INTERNALISASI NILAI – NILAI AGAMA ISLAM DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER RELIGIUS SISWA DI SMP NEGERI 26 SURABAYA.
SKRIPSI
Oleh :
H. AKHMAD BAIQUNI NIM. D01212071
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(2)
(3)
(4)
(5)
vi
skripsi yang berjudul “Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam Dalam Pembentukan Karakter Religius Siswa Di Smp Negeri 26 Surabaya” Bagaimana proses internalisasi nilai-nilai keagamaan dalam pembentukan karakter religius siswa di sekolah SMP Negeri 26 Surabaya? Apa faktor pendukung dan penghambat internalisi nilai-nilai agama Islam dalam pembentukan karakter religius siswa di sekolah SMP Negeri 26 Surabaya? Untuk mendeskripsikan proses internalisasi nilai-nilai agama Islam dalam pembentukan karakter religius siswa di sekolah SMP Negeri 26 Surabaya.
Peneliti mengunakan jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang pengumpulan datanya di lapangan. Penelitian lapangan merupakan study terhadap kehidupan sosial masyrakat secara langsung.
Proses internalisasi nilai-nilai agama di SMP Negeri 26 Surabaya dilakukan menghasilkan : Perencanaan kegiatan keislaman yang dilakukan oleh sekolah atas dasar sekepakatan semua guru. 1. Membaca doa-doa dan surat pendek, 2. Tata cara melaksanakan ibadah yaitu sholat sunnah dhuha berjamaah sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung, 3. Menyambut hari besar Islam, 4. Kegiatan pondok Rhomadon. Faktor pendukung dan penghambat dalam internasisasi nilai-nilai agama dalam meningkatkan karakter religius di SMP Negeri 26 Surabaya yaitu, Faktor pendukung : Faktor dari dalam. Faktor dari luar yaitu : Keluarga, Guru, Fasilitas, Masyarakat. Faktor Penghambat : Faktor dari dalam, Faktor dari luar yaitu : Keluarga, Lingkunggan sekolah, Media Informasi dan masyarakat.
(6)
ix
PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGHANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Definisi Operasional... 10
F. Metode Penelitian... 11
G. Penelitian Terdahulu ... 23
H. Sistematika Pembahasan ... 24
BAB II KAJIAN TEORI A. Internalisasi Nilai-Nilai Agama ... 27
(7)
x
B. Pendidikan Karakter Religius ... 36
1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 36
2. Karakter Religius ... 40
3. Tujuan Pendidikan Karakter Religius ... 41
4. Dasar Pembentukan Berbasis Karakter Religius... 43
5. Aspek-Aspek Karakter Religius ... 47
C. Pengertian Peserta Didik ... 49
BAB III DISKIRIPSI SM NEGERI26 SURABAYA A. Sejarah Berdiri SMP Negeri 26 Surabaya ... 53
1. Sejarah Berdirinya SMP Negeri 26 Surabaya ... 53
2. Visi dan Misi dan Tujuan SMP Negeri 26 Surabya ... 54
3. Data Sekolah ... 55
4. Organisasi SMP Negeri 26 Surabaya ... 56
5. Tenaga Guru Dan Siswa di SMP Negeri 26 Surabya ... 58
6. Sarana dan Prasarana SMP Negeri 26 Surabaya ... 61
BAB IV INTERNALISASI NILAI – NILAIAGAMA DALAM PEMBENTUKAN KARATER RELIGIUS SISWA DI SMP NEGERI 26 SURABAYA 1. Penyajian Data ... 71
(8)
xi
B. Faktor Penghambat... 96 BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ... 99 B. Saran ... 101 DAFTAR PUSTAKA
(9)
xii
Tabel II ... 61
Tabel III ... 62
Tabel IV ... 63
Tabel V ... 63
Tabel VI ... 64
(10)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Allah menciptakan manusia sebagai pemimpin di bumi dan untuk menerima amanat-Nya untuk mengelola dan menjaga kekayaan alam. Manusia merupakan hamba Allah yang mempunyai kewajiban untuk beribadah dan menyembah kepadaNya dengan tulus. Allah memberi kepada seluruh umat manusia potensi untuk mengimani Allah dan mengamalkan ajaran-Nya. Karena fitrah ini manusia dijuluki sebagai makhluk beragama.
Karena manusia yang diciptakan oleh Allah bertujuan untuk menjalankan dan mengamalkan ajaran agama Islam untuk beribadah
kepada Allah, sebagaimana dijelaskan di dalam al-Qur’an surat Adz
-Dzariyat 56 :
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Adz-Dzariyat : 56)
(11)
Dalam ayat tersebut dikemukakan bahwa Allah menciptakan
manusia dan jin hanya untuk beribadah kepadanya.1 Dan dapat diartikan
bahwa manusia memiliki fitrah beragama untuk selalu beribadah kepada yang Maha Pencipta. Fitrah beragama ini merupakan (kemampuan dasar) yang mengandung kemungkinan atau peluang untuk berkembang. Namun dalam perkembangannya manusia sangat tergantung kepada proses pendidikan yang diterima dalam masyarakat dan semua di kembalikan lagi terhadap orang tua masing-masing.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah makhluk
yang memilki potensi untuk berahlak baik (taqwa) atau buruk (fujur)
potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait
dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang
lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan)2
Jiwa beragama atau kesadaran beragama merujuk pada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah dan pengaktualisasiannya melalui peribadatan kepada-Nya., baik yang bersifat
(hablminAllah) hubungan dengan Allah dan (hablminan-nas) hubungan
dengan manusia. Keimanan kepada Allah dan aktualisasinya dalam ibadah
1
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV penerbit diponegoro, 2007), h. 536
2
(12)
merupakan hasil dari internalisasi, yaitu proses pengenalan, pemahamamn, dan kesadaran pada diri seseorang terhadap nilai-nilai agama Islam.
Dan untuk memahami nilai-nilai agama Islam, manusia pasti membutuhkan pendidikan dalam mengenal arti nilai-nilai agama Islam. Maka pendidikan merupakan faktor utama dalam memahami arti dari agama tersebut. Setelah mengetahui arti dari nilai-nilai agama Islam tersebut maka dibutuhkan pembentukkan dalam pribadi manusia. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup
(Hasanah) di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu
membuahkan (Hasanah) di akhirat kelak.3
Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Karena agama sangat berperan dalam pembentukan prilaku siswa, sehingga pembentukan pribadi siswa sesusai pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan pendidikan yang memadai. Untuk membina agar siswa memiliki sifat terpuji, tidaklah mungkin hanya
3
Muhaimin, Pengembangan Kurikulim PAI di Sekolah Madrasa, Perguruan Tinggi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 6
(13)
dengan penjelasan dan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan yang terbaik dan diharapkan nantinya akan mempunyai sifat-sifat terpuji dan bisa menjauhi sifat tercela.
Dalam melaksanakan pendidikan untuk memahami nilai-nilai agama Islam tersebut, peran pendidikan sangat penting dalam proses awal, karena pendidikan yang bertangung jawab dan menentukan arah serta tujuan pendidikan tersebut.Dengan pendidikan untuk siswaini bertujuan mengembangkan potensi yang ada dalam siswa tersebut agar bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa karakter siswa itu berbeda-beda, karena karakter setiap siswa tidaklah sama antara satu dengan yang lainnya.
Karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggung
jawabkan setiap akibat dari keputusannya.4
Dalam pandangan Islam karakter itu sama dengan akhlak. Akhlak dalam pandangan Islam adalah kepribadian. Komponen kepribadian itu
ada tiga yaitu tahu (pengetahuan), sikap dan perilaku.5 Dari ketiga
4
Muchlas Samani,dkk,Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h.41
5
Abdul Majid, dkk, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2012 ), h, 14
(14)
komponen tersebut, jika antara pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang sama maka orang tersebut berkepribadian utuh, akan tetapi jika antara pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang tidaklah sama antara satu dengan yang lainnya belum memiliki kepribadian yang utuh.
Oleh karena itu dalam kehidupan manusia pasti membutuhkan namanya pendidikan nilai-nilai agama Islam untuk mengembangkan karakter siswa yang sesuai dengan syariat Islam, maka sebab itu pendidikan merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam mengembangkan potensi yang ada dalam seseorang siswa. Sebab tanpa pendidikan manusia pasti tidak dapat berkembang dengan baik. Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman,
dan cara tingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.6
Agama sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Zakiyah Daradjat juga
menjadi salah satu kebutuhan rohani manusia.7 Karena manusia hidup di
dunia ini membutuhkan rasa aman, maka manusia mencari perlindungan atau proteksi. Perlengkapan dan persenjataan merupakan usaha manusia dalam menyalurkan kebutuhan proteksi jasmaniahnya, sedangkan agama
merupakan penyaluran kebutuhan proteksi rohaniahnya.8
6
Muhibin syah, PsikologiPendidikan dengan Pendekatan Baru, Cet V ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), h. 10.
