PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA.

(1)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI

WARGA NEGARA

(Studi Kasus di Sekolah Menengah Atas Negeri 28 Jakarta)

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan

Disusun Oleh:

MARTALENA SIBURIAN (NIM. 1006991)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI

WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI

WARGA NEGARA

(Studi Kasus di Sekolah Menengah Atas Negeri 28

Jakarta)

Oleh

Martalena Siburian

S.Pd Universitas Negeri Jakarta, 2008

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan

© Martalena Siburian 2014 Universitas Pendidikan Indonesia


(3)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(4)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA


(5)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA


(6)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA


(7)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Martalena Siburian (1006991). Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Pembinaan Kesadaran Berkonstitusi Warga Negara. (Studi Kasus di Sekolah Menengah Atas Negeri 28 Jakarta).

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada dua tujuan utama. Pertama, pembentukan warga negara Indonesia yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya. Kedua, pengembangan warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD. Upaya yang dilakukan sekolah dengan memberikan mata pelajaran yang bermuatan nilai, moral, dan norma yang merupakan bagian dari disiplin Pendidikan Kewarganegaraan, diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pentingnya kesadaran berkonstitusi. Karena hal tersebut menjadi dasar bagi warga negara untuk dapat selalu menjadikan Konstitusi sebagai rujukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi dewasa ini masih saja ada warga negara muda yang belum menanamkan sikap sadar konstitusi, hal ini bisa di lihat dari adanya siswa yang melakukan pelanggaran di dalam lingkungan sekolah maupun masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengungkapkan lebih dalam mengenai bagaimana Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pembinaan Kesadaran Berkonstitusi Warga Negara, khususnya di SMA Negeri 28 Jakarta. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan metode studi kasus. Data-data diperoleh dari wawancara terhadap warga sekolah, studi dokumen dan observasi langsung. Hasil penelitian adalah (1) adanya persepsi positif tentang kesadaran berkonstitusi. Kesadaran berkonstitusi merupakan bentuk dari kesadaran warga negara yang diwujudkan dalam memahami dan mematuhi hukum atau peraturan yang berlaku dalam kehidupan sekolah, masyarakat maupun berbangsa dan bernegara; (2) melalui proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat membentuk siswa untuk memiliki pengetahuan, pemahaman, sikap dan perilaku yang sesuai dengan konstitusi (peraturan / tata tertib sekolah). (3) adanya hambatan yaitu sifat atau karakter siswa yang memiliki bakat sering melanggar tata tertib di sekolah, ketidakseragaman antara pembinaan di rumah dan sekolah, serta adanya pengaruh dari lingkungan luar dan juga media. (4) upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah ialah memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran, kepala sekolah serta guru memberikan tauladan kepada siswa, dan adanya kegiatan ektrakulikuler yang dapat menunjang dalam pembinaan kesadaran berkonstitusi. Penelitian ini merekomendasikan kepada kepada pihak sekolah agar semua warga sekolah bisa memberikan tauladan dan juga mengadakan kegiatan yang mendukung upaya pembinaan kesadaran berkonstitusi. Kepada guru PKn, terus memperbaharui strategi pembelajaran yang dapat membentuk karakter atau kepribadian siswa yang sesuai dengan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri. Memperbanyak kegiatan-kegiatan pelatihan guru guna meningkatkan kualitas atau kompetensi guru. PKn, penelitian ini dapat menjadi salah satu masukan dalam meningkatkan pembinaan kesadaran berkonstitusi.


(8)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Martalena Siburian (1006991). Civic Education as the Citizen Constitutional-Awareness Building Device. (Case Study at Sekolah Menengah Atas Negeri 28 Jakarta).

The Civic Education as a subject focusing on two main purposes. Firstly, it aims for Indonesian citizenship building that understand and capable to execute their rights and obligation. The second, it has purpose to develop intelligent, skilled, and characterized Indonesian peoples as addressed by the Philosophy of Pancasila and the 1945 Constitution. Attempts made by school with subject delivery containing values, morale, and norms as a part of the Civic Education discipline, expecting to cultivate an understanding about the importance of constitutional awareness. Because it will become basis for citizen for letting they always make such Constitution as reference in their national and state-minded life. However, there are still many of young peoples have not yet cultivated such constitutional awareness, and this instance can be seen from students that make violation in their school environment and community at large. This research aims to examine and explore in-depth about how Civic Education As the Citizen Constitutional-Awareness Building Device, especially in SMA Negeri 28 Jakarta. The approach used is a qualitative approach with case study method. Data was collected from interviews on school's citizen, documentary study and direct observation. Its results consists of : (1) there is a positive perception about such constitutional awareness. This awareness is a representation of citizenship consciousness realized in existing legal and regulatory understanding and compliance within school, community or national and state-minding living environment; (2) through such Civic Education process, it can be expected to create students with knowledge, understanding, character, and behavioral aspects accord with constitutional specification (school rules and guidance), (3) there are some constraints with student's character whom frequently break out school's order, unconformity between school and home buildings, and the effect of external environment and media. (4) some attempts made by school's party to overcome such violations is to provide for full emphatic direction and guidance, headmaster and teachers must give role model to their students, and providing an extracurricular activity that would support for this constitutional awareness building. This research recommends to school party may give their overall school citizen a good role model and to perform activities which may contribute in such constitutional awareness. The civic teachers, may continuously update their strategies for student's character and personality development that comply with such Civic Education objectives itself. Adding activity for teacher training would improve teacher's quality and competency in Civic Education. This research can be one input in improving such constitutional awareness building.


(9)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA


(10)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK (Bahasa Indonesia)... ii

ABSTRACT (Bahasa Inggris)... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Struktur Organisasi Tesis ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

A. Konsep Pendidikan Kewarganegaraan ... 12

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ... 12

2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ... 18

3. Karakteristik dan Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan ... 20

4. Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan ... 22

B. Konsep Wahana Pembinaan Kesadaran Berkonstitusi ... 24

1. Konstitusi dan Konstitusionalisme ... 24


(11)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

3. Indikator Kesadaran Berkonstitusi ... 40

4. Hubungan antara Pendidikan Kewarganegaraan dan Pembinaan Kesadaran Berkonstitusi ... 42

C. Konsep Warga Negara ... 45

D. Teori Perkembangan Moral ... 47

E. Penelitian Yang Relevan ... 49

BAB III METODE PENELITIAN ... 51

A. Lokasi dan subjek Penelitian ... 51

B. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 52

C. Tahap-tahap Penelitian ... 57

D. Penentuan Responden dan Kisi-kisi Penelitian ... 58

E. Definisi Operasional ... 59

F. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 60

G. Teknik Pengolahan Dan Analisis Data ... 63

H. Uji Validitas Penelitian Kualitatif ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 68

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 68

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 78

1. Deskripsi Hasil Wawancara ... 78

2. Deskripsi Hasil Observasi ... 88

3. Deskripsi Hasil studi Dokumentasi ... 90

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 90

1. Persepsi Warga Sekolah tentang Kesadaran Berkonstitusi .... 90

2. Proses Pembelajaran PKn sebagai Wahana Pembinaan Kesadaran Berkonstitusi terhadap Warga Negara ... 94

3. Kelemahan Proses dalam Pembinaan Kesadaran Berkonstitusi Warga Negara ... 97


(12)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

4. Upaya yang dilakukan oleh Pihak Sekolah dalam Pembinaan

Kesadaran Berkonstitusi Warga Negara ... 98

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 101

A. Simpulan Umum ... 101

1. Simpulan Umum ... 101

2. Simpulan Khusus ... 102

B. Rekomendasi ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 109


(13)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perincian Pelanggaran Anak-anak Maupun Remaja Pada Tahun

2011 ... 4

Tabel 1.2 Perincian Pelanggaran Anak-anak Maupun Remaja Pada Tahun 2012 ... 4

Tabel 3.1 Subjek Penelitian di SMA Negeri 28 Jakarta ... 51

Tabel 4.1 Keadaan Siswa di SMA Negeri 28 Jakarta ... 72

Tabel 4.2 Data Guru dan Pegawai di SMA Negeri 28 Jakarta ... 72

Tabel 4.3 Prestasi Akademik SMA Negeri 28 Jakarta ... 76

Tabel 4.4 Triangulasi Sumber Penelitian Persepsi Warga Sekolah tentang Kesadaran Berkonstitusi ... 80

