikatnya merupakan respon penyesuaian diri. Dengan demikian penyesuaian diri memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia, khususnya pada fase remaja.
Remaja yang mampu menyesuaikan diri dengan baik, dapat hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, maka remaja tersebut akan merasa puas terhadap diri sendiri dan lingkungan. Remaja tersebut akan merasa bahagia karena ia tidak merasa tertekan dengan situasi tempat ia berada, merasa mendapatkan suatu ketenangan jiwa, menerima dirinya dan orang lain, mempunyai tujuan yang nyata, sehingga mampu mengendalikan diri dan bertanggung jawab.
(10)
3
Menurut Hurlock (1992), proses penyesuaian diri dapat menimbulkan masalah dan dilema bagi remaja. Di satu sisi remaja dituntut patuh pada orang tua dan guru, di sisi lain mereka dituntut untuk berperilaku conform dengan teman sebaya agar dapat diterima dalam kelompoknya. Di antara kedua tuntutan tersebut sering kali tidak sejalan, akibatnya sering kali timbul konflik antara remaja dengan orang tua atau otoritas yang ada. Apabila dilihat dari hal tersebut, tampaknya penyesuaian diri bukan hal yang mudah untuk dicapai oleh remaja.
Kesulitan siswa dalam penyesuaian diri sering dijumpai di sekolah dan ditampilkan dalam berbagai bentuk perilaku, seperti tidak dapat mengontrol emosi, mencari rasa aman pada berbagai bentuk mekanisme psikologis (seperti rasionalisasi, proyeksi, egosentris, dan sebagainya), merasa kecewa, perasaan rendah diri, mengisolasi diri dan sulit bekerja sama dalam situasi kelompok. Seringkali permasalahan tersebut akhirnya menjadi permasalahan yang biasa dan diangap wajar terjadi di sekolah-sekolah.
Selain itu, terdapat juga beberapa hal yang mengindikasikan adanya penyesuaian diri yang salah dan dianggap membahayakan remaja. Berbagai macam penyesuaian diri yang salah misalnya, perkelahian secara perorangan atau kelompok, mabuk-mabukan, pencurian, penganiayaan dan penyalahgunaan obat-obatan seperti narkotika dan perilaku seksual yang dilakukan di luar pernikahan atau menyimpang menjadi fenomena mengerikan di kalangan remaja.
Hasil survey dari Federasi Kesehatan Mental Indonesia/Fekmi (2005), menunjukkan bahwa 47,7% remaja sering merasa cemas, 84% merasakan cemas yang berulang, 70,3% sering berfikir yang tidak-tidak dan mengaku sering mengalami mimpi buruk, 79% remaja mencemaskan penampilan, 31% menggunakan obat penenang, 54% mengaku pernah berkelahi, 87% berbohong, dan 8,9% pernah mencoba narkoba. Boyke Dian (Ipah, 2005) mengemukakan terdapat sekitar 6-20% para siswa SMU dan mahasiswa pernah melakukan hubungan seks di luar nikah. Di Jakarta, pada tahun 2000 diketahui ada lebih dari 166 SMTP dan 172 SLTA yang menjadi pusat peredaran narkotika dengan lebih dari 2000 siswa terlibat di dalamnya.
(11)
4
Hasil survey dan penelitian tersebut menunjukkan adanya penyesuaian diri yang menyimpang pada remaja. Semakin maraknya problema yang dialami remaja merupakan indikasi bahwa remaja banyak mengalami penyesuaian diri yang menyimpang. Hal tersebut dapat menyebabkan dampak yang tidak baik pada diri remaja apabila tidak segera ditangani.
Guru BK/Konselor dapat membantu siswa yang memiliki masalah dalam penyesuaian diri. Sebagaimana yang dipaparkan dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tugas konselor atau guru pembimbing adalah membantu siswa dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan perencanaan masa depan. Terdapat berbagai layanan yang dapat digunakan untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa, salah satu layanan yang dapat digunakan yaitu dengan bimbingan teman sebaya. Penggunaan layanan bimbingan teman sebaya ini dapat meningkatkan penyesuaian diri siswa.
Layanan bimbingan teman sebaya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan remaja dalam pencapaian tugas-tugas perkembangannya, sehingga dapat menghindarkan remaja dari penyesuaian diri yang salah. Salah satu upaya yang harus dilakukan untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah adanya peningkatan kualitas bimbingan dan konseling itu sendiri. Peningkatan kualitas bimbingan dan konseling dapat dilakukan melalui penyusunan program bimbingan teman sebaya yang lebih diarahkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Berdasarkan paparan di atas, kedekatan antar teman sebaya dipandang efektif sebagai salah satu bentuk kegiatan dalam penerapan layanan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini kedekatan teman sebaya dapat membantu siswa meningkatkan penyesuaian dirinya. Pelaksanaan kegiatan bimbingan teman sebaya (peer guidance), yaitu bimbingan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa lainnya.
Dalam kegiatan bimbingan teman sebaya terdapat interaksi dan muncul dinamika kelompok yang akan membantu peserta didik untuk lebih terbuka dan menerima hal-hal yang telah disepakati oleh kelompok. Pengalaman-pengalaman individu dari hasil berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
(12)
5
yang lebih luas akan menyebabkan perubahan yang positif pada diri individu dan pada gilirannya dapat meningkatkan percaya diri siswa dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Selain itu, dalam kegiatan bimbingan teman sebaya akan terjadinya interaksi antara ketua dengan anggota kelompok atau antara angota dengan anggota kelompok lainnya, sehingga terjadi interaksi yang menimbulkan saling percaya untuk mengungkapkan pendapat, ide-ide dari anggota kelompok yang menimbulkan pemikiran atau pengalaman baru yang dapat memperkuat keyakinan pada diri seseorang bahwa ia mampu.
Bimbingan teman sebaya untuk meningkatkan penyesuaian diri remaja didasarkan pada gambaran mengenai kondisi penyesuaian diri remaja. Dengan demikian bimbingan teman sebaya dirasakan dapat lebih tepat guna dan sasaran untuk meningkatkan penyesuaian diri remaja.
SMA Negeri 11 Bandung merupakan sekolah yang senantiasa meningkatkan kualitas dan kuantitasnya. Oleh karena itu, segala potensi yang ada pada diri siswa terus-menerus dikembangkan, baik intelektualitas maupun penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Salah satunya melalui pemberian layanan bimbingan yang ditujukan untuk membantu siswa mengembangkan individu secara utuh dan menyeluruh, yaitu segala aspek tugas perkembangan yang harus dicapai.
