PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA DIDIK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015.

(1)

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA DIDIK

SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh

Lilis Rani Nur’aeni NIM 1004566

DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA DIDIK

SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh Lilis Rani Nur’aeni

Sebuah Skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

© Lilis Rani Nur’aeni 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, Dengan dicetak ulang, diifoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin penulis.


(3)

LILIS RANI NUR’AENI 1004566

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA DIDIK SEKOLAH MENENGAH ATAS SEKECAMATAN SOREANG

MATA PELAJARAN 2014/2015

Disetujui dan Disahkan Oleh : Pembimbing I

Dr. Mamat Supriatna, M.Pd NIP. 19600829 198703 1 002

Pembimbing II

Drs. Yaya Sunarya, M.Pd NIP. 19591130 198703 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Nandang Rusmana, M.Pd. NIP. 19590331 198603 1 002


(4)

i

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membakukan instrumen empati yang diadaptasi dari

intrpersonal reactivity index (IRI) yang dikembangkan oleh Davis. Masalah

utama pada penelitian ini adalah bagaimana instrumen empati peserta didik SMA yang telah baku. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik

random sampling, yang menghasilkan 450 responden yaitu peserta didik kelas X,

XI dan XII dari SMA se-Kecamatan Soreang. Pengujian instrumen empati dilakukan dengan uji validitas item dan uji reliabilitas instrumen. Uji validitas item menghasilkan ada sembilan item yang tidak layak digunakan, sedangkan nilai reliabilitas instrumen empati adalah sebesar 0,760 yang berarti instrumen empati memiliki derajat keterandalan yang tinggi. Penelitian ini menghasilkan instrumen empati peserta didik SMA yang telah baku dan gambaran empati peserta didik SMA se-Kecamatan Soreang. Rekomendasi penelitian ditujukan kepada (1) guru Bimbingan dan Konseling tingkat SMA, (2) peneliti selanjutnya, dan (3) laboratorium PPB FIP UPI.


(5)

i

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu ABSTACK

This study mainly aims to standardize the empathy instrument of high school students based on interpersonal reactivity index (IRI), which was developed by Davis. This study employs quantitative approach using descriptive methods. The research sample(s) are chosen using random sampling technique, which produces 450 respondents from 10th, 11th and 12th graders of high school in the District of Soreang. The empathy instrument tests were conducted using items validity test and instrument reliability test. Items validity test resulted in nine unusable items. In addition, the value of empathy instruments reliability is equal to 0.760 which means empathy instruments have a high degree of reliability. This study generates empathy instruments of high school students that have been standardized and empathetic depiction of high school students in District of Soreang. Research recommendations are addressed to (1) Guidance and Counseling teacher in high school level, (2) further research(s), and (3) laboratory of PPB UPI FIP.


(6)

v

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

UCAPAN TERIMA KASIH... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GRAFIK... ix

DAFTAR GAMBAR... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1Latar Belakang Penelitian... 1

1.2Rumusan Masalah Penelitian... 6

1.3Tujuan Penelitian... 8

1.4Penjelasan Istilah... 8

1.5Manfaat penelitian... 10

1.6Asumsi Penelitian... 10

1.7Alur Penelitian... 11

BAB II KONSEP EMPATI DAN PEMBAKUAN INSTRUMEN... 12

2.1Konsep Dasar Empati... 12

2.1.1 Definisi Empati... 12

2.1.2 Komponen Empati... 15

2.1.3 Proses Empati... 17

2.1.4 Perkembangan Empati... 20

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Empati 23 2.1.6 Strategi Mengembangkan Empati... 28


(7)

vi

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

2.2Instrumen Empati dalam Bimbingan dan Konseling... 30

2.3Pengembangan Instrumen Empati... 32

2.3.1 Perkembangan Instrumen Empati... 32

2.3.2 Interpersonal Reactivity Index (IRI) ... 34

2.4Konsep Pembakuan Instrumen... 35

2.4.1 Pengukuran Psikologis... 35

2.4.2 Pengembangan Instrumen... 36

2.4.3 Pembakuan Instrumen... 38

BAB III METODE PENELITIAN... 45

3.1Desain Penelitian... ... 45

3.2Partisipan... 45

3.3Populasi dan Sampel Penelitian... 46

3.4Definisi Operasional Variabel... 47

3.5Pengembangan Instrumen... 48

3.5.1 Jenis Instrumen... 48

3.5.2 Pengembangan Kisi-kisi Instrumen... 48

3.5.3 Pengujian Instrumen... 49

3.6Prosedur Penelitian... 52

3.7Analisis Data... 53

3.7.1 Verifikasi Data... 53

3.7.2 Penyekoran... 54

3.7.3 Pengolahan Data... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 57

4.1Hasil Penelitian... 57


(8)

vii

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

4.1.2 Hasil Uji Validitas Item... 59

4.1.3 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen... 61

4.1.4 Norma dan Manual Instrumen Empati... 62

4.1.5 Gambaran Empati Peserta Didik SMA ... 64

4.2Pembahasan Hasil Penelitian... 71

4.2.1 Hasil Uji Validitas Item... 71

4.2.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen... 74

4.2.3 Norma dan Manual Instrumen Empati... 76

4.2.4 Gambaran Empati Peserta Didik... 85

4.3Keterbatasan Penelitian... 86

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 87

5.1Kesimpulan... 87

5.2Rekomendasi... 88

DAFTAR PUSTAKA... 91

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 96


(9)

viii

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perkembangan Empati Pada Individu ... 23

Tabel 3.1 Sampel Penelitian ... 47

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Empati (Sebelum uji coba)... 49

Tabel 3.3 Contoh Penentuan Skor Skala Likert Secara Aposteriori ... 54

Tabel 3.4 Konversi Skor T ... 56

Tabel 4.1 Kisi-kisi Instrumen Empati (Sebelum Uji Coba) ... 57

Tabel 4.2 Jumlah Peserta Didik... 58

Tabel 4.3 Hasil Penimbangan Ahli ... 59

Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas (Seluruh Item)... 61

Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas (Item valid) ... 62

Tabel 4.6 Kisi-kisi Instrumen Empati (Setelah Uji Coba) ... 64

Tabel 4.7 Gambaran Umum Empati Peserta Didik... 65

Tabel 4.8 Gambaran Empati Peserta Didik SMA Berdasarkan Dimensi... 66

Tabel 4.9 Gambaran Empati Peserta Did ik SMA Berdasarkan Sub-Skala.. 68

Tabel 4.10 Kategorisasi Empati Peserta Didik... 77

Tabel 4.11 Kisi-kisi Instrumen Empati ... 80

Tabel 4.12 Pendoman Penskoran Instrumen Empati ... 81


(10)

ix

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Penelitian Instrumen Empati Peserta Didik SMA ... 11 Gambar 2.1 Proses Empati Menurut Davis ... 20


(11)

x

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Gambaran Umum Empati Peserta Didik SMA Secara Umum ... 66 Grafik 4.2 Gambaran Empati Peserta Didik SMA Berdasarkan Dimensi ... 68 Grafik 4.3 Gambaran Empati Peserta Didik SMA Berdasarkan Sub-Skala ... 71


(12)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Manusia khususnya peserta didik merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam keadaan dan situasi apapun peserta didik memerlukan orang lain. Menurut Sears (Asih & Pratiwi, 2010 hlm. 38)

„manusia adalah makhluk sosial yang hidupnya bergantung pada individu

lain‟.

Peserta didik merupakan bagian dari makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain dan melakukan interaksi sosial. Peserta didik dapat memberikan arti terhadap perilaku orang lain yang meliputi “penilaian,

stereotype, kategorisasi sosial bermunculan sesaat setelah bertemu dengan orang lain” (Nashori, 2008 hlm. 5). Ketika berinteraksi dengan orang lain, peserta didik akan menemukan berbagai sifat dan karakter serta perbedaan kondisi yang dialami oleh setiap orang.

Interaksi sosial merupakan hubungan atau komunikasi yang dilakukan peserta didik dengan orang lain yang berbentuk kerjasama, persaingan dan pertentangan. Menurut Larasati (Nahsori, 2008 hlm. 27) „sekitar 73 % komunikasi yang dilakukan manusia merupakan komunikasi interpersonal‟. Dapat dipahami bahwa komunikasi efektif dalam kehidupan sosial didorong oleh adanya kemampuan peserta didik untuk memahami komunikasi interpersonal yang ada dalam lingkungannya.

Peserta didik diharapkan dapat memahami keadaan dari lawan bicaranya meliputi perasaan, kondisi, keinginan dan kebutuhan orang lain karena dalam berkomunikasi peserta didik akan menemukan pesan yang bersifat verbal dan nonverbal. Hal tersebut menuntut peserta didik untuk memahami pesan-pesan yang diberikan oleh lingkungan baik itu pesan verbal maupun nonverbal. Menurut Goleman (2000 hlm. 137) “90% atau lebih dari


(13)

2

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

nonverbal tersebut akan muncul dengan sendirinya, akan tetapi baik buruknya dalam menangkap pesan tersebut pada umumnya dipelajari sendiri.

