PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI DENGAN MENGGUNAKAN MODUL PADA MATA PELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR.

No. Daftar

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN
INVESTIGASI
DENGAN MENGGUNAKAN MODUL
PADA MATA PELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Mcmperoleh Gclar Magister Pendidikan
Program Studi Pengembangan Kurikulur

WetSS

DJADJA DJADJURI

999742

PROGRAM


UNIVERSITAS

PASCASARJANA

PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2001

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

Pembira bing I

Prof. Dr.H. Nana'Syacjdih Sukmadinata
NIP. 13br43873

PeinbinibingJI

Dr.Hj.Mulyani Sumantri, M.Sc
NIP.130203756


PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul "Pengembangan Model
Pembelajaran Investigasi Dengan Menggunakan Modul Pada Mata Pelajaran IPA di
Sekolah Dasar" ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan
saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai
dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini,
saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian
ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau
klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 24 Agustus 2001
Yang membuftfpernyataan,

Djadja Djadjuri

ABSTRAK

Proses pembelajaran yang terjadi di sekolah dasar, khususnya dalam mata


pelajaran IPA, terlalu ditekankan pada proses menghafalkan materi pelajaran, yang
bersumber dari bukupaket. Proses pembelajaran seperti itu sangat tidak sesuai dengan
hakikat IPA sebagai proses.

Melalui action research di Kl. V SD Negeri KPAD Gegerkalong, penelitian ini
diarahkan pada peningkatan kualitas proses pembelajaran melalui proses investigasi
dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif mencari dan menemukan
sendiri fokta, konsep, dan prinsip. Pertanyaan penelitian tertuju pada prosedur
pembelajaran model investigasi dengan menggunakan modul, bentuk modul yang
digunakan, kegiatan belajar siswa, bentuk bimbingan guru, bentuk evaluasi, dan hasil
belajar.

Berdasarkan hasil survey pendahuluan dan dengan mengacu pada salah satu
teori investigasi dalam mata pelajaran IPA serta teori pembelajaran lain, pola
pembelajaran yang dikembangkan meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup. Modul berisi tujuan, kegiatanbelajar, dan evaluasi; yang terdiri dari
lembar petunjuk guru, lembar kegiatan siswa, lembar kerja siswa, lembar pertanyaan
pemantapan, dan lembar soal tes. Kegiatan belajar siswa meliputi pengerjaan tes awal,
pengungkapan pengalaman lampau yang terkait dengan bahan baru, praktek
percobaan, diskusi, merangkumkan materi pelajaran, dan pengerjaan tes akhir.

Bimbingan guru dilakukan secara klasikal, kelompok dan individual pada saat siswa
melakukan praktek percobaan, diskusi, dan merangkum materi pelajaran. Evaluasi
sesuai dengan hakikat IPA dilakukan terhadap proses dan hasil belajar. Hasil belajar
berupapengetahuan, pemahaman, aplikasi, keterampilan dan sikap.
—• Dari pengembangan model ditemukan beberapa prinsip pembelajaran yaitu
berpusat pada aktivitas belajar siswa, belajar melalui pengalaman langsung, balikan
dan penguatan dengan segera, dan penggunaan lingkungan sebagai sumber dan media
pembelajaran.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran di atas, selain daya serap
materi atau pencapaian tujuan pembelajaran yang dapat dinilai cukup baik, sikapsikap positif siswa seperti keberanian bertanya dan mengemukakan pendapat,
kemampuan menghargai pendapat orang lain, kritis, dan kemampuan bekerjasama ada
kecenderungan meningkat pula.
Oleh karena itu proses pembelajaran IPA melalui model investigasi dengan
menggunakan modul yang dilaksanakan dalam penelitian ini dapat dinilai cukup
efektif, dan oleh karenanya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam
melaksanakan kurikulum IPA, khususnya di jenjang sekolah dasar.

DAFTAR ISI


ABSTRAK

i

KATA PENGANTAR

iii

DAFTAR ISI

vi

DAFTAR BAGAN

vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah dan Penjelasan Istilah

C. Pertanyaan Penelitian
D.Tujuan dan Manfaat Penelitian
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar

1
13
17
19

21

B. Model Pembelajaran Investigasi
C. Model Pembelajaran Investigasi Dalam Pendidikan IPA

41
48

D. Modul


49

E. Model Pmbelajaran Investigsi Dengan Menggunakan Modul
F. Hasil Penelitian Yang Relevan

54
56

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A.Lokasi dan Waktu Penelitian
B. Metode Penelitian
C. Prosedur Penelitian

60
60
64

D. Teknik Pengumpulan Data


68

E. Teknik Analisis dan Penafsiran Data

69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Data Hasil Survey Pendahuluan
B. Pengembangan Model
C. Model Pembelajaran Investigasi Dengan Menggunakan Modul
Yang Dapat Dikembangkan Pada Mata Pelajaran IPA
Di Sekolah Dasar

71
80

111

D. Interpretasi Data Hasil Penelitian


117

E. Pembahasan Hasil Penelitian

130

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

141

B. Saran

151

DAFTAR PUSTAKA


155

LAMPIRAN - LAMPIRAN

158

RIWAYAT HIDUP

vi

DAFTAR BAGAN

1 . Peta Variabel Teoretis Proses Pembelajaran

13

2 . Peta Variabel Proses Pembelajaran IPA

14


3 . Kerucut Pengalaman

46

4

.

Action Research

62

5

.

Prosedur Penelitian

65

6 . Rangkuman Pengembangan Model

110

7 . Dimensi Model Pembelajaran Investigasi
Dengan Menggunakan Modul

143

Vll

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pada saat ini bangsa Indonesia sedang mengalami berbagai krisis, seperti
krisis moral, krisis ekonomi, krisis kebudayaan, krisis politik. Semua krisis
tersebut terutama terpulang pada perilaku manusia atau perilaku bangsa
Indonesia itu sendiri. Hal ini berarti bangsa Indonesia sedang mengalami krisis
SDM.

Di dalam pembangunan, SDM merupakan faktor yang paling utama
dibanding dengan sumber daya alam dan dana. Pengembangan kualitas SDM

merupakan bidang garapan pembangunan pendidikan. Selama pembangunan
pendidikan tidak digarap secara sungguh-sungguh dan profesional, selama itu

pulalah SDM akan tetap menjadi masalah utama di dalam berbagai bidang
pembangunan.
Wardiman Djojonegoro (1998:562) mengemukakan : "Pendidikan hams
mampu mengembangkan SDM Indonesia yang bermutu, ... SDM yang bermutu
paling tidak memiliki tiga kompetensi dasar, yaitu : (1) kemampuan menguasai
keahlian dalam cabang IPTEK; (2) kemampuan bekerja secara profesional; dan

(3) kemampuan menghasilkan karya yang bermutu".
Sebagai salah satu modal utama yang harus dimiliki SDM yang bermutu

yang paling tidak memiliki tiga kemampuan dasar di atas ialah kemampuan
berpikir. Dengan kata lain bangsa Indonesia harus cerdas.