Berdasarkan studi pendahuluan melalui wawancara dengan guru BK/Konselor di SMA Negeri 11 Bandung pada saat melakukan observasi, masih ditemukan adanya siswa-siswa yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri terutama siswa-siswa yang baru masuk di kelas X. Terdapat beberapa masalah yang sering kali muncul, seperti kesulitan untuk konsentrasi dalam belajar ketika menghadapi berbagai masalah, perasaan minder untuk bergaul dengan yang lebih pintar, tidak mampu mengontrol emosi, sering merasa cemas, dan kesulitan untuk menyelesaikan konflik dengan teman. Oleh karena itu diperlukan adanya bimbingan teman sebaya dalam proses bimbingan di SMA Negeri 11 Bandung yang selama ini masih belum optimal.
(13)
6
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka masalah yang diteliti berjudul “Program Bimbingan Teman Sebaya untuk Meningkatkan
Penyesuaian Diri Siswa”.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Manusia bersifat dinamis, semua aspek berkembang terus menerus sepanjang rentang kehidupannya. Karena itulah, penyesuaian diri juga merupakan proses yang dinamis. Derlega & Janda (1978: 28) mengemukakan “Adjustment is a lifelong process, and people must continue to meet and deal with the stresses and challenges of life in order to achieve a healthy personality. Proses penyesuaian diri akan berlangsung terus menerus sepanjang rentang kehidupan manusia.
Derlega & Janda (1978: 28-37) mengungkapkan individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik ialah yang mampu: (1) mengamati sesuatu secara realistis; (2) memanfaatkan pengalaman dan merencanakan masa depan; (3) bekerja secara berarti; (4) melakukan hubungan sosial secara akrab; (5) mengekspresikan emosi secara tepat; dan (6) melihat diri secara positif.
Karakteristik penyesuaian diri yang sehat tersebut, tentunya memberikan rasa kebahagiaan bagi remaja. Winarno & Thomas (1980) menggunakan rumusan yang sama untuk istilah kebahagiaan, keseimbangan mental dan penyesuaian diri. Manusia yang bahagia adalah manusia yang memiliki keseimbangan mental yang terbaik dan manusia yang berhasil dalam penyesuaian diri terhadap hidupnya.
Teman sebaya mempunyai peranan penting bagi remaja, karena remaja sering menempatkan teman sebaya dalam posisi prioritas dibandingkan dengan orangtua atau guru dalam menyatakan perasaannya. Hubungan sosial diantara remaja atau kelompok sebaya ini dapat memberikan pengaruh yang positif bagi perkembangannya. Dengan demikian, salah satu upaya yang dapat diberikan untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa adalah melalui bimbingan teman sebaya.
(14)
7
Rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana gambaran umum kemampuan penyesuaian diri siswa Kelas X di SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013?
2. Bagaimana rancangan program bimbingan teman sebaya yang secara hipotetik tepat untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri siswa Kelas X di SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut. 1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian adalah memperoleh rumusan program bimbingan teman sebaya yang secara hipotetik tepat untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri siswa.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut.
a. Mendeskripsikan gambaran umum kemampuan penyesuaian diri siswa Kelas X di SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.
b. Mendeskripsikan gambaran siswa yang sesuai untuk pembimbing teman sebaya.
c. Mendeskripsikan gambaran mekanisme/prosedur bimbingan teman sebaya yang sesuai dengan kondisi sekolah.
d. Mendeskripsikan gambaran rumusan pelatihan pembimbing teman sebaya.
D. Manfaat/Signifikansi Penelitian
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat baik secara teoretis maupun praktis.
1. Secara Teoretis
Secara teoretis penelitian diharapkan dapat memperkaya pengetahuan serta keilmuan bimbingan dan konseling, khususnya mengenai program bimbingan teman sebaya untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa.
(15)
8
2. Secara Praktis
a. Bagi guru BK/Konselor, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan layanan bimbingan teman sebaya di SMA, khususnya dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian diri siswa.
b. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian selanjutnya, khususnya dalam meneliti penyesuaian diri di kalangan siswa dan layanan bimbingan teman sebaya yang digunakan.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu: bab I pendahuluan, yang berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat/signifikansi penelitian, dan struktur organisasi skripsi. Bab II kajian pustaka yang berisi kajian teori mengenai program bimbingan teman sebaya dan penyesuaian diri sebagai kerangka berpikir dalam pembahasan, serta penelitian terdahulu yang relevan dengan bidang yang diteliti. Bab III metode penelitian, yang berisi lokasi dan subjek penelitian, desain dan metode penelitian, definisi operasional variabel, instrumen penelitian, uji validitas dan reliabilitas instrumen, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, penyusunan program bimbingan teman sebaya untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa, dan prosedur penelitian. Bab IV hasil penelitian dan pembahasan yang berisi pengolahan atau analisis data serta pembahasan atau analisis temuan. Bab V kesimpulan dan saran, yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian.
(16)
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian adalah SMA Negeri 11 Bandung, dengan pertimbangan dasar di SMA Negeri 11 Bandung tidak terdapat suatu program bimbingan konseling khususnya bimbingan teman sebaya yang secara khusus berfokus untuk mengembangkan kemampuan penyesuaian diri siswa.
Sampel penelitian adalah seluruh siswa Kelas X SMA Negeri 11 Bandung. Pertimbangan penelitian dilakukan di SMA Negeri 11 Bandung di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Siswa kelas X berada dalam rentang usia remaja, yaitu berkisar antara 14-15 tahun sehingga pada masa ini berkembang social cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain yang mendorong remaja untuk berperan dan berhubungan lebih akrab terhadap lingkunganya, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat. Kondisi ini menuntut remaja memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik. 2. Siswa kelas X memasuki lingkungan baru sehingga dituntut untuk dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya.
3. SMA Negeri 11 Bandung belum memiliki program bimbingan teman sebaya yang dikhususkan untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri siswa.
Adapun jumlah siswa dalam penelitian sebanyak 460 orang. Jumlah siswa dalam penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1
Distribusi Siswa Kelas X SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013
No Kelas Jumlah
1 X-1 36
2 X-2 35
3 X-3 36
(17)
41
No Kelas Jumlah
6 X-6 36
7 X-7 36
8 X-8 36
9 X-9 36
10 X-10 36
11 X-11 36
12 X-12 33
13 X-13 36
Jumlah 460
B. Desain dan Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian yaitu pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk memperoleh data profil kemampuan penyesuaian diri siswa kelas X SMA Negeri 11 Bandung yang dilihat melalui data numerikal atau angka yang diperoleh secara statistik (analisis statistik).