Nashori (2008 hlm. 5) menyebutkan bahwa bahasa nonverbal diasumsikan dapat memberikan informasi yang akurat mengenai keadaan seseorang. Kemampuan peserta didik dalam memahami emosi orang lain melalui bahasa nonverbal yang diekspresikan dengan berbagai gerak tubuh merupakan sebuah kemampuan sosial yang diperlukan untuk menjaga hubungan dengan orang lain. Menurut Zuriah (2011 hlm. 37) “relasi antarpribadi lebih baik karena adanya penghayatan akan perasaan orang lain”.

Dalam upaya mewujudkan hubungan yang harmonis di lingkungan sosial dibutuhkan kemampuan untuk memahami emosi orang lain yang harus dimiliki peserta didik. Goleman (2000 hlm. 158) menyebutkan bahwa

“menangani emosi orang lain membutuhkan kematangan dan keterampilan emosional, yaitu manajemen diri dan empati”. Dengan dimilikinya keterampilan emosional tersebut dapat membantu peserta didik dalam membina hubungan yang baik dengan orang lain, namun apabila keterampilan emosional tidak dimiliki akan menimbulkan konflik antarpribadi dalam kehidupan sosial.

Berdasarkan hasil penelitian Fitri (2008) pada mahasiswa tingkat satu di seluruh jurusan Universitas Gunadarma, diperoleh bahwa empati memiliki kontribusi yang signifikan terhadap k=ompetensi komunikasi interpersonal pada mahasiswa tingkat satu. Kontribusi yang diberikan sebesar 53,7% sedangkan 46,3% kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lainnya, antara lain: kepekaan (sensitivity), sikap perspektif (perspectiveness), sikap tanggap (responsiveness) dan lain sebagainya.

Empati tidak hanya berkaitan pada komunikasi interpersonal saja, akan tetapi empati juga berkaitan dengan kecerdasan moral peserta didik. Piaget dan Kohlberg (Gunarsa, 2008 hlm. 74) menekankan bahwa “empati

sebagai unsur utama dalam perkembangan moral seseorang”. Empati

memiliki hubungan yang sangat kuat dengan kecerdasan moral karena menurut Hoffman (Goleman, 2000 hlm. 147) „akar moralitas ada dalam


(14)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

empati‟. Sehingga dapat dipahami bahwa empati memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan moral peserta didik. Borba (2008 hlm.

18) menjelaskan bahwa “empati muncul secara alamiah dan sejak usia dini,

anak-anak lahir dengan membawa sifat yang besar manfaatnya bagi

perkembangan moral”.

Borba (2008 hlm. 10) menyebutkan ada tujuh kebajikan yang harus dimiliki peserta didik untuk mengembangkan kecerdasan moral yaitu empati, nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi dan keadilan. Dari tujuh kebajikan tersebut ada tiga kebajikan utama dalam mengembangkan kecerdasan moral yaitu empati, nurani dan dan kontrol diri yang kemudian disebut sebagai inti moral. Apabila inti moral telah dimiliki dengan kuat akan memberikan kekuatan pada peserta didik untuk bertindak secara benar. Dalam hal ini, dapat disimpulkan apabila empati telah dimiliki dengan kuat maka akan membuat peserta didik menjadi individu yang memiliki perilaku baik. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Iis menurut hasil penelitiannya (2012) bahwa “orang yang memiliki empati cukup tinggi akan mempunyai

etika moral yang cukup tinggi pula dalam masyarakat”.

Potensi empati telah dimiliki sejak bayi, namun perkembangan empati pada setiap peserta didik berbeda karena pengaruh dari lingkungan sosialnya. Ibung (2009 hlm. 132) menjelaskan bahwa “empati merupakan bawaan dari lahir, namun tidak akan berkembang jika tidak diberi kesempatan dalam

kehidupan seorang anak”. Pola asuh orangtua yang kurang tepat, kurangnya

teladan perilaku empati, kurangnya pendidikan agama, serta perkembangan dunia teknologi pun kurang lebih memberikan pengaruh terhadap perkembangan empati peserta didik.

Peserta didik yang mampu berempati akan menimbulkan perilaku prososial sebagaimana hasil penelitian Asih & Pratiwi (2010 hlm. 33) menyebutkan empati memiliki hubungan yang positif dengan perilaku prososial. Kemudian penelitian Wulandari (2012 hlm. 99) di PPA Solo menghasilkan bahwa empati merupakan salah satu faktor yang berpengaruh


(15)

4

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

secara signifikan terhadap perilaku prososial remaja dan empati memberi pengaruh lebih besar dari pada pola asuh demokratis.

Maka, dapat dipahami bahwa apabila peserta didik kurang memiliki empati akan menimbulkan perilaku antisosial pada diri peserta didik. Seperti yang dijelaskan Santrock (2003 hlm. 453) “pada anak-anak yang lebih tua dan remaja, disfungsi empati dapat menyebabkan munculnya tingkah laku antisosial”. Kemudian Lickona (2012 hlm. 95) menjelaskan bahwa penurunan empati akan menimbulkan kejahatan dan tindakan-tindakan brutal, yang mana pelaku tidak dapat berempati kepada korban.

Hasil penelitian Rachmah (2014 hlm. 57) pada pelaku bullying di sekolah menengah atas menghasilkan bahwa individu melakukan bullying baik secara fisik, psikis maupun verbal karena memiliki kemampuan empati yang rendah. Rendahnya empati pada pelaku bullying menyebabkan pelaku kurang memahami dan tidak peduli terhadap kondisi korban dan cenderung melakukan kekerasan kepada korban.

Selain itu perilaku antisosial yang diasumsikan berhubungan dengan rendahnya empati dan moralitas peserta didik terjadi sangat beragam dari ketidakjujuran hingga tindak kekerasan dan pengabaian diri, seperti penyalahgunaan narkoba dan tindakan bunuh diri (Lickona, 2012 hlm. 4). Sulistiyo (2013, okezone.com) memaparkan kasus-kasus yang menyangkut moralitas pelajar di Indonesia antara lain pelajar SMP membuat video mesum di kelas, pelajar menyiram air keras ke dalam bus untuk mencelakai orang yang tidak disukainya, sekelompok pelajar membajak bus dan kasus perpeloncoan senior yang menyebabkan korban meninggal. Kasus moralitas tersebut berhubungan dengan budaya dan kemampuan menalar peserta didik terhadap lingkungan sosialnya. Kasus moralitas tersebut mengindikasikan bahwa peserta didik masih memiliki empati yang rendah.

Perilaku peserta didik sebagaimana tersebut di atas nampaknya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dari tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional (UU RI No 20 Tahun 2003) yaitu beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, memiliki pengetahuan dan


(16)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

keterampilan, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Dari tujuan pendidikan tersebut memberikan penjelasan bahwa dengan pendidikan diharapkan peserta didik menjadi individu yang memiliki karakter yang baik. Menurut Lickona (2012 hlm. 84) karakter yang baik memiliki tiga komponen yaitu pengetahuan moral, perasaan moral dan tindakan moral. Pada komponen perasaan moral terdapat aspek empati. Dengan begitu empati merupakan salah satu karakter yang baik dan diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik sebagai hasil dari proses pendidikan.

Upaya yang dapat dilakukan sekolah untuk mengembangkan karakter peserta didik adalah dengan memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya yaitu potensi untuk berempati. Upaya tersebut merupakan ranah kerja bimbingan dan konseling.

Bimbingan dan konseling merupakan bagian yang integral dalam pendidikan. ABKIN (2007 hlm. 193) menyatakan bahwa :

...pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang adminitratif dan kepemimpinan, bidang intruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang adminitratif dan intruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam bidang akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian.

Bimbingan dan konseling menjadi salah satu bidang kegiatan dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu dan membantu peserta didik untuk berkembang secara optimal. Dalam upaya memberikan bimbingan guru BK harus terlebih dahulu mengidentifikasi kebutuhan siswa baik dengan menggunakan cara observasi, wawancara maupun dengan alat ukur tertentu. Hal tersebut dimaksudkan agar bimbingan yang diberikan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan peserta didik.


(17)

6

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

Mengingat betapa pentingnya empati bagi kehidupan peserta didik maka guru BK dituntut untuk dapat memberikan bimbingan yang dapat mengembangkan empati peserta didik. Sebagai upaya memfasilitasi peserta didik dalam mengembangkan empati, guru BK terlebih dahulu harus dapat mengidentifikasi kebutuhan dalam hal ini adalah tingkat tendensi empati peserta didik. Oleh karenanya, diperlukan instrumen untuk mengidentifikasi tingkat empati peserta didik dari data yang dihasilkan.