7
Jalaluddin Rahmat, Psikologo Agama, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 1997) hal.: 87 8
(15)
Yang dimaksud dengan pendidikan agama disini bukanlah pelajaran agama yang diberikan oleh guru disekolah saja, akan tetapi penanaman jiwa beragama yang dimulai dari rumah, sejak masih kecil, dengan jalan membiasakan si anak kepada sifat-sifat dan kebiasan yang baik.9
Karena pendidikan mempunyai peranan penting dalam
membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia menjadi lebih baik. Oleh karena itu, pendidikan secara terus-menerus dibangun dan dikembangkan agar dari proses pelaksanaannya menghasilkan generasi yang diharapkan. Dalam rangka menghasilkan peserta didik yang unggul dan diharapkan, proses pendidikan juga senantiasa dievaluasi dan diperbaiki. Salah satu upaya perbaikan kualitas pendidikan adalah melalui
pendidikan karakter.10
Karakter merupakan nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan
dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.11 Sedangkan
menurut Ryan dan Bohlin istilah karakter mengandung tiga unsur pokok,
yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan
9
Zakiyat Dradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung 1983), Cetakan II, h. 113 10
Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2011), h. 9
11
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep Dan Model Pendidikan Karakter (Bandung: PT Remaja Rosdakarya offset 2011), h. 43
(16)
(loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good).12 Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the
mind, heart, and hands.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Dalam sejarah Islam, Rasulullah Muhammad SAW, sang nabi terakhir dalam ajaran Islam, juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik
(good character).13
Melalui pendidikan karakter religius diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Berdasarkan latar belakang masalah dan penjelasan yang telah diuraikan diatas, maka penulis memberikan maksud dari penulisan skripsi yang berjudul “Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam Dalam Pembentukan
Karakter Religius Siswa Di Smp Negeri 26 Surabaya” ini mengadakan
12
Abdul Majid Dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam(Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2011), h. 11
13
(17)
penelitian tentang bagaimana proses internalisasi dalam pembinaan keagamaan dalam meningkatkan karakter siswa disekolah tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses internalisasi nilai-nilai keagamaan dalam
pembentukan karakter religius siswa di sekolah SMP Negeri 26 Surabaya?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat internalisi nilai-nilai agama
Islam dalam pembentukan karakter religius siswa di sekolah SMP Negeri 26 Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan proses internalisasi nilai-nilai agama Islam
dalam pembentukan karakter religius siswa di sekolah SMP Negeri 26 Surabaya.
2. Untuk mendeskripsikan faktor penghambat dan pendukung
internalisasi nilai-nilai agama Islam dalam meningkatkan karakter relegius di sekolah SMP Negeri 26 Surabaya.
D. Manfaat Penetlitian
Pembahasan secara teoristik ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:
(18)
1. Bagi lembaga.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan evaluasi dalam pembelajaran (PAI) Pendidika Agama Islam serta bagaimana mengatasi problem dalam pembentukan karakter religius siswa.
2. Bagi Guru mata pelajaran (PAI) Pendidika Agama Islam.
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan evaluasi dan masukan bagi guru mata (PAI) Pendidika Agama Islamuntuk penyelenggaraan pembelajaran agama dan juga sebagai acuan untuk pengembangan pembelajaran agama dalam pembentukan karakter religius siswa.
3. Bagi Peneliti.
Bagi peneliti penelitian ini memberikan beberapa keguanaan, diantaranya adalah memberikan pengetahuan dibidang penelitian seperti bagaimana teknik-teknik penulisan serta apa saja prosedur dalam melakukan penelitian. Selain itu penelitian ini memberikan pengalaman bagaimana melakukan penelitian secara langsung ke tempat sekolah serta mengidentifikasi masalah-masalah yang ada disekolah sebagai bahan penelitian. Penelitian ini juaga memberikan manfaat bagi peneliti tentang ilmu pengetahuan dibidang agama terutama Pendidikan Agama Islam. Dengan melakukan penelitian ini, peniliti dapat mengetahui problematika dalam pembentukan karakter
(19)
religius siswa di sekolah dan upaya mengatasinya sebagai bahan evaluasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dibidang Agama
Pembahasansecara praktis ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:
1. Peneliti, sebagai bahan pembelajaran dan pengalaman dalam hal
penelitian yang nantinya bisa menjadi lebih baik lagi.
2. Fakultas Tarbiyah, sebagai bahan informasi dan menambah
kepustakaan dalam nilai-nilai agama dalam pembentukan karakter religius siswa.
3. SMP Negeri 26 Surabaya, diharapkan dapat memberikan kontribusi
pengeahuan dan dapat memberikan solusi untuk menunjang keberhasilan pembinaan karakter religius di sekolah.
E. Difinisi Oprasional
1. Internalisasi adalah penghayatan, pendalaman, penguasaan secara
mendalam melalui binaan, bimbingan dan sebagainya.14
2. Nilai dalam istilah, diartikan sebagai konsep abstrak mengenai masalah
dasar yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia,
mengenai hal-hal yang dianggap benar dan dianggap salah.15
14Heni Puspitasari, “
Internalisasi Nilai-Nilai Islam Dalam Pembentukan Akhlak Siswa Di
Madrasah Aliyah Negeri Malang 1” ,Skripsi, Fakultas, Tarbiyah UIN Malang, 2009, h. 7 15
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1990), h. 554.
(20)
3. Agama Islam, adalah agama yang ajaran-ajarannya bersumber kepada wahyu dari Allah yang disampaikan kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Untuk kesejahteraan umat manusia didunia
maupun diakhirat.16
4. Pembentukan adalah proses atau cara. Perbuatan membentuk.17
5. Pendidikan karakter religius adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter religius kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut.18
F. Metode Penelitian.
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Agar suatu penelitian dapat diperoleh suatu hasil yang maksimal maka diperlukan suatu metodologi penelitian yang kebenaranya dapat dipertanggung jawabkan. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam Moleong mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
16
Abdurrahman Shaleh, Pendidikan Agama Islam di SD (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 115
17
KBBI, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jjakarta , 2008), h. 180 18
Akhmad Sudrajat, Apa itu Pendidikan karakter (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/09/15/konsep-pendidikan-karakter/ diaskses 15 November 2015)
(21)
diamati. Sejalan dengan pendapat di atas, Kirk dan Miller mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental tergantung dari pengamatan kepada manusia dalam kawasannya maupun dalam
peristilahannya19
Berdasarkan sumber data, jenis penelitian dalam penulisan
skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian
yang pengumpulan datanya di lapangan. Penelitian lapangan merupakan study terhadap kehidupan sosial masyrakat secara
langsung.20 Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 26 Surabaya.
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yaitu prosedur pemecahan masalah diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak
atau sebagaimana adanya.21
Sebagaimana yang dikatakan Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, bahwasanya metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut
19
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Rosda Karya, 2007), h. 4 20
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatid, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 52
21
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers, 2000), h. 63
(22)
secara holistik (utuh) jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu
memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.22
Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa
pertimbangan.Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.23
Berdasarkan pengertian datas, maka dalam penelitian ini penulis berusaha menyajikan data deskritif berupa hasil wawancara dengan pihak sekolah yaitu kepala sekolah, guru PAI, guru dan beberapa peserta didik. serta melihat data tentan nilai karakter religius peserta didik, melainkan juga proses menganalisaan dengan penafsiran kesimpulan.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, kehadiran peneliti mutlak diperlukan karena peneliti merupakan instrumen kunci dari penelitian ini sehingga kehadiran peneliti sangatlah penting dalam seluruh proses
22 Lexy J. Moleong, Metode Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 3.
23Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), h. 11-12
(23)
penelitian. Peneliti bertindak sebagai instrumen utama yaitu bertindak sebagai pengumpul data, penyaji data, penganalisis dan pelapor data. Hal ini sejalan yang dipaparkan oleh Lexy Moeloeng bahwa kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit.Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil
penelitiannya.24
Peran peneliti dalam hal ini adalah pengamat penuh dan statusnya diketahui oleh informan sebagai sumber data karena sebelum penelitian, peneliti sudah mengajukan surat izin kepada kepala sekolah SMP Negeri 26 Surabaya.
3. Lokasi Peneliti
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 26 Surabaya yang terletak di Jalan Raya Banjarsugihan No. 21 Surabaya. Sekolah ini menggunakan sistem sekolah pada umumnya, yang mana sekolah ini menyatukan antara laki-laki dan perempuan.