Metode penelitian menggunakan metode deskriptif (descriptive research), yaitu suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau. Penelitian ini tidak mengadakan manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya. Penggambaran kondisi bisa individual atau kelompok, dan menggunakan angka-angka (Sukmadinata, 2009: 54). Penelitian ini berfungsi mendeskripsikan profil kemampuan penyesuaian diri siswa kelas X SMA Negeri 11 Bandung sebagai dasar pembuatan program bimbingan.
C. Definisi Operasional Variabel
Penyesuaian diri merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan reaksi individu terhadap tuntutan dari lingkungan sekitarnya maupun dari dalam dirinya. Menurut Scheneiders (1964: 429) penyesuaian (adjustment) adalah suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perubahan dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi ketegangan, frustasi, dan konflik secara sukses, serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup. Ciri-ciri orang yang well adjustment, yaitu mampu merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang,
(18)
42
efisien, puas, dan sehat (wholesome). Seorang remaja dikatakan memiliki penyesuaian yang baik (well adjustment) apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma.
Daradjat (1982: 14) mengemukakan penyesuaian diri adalah kata yang menunjukkan keakraban, pendekatan dan kesatuan kata. Penyesuaian diri dalam ilmu jiwa adalah proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah kelakuannya agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dengan lingkungannya. Dari pengertian tersebut dapat kita memberikan batasan kepada fakta tersebut dengan kemampuan untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dan lingkungannya.
Berdasarkan pendapat Scheneiders, maka penyesuaian diri siswa dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa Kelas X SMA Negeri 11 Bandung dalam upaya mereaksi secara tepat terhadap segala kebutuhan diri, kondisi kepribadian dan realitas serta relasi sosial dalam bentuk terhindar dari emosi berlebihan, terhindar dari mekanisme psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, memiliki kemampuan untuk belajar, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu, bersikap objektif dan realistik sehingga terbentuk kemampuan penyesuaian diri yang baik.
Dari pendapat-pendapat di atas penyesuaian diri dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyelaraskan diri sesuai dengan kondisi diri dan tuntutan dari lingkungan sekitar terhadap segala kebutuhan diri maupun lingkungan.
Aspek penyesuaian diri yang diungkap adalah sebagai berikut (Scheneiders, 1964: 430).
a. Terhindar dari ekspresi emosi yang berlebihan, merugikan atau kurang mampu mengontrol diri.
Penyesuaian diri yang normal ditandai tidak adanya emosi yang berlebihan dan tidak terdapat gangguan dalam hal emosi. Individu yang memiliki kontrol emosi yang baik, maka dapat mengatasi situasi dengan baik. Sebaliknya individu yang kurang tanggap atau terlalu berlebihan dalam
(19)
43
menghadapi sesuatu atau situasi tertentu akan menunjukkan kontrol emosi yang tidak baik dan mengarah pada penyesuaian diri yang buruk.
b. Terhindar dari mekanisme-mekanisme psikologis.
Kejujuran dan keterusterangan terhadap adanya masalah atau konflik yang dihadapi siswa akan lebih terlihat dengan reaksi yang normal dari pada dengan reaksi yang diikuti dengan mekanisme pertahanan diri.
c. Terhindar dari perasaan frustrasi, kecewa karena suatu kegagalan.
Penyesuaian diri yang normal ditandai dengan tidak adanya frustasi yang dapat membuat individu mengalami kesulitan untuk bereaksi secara wajar terhadap situasi atau masalah yang dihadapi dan tidak adanya tingkah laku yang menyimpang.
d. Memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional.
Kemampuan berfikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisasikan pikiran, tingkah laku dan perasaan untuk pemecahan masalah dalam kondisi sulit sekali pun menunjukkan penyesuaian normal. Individu yang tidak mampu mempertimbangkan masalah secara rasional akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian dirinya.
e. Mampu belajar untuk mengembangkan kualitas dirinya.
Individu dengan penyesuaian diri yang baik adalah individu yang mampu belajar. Proses belajar dilihat dari hasil kemampuan individu tersebut mempelajari pengetahuan yang mendukung apa yang dihadapi, sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat mengatasi masalah yang dihadapi. Perkembangan individu dari satu masalah ke masalah yang lain akan membuat individu tersebut akan lebih banyak belajar sehingga akan lebih dapat menyesuaikan diri.
f. Mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu.
Seseorang dapat belajar dari pengalamannya maupun pengalaman orang lain. Pengalaman masa lalu yang baik terkait dengan keberhasilan maupun kegagalan untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih baik. Pengalaman masa lalu berkaitan dengan proses belajar dari yang
(20)
44
sebelumnya. Jika individu tidak mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu maka individu akan kesulitan dalam menghadapi situasi dan kondisi yang sama.
g. Bersikap objektif dan realistik sehingga mampu menerima kenyataan hidup yang dihadapi secara wajar.
Seseorang yang memiliki penyesuaian diri yang baik adalah seseorang yang mampu menerima keadaan dirinya dan keterbatasan yang dimiliki seseorang sebagaimana keadaan sebenarnya dan yakin terhadap kemampuan dirinya.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dengan cara melakukan pengukuran (Purwanto, 2010: 183).
1. Jenis Instrumen
Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan berupa angket atau kuesioner (questionnaire), merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya-jawab dengan responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab atau direspon oleh responden (Sukmadinata, 2009: 219).
2. Jenis Skala
Jenis skala pengungkap data penelitian ini mengikuti bentuk skala sikap dari Likert yang terdiri dari beberapa pernyataan positif dan pernyataan negatif dengan empat pilihan jawaban. Skala ini menilai sikap atau tingkah laku yang diinginkan oleh peneliti dengan cara mengajukan beberapa pernyataan kepada responden. Kemudian responden diminta memberikan pilihan jawaban atau respon dalam skala ukur yang telah disediakan (Sugiono, 2012: 146).