Selain dalam proses need assessment ketika akan memberikan bimbingan di sekolah, alat ukur juga menjadi salah satu komponen yang penting dalam sebuah penelitian. Seperti yang dijelaskan oleh Arikunto (2010 hlm. 134) bahwa “instrumen penelitian merupakan sesuatu yang amat penting dan strategis kedudukannya di dalam keseluruhan kegiatan penelitian”.

Instrumen menghasilkan data mengenai suatu hal yang akan dikaji, menurut Arikunto (2010 hlm. 134) “instrumen merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data”. Menurut Riduwan (2012 hlm. 32) “data merupakan kunci pokok dalam kegiatan penelitian sekaligus menentukan mutu hasil penelitian, sehingga kualitas instrumen akan mempengaruhi kepada kualitas data yang diperoleh”.

Adanya instrumen dalam penelitian diharapkan dapat menghasilkan data sebagai representatif dari keadaan empati peserta didik pada saat ini. Oleh karenanya, diperlukan standarisasi atau pembakuan instrumen empati, mengingat empati merupakan dasar dari tindakan prososial dan moral. Suryabrata (2005 hlm. 4) menjelaskan bahwa “standarisasi instrumen diperlukan agar ilmuwan yang berbeda yang bekerja secara terpisah menghasilkan hal yang sama atau sekurang-kurangnya setara”.

Pentingnya instrumen empati untuk mengukur empati peserta didik ini belum terfasilitasi dengan adanya instrumen yang telah baku. Oleh karena itu, penelitian akan mengarah kepada pembakuan instrumen empati yang dapat digunakan oleh guru BK tingkat SMA guna mengukur empati peserta didik SMA.


(18)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan kajian teori dan bukti empiris yang telah diuraikan, yaitu tentang permasalahan peserta didik dalam bidang sosial dan kaitanya dengan empati memberikan kesadaran pentingnya “Instrumen empati untuk peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA)” sebagai alat untuk mengungkap dan mengidentifikasi tingkat empati peserta didik.

1.2Rumusan Masalah Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengungkap empati telah banyak dikembangkan oleh para peneliti. Seperti yang dijelaskan oleh Taufik (2010 hlm. 152-157) beberapa peneliti mengembangkan alat ukur empati baik untuk anak-anak maupun dewasa, alat ukur tersebut yaitu : (1) The Fesbach

Affective Situation Test of Empathy (FASTE) yang dikembangkan oleh

Fesbach dan digunakan untuk anak-anak, (2) The Questionnaire Measure of

Emotional Empathy (QMEE) dikembangkan oleh Mehrabian dan digunakan

untuk mengukur empati orang dewasa, (3) Interpersonal Reactivity Index (IRI) dikembangakan oleh Davis dengan menggunakan pendekatan multidimensional, dan (4) Empathy Questionnaire (EQ) dikembangkan oleh Baron-Cohen & Wheeleright dari penggabungan antara beberapa alat ukur empati. Instrumen tersebut telah baku dan dapat digunakan untuk mengukur empati.

Berdasarkan diperlukannya alat ukur empati yang sesuai dengan kebudayaan di Indonesia, maka penelitian dimaksudkan untuk mengembangkan alat ukur empati dengan teknik mengadaptasi atau menyadur dari alat ukur yang telah ada agar dapat dibakukan sesuai dengan kondisi peserta didik. Instrumen yang akan diadaptasi dan kemudian dibakukan adalah Interpersonal Reactivity Index (IRI) yang dikembangkan oleh Davis (1980 hlm. 2) dengan megggunakan pendekatan multidimensional yaitu dengan melihat empati dari dimensi kognitif dan afektif.

IRI digunakan karena menggunakan pendekatan multidimensional yaitu empati dilihat dari dua komponen yaitu kognitif dan afektif yang keduanya merupakan komponen yang terpisah akan tetapi saling berkaitan.


(19)

8

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

Penyekoran IRI yang mudah dan dikembangkan untuk mengidentifikasi perbedaan individu dalam merespon baik secara kognitif maupun emosional atau afektif. Selain itu, item dalam IRI tidak terlalu berbeda jauh dengan budaya Indonesia.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan mengenai kondisi empati peserta didik dan pengukurannya, maka timbul permasalahan utama pada penelitian yaitu bagaimana instrumen empati untuk peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA) yang telah baku.

Adapun pertanyaan penelitian mengacu pada indikator instrumen yang baku yaitu sebagai berikut.

1) Bagaimana validitas item dari instrumen empati? 2) Bagaimana reliabilitas instrumen empati?

3) Bagaimana norma dan manual instrumen empati?

4) Bagaimana gambaran empati peserta didik SMA se-Kecamatan Soreang?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menghasilkan instrumen empati peserta didik Sekolah Menengah Atas yang telah baku setelah dilakukan proses pembakuan sesuai dengan prosedur pembakuan instrumen.

Tujuan khusus yang terkandung dalam penelitian ini adalah untuk menghasilkan deskripsi :

1) Validitas item dari instrumen empati. 2) Reliabilitas instrumen empati.

3) Norma dan manual instrumen empati.

4) Gambaran empati peserta didik SMA se-Kecamatan Soreang.

1.4 Penjelasan Istilah

Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah dikemukakan, maka terdapat dua istilah yang perlu dijelaskan yaitu empati dan pembakuan instrumen.


(20)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

Menurut Hoffman (2000 hlm. 30) “empathy is the involvement of psychological processes that make a person have feelings that are more

congruent with another’s situation than with his own situation”.

Baron & Byrne (2005 hlm. 11) menjelaskan bahwa:

Empati merupakan respon afektif dan kognitif yang kompleks pada distres emosional orang lain. Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah dan mengambil perspektif orang lain. Individu dapat menjadi empatik kepada karakter fiktif sebagaimana kepada korban pada kehidupan nyata.

Sakofsky (2009 hlm. 11) menyebutkan bahwa “empathy will be referred to as the ability to have feelings of understannding, sensitivity,

and feelings towards another’s experience.

Davis (Taufik, 2010 hlm. 173) mendefinisikan empati sebagai :

a set of construct having to do with the responses of one individual to the experiences of another. these construct especially include the processes taking place within the observer and the affective and non-affective outcomes which result from those processes.

Taufik (2010 hlm. 41) menjelaskan bahwa :

Empati merupakan suatu aktivitas untuk memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh yang bersangkutan (observer, perceiver) terhadap kondisi yang dialami orang lain, tanpa yang bersangkutan kehilangan kontrol dirinya.

Maka, dapat disimpulkan bahwa empati adalah respon individu secara kognitif maupun afektif terhadap apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain yang diwujudkan dalam bentuk perilaku prososial seperti menolong, menghibur dan ingin menyelesaikan masalah.

2) Pembakuan Instrumen Empati

Gronlund (Sunarya, dkk., 2013 hlm. 4) menjelaskan bahwa

standard content and procedur make it possible to give an identical test to individuals in different places and different times.


(21)

10

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

Menurut Anastasi & Urbina (2007 hlm. 4) standarisasi mengimplikasikan keseragaman cara dalam penyelenggaraan dan penskoran tes.

Suryabrata (2005 hlm. 4) menjelaskan bahwa standarisasi instrumen diperlukan agar ilmuwan yang berbeda yang bekerja secara terpisah menghasilkan hal yang sama atau sekurang-kurangnya setara.

Dari pengertian standarisasi instrumen di atas maka disimpulkan bahwa standarisasi atau pembakuan instrumen adalah upaya untuk menyeragamkan prosedur penggunaan tes agar peneliti dapat bekerja dengan hasil yang setara meskipun berbeda tempat dan waktu.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat dan dapat digunakan oleh :

1) guru BK dalam persiapan memberikan bimbingan yaitu untuk mengungkap tingkat empati peserta didik.

2) peneliti selanjutnya untuk keperluan mengungkap data penelitian mengenai empati.

3) Laboratorium PPB FIP UPI untuk keperluan mengungkap empati dalam berbagai kepentingan.

1.6 Asumsi Penelitian

Adapun asumsi dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Asih & Pratiwi (2010 hlm. 41) menjelaskan bahwa ada hubungan positif antara empati terhadap perilaku prososial.

2) Sakofsky (2009 hlm. 9) menyebutkan bahwa „bullying behaviors are associated with deficient empathy in youth which could also contribute to aggression, sexual delinquency, and even serious violent crimes. (perilaku bullying berhubungan dengan rendahnya empati yang dimiliki remaja yang

juga berkontribusi terhadap perilaku agresif, pelecehan seksual, kejahatan dan kekerasan yang serius.)


