PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA DALAM MENINGKATKAN KESADARAN HUKUM MAHASISWA : Studi Kasus di STKIP Pasundan Cimahi.
DAFTAR ISI
ABSTRAK. ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR BAGAN ………... x
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 12
E. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA A.TinjauanPendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Pendidikan Nasional ... 15
B.Tinjauan tentang Materi Hukum dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 43
C.Tinjauan Tentang Kesadaran Hukum ... 57
D.Aplikasi Teori pembelajaran dan Teori Pendidikan Hukum dalam konteks pengembangan kesadaran hukum ... 69
E.Hasil Penelitian Terdahulu ... 75
BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan dan Metode Penelitian ... 81
1.Pendekatan Penelitian ... 81
2.Metode Penelitian ... 84
B. Instrumen Penelitian ... 86
C. Definisi Konseptual ... 88
D. Teknik Pengumpulan Data ... 89
E. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 95
F. Tahap-tahap Penelitian ... 96
G. Uji Validitas Data Penelitian ... 102
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 106
A. Deskripsi Umum STKIP Pasundan Cimahi ... 106
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 113
1. Pandangan Sivitas Akademika Mengenai PKn sebagai Wahana Dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Di STKIP Pasundan Cimahi ... 114
(2)
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2. Materi Hukum dalam Pembelajaran PKn untuk meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Di
STKIP Pasundan Cimahi ... 121
3. Program Pendukung Pembelajaran Pkn dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa di STKIP Pasundan Cimahi ... 127
4. Evaluasi Pembelajaran Materi Hukum dalam Pkn untuk Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa di STKIP Pasundan Cimahi ... 134
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 131
1. Pandangan Sivitas Akademika Mengenai PKn Sebagai Wahana dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Di STKIP Pasundan Cimahi ... 138
2. Materi Hukum dalam Pembelajaran PKn untuk meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Di STKIP Pasundan Cimahi ... 160
3. Program Pendukung Pembelajaran PKn Dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Di STKIP Pasundan Cimahi ... 178
4. Evaluasi Pembelajaran Materi Hukum dalam PKn untuk Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Di STKIP Pasundan Cimahi ... 188
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 204
B. Rekomendasi ... 209
DAFTAR PUSTAKA ... 212
(3)
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Paradigma Penelitian Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
(4)
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Pandangan Sivitas Akademika Mengenai PKn di Perguruan
Tinggi dan Kesadaran Hukum Mahasiswa ... 118 Tabel 4.2 Pandangan Sivitas Akademika Mengenai PKn
sebagai Wadah Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa ... 120 Tabel 4.3 Kesesuaian Materi Hukum Dalam Pembelajaran
PKn Untuk Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa ... 124 Tabel 4.4 Proses Pembelajaran PKn Melalui Metode Pembelajarannya ... 127 Tabel 4.5 Kebijakan yang Mendukung Program Pembelajaran PKn dalam
Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa ……... 133 Tabel 4.6 Evaluasi Pembelajaran Materi Hukum dalam PKn dalam
(5)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, masalah kemerosotan moral semakin mengancam keberlangsungan hidup generasi muda Indonesia, khususnya mahasiswa. Hal ini terjadi menurut Wahab (1999: 2) menunjukkan kurang efektifnya pembinaan nilai-niai moral di sekolah bahkan dalam kasus yang lebih besar, yakni berbagai krisis yang di alami Indonesia dewasa ini disebabkan adanya degradasi moral boleh jadi bersumber pada kesalahan pendidikan di masa lalu yang terlalu menekankan pada aspek moral belaka yang menempatkan peserta didik sebagai objek yang berkewajiban untuk menerima nilai-nilai moral tertentu, bersifat dogmatis dan berorientasi pada kepentingan rezim yang berkuasa.
Fenomena nyata yang terjadi, masih sering ditemukan mahasiswa yang tidak taat pada nilai-nilai yang ada di masyarakat, seperti tidak taat berlalu lintas, sex bebas, penganiayaan, tawuran, penyalahgunaan narkotika, belum lagi mereka hanya mengetahui bahwa tindakan berupa kriminalitas itulah yang melanggar undang-undang dan hukum, seperti pembunuhan, penganiayaan, perampokan, pencurian, perdagangan manusia, perdagangan obat-obat terlarang dan narkotika. Sedangkan, hukum tidak hanya terbatas pada hal mereka tahu, misalnya pada saat melakukan demontrasi secara anarkis, hal tersebut sudah bisa digolonglan pada
(6)
2
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Perilaku ini disebabkan karena mereka belum mengerti dengan pengertian hukum, tidak pernah mengetahui hukum positif yang berlaku, tidak mengenal sikap dan perilaku yang taat pada hukum. Perilaku mereka seringkali membuat situasi yang tidak baik dan merugikan orang lain.
Data media massa berikut ini menunjukan banyaknya terjadi pelanggaran ataupun kejahatan yang dilakukan oleh mahsiswa :
1. Mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta terkemuka di Jakarta, yang ditangkap aparat Polsek Serpong lantaran merampok di enam minimarket di Serpong dan Tangerang (Tribunnews.com, Rabu, 29 /8/2012)
2. Mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta (PTS) di Kediri. melakukan perbuatan asusila dengan melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan perbuatan cabul (inilah.com, Senin, 8/10/ 2012).
3. Penganiayaan Mahasiswa Yarsi Oleh Seniornya (Harian Detik, Sabtu, 27/10/2012)
4. Tawuran mahasiswa antara dua kelompok yakni mahasiswa dari Universitas Trisakti dengan mahasiswa indekost yang berasal dari kelompok mahasiswa asal Makasar, Sulawesi Selatan. Kejadian ini terjadi di Jalan Harapan, Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur. (Harian detik, Selasa, 23/10/ 2012)
(7)
5. Pelanggaran lalu lintas yang paling banyak dilakukan pelajar dan mahasiswa adalah menerobos lampu merah. Hal ini disebabkan masih kurangnya kesadaran dan pemahaman di kalangan pelajar dan mahasiswa mengenai cara berkendara yang aman. (Kompas, 27/07/2010)
6. Penyebaran konten pornografi kasus Ariel yang dilakukan oleh 3 mahasiswa asal bandung. (Kompas, 27/07/2010)
Bukti tersebut menggambarkan bahwa semakin merosotnya kesadaran terhadap hukum. Sehubungan dengan hal tersebut, Paul Scholten (Mertokusumo,1981: 2) menjelaskan bahwa kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu, apa seharusnya hukum itu, suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara hukum dengan tidak hukum, antara yang seyogyanya dilakukan dan tidak dilakukan. Dengan demikian, kesadaran hukum bisa diartikan kesadaran yang terdapat dalam diri manusia terhadap hukum yang ada, yaitu yang akan di manifestasikan dalam bentuk kepatuhan dan ketidakpatuhan terhadap hukum. Secara umum ketidakpatuhan hukum ini menjelma menjadi sikap apatis terhadap hukum. Sikap acuh tak acuh pada hukum ini terjadi karena anggapan bahwa segala yang diatur oleh hukum pun sekarang bisa dibeli. Peraturan perundang-undangan pun tidak semuanya dipahami oleh seluruh warga negara Indonesia.
(8)
4
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ketika menjalani kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Pembinaan generasi muda Indonesia agar menjadi warga negara yang baik dan cerdas (smart and good citizenship) demi terwujudnya keberlangsungan kehidupan negara. Sejalan dengan hal tersebut, Sanusi (1998: 267) menyatakan bahwa pendidikan merupakan proses mendidik atau pembelajaran peserta didik yang diasumsikan mempunyai beberapa fungsi seperti antara lain mampu menumbuhkan atau mentransformasikan nilai-nilai positif sambil memberdayakan serta mengembangkan potensi-potensi kepribadian peserta didik.
Berdasarkan pandangan diatas, jelaslah bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat kuat dalam mengembangkan potensi peserta didik. Melalui proses pendidikan, manusia diharapkan akan tumbuh dan berkembang menjadi dewasa secara spiritual, memiliki kepribadian yang luhur, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan mampu menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Semua ini merupakan harapan dan tujuan bagi semua manusia. Melalui pendidikan menjadi awal mula peningkatan kesadaran hukum. Pendidikan yang baik akan menghasilkan manusia yang bertanggung jawab, toleran, dan peduli dengan lingkungannya.
Pendidikan bukan hanya sekedar mentransfer ilmu saja, namun juga memiliki kewajiban “mendidik” dalam arti membentuk kepribadian, mengisi moral dan membina perilaku peserta didik terutama perilaku mahasiswa yang benar-benar sadar akan apa yang menjadi hak dan apa yang menjadi kewajibannya sebagai warga negara yang baik, termasuk sadar akan hukum.