(21)
45
3. Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Kisi-kisi instrumen untuk menggambarkan profil penyesuaian diri dikembangkan berdasarkan konsep dari Schneiders mengenai penyesuaian diri. Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian harus melalui tahap uji coba terhadap populasi di luar sampel penelitian, sehingga dapat diketahui kelayakan serta validitas instrumen yang akan dipergunakan untuk penelitian. Penyebaran butir pernyataan tentang penyesuaian diri siswa dijabarkan ke dalam kisi-kisi yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Penyesuaian Diri (Sebelum Uji Validitas)
Aspek Indikator No. Item ∑
(+) (-)
1. Mampu mengontrol emosi yang berlebihan
1.1Mampu mengungkapkan rasa bahagia
1, 2 3, 4 4
1.2Mampu mengungkapkan rasa sedih secara wajar
5 6, 7, 8 4
1.3Mampu mengendalikan amarah
9, 10 11, 12 4
2 Mampu mengatasi mekanisme psikologis
2.1Bertanggung jawab atas masalah yang dihadapi
13, 14, 15 16 4
2.2Jujur terhadap setiap masalah yang dihadapi
17, 18 19, 20 4
3 Mampu mengatasi frustasi
3.1Terhindar dari rasa cemas
21, 22 23, 24 4
3.2Terhindar dari kekecewaan yang mendalam
25, 26 27, 28 4
4 Memiliki pertimbangan dan pengarahan
diri yang
rasional
4.1Mampu menemukan solusi untuk setiap masalah yang dihadapi
29, 30 31 3
4.2Mampu mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil
32, 33 34 3
5 Memiliki kemampuan untuk belajar
5.1Mampu mengerjakan tugas-tugas sekolah dengan baik
35, 36 37, 38 4
5.2Memiliki motivasi untuk meningkatkan prestasi belajar
(22)
46
Aspek Indikator No. Item ∑
(+) (-)
6 Mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu
6.1Mampu mengambil hikmah/pelajaran dari setiap kejadian
42, 43 44 3
6.2Memiliki sikap optimis untuk melangkah menuju masa depan
45, 46, 47 48 4
7 Bersikap
objektif dan realistik
7.1Memiliki keyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki
49, 50 51 3
7.2Menerima segala
kekurangan dan
keterbatasan diri
52 53, 54 3
Jumlah 54 4. Pedoman Skoring
Instrumen penyesuaian diri dibuat dalam bentuk pernyataan-pernyataan beserta kemungkinan jawaban. Item pernyataan tentang penyesuaian diri siswa dibuat dalam alternatif respon pernyataan subjek skala empat yaitu: a) Sangat Sesuai (SS); b) Sesuai (S); c) Tidak Sesuai (TS); dan d) Sangat Tidak Sesuai (STS). Secara sederhana setiap opsi alternatif respon mengandung arti dan nilai skor seperti berikut.
Tabel 3.3
Pola Skor Opsi Alternatif Respon
Alternatif Jawaban Skor Jawaban
Positif Negatif
Sangat Sesuai (SS) 4 1
Sesuai (S) 3 2
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
5. Penimbang Butir Pernyataan (Judgement Instrumen)
Uji kelayakan instrumen bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari segi bahasa, konstruk, dan isi. Penimbang (judgement) dalam
(23)
47
penelitian dilakukan oleh tiga dosen ahli di lingkungan jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.
Berdasarkan penimbang dari tiga dosen ahli, masing-masing pernyataan dikelompokkan dalam kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Pernyataan yang berkualifikasi M dapat langsung digunakan untuk menjaring data penelitian. Sementara pernyataan TM terkandung dua kemungkinan yaitu pernyataan tersebut harus direvisi sehingga dapat dikelompokkan dalam kualifikasi M atau pernyataan tersebut harus dibuang.
6. Uji Keterbacaan Item
Uji keterbacaan dilakukan kepada siswa-siswi SMA Negeri 11 Bandung yang tidak diikutsertakan dalam sampel penelitian tetapi memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel penelitian. Uji keterbacaan item bertujuan untuk mengukur sejauh mana keterbacaan instrumen dengan maksud untuk mengetahui kata-kata yang kurang dipahami, sehingga kalimat dalam pernyataan disederhanakan tanpa mengubah maksud dari pernyataan. Setelah uji keterbacaan maka untuk pernyataan-pernyataan yang tidak dipahami kemudian direvisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat dimengerti dan kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya.
E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Uji Validitas
Validitas item adalah derajat kesesuaian antara satu item dengan item-item yang lainnya dalam suatu perangkat instrumen. Suatu instrumen dapat dikatakan valid artinya instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak di ukur (Sugiyono, 2012:173). Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan pernyataan dari alat penelitian dalam menjalankan fungsinya. Semakin tinggi nilai validasi soal menunjukan semakin valid instrument yang akan digunakan.
Pengolahan data menggunakan metode statistika melalui software SPSS 20.0 For Windows dan Microsoft Excel 2007. Validitas item dilakukan dengan menganalisis menggunakan prosedur pengujian Spearman 1 tail. Hasil
(24)
48
perhitungan terhadap 54 item pernyataan pada instrumen penyesuaian diri, 48 item pernyataan yang valid dan 6 item pernyataan yang tidak valid. Hasil uji validitas dalam instrumen penyesuaian diri dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.4
Hasil Uji Validitas Instrumen Kemampuan Penyesuaian Diri
Keterangan No Item Jumlah
Valid 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26, 28, 29, 31, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54
48
Tidak Valid 6, 9, 23, 27, 30, 32 6
Kisi-kisi instrumen penyesuaian diri setelah dilakukan uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.5 sebagai berikut.
Tabel 3.5
Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Penyesuaian Diri (Setelah Uji Validitas)
Aspek Indikator No. Item ∑
(+) (-)
1. Mampu mengontrol emosi yang berlebihan
1.1Mampu mengungkapkan rasa bahagia
1, 2 3, 4 4
1.2Mampu mengungkapkan rasa sedih secara wajar
5 6, 7 3
1.3Mampu mengendalikan amarah
8 9, 10 3
2. Mampu mengatasi mekanisme psikologis
1.1Bertanggung jawab atas masalah yang dihadapi
11, 12, 13 14 4
1.2Jujur terhadap setiap masalah yang dihadapi
15, 16 17, 18 4
3. Mampu mengatasi frustrasi
3.1Terhindar dari rasa cemas 19, 20 21 3 3.2Terhindar dari
kekecewaan yang mendalam
22, 23 24 3
4. Memiliki pertimbangan dan pengarahan
diri yang
rasional
4.1Mampu menemukan solusi untuk setiap masalah yang dihadapi
25 26 2
4.2Mampu mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil
(25)
49
Aspek Indikator No. Item ∑
(+) (-)
5. Memiliki kemampuan untuk belajar
5.1Mampu mengerjakan tugas-tugas sekolah dengan baik
29, 30 31, 32 4
5.2Memiliki motivasi untuk meningkatkan prestasi belajar
33, 34 35 3
6. Mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu
6.1Mampu mengambil hikmah/pelajaran dari setiap kejadian
36, 37 38 3
6.2Memiliki sikap optimis untuk melangkah menuju masa depan
39, 40, 41 42 4
7. Bersikap
objektif dan realistik
7.1Memiliki keyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki
43, 44 45 3
7.2Menerima segala
kekurangan dan
keterbatasan diri
46 47, 48 3
Jumlah 48 2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur dalam mengukur gejala yang sama. Reliabilitas instrumen ditunjukkan sebagai derajat keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh oleh subjek penelitian dengan instrumen yang sama dalam kondisi yang berbeda. Pengolahan reliabilitas instrumen menggunakan metode statistika dengan menggunakan software SPSS 20.0 dan Microsoft Excel 2007. Metode yang digunakan untuk mengukur reliabilitas adalah Alpha Cronbach.