(22)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

3) Suryabrata (2005 hlm. 4) menjelaskan bahwa standarisasi instrumen diperlukan agar ilmuwan berbeda yang bekerja secara terpisah menghasilkan hal yang sama atau sekurang-kurangnya setara.

4) Arikunto (2010 hlm. 134) menjelaskan bahwa instrumen penelitian merupakan sesuatu yang amat penting dan strategis kedudukannya di dalam keseluruhan kegiatan penelitian.


(23)

15

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

1.7 Kerangka Penelitian

PENDAHULUAN

Studi Pustaka

Judgment oleh pakar

Uji Keterbacaan

Instrumen terstandar PELAKSANAAN

HASIL DAN LAPORAN

Gambar 1.1

Kerangka Penelitian Instrumen Empati Peserta Didik SMA

Studi

Adaptasi Instrumen

Menterjemahkan IRI ke dalam bahasa Indonesia dan disesuaikan dengan

budaya Indonesia

Uji Coba Instrumen

Susunan Bentuk Akhir Instrumen Identifikasi Masalah

Vaiditas dan Relibilitas Instrumen Empati


(24)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

45

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Desain Penelitian

Pada penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif. Sugiyono (2007 hlm. 13) menjelaskan bahwa “penelitian kuantitatif adalah pendekatan yang menghasilkan data berupa angka-angka dan dianalisis menggunakan statistik”.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai penelitian yang memusatkan perhatiannya terhadap masalah-masalah aktual melalui proses pengumpulan, penyusunan atau pengklasifikasikan, pengolahan, dan penafsiran data. Menurut Sudjana (2009 hlm. 64) mengungkapkan bahwa “metode deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala,

kejadian yang terjadi pada masa sekarang”.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang menggambarkan fenomena-fenomena yang terjadi pada saat ini atau masa lalu, dan tidak hanya menggambarkan satu keadaan saja akan tetapi dapat menggambarkan tahapan-tahapan perkembangan, yang kemudian dapat dikatakan sebagai penelitian perkembangan (developmental studies). Kondisi yang digambarkan apa adanya, tidak terjadi manipulasi terhadap variabel-variabel bebas, selain inidvidu serta yang digambarkan dapat juga menggambarkan kondisi kelompok dan digambarkan secara numerik.

Metode deskriptif dalam penelitian ini bertujuan untuk mmendeskripsikan hasil uji validitas item, hasil uji reliabilitas instrumen, norma dan manual instrumen empati, dan gambaran empati peserta didik sekolah menengah atas.


(25)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

46

Partisipan pada penelitian ini adalah peserta didik SMA Tahun ajaran 2014/2015 di kecamatan Soreang. Penetapan partisipan tersebut berdasarkan atas pertimbangan sebagai berikut.

1) Peserta didik SMA yang berada pada rentang usia 15-18 tahun dan termasuk pada masa remaja. Menurut Kohlberg (Hurlock, 1980 hlm. 225)

„remaja berada pada tahap perkembangan moral pascakonvensional, yaitu moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang lain bukan pada keinginan pribadi‟. Terdapat perubahan orientasi dari perkembangan moral yaitu dari egosentris kepada sosientris sehingga dapat dipahami bahwa peserta didik yang berada pada masa remaja harus memiliki empati sebagai wujud menghormati orang lain.

2) Peserta didik SMA yang berada pada masa remaja harus dapat mencapai tingkat empati abstrak yaitu peserta didik dituntut untuk dapat mengamati lingkungan sosialnya dan dapat merespon setiap kejadian dengan empati. 3) Menurut Hurlock (1980 hlm. 225) “remaja memiliki tugas perkembangan

yang harus dikuasai yaitu mempelajari harapan sosial kepada dirinya”. Kemudian Hurlock (1980 hlm. 213) menyebutkan bahwa “remaja akan menghadapi tugas perkembangan yang sulit yaitu penyesuaian sosial”. Supaya remaja dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya maka dibutuhkan empati untuk dapat menciptakan hubungan sosial yang baik. Hal tersebut sejalan dengan penyataan Zuriah (2011 hlm. 37) bahwa

“relasi antarpribadi lebih baik karena adanya penghayatan akan perasaan orang lain”.

3.3Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Sukmadinata (2012 hlm. 266) populasi adalah seluruh orang atau objek yang akan menjadi kesimpulan penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh peserta didik SMA tahun ajaran 2014/2015 di kecamatan Soreang.

Penelitian ini merupakan upaya untuk membakukan instrumen empati, sehingga jumlah sampel ditetapkan berdasarkan prosedur pembakuan


(26)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

47

instrumen. Sampel yang digunakan untuk mengujiicobakan instrumen berdasarkan penentuan responden menurut Crocker & Algina (Azwar, 2012 hlm. 79) bahwa banyaknya „subjek untuk sampel adalah lima sampai 10 kali lipat banyaknya item yang hendak dianalisis‟. Banyaknya item pada instrumen yang diadaptasi adalah sebanyak 43 item sehingga membutuhkan sampel sebayak lima sampai 10 kali lipat dari jumlah item yaitu 215-430 responden.

Untuk mengambil sampel dilakukan dengan menggunakan teknik

random sampling yaitu setiap populasi memiliki kesempatan untuk menjadi

sampel. Sampel diambil dengan cara diundi sehingga menghasilkan formulasi sampel sebagai berikut.

Tabel 3.1 Sampel Penelitian

Nama Sekolah Populasi

Sampel Jumlah

Sampel Per Sekolah

X XI XII

SMAN 1 Soreang 1359 85 45 33 163

SMA Plus Merdeka 163 23 30 52 105

SMA Sapta Dharma 255 34 58 32 124

SMA Soreang Putera 149 24 15 19 58

Jumlah Sampel Keseluruhan 450

3.4Definisi Operasional Variavel (DOV)

Definisi operasional variabel (DOV) pada penelitian ini diadaptasi dari konstruk empati yang dikembangkan oleh Mark H. Davis yaitu Interpersonal

Reactivity Index (IRI) yang dikembangkan oleh Davis (1980). IRI digunakan

di Amerika Serikat dan memiliki tiga versi, versi pertama terdapat 50 item, versi kedua terdapat 45 item sedangkan versi ketiga terdapat 28 item yang merupakan hasil dari uji coba IRI versi kedua. Penelitian ini menggunakan instrumen versi kedua karena IRI versi kedua telah baku dan dapat diuji cobakan untuk dibakukan kembali di SMA se-Kecamatan Soreang.

IRI dikembangkan sebagai upaya untuk mengungkap kecenderungan empati dengan pendekatan multidimensi, sehingga Davis (1980) membagi


(27)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

48

empati ke dalam dua dimensi kognitif dan afektif, yang menliputi perspective

taking, fantasy, empathic concern dan personal distress.

Davis (1980) mendefinisikan empati sebagai sekumpulan konstruk yang berkaitan dengan respon seseorang terhadap hal-hal yang dialami orang lain. Konstruk ini secara spesifik yaitu meliputi proses yang terjadi pada pengamat serta bentuk afektif dan non-afektif yang dihasilkan dari proses tersebut

Definisi operasional empati pada penelitian adalah respon peserta didik terhadap kondisi diri orang lain yang meliputi dimensi kognitif dan afektif yang meliputi perspective taking, fantasy, empathic concern dan personal

distress.

1) perspective taking yaitu kecenderungan individu untuk mengambil

pandangan psikologis teman secara spontan dalam kehidupan sehari-hari. 2) fantasy yaitu kecenderungan individu untuk menempatkan diri secara

imajinatif terhadap perasaan dan tindakan fiktif.

3) empathic concern yaitu kecenderungan individu untuk merasakan perasaan

kehangatan, kasih sayang dan peduli terhadap penderitaan orang lain. 4) personal distress yaitu kecenderungan individu untuk merasakan

ketidaknyamanan dan kecemasan ketika melihat penderitaan orang lain.

3.5Pengembangan Instrumen 3.5.1 Jenis Instrumen

Jenis instrumen yang diadaptasi adalah berbentuk skala. Menurut Sukmadinata (2008 hlm. 225) “skala merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat mengukur, karena diperoleh hasil ukur yang berbentuk angka-angka”. Instrumen ini merupakan instrumen yang berbentuk self report yaitu responden menilai dirinya sendiri berdasarkan pernyataan yang ada dalam instrumen.

Skala yang digunakan adalah skala deskriptif dari bentuk skala sikap Likert yaitu berupa pertanyaan atau pernyataan yang jawabannya berbentuk persetujuan atau penolakan. Jawaban


(28)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

49

dinyatakan dalam bentuk sangat menggambarkan (SM), menggambarkan (M), Kurang menggambarkan (KM), tidak menggambarkan (TM) dan sangat tidak menggambarkan (STM).