(9)
Sayangnya, pengajaran moral, nilai dan norma selama ini terbatas, hanya mengenai aspek kognitif dan sebatas mentransfer ilmu saja, membuat ketidakpahaman terhadap konsep hukum yang kaitannya dengan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Situasi lain juga tidak membantu, biasanya para pengajar terlalu sibuk mengajar kelas-kelas sepanjang hari hingga mereka tidak ada waktu untuk mengenal atau bahkan berbicara kepada setiap mahasiswanya, tidak memberi waktu bagi mahasiswanya untuk bertanya, berdiskusi, mencari tahu, berpikir kritis atau terlibat dalam proyek kerja nyata dan pemecahan masalah. Waktu mahasiswa hanya dihabiskan untuk mengerjakan tugas, mendengarkan dosen dan menyelesaikan latihan-latihan yang membosankan. Mereka hanya mengikuti ujian-ujian untuk mengukur kemampuannya menghafalkan fakta. Kenyataan bahwa kesadaran hukum masih tergolong rendah dikarenakan etika, moral, dan norma yang diajarkan hanya sampai pada tataran kognitif saja. Penyajian materi hanya terbatas pada metode ceramah sementara etika, moral, dan norma mengarah kepada tindakan dan praktek secara nyata, sehingga apa yang diajarkan tidak diserap menjadi tindakan yang nyata. Sesungguhnya, pendidikan bukan hanya soal kemajuan otak ataupun pengetahuan kognitif, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan pribadi peserta didik agar menjadi manusia yang utuh dengan segala nilai dan seginya. Oleh karena itu, pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan hukum, religius, ahklak, emosi, afeksi, perlu diperhatikan juga.
(10)
6
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Pengertian yang sempit mengenai hukum itu sendiri, sehingga banyak hal yang sesungguhnya melanggar namun dianggap biasa karena kurangnya kesadaran hukum. Penyebab kurangnya kesadaran hukum ini lahir dari ketidakpahaman ketidakpahaman terhadap isi peraturan perundang-undang yang ada, sejauh mana batasan-batasannya, dan hal ini terjadi karena tidak adanya pendekatan dan edukasi yang tepat dan merata kepada warga masyarakat Indonesia sendiri. Dengan ketidakpahaman tersebut tentu tidak ada hasrat untuk menaati hukum dan patuh terhadap hukum. Pemahaman mengenai konsep hukum ini perlu ditanamkan pada seluruh warga negara Indonesia.
Menanamkan kesadaran hukum berarti menanamkan nilai-nilai kebudayaan. Nilai-nilai kebudayaan dapat dicapai dengan pendidikan. Oleh karena itu, setelah mengetahui kemungkinan sebab-sebab merosotnya kesadaran hukum masyarakat, usaha pembinaan yang efektif dan efesien ialah dengan pendidikan. Pendidikan yang memadai menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi untuk mengajarkan nilai kehidupan manusia yang dianggap perlu. Bukan hanya sekedar pengetahuan (knowledge).
Pendidikan hukum dikalangan mahasiswa haruslah menjadi perhatian semuanya. Mengingat akhir-akhir ini banyak sekali kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para mahasiswa, hal ini barangkali merupakan sebuah keadaan yang menunjukan tidak relevannya sistem pendidikan yang selama ini diselenggarakan dengan upaya membentuk manusia Indonesia yang
(11)
berkepribadian dan berakhlak mulia sebagaimana dicita-citakan dalam tujuan pendidikan nasional sendiri (Pasal 2 Undang-Undang No.20 Tahun 2003), dan perhatian lembaga-lembaga yang berwenang, karena realitas justru memperlihatkan kontradiksinya.
Lembaga pendidikan tinggi merupakan wahana yang sangat baik dalam upaya pendidikan hukum untuk menumbuhkan kesadaran hukum warga negara. Oleh karena pada lembaga itulah terdapat banyak para generasi muda. Hampir disetiap perguruan tinggi digalakan upaya pendidikan hukum dengan gaya dan pola yang berbeda tentunya satu sama lain. Usaha menanamkan dan mengembangkan etika, moral, dan norma kepada peserta didik khususnya melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan selanjutnya disebut PKn sering disebut sebagai civic education atau citizenship education. Mata kuliah ini memiliki peran yang strategis dalam mempersiapkan warga negara yang cerdas, bertanggung jawab dan berkeadaban. Dengan adanya penyempurnaan kurikulum maka mata kuliah pengembangan kepribadian tersebut ini memiliki paradigma baru, yaitu pendidikan kewarganegaraan berbasis Pancasila.
Selanjtnya, Winataputra (2006:9) menjelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan memiliki misi, (1) Misi sosio-pedagogis adalah pengembangan potensi individu sebagai insan Tuhan Yang Maha Esa dan makhluk sosial menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, demokratis, taat hukum, beradab dan
(12)
8
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kepercayaan/nilai, konsep, prinsip, dan praktis demokrasi dalam konteks pembangunan masyarakat madani Indonesia melalui pengembangan partisipasi warga negara secara cerdas dan bertanggung jawab melalui berbagai kegiatan sosio-kultural secara kreatif yang bermuara pada tumbuh dan kembangnya komitmen moral dan sosial kewarganegaraan, dan (3) Misi substantif-akademik adalah mengembangkan struktur atau tubuh pengetahuan atau spectrum konstelatif PKn, termasuk di dalamnya konsep, prinsip, dan generalisasi mengenai dan yang berkenaan dengan Civic virtue atau kebijakan kewarganegaraan dan Civic culture atau budaya kewarganegaraan melaui kegiatan penelitian dan pengembangan. Berdasarkan misi yang diungkapkan beliau tersebut, maka penelitian ini mengembangkan “potensi warga negara Indonesia yang cerdas, demokratis, taat hukum, beradab dan religius” penelitian ini peneliti lebih memfokuskan kepada pendidikan hukum melalui materi hukum yang diintegrasikan dalam mata pelajaran PKn di perguruan tinggi sebagai wahana meningkatkan kesadaran hukum.
PKn sebagai program kurikuler dalam pendidikan formal, maka menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal Pasal 37 ayat (2), bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa. Penjelasan Pasal tersebut menjelaskan bahwa “Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Berdasarkan landasan yuridis tersebut, maka PKn memiliki peran
(13)
yang strategis dalam mempersiapkan warga negara yang cerdas, bertanggung jawab dan berkeadaban, termasuk sadar akan hukum yang ada di Indonesia.
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya. Hal ini berdasarkan pada suatu realitas yang dihadapi, bahwa mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang harus memiliki visi intelektual, religious, berkeadaban, berkemanusiaan dan cinta tanah air dan bangsanya. Pendidikan Kewarganegaraan diperguruan tinggi adalah untuk membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya, agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.
Oleh karena itu, STKIP Pasundan Cimahi sebagai salah satu perguruan tinggi yang melaksanakan kegiatan mata kuliah pendidikan kewarganegaraan sangat mendukung langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mengembangkan kehidupan bernegara khususnya dalam kalangan generasi muda dan mahasiswa pada khsusnya. Pendidikan hukum salah satunya terintegrasi dalam mata kuliah pendidikan kewarganegaraan. Dimana dalam mata kuliah tersebut termaktub materi hukum yang akan memberi pengetahuan setiap mahasiswa untuk memahami aturan-aturan hukum, dikala apa orang terkena hukum, dan
(14)
konsep-10
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Pembelajaran yang efektif untuk mata kuliah PKn adalah pembelajaran yang mampu menumbuhkan kesadaran moral dan norma yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku sehari-hari mahasiswa. Selain itu, mata kuliah ini dimaksud pula untuk membina pengetahuan dan kemampuan yang berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara. Dengan demikian, diharapkan mahasiswa memiliki kesadaran menghargai norma-norma yang ada, khususnya kesadaran hukum.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA DALAM MENINGKATKAN KESADARAN HUKUM MAHASISWA (Studi Kasus di STKIP Pasundan Cimahi).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas, maka peneliti mengajukan rumusan masalah pokok penelitian ini, yaitu: “Bagaimanakah peran pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana dalam meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa?”.
Agar penelitian ini terfokus, maka peneliti merumuskan sub-sub masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pandangan sivitas akademika mengenai PKn sebagai wahana dalam meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa di STKIP Pasundan Cimahi?
(15)
2. Bagaimana kesesuaian materi hukum dalam pembelajaran PKn untuk meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa di STKIP Pasundan Cimahi? 3. Bagaimana program pendukung pembelajaran PKn dalam meningkatkan
kesadaran hukum mahasiswa di STKIP Pasundan Cimahi?
4. Bagaimana evaluasi pembelajaran materi hukum dalam PKn untuk meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa di STKIP Pasundan Cimahi?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep materi hukum dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaran dalam meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa, khususnya di STKIP Pasundan Cimahi.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pandangan sivitas akademika mengenai PKn sebagai wahana dalam meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa.
b. Mengetahui kesesuaian materi hukum dalam pembelajaran PKn dalam upaya meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa di STKIP Pasundan Cimahi.
c. Mengetahui dan mendeskripsikan program pendukung pembelajaran PKn dalam meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa.
(16)
12
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
d. Mengetahui dan mendeskripsikan evaluasi pembelajaran materi hukum dalam PKn untuk meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa
D. Manfaat Penelitian
Secara teoritik, penelitian ini akan memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang Pendidikan Kewarganegaraan sebagai bahan masukan kearah pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai disiplin ilmu sehingga dapat mengembangkan proses dan materi hukum sebagai wahana meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa.