Tabel 4.5 Triangulasi Sumber Penelitian Proses Pembelajaran PKn sebagai Wahana Pembinaan Kesadaran Berkonstitusi terhadap Warga Negara Muda ... 83

Tabel 4.6 Triangulasi Sumber Penelitian Kelemahan dalam proses Pembinaan Kesadaran Berkonstitusi Warga Negara Muda ... 85


(14)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Tabel 4.7 Triangulasi Sumber Penelitian Upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam pembinaan Kesadaran Berkonstitusi Warga

Negara Muda ... 87

DAFTAR GAMBAR


(15)

1

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang diharapkan dapat membentuk warga negara yang cerdas dan baik serta bertanggung jawab, sebagaimana dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) secara tegas dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter generasi muda serta peradaban bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab. Namun, hingga saat ini setelah pembelajaran pendidikan kewarganegaraan diselenggarakan sejak lama di sekolah mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dampaknya belum signifikan dalam mengembangkan dan membina kesadaran berkonstitusi warga negara muda.

Hal ini dapat dilihat dari pengelolaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih cenderung pada penguasaan aspek materi sehingga pengembangan aspek yang lain termasuk pembinaan kesadaran berkonstitusi sedikit terlupakan. Keadaan ini sejalan dengan Winataputra dan Budimansyah (118-119: 2007) yang menyatakan bahwa kendala dan keterbatasan Pendidikan Kewarganeganegaraan dalam membentuk warga negara yang cerdas dan baik adalah (1) Masukan instrumental (instrumental input) terutama yang berkaitan dengan kualitas guru atau dosen serta keterbatasan fasilitas dan sumber belajar, dan (2) Masukan lingkungan (environmental input) terutama yang berkaitan dengan kondisi dan situasi kehidupan politik negara yang kurang demokratis. Dengan demikian, pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan tidak mengarah pada misi sebagaimana seharusnya. Beberapa indikasi empirik yang menunjukan


(16)

2

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

salah arah tersebut antara lain; Pertama, proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn lebih menekankan pada dampak instruksional (instructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi (content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja sedangkan pengembangan dimensi-dimensi lainnya (afektif dan psikomotorik) dan memperoleh dampak pengiring (nurturant affects) sebagai ”hidden curriculum” belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Kedua, pengolahan kelas belum mampu menciptakan suasana kondusif dan produktif untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa atau mahasiswa melalui perlibatan secara proaktif dan interaktif baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas (intra dan ekstrakurikuler) sehingga berakibat pada miskinnya pengalaman belajar yang bermakna (meaningfull learning) untuk mengembangkan kehidupan dan perilaku siswa atau mahasiswa. Ketiga, pelaksanaan kegiatan ekstar- kurikuler sebagai wahana hands-on experience” juga belum memberikan kontribusi yang signifikan untuk menyeimbangkan antara penguasaan teori dan praktek pembiasaan perilaku dan keterampilan dalam kehidupan berwarga negara, berbangsa, dan bernegara.

Hal lain yang juga terjadi saat ini di Indonesia berkaitan dengan implementasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sering terjadinya berbagai pelanggaran terhadap ketentuan UUD NRI 1945 terutama yang berkaitan dengan hak dan kewajiban konstitusional warga negara. Pelanggaran tersebut dilakukan oleh setiap warga negara, termasuk warga negara muda. Oleh karena itu dapat dikatakan saat ini sudah semakin terkikisnya kesadaran berkonstitusi yang juga telah melanda para warga negara muda sebagai generasi muda penerus cita-cita bangsa.

Warga negara muda merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat menggantikan generasi-generasi terdahulu dengan kualitas kinerja dan mental yang lebih baik. Oleh karena itu, dengan adanya program pendidikan tingkat dasar, menengah dan tingkat tinggi diharapkan dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi. Tetapi dengan terkikisnya kesadaran berkonstitusi yang melanda warga negara muda dalam dasawarsa terakhir ini,


(17)

3

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

kenyataan menunjukkan hal yang berbeda. Banyak data dan informasi tentang tingkat kenakalan remaja yang mengarah pada tindakan kekerasan dan melanggar konstitusi. Hal ini di tunjukkan dengan adanya berbagai macam kenakalan remaja akhir-akhir ini yang terjadi seperti perkelahian secara perorangan atau kelompok, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian, perampokan, penganiayaan dan penyalahgunaan obat-obatan seperti narkotik (narkoba). Dengan demikian dapat dikatakan kenakalan remaja tersebut merupakan suatu outcome dari suatu proses yang menunjukkan penyimpangan tingkah laku atau pelanggaran terhadap nilai, norma-norma maupun hukum yang ada di dalam masyarakat.

Tindak pidana yang juga merupakan pelanggaran terhadap hak konstitusional lebih jauh lagi dengan adanya krisis moral yang melanda bangsa Indonesia diungkapkan oleh Winataputra dan Budimansyah (2007: 166) sebagai berikut:

Kekerasan, pelanggaran lalu lintas, kebohongan publik, arogansi kekuasaan, korupsi kolektif, kolusi dengan baju profesionalisme, nepotisme lokal dan institusional, penyalahgunaan wewenang, konflik antar pemeluk agama, pemalsuan izasah, konflik buruh dengan majikan, konflik antara rakyat dengan penguasa, demonstrasi yang cenderung merusak, koalisi antar partai secara kontekstual dan musiman, politik yang kecurangan dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada, otonomi daerah yang berdampak tumbuhnya etnosentrisme dan lain-lain.

Dapat dilihat hal-hal diatas merupakan perilaku-perilaku yang ironisnya tidak sedikit dilakukan oleh kaum yang berpendidikan tinggi, dilakukan oleh pejabat negara sampai pejabat daerah, oleh aparat penegak hukum, hingga wakil rakyat yang terhormat, dan juga oleh para warganegara muda.

Adanya kasus yang melibatkan beberapa para kader partai yang terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi (Kompas.com 23 Januari 2013). Contoh kejahatan lain yang dilakukan remaja yang berkisar berumur antara 16 hingga 19 tahun hampir setiap hari menghiasi media massa. Salah satu contoh kasus yang menarik lainnya adalah kejahatan yang dilakukan oleh empat orang remaja yang mengendarai dua motor. Mereka merampok sepasang remaja yang pacaran di Taman Ayodya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (5/6) dinihari.


(18)

4

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan data di Polda Metro Jaya terdapat pelanggaran atau tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak maupun remaja. Pada tahun 2011 terjadi 567 kasus jambret dan pencurian ringan 7.030 kasus. Kasus tersebut juga dilakukan oleh anak-anak maupun remaja. Berikut perincian pelanggaran yang dilakukan oleh anak-anak maupun remaja pada tahun 2011.

Tabel 1.1

Perincian Pelanggaran Anak-anak Maupun Remaja Pada Tahun 2011

No Tindakan Jumlah kasus Pelaku 12-17 tahun

1 Jambret 180 Anak-anak

2 Tawuran 30 Remaja

3 Pencurian ringan 43 Anak-anak

Sumber: Data Polda Metro Jaya, diolah peneliti tahun 2013

Dari data diatas dapat dilihat bahwa perilaku-perilaku yang dilakukakan oleh anak-anak maupun remaja saat ini menunjukkan sikap dan perilaku yang tidak sesuai dengan konstitusi. Selanjutnya pada tahun 2012 pelanggaran terhadap konstitusi juga masih banyak dilakukan oleh remaja. Ini dapat dilihat dari terjadinya 144 kejahatan dengan kekerasan dan pencurian ringan 1.800 kasus. Berikut data perincian pelanggaran yang dilakukan oleh anak-anak maupun remaja pada beberapa kasus pada tahun 2012.