3.5.2 Pengembangan kisi-kisi Instrumen

Instrumen yang telah disusun ditujukan untuk menggambarkan kecenderungan empati peserta didik. Kisi-kisi instrumen empati dikembangkan berdasarkan interpersonal Reactivity Index (IRI). Berikut merupakan konstruk IRI yang dialih bahasakan.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Empati (Sebelum Uji Coba)

Aspek Indikator

No Item

Jumlah

Favorable

Un-favorable

Respon Kognitif

Perspective taking

(Memahami pandangan-pandangan orang lain dalam suatu kondisi)

1, 2, 4, 6,9 5, 7, 8 9

Fantasy

(Menempatkan diri secara imajinatif terhadap perasaan dan tindakan fiktif)

10, 11,12,13,15,

18

14, 16, 17 9

Respon Afektif

Empathic concern

(Merasakan perasaan

kehangatan, kasih sayang dan peduli terhadap penderitaan orang lain)

19, 20, 21, 22 , 27, 28,

29, 30, 31, 32

23, 24, 25,

26 14

Personal Distress

(Merasakan

ketidaknyamanan dan

kecemasan ketika melihat penderitaan orang lain.)

33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 44,

45

41, 42, 43 13

Jumlah 45

3.5.3 Pengujian Instrumen

1) Uji Validitas item

Uji validitas dilakukan dengan dua tipe yaitu validitas tampilan (face validity) dan validitas item.


(29)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

50

Instrumen yang telah disusun diuji kelayakannya oleh tiga orang ahli agar dapat mengetahui kelayakan instrumen yang akan digunakan dari segi bahasa item dalam instrumen.

Judgement dilakukan kepada satu orang ahli bahasa dan dua

orang ahli bimbingan karena instrumen diadaptasi dari IRI yang menggunakan bahasa Inggris.

Selanjutnya, agar item pada instrumen yang diadaptasi dapat dipahami redaksinya oleh peserta didik maka dilakukan uji keterbacaan. Uji keterbacaan dilakukan dengan mengujicobakan instrumen kepada enam peserta didik SMA yang ditujukan untuk mengetahui penggunaan kata yang kurang difahami. Sehingga dengan begitu peneliti dapat memperbaiki redaksi pernyataan dalam instrumen dengan disederhanakan kalimatnya tanpa merubah makna dari pernyataan tersebut.

b) Uji validitas Item

Uji validitas item dilakukan dengan menganalisis daya pembeda item yaitu memilih item-item instrumen berdasarkan signifikan atau tidak daya pembeda itemnya.

Daya pembeda dianalisis dengan menggunakan uji t, karena instrumen ini berbentuk skala Likert. Berikut merupakan rumus uji t dari Allen L. Edward (Sunarya, 1986).

Keterangan

=

=


(30)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

51

= nilai low (kelompok asor) = rata-rata kelompok high = rata kelompok low n = jumlah responden

Uji daya pembeda ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan item dalam membedakan peserta didik yang memiliki empati tinggi dan rendah. Menurut Azwar (2012 hlm.80) daya beda atau daya dikriminasi item adalah sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur.

Untuk menentukan item memiliki daya beda yang baik atau tidak maka peneliti mengelompokkan data menjadi tiga kelompok dengan proporsi 27% yaitu kelompok high (Unggul), kelompok tengah dan 27% kelompok low (asor) yang kemudian didapatkan jumlah kelompok unggul 121 peserta didik dan kelompok asor 121 peserta didik dari sampel keseluruhan 450 peserta didik. Kemudian menghitung nilai t pada setiap item dengan menggunakan rumus di atas kemudian nilai t hitung di bandingkan dengan t tabel yaitu dengan

nilai taraf nyata p ≤ 0,05 dan df 121+121-2=240 didapatkan nilai t 0,95 (240) adalah 1,651. Apabila nilai t hitung lebih besar daripada t tabel maka daya pembedanya signifikan dan item dapat digunakan sedangkan jika t hitung lebih kecil daripada t tabel berarti daya pembeda item tidak signifikan sehingga item kurang layak digunakan. 2) Uji Reliabilitas Instrumen

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, yaitu sejauhmana alat ukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang. Uji reliabilitas instrumen menggunakan rumus alpha cronbach karena instrumen empati berbentuk skala dan tidak terdapat jawaban benar dan salah


(31)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

52

karena jawaban merupakan respon peserta didik pada rentang sangat menggambarkan sampai sangat tidak menggambarkan. Berikut merupakan langkah-langkah dari uji reliabilitas dengan menggunakan SPSS versi 21.

(1) Masukan data ke SPSS (2) Klik analyze

(3) Klik scale – realibity analyze

(4) Pindahkan semua item dari kotak kiri ke kotak kanan (5) Klik statistics

(6) Pilih item, scale dan scale if item deleted (7) Klik continue

(8) Pilih model alpha (9) Klik ok

Interpretasi reliabilitas (Rakmat & Solehuddin, 2006 hlm. 74) :

0.91 – 1.00 : Derajat keterandalan sangat tinggi 0.71 – 0.90 : Derajat keterandalan tinggi

0.41 – 0.71 : Derajat keterandalan sedang 0.21 – 0.41 : Derajat keterandalan rendah

< 20 : Derajat keterandalan sangat rendah

Setelah diketahui nilai reliabilitas yang didapatkan selanjutnya dihitung standar errorr of measurement (SEM) yang dimiliki instrumen dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan

SEM = galat baku pengkuran

SDt = simpangan baku skor alat ukur Rtt = koefesien reliabilitas

Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kesalahan pengukuran dari instrumen yaitu dengan memprediksi skor yang akan diperoleh apabila instrumen diujikan kembali.


(32)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

53

3.6Prosedur Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membakukan instrumen empati yang diadaptasi dari Interpersonal Reactivity Index (IRI) yang dikembangkan oleh Mark H. Davis. Oleh karenya prosedur penelitian merujuk kepada tahap pengembangan instrumen dengan teknik menyadur atau adaptasi seperti yang dikemukakan oleh Kartadinata (1988 hlm. 32-134) yaitu sebagai berikut. 1) Mengidentifikasi masalah yang terjadi pada ranah bimbingan dan

konseling di sekolah, kemudian menelaah masalah tersebut dengan menggunakan teknik studi pustaka dan studi lapangan.

2) Menterjemahkan butir-butir pernyataan oleh penliti yang selanjutnya hasil terjemahan tersebut ditimbang dari segi kebahasaan dan kesesuaian bahasa yang digunakan dengan budaya Indonesia. Penimbangan dilakukan oleh tiga orang yang terdiri dari satu orang ahli bahasa dan dua orang ahli bimbingan dan konseling yang memiliki kemampuan bahasa Inggris dengan baik.

3) Menyunting dan mengintegrasikan hasil terjemahan, yaitu hasil terjemahan dari penerjemah disunting dan diintegrasikan oleh peneliti sehingga menjadi rumusan adaptasi instrumen sementara yang sudah siap diuji-coba.

4) Menterjemahkan hasil saduran (adaptasi), yaitu butir-butir item yang sudah diterjemahkan, disunting dan diintegrasikan ke dalam bahasa peneliti kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa aslinya. Hal tersebut dilakukan untuk melihat kecocokan antara bahasa terjemahan dengan bahasa aslinya agar tidak mengubah makna dari item tersebut. 5) Menguji coba instrumen untuk memperoleh tingkat validitas dan

reliabilitas dari instrumen yang diadaptasi tersebut kepada responden yang telah ditetapkan.

6) Menyusun bentuk akhir dari instrumen yang telah diadaptasi yang meliputi bentuk instrumen, cara pengerjaan dan cara penyekoran.


(33)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

54

7) Menyusun laporan hasil penelitian, yaitu instrumen empati yang sudah terstandarisasikan.

3.7Analisis Data

3.7.1 Verifikasi Data

Verifikasi data adalah upaya yang diakukan untuk mengidentifikasi data yang memadai untuk diolah yaitu data yang kelengkapannya terpenuhi baik identitas maupun jawaban. Kemudian, dilakukan pula pengecekan pada kesesuaian antara jumlah data yang terkumpul dengan jumlah sampel yang ditentukan.

Oleh karena itu, data yang akan diolah adalah data yang memadai yaitu memiliki kelengkapan dalam identitas dan jawabannya. Data yang memadai selanjutnya diolah untuk mendapatkan validitas item, reliabilitas intstrumen, norma dan gambaran empati peserta didik dengan menggunakan teknik pengolahan yang telah ditentukan.

3.7.2 Penyekoran

Data yang sudah terkumpul kemudian dilakukan tabulasi data yang sebelumnya ditetapkan dulu skor yang akan diberikan pada setiap alternatif jawaban. Penyekoran yang dilakukan didasarkan pada prosedur penyekoran skala Likert.