SMP Negeri 26 ini berada di tepi jalan Raya Banjarsugihan, yang mana jalan ini dilewati oleh semua jalur transportasi sehingga mudah dijangkau oleh peniliti. Dengan memilih letak yang strategis maka pemilihan peneliti di SMP Negeri 26 Surabaya ini masih berada di wilayah Surabaya sehingga mudah di jangkau oleh peneliti.
24
(24)
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subyek dimana data dapat diperoleh. Menurut Lofland dan Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tindakan seperti dokumen dan lain-lain.
Menurut Sugiono melakukan penelitian dilihat dari data yang diperlukan dapat menggunakan dua sumber, yaitu:
a. Data Primer.
Data yang diperoleh dari sumbernya secara langsung, diamati, dan dicatat secara langsung, seperti, observasi, wawancara, dokumentasi dengan pihak yang terkait, khususnya Kepala Sekolah, guru-guru,dan siswa-siswi.
b. Data Sekunder
Yaitu sumber yang secara tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Contohnya dokumentasi organisasi, dokumentasi pribadi dan internet yang digunakan peneliti dalam
penelitiannya.25
5. Prosedur Pengumpulan Data
Setelah menentukan subyek penelitian, maka langkah selanjutnya adalah menentukan metode pengumpulan data. Dalam hal ini ada beberapa
25
(25)
yang harus diperhatikan yaitu tentang apa, dimana, bagaimana, dan
beberapa data yang diperlukan.26
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Observasi.
Metode observasi adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan, baik itu secara langsung/ tidak langsung terhadap gejala-gejala, subyek atau obyek yang diselidiki, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam
situasi khusus yang sengaja diadakan.27
Dalam penelitian ini, metode observasi digunakan untuk mengetahui gambaran umum sekolah, meliputi geografis, sarana dan prasarana sekolah serta pelaksanaan integrasi nilai-nilai agama dalam pembentukan karakter religius siswa di SMP Negeri 26 Surabaya.
b. Wawancara.
Wawancara atau interview adalah cara pengumpulan bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya
26 Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1993), h. 66
27Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode dan Teknik (Bandung : Tarsito, 1992), h. 162
(26)
jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah
serta tujuan yang telah ditentukan.28
Adapun jenis wawancara yang peneliti lakukan adalah wawancara yang dilakukan dengan narasumber menggunakan pedoman wawancara, tetapi tidak mengabaikan pertanyaan yang muncul seketika saat wawancara berlangsung.Wawancara dilakukan kepada kepala sekolah, guru pelajaran PAI serta Siswa-siswi SMP Negeri 26 Surabaya.
c. Dokumentasi.
Metode dokumentasi adalah cara memperoleh informasi data-data yang terdapat dalam dokumen-dokumen, majalah,
buku-buku, catatan harian, dan lain-lain.29 Metode ini merupakan cara
mengumpulkan data dilakukan dengan mengumpulkan tulisan, gambar, catatan atau arsip. Adapun data yang dikumpulkan dengan metode ini yaitu :
1) Sejarah SMP Negeri 26 Surabaya.
2) Visi, dan misi SMP Negeri 26 Surabaya.
3) Struktur organisasi SMP Negeri 26 Surabaya.
4) Keadaan guru dan pegawai SMP Negeri 26 Surabaya.
5) Keadaan murid SMP Negeri 26 Surabaya.
28
Anas Sudjiono, Teknik Evaluasi Pendidikan Suatu Pengantar (Yogyakarta: U.D. Rama, 1986), h. 38
29
(27)
6) Keadaan sarana dan prasarana SMP Negeri 26 Surabaya.
6. Analisis Data.
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain.30 Adapun langkah-langkah peneliti dalam menganalisis
data adalah sebagai berikut :
a. Reduksi Data.
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan dimikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya bila diperlukan.31Dengan demikian, data yang
direduksi akan memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
30
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), h. 248.
31
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 247
(28)
b. Model Data (Data Display)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplay data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data
melalui teks yang bersifat naratif paling sering digunakan oleh
peneliti.32Melalui penyajian data tersebut, maka data
terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan,sehingga akan
mudah dipahami.33 Maka peneliti menggunakan penyajian data
dalam bentuk teks naratif untuk menguraikan kata-kata yang perlu dijelaskan.
c. Penarikan kesimpulan.
Penarikan kesimpulan merupakan kegiatan penggambaran yang utuh dari obyek yang utuh untuk konfigurasi yang utuh dari obyek penelitian. Proses pengambilan kesimpulan ini merupakan pengambilan inti dari penelitian yang kemudian disajikan dalam
bentuk pernyataan atau kalimat. Penulis menggunakan
trianggulasi dengan cara membandingkan informasi yang diperoleh dari beberapa sumber sehingga diperoleh data yang
absah.34
32Ibid, h. 247 33Ibid, h. 341 34
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), h. 330.
(29)
Dalam melakukan analisis data diatas menggunakan pola berfikir yaitu induktif, yaitu metode berpikir yang berangkat dari fakta-fakta/peristiwa-peristiwa khusus tersebut ditarik generalisasi yang
memiliki sifat umum.35
7. Pengecekan Keabsahan Data.
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari
konsep validitas.36 Untuk menciptakan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan
teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah criteria tertentu. Ada 4
kriteria yang digunakan yaitu : derajat kepercayaan (credibility),
keteralihan, (transferability), kebergantungan (dependability), dan
kepastian (confirmability).37
Untuk mengetahui keabsahan data, maka yang digunakan adalah :
1. Perpanjangan keikutsertaan. Sebagaimana sudah dikemukakan,
peneliti penelitian kualitatif adalah instrument itu sendiri. Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan itu tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat tapi memerlukan waktu perpanjangan.
2. Ketekunan pengamatan. Ketekunan pengamatan bermaksud
menemukan cirri-ciri dan unsure-unsur dalam situasi yang sangat
35Sutrisno Hadi, Metodologi Riset2, (Yogyakarta: Andi Offset, 1987), h. 42
36 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Rosda Karya, 2002), h, 173
(30)
revelan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri dari hal-hal tersebut secara rinci.
3. Tringulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Tringulasi merupakan aspek yang pentik karena untuk
kesesuaianantara empiris teori.38
4. Menggunakan bahan refensi yang banyak sangat mempermudah
peneliti dalam pengecekan keabsahan data, karena dari referensi yang ada sebagai pendikung dari observasi penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti. Menurut Eisner (dalam Lexy Moleong) kecukupan referensi sebagai alat untuk menampung dan menyesuaikan dengan kritik untuk keperluan evaluasi.
8. Tahap-tahap penelitian.
Dalam penyelesaian penelitian tentang integrasii nilai-nilai agama untuk pembentukan karakter religius siswa di SMP Negeri 26 Surabaya ini terdapat beberapa tahap sebagai berikut:
a. Tahap Pra Lapangan.
Dalam tahap pra lapangan ini peneliti memulai dengan mengajukan judul kepada dosen wali dan jurusan yang kemudian akan ditentukan dosen yang akan membimbing dalam
38
(31)
penyusunan proposal ini. Sebelum penyusunan proposal ini peneliti lebih dahulu harus mengetahui objek yang akan diteliti yaitu SMP Negeri 26 Surabaya melalui sumber-sumber yang ada maupun melalui observasi. Pada tahap pra lapangan peneliti mengurus surat permohonan izin penelitian di SMP Negeri 26 Surabaya yang telah disediakan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya. Untuk selanjutnya surat permohonan izin penelitian diserahkan ke sekolah yang dilampiri satu berkas proposal penelitian. Selama kegiatan pra lapangan ini peneliti juga mengkaji bahan-bahan pustaka yang relevan dengan kajian penelitian yang akan dilakukan.
b. Tahap Kegiatan Lapangan.
Pada tahap kegiatan lapangan, peneliti perlu
memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada subyek atau informan serta mengadakan observasi di lingkungan sekolah. Kemudian peneliti mulai mengumpulkan data, mengadakan wawancara dengan informan, mencatat keterangan-keterangan dari dokumen-dokumen, mencatat hal-hal yang sedang diamati pada saat berlangsungnya proses integrasi nilai-nilai agama dalam pembentukan karakter religius siswa di SMP Negeri 26 Surabaya.
(32)
c. Tahap Penyelesaian.
Setelah kegiatan penelitian lapangan selesai, penulis mulai menyusun langkah-langkah berikutnya yaitu menyusun kerangka laporan hasil penelitian dengan mentabulasikan dan menganalisis data yang telah diperoleh, yang kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dengan harapan apabila ada hal-hal yang perlu
adanya perbaikan (revisi), maka akan segera dilakukan sehingga
memperoleh hasil yang optimal.