Selain memiliki kegunaan akademik, penelitian ini pun diharapkan memiliki kegunaan secara praktis, yaitu berguna bagi :
a. Mahasiswa, penelitian ini berguna sebagai pembentukan kesadaran hukum mahasiswa melalui pembelajaran PKn.
b. Akademisi
Memperluas wawasan dan meningkatkan profesionalisme dosen, khususnya dalam upaya pengembangan materi hukum dalam pembelajaran PKn sebagai wahana meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa.
c. Para praktisi pendidikan dalam upaya meningkatkan kulitas pembinaan PKn, khususnya berkaitan dengan masalah-masalah pembentukan etika, moral, norma-norma, dan kesadaran hukum.
(17)
E. Sistematika Penelitian
Untuk memudahkan penulisan tesis ini, penulis akan menyusun sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I tentang pendahuluan. Dalam bab ini akan diuraikan dalam beberapa sub bab antara lain; (1) Latar Belakang, (2) Rumusan masalah, (3) Tujuan penelitan, (4) Manfaat Penelitian dan (5) Sistematika penulisan. Bab II membahas kajian teoritis/kajian pustaka yang berisi deskripsi, analisis dan rekonseptualisasi peneliti. Pada bab ini terbagi dalam sub bab antara lain; (1) Hakikat pendidikan nasional, (2) Tinjauan tentang materi hukum dalam pendidikan kewarganegaraan, (3) Tinjauan tentang kesadaran hukum, (4) Aplikasi Teori pembelajaran dan teori pendidikan hukum dalam konteks pengembangan kesadaran hukum, (5) Hasil Penelitian Terdahulu. Bab III membahas metode penelitian. Dalam bab ini terbagi dalam sub bab antara lain; (1) Pendekatan dan Metode Penelitian, (2) Instrumen Penelitian, (3) Teknik Pengumpulan Data, (4) Lokasi dan Subjek Penlitian, (5) Tahap Penelitian, dan (6) Uji Validitas Data. Bab IV Membahas Mengenai Hasil Penelitian dan Pembahasan. Dalam bab ini terbagi dalam sub bab antara lain; (1) Deskripsi Lokasi Penelitian (2) Hasil Penilitian dan (3) Pembahasan. Bab V membahas simpulan. Dalam bab ini terbagi dalam sub bab antara lain; (1) Kesimpulan dan (2) Rekomendasi.
(18)
(19)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Peneletian 1. Pendekatan Penelitian
Mengkaji pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai wadah meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa di STKIP Pasundan Cimahi, Peneliti menggunakan metode studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Seperti yang diungkapkan Nasution (2003:5) yang menyatakan bahwa hakikat penelitian kualitatif adalah untuk mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.
Tujuan utama diadakannya penelitian sesungguhnya yakni berusaha untuk mendapatkan makna yang sesungguhnya dari permasalahan yang akan diteliti secara mendalam guna mewujudkan beberapa kepentingan dalam melakukan penilitian, yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian ini mencoba mengungkap dokumen perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh dosen berupa silabus mata kuliah pendidikan kewarganegaraan STKIP Pasundan Cimahi. Beberapa alasan menggunakan dokumen tersebut sebagai mana ditemukan Guba & Lincoln (Alwasilah, 2006:156) :
a. Dokumen merupakan sumber informasi yang lestari
(20)
82
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
c. Dokumen itu sumber data alami, bukan hanya muncul dari konteknya tetapi juga menjelaskan konteks itu sendiri
d. Dokumen itu relatip mudah dan murah e. Dokumen itu sumber data yang non-reaktif
f. Dokumen beberapa sebagai sumber pelengkap dan memperkaya bagi informasi yang diperoleh lewat interview atau observasi
Penelitian ini berfokus pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam meningkatkan kesadaran hukum mahaaiswa di STKIP Pasundan Cimahi yaitu proses pembelajaran pendidikan pendidikan kewarganegaraan oleh dosen dilapangan. Hal ini dapat terungkap melalui pendekatan kualitatif sesuai dengan karateristik kualitatif yang dikemukakan oleh Bogdan & Biklen (1982:28) Qualitatif researches are concerned with process rather than simply with outcomes or products. Penekanan kualitatif pada proses secara khusus memberi keuntungan dalam penelitian pendidikan dimana dapat dilihat dalam aktivitas keseharian, dan Nana Sudjana & Ibrahim (1989:187) mengatakan bahwa tekanan penelitian kulitatif ada pada proses bukan pada hasil.
2. Penelitian ini mengungkapkan kegiatan penilaian yang dilaksanakan oleh dosen mata kuliah pendidikan kewarganegaraan terhadap mahasiswa STKIP Pasundan Cimahi.
Pendekatan naturalistik kualitatif dalam model studi kasus ini untuk mengungkap data atau informasi sebanyak mungkin tentang pembelajaran
(21)
pendidikan kewarganegaraan sebagai wadah meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa.
Implementasi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, diharapkan akan diperoleh makna dari setiap fenomena dan peristiwa yang terjadi. Fenomena dan peristiwa berdasarkan perspektif partisipan itu akan diteliti dalam rangka memperoleh justifikasi bagi kelayakan temuan yang berkaitan dengan rencana pembelajaran berupa silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran dan kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh dosen pada mata kuliah pendidikan Kewarganegaraan.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti berinteraksi secara langsung dengan dosen mata kuliah pendidikan kewarganegaraan melalui proses observasi dan wawancara, seperti yang diungkapkan oleh Mc Millan dan Schumacher (Moleong, 2006), yang menyatakan bahwa fenomena dan peristiwa dan dimaknai secara baik jika dilakukan interaksi melalui observasi dan wawancara mendalam dengan sumber informasi.
Pendekatan kualitatif ini dipergunakan mulai dari proses perencanaan, penelitian, penentuan lokasi, pemilihan sumber informasi, melakukan pengamatan partisipan, dan pelaksanaan wawancara mendalam terhadap proses pembelajaran dan kegiatan evaluasi yang dilakukan. Pengamatan dilakukan terhadap semua fenomena dan peristiwa saat kegiatan pembelajaran dilaksanakan wawancara mendalam kepada dosen dan mahasiswa yang menjadi sunber informasi.
(22)
84
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2. Metode Penelitian
Berdasarkan pendekatan penelitian diatas, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Maxfield (Nazir, 2005 : 57), bahwa studi kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Peneliti ingin mempelajari secara intensif latar belakang serta interaksi lingkungan dari unit-unit sosial yang menjadi subjek. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan jadikan suatu hal yang bersifat umum. Hasil dari penelitian kasus merupakan suatu generalisasi dari pola-pola kasus yang tipikal dari individu, kelompok, lembaga, dan sebagainya. Tergantung dari tujuannya, ruang lingkup dari studi dapat mencakup segmen atau bagian tertentu atau mencakup keseluruhan siklus kehidupan dari individu, kelompok, dan sebagainya, baik dengan penekanan terhadap faktor-faktor kasus tertentu, ataupun meliputi keseluruhan faktor-faktor dan fenomena-fenomena. Studi kasus lebih menekankan mengkaji variabel yang cukup banyak pada jumlah unit yang kecil. Ini berbeda dengan metode survei, di mana peneliti cenderung mengevaluasi variabel yang lebih sedikit, tetapi dengan unit sample yang relatif besar.
Berdasarkan pernyataan diatas, peneliti memilih metode studi kasus karena metode ini dilakukan secara instensif, terperinci dan mendalam terhadap individu,
(23)
kelompok, organisasi atau gejala tertentu. Adapun gejala tertentu yang khas dalam penelitian ini adalah bahwa STKIP Pasundan Cimahi merupakan salah satu Perguruan Tinggi yang berada di Jawa Barat yang memiliki visi STKIP Pasundan memiliki visi yaitu menciptakan generasi pendidik yang Luhung Elmuna, Panceg Agamana, dan Jembar Budayana dalam arti melaksanakan Menyelenggarakan Tri Dharma Perguruan tinggi agar dapat memberikan konstribusi bagi pembangunan nasional dan daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai religi (ke-Islamanan) dan nilai-nilai budaya (kesundaan) secara komprehensif dalam bidang kependidikan, sehingga dalam kegiatan pembelajarannya disisipkan nilai-nilai tersebut terutama untuk tujuan menghasilkan warga negara yang berdaya saing namun taat pada aturan. Data yang dikumpulkan dari lapangan adalah hasil pengamatan langsung terhadap situasi yang mengikutinya dalam situasi natural, wajar, sebagaimana adanya, kemudian dari hasil wawancara terhadap responden, dan studi dokumentasi, selanjutnya pengumpulan data dilakukan secara langsung terhadap situasi dan interaksi dalam pengembangan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di STKIP Pasundan Cimahi. Pada akhimya data tersebut akan terkumpul secara totalitas dalam kesatuan konteks sehingga dapat dipahami maknanya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus berdasarkan pendapat Smith (Lincoln dan Denzin, 2009:300) bahwa kasus adalah suatu sistem yang terbatas (abounded system). Oleh sebab itu, penggunaan studi kasus karena metode ini dilakukan secara intensif, terperinci, dan mendalam terhadap individu,
(24)
86
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sesuai dengan hal tersebut diharapkan bahwa penelitian yang akan dilakukan oleh penulis bisa secara komprehensif mengungkapkan fakta-fakta, tentang pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa di STKIP Pasundan Cimahi.
B. Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang terjun ke lapangan untuk mencari informasi melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan antar manusia, artinya selama proses penelitian akan lebih banyak mengadakan kontak dengan orang-orang di sekitar lokasi penelitian yaitu STKIP Pasundan Cimahi. Dengan demikian peneliti lebih leluasa mencari informasi dan data yang terperinci tentang berbagai hal yang diperlukan untuk kepentingan penelitian.
Pemikiran peneliti ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nasution (2003 : 55-56) tentang instrumen penelitian kualitatif/naturalistik, yaitu bahwa dalam penelitian naturalistik tidak ada pilihan lain dari pada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, data yang akan dikumpulkan, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan
(25)
yang serba tak pasti dan jelas itu tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri satusatunya alat yang dapat menghadapinya.
Selanjutnya, Nasution juga menjelaskan bahwa peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk penelitian serupa ini karena mempunyai ciri-ciri yang berikut: 1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari
lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian. Tidak ada instrumen lain yang dapat bereaksi dan berinteraksi terhadap demikian banyak faktor dalam situasi yang senantiasa berubah-ubah.
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus. Tidak ada alat penelitian lain, seperti yang digunakan dalam penelitian kuantitatif, yang dapat menyesuaikan diri dengan bermacam-macam situasi serupa itu. Suatu test hanya cocok untuk mengukur variabel tertentu akan tetapi tidak dapat dipakai untuk mengukur macam-macam variabel lainnya.
3. Tiap situasi merupakan suatu keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia. Hanya manusia sebagai instrumen dapat memahami situasi dalam segala seluk-beluknya. 4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata-mata. Untuk memahaminya kita sering perlu merasakannya, menyelaminya berdasarkan penghayatan kita.
5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan
(26)
88
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan.
7. Dalam penelitian dengan menggunakan test atau angket yang bersifat kuantitatif yang diutamakan adalah respons yang dapat dikuantifikasi agar dapat diolah secara statistik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak dihiraukan. Dengan manusia sebagai instrumen, respons yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian. Respons yang lain dari pada yang lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diselidiki.
C. Definisi Konseptual
Untuk menghindari kemungkinan kesalahan konsep dan salah pengertian, dijelaskan beberapa sitilah teknisdalam penelitian ini yang dipandang penting untuk diketahui maksudnya, yakni :
1. Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan dalam penelitian ini diartikan sebagai mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) di Perguruan Tinggi yang berorientasi pada pembentukan watak/karakter warga negara yang mampu memahami dan melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara yang baik, memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta merupakan wahana untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
(27)
watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan Peserta Didik akan status, hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, cerdas, dan terampil sesuai amanat Pancasila dan UUD NRI 1945.
2. Kesadaran Hukum
Soerjono Soekanto (1987:159) mengatakan bahwa kesadaran hukum merupakan suatu penilaian terhadap hukum yang ada serta hukum yang seharusnya ada. Indikator kesadaran hukum yakni pengetahuan hukum (law awareness), pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum (law acquaintance), sikap terhadap peraturan-peraturan hukum (legal attitude) dan pola-pola perikelakuan hukum (legal behaviour).
D. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan metode penelitian yang digunakan, maka teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik penelitian, yaitu teknik wawancara mendalam, observasi, studi dokumentasi, dan studi kepustakaan.
1. Observasi
Observasi dalam bahasa Indonesia sering digunakan istilah pengamatan. Alat ini digunakan untuk mengamati; dengan melihat, mendengarkan, merasakan, mencium, mengikuti, segala hal yang terjadi dengan cara mencatat/merekam segala sesuatunya tentang orang atau kondisi suatu fenomena tertentu. Menurut Hadi
(28)
90
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
(Sugiyono, 2007: 145), menjelaskan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Sedangkan menurut Alwasilah (2002: 211) observasi penelitian adalah pengamatan sistematis dan terencana yang diniati untuk perolehan data yang dikontrol validitas dan reliabilitasnya. Metode ini menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses, atau perilaku.
Peneliti menggunakan teknik observasi karena terdapat beberapa keunggulan. Menurut Patton (Nasution, 2003: 59-60) manfaat observasi ialah:
a. Dengan berada di lapangan peneliti lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi, jadi ia dapat memperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh.
b. Pengalaman langsung memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep-konsep atau pandangan sebelumnya. Pendekatan induktif membuka kemungkinan melakukan penemuan atau discovery.
c. Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau yang tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu, karena telah dianggap
“biasa” dan karena itu tidak akan terungkapkan dalam wawancara.
d. Peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkapkan oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga.
(29)
e. Peneliti dapat menemukan hal-hal di luar persepsi responden, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.
f. Dalam lapangan peneliti tidak hanya dapat mengadakan pengamatan akan tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi, misalnya merasakan suasana situasi sosial.
Untuk mempermudah jalannya observasi, maka peneliti menggunakan observasi partisipatif, dimana adanya keterlibatan antara peneliti dengan subjek penelitian, yang dalam hal ini adalah pihak warga sekolah serta situasi sekolah. Sehingga terjadi kejelasan yang nyata terhadap permasalahan yang dikaji. Kejelasan inilah yang menurut peneliti sebagai titik jenuh dalam penelitian.
Teknik ini dimaksudkan untuk memperoleh data tentang aplikasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam kegiatan belajar mahasiswa sehari-hari di lingkungan Perguruan Tinggi korelasinya dengan Kesadaran Hukum mahasiswa, dengan keadaan yang wajar dan sebenarnya tanpa dipengaruhi, direkayasa atau dimanipulasi. Dari observasi kehidupan sosial dan situasi interaksi dosen dengan mahasiswa akan diungkap seberapa besar peranan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap peningkatan kesadaran hukum mahasiswa sebagai warga negara yang baik dan cerdas.
2. Wawancara
Wawancara menurut Sugiyono (2007:137), digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya
(30)
92
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Peneliti memakai teknik wawancara mendalam dalam penelitian ini dikarenakan ingin mengetahui betul duduk permasalahan yang peneliti jadikan sebagai rumusan masalah. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nasution (2003: 73) bahwa dengan wawancara mendalam ini diharapkan dapat diperoleh bentuk-bentuk informasi tertentu dari semua responden dengan susunan kata dan urutan yang disesuaikan dengan ciri-ciri setiap responden.
Berdasarkan pada pemaparan diatas, maka teknik wawancara yang peneliti lakukan adalah dengan wawancara supaya adanya kedalaman dalam penelitian. Sehingga pada akhir penelitian terdapat titik jenuh yang kemudian menjadi akhir dalam penelitian.
Penelitian tentang pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana meningkatkan kesadaran hukum, diperlukan wawancara mendalam kepada:
a. Ketua STKIP
b. Pembantu Ketua STKIP c. Ketua Jurusan PKn d. Dosen PKn
e. Mahasiswa
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian. Biasanya dikatakan data sekunder yaitu data yang telah dibuat dan dikumpulkan oleh orang atau lembaga lain.
(31)
Ada beberapa alasan menggunakan dokumen dan catatan seperti dikemukakan oleh Lincoln dan Guba, (1989 : 276-277) antara lain :
1) Dokumen dan catatan ini selalu dapat digunakan terutama karena mudah diperoleh dan relatif mudah.
2) Merupakan sumber informasi yang mantap baik dalam pengertian merefleksikan situasi secara akurat maupun dapat dianalisis ulang tanpa melalui perubahan didalmnya,
3) Dokumen dan catatan merupakan informasi yang kaya,
4) Keduanya merupakan sumber resmi yang tidak dapat disangkal, yang menggambarkan pormal, dan
5) Tidak seperti pada sumber manusia, baik dokumen maupun catatan nonreactive, tidak memberi reaksi/respon atas perlakuan peneliti. Meskipun istilah dokumen dan catatan seringkali digunakan untuk menunjukkans atu arti, tetapi pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai arti yang berbeda bila ditinjau dari tujuan dan analisis yang digunakan.
Dalam penelitian ini, yang dijadikan sumber informasi adalah dokumen berupa silabus sebagai pedoman dosen dalam melaksanakan proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Selain itu juga data pendukung mengenai keadaan mahasiswa, dosen, serta data sarana dan prasarana.
Studi dokumentasi adalah mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian (Danial dan Warsiah, 2007: 66). Dokumen berguna karena dapat memberikan latar belakang yang lebih
(32)
94
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
luas mengenai pokok penelitian, dapat dijadikan bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data (Nasution, 2003: 86).
Berdasarkan pengertian diatas, maka jenis-jenis dokumentasi yang dijadikan dasar acuan peneliti adalah sesuai dengan pendapat dari Bogdan (Satori dan Komariah, 2011: 153-155), yaitu:
a. Dokumen pribadi dan buku harian b. Surat pribadi
c. Autobiografi
d. Dokumen resmi, dan e. Fotografi
4. Studi Kepustakaan/Literatur
Studi kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan sejumlah buku-buku dan majalah, yang berkenaan dengan masalah dan tujuan penelitian (Danial dan Warsiah, 2007: 67), Sedangkan studi literatur, selain dari mencari sumber data sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai ke mana ilmu yang berhubungan dengan penelitian telah berkembang, sampai ke mana terdapat kesimpulan dan degeneralisasi yang telah pernah dibuat, sehingga situasi yang diperlukan dapat diperoleh (Nazir, 2005: 93).