Mencerdaskan kehidupan bangsa memang menjadi salah satu aspek
sasaran pendidikan nasional, sebagaimana tercantum pada pasal 4, UndangUndang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai
berikut:

Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa musti selalu dilakukan di dalam

setiap pelaksanaan pendidikan di setiap jalur dan jenjang pendidikan, apalagi
dikaitkan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Akhir-akhir ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK),
terasa semakin pesat, akan tetapi sebagian besar, bahkan hampir semua

perkembangan

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi

tersebut,

khususnya

perkembangan teknologi tinggi, merupakan "barang import". Bangsa Indonesia
sendiri, termasuk para ilmuwan, sebagian besar merupakan konsumen ilmu dan
teknologi. Kenyataan seperti ini bila dibiarkan terus, maka bangsa ini dalam
bidang IPTEK akan tetap "dijajah" oleh bangsa lain yang lebih maju di bidang
itu.

Selama kemampuan berpikir masih tetap rendah, maka ketinggalan di
bidang IPTEK akan semakin jauh. Kemampuan berpikir dengan kadar tinggi
masih menjadi masalah dalam pendidikan di Indonesia.

Jalur pendidikan sekolah merupakan jalur paling strategis untuk
meningkatkan kualitas SDM, termasuk meningkatkan kemampuan berpikir.

Sebagaimana dikemukakan oleh Ace Suryadi (1999:50), bahwa pendidikan
persekolahan

sampai saat ini dianggap sebagai unsur utama dalam

pengembangan SDM. Melalui jalur pendidikan sekolah upaya peningkatan
kualitas SDM, termasuk meningkatkan kemampuan berpikir dapat dilakukan
secara sistematis dan terprogram, sehingga kualitas SDM akan semakin

meningkat. Sekaitan dengan itu Wardiman Djojonegoro mengemukakan :
Namun, untuk dapat mencapai mutu yang lebih tinggi lagi, diperlukan
beberapa kajian serta perbaikan terhadap beberapa masalah berikut ini :
(1) pendidikan di sekolah cenderung masih terlalu berorientasi terhadap
penguasaan teori dan hapalan, sehingga orientasinya terhadap penanaman
kemampuan belajar (learning capacity) dan penanaman penalaran masih
perlu ditingkatkan
(Wardiman Djojonegoro, 1998: 560)
Peningkatan kualitas SDM merupakan upaya yang musti dilakukan secara
terus menerus dan berkesinambungan di jalur sekolah melalui jenjang
pendidikan dasar bahkan dari taman kanak-kanak sampai pendidikan tinggi.

Pendidikan di jenjang pendidikan dasar mestinya memberikan kemampuankemampuan dasar yang kuat untuk belajar di jenjang pendidikan menengah.
Dengan memperoleh kemampuan dasar yang kuat di jenjang pendidikan dasar,

termasuk di Sekolah Dasar, para lulusan pendidikan dasar diharapkan memiliki
bekal yang lebih potensial untuk berkembang menjadi SDM yang lebih baik.
Di dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1990 tercantum :

"Pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa

untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,

warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk
mengikuti pendidikan menengah". Selanjutnya di dalam Kurikulum Pendidikan

Dasar 1994 untuk Sekolah Dasar tercantum : "Pendidikan dasar yang

diselenggarakan di sekolah dasar(SD) bertujuan memberikan bekal kemampuan
dasar 'baca-tulis-hitung', pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat

bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya serta mempersiapkan
mereka untuk mengikuti pendidikan di SLTP".

Untuk menghasilkan kualitas lulusan yang diharapkan sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional maupun tujuan sekolah, setiap sistem pendidikan
atau sekolah memiliki kurikulum yang berfungsi sebagai alat untuk

mencapainya. Oleh karena itu kurikulum memegang peranan yang sangat
penting di dalam membina kemampuan SDM, termasuk kemampuan berpikir
dengan kadar yang tinggi.

Seperti dikemukakan oleh Soedijarto (1997:11) bahwa unsur terpenting
dalam pendidikan sekolah ialah sistem kurikulumnya. Karena itu sistem
kurikulum adalah unsur yang paling strategis dari sistem pendidikan sekolah.

Senada dengan pendapat di atas, Ace Suryadi (1999:89) berpendapat :
"Kurikulum atau program pendidikan merupakan faktor terpenting dalam
pendidikan karena dapat mengarahkan ingin dibawa ke mana pendidikan itu.
Dengan meramu kurikulum dan program pendidikan, proses pendidikan diatur
sedemikian rupa sehingga berbagai faktor yang menyangkut sarana-prasarana
serta arus murid dapat dikendalikan".
Di dalam Kurikulum Pendidikan Dasar tercantum :

Kurikulum pendidikan dasar yang berkenaan dengan sekolah lanjutan
tingkat pertama (SLTP) lebih menekankan pada kemampuan siswa untuk
menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi yang disesuaikan
dengan kebutuhan pembangunan dan lingkungan. Penguasaan tersebut
akan memudahkan siswa mengembangkan berbagai kemampuannya

secara bertahap seperti berpikir teratur dan kritis, memecahkan masalah
sederhana, serta sanggupdan bersikap mandiri dalam kebersamaan.

Memperhatikan penekanan pada kurikulum untuk SLTP di atas, maka

pembinaan kemampuan berpikir di tingkat Sekolah Dasar merupakan upaya
yang sangat penting dilakukan, sebagai persiapan untuk belajar di SLTP dengan
lebih baik.

Kualitas lulusan suatu satuan pendidikan merupakan hasil dari proses
pembelajaran yang telah terjadi, sebagai wujud implementasi kurikulum. Jadi

kualitas lulusan sangat bergantung kepada proses pembelajaran yang terjadi, di
mana guru sangat memegang peranan penting.

Beberapa ahli menyatakan bahwa betapapun bagusnya suatu kurikulum

(official), hasilnya sangat bergantung pada apa yang dilakukan oleh guru di
dalam kelas (actual). Dengan demikian, guru memegang peranan penting baik
dalam

penyusunan

maupun pelaksanaan

kurikulum

(Nana Syaodih

Sukmadinata, 1997:194).

Oleh karena itu salah satu titik strategis yang harus diperhatikan adalah

peningkatan kualitas proses belajar mengajar yang dihayati para peserta didik.
Untuk itu pengadaan dan pembinaan tenaga kependidikan, termasuk guru, perlu

dilaksanakan secara

profesional dan memperoleh prioritas yang memadai

(Soedijarto, 1997:52).

Sejalan dengan pendapat tersebut Wardiman Djojonegoro (1998:571)

mengemukakan bahwa peningkatan mutu pendidikan akan terwujud jika setiap
sekolah memiliki kreativitas untuk dapat meningkatkan kemampuan belajar
siswa.

