PEMBIASAAN NILAI- NILAI RELIGIUS TERHADAP PEMBINAAN CIVIC CULTURE SISWA DI SMP NEGERI 44 BANDUNG: Studi Deskriptif di SMP Negeri 44 Bandung.

(1)

PEMBIASAAN NILAI- NILAI RELIGIUS TERHADAP PEMBINAAN

CIVIC CULTURE SISWA DI SMP NEGERI 44 BANDUNG

(Studi Deskriptif di SMP Negeri 44 Bandung) Dwi Laras, NIM: 1102070

ABSTRAK

Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relative menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang berulang- ulang. Pembiasaan yang dilakukan dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah merupakan sebuah upaya yang dilakukan dalam membimbing sikap dan perilaku peserta didiknya yang berkarakter sesuai dengan nilai- nilai yang berlaku didalam masyarakat. Pembiasaan yang dilakukan terhadap anak secara berkala, akan menumbuhkan perilaku baik yang kemudian akan menjadi kebiasaan baik dan akhirnya berubah menjadi karakter. Pembentukan civic culture di sekolah merupakan bagian yang tidak terpisahkan oleh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Tetapi disekolah masih terpisah dan tidak terintegrasi secara utuh dalam pembiasaan pembentukan karakter. Pembinaan civic culture erat kaitannya dengan kebiasaan perilaku warga Negara Indonesia yang berkarakter. Yang memiliki ciri khas dan corak tersendiri dibandingkan dengan Negara lain. Oleh karena itu, untuk membentuk sikap serta karakter siswa yang sesuai dengan norma dan budaya yang berlaku dalam masyarakat, pentingnya menamankan pembiasaan baik terhadap siswa sejak usia dini. Salah satunya dengan program pembiasaan nilai- nilai religius yang diterapkan di SMP Negeri 44 Bandung untuk membina budaya kewarganegaraan (civic culture) siswa.. Pembiasaan yang diterapkan adalah empat kegiatan yaitu pembacaan asmaul husna dan sholawat, sholat dhuha bersama, sholat dzuhur berjamaah dan hafalan 4 ayat 4 surat. Pelaksanaan pembiasaan ini diterapkan setiap pagi disekolah dimulai pukul 06.45 saat sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Diikuti oleh seluruh warga sekolah, dimana seluruh siswa dan guru secara bersama-sama melakukan 4 kegiatan tersebut dilapangan, masjid dan koridor sekolah yang dipimpin oleh salah seorang guru atau siswa. Hasil penelitian menunjukkan pembiasaan nilai- nilai religius dalam pembinaan civic culture siswa yang diterapkan di sekolah mencapai keberhasilan. Dilihat dari perilaku dan karakter siswa yang lebih baik, religius, disiplin, tanggung jawab, mandiri, kreatif, toleransi, jujur, peduli sosial, peduli lingkungan, kreatif dan berprestasi. Program pembiasaan ini menjadi salah satu program unggulan disekolah dan membawa siswa kepada jalan yang benar. Program ini menunjukan peningkatan dan kemajuan setiap tahunnya dan mendapatkan apresisasi dari berbagai pihak karena berhasil dalam membimbing serta membina siswa menjadi individu yang lebih baik dan berkualitas.

Kata kunci:


(2)

PEMBIASAAN NILAI- NILAI RELIGIUS TERHADAP PEMBINAAN

CIVIC CULTURE SISWA DI SMP NEGERI 44 BANDUNG

(Studi Deskriptif di SMP Negeri 44 Bandung) Dwi Laras, NIM: 1102070

ABSTRACT

Habituate is a process to form attitude and behaviour relative permanent and automatic true repeating learning process. Habituate conducted in civic education learning at the school as an effort conducted to lead attitude and behavior to student character. Appropriate with values valid in the citizen. Habituate connected toward student with scale, with appear good behavior and then will be good habbit and at the end catch to be character. Form of civic culture of the school is a part not separate by civic education learning. But at the school, still separate and disintergration as a whole in habituate form character. Leading civic culture correlation with habbit citizenship behavior in Indonesia who had character and have stereotype with different character comparing with another country. Therefore to form attitude and character of student who appropriate with norm and culture in citizen, very important to make a good citizen toward student since child. One of them is habituate values of religious program who had implementation at SMP Negeri 44 Bandung to lead student civic culture. Implementation of habituate are reading of Asmaul Husna and Sholawat, together to pray Dhuha, together to pray Dzuhur and memories four ayat four surah. Implementation of habituate conducted every morning at the school start 06.45 WIB before learning begin. Following all the people of the school, whereas all the student and teacher as together doing four activities at the field, mosque, and in front of class. Who reading by one of teacher of the student. Result of the research showed habituate religious values in leading student civic culture who conducted of the school got success. It can be seen from student behavior and character is better religious, discipline, responsibility, stand alone, creative, tolerance, honest, social careness, environmental careness, and achievement. This habituate program become on of excellent program at the school and bring student to the right way. This program should increasing and developing every year and got appreciate from many people because succeed to lead student to be better and quality person. Key words: Habituate, Learning, Religious Value, Civic Culture Leading, Description.


(3)

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

PERNYATAAN... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN………. xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Kegunaan Penulisan ... 12

E. Penjelasan Istilah ... 13

F. Sistematika Penulisan ………. 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 19

A. Tinjauan Mengenai Pembiasaan ... 19

1. Pengertian Pembiasaan ... 19

2. Karakteristik Pembiasaan ... 21

3. Proses Pembiasaan ………... 22

B. Tinjauan mengenai Nilai Religius ... 23

1. Pengertian Religius ... 23

C. Tinjauan mengenai Civic Culture ... 26

1. Pengertian Civic Culture ... 26

2. Ciri- Ciri Civic Culture ... 27

3. Proses Pembelajaran ... 28

D. Tinjauan mengenai Civic Culture sebagai pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ……… 34

1. Pengertian pendidikan kewarganegaraan………….……. 34

2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan………..…. 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 39

1. Pendekatan Penelitian ... 39

2. Metode Penelitian ... 41

B. Teknik Pengumpulan Data ... 41

1. Observasi ... 42

2. Wawancara ... 43

3. Studi Literatur ... 43

4. Studi Dokumentasi ……….. 44

C. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 44


(5)

2. Subjek Penelitian ... 44

D. Tahap Penelitian ... 46

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 46

2. Tahap Pelaksanaan ... 47

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 47

1. Reduksi Data ... 47

2. Penyajian Data ... 48

3. Penarikan Kesimpulan ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 49

1. Profil SMP Negeri 44 Bandung ... 40

2. Visi, Misi, dan Strategi Sekolah ... 50

a. Visi ... 50

b. Misi ... 50

3. Sejarah SMP Negeri 44 Bandung ... 51

4. Sarana dan Prasarana SMP Negeri 44 Bandung ... 52

5. Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan ... 54

6. Data Siswa SMP Negeri 44 Bandung ... 55

7. Struktur Organisasi ... 57

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 58

1. Program Pembiasaan nilai- nilai Religius di SMP Negeri 44 Bandung ... 58

2. Pelaksanaan Program Pembiasaan nilai- nilai Religius Terhadap Pembinaan Civic Culture di SMP Negeri 44 Bandung ... 61

3. Bentuk keberhasilan Program Pembiasaan nilai- nilai Religius Terhadap Pembinaan Civic Culture di SMP Negeri 44 Bandung ... 66

C. Matriks Hasil Penelitian ... 67

D. Analisis dan Pembahasan Hasil Penelitian………. 93

1. Penerapan Program Pembiasaan nilai- nilai Religius di SMP Negeri 44 Bandung……….. 93

2. Pelaksanaan Program Pembiasaan nilai- nilai Religius Terhadap Pembinaan Civic Culture di SMP Negeri 44 Bandung……….. .. 98

3. Bentuk keberhasilan Program Pembiasaan nilai- nilai Religius Terhadap Pembinaan Civic Culture di SMP Negeri 44 Bandung……….. 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

A. Keimpulan ... 108

B. Saran ... 109

1. Bagi Sekolah ... 109

2. Bagi Guru ... 110

3. Bagi Guru PKn ……… 110


(6)

5. Bagi Orang Tua ... 110

6. Bagi Departemen Pendidikan Kewarganegaraan ... 111

7. Bagi Sekolah Lain ………... 111

8. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 112 LAMPIRAN...