Tabel 1.2

Perincian Pelanggaran Anak-anak Maupun Remaja Pada Tahun 2012

No Tindakan Jumlah kasus Pelaku 12-17 tahun

1 Kejahatan dengan kekerasan 6 Anak-anak

2 Kenakalan remaja 11 Remaja

3 Pencurian ringan 12 Anak-anak

Sumber: Sumber: Data Polda Metro Jaya, diolah peneliti tahun 2013

Dari data diatas dapat terlihat jelas bahwa dalam beberapa kasus yang terjadi, anak-anak maupun remaja ikut andil di dalamnya atau dengan kata lain mereka juga melakukan pelanggaran atau tindak pidana tersebut. Hal ini


(19)

5

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

menunjukkan rendahnya sikap dan perilaku konstitusional yang dimiliki oleh warganegara muda.

Kondisi tersebut selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan Winataputra dalam Acta Civicus (2009:54) yang menunjukkan bahwa salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh warga negara adalah memahami kedudukan dan pentingnya konstitusi (tertulis dan tidak tertulis) dalam kehidupan berwarga negara, berbangsa, dan bernegara. Tetapi dalam kenyataannya, kompetensi warga negara dalam aspek ini masih rendah, padahal kompetensi tersebut merupakan kompetensi paling ideal yang harus dimiliki warga negara. Kenyataan ini dikarenakan terbatasnya informasi warga negara tentang konstitusi, yang dalam banyak hal dianggap sebagai sesuatu yang bukan urusannya. Sikap tersebut didorong oleh anggapan bahwa konstitusi tidak ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

Lebih lanjut Asshiddiqie (2008:12) menyatakan bahwa dalam kesadaran berkonstitusi juga terkandung maksud ketaatan kepada aturan hukum sebagai aturan main (rule of the game) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar setiap warganegara memiliki kesadaran berkonstitusi maka harus dibina dan ditumbuhkan, karena hal itu tidak dapat lahir dengan sendirinya. Hal ini sejalan dengan Fallon (2001:37-38) dalam perspektif hukum, untuk menumbuhkan kesadaran berkonstitusi warga negara dapat dilakukan melalaui dua cara, yaitu: 1) identifying constitutional norms and specifying their meaning; dan 2) crafting doctrine or developing standards of review. Hal tersebut menunjukkan agar setiap lembaga dan segenap warga negara dapat melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan UUD NRI 1945 maka diperlukan adanya budaya sadar berkonstitusi.

Asshiddiqie (2008:11) menyatakan jika warga negara telah memahami norma-norma dasar dalam Konstitusi dan menerapkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka dengan sendirinya ia dapat mengetahui dan mempertahankan hak-hak konstitusionalnya yang dijamin dalam Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Selain itu, warga


(20)

6

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

negara dapat berpartisipasi secara penuh terhadap pelaksanaan UUD NRI 1945, baik melalui pelaksanaan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan, serta dapat pula melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan negara dan jalannya pemerintahan. Kondisi tersebut dengan sendirinya akan mencegah terjadinya penyimpangan ataupun penyalahgunaan konstitusi. Jika hal tersebut dapat diwujudkan, maka telah terbentuk warga negara yang memiliki kesadaran berkonstitusi yang tinggi.

Pendapat lain dikemukakan oleh Winataputra (2012:96) konstitusi merupakan perwujudan dari cita-cita dan komitmen luhur Bangsa Indonesia, maka pendidikan kesadaran berkonstitusi pada dasarnya merupakan proses interaksi antar individu sebagai anggota masyarakat, elemen bangsa, dan warga negara dengan lingkungannya (lokal, nasional, dan global) yang memungkinkan tumbuh kembangnya kualitas pribadi yang mencerminkan konsep dan nilai-nilai yang inheren dalam UUD 1945 dengan perubahannya.

Dapat dikatakan bahwa pendidikan kesadaran berkonstitusi sangatlah penting dimiliki oleh setiap warga negara khususnya warga negara muda guna menunjukkan kualitas diri sebagai warga negara dan menjadikan patokan dalam berperilaku dalam kehidupan sehari-hari baik itu di dalam lingkungan rumah, sekolah, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa siswa diharapkan:

a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI.

b. Melek konstitusi (UUD NRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI.

c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir diatas.

d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.

Menurut Wahab dalam Budimansyah (2006:61) bahwa warga negara yang akan dihasilkan melalui pendidikan, khususnya pendidikan kewarganegaraan, pada dasarnya adalah disesuaikan dengan kepentingan “rezim” yang berkuasa,


(21)

7

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

yang digambarkan sebagai pendidikan yang menekankan pada “nation and character building” menekankan pada nasionalisme, dan rezim berikutnya menekankan pada terbentuknya “ manusia seutuhnya” yakni manusia-manusia yang berpengatuhan, berketrampilan dan bersikap menjadi warga negara yang baik agar dapat berperan serta dalam penyelenggaraan pemerintahan, menjunjung tinggi moral-moral bangsa, dan memiliki tanggung jawab kemasyarakatan yang berorientasi pada pengisian kemerdekaan dengan pembangunan bangsa dan negara.

Lebih lanjut, Riyanto (2008:23) menyatakan bahwa notifikasi (penyebarluasan pemahaman) hukum konstitusi dapat dikatakan melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Hal tersebut dikarenakan dalam Pendidikan Kewarganegaraan mengandung bahan atau materi tentang konstitusi sebagai hukum dasar, hukum derajat tinggi, dan hukum tertinggi dalam suatu negara. Dengan demikian Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai peranan penting dalam mempersiapkan siswa menjadi warganegara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk melaksanakan UUD NRI 1945 secara sadar, murni,dan konsekuen.

Hal lain di jelaskan dalam Standar isi bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada dua tujuan utama. Pertama, pembentukan warga negara Indonesia yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya. Kedua, pengembangan warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD (Permendiknas No 22 Tahun 2006, tentang Standar Isi). Adapun konfigurasi Pendidikan Kewarganegaraan dikontruksi dalam tiga kerangka sistemik, yakni Pendidikan Kewarganegaraan ditinjau secara kurikuler, teoretik, dan pragmatik. Secara kurikuler, Pendidikan Kewarganegaraan dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik mampu : (a) berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan ; (b) berpartisipasi aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan kemasyarakatan, berbangsa, dan bernegara serta anti korupsi; (c) berkembang


(22)

8

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya ; (d) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yusnawan Lubis (2009:213) tentang Pengaruh Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Tingkat Kesadaran Berkonstitusi Warga Negara Muda diperoleh gambaran bahwa Pendidikan Kewarganegaraan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kesadaran berkonstitusi warga negara muda di Kota Tasikmalaya. Di SMA Negeri 28 Jakarta masih ada beberapa siswa yang belum menanamkan sikap sadar konstitusi, hal ini bisa di lihat dari adanya siswa yang melakukan pelanggaran di dalam lingkungan sekolah seperti datang terlambat, tidak mengikuti upacara bendera, tidak masuk sekolah, memakai sepatu warna warni. Dengan demikian untuk menumbuhkan kesadaran berkonstitusi diperlukan adanya pemahaman oleh setiap warga negara terhadap nilai-nilai dan norma-norma dasar yang menjadi materi muatan konstitusi. Upaya yang dilakukan sekolah dengan memberikan mata pelajaran yang bermuatan nilai, moral, dan norma yang merupakan bagian dari disiplin Pendidikan Kewarganegaraan, diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pentingnya kesadaran berkonstitusi. Selain itu dengan adanya pemahaman mengenai konstitusi maka akan menimbulkan sikap dan perilaku kesadaran berkonstitusi. Karena hal tersebut menjadi dasar bagi warga negara untuk dapat selalu menjadikan Konstitusi sebagai rujukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka penulis akan mengadakan penelitian lebih lanjut tentang masalah tersebut sekaligus sebagai objek penelitian dalam rangka penulisan tesis ini dengan judul: “Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pembinaan Kesadaran Berkonstitusi Warga Negara”. (Studi Kasus di Sekolah Menengah Atas Negeri 28 Jakarta).


(23)

9

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, penulis mengidentifikasi masalah penelitian. Adapun identifikasi masalah penelitian sebagai berikut:

1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang masih cenderung pada penguasaan aspek materi.

2. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan diselenggarakan sejak lama di sekolah mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dampaknya belum signifikan dalam mengembangkan dan membina kesadaran berkonstitusi warga negara muda.

3. Belum maksimalnya guru dalam melakukan pembinaan untuk menumbuhkan pemahaman kesadaran berkonstitusi.

4. Belum maksimalnya upaya yang dilakukan pihak sekolah dalam menunjang pembinaan kesadaran berkonstitusi warga negara muda.

5. Ada beberapa sikap dan perilaku warga negara muda yang inkonstitusional.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Permasalahan pokok dalam penulisan tesis ini adalah bagaimana Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pembinaan Kesadaran Berkonstitusi Warga Negara. Selanjutnya, mengingat luasnya permasalahan tersebut, maka untuk mempertegas dan memperjelas permasalahan perlu dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi warga sekolah tentang kesadaran berkonstitusi?

2. Bagaimanakah proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pembinaan kesadaran berkonstitusi terhadap warga negara terutamanya para siswa SMA Negeri 28 Jakarta?

3. Bagaimana kelemahan proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam pembinaan kesadaran berkonstitusi warga negara, khususnya para siswa di SMA Negeri 28 Jakarta?

4. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam pembinaan kesadaran berkonstitusi warga negara, khususnya para siswa di SMA Negeri 28 Jakarta?


(24)

10

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini tidak lain adalah untuk mengkaji dan mengungkapkan lebih dalam mengenai bagaimana Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pembinaan Kesadaran Berkonstitusi Warga Negara, khususnya di SMA Negeri 28 Jakarta?

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penulisan ini adalah untuk :

a. Mengetahui persepsi warga sekolah tentang kesadaran berkonstitusi.

b. Mengetahui proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pembinaan kesadaran berkonstitusi terhadap warga negara terutamanya para siswa SMA Negeri 28 Jakarta Selatan.

c. Mengetahui kelemahan proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam pembinaan kesadaran berkonstitusi warga negara, khususnya para siswa di SMA Negeri 28 Jakarta?

d. Mengetahui upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam pembinaan kesadaran berkonstitusi warga negara, khususnya para siswa di SMA Negeri 28 Jakarta.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penulisan ini adalah: 1. Teoretik

Secara teoritis penulisan ini memberikan manfaat bagi penulis dari segi pemahaman ilmu atau pengetahuan yang berhubungan dengan pemahaman mengenai pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana pembinaan kesadaran berkonstitusi dan untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap lembaga pendidikan, khususnya Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dalam rangka pembentukan dan pembinaan karakter warga negara menjadi warga negara yang cerdas dan baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia.


(25)

11

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

2. Praktik

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan informasi kepada: a. Diketahui persepsi warga sekolah tentang kesadaran berkonstitusi

b. Diketahui proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pembinaan kesadaran berkonstitusi terhadap warga negara terutamanya para siswa SMA Negeri 28 Jakarta.

c. Diketahui kelemahan proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam pembinaan kesadaran berkonstitusi warga negara, khususnya para siswa di SMA Negeri 28 Jakarta?

d. Diketahui upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam pembinaan kesadaran berkonstitusi warga negara, khususnya bagi para siswa di SMA Negeri 28 Jakarta.

F. Struktur Organisasi Tesis

Dalam tesisi ini terdiri dari bab I sampai bab V, masing-masing bab tersebut yakni sebagai berikut: Bab I Pendahuluan yang terdiri dari (a) latar belakang penelitian, (b) identifikasi masalah, (c) rumusan masalah, (d) tujuan penelitian, (e) manfaat penelitian dan (f) struktur organisasi tesis. Bab II kajian pustaka yang terdiri dari: (a) konsep pendidikan kewarganegaraan, (b) konsep wahana pembinaan kesadaran berkonstitusi, (c) konsep warga negara, (d) penelitian yang relevan. Bab III metode penelitian yang terdiri dari: (a) lokasi dan subjek penelitian, (b) pendekatan dan metode penelitian, (c) tahap-tahap penelitian, (d) penentuan responden dan kisi-kisi penelitian, (e) definisi operasional, (f) instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data, (g) teknik pengolahan dan analisis data, (h) uji validitas penelitian kualitatif. Bab IV yang terdiri dari: (a) gambaran umum lokasi penelitian, (b) deskripsi hasil penelitian, (c) pembahasan hasil penelitian. Bab V yang terdiri dari: (a) simpulan, (b) rekomendasi. Dilengkapi dengan daftar pustaka serta lampiran-lampiran yang relevan dengan penelitian.


(26)

51

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini adalah SMA Negeri 28 Jakarta Jalan Raya Ragunan Kelurahan Jati Padang Kecamatan Pasar Minggu Kota/Kabupaten Jakarta Provinsi DKI Jakarta. Sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah unggulan di Jakarta Selatan dengan semboyan SINCERE yaitu shine (sinar, cahaya), intelligent (cerdas), nice ( indah, tertib), onfidence (kepercayaan), educated (terpelajar), respectful (hormat), elegant (rapi), yang memungkinkan peneliti memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

2. Subjek Penelitian

Moleong (2000: 181) menyatakan bahwa “...pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample)”. Subjek dalam tabel 3.1 penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Subjek Penelitian di SMA Negeri 28 Jakarta

No Subjek Jumlah

1 Kepala Sekolah 1 orang 2 Waka. Bid. Kurikulum 1 orang 3 Waka. Bid. Kesiswaan 1 orang

4 Guru PKn 2 orang

5 Guru BK 1 orang

6 Siswa 11 orang

Jumlah 17 orang

Sumber: diolah oleh peneliti tahun 2013

Dari tabel tersebut terlihat jelas siapa saja yang menjadi subjek dalam penelitian ini. Ada sebanyak 17 orang yang menjadi subjek. Subjek ini yang akan


(27)

52

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

menjadi narasumber untuk membantu penulis dalam mendapatkan data-data yang diinginkan dalam penelitian ini.

3. Sumber Data

Dalam penelitian kualitatif, informasi bentuk lisan dan tulisan berturut turut menjadi data primer dan data sekunder penelitian. Data primer yang dikumpulkan mencakup persepsi dan pemahaman personal serta deskripsi lainnya yang berkaitan dengan fokus penelitan, sedangkan data sekunder adalah data mengenai jumlah person dan kualifikasinya serta berkas kertas kerja yang dapat mengungkapkan informasi tentang pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pembinaan kesadaran berkonstitusi warga negara di SMA Negeri 28 Jakarta.

Sesuai dengan bentuk data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, maka sumber data penelitian ini meliputi manusia, benda dan peristiwa. Manusia dalam penelitian kualitatif merupakan sumber data, berstatus sebagai informan mengenai fenomena atau masalah sesuai dengan fokus penelitian. Benda merupakan bukti fisik yang berhubungan dengan fokus penelitian, sedangkan peristiwa merupakan informasi yang menunjukkan kondisi yang berhubungan langsung dengan pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pembinaan kesadaran berkonstitusi warga negara di SMA Negeri 28 Jakarta.

B.Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif . Penelitian kualitatif (qualitative research) menurut Creswell (2010:4) merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Di dalam proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema yang umum, dan menafsirkan makna data. Pada laporan akhir untuk penelitian ini memiliki


(28)

53

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

struktur atau kerangka yang fleksibel. Siapa pun yang terlibat dalam bentuk penelitian ini harus menerapkan cara pandang penelitian yang bergaya induktif, berfokus terhadap makna individual, dan menerjemahkan kompleksitas suatu persoalan.

Menurut Lincoln dan Guba (1985:39), yakni ontologi ilmiah menghendaki adanya kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti. Melihat penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bersifat naturalistik. Penelitian ini bertolak dari paradigma naturalistik bahwa “ kenyataan itu berdimensi jamak”, penelitian dan yang diteliti bersifat interaktif , tidak bisa dipisahkan satu kesatuan bentuk secara simultan, dan bertimbal balik, tidak mungkin memisahkan sebab dan akibat, dan penelitian ini melibatkan nilai-nilai. Para peneliti mencoba memahami bagaimana individu mempersepsi makna dari dunia sekitarnya. Melalui pengalaman kita mengkonstruksi pandangan kita tentang dunia sekitar, dan ini menentukan bagaimana kita berbuat.