Berdasarkan kepada pendapat diatas, maka peneliti mengadakan studi dokumentasi dan literatur dari dokumen-dokumen yang ditemukan di perguruan
(33)
tinggi atau bahan-bahan literatur yang sesuai sebagai jalan bagi peneliti dalam menganalis hasil penelitian.
E. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Wilayah kajian yang menjadi latar penelitian ini adalah lingkup Sekolah Tinggi Pendidikan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Pasundan Cimahi. Perguruan Tinggi ini melaksanakan mata kuliah pengembangan kepribadian yakni Pendidikan Kewarganegaraan.
2. SubjekPenelitian
Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini, maka subjek penelitian sebagai sumber data penelitian ini diperoleh melalui :
a. Ketua STKIP Pasundan Cimahi b. Pembantu Ketua STKIP
c. Ketua Jurusan PKn
d. Narasumber yang memberikan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang berisikan materi hukum.
e. Mahasiswa STKIP Pasundan Cimahi
Penelitian ini menggunakan sampel purposive dan snowball sampling sehingga besarnya sampel ditentukan oleh adanya pertimbangan perolehan informasi. Penentuan sampel dianggap telah memadai apabila telah sampai pada titik jenuh.
(34)
96
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sehingga pengumpulan data dari responden didasarkan pada ketentuan atau kejenuhan data dan informasi yang diberikan.
F. Tahap-tahap Penelitian
Sebuah penelitian akan dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan seperti yang diharapkan, jika penelitian itu dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah yang telah direncanakan. Oleh karena itu, supaya penelitian yang peneliti lakukan dapat berjalan dengan baik guna mencapai hasil yang maksimal, maka dalam melakukan penelitian ini, disusun langkah-langkah penelitian secara sistematis sebagai berikut.
1. Tahap Pra Penelitian
Pada tahap ini, peneliti menyusun rancangan penelitian dengan terlebih dahulu melakukan pra penelitian di STKIP Pasundan Cimahi per Juni 2012. Tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi umum di STKIP Pasundan Cimahi terutama yang berkaitan dengan proses belajar mengajar di perguruan tinggi tersebut. Hal ini dilakukan guna mendapatkan data tentang materi hukum melalui pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam upaya meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa yang akan dijadikan data dan informasi awal untuk memperkuat gambaran tentang bagaimana proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Setelah mengadakan pra penelitian selanjutnya peneliti mengajukan rancangan penelitian yang memuat latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode dan teknik penelitian, lokasi dan subjek penelitian. Kemudian peneliti memilih dan menentukan lokasi yang akan dijadikan
(35)
sebagai sumber data atau lokasi penelitian yang disesuaikan dengan keperluan dan kepentingan masalah penelitian. Setelah lokasi penelitian ditetapkan, selanjutnya peneliti mengupayakan perizinan dari instansi yang terkait, prosedur perizinan yang ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Mengajukan surat permohonan untuk melakukan penelitian kepada Direktur Sekolah Pascasarjana UPI.
b. Surat permohonan tersebut kemudian diberikan kepada Ketua STKIP Pasundan Cimahi untuk pemberian izin kepada peneliti dalam mengadakan penelitian di situs penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Tahap-tahap dalam penelitian penelitian kualitatif tidak mempunyai batas-batas yang tegas karena desain dan fokus penelitian dapat mengalami perubahan,
yang bersifat “emergent”.
Menurut Nasution (2003:33-34) mengemukakan secara garis besar tahap-tahap penelitian kualitatif, yaitu a) tahap-tahap orientasi, b) tahap-tahap eksplorasi, c) tahap-tahap member check.
a. Tahap orientasi
Pada tahap orientasi, kegiatan yang dilakukan adalah melakukan studi kepustakaan yang berkaitan dengan karakteristik masalah yang yang akan disusun kedalam pradesain. Melakukan survei ke lapangan, untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik-karakteristik yang akan dikaji berkaitan dengan fokus
(36)
98
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
b. Tahap eksplorasi
Tahap eksplorasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Wawancara dan studi dokumentasi dilakukan terhadap dosen serta mahasiswa yang terkait dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
c. Tahap member check
Kegiatan member check dilakukan setap memperoleh data dan informasi baik melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Responden diberi kesempatan untuk menilai kembali data dan informasi yang telah diberikannya, apakah ada imformasi baru atau data yang harus dilengkapi, serta berusaha mencari perbedaan antara informan untuk merevisi data. Kemudian data diangkat dari dokumentasi dilakukan audit trail dengan maksud memeriksa keabsahan dan sesuai dengan sumber aslinya. Pengolahan data perlu juga dilakukan triangulasi yaitu pengecekan kebenaran data atau inpormasi tentang pelaksanaan penelitian dengan cara mengkonfirmasikan kebenaran data, yaitu upaya mendapatkan informasi dari sumber-sumber lain mengenai data penelitian. Sumber lain yang dapat digunakan untuk konfirmasi hasil penelitian.
Setelah selesai tahap persiapan penelitian, dan persiapan-persiapan yang menunjang telah lengkap, maka peneliti terjun ke lapangan untuk pelaksanaan penelitian, yang dimulai pada bulan Oktober 2012 hingga Desember 2012. Dalam melaksanakan penelitian, peneliti menekankan bahwa instrumen yang utama adalah peneliti sendiri (key instrument).
(37)
Tujuan dari wawancara mendalam ini adalah untuk mendapatkan informasi yang diperlukan agar dapat menjawab permasalahan penelitian. Setiap selesai melakukan penelitian di lapangan, peneliti menuliskan kembali data-data yang terkumpul kedalam catatan lapangan, dengan tujuan supaya dapat mengungkapkan data secara mendetail dan lengkap.
3. Tahap Analisis Data
Kegiatan analisis data dilakukan setelah data yang diperlukan terkumpul. Dengan demikian, pada tahap ini, peneliti berusaha mengorganisasikan data yang diperoleh dalam bentuk catatan lapangan dan dokumentasi.
Menurut Bogdan & Biklen (1982:145), analisis data adalah proses pencarian dan penyusunan secara sistematis terhadap transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang terkumpul untuk meningkatkan pemahaman tentang data serta menyajikan apa yang telah ditemukan kepada orang lain. Goetz & Le Compte (1984:4) mengemukakan "... inductive research starts with examination of a phenomenon and then, from successive examinations of similar and dissimilar phenomena, develops a theory to explain what was studied. Artinya, penelitian induktif dimulai dengan pengujian fenomena dan kemudian dari pengujian fenomena yang sama dan berbeda mengembangkan teori untuk menjelaskan apa yang telah dipelajari. Menurut Patton (1990:390) "Inductive analysis means that the patterns, themes, and categories of analysis come from the data; they emerge out of the data rather than being imposed on them prior to data collection and
(38)
100
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
analisis yang berasal dari data; pola, tema dan kategori ini berasal dari data bukan ditentukan sebelum pengumpulan dan analisis data. Dengan demikian, analisis data adalah tahap pembahasan terhadap data dan informasi yang telah terkumpul agar bermakna baik berupa pola-pola, tema-tema maupun kategori.
Menurut Creswell (2010:274-275) menyatakan bahwa analisis data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi terus-menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analitis, dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian. Analisis data melibatkan pengumpulan data yang terbuka, yang didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan umum, dan analisis informasi dari para partisipan.
Analisis data kualitatif yang akan digunakan peneliti adalah berdasarkan pada model Miles dan Huberman (Sugiyono, 2007: 246) yang terdiri atas tiga aktivitas, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Ketiga rangkaian aktivitas tersebut adalah sebagai berkut.
a. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.
Pedapat ahli di atas relevan dengan kondisi penulis di lapangan, dimana semakin lama peneliti melakukan penelitian, data yang diperoleh semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya kembali bila diperlukan.
(39)
b. Data Display (Penyajian Data)
Data yang bertumpuk dan laporan lapangan yang tebal akan sulit dipahami, oleh karena itu agar dapat melihat gambaran atau bagian-bagian tertentu dalam penelitian harus diusahakan membuat berbagai macam matrik, uraian singkat, networks, chart, dan grafik. (Nasution, 2003: 129).
Pendapat Nasution di atas sejalan dengan pendapat Sugiyono (2008: 249) yang menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dengan men-display data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan rencana selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Oleh karena itu supaya penulis tidak terjebak dalam tumpukan data lapangan yang banyak, peneliti melakukan display data. Display data yang dilakukan lebih banyak dituangkan kedalam bentuk uraian singkat.
c. Conclusion Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi)
Langkah ketiga ini peneliti lakukan di lapangan dengan maksud untuk mencari makna dari data yang dikumpulkan. Agar mencapai suatu kesimpulan yang tepat, kesimpulan tersebut senantiasa diverifikasi selama penelitian berlangsung, agar lebih menjamin validitas penelitian dan dapat dirumuskannya kesimpulan akhir yang akurat.
Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang dikumpulkan dari berbagai sumber, yaitu dari hasil wawncara, pengamatan yang sudah tertulis dalam catatn lapangan, hasil lapangan, hasil rekaman wawancara hasil observasi dan lain
(40)
102
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
yang berarti apabila tidak dianalisis lebih lanjut. Analisis data dilakukan dengan tehnik analisis data kualitalif secara induktif yaitu dengan teori membandingkan antara data yang terkumpul dari lapangan dengan teori perencanaan pembelajaran berupa silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran lain implementasi kurikulum dalam proses belajar mengajar dan teori evaluasi pembelajaran.
Bagan 1.1. Paradigma Penelitian Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa
G. Uji Validitas Data Penelitian
Untuk memperoleh keabsahan data suatu temuan penelitian, ada empat hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh seorang peneliti kualitatif dalam upaya menguji dan sekaligus sebagai criteria dalam memperoleh keabsahan suatu temuan penelitian, menurut Nasution (2003:104-122), Meleong (2006: 324), cara memenuhi criteria memperoleh keabsahan suatu temuan penelitian adalah kredibilitas (derajat kepercayaan), transferabilitas (keahlian), dependabilitas (kebergantungan), dan komfirnabilitas (kepastian), dengan penjelasan sebagai berikut :
PRA PENELITIAN Observasi Wawancara Studi Literatur Permsalahan Pelanggaran dan ketidakpatuhan terhadap hukum karena
kurangnya kesadaran hukum
Pembelajaran sebatas transfer ilmu, tidak
menyentuh aspek afektif dan psikomotor
mahasiswa Proses Pembelajaran PKn Materi Pendidikan Hukum Smart and good citizen yang sadar hukum a.Pengetahuan Hukum b.Pemahaman Hukum c. Sikap Hukum d.Perilaku
(41)
1. Kredibiltas
Kredibilitas yaitu cara meningkatkan kepercayaan terhadap data hasil penelitian, Pencapaian criteria kredibilitas ini dilaksanakan agar temuan suatu penelitian dapat dipercaya oleh para pembaca, serta mempertunjukan derajat keterpercayaan hasil-hasil temuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti supaya temuan penelitian yang dihasilkan seorang peneliti memenuhi kriteria kredibilitas, maka cara yang dapat ditempuh adalah melakukan kegitan – kegiatan yang dapat meningkatkan pembaca terhadap kebenaran suatu temuan penelitian, seperti memperpanjang waktu pelaksanaan penelitian, melakukan pengamatan secara intensif dan konkret pada saat pelaksanaan penelitian, melakukan triangulasi, membicarakan dengan rekan sejawat, menganalisis kasus negative, memperkaya refensi dan mengadakan member check.
Berkenaan dengan hal di atas, maka untuk memperoleh temuan suatu penelitian yang memenuhi criteria kredibilitas, maka peneliti memenuhi cara-cara sebagai berikut:
a. Melakukan penelitian dengan menggunakan metode pengumpulan data, seperti observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
b. Membicarakan data hasil penelitian dengan teman sejawat atau pihak-pihak yang dapat memberikan informasi yang relevan.
c. Mengkonsultasikan hal-hal yang berkenaan dengan penelitian ini pada dosen pembimbing.
(42)
104
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
e. Melakukan pengecekan data kepada responden setelah data terkumpul dan ditulis dalam bentuk catatan lapangan.
2. Defendability
Defendability menurut Moleong (2006 : 200) dalam penelitian kualitatif defendability membicarakan tentang kualitas pelaksanaan penelitian. Sedangkan konfirmabilitas membicarakan persoalan tentang hasil yang diperoleh dalam kegiatan penelitian. Sehingga disini dilakukan audit keseluruhan terhadap proses penelitian dan jika penelitian tidak dilakukan di lapangan dan datanya ada maka penelitian tersebut tidak reliabel atau dependable, konfirmabilitas, yaitu menguji hasil penelitian dikaitkan dengan proses yang dilakukan, sedangkan transferbilitas yakni berkenaan dengan hasil penelitian dapat diaplikasikan atau digunakan dalam situasi lain.
3. Tranferabilitas
Transferabilitas dalam penelitian kualitatif membicarakan tentang kegunaan temuan suatu penelitian, apakah suatu temuan itu dapat digunakan atau diterapkan pada situasi dan kondisi lain yang berkenaan dengan permasalahan yang sama dalam hal ini, dapat atau tidaknya temuan penelitian yang penulis lakukan diterapkan pada situasi dan kondisi lain bukanlah urusan peneliti, tetapi sangat tergantung pada pihak-pihak yang ingin menerapkannya, Nasution (2003:118), mengemukakan bahwa “bagi peneliti kualitatif tranferabilitas bergantung pada si pemakai, yakni hingga manakah hasil penelitian itu didapat, mereka gunakan dalam konteks dan situasi tertentu”. Hal ini berarti, bahwa seorang peneliti tidak usah memberi indek tranbilitasi, melainkan hanya mendeskripsikan data yang telah diperoleh dari suatu temuan penelitian yang dilakukannya, sehingga memungkinkan calon pengguna suatu temuan tersebut dapat
(43)
membuat keputusan tentang kelayakan temuan penelitian tersebut dapat diterapkan atau tidak pada situasi dan kondisi yang dikehendaki.
Berdasarkan uraian di atas, maka suatu temuan penelitian kualitatif hendaknya mampu mendeskripsikan data secara utuh dan rinci. Oleh karena itu, untuk memenuhi criteria transferabilitasi dalam penelitian ini, maka peneliti berusaha semaksimal mungkin untuk mendeskripsikan suatu temuan penelitian ini secara rinci, utuh, dan lengkap tentang program perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh dosen berupa silabus, bagaimana dosen melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di dalam kelas dan kegiatan peneilitian yang dilakukan dosen dalam pembelajaran kewarganegaraan.
4. Dependabilitas dan Konfirmabilitas
Maksudnya adalah bahwa dalam kegiatan dependabilitas dan konfirmabilitas dilakukan pengujian dan penilaian tentang benar atau salahnya kegiatan penelitian ini dalam mengkonseptualisasikan apa yang sudah diteliti.
Suatu temuan penelitian dapat dilakukan memenuhi criteria dependabilitas dan konfirmabilitas, apabila memiliki keterdalaman dalam pelaksnaan penelitiannya, dan hasil temuan penelitian memiliki nilai kepastian, artinya temuan suatu penelitian itu benar-benar ada atau terjadi dilapangan. Untuk memperoleh temuan penelitian yang memenuhi criteria dependabilitas dan konfirmabilitas, dibutuhkan adanya kegiatan audit trail yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang terkait dalam pelaksanaan dan temuan suatu penelitian (Nasution, 2003: 119).
(44)
204
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan gambaran deskripsi hasil penelitian dan pembahasan dalam Bab IV, maka dapat peneliti rumuskan suatu kesimpulan sementara dan rekomendasi yang kiranya dapat bermanfaat.
A. Kesimpulan
1. Kesimpulan Umum
Berdasarkan sejumlah temuan penelitian yang diuraikan pada bahasan sebelumnya maka konsep dan implementasi pembelajaran PKn sebagai wahana meningkatkan lesadaran hukum di perguruan tinggi dapat dilihat dari beberapa aspek yakni tujuan pembelajaran, pengembangan materi, pelaksanaan pembelajaran dan hasil-hasil evaluasi pembelajaran. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai sarana meningkatkan kesadaran hukum kesadaran hukum mahasiswa di lingkungannya. Pengaruh tersebut terlihat dari bertambahnya pengetahuan dan pemahaman mahasiswa dari yang awalnya tidak tahu menjadi tahu dan dapat memahami tujuan dan fungsi hukum itu sendiri dibuat. Upaya meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa diatas, selain melalui proses pembelajaran PKn di perguruan tinggi namun didukung kebijakan-kebijakan STKIP Pasundan Cimahi.
Pengimplementasian PKn sebagai wahana pendidikan hukum perlu dilaksanakan secara berkesinambungan karena memiliki keterkaitan makna yang lebih luas bagi mahasiswa, maupun prinsip-prinsip belajar yang disesuaikan dengan
(45)
perkembangan mahasiswa. Apabila ditinjau dari indikator kesadaran hukum, mahasiswa memiliki pengetahuan mengenai aturan-aturan yang berlaku, dimana mereka mengetahui bahwa perilaku-perilaku tertentu itu telah diatur oleh hukum.. Setelah itu, pemahaman tentang isi peraturan-peraturan hukum (law acquaintance) yang diperoleh atas pembelajaran PKn bukan hanya sekedar tahu akan adanya aturan namun memahami aturan tersebut. Kemudian sikap terhadap peraturan-peraturan hukum (legal attitude), dimana mereka bisa melakukan penilaian terhadap hukum dan pada akhirnya dapat menentukan sikap untuk berpola perilaku sesuai dengan aturan hukum yang berlaku (legal behavior).