Subino (1987 hlm. 124) menjelaskan bahwa penentuan skor skala Likert dilakukan dengan cara apriori atau aposteriori. Penyekoran yang digunakan pada penelitian adalah dengan aposteriori yaitu menentukan skor dengan menguji pola skor pada setiap item. Penyekoran dengan cara aposteriori ini memungkinkan pola skor pada setiap jawaban akan berbeda.

Berikut merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menguji pola penyekoran skala Likert yang dijelaskan oleh Suryabrata (2005 hlm. 188-189).

1) Hitung frekuensi (f) masing- masing kemungkinan jawaban.

2) Hitung persentase masing-masing frekunsi jawaban untuk mengetahui nilai persentasi atau proporsi (p).


(34)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

55 3) Hitung persentil kumulatit (cp).

4) Cari titik tengan dari persentil kumulatif (mid cp)

5) Konversikan nilai mid cp ke dalam harga z dengan melihat tabel. 6) Untuk menghilakan tanda negatif pada skala, maka harga z koreksi

menjadi Zc, dengan cara menambahkan harga mutlak harga z terkecil. Contoh perhitungan penetapan skor dengan cara aposteriori pada item nomor 1 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.3

Contoh Penentuan Skor Skala Likert Secara Aposteriori

STM TM KM M SM

F 4 4 21 216 205

P 0,009 0,009 0,047 0,480 0,456

Cp 0,009 0,018 0,064 0,544 1,000

mid.p.cp 0,004 0,013 0,041 0,304 0,772

Z -2,652 -2,226 -1,739 -0,513 0,745

Zc 0 0,426 0,913 2,139 3,397

Dari tabel tersebut diketahui bahwa pada item nomor 1 pola skor yang digunakan adalah pada kolom terakhir yaitu zc. Tidak dilakukan pembulatan dalam menentukan skor karena untuk mendapatkan skor yang tepat dan terhindar dari kesalahan akibat pembulatan skor. Pola skor yang telah ditentukan untuk tabulasi data dapat dilihat pada manual instrumen empati.

3.7.3 Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan untuk menetapkan norma pada instrumen empati. Pengolahan data dilakukan dengan mengkoversikan skor mentah menjadi skor matang dengan menggunakan skor T yang dikembangkan oleh W. A. McCall pada tahun 1939 (Kaplan & Saccuzo, 2012 hlm. 49). Konversi skor dilakukan agar mendapatkan skor yang bermakna dan refresentatif. Berikut merupakan langkah-langkah konversi skor mentah menjadi skor matang.


(35)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

56

2) Mengkonversi skor responden menjadi skor baku, dengan rumus berikut (Kaplan & Saccuzo, 2012 hlm. 41) :

Keterangan :

X = skor responden yang hendak diubah menjadi skor T = rata-rata skor kelompok

s = standar deviasi skor kelompok

3) Konversi skor Z menjadi skor T, dengan rumus (Kaplan & Saccuzo, 2012 hlm. 49) :

T = 10Z + 50

Keterangan :

Skor T = Skor T atau skor matang yang dicari 50 = konstanta nilai tengah sebagai rata-rata 10 = konstanta standar deviasi

Z = skor baku

4) Mengelompokkan data menjadi lima kategori dengan pedoman sebagai berikut :

Tabel 3.4 Konversi Skor T

Skala Skor T Kategori Skor

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah


(36)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

57 Keterangan :

T = Skor T responden µ = Rata-rata kelompok


(37)

87

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1Kesimpulan

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan pada BAB I maka berikut kesimpulan dari proses pembakuan instrumen empati di SMA se-Kecamatan Soreang yang meliputi uji validitas item, uji reliabilitas instrumen, norma dan manual instrumen empati, dan gambaran empati peserta didik SMA.

5.1.2 Uji Validitas Item

Uji validitas item dilakukan dengan dua tipe yaitu face validity dan dengan menggunakan daya pembeda. Hasil uji face validity atau validitas tampilan adalah ada dua item yang tidak sesuai dengan konstruk. Kedua item tersebut pada akhirnya tidak dipergunakan dalam instrumen karena memiliki bias dengan sub-skala yang lain dan kurang mencerminkan empati.

Untuk mengetahui redaksi dari item dapat dipahami atau tidak dilakukan uji keterbacaan kepada peserta didik SMA yang menghasilkan ada beberapa item yang redaksinya kurang dipahami sehingga perlu diperbaiki.

Uji daya pembeda item dilakukan untuk mengetahui validitas item yaitu dengan menggunakan rumus uji t dan menghasilkan sembilan item yang memiliki daya pembeda yang tidak signifikan. Item yang daya pembedanya tidak signifikan kurang layak digunakan sehingga item tersebut tidak dipergunakan.

5.1.3 Uji Reliabilitas Instrumen

Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan pendekatan satu kali pengukuran dan menggunakan rumus alpha

cronbach untuk mengestimasi reliabilitas instrumen. Nilai koefesien


(38)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

derajat keterandalan yang tinggi sehingga instrumen empati dapat digunakan untuk mengumpulkan data.

5.1.4 Norma dan Manual Instrumen Empati

Norma dibuat dengan lima kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah yang masing-masing memiliki batasan nilai tertentu. Pedoman penyekoran yang digunakan merupakan pola skor likert secara aposteriori.

Kemudian, manual disusun agar setiap peneliti memiliki keseragaman dalam penggunaan instrumen empati. Manual yang disusun meliputi (1) rasional; (2) kegunaan Instrumen Empati; (3) aspek Instrumen Empati; (4) kisi-kisi Instrumen Empati; (5) panduan penskoran; (6) penafsiran; dan (7) Instrumen Empati.

5.1.5 Gambaran Empati Peserta Didik SMA

Gambaran empati peserta didik SMA secara umum mayoritas memiliki empati yang sedang baik berdasarkan dimensi maupun sub-skala. Dimensi afektif memiliki tingkat ketercapaian yang lebih tinggi dibandingkan dengan dimensi kognitif. Sub-skala empathic concern mendapatkan tingkat ketercapaian yang paling tinggi, sedangkan

personal distress mendapatkan tingkat ketercapaian paling rendah.

Hasil akhirnya adalah instrumen empati mengukur empat sub-skala dari dua dimensi, yaitu dimensi kognitif dan afektif. Dimensi kognitif meliputi perspective taking dan fantasy, sedangkan dimensi afektif meliputi

empathic oncern dan personal distress. Berdasarkan pengujian yang telah

dilakukan banyak item pada instrumen empati pada akhirnya berjumlah 34 item. Instrumen empati telah diujicobakan dan dianalisis secara rasional dan empirik, hasilnya menunjukkan bahwa Instrumen Empati telah baku karena memenuhi indikator instrumen yang telah baku.

5.2 Rekomendasi

Penelitian menghasilkan instrumen empati yang telah dibakukan di SMA se-Kecamatan Soreang. Oleh karena itu, instrumen empati dapat


(39)

89

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

digunakan oleh beberapa pihak yaitu guru BK, peneliti selanjutnya dan Laboratorium PPB FIP UPI untuk berbagai kepentingan. Adapun rekomendasi bagi pihak yang dapat menggunakan instrumen empati yaitu sebagai berikut.

1) Guru BK dapat menggunakan instrumen empati untuk mengungkap profil empati peserta didik SMA. Untuk memperoleh profil empati peserta didik SMA guru BK harus terlebih dahulu melakukan penyekoran dan penafsiran sehingga untuk mempermudah pengadministrasian tersebut instrumen empati ini dilengkapi dengan manual. Berdasarkan profil empati peserta didik guru BK diharapkan lebih memahami peserta didik dan dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam merumuskan program bimbingan pribadi-sosial bagi peserta didik.

2) Instrumen empati ini diadaptasi dengan mengikuti langkah-langkah penelitian yang sesuai dengan kaidah penelitian ilmiah. Oleh karena itu, instrumen empati telah memenuhi standar instrumen yang baku baik dilihat dari validitas maupun reliabilitasnya. Meskipun demikian, instrumen empati ini masih memiliki keterbasatan, yaitu :

a) Wilayah pengujian instrumen masih terbatas.

b) Analisis empirik yang dilakukan hanya uji validitas item dan reliabilitas, sehingga diperlukan analisis empirik lainnya seperti validitas konstruk dan kriteria.

c) Variabel-variabel yang dapat mempengaruhi perolehan skor empati belum teruji secara empirik.

d) Adanya kecenderungan peserta didik untuk memilih alternatif jawaban ditengah.

Berdasarkan keterbatasan instrumen empati tersebut, peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan; 1) uji empirik di lapangan dengan sampel penelitian dan wilayah yang lebih luas, 2) uji empirik dengan menggunakan pengujian validitas konstruk dan kriteria, 3) menguji pengaruh variabel yang dapat mempengaruhi skor empati, dan 4) mengujicobakan instrumen empati dengan alternatif jawaban yang


(40)

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

dapat meminimalisir kecenderungan peserta didik memilih jawaban ditengah.