G. Penelitian Terdahulu.
1. Dengan judul “Proses Internalisasi Islam Dalam Membentuk Kepribadian Siswa (Studi Kasus Proses Pembelajaran Di Smp
Roudhatul Aqo’idi Bangil)”.Iman Zamroni, 2007.Metode dalam penelitian tersebut dengan sumber data (data primer) dan (data sekunder), prosedurnya yaitu observasi, wawancara, dokumentasi, dan analisis data. Hasil dari data yang di peroleh dari penelitian bahwa proses internalisasi nilai-nilai Islam di sekolah SMP Rhoudhatul Aqo’idi bangil dilakukan dengan dua cara akan tetapi pada skripsi ini peneliti menekankan pada pelajaran umum seperti Bahasa Indonesia, Biologi, Fisika, Matematika, Kimia, dan lain sebagainya serta non formal yaitu member tauladan yang baik, menciptakan lingkungan yang baik dan kegiatan yang bersifat alamiyah.
(33)
2. Dengan judul “Internalisasi Nilai-Nilai Islam Dalam Pembentukan
Akhlak Siswa Di Madrasah Aliyah Negeri Malang 1”. Heni
Puspitasari, 2009. Metode dalam penelitian tersebut dengan sumber data (data primer) dan (data sekunder), prosedurnya yaitu observasi, wawancara, dokumentasi, dan analisis data. Hasil dari data yang di peroleh dari penelitian bahwa proses internalisasi nilai-nilai Islam di sekolah MAN 1 Malang dilakukan melakui penyampaian mata pelajaran yang di kelas maupun di luar kelas dengan cara mengkaitkan antara materi-materi yang disampaikan dengan nilai-nilai agama serta adanya interaksi antara guru PAI dan guru Umum dalam menyampaikan kegiatan belajar mengajar.
3. Dengan judul “Penanaman Nilai_Nilai Agama Pada Siswa Bustanul
Athfal Restu Malang”. Nurul Fitriyah, 2005. Metode dalam penelitian
tersebut dengan sumber data (data primer) dan (data sekunder), prosedurnya yaitu observasi, wawancara, dokumentasi, dan analisis data. Hasil dari data yang di peroleh dari penelitian ini menjelaskan tentang penggunaan metode serta apliasi untuk menamkan nilai-nilai agama kepada peserta didik dengan penyertaan guru dalam memberikan pemahaman dan pengertian pada aktiftas siswa di sekolah.
Dari hasil tinjauan pustaka peneliti menyimpulkan bahwa kebanyakan dari peneliti terdahulu adalah tentang internalisasi Islam yang
(34)
menitik beratkan pada proses formal melalui mata pelajaran Islam maupun pelajaran umum yang terangkum dalam kurikulim atau peraturan organisasi.
Bedanya dengan penelitian terdahulu, berfokus dalam karakter religius bertujuan untuk mengetahui proses dan apa saja yang bersangkutan dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai agama untuk meningkatkan karakter religius siswa SMP Negeri 26 Surabaya, sehingga dapat menjadikan siswa menjadi lebih baik dari segi etika, moral, dan kepribadian dalam kehidupan bermasyarakat nantinya.
H. Sistematika Pembahasan
Peneliti menyusun sistematika pembahasan penelitian menjadi 6 Bab. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut :
Bab Satu Pendahuluan, pada bab ini membahas tentang rancangan penelitian secara umum. Terdiri dari sub-sub bab tentang Pendahuluan, meliputi latar belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat penelitian, Definisi Oprasional, Metode Penelitian, pada bab ini berisi tentang pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian tersebut, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, metode analisis data dan pengecekkan keabsahan data, Penelitian Terdahulu dan Sistematika Pembahasan.
(35)
Bab Dua Kajian Teori, pada bab ini membahas tentang kajian pustaka yang berkaitan tentang dengan pengertian internalisasi, nilai-nilai agama, karakter religius dan siswa / peserta didik.
Bab Tiga Deskripsi SMP Negeri 26 Surabaya, dalam bab ini berisi data sejarah berdirinya, visi dan misi sekolah, data sekolah, organisasi SMP Negeri 26 Surabaya, tenaga guru dan siswa, sarana dan prasarana,
Bab Empat Paparan Data Penelitian, dalam bab ini berisi data-data serta pembahasan data hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Bab Lima Pembahasan Hasil Penelitian, pada bab ini berisi data-data serta pembahasan data hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Bab Enam Penutup, pada bab ini akan membahas tentang penutup yang mencangkup kesimpulan akhir penelitian dan saran-saran bagi pihak-pihak terkait dengan penelitian.
(36)
27 A. Internalisasi Nilai-Nilai Agama
1. Pengertian Internalisasi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia Internalisasi diartikan sebagai penghayatan, penugasan, penguasaan secara mendalam yang berlangsung melalui pembinaan, bimbingan, penyuluhan, penataran, dan
sebagainya.39 Pol mendalam berlansung lewat penyuluhan, penataran,
dan sebagainya merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan prilaku.
Internalisasi adalah penghayatan, pendalaman, penguasaan secara mendalam melalui binaan, bimbingan dan sebagainya. Dengan demikan Internalisasi merupakan suatu proses penanaman sikap ke dalam diri pribadi seseorang melalui pembinaan, bimbingan dan sebagainya agar ego menguasai secara mendalam suatu nilai serta menghayati sehingga dapat tercermin dalam sikap dan tingkah laku sesuai dengan standart
yang diharapkan.40
Jadi internalisasi merupakan proses yang mendalam untuk menghayati nilai-nilai agama yang dipadukan dengan nilai-nila
39
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departement Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h.336
40
(37)
pendidikan secara utuh yang sasarannya menyatu dalam kepribadian peserta didik, sehingga menjadi satu karakter atau watak peserta didik.
Dalam pengertian psikologis, internalisasi mempunyai arti penyatuan sikap atau penggabungan, standart tingkah laku, pendapat, dalam kepribadian. Freud menyakini bahwa super ego atau aspek moral
kepribadian berasal dari internalisasi sikap-sikap orang tua41
Dalam proses internalisasi yang dikaitkan dengan pembinaan peserta didik ada 3 tahapan yang terjadi yaitu :
a. Tahap tranformasi nilai : Tahap ini merupakan suatu proses
yang dilakukan oleh pendidik dalam menginformasikan nilai-nilai yang baik dan kuran baik. Pada tahap ini hanya terjadi komuniasi verbal antara guru dan siswa.
b. Tahap Transaksi nilai : suatu tahap pendidikan nilai dengan
jalan melakukan komunikasi dua arah atau interaksi antara siswa dengan pendidik yang bersifat timbale balik.
c. Tahap transinternalisasi tahap ini jauh lebih mendalam dari
tahap transaksi. Pada tahap ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tapi juga sikap mental dan kepribadian. Jadi
41
James Caplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), h. 256
(38)
pada tahap ini komunikasi kepribadian yang berperan secara aktif.42
Dari pengertian internalisasi yang dikaitkan dengan perkembangan manusia, bahwa proses internalisasi harus sesuai dengan tugas-tugas perkembangan. Internalisasi merupkan sentral perubahan kepribadian yang merupakan dimensi kritis terhadap perubahan diri manusia yang didalamnya memiliki makna kepribadian terhadap respon yang terjadi dalam proses pembentukan watak manusia.
2. Pengertian Nilai-nilai Agama
Istilah nilai adalah sesuatu yang abstrak yang tidak bisa dilihat, diraba, maupun dirasakan dan tak terbatas ruang lingkupnya. Nilai sangat erat kaitannya dengan pengertian-pengertian dan aktifitas manusia yang kompleks, sehingga sulit ditentukan batasannya, karena keabstrakannya itu maka timbul bermacam-macam pengertian, di antaranya sebagai berikut :
a. Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang
diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus pada pola pemikiran, perasaan, keterkaitan maupun
perilaku.43
42
Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya: Citra Media, 1996), h.153 43
(39)
b. Nilai adalah suatu pola normatif, yang menentukan tingkah laku yang diinginkan bagi suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan fungsi-fungsi
bagian-bagiannya.44
c. Nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan
pilihan.45
d. Nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat
didefinisikan, tetapi hanya dapat dialami dan dipahami secara
langsung.46
e. Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, bukan
benda kongkrit, bukan fakta, bukan hanya persoalan benar salah yang menurut pembuktian empirik, melainkan soal
penghayatan yang dikehendaki, disenangi dan tidak
disenangi.47
Beberapa pengertian tentang nilai di atas dapat difahami bahwa nilai itu adalah sesuatu yang abstrak, ideal, dan menyangkut persoalan keyakinan terhadap yang dikehendaki, dan memberikan corak pada pola pikiran, perasaan, dan perilaku. Dengan demikian untuk melacak sebuah
44
H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h.141 45
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), h.11 46
Thoba Chatib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1996), h. 61
47
(40)
nilai harus melalui pemaknaan terhadap kenyataan lain berupa tindakan, tingkah laku, pola pikir dan sikap seseorang atau sekelompok orang.