(7)

DAFTAR TABEL

A. Sarana dan Prasarana SMP Negeri 44 Bandung

4.1Data ruang belajar (kelas)……….. 53

4.2Data Ruang Belajar Lainnya ……….………. 54

4.3Data Ruang Kantor…….……… 54

4.4Data Ruang Penunjang……….……….. 54

B. Data Tenaga Pendidik dan Kependidikan SMP Negeri 44 Bandung 4.5Data Tenaga Pendidik dan Kependidikan SMP Negeri 44 Bandung……… 55

C. Data Siswa SMP Negeri 44 Bandung 4.6 Data siswa dalam tahun terakhir……… 57


(8)

DAFTAR BAGAN


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini permasalahan yang timbul dari kalangan remaja semakin marak terjadi. Banyak persoalan-persoalan yang ditimbulkan dari perilaku yang sudah jauh melenceng dari nilai dan moral peserta didik. Menurut Cohen ( dalam Willis, 2008, hlm. 5) “perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang melanggar atau bertentangan, atau menyimpang dari aturan-aturan normatif dari pengertian-pengertian normatif ataupun dari harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan”.

Dengan melihat kondisi generasi bangsa yang saat ini bisa dikatakansudah jauh melenceng dari nilia-nilai agama dan nilai-nilai moral, pentingnya pembiasaan- pembiasaan baik dan penanaman nilai-nilai agama dan moral di lingkungan sekolah dalam membentuk siswa berkarakter mulia. Seperti tercantum dalam sila pertama dalam Pancasila, “Ketuhanan yang Maha Esa” bahwasannya Ketuhanan memiliki posisi tertinggi dalam seseorang berperilaku dilingkungan masyarakat. Kualitas warga Negara yang baik adalah yang memiliki perilaku yang baik, yang dapat dijadikan teladan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, menjalankan demokratis yang baik dan Pancasilais.

Pembinaan peran generasi muda sangatlah diperlukan untuk masa depan, karena masa depan adalah lanjutan masa sekarang yang dijalani oleh para generasi muda untuk perubahan kearah yang lebih baik dengan berpedoman pada tujuan nasional Indonesia yang terkandung dalam pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea 4, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi


(10)

dan keadilan sosial. Pentingnya pembinaan nilai- nilai budaya kewarganegaraan kepada generasi muda dilakukan untuk memberikan arahan dalam menentukan dan membentuk sikap yang lebih baik.

Budaya kewarganegaraan (civic culture) memberikan kontribusi dalam pengembangan sikap maupun perilaku masyarakat dalam menentukan suatu keputusan. Hal ini disebabkan agar segala keputusan yang diambil tidak menjadi suatu kesalahan langkah dalam bertindak. Nilai- nilai budaya kewarganegaraan (civic culture) yang diterapkan dalam kehidupan sehari- hari bersinergi dengan ideologi kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila. Dapat dipahami bahwa nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia. Dengan begitu, kepribadian masyarakat Indonesia telah terdapat di dalam jiwa Pancasila. Harus sesuai dengan nilai- nilai yang dijabarkan didalamnya dan mengamalkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak hanya sebagai pedoman bagi Negara Indonesia akan tetapi dapat menjadi jiwa dalam setiap individu masyarakat Indonesia.

Budaya kewarganegaraan (civic culture) merupakan suatu pembentukan identitas warganegara dengan melakukan pengembangan sikap dan perilaku. Pengembangan tersebut dapat dilakukan masyarakat dengan turut berpartisipasi secara aktif di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu suatu pembentukan identitas setiap warganegara harus dilakukan dengan berbagai upaya seperti pembinaan dan pembiasaan- pembiasaan untuk menghasilkan pribadi anak bangsa yang berkarakter baik.

Nilai- nilai budaya kewarganegaraan (civic culture) yang diterapkan dalam kehidupan sehari- hari bersinergi dengan ideologi kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila. Dapat dipahami bahwa nilai- nilai yang terkandung dalam Pnacasila telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia. Dengan begitu kepribadian masyarakat Indonesia telah terdapat dalam jiwa Pancasila. Oleh karena


(11)

itu, segala tindakan yang kita lakukan berpedoman dengan nilai- nilai yang terkandung tersebut.

Budimansyah dan Suryadi (2008, hlm. 186) mengungkapkan pengertian budaya kewarganegaraan (civic culture) sebagai berikut:

Civic culture adalah sikap dan tindakan yang terlembagakan yang dibangun atas dasar nilai- nilai yang menekankan pentingnya hak partisipasi warga Negara untuk mengambil keputusan- keputusan yang berkaitan dengan berbagai aspek kepentingan publik.

Pembinaan civic culture memberikan kontribusi dalam pembentukan identitas warga Negara. Adapun tujuan pembinaan tersebut ialah membentuk warga Negara yang berkarakter sesuai dengan nilai- nilai Pancasila. Selain itu civic culture juga dapat mengembangkan peran serta masyarakat secara aktif disegala bidang, baik bidang sosial dalam bergaul dilingkungan masyarakat sebagai individu yang selalu berhubungan dengan individu lain, ekonomi, politik, budaya dan lainnya, sehingga mampu memunculkan sikap warga Negara yang cerdas dan bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pentingnya pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) kepada peserta didik dengan berbagai pembinaan dan pembiasaan untuk menumbuhkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menciptakan generasi penerus yang baik dan memiliki karakter yang sesuai dengan yang berlaku dalam masyarakat Indonesia.

Hartomo dan Azis (1999, hlm. 127) menguraikan beberapa arahan pembinaan dan pengembangan generasi muda ditujukan pada pengembangan yang memiliki keselarasan dan keutuhan antara ketiga sumbu orientasi hidup, yakni:

1) Orientasi keatas kepada Tuhan Yang Maha Esa, nilai- nilai kerohanian yang luhur dan falsafah hidup Pancasila. Pembinaan dan pengembangan generasi muda ini berorientasi keatas ialah pengembangan insane berKetuhanan Yang


(12)

Maha Esa, yang bertakwa kepada-Nya dalam segala aspek kehidupan, berbudi pekerti luhur dan bermoral Pancasila.

2) Orientasi kedalam terhadap dirinya sendiri. Pengembangan sebagai insane biologis, insane intelek serta insane kerja guna mengembangkan bakat- bakat dan kemampuan jasmaniah dan rohaniah agar dapat memberikan prestasi yang maksimal dengan mengembangkan faktor- faktor kemampuan dalam dirinya.

3) Orientasi keluar terhadap lingkungan (budaya, sosial dan moral) dan masa depannya. Sumbu orientasi keluar dibagi atas (a). pengembangan sebagai insane sosial budaya, (b). pengembangan sebagai insane sosial politik dan sebagai insane patriot, (c). pengembangan sebagai insane sosial ekonomi, (d). pengembangan pemuda terhadap masa depannya, kepekaan terhadap masa depannya yang menumbuhkan kemampuan untuk mawas diri, kreatif, kritis serta menumbuhkan kesadaran bagi kesinambungan nilai- nilai luhur bangsa dan Negara.

Berdasarkan pendapat diatas, bahwa arah pembinaan civic culture dapat ditujukan bagi generasi penerus bangsa yaitu generasi muda, dimana arahan pembinaan berorientasi pada kehidupan, baik berorientasi kepada Tuhan Yang Maha Esa, orientasi pada dirinya serta pada orang lain yang berada disekitarnya. Arahan pembinaan semata- mata dilakukan untuk membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk berperilaku yang sesuai dengan moral dan Pancasila, patuh dan tunduk terhadap Penciptanya serta menjalani segala hak dan kewajiban yang harus ditunaikan olehnya sebagai makhluk ciptaan- Nya dan individu yang berdiam dalam suatu lingkungan yang berinteraksi dengan individu lain,dan memiliki sikap dan karakter yang mencerminkan sebagai warga Negara yang baik.