Peningkatan kemampuan belajar siswa sering kurang mendapat perhatian

dari kalangan guru-guru di sekolah. Guru-guru pada umumnya cenderung lebih
memfokuskan perhatian pada segi hasil belajar siswa yang berupa penguasaan
sejumlah pengetahuan hapalan. Belajar pada hakikatnya ialah berpikir.
Kemampuan belajar berarti kemampuan berpikir. Jadi peningkatan kemampuan

belajar siswa berarti peningkatan kemampuan berpikir siswa dengan kadar yang
tinggi. Yang menjadi persoalan sekarang ialah bagaimana upaya meningkatkan
berpikir siswa.

Praktek pendidikan tradisional yang sering disebut "maintenance learning"

dipandang terlalu adaptif, yaitu terlalu bersifat menyesuaikan diri secara pasif
dengan apa yang sudah ada (Buchori,1994).

Praktek-praktek pendidikan yang cenderung hanya mengandalkan
pemberian informasi (transfer of knowledge) belaka merupakan bentuk dari

praktek pendidikan yang bersifat adaptif itu. Menghadapi masa depan yang
berubah-ubah secara cepat produk pendidikan tradisional akan merasa tidak

berdaya jika berhadapan dengan kondisi yang berubah-ubah setiap saat. Bahkan
tak jarang ketidakberdayaan serupa itu dipandang sebagai krisis (M.Djahir
Basir, 1998:112).

Kekeliruan yang paling berbahaya dan menjadi perintang dalam

pendidikan adalah keyakinan bahwa orang-orang cerdas adalah pemikir yang
baik padahal nyatanya, kemajuan berpikir lahir dari penerapan keterampilan,
intelijen, dan pengalaman (De Bono: 1996). Oleh sebab itu pemikir lahir dari
hasil pengalaman dalam memanfaatkan potensi intelijen yang telah ada.

Pengalaman dapat diperoleh melalui kegiatan belajar dalam bentuk latihan

berpikir. Latihan berpikir dalam kegiatan pembelajaran pada dasarnya adalah
latihan mengemukakan pikiran secara lisan maupun tulisan. Kegiatan ini
hendaknya dikondisikan oleh rangsangan untuk berpikir, pemberian kesempatan
berpikir, dan kesempatan mengemukakan pikiran. Melalui latihan berpikir
setiap peserta didik dituntut secara aktif berbuat sesuatu(Basir, 1998:114).
Akan tetapi kegiatan belajar seperti itu, terutama di Sekolah Dasar, tidak

terjadi dengan sendirinya pada setiap diri siswa. Dalam hal ini kemampuan dan
kreativitas guru sangat menentukan. Guru berperan sebagai pembuat skenario

dan sekaligus sebagai sutradara proses pembelajaran. Guru berperan sebagai
guru manajer yang mengemban tugas merencanakan, mengorganisasikan,

memimpin, danmengawasi proses pembelajaran (Ivor. K. Davies, 1987: 35).
Di dalam perspektif pendidikan untuk pembangunan nasional, guru tidak
dapat dipandang sama dengan faktor-faktor lainnya dari komponen pendidikan,

seperti sarana-prasarana, dan sebagainya. Sebagai pembawa misi pembangunan

nasional, guruadalah makhluk intelektual yang memiliki otonomi dalam derajat
tertentu. Dalam mengajar, guru melaksanakan kegiatan yang tidak semata-mata

ditentukan oleh kurikulum dan instruksi dari atasan mereka. Di samping
mengembangkan misi pemerintah yang tertuang dalam kurikulum, guru juga

memiliki misinya sendiri yang tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun
(Ace Suryadi, 1999:90).

Pendapat lain mengenai pentingnya peranan tenaga pendidik (guru) di
dalam proses pembelajaran dikemukakan oleh Soedijarto (1997:55) bahwa

bagaimanapun kurikulum, buku, dan peralatan diadakan dengan md
bila tenaga pendidik tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan mer
pengertian memberikan pelajaran, memberikan bimbingan, dan memberikan

bantuan kepada peserta didik serta mengelola keseluruhan proses belajar
mengajar, sukar diharapkan semua rencana yang baik akan dapat menjadi
kenyataan.

Di satu pihak harapan peningkatan kualitas proses pembelajaran sangat
tertumpu pada pundak guru. Di pihak lain kualitas guru, khususnya kualitas

guru Sekolah Dasar, berdasarkan data tahun 1995/1996 sungguh sangat
memprihatinkan, ialah sebagai berikut:

Tabel -1: Kualifikasi Guru yang Tidak Memenuhi Persyaratan Minimal
Jenjang sekolah
1.

SD

2.
3.

Jumlah

Prestasi

1.049.468

89%

SLTP

235.929

57%

SLTA

86.306

20%

Sumber : Statistik Persekolahan 1995/1996

(Purnomo Setiady Akbar: 1998)

Hasil penelitian Suyono (1996) menunjukkan : (1) Guru kurang mampu
merefleksikan apa yang pernah dilakukan, (2) dalam pelaksanaan tugas, guru

pada umumnya terpancing untuk memenuhi target minimal, yaitu agar siswa
mampu menjawab soal-soal tes dengan baik, (3) para guru tampak enggan
beralih dari model mengajar yang sudah mereka yakini " tepat" dalam
membantu siswa mencapai keberhasilan belajar apabila model yang diusulkan

itu tidak diteruskan aktualisasinya sampai pada awal model tes, (4) guru selalu

mengeluh tentang kurang lengkap dan kurang banyaknya buku paket. Mereka

khawatir kalau yang diajarkan tidak sesuai dengan soal-soal yang akan muncul
dalam TPB, EBTA, dan EBTANAS, (5) kecenderungan guru dalam
melaksanakan tugas mengajar "hanya" memindahkan informasi dan ilmu

pengetahuan saja. Dimensi pengembangan kemampuan berpikir logis, kritis,
dan kreatifkurang mendapat perhatian.

Dari uraian di atas muncul kebutuhan yang mendesak untuk
mngembangkan sebuah model pembelajaran yang menuntut siswa lebih aktif

belajar melalui pencarian yang dilakukannya sendiri secara langsung (proses
inkuiri), dengan melibatkan guru dari mulai perencanaan sampai
pelaksanaannya.

Upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut mestinya dilakukan sedini

mungkin di jenjang pendidikan yang paling rendah dan semua pihak, terutama
para ahli dan praktisi pendidikan, hendaknya menaruh kepedulian untuk

melakukannya, sehingga kualitas SDM esok hari lebih baik daripada kualitas
SDM hari ini.

Hal ini telah menjadi salah satu arah kebijakan pembangunan pendidikan
yang tercantum di dalam GBHN : "Mengembangkan kualitas sumber daya
manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu, dan menyeluruh melalui

berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar
generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai hak dukungan dan
lingkungan sesuai dengan potensinya". (GBHN : 1999).