Selain itu diharapkan pula ada penelitian mengenai modifikasi instrumen empati untuk mengukur empati individu pada berbagai

setting sosial selain untuk peserta didik.

3) Laboratorium PPB FIP UPI sebagai lembaga yang melaksanakan pemerikasaan psikologis memiliki peranan dalam melaksanakan pemeriksaan psikologis baik untuk kalangan civitas akademika UPI maupun lembaga pendidikan lainnya. Adapun rekomendasi untuk laboratorium PPB FIP UPI adalah sebagai berikut.

a) Mempertimbangkan penggunaan instrumen empati peserta didik SMA untuk pemeriksaan psikologis.

b) Melakukan pengujian ulang terhadap instrumen empati dengan lingkup yang lebih luas yaitu jenjang sekolah yang lebih variatif meliputi SMA, SMK, dan MA serta dilihat dari status sekolah (negeri dan swasta) dan letak sekolah (perkotaan, pedesaan dan perbatasan).

c) Mengembangkan norma dan manual instrumen empati peserta didik SMA yang baku sehingga dapat digunakan pada lingkup yang lebih luas.

d) Memodifikasi instrumen empati peserta didik menjadi instrumen empati untuk mengukur tingkat empati calon konselor atau mahasiswa Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.


(41)

91

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

ABKIN. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan

Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta :

Departemen Pendidikan Nasional

Anastasi, A. & Urbinia, S. (2007). Tes Psikologi. Jakarta : Prenhalindo.

Adreasson, P. (2010). Emotional Empathy, Facial Reactions, and Facial

Feddback. Acta Universitatis Upsaliensis. Digital Comprehensive Summeries of Uppsala Dissertations from the Faculty of Social Sciences. Arikunto, S. (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Asih, G. Y. & Pratiwi, M. M. S. (2010). “Perilaku Prososial Ditinjau dari Empati dan Kematangan Emosi”. Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus. 1, (1), 34-42.

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Baron, R. A. & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial .Jilid 2. Alih bahasa : Ratna

Djuwita. Edisi kesepuluh. Jakarta : Erlangga.

Borba, M. (2008). Membangun Kecerdasan Moral. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Davis, M. H. (1980). A Multidimensional Approach to Individual Differences in Empathy. Catalog of Selected Dociments in psychology. Autin : University of Texas.

Davis, M. H. (1983). “Measuring Individual Differences in Empathy : Evidence for Multidimentional Approach”. Journal of Personality and Social Psycholgy. 44b, (5), 113-126.

Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Eisenberg, N. (2000). “Emotion, Regulation and Moral Development.”.

Psychology. 51. 665-697.

Fitri, N. (2008). Kontribusi Empati Terhadap Kompetensi Komunikasi

Interpersonal pada Mahasiswa Tingkat Satu. (Skripsi) Universitas

Gunadarma,

Gini, G., Albiero P., Benelli, B., Altoe, G. (2007). Does Empathy Predict

Adolescent’Bullying and Defending Behavior?. Wiley-Liss Inc., Agressive Behavior.


(42)

92

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

Goleman, D. (2000). Kecerdasan Emosional. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Gunarsa, S. D. & Yulia.(2008). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja,. Jakarta : Gunung Mulia.

Helma. (2001). Pengembangan Alat Ukur kecerdasan Emosi Siswa Sekolah

Menengah. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Hoffman, M. L. (2000). Empathy and Moral Development : Implication Caring

and Justice. New York : Cambridge University Press.

Hurolck, E. B. (1980) Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.

Ibung, D. (2009). Mengembangkan Nilai Moral Pada Anak. Jakarta : gramedia Pustaka Utama.

Iis, N. (2012). Pengembangan Empati Anak Usia Dini Melalui Mendongeng di Taman Kanak-kanak Asyiyah Pariaman. Jurnal Pembelajaran Anak Usia

Dini. 1, (04). [Online]. Tersedia : http://portalgaruda.org . [Diakses 12

Agustus 2014]

Kaplan, R. M., & Saccuzzo, D. P. (2012). Pengukuran Psikologi : Prinsip,

Penerapan dan Isu Edisi Ke Tujuh. Jakarta : Salemba Humanika.

Kartadinata, S. (1988). Profil Kemandirian Dan Orientasi Timbangan Sosial

Mahsiswa Serta Kaitannya Dengan Perilaku Empatik Dan Orientasi Nilai Rujukan : Studi Deskriptif Analitik Tentang Kemandirian Mahasiswa Pada Beberapa Perguruan Tinggi Negeri Dan Swasta. (Disertasi). Sekolah

Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Kurtines, W. M & Gerwitz, J.L. (1984). Morality, Moral Behavior and Moral

Development. New York : John Wiley & Sons.

Lickona, T. (2012). Characters Matters : Persoalan Karakter. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Maliana, D. M. (2010). Pengembangan Alat Ukur Kecakapan Emosi Pada Aspek

Pribadi Anggots Polisi. (Skripsi). Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas


(43)

93

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

Matondang, Z. (2009). Validitas dan Reliabilitas Sutau Instrumen Penelitian.

Jurnal Tabula Rasa PPS UNIMED. 6, (1), 87-97.

Nashori, F. (2008). Psikologi Sosial Islami. Bandung : PT Refika Aditama.

Nurcahyono, A. (2013). Perbedaan Empati Antara Siswa Laki-laki dan

Perempuan pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Salatiga. (Skripsi).

Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Nurdin. (2009). Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Penyesuaian Sosial Siswa di Sekolah. Jurnal Administrasi Pendidikan. 1. (9). 86-108.

Panuntun, J. G. (2012). Hubungan Antara Tipe Pola Asuh Authoritatif dengan

Empati pada Siswa Kelas X SMKN 3 Salatiga Tahun 2012/2013. (Skripsi).

Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Popa, L. N. (2005). Romanian Teachers of Gifted Empathy and Ccuracy in

Perceiving Students Characteristics. Nijmegen : Quickprint BV

Pramuaji, K.A. (2012). Penggunaan Metode Bermain Peran (Role Playing) dalam

Meningkatkan Empati Teman Sebaya Siswa Kelas XII-D Jurusan Administrasi Perkantoran di SMK PGRI 02 Salatiga. (Skripsi). Fakultas

Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Pujiyanti, A. (2012). Kontribusi Empati Terhadap Perilaku Altruisme Pada Siswa

Siswi SMA Negeri 1 Setu Bekasi. Artikel (Tersedia : www.gunadarma.ac.id)

Rachmah, D. N. (2014). Empati pada Pelaku Bullying. Artikel pada Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat. Rakhmat & Solehuddin. (2006). Pengukuran dan Pnelitian Hasil Belajar.

Bandung : Andira.

Riduwan. (2012). Skala Pengukuran Variabel-vaiabel Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Riyadi, A. (2006) Pengembangan alat ukur kematangan karier siswa SMA. (Skripsi). Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Salim, M. (2013). Hubungan antra Empati dengan Perilaku Bullying dan

Defending terhadap Siswa dengan ASD. (Skripsi) Psikologi, Universitas


(1)

90

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

dapat meminimalisir kecenderungan peserta didik memilih jawaban ditengah.

Selain itu diharapkan pula ada penelitian mengenai modifikasi instrumen empati untuk mengukur empati individu pada berbagai

setting sosial selain untuk peserta didik.

3) Laboratorium PPB FIP UPI sebagai lembaga yang melaksanakan pemerikasaan psikologis memiliki peranan dalam melaksanakan pemeriksaan psikologis baik untuk kalangan civitas akademika UPI maupun lembaga pendidikan lainnya. Adapun rekomendasi untuk laboratorium PPB FIP UPI adalah sebagai berikut.

a) Mempertimbangkan penggunaan instrumen empati peserta didik SMA untuk pemeriksaan psikologis.

b) Melakukan pengujian ulang terhadap instrumen empati dengan lingkup yang lebih luas yaitu jenjang sekolah yang lebih variatif meliputi SMA, SMK, dan MA serta dilihat dari status sekolah (negeri dan swasta) dan letak sekolah (perkotaan, pedesaan dan perbatasan).

c) Mengembangkan norma dan manual instrumen empati peserta didik SMA yang baku sehingga dapat digunakan pada lingkup yang lebih luas.

d) Memodifikasi instrumen empati peserta didik menjadi instrumen empati untuk mengukur tingkat empati calon konselor atau mahasiswa Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.


(2)

91

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

ABKIN. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan

Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta :

Departemen Pendidikan Nasional

Anastasi, A. & Urbinia, S. (2007). Tes Psikologi. Jakarta : Prenhalindo.