Dalam prakteknya, Remaja usia 13 sampai dengan 18 tahun memiliki perilaku yang rentan terlibat atau terpengaruh oleh hal- hal negatif dalam lingkungan mereka bergaul, karena di usia itu umumnya remaja- remaja cenderung ingin tahu dan mencoba- coba hal baru yang baru mereka temui, dan dalam prakteknya tidak jarang yang menyimpang dalam bergaul dengan lingkungan sekitarnya. Fenomena rill contohnya seperti tawuran antara pelajar, pornografi dan pornoaksi yang diperankan oleh para pelajar, penyalahgunaan narkoba, dan penyalahgunaan media yang semakin canggih.


(13)

Soekanto (2012, hlm. 165) mengatakan bahwa:

Seorang anak dalam perkembangannya dipengaruhi baik oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam diri sendiri(intern),maupun faktor-faktor yang berasal dari lingkungan luar diri pribadinya(ekstern). Diri pribadi manusia umumnya terdiri dari tiga aspek yaitu, rasionya atau aspek kognitif, emosinya atau aspek afektif, dan yang ketiga merupakan hasil penyerasian antara aspek afektif atau yang disebut aspek konatif atau kehendak manusia.

Perilaku menyimpang yang melanda kalangan siswa atau pelajar umumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya ialah dalam pergaulan di lingkungan masyarakat. Perilaku menyimpang siswa pada dasarnya lahir dari ekspresi sikap kenakalan yang muncul dari lingkungan pergaulannya. Secara fonomenologis gejala kenakalan timbul dalam masa pubertas, di mana jiwa dalam keadaan labil, sehingga mudah terseret oleh lingkungan. Seseorang anak tidak tiba-tiba menjadi nakal, tetapi menjadi nakal karena beberapa saat setelah dibentuk oleh lingkungan yang terdiri dari keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Selain permasalahan yang timbul dari diri pribadi remaja, banyak hal- hal penyebab lainnya yang menjadikan remaja berprilaku menyimpang.Salah satunya yaitu lingkungan keluarga dan sekolah.Keluarga merupakan langkah awal dalam perkembangan dan pertumbuhan kepribadian anak, dimana anak tumbuh dan berkembang dari lingkungan terdekat mereka yaitu keluarga. Apabila keluarga memiliki kemampuan baik dalam membentuk perilaku anaknya, jelas anak akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang baik pula.

Pentingnya pembinaan civic culture dengan pembiasaan- pembiasaan baik yang dilakukan siswa sejak usia dini agar siswa tidak salah langkah dalam bergaul dan saat terjun dalam lingkungan masyarakat.

Menurut Ali Syamsudin dalam bukunya Mengukir Sifat Kepribadian Muslim (2009, hlm. 74), Pendidikan karakter merupakan “Sebuah usaha untuk mendidik anak- anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya


(14)

dalam kehidupan sehari- hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya”.

Adapun tujuan pendidikan karakter menurut Dharma Kusuma dkk (2011, hlm. 43) ialah:

1. Menguatkan dan mengembangkan nilai- nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/ kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai- nilai yang dikembangkan;

2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai- nilai yang dikembangkan oleh sekolah;

3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.

Kemampuan yang harus dikembangkan pada peserta didik melalui persekolahan adalah berbagai kemampuan yang akan menjadikan manusia sebagai makhluk yang berketuhanan (tunduk patuh pada konsep ketuhanan) dan mengemban amanah sebagai pemimpin didunia. Kemampuan yang perlu dikembangkan pada peserta didik adalah kemampuan mengabdi kepada Tuhan yang menciptakannya, kemampuan untuk menjadi dirinya sendiri, kemampuan untuk hidup secara harmoni dengan manusia dan makhluk lainnya dan kemampuan untuk menjadikan dunia ini sebagai wahana kemakmuran dan kesejahteraan bersama.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa “anak sejak lahir telah membawa fitrah keagamaan. Fitrah itu baru berfungsi di kemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap kematangan”. (Jalaludin, 1996, hlm. 65).

Komaruddin Hidayat (Mansyur, 2011, hlm. 73) mengatakan bahwa

Hakikat spiritual anak tercermin dalam sikap spontan, imajinasi, dan kreativitas yang tak terbatas dan semua itu dilakukan dengan terbuka serta ceria.Spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai- nilai agama, dan moral.Spiritual memberi arah dan arti pada kehidupan.Caranya dengan melalui pembiasaan perkataan, tindakan dan perhatian, dan lain sebagainya.

Pembinaan civic culture yang sangat penting diberikan pada anak untuk menumbuhkan sikap dan moral serta karakter yang baik ialah pemberian pendidikan dasar dalam hal spiritual.SabdaRasulullah SAW yang artinya: "Tidak ada anak yang


(15)

dilahirkan kecuali dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya yahudi, nashrani dan majusi". (H.R. Imam Muslim).

Implementasi dalam Islam, tersimpul dalam karakter pribadi Rasulullah SAW. Dalam pribadi Rasul, tersemai nilai-nilai akhlak yang mulia dan agung. Al-qur’an dalam surat Al-ahzab ayat 21 mengatakan:

Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

Dan diantara ayat Al-qur’an yang menjadi dasar sikap baik seseorang adalah surat Luqman ayat 17-18 sebagai berikut yang artinya:

Artinya: “Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”.

Anak akan senantiasa mengikuti perilaku yang diperintahkan atau dicerminkan dari gurunya, untuk itu dalam memberikan pembelajaran di sekolah, guru perlu memperhatikan cara mereka mengajar dan memperhatikan perilaku- perilaku anak didiknya. Guruyang mempunyai prilaku yang baik akan senantiasa memberikan suritauladan yang baik kepada peserta didiknya, mendidik dengan panggilan hati, berintegritas menjalankan profesi, tidak jemu mengasah kompetensi, dan tulus mengabdikan diri untuk mengeluarkan peserta didik dari jerat kebodohan sebagaimana ketulusan pengabdian menghamba kepada Tuhannya.

Pentingnya pembinaan civic culture dengan pembiasaan menanamkan nilai- nilai dan norma- norma dalam lingkungan sekolah agar menciptakan perilaku anak yang baik yang akan senantiasa melahirkan karakter anak yang baik pula dan menjunjung tinggi nilai- nilai agama dalam menjalankan kehidupannya. Menjadi pribadi yang bermoral dan berkarakter sesuai dengan karakter warganegara yang baik


(16)

yang mampu menjadi individu yang berkualitas yang sesuai dengan nilai- nilai yang berlaku di masyarakat.

Pondasi penopang tangguhnya perilaku manusia yang pertama ialah dimensi religiusitas. Agama merupakan ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Sejalan dengan itu tercermin pula dalam sila pertama dalam Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, dari sila pertama dari Pancasila tersebut tercermin, bahwa sikap ketuhanan atau berkarakter religius dan berakhlak mulia merupakan hal wajib yang harus dimiliki masyarakat Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan memiliki akhlak mulia dan berkarakter akan senantiasa memberikan pengaruh baik pada perilaku- perilaku lainnya yang akan dijalani. Perilaku- perilaku baik lainnya akan tumbuh dan terwujud apabila individu memiliki rasa kecintaan pada Tuhan yang telah menciptakannya. Selain itu, prinsip kehidupan yang didapatkan dari Pancasila adalah adil, kesadaran akan ketuhanan, memiliki integritas, kebijaksanaan, dan mentalitas berkelimpahan yang penuh keberadaban.

Menurut Sisdiknas No 20 Tahun 2003 Pasal 3 menyebutkan bahwa

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab"

Maka kita dapat memahami bahwa tujuan utama pendidikan adalah membentuk insan yang beriman dan berakhlak mulia.