Pendapat lain dikemukakan oleh Moleong (2010: 6 ) yang menjelaskan bahwa :

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Maka dapat diartikan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan mengetahui permasalahan yang dialami oleh subjek penelitian dengan berbagai metode yang alamiah.


(29)

54

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Selanjutnya secara spesifik, para pakar metodologi kualitatif seperti Bogdan dan Biklen, 1992; Denzim dan Lincoln, 1994; Glesne-Peshkin, 1992 dalam A. Chaedar Alwasilah (2002: 26) telah bersepakat bahwa:

a) Tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami (alih-alih menjelaskan berbagai penyebab) fenomena sosial dari persfektif para partisipan melalui pelibatan ke dalam kehidupan aktor-aktor yang terlibat.

b) Pendekatan penelitian yang paling cocok untuk ‘menangkap’ fenomena tersebut adalah etnografi yang membantu pembaca memahami definisi situasi yang ditelaah; dan dalam upaya untuk memahami definisi situasi yang ditelaah; dan dalam upaya untuk memahami persfektif para partisipan para peneliti perlu “meluruhkan diri” ke dalam fenomena yang sedang dikaji.

c) Sifat realitas sosial paling baik dikemas-sajikan dalam “think description” yang kelak akan dilaporkan kepada para pembaca dalam bentuk naratif.

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa penelitian kualitatif adalah suatu cara yang dipakai untuk memahami dan menjelaskan suatu fenomena sosial yang terjadi secara alamiah. Kemudian informasi yang sudah terkumpul di deskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa.

Pendekatan kualitatif yang dipakai dalam penelitian ini berdasarkan pada pertimbangan yang secara signifikan mempengaruhi penajaman substansi penelitian. Pertimbangan itu adalah: metode kualitatif menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan, obyek dan subyek penelitian bersentuhan langsung pamaparan di atas, dimaknai bahwa peneliti kualitatif merupakan suatu cara meneliti langsung tanpa rekayasa, atau intervensi dari pihak manapun sehingga memperoleh data deskriptif tentang perilaku manusia. Untuk menghindari kerancuan dalam pelaksanaan pengumpulan data secara operasional, maka Bogdan & Biklen (1982:27-29) mengemukakan lima karakteristik utama dari penelitian kualitatif yang adalah sebagai berikut:

1. Peneliti sendiri sebagai instrumen utama untuk mendatangi secara langsung sumber data.

2. Mengimplementasikan data yang dikumpulkan dalam peneliti ini lebih cenderung dalam bentuk kata-kata daripada angka.


(30)

55

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

3. Menjelaskan bahwa hasil penelitian lebih menekankan kepada proses tidak semata- mata kepada hasil.

4. Melalui analisa induktif, peneliti mengungkapkan makna dari keadaan yang diamati.

5. Mengungkapkan makna sebagai hal yang esensial dari pendekatan kualitatif.

Metode kualitatif lebih tepat dipergunakan saat penelitian berhadapan dengan fenomena, dalam studi ini yang diteliti masalah kesadaran berkonstitusi. Penelitian kualitatif dianggap peka, tajam dan mampu menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Pendekatan kualitatif merupakan sistem perangkat kerja dalam mengali, menguji dan membentuk teori, penelitian kualitatif menghendaki adanya kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya. Oleh sebab itu, peneliti mengambil tempat pada keutuhan dalam konteks dari fenomena yang ada, yang selanjutnya dalam penelitian, mempelajari masalah dalam masyarakat, yaitu tata cara yang berlaku serta situasi tertentu, kegiatan sikap, pandangan serta proses yang terjadi, sekaligus suatu pengaruh dari fenomena.

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa karakteristik yang ditonjolkan; Pertama, peneliti bertindak sebagai alat peneliti utama (key instrument), dengan melakukan wawancara sendiri pada informan dan pengumpulan bahan yang berkaitan dengan objek penelitian dan peneliti terlibat aktif dalam proses penelitian, peneliti berpartisifasi aktif selama penelitian berlangsung dalam rangka menjaring data dan informasi dilokasi penelitian. Analisis data diolah selama berlangsungnya kegiatan penelitian. Kedua, penonjolan rincian kontekstual artinya peneliti mengumpulkan dan mencatat data-data dengan rinci, yang berkaitan dengan masalah yang sedang diamati. Ketiga, melakukan triangulasi data, atau konfirmasi data dari lain, sebagaimana kata Moleong (1999:35) Triangulasi adalah suatu metode pengecekan atau pembanding data yang di peroleh dari salah satu sumber data ke sumber data lainnya, karena data yang telah diperoleh dari salah satu informan akan dikonfirmasi keabsahannya pada


(31)

56

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

informan lainnya. Tujuan untuk memberi perbandingan informasi tentang hal yang diperoleh dari beberapa pihak, agar tingkat kepercayaan terhadap data cukup tinggi. Keempat, dengan menggunakan prespektif emik, artinya membandingkan pandangan informan, bagaimana ia memandang dan menafsirkan masalah dalam pandangan sendiri. Peneliti memasuki lapangan dengan tidak membuat generalisasi dan berusaha untuk seakan-akan tidak mengetahui. Kemudian tidak mempengaruhi jalannya pikiran informan. Kemudian, dalam wawancara berikut, akan dilakukan receking bagi data yang diperoleh dari informan sebelumnya kelima, melakukan analisis sepanjang penelitian dilakukan. Analisis dengan sendirinya akan muncul saat tiba pada penafsiran data.

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus atau penelitian kasus (case study). Menurut Maxfield dalam Nazir (2005:57) Case study adalah penelitian tentang status penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Selanjutnya, Nazir (2005:57) menjelaskan bahwa studi kasus atau case study adalah:

“Penelitian yang subjek penelitiannya dapat berupa individu, kelompok, lembaga maupun masyarakat. Sehingga dapat memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat dan karakter-karakter yang khas dari kasus, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan menjadikan suatu hal yang bersifat umum”.

Sejalan dengan itu Nasution (1996:55), menyatakan studi kasus atau case study adalah untuk penelitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnya. Case study dapat dilakukan terhadap seseorang individu, kelompok atau suatu golongan manusia, lingkungan hidup manusia atau lembaga sosial.

Pendapat lain di kemukakan oleh Lincon dan Guba dalam Mulyana (2002:201) bahwa sebagai suatu metode kualitatif, studi kasus mempunyai beberapa keuntungan. Bahwa keistimewaan studi kasus meliputi hal-hal berikut:

1. Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni menyajikan pandangan subjek yang diteliti.


(32)

57

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

2. Studi kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.

3. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara peneliti dan informan.

4. Studi kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi faktual tetapi juga keterpercayaan (trustworthiness).

5. Studi kasus memberikan “uraian tebal” yang diperlukan bagi penilaian atau transferabilitas.

6. Studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut.

Dengan menggunakan studi kasus ini peneliti berharap dapat mengidentifikasi pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pembinaan kesadaran berkonstitusi warga negara di SMA Negeri 28 Jakarta. Dengan demikian penelitian ini dihadapkan mampu manjawab pertanyaan: (1) Bagaimana persepsi warga sekolah tentang kesadaran berkonstitusi; (2) Bagaimanakah proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pembinaan kesadaran berkonstitusi terhadap warga negara terutamanya para siswa SMA Negeri 28 Jakarta; (3) Bagaimana kelemahan proses dalam pembinaan kesadaran berkonstitusi warga negara muda, khususnya para siswa di SMA Negeri 28 Jakarta?

(4) Bagaimana upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam pembinaan kesadaran berkonstitusi warga negara khususnya para siswa di SMA Negeri 28 Jakarta.

Beberapa argumentasi dipilihnya metode studi kasus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Studi ini diharapkan dapat memberikan keleluasaan dalam menggunakan beragam teknik pengumpulan data sebagai sarana untuk menjangkau dimensi otentik dari permasalahan yang diteliti.

b. Memungkinkan peneliti dapat menggali dan mengkaji pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pembinaan kesadaran berkonstitusi warga negara di SMA Negeri 28 Jakarta secara mendalam dan menyeluruh.