Penggunaan model pembelajaran di dalam implementaa

terutama sangat bergantung kepada hakikat mata pelajaran itu se^
terdapat satu model pembelajaran yang cocok untuk segala mata pelajaran. CMeh"
karena itu pemilihan dan penerapan sebuah model pembelajaran mesti

didasarkan kepada pertimbangan hakikat tujuan dan isi mata pelajaran yang
diajarkan.

Salah satu mata pelajaran di dalam kurikulum Sekolah Dasar yang
memiliki makna eksplorasi, yang menuntut siswa untuk melakukan proses

inkuiri di dalam mempelajarinya ialah ilmu pengetahuan alam (IPA).
Sebagaimana dikemukakan oleh Arthur. A. Carin (1993:4) : "The Activity of
questioning and exploring the universe and finding and expressing its hidden
order is called science".

Berdasarkan hakikat sain tersebut, proses pembelajaran yang harus terjadi
di dalam mata pelajaran IPA ialah proses pembelajaran yang memberi
kesempatan kepada siswa untuk aktif melaksanakan kegiatan belajar melalui
pengamatan, percobaan, dan pemecahan masalah, dan bukan menerima

informasi secara "pasif. IPA sebaiknya tidak dipandang hanya sebagai produk
akan tetapi IPA lebih menekankan kepada proses, yaitu proses pencarian konsep
dan hukum-hukum alam.

Bahkan di dalam Kurikulum 1994 untuk Sekolah Dasar pun telah

digariskan secara jelas : "Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hasil
kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi
tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian

10

proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasangagasan".

Hal ini membawa implikasi terhadap tugas guru di dalam proses
pembelajaran IPA, khususnya di Sekolah Dasar. Guru-guru Sekolah Dasar,

khususnya guru kelas III s/d guru kelas VI, karena IPA diajarkan sejak kelas III,
dalam pelajaran IPA hendaknya memiliki kemampuan dalam hal:

1. Merancang proses pembelajaran mata pelajaran IPA yang mencerminkan
program inkuiri/investigasi.

2. Mengorganisasikan siswa dan alat-alat pelajaran yang relevan dengan
kebutuhan pelaksanaan proses inkuiri/investigasi IPA.

3. Memimpin siswa di dalam melakukan proses inkuiri/investigasi IPA.

4. Mengawasi dan menilai proses dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran
IPA yang dipelajari melalui proses inkuiri/investigasi.

Akan tetapi dengan memperhatikan kenyataan di lapangan, berdasarkan
uraian di atas, ternyata : (1) Kualifikasi sebagian besar guru Sekolah Dasar

belum

memenuhi

persyaratan

minimal

untuk

melaksanakan

proses

pembelajaran yang lebih berkualitas, (2) sebagian besar guru masih dihinggapi
"penyakit enggan" untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan di bidang
pembelajaran.

Mempertimbangkan kenyataan seperti itu kiranya perlu dicari alternatif

memberdayakan guru, khususnya guru Sekolah Dasar, di dalam meningkatkan
kualitas proses pembelajaran, khususnya proses pembelajaranIPA.

Salah satu alternatif ialah pembelajaran dengan menggunakan modul.

Dengan menggunakan modul guru-guru akan merasa "terpaksa" mengikuti dan
melaksanakan langkah-langkah pembelajaran yang telah dirancang di dalam
modul. Di samping itu guru-guru akan sedikit diringankan dalam hal keharusan
membuat persiapan harian, karena persiapan harian secara otomatis sudah
menjadi bagian dari modul.

Hal lain yang menjadi dasar pertimbangan pelaksanaan proses

pembelajaran dengan menggunakan modul ialah kemampuan dan kecepatan
belajar siswa yang beragam. Dengan pengajaran klasikal dapat memungkinkan
siswa yang cepat belajar merasa bosan dan siswa yang lamban belajar merasa

didesak-desak, sehingga kedua kelompok siswa tersebut akan mejadi kecewa.
Akibatnya, proses belajar tidak terjadi secara baik dan hasilnya tidak
menggembirakan.

Dengan menggunakan modul siswa diberi kesempatan belajar secara

individual, kelompok, dan juga klasikal.

Dengan variasi pendekatan

pembelajaran seperti ini diharapkan motivasi dan aktivitas belajar siswa akan
lebih meningkat.

Berdasarkan semua uraian di atas, penelitian yang diarahkan untuk

meningkatkan kualitas proses pembelajaran dinilai sangat penting dan penulis
merasa terpanggil untuk melakukannya dengan judul "Pengembangan model

pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul pada mata pelajaran IPA
di sekolah dasar", dengan melibatkan guru SD melalui action research.

12

B. RUMUSAN MASALAH DAN PENJELASANISTILAH
1.

Rumusan masalah

Proses dan hasil belajar dipengaruhi oleh dua kelompok variabel, ialah

faktor internal dan ekstemal siswa. Faktor internal siswa antara lain berupa
kecerdasan, pengalaman, minat, motivasi. Faktor ekstemal ialah faktor

instrumental dan faktor lingkungan. Faktor instrumental ialah kurikulum, media

pembelajaran, alat-alat dan bahan pembelajaran. Faktor lingkungan antara lain :
perilaku profesional guru, ukuran kelas, jumlah dan kondisi waktu, iklim

sekolah dan iklim kelas. Semua variabel tersebut berinteraksi di dalam proses
pembelajaran dan produknya berupa kemampuan siswa. Variabel-variabel yang
dimaksud dapat dilihat pada bagan satu di bawah ini.

Faktor Instrumental

Kurikulum

Media

Alat dan Bahan

Pembelajaran

Pembelajaran

Kondisi Awal
Siswa :
- Bakat

- Pengalaman
- Minat

- Tingkat
perkemba
ngan

- Tingkat
kecerdasan.

Guru

Ukuan

Waktu

Kelas

Iklim

Lingkungan

Sekolah

sekitar

Faktor

Lingkungan
Bagan 1 : Peta Variabel Teoretis Proses Pembelajaran
13

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus perhatian penulis ialah

pembelajaran IPA yang dipengaruhi oleh faktor siswa, faktor instrumental, dan

faktor lingkungan. Faktor siswa, terutama variabel pengalaman dan tingkat
perkembangan; faktor instrumental berupa substansi pengajaran IPA itu sendiri

ialah tujuan dan topik bahasan, yang dalam penelitian ini menjadi acuan model
pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul, serta media, alat dan

bahan. Faktor lingkungan meliputi kemampuan profesional guru, ukuran kelas,
waktu, dan iklim sekolah.