Seperti yang terkandung dalam Surat al-A’raf (7) ayat 172:

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu)


(17)

agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani

Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”

Dengan menyadari kehadiran Tuhan pada dirinya, setiap muslim selalu berusaha sesuai dengan kemampuannya untuk mewujudkan kehendak yang diperintahkan Tuhan seraya menjauhi perbuatan-perbuatan yang disinyalir akan mengundang murka-Nya.

Untuk itu pentingnya menanamkan pembinaan civic culture dengan pembiasaan- pembiasaan baik dalam membentuk prilaku siswa dan pembinaan berakhlak mulia pada siswa yang diberikan sekolah dengan penanaman nilai- nilai religius pada siswa, tersedianya sekolah yang baik sangat dibutuhkan.

Peran pendidikan dalam mencegah terjadinya perilaku menyimpang di kalangan siswa adalah dengan dilaksanakannya program pembinaan siswa yang dirancang oleh sekolah tanpa mengabaikan kegiatan belajar mengajar, ini dapat berarti bahwa program pembinaan siswa dan kegiatan belajar mengajar dapat berjalan seiringan. Program pembinaan siswa di sekolah dapat berupa extrakulikuler atau program keahlian lainnya tentunya sesuai minat dan bakat siswa.

Menurut Willis (2008, hlm.142) upaya pembinaan remaja dimaksudkan ialah: 1. Pembinaan terhadap remaja yang tidak melakukan kenakalan, dilaksanakan di

rumah, sekolah, dan masyarakat. Pembinaan seperti ini telah di ungkapkan pada upaya preventif yaitu upaya menjaga jangan terjadi kenakalan remaja. 2. Pembinaan terhadap remaja yang telah mengalami tingkah laku kenakalan

atau yang telah menjalani sesuatu hukuman karena kenakalannya. Hal ini perlu dibina agar supaya mereka tidak mengulangi lagi kenakalannya. Dalam hal ini pembinaan dapat diarahkan dalam beberapa aspek :

a. Pembinaan mental dan kepribadian beragama.

b. Pembinaan mental ideologi negara yakni pancasila, agar menjadi warga negara yang baik.

c. Pembinaan kepribadian yang wajar untuk mencapai pribadi yang stabil dan sehat.

d. Pembinaan ilmu pengetahuan. e. Pembinaan keterampilan khusus. f. Pengembangan bakat-bakat khusus


(18)

Pembinaan civic culture dengan pembiasaan nilai- nilai religius yang diterapkan dalam lingkungan sekolah terhadap siswa untuk membentuk perilaku siswa kearah yang lebih baik merupakan salah satu upaya yang dilakukan sekolah untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki perilaku yang sesuai dengan nilai- nilai dan norma- norma yang berlaku di masyarakat dan Negara, mampu membentuk siswa menjadi pribadi yang berkarakter lebih baik dan bertanggung jawab terhadap dirinya dan orang- orang disekitarnya. Mampu menjadi warga Negara yang memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan aturan yang berlaku dalam negaranya. Menjadi contoh yang baik dan generasi penerus bangsa yang memberikan nama baik untuk negaranya serta menjadi warga Negara yang baik (to be good citizenship) dengan melakukan suatu tindakan/ kegiatan yang bermanfaat dan berdaya guna bagi Negara Indonesia.

Dengan diterapkannya pembinaan civic culture dengan pembiasaan nilai- nilai religius siswa yang diberlakukan oleh SMP Negeri 44 Bandung seharusnya memberikan banyak nilai- nilai yang didapatkan oleh siswa- siswanya, antara lain menumbuhkan karakter religius dan barakhlak mulia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, senantiasa tunduk dan patuh terhadap apa yang diperintahkanNya, senantiasa berprilaku baik, jujur, disiplin dan bertanggung jawab terhadap hak dan kewajiban yang seharusnya dijalani sebagai makhluk Tuhan, menunjukan perilaku yang baik dalam lingkungan masyarakat, berbangsa dan bernegara, bermoral dan menjadi contoh bagi teman- teman dan lingkungannya, menjadi warga Negara yang memiliki sikap yang sesuai dengan kebiasaan dan aturan yang berlaku dalam lingkungannya.

PEMBIASAAN NILAI- NILAI RELIGIUS TERHADAP PEMBINAAN CIVIC

CULTURE SISWA DI SMP NEGERI 44 BANDUNG ( Studi Deskriptif di SMP


(19)

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, penulis dapat mengidentifikasi masalah umum yang akan diungkap dalam penelitian ini yaitu Bagaimana Pembiasaan Nilai-Nilai Religius Terhadap Pembinaan Civic Culture Siswa di SMP Negeri 44 Bandung?

2. Rumusan Masalah

Untuk mempermudah penulis dalam melakukan penelitian ini, maka masalah umum tersebut dijabarkan sebagai masalah khusus yang menjadi rumusan masalah penelitian ini, yaitu:

a. Bagaimana program penerapan pembiasaan nilai-nilai religius di SMP Negeri 44 Bandung?

b. Bagaimanakah pelaksanaan program pembiasaan nilai-nilai religius terhadap pembinaan civic culture siswa?

c. Bagaimanakah bentuk keberhasilan program pembiasaan nilai-nilai religius terhadap pembinaan civic culture siswa?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembiasaan nilai-nilai religius terhadap civic culture siswa di SMP Negeri 44 Bandung

2. Tujuan Khusus

Selain tujuan umum, penelitian ini pula memiliki tujuan khusus yakni untuk: a. Untuk melihat dan mengetahui penerapan pembiasaan nilai-nilai religius

siswa di SMP Negeri 44 Bandung

b. Untuk melihat dan mengetahui pelaksanaan pembiasaan nilai-nilai religius terhadap civic culture siswa


(20)

c. Untuk melihat dan mengetahui bentuk keberhasilan pembiasaan nilai-nilai religius terhadap civic culture siswa

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berkaitan dengan upaya untuk memperoleh informasi dan data mengenai pembiasaan nilai- nilai religius terhadap pembinaan civic culture siswa di SMP Negeri 44 Bandung. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dapat diperoleh kegunaan sebagai berikut:

1. SegiTeoritis

Melalui penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan sesuatu yang berguna dalam tataran teoritis bagi pelaksanaan dan pengembangan keilmuan tentang karakter religus bagi siswa- siswa di sekolah menengah. Secara keilmuan diharapkan agar memberikan pengetahuan dan pengalaman kepada siswa mengenai pentingnya mengedepankan pendidikan spiritual dan mengamalkannya dalam menjalankan kehidupan sehari- hari dalam lingkungan masyarakat, memiliki nilai- nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, agar menghindarkan diri dari hal- hal negatif yang tidak diinginkan. Selain itu dapat membentuk karakter siswa yang religius dan bermoral baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungan sekitarnya.

2. SegiPraktis

Secara praktis penelitian ini berguna untuk:

a. Diketahuinya penerapan pembiasaan nilai-nilai religius siswa di SMP Negeri 44 Bandung

b. Diketahuinya pelaksanaan pembiasaan nilai-nilai religius terhadap pembinaan civic culture siswa

c. Diketahuinya bentuk keberhasilan pembiasaan nilai-nilai religius terhadap pembinaan civic culture sisw


(21)

3. Segi Isu

Secara isu penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana penerapan nilai-nilai religius terhadap pembinaan civic culture siswa di SMP Negeri 44 Bandung.