Nilai merupakan gagasan umum orang-orang, yang berbicara seputar apa yang baik atau buruk, yang diharapkan atau yang tidak diharapkan, nilai mewarnai pemikiran seseorang yang telah menjadi satu dan tidak dapat di lepaskan.
Dengan demikian nilai dapat dirumuskan sebagai sifat yang terdapat pada sesuatu yang menempatkan pada posisi yang berharga dan terhormat yakni bahwa sifat ini manjadikan sesuatu itu dicari dan dicintai, baik dicintai oleh satu orang maupun sekelompok orang, contoh hal itu adalah nasab bagi orang-orang terhormat mempunyai nilai yang tinggi, ilmu bagi ulama’ mempunyai nilai yang tinggi dan keberanian bagi pemerintah mempunyai nilai yang dicintai dan sebagainya.
Pengertian agama menurut Tholhah Hasan adalah mendasari
orientasi pada dosa dan pahala, halal dan haramnya.48
Dan pengertian agama Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya bersumber kepada wahyu dari Allah yang disampaikan kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Untuk kesejakteraan umat
manusia didunia maupun diakhirat.49
48
M. Thohah Hasan, Produk Islamdalam Menghadapi Tantangan Zaman, (Jakarta : Bangun Prakarya, 1986), h.57
49
Abdurrahman Shaleh, Pendidikan Agama Islamdi SD (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 115
(41)
Jadi pengertian nilai Agama Islam dalam pembahasan diskripsi ini adalah suatu upaya mengembangkan pengetahuan dan potensi yang ada mengenai masalah dasar yaitu berupa ajaran yang bersumber kepada wahyu Allah yang meliputi keyakinan, pikiran, akhlak dan amal dengan orientasi pahala dan dosa, sehingga ajaran-ajaran Islam tersebut dapat
merasuk kedalam diri manusia sebagai pedoman dalam hidupnya.50
Macam-macam nilai-nilai agama menurut Nurchois Madjid, ada beberapa nilai-nilai agama yang harus ditanamkan pada anak dan kegiatan pendidikan yang mana ini merupakan inti dari pendidikan
agama. Diantara nilai-nilai dasar yaitu :51 Iman, Islam, Ihsan, Taqwa,
Ikhlas, Tawakkal, Syukur, Sabar.
3. Proses Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam.
Ada beberapa proses untuk menginternalisasikan nilai-nilai
keagamaan pada siswa yaitu :52
a. Pendekatan indoktrinasi, yaitu suatu pendekatan yang digunakan
oleh guru / pendidik dengan maksud untuk mendoktrinkan atau menanamkan materi pembelajaran dengan unsur memaksa untuk
dikuasai oleh siswa tersebut. Hal–hal yang bisa dilakukan oleh
guru dalam pendekatan ini terbagi menjadi 3 yaitu :
50
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h.414
51
Nurcholis madjid, Masyarakat religious Membumikan Nilai-Nilai Islam Dalam Kehidupan Masyarakat, (Jakarta,2000), h. 98-100
52
(42)
1) Melakukan brainwashing, yaitu guru memulai pendidikan nilai dengan jalan menanamkan tata nilai yang sudah mapan dalam pribadi siswa untuk dikacaukan.
2) Penanaman fanatisme, yakni guru menanamkan ide-ide baru
atau nilai-nilai yang benar sesuai dengan nilai-nilai islam.
3) Penanaman doktrin, yakni guru mengenalkan satu nilai
kebenaran yang harus diterima siswa tanpa harus
mempertanyakan itu.
b. Pendekatan moral reasoning, yaiyu suatu pendekatan yang
digunakan guru untuk menyajikan materi yang berhubungan
dengan moral melalui alasan–alasan logis untuk menentukan
pilihan yang tepat. Hal–hal yang bisa dilakukan oleh guru dalam
pendekatan ini adalah :
1) Penyajian dilema moral yaitu : siswa dihadapkan pada isu-isu
moral yang bersifat kontradiktif
2) Pembagian kelompok diskusi yaitu : siswa dibagi kedalam
beberapa kelompok kecil untuk mendiskusikan
3) Diskusi kelas, hasil diskusi kelompok kecil dibawa kedalam
diskusi kelas untuk memperoleh dasar pemikiran siswa untuk mengambil pertimbanagan dan keputusan moral.
(43)
4) Seleksi nilai terpilih yaitu : setiap siswa dapat melakukan seleksi sesuai tingkat perkembangan moral yang dijadikan dasar pengambilan keputusan moral serta dapat melakukan seleksi nilai yang terpilih sesuai alternatif yang diajukan.
c. Pendekatan forecasting concequence : yaitu pendekatan yang
digunakan yang digunakan guru dengan maksud mengajak siswa
untuk menemukan kemungkinan akibat–akibat yang ditimbulkan
dari suatu perbuatan. Hal hal yang bisa dilakukan guru dalam hal ini adalah
1) Penyajian kasus-kasus moral-nilai, siswa diberi kasus moral
nilai yang terjadi di masyarakat.
2) Pengajuan pertanyaan, siswa dituntun untuk menemukan nilai
dengan pertanyaan-pertanyaan penuntun mulai dari
pertanyaan tingkat sederhana sampai pada pertanyaan tingkat tinggi.
3) Perbandingan nilai yang terjadi dengan yang seharusnya
4) Meramalkan konsekuensi, siswa disuruh meramalkan akibat
yang terjadi dari pemilihan dan penerapan suatu nilai.
d. Pendekatan klasifikasi nilai, yaitu suatu pendekatan yang
digunakan guru untuk mengajak siswa menemukan suatu
tindakan yang mengandung unsur–unsur nilai (baik positif
(44)
seharusnya dilakukan. Hal-hal yang bisa dilakukan guru. Dalam pendekatan ini adalah
1) Membantu siswa untuk menemukan dan
mengkategori-sasikan macam- macam nilai
2) Proses menentukan tujuan, mengungkapkan perasaan,
menggali dan memperjelas nilai
3) Merencanakan tindakan
4) Melaksanakan tindakan sesuai keputusan nilai yang diambil
dengan model-model yang dapat dikembangkan melalui moralizing, penanaman moral langsung dengan pengawasan yang ketat, laisez faire, anak diberikebebasan cara mengamalkan pilihan nilainya tanpa pengawasan, modelling melakukan penanaman nilai dengan memberikan contoh-contoh agar ditiru.
e. Pendekatan ibrah dan amtsal, yaitu suatu pendekatan yang
digunakan oleh guru dalam menyajikan materi dengan maksud siswa dapat menemukan kisah-kisah dan perumpamaan-perumpamaan dalam suatu peristiwa, baik yang sudah terjadi maupun yang belum terjadi. Hal hal yang bisa dilakukan guru antara lain,
(45)
1) Mengajak siswa untuk menemukan melalui membaca teks atau melihat tayangan media tentang suatu kisah dan perumpamaan.
2) Meminta siswa untuk menceritakannya dari kisah suatu
peristiwa, dan menemukan perumpamaan-perumpamaan orang-orang yang ada dalam kisah peristiwa tersebut.
3) Menyajikan beberapa kisah suatu peristiwa untuk
didiskusikan dan menemukan perumpamaannya sebagai akaibat dari kisah tersebut.
B. Pendidikan Karakter Religius.
1. Pengertian Pendidikan Karakter.
Secara etimologi, istilah karakter berasa dari bahasa Latin
“character”, yang artinya bias berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan,
budi pekerti, kepribadian dan akhlak. Istilah karakter juga diambil dari
bahasa Latin kharakter, kharesian dan xharaz yang berarti tool for
marking,to engrave dan pointed stake.53
Dalam bahasa inggris, karakter diterjemahkan menjadi character
yang berasal dari bahasa yunani yaitu “charassein” yang berarti to
53
Wyne dalam musfah, Pendidikan Karakter :Sebuah Tawaran Model Pendidikan Hoistik-integralistik (Jakarta: Prenada Media, 2011), h.127.
(46)
engrave.54 Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis,
memahatkan, atau menggores.