(33)

58

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Sesuai dengan hal tersebut diharapkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat secara komprehensif mengungkapkan fakta-fakta tentang pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pembinaan kesadaran berkonstitusi warga negara di SMA Negeri 28 Jakarta.

C.Tahap-tahap Penelitian 1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap pra penelitian ini yang pertama kali dilakukan adalah memilih masalah, menentukan judul dan lokasi penelitian dengan tujuan menyesuaikan keperluan dan kepentingan fokus penelitian yang akan diteliti. Setelah masalah dan judul penelitian dinilai tepat dan disetujui oleh pembimbing, peneliti melakukan studi pendahuluan untuk mendapatkan gambaran awal tentang subjek yang akan diteliti.

Setelah diperoleh gambaran mengenai subjek yang akan diteliti serta masalah yang dirumuskan relevan dengan kondisi objektif di lapangan, selanjutnya peneliti menyusun proposal penelitian. Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu ditempuh prosedur perizinan sebagai berikut:

a. Mengajukan surat permohonan izin untuk mengadakan penelitian kepada Ketua Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Pascasarjana, selanjutnya diteruskan kepada Asisten Direktur I untuk mendapatkan surat rekomendasi. b. Kepala SMA Negeri 28 Jakarta memberikan izin untuk melaksanakan

penelitian di wilayah kerjanya selama batas waktu yang telah ditentukan. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah tahap pra penelitian selesai, maka peneliti mulai terjun ke lapangan untuk memulai penelitian. Pelaksanaan penelitian ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dari responden. Selain mengumpulkan hasil obeservasi di lapangan peneliti juga memperoleh data melalui wawancara dengan responden. Adapun langkah-langkah yang ditempuh peneliti adalah sebagai berikut:

a. Menghubungi Kepala SMA Negeri 28 Jakarta Selatan untuk meminta informasi dan meminta izin melaksanakan penelitian.


(34)

59

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

b. Menentukan responden yang akan diwawancara. c. Menghubungi responden yang akan diwawancara. d. Mengadakan wawancara.

e. Melakukan studi dokumentasi dan membuat catatan yang diperlukan dan dianggap berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

f. Mengikuti kegiatan yang terkait masalah yang akan diteliti.

Setelah selesai mengadakan wawancara dengan responden, peneliti menuliskan kembali data yang terkumpul ke dalam catatan lapangan dengan tujuan agar dapat mengungkapkan data secara terperinci. Data yang diperoleh dari hasil wawancara, disusun dalam bentuk catatan lengkap setelah didukung oleh dokumen lainnya.

D.Penentuan Responden dan Kisi-kisi Penelitian 1. Responden

Sesuai dengan hakikat penelitian kualitatif, maka subjek dalam penelitin ini ditentukan secara snow ball sampling artinya subjek penelitian relative sedikit dan dipilih menurut tujuan penelitian, namun subjek penelitian dapat terus bertambah sesuai keperluannya. Dalam penelitian ini, sesuai dengan pendapat Bogdan & Biklen. 1982; Miles & Huberman, 2007; dan Nasution, 1996:11-33), bahwa“Teknis snow ball sampling dilakukan apabila pengumpulan datanya tidak cukup hanya dari satu sumber, tetapi juga juga data dari sumber lain yang berkompeten.” Teknik-teknik penentuan jumlah subjek penelitian seperti ini adalah snowball sampling.”

Dengan memperhatikan uraian diatas terlihat jelas, bahwa apabila data yang dibutuhkan dari responden tidak cukup dari satu responden, maka peneliti dapat dapat menggunakan teknik snowball sampling. Teknik ini dilakukan untuk memberi kemudahan kepada peneliti.

2. Kisi-kisi Penelitian

Di dalam penelitian kualitatif supaya penelitian ini terarah, maka sebelum melakukan penelitian ke lapangan, peneliti terlebih dahulu menyusun kisi-kisi


(35)

60

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

penelitian yang selanjutnya dijadikan acuan untuk membuat pedoman wawancara, studi dokumentasi dan observasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Nasution (1996: 9) yang menyatakan bahwa “Peneliti adalah key instrument yakni peneliti sendiri yang bertindak sebagai pengamat, untuk menyimpulkan data secara mendalam yang dibantu dengan pedoman observasi dan pedoman wawancara”.

E.Definisi Operasional

Untuk menghindari kemungkinan kesalahan konsep dan terjadi salah tafsir, maka perlu diberikan penjelasan tentang beberapa istilah teknis dalam penelitian ini yang dianggap penting untuk diketahui maksudnya, yaitu:

1. Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI 1945.

2. Kesadaran Berkonstitusi

Winataputra (2012:96) menyatakan bahwa kesadaran berkonstitusi diartikan sebagai kualitas pribadi seseorang yang memancarkan wawasan, sikap dan perilaku yang bermuatan cita-cita dan komitmen luhur kebangsaan dan kebernegaraan Indonesia.

3. Warga Negara Muda

Menurut Simanjuntak dan Pasaribu dalam Sumantri (2003:5.6) mengatakan bahwa yang termasuk dalam kategori generasi muda ialah golongan manusia yang berusia muda berumur antara 15 sampai dengan 30 tahun baik secara individual maupun secara kelompok ataupun sebagai suatu kesatuan kemasyarakatan. Termasuk didalamnya siswa yang masih dibangku sekolah,


(36)

61

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

mahasiswa di universitas maupun perguruan tinggi yang usianya antara 15 sampai dengan 30 tahun.

F. Instrumen Penelitian danTeknik Pengumpulan Data 1. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian yang menjadi instrumen utama ialah peneliti, di mana peneliti langsung terjun ke lapangan guna mencari dan menemukan informasi yang dibutuhkan melalui observasi dan wawancara. Hal ini sesuai dengan yang di kemukakan oleh Creswell (2010: 261) bahwa peneliti sebagai instrument kunci (researcher as key instrument); para peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data melalui dokumentasi, observasi perilaku, atau wawancara dengan para partisipan. Hal tersebut sesuai dengan ciri-ciri penelitian kualitatif sebagaimana dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen (1982: 33-36) yaitu:

Riset kualitatif mempunyai latar alami karena yang merupakan alat penting adalah adanya sumber data yang langsung dari perisetnya.Riset kualitatif itu bersifat deskriptif. Periset kualitatif lebih memperhatikan proses ketimbang hasil atau produk semata. Periset kualitatif cenderung menganalisis datanya secara induktif. Makna merupakan soal essensial untuk rancangan kualitatif.

Sejalan dengan itu Lincoln dan Guba (1985: 39) mengemukakan bahwa peneliti berperan sebagai instrument (human instrument) yang utama, yang secara penuh mengadaptasikan diri ke dalam situasi yang dimasukinya, sehingga proses penelitian sangat penting daripada hasil yang diperoleh. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Creswell (2010: 264) bahwa peneliti terlibat dalam pengalaman yang berkelanjutan dan terus-menerus dengan partisipan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data akan dilakukan oleh peneliti melalui teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi literatur, sebagai berikut:


(37)

62

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Nasution (1996:123) mengatakan bahwa: “observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti terjadi dalam kenyataan”. Sementara Nasir (2005:175) mengatakan bahwa observasi adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut.

Hal tersebut diperkuat oleh Creswell (2010: 267) bahwa observasi yang dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah observasi yang di dalamnya peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian.

Dalam pengamatan ini, peneliti merekam/mencatat baik dengan cara terstruktur maupun semistruktur aktivita-aktivitas dalam lokasi penelitian. Para peneliti kualitatif juga dapat terlibat dalam peran-peran yang beragam, mulai dari sebagai non partisipan hingga partisipan utuh.