Sebagai kriteria untuk mengetahui tingkat reliabilitas, maka digunakan klasifikasi dari Sugiyono (2012: 257) dapat dilihat pada Tabel 3.6 sebagai berikut.
(26)
50
Tabel 3.6
Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Tinggi
0,80 – 1,000 Sangat Tinggi
(Sugiyono, 2012: 257) Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 20.0 For Windows dan Microsoft Excel 2007 untuk memperoleh reliabilitas angket penyesuaian diri dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.7
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penyesuaian Diri Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.813 48
Hasil uji coba instrumen diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,813 dengan tingkat kepercayaan 95 % artinya tingkat korelasi atau derajat keterandalan sangat tinggi, yang menunjukkan instrumen yang digunakan cukup baik dan dipercaya sebagai alat pengumpul data.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipilih dalam pengumpulan data adalah melalui tes dengan menggunakan angket sebagai instrument penelitian. Angket merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Pada penelitian ini angket yang digunakan dalam mengukur penyesuaian diri siswa berbentuk skala sikap Likert. Skala yang digunakan merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat mengukur, karena diperoleh hasil ukur yang berbentuk angka-angka.
(27)
51
Skala sikap Likert berisi sejumlah pernyataan yang harus dijawab atau direspon oleh responden. Pernyataannya berupa pernyataan tertutup dengan alternatif jawaban yang telah disediakan sehingga responden dapat langsung menjawabnya. Responden tidak bisa memberikan jawaban atau respon lain kecuali yang telah disediakan sebagai alternatif jawaban.
G. Teknik Analisis Data 1. Verifikasi Data
Verifikasi data dilakukan untuk menyeleksi data yang layak untuk diolah. Data yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapan, jumlah, dan ketelitian angket yang telah diisi untuk kemudian diolah lebih lanjut. Hasil verifikasi data menunjukkan semua angket yang telah diisi oleh siswa layak untuk diolah.
2. Analisis data
Langkah selanjutnya setelah seluruh data terkumpul adalah mengolah dan menganalisis data sebagai bahan acuan untuk menyusun program bimbingan teman sebaya untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa. Kategorisasi untuk pengelompokan penyesuaian diri terbagi atas tiga kelompok, yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Pengelompokkan instrumen penyesuaian diri pada kategori yang telah ditentukan dengan cara mengubah skor mentah menjadi skor baku (Z). Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Menghitung jumlah skor item pada instrument (X).
b. Menghitung rata-rata ( ̅) dan standar deviasi ( ) dari jumlah skor item pada instrument.
c. Menghitung skor Z dengan rumus:
Keterangan:
X = jumlah skor item
̅ = rata-rata S = standar deviasi
(28)
52
d. Memasukkan skor Z ke dalam pengkategorian.
Tabel 3.8
Pengkategorian Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa SMA
Skala Skor Kategori
Z > 1 Tinggi
-1 ≤ Z ≤ 1 Sedang
Z < -1 Rendah
Maka pembagian kategori tingkat penyesuaian diri siswa disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 3.9
Deskripsi Kategori Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa SMA
Skor Kategori Deskripsi
Z > 1 Tinggi Siswa SMA pada kategori tinggi, telah mencapai keterampilan penyesuaian diri yang optimal. Artinya, siswa mampu terhindar dari emosi berlebihan, terhindar dari mekanisme psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, memiliki kemampuan untuk belajar, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu, serta bersikap objektif dan realistik. -1 ≤ Z ≤ 1 Sedang Siswa SMA pada kategori sedang, cenderung
mengarah pada penguasaan keterampilan penyesuaian diri yang tinggi. Artinya, siswa mampu menyesuaikan diri dengan baik tetapi belum bisa secara optimal menunjukkan perilaku yang sesuai dengan aspek-aspek penyesuaian diri seperti terhindar dari emosi berlebihan, terhindar dari mekanisme psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, memiliki kemampuan untuk belajar, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu, serta bersikap objektif dan realistik.
Z < -1 Rendah Siswa SMA pada kategori rendah, menunjukkan siswa belum mampu menyesuaikan diri secara optimal, baik dalam aspek terhindar dari emosi berlebihan, terhindar dari mekanisme psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, memiliki kemampuan untuk belajar, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu, serta bersikap objektif dan realistik.
(29)
53
H. Penyusunan Program Bimbingan Teman Sebaya untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa
Proses penyusunan program bimbingan teman sebaya untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa terdiri dari tiga langkah yang diuraikan sebagai berikut.
1. Penyusunan Program
Penyusunan program dilakukan setelah mendapatkan hasil analisis data penelitian mengenai penyesuaian diri siswa. Hasil data analisis penelitian tersebut dijadikan sebagai landasan dasar dalam penyusunan program bimbingan teman sebaya untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa.
2. Validasi Program
Langkah berikutnya setelah penyusunan program adalah melakukan validasi program yang dilakukan oleh dosen dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan dan Guru Bimbingan dan Konseling SMA Negeri 11 Bandung. Hasil validasi program dijadikan sebagai rujukan dalam proses revisi penyusunan program bimbingan teman sebaya untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa.
3. Penyusunan Program Hipotetik setelah Validasi
Tahap berikutnya adalah validasi program yaitu melakukan revisi pada program yang telah diuji validasi. Program yang dihasilkan diharapkan menjadi rekomendasi bagi layanan bimbingan di SMA Negeri 11 Bandung.
I. Prosedur Penelitian
Prosedur dalam pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan, dengan deskripsi sebagai berikut. 1. Tahap Persiapan Penelitian
a. Studi pendahuluan di SMA Negeri 11 Bandung.
b. Membuat proposal penelitian dan mengkonsultasikannya pada dosen mata kuliah Metode Riset Bimbingan dan Konseling dan disahkan dengan persetujuan dari dewan skripsi, calon dosen pembimbing skripsi serta ketua jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.