Pembelajaran PKn di Perguruan Tinggi melalui materinya yang berisikan nilai, norma dan moral. Dimana secara hierarkis dapat dikemukakan bahwa nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moralitas manusia, yakni sikap dan perbuatan yang baik. Walaupun belum maksimal, namun setidaknya merupakan langkah awal menuju ke arah tersebut. Melalui pembelajaran PKn melalui proses pembelajaran dalam mata kuliah PKn di STKIP Pasundan Cimahi banyak menggunakan metode ceramah bervariasi, memvariasaikan ceramah dengan tanya jawab, diskusi dan penugasan. Namun, dalam penggunaanya masih banyak menggunakan ceramah dan kurang menggunakan variasinya dan belum banyak didukung oleh gaya penyampaian yang menarik serta media pembelajaran yang memadai. Untuk meningkatkan mutu pembelajaran dalam mata kuliah PKn kaitannya dengan meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa, perlu lebih menekankan kepada penggunaan metode yang dapat meningkatkan berpikir praktis
(46)
206
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Kesadaran hukum merupakan tolok ukur dari pencerminan warga negara yang baik, dimana mahasiswa mentaati hukum sebagai bagian dari kesadaran bernegara, ketaatan itu dilaksanakan dengan penuh kesadaran. Kesadaran tersebut berasal dari faktor internal pada diri manusia, yang sangat berpengaruh terhadap kepatuhan atau ketaatan hukumnya, yang cenderung diwujudkan dalam bentuk sikap atau perilakunya. Melalui pembelajaran PKn di STKIP Pasundan Cimahi, proses untuk mencapai kesadaran mahasiswa akan hukum yang berlaku dicapai oleh semua mahasiswa sehingga dapat dikemukakan bahwa dari aspek prosesnya sudah bermuara pada pembekalan mahasiswa untuk menjadi warga negara yang baik dengan memiliki pengetahuan, pemahaman hukum dan bersikap serta berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku.
2. Kesimpulan Khusus
a. Pandangan sivitas akademika STKIP Pasundan Cimahi bahwa kesadaran hukum dapat ditingkatkan melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata kuliah wajib yang dilalui seluruh mahasiswa. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi yang dimaksudkan untuk mencetak good citizen yakni mahasiswa sebagai bagian dari warga negara yang tau akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bernegara. Pengintegrasian pendidikan hukum melalui materi dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan menunjukkan bahwa pendidikan tersebut sangat penting untuk dilaksanakan satuan pendidikan, dengan tujuan untuk membelajarkan nilai-nilai dan norma yang berlaku kepada mahasiswa sehingga terbentuk karakter sadar hukum, yang ditanamkan melalui
(47)
pengatahuan, pemahaman kemudian memiliki sikap untuk menaati aturan dan berperilaku sesuai dengan aturan.
b. Materi merupakan bagian penting dalam menyesuaikan kajian pembelajaran dengan kondisi kekinian dalam memenuhi kebutuhan mahasiswa. Program pembelajaran PKn yang dilaksanakan di STKIP Pasundan Cimahi dibentuk melalui melalui pembelajaran hukum melalui materi hak dan kewajiban warga negara, hak asasi manusia, demokrasi, konstitusi, dan negara hukum. Hal Ini menunjukkan bahwa PKn sebagai program kurikuler di perguruan tinggi dapat menjadi wahana pendidikan hukum dalam membangun warga negara yang taat pada hukum yang berlaku. Proses pembelajaran harus direncakan secara sistematis dan ajeg dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dalam kaitan penelitian ini, pembelajaran PKn sebagai wahana meningkatkan kesadaran hukum di STKIP Pasundan Cimahi sudah disusun secara sistematis, namun masih banyak komponen pembelajaran yang harus dikembangkan diantaranya perencanaan (tujuan pembelajaran, kompentensi yang ingin dicapai), sumber dan bahan belajar yang tidak memanfaatkan lingkungan alam dan masyarakat, pemilihan alat penilaian atau evaluasi yang hanya sekedar fokus pada hasil belajar yang menekankan pada ranah kognitif dan apektif sementara proses belajar tidak mendapat perhatian yang serius, strategi dan pendekatan pembelajarannya harus lebih variatif dan inovatif. Ditinjau dari proses pembelajaran dan metode pembelajaran yang tepat selain melalui ceramah namun perlu metode pembelajaran yang lebih variatif serta inovatif dalam merangsang keaktifan
(48)
208
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
mahasiswa, selain itu peran dosen sebagai role model sangat krusial dalam meningkatkan perilaku sadar hukum mahasiswa dalam kehidupannya sehari-hari. c. Program pembelajaran PKn yang sudah sangat mendukung terhadap peningkatan kesadaran hukum mahasiswa di STKIP Pasundan Cimahi, ditunjang dengan disertai program-program pendukung kebijakan perguruan tinggi berikut kemahasiswaan, seperti penyuluhan narkoba yang rutin dilaksanakan setiap tahun sebagai langkah preventif ini membawa dampak yang positif untuk mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh di luar kelas. Penerapan aturan-aturan yang ada dalam lingkungan perguruan tinggi seperti berpakaian yang mencerminkan sebagai calon guru, tidak merokok di wilayah perguruan tinggi, mengikuti perkuliahan tepat waktu dan lain-lain. Peran STKIP Pasundan Cimahi pun terlihat sangat mendominasi dalam menciptakan kedisiplinan dan kepatuhan mahasiswa akan aturan. Mahasiswa yang melanggar perturan Perguruan Tinggi akan ditindak lanjuti sesuai aturan yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dibuktikan dengan sikap dan perilaku sivitas akademika STKIP Pasundan Cimahi. Ketua, Pembantu Ketua, Dosen, staf karyawan disiplin dalam menerapkan aturan dan mahasiswa hadir sesuai jadwal dalam mengikuti perkulihan. Dosen juga memiliki rule tersendiri dalam memberikan sanksi apabila terdapat mahasiswa yang tidak disiplin waktu dalam perkuliahannya.
d. Evaluasi hasil pembelajaran merupakan gambaran pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dilaksanakan melalui proses pembelajaran. Berkaitan dengan penelitian ini evaluasi hasil pembelajaran PKn sebagai wahana pendidikan hukum dalam meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa di STKIP Pasundan
(49)
Cimahi dapat dilihat dalam dua aspek; Pertama, evaluasi hasil belajar menunjukkan beberapa kompetensi kewarganegaran dimana mahasiswa menyadari keberadaannya sebagai warga negara yang wajib menaati aturan hukum yang berlaku; Kedua, evaluasi hasil proses pembelajaran merupakan upaya untuk memfasilitasi mahasiswa dalam mengembangkan kompetensi kewarganegaraan, namun dibutuhkan suatu pengembangan pembelajaran yang lebih variatif dan Inovatif. Selanjutnya, hasil belajar mencakup tiga ranah pembelajaran, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan menggunakan alat penilaian test dan non test. Berdasarkan hasil penelitian, evaluasi yang dilakukan sudah tepat dan sesuai dengan target pencapaian pada kompetensi, dengan tepatnya evaluasi yang dilakukan dalam proses pembelajaran sehingga mampu menggambarkan tingkat keberhasilan dari pemahaman mahasiswa yang pada akhirnya materi yang telah disampaikan pada proses pembelajaran mampu membentuk karakter sadar hukum mahasiswa dalam kehidupannya sehari-hari, khususnya dalam lingkungan perguruan tinggi dan kehidupan mereka dalam bermasyarakat.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, penelitian ini merekomendasikan beberapa hal berkaitan dengan pengembangan pembelajaran PKn sebagai wahana pendidikan hukum dalam meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa di perguruan tinggi. Berdasarkan deskripsi hasil penelitian, temuan dan implikasi hasil penelitian yang menggambarkan proses pembelajaran hukum sampai kedampaknya pada kesadaran
(50)
210
Aprillio Poppy Belladonna, 2013
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Meningkatkan Kesadaran Hukum Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
hukum mahasiswa, maka ada beberapa rekomendasi yang akan disampaikan kepada pihak-pihak terkait, yaitu :
1. Pengambil Kebijakan Direktorat Pendidikan Tinggi, terutama pada pengembangan kurikulum materi kajian hukum dalam Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) di Perguruan Tinggi yang sampai saat ini sifatnya terbatas. Diperlukan materi hukum yang lebih memadai untuk pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap konsep hukum sebagai tolok ukur warga negara yang baik.
2. Kepada dosen dan pimpinan STKIP Pasundan Cimahi direkomendasikan untuk tetap konsisten dan berupaya mengembangkan materi, desain pembelajaran, dan menisiasi berbagai sumber, metode dan model pembelajaran berbasis pendidikan hukum yang lebih variatif dan inovatif. Lembaga Pendidikan Tinggi seharusnya jadi panutan dan bagi para pihak yang harus bisa menjadi pattern, role model, menjadi teladan dan sebagai agen perubahan dalam masyarakat serta harus dapat memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar.
3. Dosen perlu meningkatkan kualitas rancangan proses pembelajaran yang lebih banyak menekankan kepada pengembangan “pembelajaran” daripada “pengajaran” materi hukum untuk bisa melaksanakan pembelajaran yang dapat mendukung pengembangan kesadaran hukum mahasiswa hingga pada tingkat pencapaian indikator perilaku sadar hukum. Melalui motode pembelajaran yang inovatif akan menambah apresiasi mahasiswa terhadap Pendidikan Kewarganegaraan. Mahasiswa tidak hanya sebatas menerima
(51)
pengetahuan yang diberikan oleh dosen, tapi berusaha mencari dan berpikir secara kritis dari permasalahan-permasalahan nyata yang berkaitan dengan hukum. Evaluasi proses pembelajaran PKn dapat dilakukan melalui Performance test, product, portofolio serta metode penelitian lapangan, yang dapat memperkaya khasanah mahasiswa terhadap materi hukum yang diperolehnya. Sehingga, secara otomatis mahasiswa akan menanamkan kesadaran hukumnya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat.