Karakter merupakan nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan
dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.55 Sedangkan
orang yang berkarakter adalah orang yang dapat merespon segala situasi secara bermoral dan dimanifestasikan dalam bentuk tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.56
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter yang baik kepada semua yang terlibat dan sebagai warga sekolah sehingga mempunyai pengetahuan, kesadaran, dan tindakan
dalam melaksanakan nilai-nilai tersebut.57
54
Asmaun Sahlan & Angga Teguh Prasetyo, Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2012),h.25
55
Muchlas Samani Dan Hariyanto, M.S. Konsep Dan Model Pendidikan Karakter. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011), h.43.
56
Akhmad Sudrajat, Apa itu Pendidikan karakter (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/09/15/konsep-pendidikan-karakter/ diaskses 17 november 2014)
57
Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h.36.
(47)
Sedangkan pendidikan karakter di sekolah sebagai Pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang berdasarkan suatu nilai yang dirujuk oleh sekolah. Dan tujuan pendidikan karakter di sekolah adalah :
a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang
dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian atau kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.
b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian
dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.
c. Membangun koneksi yang harmonis dengan keluarga dan
masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan
karakter secara bersama.58
Menurut Suyanto, dalam nilai-nilai luhur universal terdapat Sembilan karakter untuk menjadi tujuan pendidikan karakter. 9 karakter itu yaitu :
a. Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya.
b. Kemandirian dan tanggung jawab.
c. Kejujuran/amanah.
d. Hormat dan santun.
58
Dharma Kesuma, dkk.,Pendidikan Karakter Kajian Teori Dan Praktek di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h.5.
(48)
e. Dermawan, suka menolong, dan kerja sama.
f. Percaya diri dan pekerja keras.
g. Kepemimpinan dan keadilan.
h. Baik dan rendah hati.
i. Toleransi, kedamaian, dan kesatuan.59
Adapun pendekatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter, yaitu
pendekatan penanaman nilai (Inculcation Approach). Pendekatan
penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang
memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa.60
Dalam pendekatan ini, metode yang digunakan dalam proses pembelajaran antara lain keteladanan, penguatan positif dan negatif, stimulasi, permainan peranan, dan lain-lain.
Dalam pendidikan karakter disekolah adalah pelaku dalam memebina seorang peserta didik yaitu pendidik atau guru, sebagus apapun konsep sebuah pendidikan karakter, apabila seorang guru dalam mendidik dan mengajar anak didiknya masih belum bisa dijadikan teladan dalam berprilaku maka guru itu tidak bisa dijadikan panutan dalam membina dan mendidik anak didiknya. Oleh karena itu seorang guru harus menjadi suri taudalan bagi peserta didiknya, dan ini akan
59
Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2011), h.36
60
Muchlas Samani Dan Hariyanto, Konsep Dan Model Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset), h.107.
(49)
mempermudah membangun karakter seorang peserta didik bila guru bisa menjadi panutan dan contoh bagi siswanya serta memudahkan dalam meningkatkan suatu lembaga pendidikan.
Dari uraian di atas dikatakan bahwasanya semua pendidikan karakter menyangkup sikap, moral, prilaku, perbuatan yang dilakukan keseharian yang menjadikannya memiliki watak yang tidak menyimpang dari pembelajaran yang telah didapatkan oleh peserta didik dan menjadi pedoman hidup siswa tersebut.
2. Karakter Religius
Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing
religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau
kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia.
Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi
yang melekat pada diri seseorang. Religius sebagai salah satu nilai karakter dideskripsikan oleh Suparlan sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral, dalam hal ini siswa
(50)
diharapkan mampu memiliki dan berprilaku dengan ukuran baik dan
buruk yang di dasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama.61
Dalam pendidikan karakter, akhlak yang menjadi orientasi pertama dalam pembembentukan karakter siswa tersebut. Pada hakekatnya setiap manusia memiliki prilaku untuk menjadikan prilaku baik ataupun sebaliknya. Manusia memiliki potensi itu sejak lahir untuk memilih, tapi yang menjadikanya adalah pengaruh dari sekitar untuk memiliki karakter
positif atau tidak.62
Sehingga, ketika pembelajaran pendidikan karakter diberikan melalui aspek-aspek keagamaan atau berbasis pada religi, maka akan membentuk suatu kombinasi yang baik tanpa ada nilai-nilai yang saling berlawanan atau bertolak belakang. Hal ini dikarenakan agama merupakan salah satu sumber nilai dalam membangun pembelajaran
pendidikan karakter.63
3. Tujuan Pendidikan Karakter Religius.
Dengan adanya gagasan pendidikan karakter religius, bertujuan dalam pembinaan proses pembelajaran mempunyai tujuan untuk memgembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan
61
Elearning Pendidikan. 2011. Membangun Karakter Religius Pada Siswa Sekolah Dasar. dalam, (http://www.elearningpendidikan.com), diakses 22 Oktober 2015.
62
Dr. Zubaedi, M.Ag., M.Pd.I, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta : Prenada Media Grup, 2011), h.66
63
Kemendiknas, Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa. (Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2010), h.67
(51)
berprilaku baik.64 Dan ini dapat membentuk setiap pribadi menjadi insane yang mempunyai nilai-nilai yang utama. Insan yang mempunyai nilai-nilai utama ini dinilai dari prilakunya dalam kehidupan sehari-hari.65
Tujuan dari pendidikan nilai karakter berbasis religius / agama pada dasarnya sama dengan tujuan diadakannya pendidikan karakter, hanya saja terdapat tujuan dari perspektif agama itu sendiri mengenai pendidikan karakter. Tujuan pendidikan karakter tersebut diantaranya adalah membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, toleransi, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Selain itu terdapat tujuan lain yakni :
a. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik
sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang
terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;
64
Heri Gunawan, S.Pd.I, M.Ag, Pendidikan Karakter Konsepdan Implementasi, (Bandung: Alfabeta 2012), h.30
65
Agus Zaenul Fitri, Reinventting Human Character: Pendidikan karakter Berbasis Nilai & Etika di Sekolah, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h.22
(52)
c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia
yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan
penuh kekuatan (dignity).
Dari uraian diatas dapat di simpulkan pendidikan karakter ini tidak hanya mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi pendidikan karakter ini menanamkan kebiasaan tentang yang baik dalam membentuk dan membangun pola piker, sikap, dan prilaku serta pribaik yang positif, sehingga peserta didik paham, mampu merasakan dan mau melakukan yang baik. Dan ini menjadikan kepribadian yang penting dalam mendidik seseorang untuk menjadi baik.
4. Dasar Pembentukan Berbasis Karakter Religius.
Memberikan pesan-pesan spiritualitan dalam pendidikan karakter yang mana tidak dapat dipisahkan diantara keduanya yang mana saling
(53)
berkaitan antara moral, nilai-nilai spiritual yang membangun sikap
peserta didik dalam mengikat kehidupannya di masyarakat tersebut.66
Manusia pada dasarnya memiliki dua potensi, yakni baik dan buruk
didalam al-Qur’an Al-Syams dijelaskan dengan istilah Fujur
(celaka/Fasik) dan taqwa. Manusia memilikki dua kemungkinan jalan,
yaitu,menjadi makhluk yang beriman atau ingkar terhadap tuhannya. Keberuntungan berpihak pada orang yang senantiasa menyucikan dirinya dan kerugian berpihak pada orang-orang yang mengotori dirinya, sebagaimana firman Allah :
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya. (QS Al-Syams :8)67
Berdasarkan ayat diatas, setiap manusia memiliki potensi untuk menjadi hamba yang baik (positif) atau buruk (negatif), menjalankan perintah Tuhan atau melanggar larangannya, menjadi orang yang beriman atau kafir, mukmin atau musyrik.Manusia adalah makhluk tuhan yang sempurna. Akan tetapi, ia bisa menjadi hamba yang paling hina dan
bahkan hina dari pada binatang, sebagaimana keterangan al-qur’an
sebagai berikut:
66
Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir, M.A. Pedidikan Karakter Prefpektif Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.58
67
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV Penerbit Diponegoro, 2007), h. 595
(54)
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.. kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yangserendah-rendahnya (neraka). (QS At-Tiin 4-5)68
Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah
orang-orang yang lalai. (QS Al-A’raf 179)69
Dengan dua potensi diatas, manusia dapat menentukan dirinnya untuk menjadi baik atau buruk. Sifat baik manusia digerakkan oleh hati
yang baik pula (qalbun salim), jiwa yang tenang (Nafsul mutmainnah),
akal sehat (Aqlus salim) dan pribadi yang sehat (jismus salim).Potensi
yang menjadi buruk digerakkan oleh hati yang sakit (qolbun maridh) nafsu
68
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV Penerbit Diponegoro, 2007), h. 597
69
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV Penerbit Diponegoro, 2007), h. 174
(55)
pemarah (amarah), lacur (lawwamah), rakus (suba’iyah) hewani
(bahimah) dan pikiran yang kotor (aqlus su’i).