(30)
54
c. Mengurus surat permohonan pengangkatan dosen pembimbing skripsi pada tingkat fakultas, yang telah disahkan oleh dosen pembimbing pilihan dan Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.
d. Mengajukan permohonan izin penelitian dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Surat izin penelitian yang telah disahkan kemudian disampaikan pada kepala sekolah SMA Negeri 11 Bandung.
e. Membuat instrumen penyesuaian diri siswa dan meminta pertimbangan kelayakan instrumen pada dosen ahli.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
a. Mengumpulkan data dengan menyebarkan angket penyesuaian diri siswa pada siswa kelas X SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. b. Melakukan pengolahan dan menganalisis data dari hasil angket
penyesuaian diri siswa yang telah disebarkan. 3. Hasil dan Laporan
a. Pembuatan program bimbingan hipotetik berdasarkan hasil analisis data deskripsi penyesuaian diri siswa. Menentukan program layanan bimbingan yang hendak dicapai dengan merumuskan jenis kegiatan, metode dan teknik yang digunakan, menetapkan personel yang terlibat, serta persiapan fasilitas penunjang kegiatan bimbingan.
b. Uji kelayakan (validasi) program bimbingan hipotetik yang dilaksanakan kepada dosen jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan serta Guru Bimbingan dan Konseling SMA Negeri 11 Bandung.
c. Penyempurnaan program berdasarkan hasil diskusi dan penilaian yang telah dilakukan, sehingga program tersebut layak untuk dilaksanakan. d. Pada tahap akhir penulisan skripsi, dibuat kesimpulan dan rekomendasi
berdasarkan hasil penelitian serta mengkonsultasikan draf skripsi kepada dosen pembimbing.
(31)
85
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa Kelas X SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 mengenai program bimbingan teman sebaya untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut.
1. Lebih dari setengahnya siswa Kelas X SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 memiliki penyesuaian diri pada kategori sedang. Artinya siswa mampu menyesuaikan diri dengan baik tetapi belum bisa secara optimal menunjukkan perilaku yang sesuai dengan aspek-aspek penyesuaian diri seperti terhindar dari emosi berlebihan, terhindar dari mekanisme psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, memiliki kemampuan untuk belajar, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu, serta bersikap objektif dan realistik.
2. Program bimbingan teman sebaya untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa Kelas X SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 disusun berdasarkan indikator yang memiliki persentase paling rendah pada setiap aspek penyesuaian diri siswa. Program ini terdiri dari beberapa komponen, di antaranya dasar pemikiran/ rasional, landasan yuridis, tujuan program, standar kompetensi yang dikembangkan, sasaran program, komponen program, personel yang dilibatkan, rencana operasional, sarana dan prasarana, evaluasi dan tindak lanjut.
B. Rekomendasi 1. Guru BK/Konselor
Program bimbingan teman sebaya yang dibuat untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa merupakan program hipotetik. Oleh karena itu, guru BK/Konselor direkomendasikan untuk melaksanakan program yang telah dibuat untuk mengetahui keefektifannya. Dalam melaksanakan program yang telah
(32)
86
dibuat Guru BK/Konselor perlu memahami konsep penyesuaian diri, bimbingan teman sebaya, dan Guru BK/Konselor perlu memiliki keterampilan dan pemahaman dalam pembentukan konselor teman sebaya.
2. Peneliti Selanjutnya
Sampel dalam penelitian masih terbatas hanya meneliti penyesuaian diri siswa SMA Kelas X saja, untuk peneliti selanjutnya agar memperluas sampel yang tidak hanya meneliti satu jenjang. Selain itu, program bimbingan teman sebaya yang dibuat untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa merupakan program hipotetik yang belum diujicobakan sehingga belum dapat diketahui keefektifannya. Maka, untuk peneliti selanjutnya dapat mengujicobakan program yang telah dibuat sehingga dapat diketahui keefektifannya.
(33)
87
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin, D. (2012). Efektivitas Bimbingan Teman Sebaya Dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa. Tesis pada PASCA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Carr, R. A. (1981). Theory and Practice of Peer Counseling. Ottawa: Canada Employment and Immigration Commission.
Chaplin, J. P. (2001). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali.
Citaripah, R. (2011). Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa. Skripsi pada FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Daradjat, Z. (1982). Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.
Depdiknas. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: PPB UPI.
Derlega, V. J. & Janda, L. H. (1978). Personal Adjustment: The Psychology of Everyday Life. New Jersey: General Learning Press.
Ethington, C. A. (2000). Infuences of the Normative Environment or Peer Groups on Community College student’ Perception of Growth and Development. Research in Higher Education, (41). Human Sciences Press, Inc.
Fahmi, M. (1982). Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat. Jakarta: Bulan Bintang.
Fekmi. (2005). Ferdarasi Kesehatan Mental Indonesia (Fekmi). [Online]. Tersedia: http://djapartarantula.blogspot.com/2011/05/begitu.html. [01 November 2012]
Fritz, R. H. (1999). Multicultural Peer Counseling: Counseling the Multicultural Student. Journal of Adolescence. [Online]. Tersedia: http://www.idealibrary.com. [20 April 2013]
Ghufron, N. (2010). Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-ruzz Media Group. Haeny, I. N. (2010). Program Bimbingan Kelompok untuk Mengembangkan
Penyesuaian Diri Siswa. Tesis: Jurusan Bimbingan dan Konseling UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Hidayati, F. (2009). Program Peningkatan Kemampuan Penyesuaian Akademik melalui Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling).Tesis pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.
(34)
88
Hurlock, E. (1992). Psikologi Perkembangan. (Edisi kelima). Jakarta: Erlangga. Ipah. (2005). Pengembangan Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk
Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa. Skripsi pada FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Kartono, K. (1980). Kesehatan Mental. Bandung: Alumni.
Mappiare, A. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Marita, Y. (2012). Pengendalian Diri. [Online]. Tersedia: http://maritayulia.blogspot.com/2012/11/pengendalian-diri.html. [28 Juni 2013]
Mu’tadin, Z. (2002). Penyesuaian Diri Remaja. [Online]. Tersedia: http://www.e-psikologi.com/remaja/160802.htm. [01 November 2012]
Ningrum, P. R. (2013). Perceraian Orangtua dan Penyesuaian Diri Remaja. Jurnal Psikologi: Vol. 1, No. 1, 69-79.