Adreasson, P. (2010). Emotional Empathy, Facial Reactions, and Facial

Feddback. Acta Universitatis Upsaliensis. Digital Comprehensive Summeries of Uppsala Dissertations from the Faculty of Social Sciences.

Arikunto, S. (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Asih, G. Y. & Pratiwi, M. M. S. (2010). “Perilaku Prososial Ditinjau dari Empati dan Kematangan Emosi”. Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus. 1, (1), 34-42.

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Baron, R. A. & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial .Jilid 2. Alih bahasa : Ratna Djuwita. Edisi kesepuluh. Jakarta : Erlangga.

Borba, M. (2008). Membangun Kecerdasan Moral. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Davis, M. H. (1980). A Multidimensional Approach to Individual Differences in Empathy. Catalog of Selected Dociments in psychology. Autin : University of Texas.

Davis, M. H. (1983). “Measuring Individual Differences in Empathy : Evidence

for Multidimentional Approach”. Journal of Personality and Social

Psycholgy. 44b, (5), 113-126.

Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Eisenberg, N. (2000). “Emotion, Regulation and Moral Development.”.

Psychology. 51. 665-697.

Fitri, N. (2008). Kontribusi Empati Terhadap Kompetensi Komunikasi

Interpersonal pada Mahasiswa Tingkat Satu. (Skripsi) Universitas

Gunadarma,

Gini, G., Albiero P., Benelli, B., Altoe, G. (2007). Does Empathy Predict Adolescent’Bullying and Defending Behavior?. Wiley-Liss Inc., Agressive Behavior.


(3)

92

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

Goleman, D. (2000). Kecerdasan Emosional. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Gunarsa, S. D. & Yulia.(2008). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja,. Jakarta : Gunung Mulia.

Helma. (2001). Pengembangan Alat Ukur kecerdasan Emosi Siswa Sekolah

Menengah. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Hoffman, M. L. (2000). Empathy and Moral Development : Implication Caring

and Justice. New York : Cambridge University Press.

Hurolck, E. B. (1980) Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.

Ibung, D. (2009). Mengembangkan Nilai Moral Pada Anak. Jakarta : gramedia Pustaka Utama.

Iis, N. (2012). Pengembangan Empati Anak Usia Dini Melalui Mendongeng di Taman Kanak-kanak Asyiyah Pariaman. Jurnal Pembelajaran Anak Usia

Dini. 1, (04). [Online]. Tersedia : http://portalgaruda.org . [Diakses 12

Agustus 2014]

Kaplan, R. M., & Saccuzzo, D. P. (2012). Pengukuran Psikologi : Prinsip,

Penerapan dan Isu Edisi Ke Tujuh. Jakarta : Salemba Humanika.

Kartadinata, S. (1988). Profil Kemandirian Dan Orientasi Timbangan Sosial

Mahsiswa Serta Kaitannya Dengan Perilaku Empatik Dan Orientasi Nilai Rujukan : Studi Deskriptif Analitik Tentang Kemandirian Mahasiswa Pada Beberapa Perguruan Tinggi Negeri Dan Swasta. (Disertasi). Sekolah

Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Kurtines, W. M & Gerwitz, J.L. (1984). Morality, Moral Behavior and Moral

Development. New York : John Wiley & Sons.

Lickona, T. (2012). Characters Matters : Persoalan Karakter. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Maliana, D. M. (2010). Pengembangan Alat Ukur Kecakapan Emosi Pada Aspek

Pribadi Anggots Polisi. (Skripsi). Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas


(4)

93

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

Matondang, Z. (2009). Validitas dan Reliabilitas Sutau Instrumen Penelitian.

Jurnal Tabula Rasa PPS UNIMED. 6, (1), 87-97.

Nashori, F. (2008). Psikologi Sosial Islami. Bandung : PT Refika Aditama.

Nurcahyono, A. (2013). Perbedaan Empati Antara Siswa Laki-laki dan

Perempuan pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Salatiga. (Skripsi).

Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Nurdin. (2009). Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Penyesuaian Sosial Siswa di Sekolah. Jurnal Administrasi Pendidikan. 1. (9). 86-108.

Panuntun, J. G. (2012). Hubungan Antara Tipe Pola Asuh Authoritatif dengan

Empati pada Siswa Kelas X SMKN 3 Salatiga Tahun 2012/2013. (Skripsi).

Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Popa, L. N. (2005). Romanian Teachers of Gifted Empathy and Ccuracy in

Perceiving Students Characteristics. Nijmegen : Quickprint BV

Pramuaji, K.A. (2012). Penggunaan Metode Bermain Peran (Role Playing) dalam

Meningkatkan Empati Teman Sebaya Siswa Kelas XII-D Jurusan Administrasi Perkantoran di SMK PGRI 02 Salatiga. (Skripsi). Fakultas

Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Pujiyanti, A. (2012). Kontribusi Empati Terhadap Perilaku Altruisme Pada Siswa

Siswi SMA Negeri 1 Setu Bekasi. Artikel (Tersedia : www.gunadarma.ac.id)

Rachmah, D. N. (2014). Empati pada Pelaku Bullying. Artikel pada Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat.

Rakhmat & Solehuddin. (2006). Pengukuran dan Pnelitian Hasil Belajar. Bandung : Andira.

Riduwan. (2012). Skala Pengukuran Variabel-vaiabel Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Riyadi, A. (2006) Pengembangan alat ukur kematangan karier siswa SMA. (Skripsi). Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Salim, M. (2013). Hubungan antra Empati dengan Perilaku Bullying dan

Defending terhadap Siswa dengan ASD. (Skripsi) Psikologi, Universitas


(5)

94

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

Sakofsky, M. J. (2009). The impact of empathy Skills Training on Middle School

Children. Counselor Educatin Master’s Theses. Paper 94

Santrock, J. W. (2007). Child Development (Eleventh Edition). New York : McGraw-Hill

Santrock, J. W. (2003). Adolescence : Perkembangan Remaja (Edisi Keenam). Jakarta : Erlangga

Sears, D. O. dkk. (1994). Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Subino. (1987). Konstruksi dan Analisis Tes : Suatu Pengantar kepada teori Tes

dan Pengukuran. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sukamadinata, N.S. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Sudjana. (1996). Metode Statistika. Bandung : Tarsito

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Sulistiyo. (2013). Kasus Moralitas Pelajar di Indonesia. [Online]. Diakses dari www.okezone.com [11 Juli 2013]

Sukardi, D. K. & Kusmawati, D. P. E. N. (2009). Analisis Tes Psikologis Teori

dan Praktek. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Sunarya, Y. dkk. (2013). “Pengembangan Instrumen Uji Kompetensi Kepribadian

Guru”. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun II. Bandung :

Universitas Pendidikan Indonesia.

Sunarya, Y. (1986). Sikap Guru Bidang Studi Terhadap Bimbingan dihubungkan

dengan Partisipasi dalam Kegiatan Bimbingan (Studi deskriptif Analitis terhadap guru Bidang Studi di SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 2 Sumedang). (Skripsi) Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan

Indonesia, Bandung.

Surapranata, S. (2004) Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes :

Implementasi Kurikulum 2004. Bandung : Remaja Rosdakrya.

Suryabrata, S. (2005). Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Taufik. (2012). Empati : Pendekatan Psikologi Sosial. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.


(6)

95

Lilis Rani Nur’aeni, 2015

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EMPATI PESERTA D ID IK SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KECAMATAN SOREANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

Viorensika, S. (2013). Gambaran Empati pada Mahasiswa Psikologi Jenjang

Sarjana. (Skripsi) Psikologi, Universitas Indonesia, Depok.

Wade, C. & Carol Tavis. (2008). Psikologi Edisi Kesembilan Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Wulandari, S. dkk. (2012). Upaya meningkatkan Empati dalam Berinteraksi Sosial Melalui Dinamika Kelompok Pendekatan Experiental Learning.

Indonesian Journal of Guidance an Counseling : Theory and Application.

1, (2), 40-46

Wulandari, Y. W. H. (2012). Empati dan Pola Asuh Demokratis sebagai

Prediktor Perilaku Sosial pada Remaja PPA Solo. (Tesis). Pascasarjana,

Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Wuryanano. (2007). The 21 Principles to Build and Develop fighting Spirit. Jakarta : Gramedia.

Yanti, A. S, dkk. (2013). Penerapan Model Konsleing Behavioral Teknik Modeling untuk Mengembangkan Sikap Empati Siswa Kelas XC UPW SMKN 1 Singaraja. Jurnal Jurusan Bimbingan dan Konseling. 1, (1) (Tersedia : portalgaruda.org)

Yusuf, Syamsu & Nurihsan. (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Zuriah, N. (2007). Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif

Perubahan : Menggagas Platfom Pendidikan Budi Pekerti secara Kontekstual dan Futuristik. Jakarta : PT Bumi Aksara.