Oleh karena itu penulis dalam peneitian ini menggunakan teknik observasi, dimana peneliti dapat terjun langsung ke lapangan untuk mendapatkan gambaran realistik yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti.

b. Wawancara

Moleong (2010: 186) mengemukakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukakan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Sedangkan menurut Creswell (2010: 267) bahwa wawancara kualitatif, peneliti dapat melakukan wawancara secara face to face interview ataupun focus group interview dengan melakukan pertanyaan-pertanyaan yang secara umum tidak terstruktur (unstructured) dan bersifat terbuka (openeended).

Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985: 266), antara lain:

Mengkontruksi mengenai orang, kejadian dan lain-lain kebulatan; merekontruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk


(38)

63

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia(triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecek anggota.

Teknik wawancara merupakan teknik pengumpulan data kualitatif dengan menggunakan instrumen yaitu pedoman wawancara. Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan subjek penelitian untuk memperoleh data yang memadai sebagai cross ceks, seorang peneliti dapat menggunakan beberapa teknik wawancara yang sesuai dengan situasi dan kondisi subjek yang terlibat dalam interaksi sosial yang dianggap memiliki pengetahuan, memadai situasi dan mengetahui informasi untuk mewakili informasi atau data yang dibutuhkan untuk menjawab fokus penelitian. c. Studi Dokumentasi

Untuk mendukung ketersediaan data dan analisis, peneliti memanfaatkan sumber-sumber lain berupa dokumen negara, catatan dan dokumen (non human resources). Menurut Lincoln dan Guba (1985:276-277) bahwa catatan dan dokumen ini dapat dimanfaatkan sebagai saksi dari kejadian-kejadian tertentu atau sebagai bentuk pertanggungjawaban. Untuk keperluan penelitian ini, peneliti mengumpulkan catatan dan dokumen yang dipandang perlu untuk membantu analisis.

Dengan demikian dalam studi dokumentasi ini, peneliti akan memanfaatkan sumber kepustakaan berupa buku teks, rencana pelaksanaan pembelajaran, program pembinaan kesiswaan, catatan pelanggaran tata tertib sekolah, visi dan misi sekolah, arsip-arsip lain di sekolah, dan hasil penelitian dan pembahasan konseptual dengan menggunakan teknik analisis dan rekonseptualisasi.

d. Studi Literatur

Studi Literatur, yaitu alat pengumpul data untuk mengungkapkan berbagai teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi atau diteliti sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Studi ini dilakukan dengan cara membaca,


(39)

64

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

mempelajari buku-buku dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data teoritis yang dapat mendukung kebenaran data yang diperoleh melalui penelitian dan menunjang pada kenyataan yang berlaku pada penelitian.

G.Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian kualitatif melalui proses menyusun, mengkategorikan data, mencari kaitan isi dari berbagai data yang diperoleh dengan maksud untuk mendapatkan maknanya. Data yang diperoleh dan dikumpulkan dari responden melalui wawancara, observasi, studi dokumentasi di lapangan selanjutnyan dideskripsikan dalam bentuk laporan.

Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Selanjutnya, Miles dan Huberman (1984:20) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus, sampai datanya sedah jenuh. Langkah yang ditempuh Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiono (2008:338) dalam melakukan analisis data penelitian kualitatif ditunjukan pada gambar berikut ini:

Gambar 3.1:

Kompenen-Komponen Dalam Analisis Data (interactive model)


(40)

65

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Sumber: Komponen analisis data dari Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiono, (2008:338)

Kompenen-komponen atau langkah-langkah dalam analisis data (interactive model) Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiono (2008:338), dapat diuraikan berikut ini:

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merampung, memilih hal-hal yang pokok, memfokus pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari bila diperlukan.

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori flowchart dan sejnisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiono (2008:338) mengatakan bahwa “ the most frequent from of display date for qualititative research date in past been narrative text”. Artinya bahwa yang paling digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat narasi.

3. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi)

Langkah ketiga adalah analisis kualitatif menurut Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiono (2008:338) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Penyajian Data

Reduksi Data

Kesimpulan: Penarikan/Verifikasi


(41)

66

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Kesimpulan awal yang ditentukan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat dan mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data. Maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Sejalan dengan pendapat diatas maka, teknik analisis data dalam penelitian kualitatif menurut Creswell (2010: 276-283) meliputi lima langkah yaitu :

a. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis b. Membaca keseluruhan data

c. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data

d. Menerapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang, kode-kode dan tema-tema yang akan dianalisis.

e. Menunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan disajikan kembali dalam narasi kualitatif.

Langkah-langkah dalam analisis data kualitaif tersebut harus dilakukan agar data yang akan diolah merupakan data yang akurat sehingga kesimpulan yang ditemukan pun cukup teruji. Ini penting dilakukan karena data atau informasi yang diterima dalam penelitian kualitatif melalui wawancara, observasi atau studi dokumentasi, mungkin ada data yang tidak memiliki hubungan dengan penelitian yang sedang dilakukan.

Dengan memperhatikan langkah-langkah teknik analisis data tersebut maka, hendaknya data yang di dapat oleh peneliti diolah secara akurat sehingga kesimpulan yang ditemukan tidak meragukan. Selain itu di dalam penelitian kualitatif, data atau informasi yang diperoleh mungkin saja ada informasi yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan permasalahan yang sedang diteliti.

H.Uji Validitas Penelitian Kualitatif

Keabsahan atau validitas data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif menurut Moleong (2010: 324) adalah mempunyai derajat kepercayaan (credibility). Keabsahan yang dimaksud adalah data-data yang diperoleh dari para


(42)

67

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Guru PKn, Guru BK, dan Siswa SMA Negeri 28 Jakarta. Terdapat beberapa teknik validasi dalam penelitian ini, diantaranya ialah Triangulasi dan Member cek.

1. Triangulasi

Creswell (1998:286), menyatakan bahwa triangulasi ialah mentriangulasi sumber-sumber data yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber tersebut dan menggunakannya untuk membangun justifikasi tema- tema secara kohern. Triangulasi dipandang penting dilakukan oleh peneliti kualitatif karena akan meningkatkan kekuatan data, bila dibandingkan dengan satu pendekatan. Proses triangulasi data dapat dilakukakan berdasarkan teknik dan sumber.

a. Triangulasi Teknik O

W Studi Dokumentasi/Literatur

Gambar diatas menunjukkan triangulasi teknik. Artinya data atau informasi yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi/literatur.

b. Triangulasi Sumber Guru

Kepsek Siswa

Gambar diatas menunjukkan triangulasi sumber. Artinya data atau informasi yang diperoleh berdasarkan hasil dari sumber informasi atau narasumber. Informasi atau data yang diperoleh itu dari hasil wawancara dengan Kepala Sekolah, Guru, dan Siswa.


(43)

68

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

2. Member check

Pada tahap ini, merupakan sebuah tahap lanjutan, setelah dilakukan penelitian di lapangan baik menggunakan teknik wawancara maupun observasi, peneliti menerjemahkannya ke dalam bentuk transkrip atau dalam bentuk catatan-catatan lapangan. Seperti yang diungkapkan oleh Creswell (1998:287) bahwa member check adalah membawa kembali hasil laporan akhir atau deskripsi tema-tema spesifik ke hadapan partisipan untuk mengecek apakah mereka merasa bahwa laporan/deskripsi tersebut sudah akurat. Dengan demikian data hasil data dari penelitian diharapkan dapat memiliki tingkat validitas yang tinggi. Apabila ditemukan data yang tidak sesuai maka peneliti harus segera berusahan memodifikasinya, apakah dengan cara menambah, mengurangi, atau bahkan menghilangkannya sampai kebenarannya dapat dipercaya.


(44)

101

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan gambaran deskripsi hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dalam Bab IV, maka dapat penulis rumuskan suatu kesimpulan dan rekomendasi yang kiranya dapat bermanfaat.

A.Simpulan

1. Simpulan Umum

Berdasarkan sejumlah temuan penelitian yang diuraikan pada bahasan sebelumnya maka dapat di simpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan berpengaruh sangat besar terhadap Pembinaan Kesadaran Berkonstitusi Warga Negara, khususnya para siswa SMA Negeri 28 Jakarta. Adanya persepsi positif tentang kesadaran berkonstitusi menurut warga sekolah. Kesadaran Berkonstitusi merupakan kesadaran yang ikhlas dari diri setiap individu untuk memahami dan mematuhi konstitusi yang berlaku sebagai pedoman kehidupan baik dalam lingkup rumah, sekolah, masyarakat maupun berbangsa dan bernegara. Kesadaran Berkonstitusi tidak bisa lepas dari Kesadaran Hukum, artinya ketika berbicara konstitusi maka sama saja dengan hukum.