Nisfiannoor, M. & Kartika, Y. (2004). Hubungan Antara Regulasi Emosi Dan Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Pada Remaja. Jurnal Psikologi: Vol. 2, No. 2, 160-177.
Nurihsan, J. (2003). Proses Pembentukan Teman Sebaya pada Remaja dan Etika Pergaulan serta Dampaknya terhadap Aspek Sosial Remaja. Makalah pada Seminar Remaja Gaul dalam Persfektif Psikologis di Auditorium FPMIPA UPI tanggal 18 Januari 2003.
Prayitno. (1996). Berbagai Upaya Peningkatan Kualitas Guru Pembimbing dan Kontribusinya terhadap Kualitas Pendidikan. Makalah, disajikan pada temu Ilmiah Dosen-dosen Jurusan/Program Studi Bimbingan dan Konseling se Jawa Tengah.
Purwanto. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Puspitasari, N. (2008). Hubungan antara Sumber-sumber Self Esteem dengan Perilaku Asertif pada Remaja. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia.
Rahmayanti. (2012). Pengertian Percaya Diri & Cara Membangun PD. [Online]. Tersedia: http://ooowh.blogspot.com/2012/02/pengertian-percaya-diri-cara-membangun.html. [28 Juni 2013]
Rohayati, I. (2011). Program Bimbingan Teman Sabaya untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa SMA. Tesis pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.
(35)
89
Safura, L. & Supriyantini, S. (2006). Hubungan antara Penyesuaian Diri Anak di Sekolah dengan Prestasi Belajar. Psikologia: Vol. 2, No. 1, 25-30.
Santrock, J. W. (2003). Adolensce: Perkembangan Remaja. (Edisi ke enam). Jakarta: Erlangga.
Scheneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Healt. New York: Holt Rinehart & Winston.
Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Sofyan, A. (2013). Pentingnya Keterampilan Sosial Pada Anak SMA. [Online]. Tersedia: http://andiaccank.blogspot.com/2011/05/pentingnya-keterampilan-sosial-pada.html. [28 Juni 2013]
Steinberg, L. (1993). Adolescence. New York: Mc Grave-Hill, inc. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suherman, U. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Madani. Sujarwo. (2011). Efektivitas Bimbingan Teman Sebaya Dalam Meningkatkan
Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa. Tesis pada PASCA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sukmadinata, N. S. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya. Sunahwa & Warsito, H. (2010). Penggunaan Strategi Self-Management untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri di Lingkungan Pesantren. Jurnal Prodi Bimbingan dan Konseling FIP Unesa.
Sunarto & Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Direktorat Jenderal, Pendidikan Tinggi. Jakarta: Depdikbud.
Suryani, A. (2013). Cara Mengatasi Rasa Cemas Berlebihan. [Online]. Tersedia:http://wolipop.detik.com/read/2013/06/24/102628/2281975/1135/ cara-mengatasi-rasa-cemas-berlebihan. [1 Juli 2013]
Suwarjo. (2008). Pedoman Konseling Teman Sebaya untuk Pengembangan Resiliensi. Universitas Yogyakarta.
Tindall & Gray. (1985). Peer Counseling: In-Depth Look at Training Peer Helpers. Muncie Indiana: Accelerated Development Inc.
Varenhorst, B. (1984) . “Peer Counseling: Past Promises, Current Status, and Future Directions”. Handbook of Counseling Psychology. New York: University of Minnesota.
(36)
90
Widianingsih, R. & Widyarini, M. N. (2009). Dukungan Orangtua dan Penyesuaian Diri Remaja Mantan Pengguna Narkoba. Jurnal Psikologi: Vol. 3, No. 1, 10-15.
Wijaya, N. (2007). Hubungan antara Keyakinan Diri Akademik dengan Penyesuaian Diri Siswa Tahun Pertama Sekolah Asrama SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan. Skripsi: Jurusan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang: tidak diterbitkan. Winarno & Thomas. (1980). Perkembangan Pribadi dan Keseimbangan Mental.
Bandung: Jemmars.
Winkel. (1985). Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah. Jakarta: Gramedia.
Yusuf, S. (2004). Mental Hygiene. Bandung: Maestro.
(1)
85
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa Kelas X SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 mengenai program bimbingan teman sebaya untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut.
1. Lebih dari setengahnya siswa Kelas X SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 memiliki penyesuaian diri pada kategori sedang. Artinya siswa mampu menyesuaikan diri dengan baik tetapi belum bisa secara optimal menunjukkan perilaku yang sesuai dengan aspek-aspek penyesuaian diri seperti terhindar dari emosi berlebihan, terhindar dari mekanisme psikologis, terhindar dari perasaan frustrasi, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, memiliki kemampuan untuk belajar, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu, serta bersikap objektif dan realistik.
2. Program bimbingan teman sebaya untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa Kelas X SMA Negeri 11 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 disusun berdasarkan indikator yang memiliki persentase paling rendah pada setiap aspek penyesuaian diri siswa. Program ini terdiri dari beberapa komponen, di antaranya dasar pemikiran/ rasional, landasan yuridis, tujuan program, standar kompetensi yang dikembangkan, sasaran program, komponen program, personel yang dilibatkan, rencana operasional, sarana dan prasarana, evaluasi dan tindak lanjut.
B. Rekomendasi
1. Guru BK/Konselor
Program bimbingan teman sebaya yang dibuat untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa merupakan program hipotetik. Oleh karena itu, guru BK/Konselor direkomendasikan untuk melaksanakan program yang telah dibuat
(2)
86
dibuat Guru BK/Konselor perlu memahami konsep penyesuaian diri, bimbingan teman sebaya, dan Guru BK/Konselor perlu memiliki keterampilan dan pemahaman dalam pembentukan konselor teman sebaya.
2. Peneliti Selanjutnya
Sampel dalam penelitian masih terbatas hanya meneliti penyesuaian diri siswa SMA Kelas X saja, untuk peneliti selanjutnya agar memperluas sampel yang tidak hanya meneliti satu jenjang. Selain itu, program bimbingan teman sebaya yang dibuat untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa merupakan program hipotetik yang belum diujicobakan sehingga belum dapat diketahui keefektifannya. Maka, untuk peneliti selanjutnya dapat mengujicobakan program yang telah dibuat sehingga dapat diketahui keefektifannya.
(3)
87
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin, D. (2012). Efektivitas Bimbingan Teman Sebaya Dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa. Tesis pada PASCA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Carr, R. A. (1981). Theory and Practice of Peer Counseling. Ottawa: Canada Employment and Immigration Commission.