Semua variabel tersebut berinteraksi di dalam proses pembelajaran IPA

dan produknya berupa kemampuan siswa. Variabel-variabel tersebut dapat
dilihat pada bagan dua di bawah ini.
Substansi

Pengajaran IPA

Tujuan

Topik bahasan

I
Model pembelajaran
investigasi dengan

Evaluasi

1
Media, alat
dan bahan

menggunakan modul

J
Pengalaman
dan tingkat

perkembangan
siswa

Kemampuan
profesional

Ukuran kelas
dan waktu

Iklim sekolah
dan kelas

guru

_T
Lingkungan

Bagan 2 :Peta Variabel Proses Pembelajaran IPA
14

Salah satu masalah yang dihadapi dalam pengajaran IPA ialah lemahnya
kualitas proses belajar mengajar yang terjadi selama ini. Berdasarkan hasil

beberapa penelitian terdahulu, maupun uraian dalam latar belakang masalah
seperti yang telah dikemukakan di atas, dalam pelaksanaan proses pembelajaran

IPA, guru cenderung terlalu banyak menerapkan pola ekspositori yang kurang
melatih siswa untuk berpikir kritis, sehingga aktivitas belajar siswa lebih banyak
menghafalkan sejumlah fakta atau informasi daripada melakukan berbagai

kegiatan mencari sendiri. Proses pembelajaran IPA seperti itu dinilai sangat
tidak sesuai dengan hakikat pengajaran IPA itu sendiri.

Oleh karena itu melalui "action research", penelitian ini dirancang untuk
mengkaji dimensi proses pembelajaran IPA di sekolah dasar dengan rumusan

sebagai berikut: "Model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul
yang bagaimana yang dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar

siswa pada mata pelajaran IPA di sekolah dasar, yang sesuai dengan kondisi
siswa dan lingkungan sekolah sertakurikulum yang berlaku ?"
2. Penjelasan Istilah

Untuk menghindari salah persepsi tentang istilah dan variabel serta

sebagai pegangan dalam merinci variabel dan penyusunan instrumen dalam
penelitian ini, penulis jelaskan sebagai berikut:

a. Pengembangan model dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai penerapan
model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul pada mata
pelajaran IPA di Sekolah Dasar yang sesuai dengan kondisi siswa dan

sekolah serta Kurikulum 1994 untuk Sekolah Dasar. Pengembangan tersebut

... 15

difokuskan pada prosedur pembelajaran, penyusunan modul, pelaksanaan
proses pembelajaran, dan evaluasi.

b. Model pembelajaran investigasi ialah model pembelajaran yang berpusat
kepada aktivitas belajar siswa (non-directive learning). Dalam penelitian ini
penulis berpedoman padaprosedur investigasi yang dikemukakan oleh Peter
C. Gega, sebagai berikut:

1). Penentuan topik bahasan.

2). Kegiatan pendahuluan. Siswa menjawab sejumlah pertanyaan dan/atau

menyimak sejumlah pernyataan sekitar pengalaman siswa yang ada
kaitannya dengan materi pelajaran yang akan dipelajari siswa. Kegiatan
ini berfungsi membangkitkan minat siswa dan mengungkapkan bahan
apersepsi.

3). Perumusan masalah yang dimunculkan dari materi kegiatan pendahuluan.
4). Identifikasi media dan alat-alat pelajaran IPA yang diperlukan di dalam
pemecahan masalah.

5). Identifikasi sejumlah petunjuk pemecahan masalah.

6). Pemecahan masalah dengan berpedoman pada sejumlah pertanyaan yang
berfungsi sebagai "guide".

7). Komentar guru terhadap respon siswa secara keseluruhan.

c. Modul ialah paket belajar yang dapat dipelajari sendiri oleh siswa, yan"
dalam penelitian ini memuat:
1).Topik bahasan.

2).Tujuan pembelajaran.

3). Petunjuk penggunan modul.

4). Penjelasan dengan ilustrasi materi, serta pertanyaan sekitar pengalaman
siswa yang ada kaitan dengan materi pelajaran yang akan dipelajari
siswa.

5). Masalah yang hams dipecahkan.

6). Identifikasi media dan alat-alat pelajaran IPA yang diperlukan di dalam
pemecahan masalah.

7). Petunjuk teknis pemecahan masalah.

8). Sejumlah pertanyaan yang berfungsi sebagai "guide" dalam pemecahan
masalah.

9). Respon siswa yang berfungsi sebagai kunci jawaban yang disertai
penjelasan-penjelasannya.

d. Mata pelajaran IPA di sekolah dasar dalam penelitian ini ialah mata pelajaran
IPA yang diajarkan di kelas V sekolah dasar pada catur wulan ke-3 tahun
ajaran 2000/2001
C. PERTANYAAN PENELITIAN.

Terdapat dua pertanyaan pokok dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kondisi gum, siswa, fasilitas, dan pelaksanaan pengajaran IPA
yang selama ini berlangsung di sekolah dasar ?

Pokok pertanyaan penelitian ini menyangkut kondisi dan situasi pembelajaran
IPA di Sekolah Dasar. Data yang terkumpul mengenai kondisi dan situasi

pembelajaran IPA tersebut digunakan sebagai bahan masukan dalam

pengembangan model pembelajaran investigasi yang diterapkan.

17

Pokok pertanyaan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut :
a.Bagaimana persepsi gum mengenai hakikat pengajaran IPA?

b.Bagaimana pelaksanaan pengajaran IPA yang selama ini berlangsung di
sekolah dasar ?

1) Bagaimana peranan guru ?
2) Bagaimana partisipasi siswa ?

c.Bagaimana ketersediaan fasilitas belajar untuk pengajaran IPA di sekolah
dasar saat ini ?

d.Bagaimana iklim sekolah dan iklim kelas di sekolah dasar saat ini ?

2.Bagaimana bentuk model pembelajaran investigasi dengan menggunakan
modul yang dapat dikembangkan pada mata pelajaran IPA di sekolah dasar ?

Pokok pertanyaan ini mengenai pengembangan model pembelajaran
investigasi dengan menggunakan modul pada mata pelajaran IPA di sekolah

dasar setelah mempertimbangkan data kondisi dan situasi nyata pembelajaran
IPA di atas.

Pokok pertanyaan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:

a.Bagaimana prosedur pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul
pada mata pelajaran IPA di sekolah dasar ?

b.Bagaimana bentuk modul yang digunakan ?
c.Bagaimana kegiatan belajar siswa dalam model tersebut ?

d.Bagaimana bentuk bimbingan gum dalam model tersebut ?

e.Bagaimana bentuk evaluasi yang dilaksanakan gum ?
f.Bagaimana hasil belajar siswa?

18

D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN.

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model pembelajaran
investigasi dengan menggunakan modul pada mata pelajaran IPA di kelas V

sekolah dasar sesuai dengan kondisi siswa dan sekolah serta kurikulum yang
berlaku (Kurikulum 1994).

Secara khusus tujuan penelitian tersebut sebagai berikut:

1.Diperoleh prosedur pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul
pada mata pelajaran IPA di sekolah dasar.

2.Diperoleh contoh modul yang digunakan dalam pengembangan model
tersebut.

3.Diperoleh bentuk kegiatan belajar yang dilakukan siswa dalam pengembangan
model tersebut.

4.Diperoleh bentuk bimbingan gum terhadap kegiatan belajar siswa
5.Diperoleh bentuk evaluasi yang dilaksanakan gum.
6.Diperoleh gambaran hasil belajar siswa

Dengan pengembangan model tersebut diharapkan akan bermanfaat
l.Manfaat teoretis

Memperkaya teori pembelajaran, khususnya model pembelajaran
investigasi dengan menggunakan modul pada mata pelajaran IPA di sekolah
dasar, yang meliputi:

a. Konsep model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul, yang
memuat atribut-atribut pokok konsep tersebut.

19

b. Prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan di dalam model pembelajaran
investigasi dengan menggunakan modul.
2. Manfaat praktis

Bagi guru sekolah dasar, ialah sebagai salah satu pedoman dalam

mengajarkan IPA untuk meningkatkan kualitas hasil dan proses pembelajaran,

meliputi: peningkatan kemampuan berpikir siswa, peningkatan motivasi belajar
siswa, pengembangan sikap-sikap positif (seperti sikap : kritis, kreatif,
kerjasama, toleransi, terbuka, demokratis).

Bagi kepala sekolah, pengawas, dan kepala dinas Diknas, sebagai salah

satu

bahan

masukan

untuk

meningkatkan

kemampuan

guru

mengimplementasikan kurikulum sekolah dasar dalam rangka meningkatkan
kualitas proses dan hasil belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran IPA.

20

BAB III

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelas V Sekolah Dasar Negeri KPAD
Gegerkalong Kecamatan Sukasari Kota Bandung. Sekolah Dasar tersebut
tennasuk "SD Center".

Pemilihan lokasi ini bukan hanya didasarkan pada alasan teknis, akan tetapi
juga didasarkan pada kenyataan bahwa sekolah tersebut mempakan salah satu

sekolah center di kota Bandung. Dengan demikian diharapkan upaya perbaikan
yang terjadi membawa imbas positif pada sekolah dasar-sekolah dasar yang lain,
khususnya dalam mata pelajaran IPA.
2. Waktu Penelitian

Sesuai dengan rencana, penelitian ini dilaksanakan pada catur wulan 3

Tahun Ajaran 2000/2001, yaitu mulai dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni
2001 (jadwal penelitian terlampir).
B. METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, yaitu mengenai pengembangan model pembelajaran
investigasi dengan menggunakan modul pada mata pelajaran IPA di sekolah

dasar, penulis bermaksud memperbaiki proses pembelajaran IPA, yang sesuai

dengan hakikat pendidikan IPA itu sendiri, dengan didasarkan pada kondisi nyata
yang sekarang terjadi di lapangan (di sekolah), dengan melibatkan gum yang
bersangkutan.

60

Yang penulis lakukan ialah penggabungan prosedur ilmiah ( research)
dengan tindakan ( action ). Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis
menggunakan metode penelitian tindakan ( action research).

Hal ini seperti yang telah dikemukakan pula oleh David Hopkins "Action
research combines as substantive act with a research procedure, it is action

disciplined by enquiry, a personal attempt at understanding while engage in
process ofimprovement reform " (David Hopkins, 1993:44).
Lebih jauli Geoffrey E. Mills, mengemukakan :

Action research is any systematic inquiry conducted by teacher researcher

principals, school counsellors, or other stakeholders in the teaching/learning

environment, to gather information about the ways that their particular
schools operate, how they teach, and how well their students learn This

^formation is gathered with the goals of gaining insight, developing
reflective practice, effecting positive changes in the school environment (

and on educational practices in general), and improving student outcomes
and the lives ofthose involved". ( Geoffrey E. Mills, 2000:6).
Tujuan utama penelitian dengan metode penelitian tindakan ialah

mengadakan perbaikan yang dalam penelitian ini ialah perbaikan pembelajaran.
Sebagaimana yang dikemukakan John Elliot (1993:49) "The fundamental aim of
action research is to improve rather than to produce knowledge".
Yang dimaksud dengan perbaikan pembelajaran dalam penelitian ini ialah

mulai dari perbaikan persepsi gum tentang hakikat pendidikan IPA, proses
pembelajaran IPA melalui model pembelajaran investigasi dengan menggunakan
modul, sampai proses evaluasi dalam pendidikan IPA.

Ada empat langkah pokok yang penulis lakukan dalam penelitian ini, seperti
yang dikemukakan oleh Geoffrey E. Mills, ialah : "(1) Identify an area of focus,

(2) collect data, (3) analyze and interpret data, (4) develop an action plan"
(Geoffrey E. Mills, 2000 : 6 ).

61

Action research dengan empat langkah pokok di atas dilaksanakan seperti
spiral. Langkah-langkah dari mulai penelitian awal terhadap kondisi nyata dan
pengembangan ide, perencanaan serta pelaksanaannya tidak terputus. Artinya,
setelah selesai melaksanakan suatu tindakan dalam langkah implementasi, peneliti
dihadapkan pada persoalan bam yang didapatkan dari hasil monitoring dan
evaluasi. Stephen Kemmis (1990) menggambarkannya sebagai berikut:

Replanning understanding learning

Replanning understanding learning

Bagan 4

:Action Research Cycle (Geoffrey E. Mills, 2000:17)
62

Dari bagan di atas, dapat dijelaskan bahwa proses pelaksanaan action

research yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis terdiri dari langkah-langkah
sebagai berikut:

1. Action research dimulai dengan mengidentifikasi ide yang akan dijadikan
kajian penelitian. Ide tersebut mempakan pemyataan dari keadaan atau situasi
tertentu yang memerlukan pembahan atau peningkatan. Elliot menyatakan :
"In other words the "general idea" refers to state of affairs or situation on
wishes to change or improve on" (Elliot, 1993:72).

2. Mengadakan studi pendahuluan (reconnaissance). Pada langkah ini ada dua hal

yang hams dikerjakan. Pertama, menggambarkan fakta yang ada di lapangan
sesuai dengan masalah yang berhubungan dengan ide yang dijadikan kajian
penelitian. Kedua, adalah menjelaskan fakta melalui analisis yang cermat

sebagai bahan pertimbangan atau bahan masukan dalam penyusunan
perencanaan penelitian.

3. Menyusun perencanaan secara umum sesuai dengan hasil studi pendahuluan

(constmcting the general plan). Dalam langkah ini peneliti mengembangkan
tindakan-tindakan apa yang hams dilakukan sesuai dengan masalah penelitian.
4. Mengimplementasikan tindakan sesuai dengan perencanaan yang telah
disusun. Selama pelaksanaan tindakan dilakukan monitoring dan evaluasi
sebagai bahan perbaikan dan pengembangan.

5. Menjelaskan berbagai kelemahan, masalah atau pengaruh yang timbul

berdasarkan hasil monitoring selama implementasi berlangsung, yang
digunakan sebagai bahan perbaikan.