4. Peneliti selanjutnya, perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan hukum di semua jenjang pendidikan, karena kajian ini terbatas pada upaya menemukan konsep pembelajaran PKn sebagai wahana meningkatkan kesadaran hukum mahasiswa di perguran tinggi.
(1)
Goetz, J.P. and LeCompte, M.D. (1984). Ethnography and Qualitative Design in
Educational Research. New York: Academic Press.
Grossman, P. (1991). Mapping the terrain: Knowledge Growth in Teaching. Dalam Waxman, H.C. dan Walberg, H.J. (Ed.), Effective Teaching: Current
Research. Berkeley: McCutchan Publishing Corporation.
Gunarsa, S.D. (1978). Psikologi Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Imran. A. (1996). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya. Jhonson. (2002). Internationality in Education. New York : Centre of Curriculum
Research and Services.
Joyce, Bruce & Marsha Weil (1986). Model of Teaching, New Yersey : Prentice Hall Inc. T.
Kardiman, Y. (2008). Membangun Kembali Karakter Bangsa Melalui Situs-Situs
Kewarganegaraan. Tesis Magister pada SPs UPI. Tidak diterbitkan.
Kansil, C.S.T. (1992). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Balai Pustaka.
Kemp, J.E. (1994). Proses Perancangan Pengajaran (terjemahan). Bandung: Penerbit ITB.
Lincoln, S.Y. dan Denzin, K.N. (2009). Hanbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lincoln Y.S dan Guba E.G. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills : Sage Publication.
Lubis, N. (2003). Peranan Pembelajaran Hukum dalam Meningkatkan Kesadaran
Hukum Mahasiswa. Tesis PIPS UPI Bandung.
Mertodihardjo, Kadiyono. (1980). Mengaharkan Konsep Ilmu Pengetahuan
Sosial.Jakarta : Proyek Pengembangan Pendidikan Guru.
Mertokusumo. (1986). Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Jakarta: Rineka Cipta. ---. (1981). Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat. Yogyakarta:
(2)
Mestoko S dan Syarifudin, U. (1981). Pendidikan Moral Pancasila. Bandung: Jurusan Pendidikan Kewargaan Negara dan hukum, fakultas Keguruan dan Ilmu Sosial IKIP Bandung.
Moleong, L. J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung : Remaja Rosdakarya
Mustafa kemal Pasha. (2003). Pancasila dan Tinjauan Historis, yuridis, filosofis. Yogyakarta : Citra Karsa Mandiri
Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bina Aksara
Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia.
Patton, (1990). Qualitative Evaluation and Research Methods. Newbury Park : Sage Publications.
Poedjawijatna. (1986). Etika: Filsafat Tingkah laku, Jakarta Bina Aksara.
Purwasasmita, M. (2010). Memaknai Konsep Alam Cerdas dan Kearifan Nilai
Budaya Lokal (Cekungan Bandung, Tatar Sunda, Nusantara, dan Dunia) Peran Local Genius dalam Pendidikan Karakter Bangsa. Prosiding Seminar.
Bandung: Widya Aksara Press.
Rahardjo, S. (2009). Pendidikan Hukum Sebagai Pendidikan Manusia. Yogyakarta: Genta Publishing.
. (1975). Aneka Persoalan Hukum dan Masyarakat. Bandung: Alumni Ramli, A. M. (2010). Profesional Sarjana Hukum Dikaitkan Dengan Pendidikan
Hukum. Seminar FH UNPAD BPHN dan Kanwil Kementrian Hukum dan
HAM RI
Rimang, S.S. (2011). Meraih Predikat Guru dan Dosen Paripurna. Bandung : Alfabeta
Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
(3)
Samani, M dan Hariyanto. (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sanusi, A .(1991). Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia. Bandung : Tarsito.
. (1998). Pendidikan Alternatif. Bandung: Grafindo Media Pratama
Satori, D dan Komariah, A. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Senjaya, W. (2007), Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Setiawan, D. (2008). “Inovasi Pendidikan Kewarganegaraan Melalui Pemberdayaan
Warganegara dan Implikasinya terhadap Restrukturisasi terhadap
Restrukturisasi Isi Kurikulum”. Jurnal Civicus, Juni 2008, Vol II, Nomor 11. Bandung: PKn UPI
Soedijarto. (1997). Memantapkan Kinerja pendidikan Nasional Dalam menyiapkan
Manusia Indonesia Memasuki Abad XXI. Jakarta : PT. Grasindo .
Soekanto, S. (1987). Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta : CV.Rajawali
---. (1978). Remaja dan Masalah-Masalahnya. Yogyakarta : Kanisius. dan Mustafa Abdullah. (1987). Sosiologi Hukum Dalam Mayarakat,
Jakarta ; Rajawali.
--- dan Purbacaraka. (1993). Perihal Kaedah Hukum. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Somantri, M. N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sudijono, A. (2007). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sudjana, N. (2009). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Aglesindo
(4)
--- dan Ibrahim. (1989). Penelitian Dan Penelitian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Penerbit Alfabeta.
Suharsimi, A. (2003). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Syah, M. (2010). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. ______________. (2004). Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya. Taneko, S.B. (1984/1993). Hukum Adat. Bandung : Eresco.
Usman, Moh.Uzer. (2008). Menjadi Guru Profesional. Bandung : Rosda Karya. Vembrianto, S.T. (1980). Patthologi Sosial. Yogyakarta : Yayasan Pendidikan
Paramita.
Wahab, A.A. (1999). Budi Pekerti Education: A Model of Teaching code of Conduct
for Good Indonesia Citizenship. Makalah pada Conference on Civic Education for Civil Society, Bandung, March 16-17, 1999.
Winataputra, U.S. (1992). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : UT Jakarta.
Winataputra U, S. dan Budimansyah, Dasim. (2007). Civic Education: Konteks,
Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung : Program studi
Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI.
Winataputa, U.S. dan Saripudin, S. (2011). “Pembangunan Karakter dan Nilai-nilai
Demokrasi”, dalam Budimansyah, D dan Komalasari, K (ed). Pendidikan
Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung:
Widya Aksara Press.
Sumber Jurnal, Tesis, Disertasi :
Azizah, Nur Fitria. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Dalam Pkn Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Tentang Kesetaraan Gender. Skripsi Jurusan Pendidikan Kewargarganegaraan UPI Bandung :
(5)
Djahiri, A.K. (2002). PKN sebagai Pembelajaran Demokrasi di sekolah Dalam
Jurnal Civicus Vol.1 No2. Bandung : Jurusan PMPKn FPIPS UPI.
Kardiman, Y. (2008). Membangun Kembali Karakter Bangsa Melalui Situs-Situs
Kewarganegaraan. Tesis Magister pada SPs UPI. Tidak diterbitkan.
Komalasari, K. (2008). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan
Kewarganegaraan terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP.
Disertasi Doktor pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Paino. (2007). Peranan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum SIswa (Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 1 Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu Propinsi Riau). Acta Civicus
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, V. 1, 107-110.
Puji Wulandari Kuncorowati. (2009). Menurunnya Tingkat Kesadaran Hukum Masyarakat Indonesia. Jurnal Civics. V. 6. 60-75.
Roshidin (2011). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Masalah
dalam Meningkatkan Kecakapan Siswa Sekolah Menengah Pertama sebagai Warga Negara Demokratis. Tesis Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan SPs
UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.
Suparman, H.A. (2011). Pendidikan Hukum Sebagai Pendidikan Manusia. Disertasi pada jurusan PKn SPs UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.
Suryantini, Yeni. (2011). Inplementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam
Mengingkatkan Kemampuan Mengemukakan Pendapat Siswa Pada Konsep Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat. Tesis pada Jurusan PKm SPs UPI
Bandung : Tidak diterbitkan
Supadi. (2005). “Tingkat Kesadaran Hukum Tentang Perceraian Bagi Istri”. Tersedia:
http://female.store.co.id/images/media/hukum%20%20jurusan%20syariah.pdf
Suryono, Hasan. (2008). “Landasan Filsafat (Hukum dan Moral) Kewarganegaraan Republik Indonesia”. PKn Progresif Jurnal Penelitian dan Peneliti Kewarganegaraan FKIP Unesa. V.3. 45-56.
Syahri, M. (2009). “Urgensitas Sosialiasi Dan Pengidentifikasian Model-Model
Pembelajaran PKn”. Cakrawala pendidikan : forum komunikasi ilmiah dan ekspresi kreatif ilmu pendidikan. V.11. 50-63.
(6)
Winataputra, U. S. (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagau Wahana
Sistemik Pendidikan Demokrasi (suatu kajian konseptual dalam konteks Pendidikan Pendidikan IPS). Disertasi pada PPS UPI, tidak diterbitkan.
Undang-Undang dan Peraturan-peraturan :
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 Tentang Rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Peraturan Pemerinta Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Sumber Internet :
Sudarman.(2007). Problem based learning: Suatu model pembelajaran untuk
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.
Tersedia http://lubisgrafura.Wordpress.com/2007/09/19/pembelajaran berbasismasalah