Chaplin, J. P. (2001). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali.
Citaripah, R. (2011). Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan Kemampuan Penyesuaian Diri Siswa. Skripsi pada FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Daradjat, Z. (1982). Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.
Depdiknas. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: PPB UPI.
Derlega, V. J. & Janda, L. H. (1978). Personal Adjustment: The Psychology of Everyday Life. New Jersey: General Learning Press.
Ethington, C. A. (2000). Infuences of the Normative Environment or Peer Groups on Community College student’ Perception of Growth and Development. Research in Higher Education, (41). Human Sciences Press, Inc.
Fahmi, M. (1982). Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat. Jakarta: Bulan Bintang.
Fekmi. (2005). Ferdarasi Kesehatan Mental Indonesia (Fekmi). [Online]. Tersedia: http://djapartarantula.blogspot.com/2011/05/begitu.html. [01 November 2012]
Fritz, R. H. (1999). Multicultural Peer Counseling: Counseling the Multicultural
Student. Journal of Adolescence. [Online]. Tersedia:
http://www.idealibrary.com. [20 April 2013]
Ghufron, N. (2010). Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-ruzz Media Group. Haeny, I. N. (2010). Program Bimbingan Kelompok untuk Mengembangkan
Penyesuaian Diri Siswa. Tesis: Jurusan Bimbingan dan Konseling UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Hidayati, F. (2009). Program Peningkatan Kemampuan Penyesuaian Akademik
melalui Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling).Tesis pada Program
(4)
88
Hurlock, E. (1992). Psikologi Perkembangan. (Edisi kelima). Jakarta: Erlangga. Ipah. (2005). Pengembangan Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk
Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa. Skripsi pada FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Kartono, K. (1980). Kesehatan Mental. Bandung: Alumni.
Mappiare, A. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Marita, Y. (2012). Pengendalian Diri. [Online]. Tersedia: http://maritayulia.blogspot.com/2012/11/pengendalian-diri.html. [28 Juni 2013]
Mu’tadin, Z. (2002). Penyesuaian Diri Remaja. [Online]. Tersedia: http://www.e-psikologi.com/remaja/160802.htm. [01 November 2012]
Ningrum, P. R. (2013). Perceraian Orangtua dan Penyesuaian Diri Remaja. Jurnal Psikologi: Vol. 1, No. 1, 69-79.
Nisfiannoor, M. & Kartika, Y. (2004). Hubungan Antara Regulasi Emosi Dan Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Pada Remaja. Jurnal Psikologi: Vol. 2, No. 2, 160-177.
Nurihsan, J. (2003). Proses Pembentukan Teman Sebaya pada Remaja dan Etika Pergaulan serta Dampaknya terhadap Aspek Sosial Remaja. Makalah pada Seminar Remaja Gaul dalam Persfektif Psikologis di Auditorium FPMIPA UPI tanggal 18 Januari 2003.
Prayitno. (1996). Berbagai Upaya Peningkatan Kualitas Guru Pembimbing dan Kontribusinya terhadap Kualitas Pendidikan. Makalah, disajikan pada temu Ilmiah Dosen-dosen Jurusan/Program Studi Bimbingan dan Konseling se Jawa Tengah.
Purwanto. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Puspitasari, N. (2008). Hubungan antara Sumber-sumber Self Esteem dengan Perilaku Asertif pada Remaja. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia.
Rahmayanti. (2012). Pengertian Percaya Diri & Cara Membangun PD. [Online]. Tersedia: http://ooowh.blogspot.com/2012/02/pengertian-percaya-diri-cara-membangun.html. [28 Juni 2013]
Rohayati, I. (2011). Program Bimbingan Teman Sabaya untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa SMA. Tesis pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.
(5)
89
Safura, L. & Supriyantini, S. (2006). Hubungan antara Penyesuaian Diri Anak di Sekolah dengan Prestasi Belajar. Psikologia: Vol. 2, No. 1, 25-30.
Santrock, J. W. (2003). Adolensce: Perkembangan Remaja. (Edisi ke enam). Jakarta: Erlangga.
Scheneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Healt. New York: Holt Rinehart & Winston.
Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Sofyan, A. (2013). Pentingnya Keterampilan Sosial Pada Anak SMA. [Online]. Tersedia: http://andiaccank.blogspot.com/2011/05/pentingnya-keterampilan-sosial-pada.html. [28 Juni 2013]
Steinberg, L. (1993). Adolescence. New York: Mc Grave-Hill, inc. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suherman, U. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Madani. Sujarwo. (2011). Efektivitas Bimbingan Teman Sebaya Dalam Meningkatkan
Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa. Tesis pada PASCA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sukmadinata, N. S. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya. Sunahwa & Warsito, H. (2010). Penggunaan Strategi Self-Management untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri di Lingkungan Pesantren. Jurnal Prodi Bimbingan dan Konseling FIP Unesa.
Sunarto & Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Direktorat Jenderal, Pendidikan Tinggi. Jakarta: Depdikbud.
Suryani, A. (2013). Cara Mengatasi Rasa Cemas Berlebihan. [Online]. Tersedia:http://wolipop.detik.com/read/2013/06/24/102628/2281975/1135/ cara-mengatasi-rasa-cemas-berlebihan. [1 Juli 2013]
Suwarjo. (2008). Pedoman Konseling Teman Sebaya untuk Pengembangan Resiliensi. Universitas Yogyakarta.
Tindall & Gray. (1985). Peer Counseling: In-Depth Look at Training Peer Helpers. Muncie Indiana: Accelerated Development Inc.
Varenhorst, B. (1984) . “Peer Counseling: Past Promises, Current Status, and Future Directions”. Handbook of Counseling Psychology. New York: University of Minnesota.
(6)
90
Widianingsih, R. & Widyarini, M. N. (2009). Dukungan Orangtua dan Penyesuaian Diri Remaja Mantan Pengguna Narkoba. Jurnal Psikologi: Vol. 3, No. 1, 10-15.
Wijaya, N. (2007). Hubungan antara Keyakinan Diri Akademik dengan Penyesuaian Diri Siswa Tahun Pertama Sekolah Asrama SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan. Skripsi: Jurusan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang: tidak diterbitkan. Winarno & Thomas. (1980). Perkembangan Pribadi dan Keseimbangan Mental.
Bandung: Jemmars.
Winkel. (1985). Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah. Jakarta: Gramedia.
Yusuf, S. (2004). Mental Hygiene. Bandung: Maestro.