6. Melakukan perbaikan dan menyusun rencana selanjutnya.

63

7. Mengimplementasikan kembali tindakan sesuai dengan perencanaan yang telah
direvisi (kembali ke langkah "4").
C. PROSEDUR PENELITIAN

Sesuai dengan metode penelitian yang menggunakan action research,
prosedur penelitian yang dilakukan seperti tergambar dalam bagan di bawah ini

64

SURVEY

PENDAHULUAN

PERENCANAAN UMUM/
MODEL TAHAP 1

rMPLEMENTASI MODEL TAHAP 1

Topik
Tujuan

KBM

Guide/

Fasilitator

Prosedurpembelajaran
- Kegiatan pendahuluan
- Kegiatan inti
- Kegiatan penutup

1. Menjelaskan topik bahasan.

Guru

2. Melaksanakan tes awal.

Modul

3.Menelaah tujuan pembelajaran

Modul

4.Mengungkapkan pengalaman lampau siswa yang

Modul

terkait dengan materi bam.

Alat dan bahan
Evaluasi

5.Praktek percobaan yang diikuti dengan diskusi

Modul

kelompok.

6.Laporan kelompok yang diikuti dengan diskusi

Guru

klasikal.

7.Diskusi kelompok untuk pemantapan mengenai

Modul

penerapan konsep.

8. Laporan kelompok yang diikuti dengan diskusi

Gum

klasikal.

9.Memperkaya materi yang dikaitkan dengan

Gum

fenomena dan peristiwa alam dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat.
10.Merangkumkan materi pelajaran

Gum

11. Melaksanakan tes akhir

MONITORING, EVALUASI
DANREFLEKSI

PERENCANAAN UMUM/
MODEL TAHAP 2

Modul

IMPLEMENTASI MODEL TAHAP 2

1. Topik
2. Tujuan

KBM

Guide/

Fasilitator

3. Prosedurpembelajaran
- Kegiatan pendahuluan

1.Menjelaskantopik bahasan.

Guru

2. Melaksanakan tes awal.

Modul

- Kegiatan inti

3. Menelaah tujuanpembelajaran

Modul

- Kegiatan penutup

4.Mengungkapkan pengalaman lampau siswe yang

Modul

4. Alat dan bahan
5. Evaluasi

terkait dengan materi baru.

5.Praktekpercobaan yang diikuti dengan diskusi

Modul

kelompok.

6.Laporan kelompok yang diikuti dengan diskusi

Guru

klasikal.

7.Diskusi kelompok untuk pemantapan mengenai

Modul

penerapan konsep.

8.Laporan kelompok yangdiikuti dengan diskusi

Guru

klasikal.

9.Memperkaya materi yang dikaitkan dengan
fenomena dan peristiwa alam dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat.
lO.Merangkumkan mBteri pelajaran
11.Melaksanakan tes akhir

PERENCANAAN UMUM/

Guru

Guru

Modul

IMPLEMETASI MODEL TAHAP 3

Dst

MODEL TAHAP 3

I
1. Topik
2. Tujuan

3. Prosedur pembelajaran
- Kegiatan pendahuluan
- Kegiatan inti

- Kegiatanpenutup
4. Alat dan bahan
5. Evaluasi

KBM

Guide/
Fasilitator

1. Menjelaskan topikbahasan.
2.

Melaksanakan tes awal.

3. Menelaah tujuanpembelajaran
4. Mengungkapkan pengalaman lampausiswa

Guru

Modul
Modul
Modul

yang terkait dengan materi bam.

5. Praktekpercobaan yangdiikutidengandiskusi

Modul

kelompok.

6. Laporan kelompok yangdiikutidengandiskusi

Guru

klasikal.

7. Diskusi kelompok untuk pemantapan mengenai

Modul

penerapan konsep.

8. Laporan kelompok yangdiikuti dengandiskusi

Guru

klasikal.

9. Memperkaya materi yangdikaitkan dengan
fenomena danperistiwa alam dalam kehidupan

Guru

sehari-hari masyarakat.

lO.Merangkumkan materipelajaran
11.Melaksanakan tes akhir

Gum

6^odul

Bagan prosedur penelitian di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Mengadakan survey pendahuluan

Survey pendaliuluan dilakukan untuk mengumpulkan data yang
penting sesuai dengan pertanyaan penelitian.

Data yang dikumpulkan dalam survey pendahuluan ialah :

a. Faktor gum, yang menyangkut persepsi gum tentang hakikat pendidikan
IPA, konsep investigasi, dan modul.

b. Faktor siswa, yang menyangkut kondisi awal siswa dalam pendidikan IPA.

c Proses pembelajaran IPA yang berlangsung selama ini, yang meliputi:
1) Metode mengajar yang digunakan gum
2) Alat dan bahan yang digunakan siswa

3) Sistem evaluasi yang digunakan gum

d. Fasilitas atau sumber dan media pembelajaran yang tersedia :
1) Paket belajar

2) Mediapembelajaran

e. Lingkungan sekolah/kelas yang biasa dikelola gum selama ini dalam
pembelajaran IPA:
1) Ukuran kelas
2) Iklim sekolah/kelas

2. Menyusun perencanaan awal (perencanaan umum) dan draft model tahap 1
bersama gum dengan memperhatikan data hasil survey pendahuluan, yang
terdiri dari :

a. Topik bahasan

b. Tujuan pembelajaran
c. Prosedurpembelajaran

66

d. Alat dan bahan
e. Evaluasi

3. Mengimplementasikan rencana model 1 oleh gum. Selama implementasi
berlangsung dilakukan observasi mengenai:

a. Kemampuan gum mengorganisir lingkungan belajar, membimbing siswa
menggunakan modul, membimbing siswa melakukan praktek percobaan,

membimbing siswa berdiskusi, membimbing siswa menyimpulkan
pelajaran, membimbing siswa memperkaya ilustrasi dari kehidupan seharihari.

b. Aktivitas dan motivasi belajar siswa dalam mempelajari modul,
melakukan praktek percobaan, melakukan diskusi; serta sikap seperti :
berani mengemukakan pendapat, berani bertanya, kerjasama dalam
kelompok, terbuka terhadap pendapat orang lain.

c. Modul yang meliputi : relevansi isi dengan tujuan, teknik penyusunan,

relevansi langkah pembelajaran dengan model pembelajaran investigasi,
penggunaan bahasa, dan alat evaluasi.

4. Bersama gum, melalui diskusi, melakukan evaluasi dan refleksi implementasi
model pembelajaran tahap 1.

5. Bersama gum menyusun draftmodel tahap 2.

6. Mengimplementasikan draft model tahap 2 seperti yang telah dilakukan pada
langkah ke-3.

7. Mengevaluasi dan merefleksikan hasil evaluasi implementasi model tahap 2.
8. Revisi perencanaan dan setemsnya.

67

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Sesuai dengan pertanyaan penelitian yang diajukan, teknik pengumpulan
data yang digunakan ialah :
I. Wawancara

Teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan informasi:

a. Dari gum mengenai : persepsinya terhadap hakikat pendidikan IPA,
pengetahuannya tentang model investigasi dan modul, proses pembelajaran
IPA yang biasa dilaksanakan, sistem evaluasi yang biasa dilaksanakan, alat-

alat dan bahan IPA yang tersedia di sekolah, paket belajar dan media
pembelajaran IPA, ukuran dan iklim kelas, serta kesan gum setelah model
pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul selesai dilaksanakan.

b. Dari siswa mengenai: kebiasaan mereka mempelajari IPA, pengetahuan awal

siswa tentang pelajaran IPA sebelum model pembelajaran investigasi
dilaksanakan.

c. Dari kepala sekolah : kesannya tentang pembelajaran IPA selama ini, alat-alat

dan bahan IPA yang tersedia di sekolah, paket belajar dan media pembelajaran
IPA yang tersedia di sekolah.