E. Penjelasan Istilah

Untuk menghindari kekeliruan dalam mengartikan istilah-istilah yang peneliti gunakan dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi pengertian dari setiap istilah tersebut sebagai berikut:

1. Pengertian Pembiasaan

Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relative menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang berulang- ulang. Model pembiasaan yang diterapkan diberbagai sekolah mempunyai tujuan yang hendak dicapai dalam pembentukan karakter/ watak siswa, sebagaimana yang dijelaskan oleh Budimansyah (2010, hlm. 63):

Habituasi adalah proses penciptaan aneka situasi dan kondisi (persistentlife situation) yang berisi aneka penguatan ( reinforcement) yang memungkinkan peserta didik pada satuan pendidikannya, dirumahnya, di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berprilaku sesuai dengan nilai dan menjadikan perangkat nilai yang telah diiternalisasi dan dipersonalisasi melalui proses olah hati, olah pikir, olah raga dan olah rasa dan karsa itu sebagai karakter atau watak. Sedangkan Naping (dalam Dahliyana, 2009, hlm. 30) menjelaskan bahwa

Pembiasaan dapat dipahami sebagai pembudayaan (internalization) dan pelembagaan (institualization). Makna pertama merujuk pada upaya penanaman suatu nilai, sikap, perasaan, pandangan dan pengetahuan yang tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat kepada individu- individu anggota kebudayaan bersangkutan. Sedangkan makna kedua menekankan pada aspek nilai, norma dan perilaku yang disepakati secara bersama oleh individu dalam kontek sosial, mengendalikan dan mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan yang bersifat spesifik.


(22)

Penjelasan diatas memberikan kesimpulan bahwa pembiasaan atau habituasi bertujuan untuk menumbuh kembangkan karakter atau watak seseorang agar dapat berprilaku sesuai dengan yang ingin dicapai.

Bourdy (dalam Dahliyana, 2009, hlm. 32) menyebutkan bahwa

Habituasi adalah struktur struktur kognitif yang memperantai individu dan realita sosial. Habitus merupakan subjektif yang terbentuk dari pengalaman individu berhubungan dengan individu lain dalam jaringan struktur objektif yang ada dalam ruang sosial. Secara muda habitus diindikasikan oleh skema- skema yang merupakan perwakilan konseptual dari benda- benda dalam realita sosial. Skema itu diungkapkan dalam wujud istilah penanaman. Skema itu berhubungan sedemikian rupa membentuk struktur kognitif yang memberi kerangka tindakan kepada individu dalam kehidupan kesehariannya bersama orang lain. Habitus merupakan hasil pembelajaran lewat pengalaman, aktivitas bermain, dan juga pendidikan masyarakat dalam arti luas.

Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (dalam Dahliyana, 2009, hlm. 32) menyebutkan bahwa “Habituasi sebagai pembiasaan yang artinya merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relatif menetap dan bersifat otomatis melalui pembelajaran yang berulang- ulang”.

2. Pengertian Civic Culture

Civic culture merupakan budaya yang ada di masyarakat dan harus dikembangkan terus oleh masyarakat karena civic culture merupakan budaya yang mampu membentuk identitas pribadi masyarakat. Identitas pribadi masyarakat yang bersumber dari civic culture tersebut dikembangkan melalui pendidikan kewarganegaraan dalam berbagai bentuk dan latar. Elemen civic cultur yang paling central dan perlu dikembangkan adalah civic virtue.

Berkenaan dengan civic virtue menurut Quigley, dkk (dalam Budimansyah dan Winataputra, 2012, hlm. 234) adalah “kemauan dari warganegara untuk menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi”.

Sedangkan menurut Kalidjernih (2010, hlm. 21) “civic virtue adalah istilah dalam pendidikan kewarganegaraan yang merujuk kepada watak atau karakter


(23)

dan komitmen yang diperlukan untuk memelihara dan memajukan kewarganegaraan dan pemerintahan yang demokratis”.

Civic virtue sebagai bagian dari civic culture yang tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan. Seperti halnya dengan civic disposition dan civic commitments. Yang memiliki arti menurut Quigley, dkk (dalam Budimansyah dan Winataputra, 2012, hlm. 235) mengungkapkan bahwa:

Secara konseptual civic dispositions meliputi sejumlah karakteristik kepribadian, yakni civility atau keadaban ( hormat pada orang lain dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat), individual responsibility atau tanggung jawab individual, self- discipline atau disiplin diri, civic mindedness atau kepekaan terhadap masalah kewargaan, open- mindedness ( terbuka, skeptic, mengenal ambiguitas), compromise ( prinsip konflik dan batas- batas kompromi), toleration of diversity atau toleransi atas keberagaman, patience dan persistence atau kesabaran dan ketaatan, compassion atau keterharuan, generosity atau kemurahan hati, and loyality to the nation and its principle atau kesetiaan pada bangsa dan segala aturan.

Budimansyah dan Suryadi (2008,hlm. 186) mengungkapkan pengertian budaya kewarganegaraan (civic culture) sebagai berikut

Civic culture adalah sikap dan tindakan yang terlembagakan yang dibangun atas dasar nilai- nilai yang menekankan pentingnya hak partisipasi warga Negara untuk mengambil keputusan- keputusan yang berkaitan dengan berbagai aspek kepentingan publik.

3. Pengertian Religius

Religius berasal dari kata Religi yang memiliki arti bersifat keagamaan dan ia sangat terkesan atas kehidupan.

Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa religius merupakan salah satu karakter yang dimiliki manusia dimana religious itu merupakan sikap patuh manusia terhadap penciptanya yaitu Allah SWT. Seseorang yang senantiasa tunduk dan patuh atas ajaran dan perintah Allah melalui Rasulullah saw, Al-Qur’an dan hadist merupakan salah satu ciri seseorang yang berkarakter religius.


(24)

Berkaitan dengan hal tersebut bahwa dalam pembelajaran dipersekolahan sangat pentingnya penanaman sifat atau karakter religius yang diberikan pada siswa- siswa agar siswa- siswa tersebut dalam menjalankan kehidupannya sesuai dengan apa yang diyakininya. Tidak hanya mementingkan kehidupan duniawi semata namun akhirat pula.

Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan zaman dan perubahan moral yang kekinian semakin buruk. Dalam hal ini siswa diharapkan mampu memiliki dan berprilaku dengan ukuran baik dan buruk yang di dasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama khususnya agama Islam. Pembentukan karakter religius ini tentu dapat dilakukan jika seluruh komponen masyarakat danstake holders pendidikan dapat berpartisipasi dan berperan serta, termasuk orang tua dari siswa itu sendiri.

4. Program Kegiatan di SMP Negeri 44 Bandung

Program pembiasaan merupakan salah satu program yang diadakan di SMP Negeri 44 Bandung sejak tahun 2005. Program ini merupakan program yang sengaja dibuat dan diterapkan dilingkungan sekolah tersebut karena melihat situasi sekolah yang dirasa kurang memiliki nilai- nilai agamis pada siswa- siswanya.Terbukti dengan banyaknya kasus yang melibatkan siswa- siswa sekolah tersebut, diawali permasalahan kecil dengan melanggar peraturan- peraturan yang sekolah buat hingga terdengar kabar adanya bom meletop disekolah tersebut. Terjadinya perkelahian antar pelajar, tawuran dan kenakalan remaja lainnya yang membuat pihak sekolah berpikir bagaimana caranya untuk membina moral dan karate siswa untuk menjadi individu yang baik, positif dan berakhlak mulia.

Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, guru- guru dan kepala sekolah khususnya memutuskan untuk membuat dan menerapkan program pembiasaan diantaranya pembacaan asmaul husna dan sholawat, sholat dhuha, sholat dzuhur dan hafalan 4 Ayat 4 Surat, dimana kegiatan ini dibentuk dan diterapkan kepada siswa-


(25)

siswa semata- mata untuk meningkatkan ketaqwaan dan membentuk serta membina karakter baik terhadap dirinya dan Allah SWT, terhadap keluarga dan lingkungannya. Adapun program yang dilakukan setiap hari yaitu pembacaan Asmaul Husna saat sebelum proses pembelajaran dimulai dengan membaca dan memperdalam asma- asma Allah dan sholawat, kemudian melaksanakan shalat Dhuha setelah pembacaan Asmaul Husna, dilanjut dengan hafalan 4 ayat 4 surat yang dilakukan sebelum sholat Dzuhur, dan setelahnya menjalankan shalat Dzuhur berjamaah.