Setiap manusia yang dapat menghancurkan diri sendiri antara lain
dusta (bohong, menipu) munafik, sombong, congkak, (takabbur), riya’,
sum’ah, materialistic (duniawi), egois dan sifat syaithoniyah yang lain yang memberikan energi negatif kepada setiap individu sehingga melahirkan manusia-manusia yang bekarakter buruk. Sebaliknya, sikap
jujur, rendah hati, qona’ah dan sifat positif lainnya dapat melahirkan
manusia-manusia yang berkarakter baik.
Dalam teori lama yang dikemukakkan oleh dunia barat disebutkan bahwa perkembangan seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan
(nativisme). Sebagai lawannya, berkembang pula teori yang berpendapat
bahwa seseorang hanya ditentukan oleh pengaruh lingkungan (empirisme).
Sebagai sintesisnya, kemudian dikembangkan teori ketiga yang berpendapat bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan
dan lingkungan (konvergensi).
Pengaruh itu terjadi baik pada aspek jasmani, akal, maupun rohani. Aspek jasmani banyak dipengaruhi oleh alam fisik (selain pembawaan); aspek akal banyak dipengaruhi oleh lingkungan budaya (selain pembawaan); aspek rohani banyak dipengaruhi oleh kedua lingkungan itu.Pengaruh itu menurut Al-Syaibani, dimulai sejak bayi berupa embrio dan barulah berakhir setelah orang tersebut mati. Tingkat dan
(56)
kadarpengaruh tersebut berbeda antara seorang dengan orang lain, sesuai dengan segi-segi pertumbuhan masing-masing. Kadar pengaruh tersebut juga berbeda, sesuai perbedaan umur dan perbedaan fase perkembangan. Factor pembawaan lebih dominan pengaruhnya saat orang masih bayi. Lingkungan (alam dan budaya) lebih dominan pengaruhnya saat orang mulai tumbuh dewasa.
Manusia mempunyai banyak kecenderungan yang disebabkan oleh banyaknya potensiyang dibawanya. Dalam garis besarnya, kecenderungan itu dapat dibagi menjadi dua, yaitu kecenderungan menjadi orang baik dan kecenderungan menjadi orang jahat. Oleh sebab itu pendidikan karakter harus dapat memberikan nilai-nilai positif agar menjadikan seseorang
dapat membentuk pribadi-pribadi yang unggul dan berakhlak mulia.70
5. Aspek – Aspek Religius.
Kementrian Lingkungan Hidup menjelaskan 5 (lima) aspek religius
dalam Islam, yaitu:71
a. Aspek iman, menyangkut keyakinan dan hubungan manusia
dengan Tuhan, malaikat, para nabi dan sebagainya.
70
Agus Zainul Fitri Reinventting Human Character: Pendidikan karakter Berbasis Nilai & Etika di Sekolah, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h.34-37
71
Kementrian Pendidikan Nasional.. Pendidikan Karakter, (http://www.perpustakaan.kemdiknas.go.id), (2010) diakses 05 Oktober 2015.
(57)
b. Aspek Islam, menyangkut frekuensi, intensitas pelaksanaan ibadah yang telah ditetapkan, misalnya sholat, puasa dan zakat.
c. Aspek ihsan, menyangkut pengalaman dan perasaan tentang
kehadiran Tuhan, takut melanggar larangan dan lain-lain.
d. Aspek ilmu, yang menyangkut pengetahuan seseorang tentang
ajaran-ajaran agama.
e. Aspek amal, menyangkut tingkah laku dalam kehidupan
bermasyarakat, misalnya menolong orang lain, membela orang lemah, bekerja dan sebagainya.
Menurut perspektif Thontowi religius memiliki 5 (lima) dimensi
utama. Kelima dimensi tersebut adalah sebagai berikut72
a. Dimensi Ideologi atau keyakinan, yaitu dimensi dari
keberagamaan yang berkaitan dengan apa yang harus dipercayai, misalnya kepercayaan adanya Tuhan, malaikat, surga, dsb. Kepercayaan atau doktrin agama adalah dimensi yang paling mendasar.
b. Dimensi Peribadatan, yaitu dimensi keberagaman yang berkaitan
dengan sejumlah perilaku, dimana perilaku tersebut sudah ditetapakan oleh agama, seperti tata cara ibadah, pembaptisan,
72
Thontowi, A.. Hakekat Religiusitas, (Online), (http://www.sumsel.kemenag.go.id), 2012, diakses 06 Oktober 2015.
(58)
pengakuan dosa, berpuasa, shalat atau menjalankan ritual-ritual khusus pada hari-hari suci.
c. Dimensi Penghayatan, yaitu dimensi yang berkaitan dengan
perasaan keagamaan yang dialami oleh penganut agama atau seberapa jauh seseorang dapat menghayati pengalaman dalam ritual agama yang dilakukannya, misalnya kekhusyukan ketika melakukan sholat.
d. Dimensi Pengetahuan, yaitu berkaitan dengan pemahaman dan
pengetahuan seseorang terhadap ajaran-ajaran agama yang dianutnya.
e. Dimensi Pengamalan, yaitu berkaitan dengan akibat dari
ajaran-ajaran agama yang dianutnya yang diaplikasikan melalui sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Bedasarkan uraian di atas mengemukakan bahwasanya aspek religius dalam karakter itu, segala perbuatan yang dlakukan untuk menambah ketaqwaan kita terhadap kebesaran Allah, yang mana telah memberikan kita keimanan dan menjadikan kita manusia yang sempurna di antara mahkluk yang lain.
C. PengertianPeserta didik.
Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran ilmu. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau
(59)
individu yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan
atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran.73
Sebagai individu yang tengah mengalami fase perkembangan, tentu peserta didik tersebut masih banyak memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan untuk menuju kesempurnaan. Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang peserta didik berada pada usia balita seorang selalu banyak mendapat bantuan dari orang tua ataupun saudara yang lebih tua. Dengan demikina
dapat di simpulkan bahwa peserta didik merupakan barang mentah (raw
material) yang harus diolah dan bentuk sehingga menjadi suatu produk
pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut secara singkat dapat dikatakan bahwa setiap peserta didik memiliki eksistensi atau kehadiran dalam sebuah lingkungan, seperti halnya sekolah, keluarga, pesantren bahkan dalam lingkungan masyarakat. Dalam proses ini peserta didik akan banyak sekali menerima bantuan yang mungkin tidak disadarinya, sebagai contoh seorang peserta didik mendapatkan buku pelajaran tertentu yang ia beli dari sebuah toko buku. Dapat anda bayangkan betapa banyak hal yang telah dilakukan orang
73
Drs. Abu Ahmadi dan Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Cetakan ke II, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006), h.40
(60)
lain dalam proses pembuatan dan pendistribusian buku tersebut, mulai dari
pengetikan, penyetakan, hingga penjualan.74
Dengan diakuinya keberadaan seorang peserta didik dalam konteks kehadiran dan keindividuannya, maka tugas dari seorang pendidik adalah memberikan bantuan, arahan dan bimbingan kepada peserta didik menuju kesempurnaan atau kedewasaannya sesuai dengan kedewasaannya. Dalam konteks ini seorang pendidik harus mengetahuai ciri-ciri dari peserta didik tersebut.75
Peserta didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seorang atau sekelompok yang menjalankan kegiatan pendidikan. Peserta didik adalah unsur manusiawi yang penting dalam pendidikan kegiatan edukatif. Ia memiliki kedudukan yang menempati posisi yang menentukan sebuah
interaksi dalam pembelajaran.76
Dalam perspektif Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 4, “peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.” Berdasarkan beberapa definisi tentang peserta didik yang disebutkan di atas dapat
74
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2006), h.77 75
Abd. Mujid dalam Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta : Kalam Mulia, 2004), h. 98 76
Drs. Syaiful Bahri Djamarah, M.Ag., Guru Dan Peserta Didik Dalam Interaksi Idukatif, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005), h. 55
(61)
disimpulkan bahwa peserta didik individu yang memiliki sejumlah
karakteristik, diantaranya:77
a. Peserta didik adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis
yang khas, sehingga ia merupakan insan yang unik.
b. Peserta didik adalah individu yang sedang berkembang. Artinya
peserta didik tengah mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya secara wajar, baik yang ditujukan kepada diri sendiri maupun yang diarahkan pada penyesuaian dengan lingkungannya.
c. Peserta didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan
individual dan perlakuan manusiawi.
d. Peserta didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk
mandiri.