Data dari kepala sekolah digunakan untuk melengkapi data dari gum.
Teknik wawancara tersebut bersifat terbuka dan berkembang selama
penelitian berlangsung.
2.

Analisis dokumen

Analisis dokumen dilakukan untuk memperoleh data mengenai:

a. Kurikulum IPA yang sedang dilaksanakan, meliputi tujuan dan topik bahasan.
b. Persiapan harian gum dalam mata pelajaran IPA yang meliputi sistematika dan
rumusan komponen-komponen pembelajaran.

68

c. Alat penilaian dalam pendidikan IPA yang telah dibuat gum.
d. Daftar nilai siswa dalam matapelajaran IPA.
3. Observasi

Observasi dilakukan selama proses implementasi model

investigasi dengan menggunakan modul dilaksanakan mulai dari tahap pertama
sampai dengan tahap terakhir, yang meliputi:

a. Kemampuan gum dalam melaksanakan pembelajaran IPA melalui model

investigasi dengan menggunakan modul, sebagaimana telah dikemukakan
pada prosedur penelitian.

b. Aktivitas dan motivasi belajar siswa serta sikap-sikap tertentu yang muncul
selama implementasi model tersebut terjadi.

c. Modul yang digunakan selama implementasi model berlangsung.

d. Iklim kelas yang terjadi selama implementasi model dilakukan, yang muncul
dalam interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan gum.
Semua data yang diperoleh dari hasil observasi dicatat di dalam catatan harian

(catatan hasil observasi harian), baik selama studi pendahuluan maupun selama
pengembangan model dilakukan.
E. TEKNIK ANALISIS DAN PENAFSIRAN DATA

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

pendekatan kualitatif. Hal ini disesuaikan dengan jenis masalah pengembangan
model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul pada mata pelajaran

IPA di sekolah dasar serta metode penelitian "action research" yang lebih
menekankan pada segi proses.

Dalam penelitian kualitatif, analisis dan penafsiran data mempakan proses
yang tidak dapat dipisahkan (Maleong, 1988:182). Oleh karena itu dalam

69

penelitian ini analisis dan penafsiran data dilakukan secara bersama-sama dan

tems menems sampai berhasil menemukan model pembelajaran investigasi yang
dianggap memadai sesuai dengan tujuan penelitian.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses analisis dan penafsiran data
sebagai berikut:

1. Menelaah seluruh data yang diperoleh dari hasil wawancara, analisis
dokumen, dan hasil observasi.

2. Memeriksa keabsahan data dengan membandingkan hasil dari setiap teknik
yang digunakan.

3. Membuat rangkuman hasil penelaahan data tersebut di atas.

4. Menyusun katagorisasi data sesuai dengan pertanyaan penelitian.

5. Menafsirkan data dengan berpedoman kepada teori yang dijadikan acuan,

yang dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran investigasi dengan m
enggunakan modul pada mata pelajaran IPA.

70

BABV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Salah satu masalah pendidikan di Indonesia ialah yang berkaitan dengan
kualitas pendidikan itu sendiri, termasuk kualitas hasil belajar. Kualitas hasil

belajar bergantung pada kualitas proses pembelajaran. Oleh karena itu segala
upaya yang berkaitan dengan peningkatan kualitas proses pembelajaran perlu

mendapat perhatian dan dukungan dari berbagai pihak, temtama dari para praktisi
pendidikan.

Upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran dapat dilakukan dengan

berbagai cara antara lain dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai
dengan hakikat ilmu atau mata pelajaran yang diajarkan, sesuai dengan
karakteristik siswa, dan sesuai dengan hakikat belajar.

Model pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran EPA, seperti yang

ditemukan dari hasil suvey pendahuluan di lapangan dapat disimpulkan sebagai
model pembelajaran yang kurang baik; sebab dilihat dari hakikat ilmu (IPA),
dilihat dari karakteristik siswa, dan dilihat dari hakikat belajar kurang sesuai.

Dilihat dari hakikat IPA, model pembelajaran hasil survey pendahuluan hanya
didasarkan pada EPA sebagai ilmu hasil penelitian para ahli yang harus diterima

begitu saja dengan cara membacanya dari buku dan/atau mendengarkan
penjelasan guru. Dilihat dari karakteristik siswa, pembelajaran terlalu abstrak,
sementara berdasarkan perkembangan intelektual siswa sekolah dasar, materi
141

pembelajaran

akan lebih mudah dikuasai bila diajarkan secara konkret. Di

samping itu pembelajaran kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan potensinya lebih optimal. Dilihat dari hakikat belajar,
pembelajaran yang terjadi kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk
meningkatkan kadar berpikir dan mengalaminya secara langsung, serta hasil
belajar lebih banyak bersifat hafalan.

Model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul pada mata
pelajaran EPA yang dikembangkan dalam penelitian ini, merupakan model
pembelajaran yang disesuaikan baik dengan hakikat EPA, karakteristik siswa,

maupun hakikat belajar. Dengan demikian model pembelajaran investigasi
dengan menggunakan

modul dapat digunakan sebagai salah satu model

pembelajaran di sekolah dasar, khususnya pada mata pelajaran IPA.
Model pembelajaran investigasi dengan menggunakan modul memiliki dua

dimensi, yaitu dimensi desain dan dimensi implementasi. Dimensi desain bempa
modul yang berisi tujuan, petunjuk mempelajari modul, kegiatan pembelajaran,
dan evaluasi.

Tujuan pembelajaran mempakan rincian dari tujuan mata pelajaran EPA
kurikulum yang sedang dilaksanakan.
Petunjuk mempelajari modul berisi hal-hal yang hams diperhatikan dan
dilakukan siswa dalam mempelajari EPA dengan menggunakan modul di bawah
bimbingan gum.

142

Kegiatan pembelajaran menggambarkan kegiatan belajar siswa dengan
menggunakan modul di bawah bimbingan gum melalui tiga tahapan ialah
pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup.

Evaluasi terdiri dari evaluasi hasil yang mengacu pada tujuan pembelajaran
dengan menggunakan soal tes dan evaluasi proses untuk mengevaluasi
keterampilan dan sikap dengan menggunakan panduan observasi.

Implementasi desain bempa prosedur pembelajaran yang terdiri dari tiga
tahapan ialah kegiatan penda