Banyaknya kegiatan berjumlah empat (pembacaan Asmaul Husna dan sholawat, shalat Dhuha, hafalan surat dan shalat dzuhur berjamaah), hafalan surat yang dibaca berjumlah empat, yaitu surah Yasin, Ar- Rahman Al- Waqiah dan Al- Mulk. Dan jumlah ayat yang dihafal per hari berjumlah empat.

Adapun harapan dari dibentuknya program tersebut ialah semata- mata untuk meningkatkan karakter siswa agar terhindar dari perilaku- perilaku menyimpang yang saat ini kebanyakan dialami oleh remaja- remaja SMP dan SMA.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi yang berisi rincian tentang urutan penulisan.

a. Bagian pertama berupa pendahuluan yang berisi uraian mengenai latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penjelasan istilah, lokasi dan subjek penelitian dan sistematika penulisan.

b. Bagian kedua berupa kajian pustaka yang berisi mengenai pendidikan karakter dan karakter religius

c. Bagian ketiga berupa metode penelitian yang berisi mengenai pendekatan dan metode penelitian, teknik pengumpulan, subjek penelitian, teknik pengolahan dan analisis data dan tahap-tahap data penelitian.

d. Bagian keempat berupa hasil penelitian dan pembahasan yang berisi mengenai gambaran umum penerapan pembiasaan nilai-nilai religius, pelaksanaan program


(26)

pembiasaan, keberhasilan penerapan pembiasaan nilai-nilai religius, hasil penelitian, analisis data dan pengujian, hipotesis dan pembahasan.

e. Bagian kelima berupa kesimpulan dan saran yang berisi mengenai kesimpulan dan saran.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena dalam penelitian kualitatif ini, peneliti ingin mempelajari dan mengamati pengembangan program pembiasaan yang dilakukan siswa di SMP Negeri 44 Bandung terhadap pembinaan civic culturesiswa secara mendalam, menyeluruh dan meluas. Peneliti ingin mengetahui secara mendalam bagaimana proses pembiasaan ini dilakukan terhadap perilaku dan sikap siswa dalam bergaul di lingkungan sekolah dan masyarakat. Peneiti ingin mengetahui secara mengakar, pelaksanaan program pembiasaan- pembiasaan baik ini terhadap moral dan karakter peserta didik sebelum dan setelah mengikuti berbagai kegiatan dalam program ini dan perbedaannya dengan sekolah lain yang tidak memiliki program tersebut. peneliti ingin mengetahui seberapa besar keberhasilan yang dicapai program pembiasaan ini terhadap sikap siswa setelah diterapkannya pembiasaan baik tersebut disekolah. Dan kendala- kendala yang dihadapi dalam penerapan kegiatan tersebut.

Kirk dan Miller (1986, hlm. 9) mendefinisikan bahwa “penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang- orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya”.

Sugiyono (2012, hlm. 15) mengemukakan bahwa

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi


(28)

(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Dari pengertian diatas, bahwa metode kualitatif berlandaskan pada filsafat postpositivisme dan dimana peneliti sebagai instrumen kunci. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2007, hlm. 4) mendefinisikan “metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.

Sedangkan Creswell (2010, hlm. 4) menjelaskan “bahwa penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengekplorasi dan memahami makna yang-oleh sejumlah individu atau sekelompok orang-dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan”.

Selain beberapa definisi diatas mengenai pengertian penelitian kualitatif, salah satu alasan mengapa peneliti menggunakan metode ini adalah karena metode kualitatif memiliki banyak kelebihan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sugiyona (2010, hlm. 41) bahwa penelitian kualitatif memiliki kompetensi sebagai berikut

1. Memiliki wawasan yang luas dan mendalam tentang bidang yang akan diteliti.

2. Mampu menciptakan report kepada setiap orang yang ada pada situasi sosial yang akan diteliti. Menciptakan report berarti mampu menciptakan hubungan yang akrab dengan setiap orang yang ada pada konteks sosial.

3. Memiliki kepekaan untuk melihat setiap gejala yang ada pada obyek (penelitian situasi sosial).

4. Mampu menggali sumber data dengan observasi partisipasi, dan wawancara mendalam secara triangulasi serta sumber- sumber lain, 5. Mampu menganalisis data kualitatif secara induktif berkesinambungan

mulai dari analisis deskriptif, domain, komponensial, dan tema kultural/ budaya.

6. Mampu menguji kredibilitas, dependabiltas, komfirmabilitas, dan tranferabilitas hasil penelitian.

7. Mampu menghasilkan temuan pengetahuan, mengkontruksi fenomena, hipotesis atau ilmu baru


(29)

8. Mampu membuat laporan secara sistematis, jelas, lengkap dan rinci, 9. Mampu membuat abstraksi hasil penelitian, dan membuat artikel

untuk dimuat kedalam jurnal ilmiah dan

10.Mampu mengkomunikasikan hasil penelitian kepada masyarakat luas. Pemilihan pendekatan kualitatif karena sesuai dengan sifat dan masalah serta tujuan peneliti yang ingin diperoleh yakni berusaha untuk memperoleh gambaran yang nyata dan proses tentang program pembiasaan yang dilakukan di SMP Negeri 44 Bandung terhadap pembinaan civic culture siswa.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi Deskriptif. Menurut Arikunto (2005, hlm. 234) mengemukakan bahwa “studi deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan”.

Menurut pendapat yang telah dijelaskan diatas bahwa metode deskriptif adalah suatu metode yang berusaha menggambarkan, menjelaskan, dan melukiskan gejala, situasi atau kejadian yang ada pada masa sekarang secara lengkap sesuai dengan masalah penelitian. Dengan kata lain, metode ini sesuai dengan masalah serta tujuan penelitian yang ingin diperoleh peneliti, berusaha menemukan gambaran yang nyata tentang bagaimana pembiasaan nilai religius terhadap pembinaan civic culture siswa di SMP Negeri 44 Bandung.

Penelitian deskriptif dilakukan dengan mengumpulkan data yang diperoleh, menyusun, menjelaskan kemudian menganalisis atau menyimpulkan. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan secara jelas suatu keadaan yang ingin disimpulkan sehingga tujuan penelitian dapat tercapai secara maksimal.


(30)

B. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang akan peneliti lakukan adalah: 1. Observasi

Menurut Nasution (dalam Sugiyono, 2012, hlm. 310) menyatakan bahwa “observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi”.

M.Q Patton (dalam Nasution, 2003, hlm. 59) menjelaskan bahwa observasi member manfaat sebagai berikut

a. dengan berada di lapangan peneliti lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi, jadi ia dapat memperoleh pandangan yang holistic atau menyeluruh.

b. pengalaman langsung memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep- konsep atau pandangan sebelumnya. Pandangan induktif membuka kemungkinan menemukan penemuan atau discovery.

c. peneliti dapat melihat hal- hal yang kutang atau tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada di lingkungan itu, karena telah dianggap “bisa” dan karena itu tidak akan terungkapkan dalam wawancara.

d. peneliti dapat menemukan hal- hal yang sedianya tidak akan terungkapkan oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitive atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga.

e. peneliti dapat menemukan hal- hal diluar persepsi responden, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.

f. dalam lapangan peneliti tidak hanya dapat mengadakan pengamatan akan tetapi juga memperoleh kesan- kesan pribadi.

g. dengan terjun ke lapangan, peneliti dapat memperoleh gambaran secara langsung mengenai kondisi umum objek yang akan diteliti, selain itu juga peneliti mempunyai banyak kesempatan untuk mendapatkan data yang lebih banyak yang dapat dijadikan dasar untuk memperoleh data yang valid, akurat dan lebih terperinci.

Metode observasi digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai program pembiasaan nilai religius terhadap pembinaan civic culture siswa di SMP Negeri 44 Bandung. Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah pihak sekolah dan siswa SMP Negeri 44 Bandung.


(31)

2. Wawancara

Menurut Moleong (2007: 186) menjelaskan bahwa:

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakap itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.Wawancara ialah percakapan dengan maksud tertentu.

Wawancaramerupakan percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan yang diwawancarai.“Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan dialog, tanya jawab antara peneliti dan responden secara sungguh-sungguh” (Danial dan Wasriah, 2009).

Dari pernyataan tersebut, bahwa wawancara merupakan percakapan yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Dengan melakukan wawancara, yaitu untuk mengetahui apa yang ada dalam pikiran orang lain secara mendalam mengenaipembiasaan nilai religius terhadap pembinaan civic culture siswa di SMP Negeri 44 Bandung.

3. Studi Literatur

Studi literatur yaitu mempelajari buku-buku sumber untuk mendapatkan dataatau informasi teoritis yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Studi Literatur yang diungkapkan oleh Kartini Kartono (1996, hlm. 33) bahwa “Studi literature merupakan teknik penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan datadan informasi dengan bantuan macam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan”. Melihat uraian dia atas maka dapat dikatakan bahwa Studi Literatur merupakan suatu alat pengumpul data untuk mengungkapkan berbagai teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi atau diteliti sebagai bahan pembahasan hasil penelitian yang diambil dari berbagai buku-buku yang dianggap relevan terhadap isi penelitian.


(32)

4. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitianseperti lokasi penelitian, keadaan penelitian, kegiatan penelitian dan sebagainya.

Menurut Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2010, hlm. 217) dokumen digunakan untuk keperluan penelitian karena alasan- alasan sebagai berikut:

a. Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong.

b. Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.

c. Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks. d. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas

tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

Dalam penelitian ini, studi dokumentasi dilakukan untuk menelusuri dan menemukan informasi dari berbagai dokumen yang tercatat agar data yang diperoleh lebih akurat. Dokumen yang ditelusuri bisa berupa buku, jurnal, catatan harian, foto-foto kegiatan yang berkaitan dengan penelitian.

C. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Untuk mengefektifkan penelitian agar terfokus pada objek yang akan diteliti maka penulismenjadikan SMP Negeri 44 Bandungsebagai tempat yang sesuai untuk dijadikan lokasi penelitian karena berkaitan dengan judul yang akan penulis teliti.

2. Subjek Penelitian

Agar penelitian ini terarah sesuai dengan masalah yang akan diteliti, maka penulis perlu menentukan subjek penelitian yang mampu memberikan informasi yang penulis butuhkan. Sesuai dengan yang dikemukakan Nasution


(33)

(2003, hlm. 32) bahwa “subjek penelitian adalah sumber yang dapat memberikan informasi bertalian dengan tujuan yang ingin dicapai”.

Berdasarkan uraian diatas, maka yang dijadikan subjek penelitian meliputi: siswa SMP Negeri 44 Bandung dalam menganalisis program pembiasaan nilai religius terhadap pembinaan civic culture siswa di SMP Negeri 44 Bandung

Hal ini penulis anggap karena subjek diatas representative purposive karena subjek tersebut akan memberikan informasi data sehubungan dengan penelitian ini. Serta informasi dari informan lain akan digunakan oleh penulis untuk membandingkan informasi yang telah diperoleh dari subjek penelitian agar hasil yang diperoleh akurat dan dapat dipercaya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh S. Nasution (2003, hlm. 10) bahwa

Data atau informasi dari satu pihak harus dicek kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain, misalnya dari pihak kedua, ketiga dan seterusnya dengan menggunakan metode yang berbeda-beda. Tujuannya ialah membendaingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari berbagai pihak, agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data

D. Tahap-Tahap Penelitian 1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dilakukan dengan memilih masalah, menentukan judul dan lokasi penelitian dengan tujuan untuk menyesuaikan keperluan dan kepentingan fokus penelitian yang akan diteliti. Lokasi yang dipilih adalah SMP Negeri 44 Bandung.

Setelah judul dan masalah ditentukan maka peneliti mulai melakukan studi lapangan untuk mendapatkan gambaran umum yang nyata tentang subjek yang akan diteliti. Setelah peneliti mendapatkan gambaran umum mengenai subjek penelitian, maka tahap selanjutnya adalah menyusun pedoman wawancara dan format observasi sebagai instrument untuk pengumpulan data yang diperlukan.

Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu penulis menempuh proses perizinan sebagai berikut:


(34)

a. Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Ketua Jurusan PKn.

b. Setelah memperoleh surat izin dari Ketua Jurusan PKn kemudian diteruskan kepada Pembantu Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan atas nama Dekan FPIPS untuk mendapatkan surat rekomendasi untuk disampaikan kepada Rektor UPI.

c. Selanjutnya peneliti menyerahkan surat izin dari UPI kepada Direktur Pembinaan dan Kemahasiswaan UPI.

Setelah mendapatkan izin langsung, penulis berkonsultasi dengan guru sekolah untuk mengetahui gambaran umum pertama siswa. Selanjutnya melakukan konsultasi dengan guru PKn dan DKM 44 untuk mengatur jadwal observasi. Setelah mendapatkan gambaran secara umum serta jadwal kegiatan dari guru PKn dan DKM 44, maka penulis menyusun waktu dan suasana yang tepat untuk melakukan pengamatan langsung atau observasi.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah selesai tahap persiapan, maka peneliti langsung terjun ke lapangan untuk melaksanakan penelitian. Pelaksanaan penelitian dimaksudkan untuk mengumpulkan data dari responden. Adapun langkah-langkah yang ditempuh peneliti sebagai berikut:

a. Menghubungi pihak sekolah, guru PKn dan DKM 44 SMP Negeri 44 Bandung

b. Melakukan wawancara dengan pihak sekolah, DKM 44 dan guru PKn SMP Negeri 44 Bandung

c. Melakukan wawancara dengan para siswa, kemudian hasil wawancara tersebut ditulis dan disusun dalam bentuk catatan lengkap.

d. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi kemudian dianalisis dengan didukung oleh studi dokumentasi dan studi literatur.


(35)

E.Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data ialah suatu langkah penting dalam penelitian karena dapat memeberi makna terhadap data yang dikumpulkan oleh peneliti. Pengolahan data dan analisis data akan dilakukan melalui suatu proses yaitu menyusun, mengakategorikan data, mencari kaitan isi dari berbagai data yang diperoleh dengan maksud untuk mendapatkan maknanya.

Kemudian setelah selesai mengadakan wawancara dengan subjek penelitian, peneliti menuliskan kembali data-data yang terkumpul dengan tujuan agar dapat mengungkapkan data dan informasi secara mendetail. Data yang diperoleh dari hasil wawancara disusun dalam bentuk catatan lengkap setelah didukung oleh hasil observasi, dokumentasi dan literatur.

Berdasarkan hasil pengumpulan data dari hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi, maka peneliti melakukan prosedur pengolahan dan analisis dari hasil pengumpulan data. Proses analisis data ini dimulai dengan menelaah, memeriksa seluruh data dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan, dan dokumentasi. Apabila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan maka peneliti akan melajutkan pertanyaan lagi sampai tahap diperoleh data yang kredibel.

Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2012, hlm. 337), langkah-langkah analisis data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu 1. Data Reduction (reduksi data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.


(36)

2. Data Display (penyajian data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar katagori, flowchart dan sejenisnya. Miles and Humberman (dalam Sugiyono, 2012, hlm. 341) menyatakan “the most frequent form of display data for qualitative research databin the past has been narrative tex”.

Penyajian data yang disusun secara singkat, jelas dan terperinci akan memudahkan dalam memahami gambaran-gambaran terhadap aspek-aspek yang diteliti baik secara keseluruhan maupun bagian demi bagian. Penyajian data selanjutnya dilakukan dalam bentuk uraian atau laporan sesuai dengan data hasil penelitian yang diperoleh.

3. Conclusion/verification

Kesimpulan awal yang dikemukakan bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.


(1)

2. Wawancara

Menurut Moleong (2007: 186) menjelaskan bahwa:

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakap itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.Wawancara ialah percakapan dengan maksud tertentu.

Wawancaramerupakan percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan yang diwawancarai.“Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan dialog, tanya jawab antara peneliti dan responden secara sungguh-sungguh” (Danial dan Wasriah, 2009).

Dari pernyataan tersebut, bahwa wawancara merupakan percakapan yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Dengan melakukan wawancara, yaitu untuk mengetahui apa yang ada dalam pikiran orang lain secara mendalam mengenaipembiasaan nilai religius terhadap pembinaan civic culture siswa di SMP Negeri 44 Bandung.

3. Studi Literatur

Studi literatur yaitu mempelajari buku-buku sumber untuk mendapatkan dataatau informasi teoritis yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Studi Literatur yang diungkapkan oleh Kartini Kartono (1996, hlm. 33)

bahwa “Studi literature merupakan teknik penelitian yang bertujuan untuk

mengumpulkan datadan informasi dengan bantuan macam-macam material

yang terdapat di ruang perpustakaan”. Melihat uraian dia atas maka dapat

dikatakan bahwa Studi Literatur merupakan suatu alat pengumpul data untuk mengungkapkan berbagai teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi atau diteliti sebagai bahan pembahasan hasil penelitian yang diambil dari berbagai buku-buku yang dianggap relevan terhadap isi penelitian.


(2)

4. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitianseperti lokasi penelitian, keadaan penelitian, kegiatan penelitian dan sebagainya.

Menurut Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2010, hlm. 217) dokumen digunakan untuk keperluan penelitian karena alasan- alasan sebagai berikut:

a. Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong.

b. Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.

c. Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks. d. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas

tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

Dalam penelitian ini, studi dokumentasi dilakukan untuk menelusuri dan menemukan informasi dari berbagai dokumen yang tercatat agar data yang diperoleh lebih akurat. Dokumen yang ditelusuri bisa berupa buku, jurnal, catatan harian, foto-foto kegiatan yang berkaitan dengan penelitian.

C. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Untuk mengefektifkan penelitian agar terfokus pada objek yang akan diteliti maka penulismenjadikan SMP Negeri 44 Bandungsebagai tempat yang sesuai untuk dijadikan lokasi penelitian karena berkaitan dengan judul yang akan penulis teliti.

2. Subjek Penelitian

Agar penelitian ini terarah sesuai dengan masalah yang akan diteliti, maka penulis perlu menentukan subjek penelitian yang mampu memberikan informasi yang penulis butuhkan. Sesuai dengan yang dikemukakan Nasution


(3)

(2003, hlm. 32) bahwa “subjek penelitian adalah sumber yang dapat memberikan informasi bertalian dengan tujuan yang ingin dicapai”.

Berdasarkan uraian diatas, maka yang dijadikan subjek penelitian meliputi: siswa SMP Negeri 44 Bandung dalam menganalisis program pembiasaan nilai religius terhadap pembinaan civic culture siswa di SMP Negeri 44 Bandung

Hal ini penulis anggap karena subjek diatas representative purposive karena subjek tersebut akan memberikan informasi data sehubungan dengan penelitian ini. Serta informasi dari informan lain akan digunakan oleh penulis untuk membandingkan informasi yang telah diperoleh dari subjek penelitian agar hasil yang diperoleh akurat dan dapat dipercaya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh S. Nasution (2003, hlm. 10) bahwa

Data atau informasi dari satu pihak harus dicek kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain, misalnya dari pihak kedua, ketiga dan seterusnya dengan menggunakan metode yang berbeda-beda. Tujuannya ialah membendaingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari berbagai pihak, agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data

D. Tahap-Tahap Penelitian 1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dilakukan dengan memilih masalah, menentukan judul dan lokasi penelitian dengan tujuan untuk menyesuaikan keperluan dan kepentingan fokus penelitian yang akan diteliti. Lokasi yang dipilih adalah SMP Negeri 44 Bandung.

Setelah judul dan masalah ditentukan maka peneliti mulai melakukan studi lapangan untuk mendapatkan gambaran umum yang nyata tentang subjek yang akan diteliti. Setelah peneliti mendapatkan gambaran umum mengenai subjek penelitian, maka tahap selanjutnya adalah menyusun pedoman wawancara dan format observasi sebagai instrument untuk pengumpulan data yang diperlukan.

Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu penulis menempuh proses perizinan sebagai berikut:


(4)

a. Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Ketua Jurusan PKn.

b. Setelah memperoleh surat izin dari Ketua Jurusan PKn kemudian diteruskan kepada Pembantu Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan atas nama Dekan FPIPS untuk mendapatkan surat rekomendasi untuk disampaikan kepada Rektor UPI.

c. Selanjutnya peneliti menyerahkan surat izin dari UPI kepada Direktur Pembinaan dan Kemahasiswaan UPI.

Setelah mendapatkan izin langsung, penulis berkonsultasi dengan guru sekolah untuk mengetahui gambaran umum pertama siswa. Selanjutnya melakukan konsultasi dengan guru PKn dan DKM 44 untuk mengatur jadwal observasi. Setelah mendapatkan gambaran secara umum serta jadwal kegiatan dari guru PKn dan DKM 44, maka penulis menyusun waktu dan suasana yang tepat untuk melakukan pengamatan langsung atau observasi.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah selesai tahap persiapan, maka peneliti langsung terjun ke lapangan untuk melaksanakan penelitian. Pelaksanaan penelitian dimaksudkan untuk mengumpulkan data dari responden. Adapun langkah-langkah yang ditempuh peneliti sebagai berikut:

a. Menghubungi pihak sekolah, guru PKn dan DKM 44 SMP Negeri 44 Bandung

b. Melakukan wawancara dengan pihak sekolah, DKM 44 dan guru PKn SMP Negeri 44 Bandung

c. Melakukan wawancara dengan para siswa, kemudian hasil wawancara tersebut ditulis dan disusun dalam bentuk catatan lengkap.

d. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi kemudian dianalisis dengan didukung oleh studi dokumentasi dan studi literatur.


(5)

E.Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data ialah suatu langkah penting dalam penelitian karena dapat memeberi makna terhadap data yang dikumpulkan oleh peneliti. Pengolahan data dan analisis data akan dilakukan melalui suatu proses yaitu menyusun, mengakategorikan data, mencari kaitan isi dari berbagai data yang diperoleh dengan maksud untuk mendapatkan maknanya.

Kemudian setelah selesai mengadakan wawancara dengan subjek penelitian, peneliti menuliskan kembali data-data yang terkumpul dengan tujuan agar dapat mengungkapkan data dan informasi secara mendetail. Data yang diperoleh dari hasil wawancara disusun dalam bentuk catatan lengkap setelah didukung oleh hasil observasi, dokumentasi dan literatur.

Berdasarkan hasil pengumpulan data dari hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi, maka peneliti melakukan prosedur pengolahan dan analisis dari hasil pengumpulan data. Proses analisis data ini dimulai dengan menelaah, memeriksa seluruh data dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan, dan dokumentasi. Apabila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan maka peneliti akan melajutkan pertanyaan lagi sampai tahap diperoleh data yang kredibel.

Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2012, hlm. 337), langkah-langkah analisis data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu 1. Data Reduction (reduksi data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.


(6)

2. Data Display (penyajian data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar katagori, flowchart dan sejenisnya. Miles and Humberman (dalam Sugiyono, 2012, hlm. 341) menyatakan “the

most frequent form of display data for qualitative research databin the past has been narrative tex”.

Penyajian data yang disusun secara singkat, jelas dan terperinci akan memudahkan dalam memahami gambaran-gambaran terhadap aspek-aspek yang diteliti baik secara keseluruhan maupun bagian demi bagian. Penyajian data selanjutnya dilakukan dalam bentuk uraian atau laporan sesuai dengan data hasil penelitian yang diperoleh.

3. Conclusion/verification

Kesimpulan awal yang dikemukakan bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.