77
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Rosdakarya, 2009), h. 39-40
(62)
53 A. Sejarah Berdiri SMP Neheri 26 Surabaya.
SMP Negeri (SMPN) 26 Surabaya, merupakan Sekolah Menengah Pertama Negeri yang ada di profinsi Jawa Timur, Indonesia. Sama dengan SMP pada umumnya di indonesia masa pendidikan sekolah di SMPN 26 surabya ditempuh dalam waktu 3 tahun pelajaran, mulai Kelas VII sampai Kelas IX.
Sejarah SMP Negeri 26 di lembagakan sejak Th. 1983 sebagi Filial SMPN
14 surabaya yang menempati gedung SDN Manukan Kulon IV, guru – guru
menegelola dari SMPN 14 Surabaya dan dipimpin oleh Bapak Lubis Mulyoto, BA (Kepala SMPN 14 Surabaya merangkap Kepala Sekolah SMPN 26 Surabaya). Pada awal tahun pelajaran 1984/1985 Kegiatan Belajar Mengajar SMPN 26 di pindahkan ke SMAN 11 Surabaya bersamaan itu pula SMPN 26 dipimpin oleh Bapak M. Utomo, BA. Kemudian pada tanggal 24 februari 1986, SMPN 26 Surbaya mulai menempati gedung sendiri (lokasi Jl. Raya Banjar Sungihan No. 21 tandes Surabaya). Pertengahan tahun 1992, Bapak Kepala sekolah Pindah Ke SMPN 14 Surabaya, Sedangkan Kepemimpinan SMPN 26 Surabya digantikan oleh Ibu Suparni, Kemudian pada tahun 1996 digantikan oleh Bpk. Drs. M. Ridwan hingga masa jabatan berakhir (pensiun) pada tahun 2002 dan dilanjutkan oleh Bpk. Drs. Bambang Yuwono sampai tahun 2004 yang kemudian beliau
(1)
100
2) Faktor dari luar
Banyak faktor pendukung yang mempengaruhi internalisasi nilai-nilai agama dari luar diri siswa yaitu : a) Keluarga : Latar belakang keluarga para siswa
b) Guru : keikhlasan pendidik dalam mengajar serta memberikan suri tauladan dan kasih sayang yang dilakukan dalam pelaksanaan tersebut.
c) Fasilitas : Fasilitas yang ada di SMP Negeri 26 Surabaya sangat mencukupi untuk semua kegiatan para siswa. d) Masyarakat : masyarakat merupakan faktor pendukung
proses internalisasi nilai-nilai agama karena masyarakat adalah tempat mereka bersosialisasi.
b. Faktor penghambat 1) Faktor dari dalam
Faktor penghambat dari dalam adalah dari diri siswa di karena perbedaan karakter, serta latar belakang siswa yang berbeda-beda. 2) Faktor dari luar
Banyak faktor penghambat yang mempengaruhi internalisasi nilai-nilai agama dari luar diri siswa yaitu :
a) Keluarga: Keluarga merupaka faktor utama yang mempengaruhi semua psikologis dan tingkah laku siswa.
(2)
101
b) Lingkungan sekolah : Faktor sekolah bisa penghambat dalam proses internalisasi nilai-nilai agama dalam pembentukan karakter siswa.
c) Media Informasi : Media informasi adalah salah satu kebutuhan apabila salah dalam mengaksesnya.
d) Masyarakat : Masyarakat merupakan faktor penghambat dari proses internalisasi nilai-nilai agama karena bila mereka bersosialisasi tanpa bisa memilah-milah mana yang baik. B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas penulis akan memberikan saran yang akan menjadi masukan dan pertimbangan untuk perbaikan SMP Negeri 26 Surabaya dimasa yang akan dating diantaranya :
1. Kepada Sekolah sebagai pemimpin merupakan orang yang mempunyai kekuasaan untuk mengadakan perbaikan dan inovasi disekolahnya. Oleh karena itu hendaknya dalam meningkatkan mutu sekolah dan kemampuan melalui peningkatan profesionalisme guru terbelih dahulu.
2. Sebagai lembaga pendidikan islam dengan predikat Akreditasi A, perlu meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan keagamaan siswa sehingga kedepannya para siswa tidak hanya bisa unggul dalam pelajaran-pelajaran umum saja tapi juga bisa unggul dalam pelajaran-pelarajan agamanya.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Mujid. Abd, dalam Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta : Kalam Mulia, 2004.
Majid. Abdul Dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2011.
Majid. Abdul, dkk, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012.
Shaleh. Abdurrahman, Pendidikan Agama Islam di SD, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.
Ahmadi. Abu dan Noor salami, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2004.
Atjeh. Abu Bakar, Mutiara Akhlak 1, Bulan Bintang, Jakarta.1968.
Fitri. Agus Zaenul, Reinventting Human Character: Pendidikan karakter Berbasis Nilai & Etika di Sekolah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012. Azzet. Akhmad Muhaimin, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia,
Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2011.
Sudrajat. Akhmad, Apa itu Pendidikan karakter http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/09/15/konsep-Pendidikan-karakter/ diaskses 15 November 2015.
Sudjiono. Anas, Teknik Evaluasi Pendidikan Suatu Pengantar, Yogyakarta: U.D. Rama, 1986.
Sahlan. Asmaun & Angga Teguh Prasetyo, Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter, Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2012.
Basrowi. Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatid, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
RI. Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: CV penerbit diponegoro, 2007.
(4)
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Bandung: Rosdakarya, 2009.
Kesuma. Dharma, dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori Dan Praktek di Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, Jakarta : Prenada Media Grup, 2011. Ahmadi. Abu dan Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Cetakan ke II,
Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006.
Djamarah. Syaiful Bahri, Guru Dan Peserta Didik Dalam Interaksi Idukatif, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005.
Pendidikan. Elearning, 2011, Membangun Karakter Religius Pada Siswa Sekolah Dasar. dalam, (http://www.elearningpendidikan.com), diakses 22 Oktober 2015.
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1987.
Nawawi. Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers, 2000.
Puspitasari. Heni, Internalisasi Nilai-Nilai Islam Dalam Pembentukan Akhlak Siswa Di Madrasah Aliyah Negeri Malang 1 ,Skripsi, Fakultas, Tarbiyah UIN Malang, 2009.
Gunawan. Heri, Pendidikan Karakter Konsepdan Implementasi, Bandung: Alfabeta, 2012.
Noer aly. Heri, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: LOGOS, 1999.
Rahmat. Jalaluddin, Filsafat Pendidian Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994.
Rahmat. Jalaluddin, Psikologo Agama, Jakarta: PT Grafindo Persada, 1997. Caplin. James, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1993.
(5)
Kemendiknas, Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2010.
Nasional. Kementrian Pendidikan. Pendidikan Karakter, (http://www.perpustakaan.kemdiknas.go.id), (2010) diakses 05 Oktober 2015.
Moleong. Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004.
Nazir. M, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988.
Hasan. M. Thohah, Produk Islam dalam Menghadapi Tantangan Zaman, Jakarta : Bangun Prakarya, 1986.
Samani. Muchlas Dan Hariyanto, Konsep Dan Model Model Pendidikan Karakter, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011.
Samani. Muchlas, dkk, Pendidikan Karakter, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Muhaimin, Pengembangan Kurikulim PAI di Sekolah Madrasa, Perguruan Tinggi, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005.
Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar, Surabaya: Citra Media, 1996.
Syah. Muhibin, PsikologiPendidikan dengan Pendekatan Baru, Cet V Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005.
Madjid. Nurcholis, Masyarakat religious Membumikan Nilai-Nilai Islam Dalam Kehidupan Masyarakat, Jakarta, 2000.
Tafsir. Ahmad, Pedidikan Karakter Prefpektif Islam, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departement Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2006.
Mulyana. Rohmat, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta, 2004.
(6)
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : CV. Alfabeta, 2008. Hadi. Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1993. Chatib. Thoba, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka
Belajar, 1996.
Thontowi. Ahmad, Hakekat Religiusitas,
http://www.sumsel.kemenag.go.id, 2012, diakses 06 Oktober 2015. Surahmad. Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode dan Teknik
Bandung : Tarsito, 1992.
Wyne dalam musfah, Pendidikan Karakter : Sebuah Tawaran Model Pendidikan Hoistik-integralistik Jakarta: Prenada Media, 2011.
Darajat. Zakiyah, Dasar-Dasar Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1992. Dradjat. Zakiyat, Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung 1983, Cetakan