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang ada di setiap jenjang pendidikan. Proses Pembinaan Kesadaran Berkonstitusi terhadap Warga Negara Muda, khususnya para siswa SMA Negeri 28 Jakarta yang dilakukakan oleh pihak sekolah sudah berjalan dengan baik dan efektif. Upaya yang di lakukan sekolah dalam memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran terhadap siswa yang memiliki bakat sering melanggar tata tertib di sekolah, memberikan pemahaman kepada orang tua akan pentingnya dukungan dan kerjasama dari orang tua, adanya program yang dilakukan disekolah, seperti


(1)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

khususnya para siswa di SMA Negeri 28 Jakarta, pertama memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran terhadap siswa yang memiliki bakat sering melanggar tata tertib di sekolah. Kedua, Memberikan pemahaman kepada orang tua akan pentingnya dukungan dan kerjasama dari orang. Ketiga mengupayakan agar siswa mengikuti program yang dilakukan disekolah seperti ekstrakurikuler, dimana ektrakurikuler ini merupakan kegiatan positif yang dapat mendukung pembentukan sikap dan perilaku siswa. Jadi pada intinya setiap kelemahan atau hambatan dalam pembinaan kesadaran berkonstitusi selalu diupayakan untuk segera diselesaikan.

B.Rekomendasi

1. Kepada pihak sekolah:

 Memfasilitasi saran dan prasarana dalam menunjang pembinaan kesadaran berkonstitusi siswa.

 Memberikan tauladan yang mencerminkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan konstitusi atau aturan yang ada.

 Mengadakan program-program di sekolah yang dapat menunjang pembinaan kesadaran berkonstitusi siswa.

2. Kepada guru PKn:

 Memberikan ketauladanan kepada siswa

 Untuk tetap konsisten dan beupaya memperbaharui strategi ataupun metode belajar agar siswa aktif dan kreatif dalam setiap pembelajaran

 Memberikan reward kepada siswa yang telah memiliki pemahaman kesadaran berkonstitusi

3. Kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta:

 Memperbanyak kegiatan-kegiatan pelatihan guru guna meningkatkan kualitas atau kompetensi guru.

 Mengadakan lomba konstitusi antar sekolah. 4. Pendidikan Kewarganegaraan :


(2)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

 Penelitian ini dapat menjadi salah satu masukan dalam meningkatkan pembinaan kesadaran berkonstitusi warga negara.


(3)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, J. (2005). Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.

Asshiddiqie, J. (2008). Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi. (Online). Tersedia: http:/ / www.jimly.com html (27 April 2008).

Bachri, S.Bachtiar. 2010. Meyakinkan Validitas Data melalui Triangulasi Pada Penelitian Kualitatif. Jurnal Kurikulum Teknologi dan Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Branson, M. (1999). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta: lembaga Kajian Islam dan Sosial.

Budimansyah, D. Dan Suryadi, K. (2008). PKn dan Masyarakat Multikultural. Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan, UPI Bandung

Budimansyah, D (2008). Pembelajaran Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi. Bandung: Genesindo

Budimansyah, D (2010). Amandemen UUD 1945 Sebagai Pelaksanaan Bernegara. Bandung: Genesindo

Budimansyah, D (2010). Memahami Konstitusi Negara RI. Bandung: Genesindo Cogan, J.J. dan Derricott, R. (1998). Citizenship for the 21 Century: An

International Perspeltive an Education. London: Cogan Page.

Creswell, J.W. (1998). Research Design Qualitative Approach. London: Publication.

Djahiri, A.K. (1985). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT. Bandung: Jurusan PMPKN IKIP Bandung.

El-Muhtaz,M. (2007). Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Fallon, R.H.Jr (2001). Impelementing the Constitution. Cambridge, Massachusetts and London: Harvard University Press.


(4)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Freire, Paolo (1987) Literacy : reading the word & the world. Bergin & Garvey Publisher, Inc. United States of America.

Gaffar, J.M. (2007). Mengawal Konstitusi. [Online]. Tersedia:

http://www.koransindo.com Html [25 Oktober 2007]

Guba & Lincoln. 2007. Naturalistic Inquiry. Sace Publication: Beverly Hills London New Delhi tersedia di http: //www. Sagepublications.com.

Lubis, Yusnawan. (2009). “Pengembangan Kesadaran Berkonstitusi Warga

Negara Muda Melalaui Pendidikan Kewarganegaraan”. Acta Civicus

Jurnal Pendidikan Kerwarganegaraan. 3, (1), 54.

Magnis-Suseno, F.V. (1985). Etika Umum. Yogyakarta: Kanisius.

Miles, M & Hubermen, AM. (2007). Analisis Data Kualitatif: Buku sumber tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Moleong,LJ. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Mulyana, Deddy. (2002). Metode Penelitian kualitatif. Kota Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution. (1996). Metode Penelitian Kualitatif Naturalistik. Jakarta: Sinar Grafika Nazir, Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Republik Indonesia. (2002). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. [Online]. Tersedia: http://www.dpr.go.id .

Riyanto, A.(2000). Teori Konstitusi. Bandung: Yapemdo. .(2009). Teori Konstitusi. Bandung: Yapemdo.

.(2008). Hukum Konstitusi sebagai Suatu Ilmu. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Spesialisasi Hukum Konstitusi pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Sanusi, A. (1991). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Bandung: Tarsito.


(5)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Soekanto, S. (1982). Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta: Rajawali. Soekanto, S dan Purwadi, P. (1993). Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum

Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Strong, C.F. (2008). Konstitusi-konstitusi Politik Modern; Kajian tentang Sejarah dan Bentuk-bentuk Konstitusi Dunia, Bandung: Nusa Media.

Sugiono. 2008. Metodologi Penenlitian Pendidikan Pendidikan Kualitatif, Kuantitatif R&D. Bandung: alfabeta.

Thomas, B. (1996). Constitutional Literacy: Plessy and Brown in The Writing

Class. [Online]. Tersedia: http://www.proquest/pqdweb.com.

Thaib, Hamidi & Huda. (1999). Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

UPI. 2013. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung; upi press.

Wahab, A. (2006). “Pengembangan Konsep dan Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan Baru Indonesia Demi Terbinanya Warga Negara

Multidimensional Indonesia” dalam Pendidikan Nilai Moral Dalam

Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan. Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan: Bandung.

Wahab, A.A. Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. UPI Press SPS UPI. Bandung 2008.

Widjaja, A.W. (1984). Kesadaran Hukum Manusia dan Masyarakat Pancasila. Jakarta: Era Swasta

Winataputra, U.S. (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual Dalam Konteks Pendidikan IPS. Disertasi PPS UPI: tidak diterbitkan.

.(2007). Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi: Alternatif Model Pembelajaran Kreatif-Demokratis untuk Pendidikan Kewarganegaraan. [Online]. Tersedia: http://www.depdiknas.go.id . html [4 Desember 2007] Winataputra. U. S dan Budimansyah. D. (2007). Civic Education: Konteks,

Landasan,Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Prdi PKn SPs UPI. Zubair, A.C. (1985). Kuliah Etika, Jakarta: Raja Grafindo Persada.


(6)

MARTALENA SIBURIAN, 2014

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PEMBINAAN KESADARAN BERKONSTITUSI WARGA NEGARA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu Jurnal, Tesis dan Internet

Lubis, Yusnawan. (2009). Pengaruh Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Tingkat Kesadaran Berkonstitusi Warga Negara Muda. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Winarno (2011). Proses Penerapan Habituasi Melalui Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Menumbuhkan Kesadaran Hukum. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonersia.

http://www.depdiknas.go.id . html [4 Desember 2007] http://m.poskotanews.com/2012/06/10/penjahat-mudamerajalela/?wpmp_switcher=mobile

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomot 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia