SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA : Studi Kasus pada Tiga Remaja Penyandang Tunadaksa di Pangalengan.
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
(Studi Kasus pada Tiga Remaja Tunadaksa di Pangalengan)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Disusun oleh: Sonia Pramita
1000129
DEPARTEMEN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015
No.Skripsi:519/Skripsi/PSI/FIP_UPI/06.201 5
(2)
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
(Studi Kasus pada Tiga Remaja Tunadaksa di Pangalengan)
Oleh: Sonia Pramita
1000129
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Sonia Pramita 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang. Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotocopy, atau cara lainnya
(3)
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
(4)
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
(5)
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
(6)
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
PRAMITA, SONIA (1000129). SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA (Studi Kasus pada Tiga Remaja Penyandang
Tunadaksa di Pangalengan). Bandung: UPI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran self-acceptance pada remaja penyandang tunadaksa. Self-Acceptance merupakan sikap positif yang dimiliki suatu individu dalam menerima kelebihan dan kekurangan diri, mengungkapkan perasaan, dan mampu mengendalikan emosinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus. Subjek dalam penelitian ini adalahtiga orang remaja berusia 12-21 tahun yang memiliki kelainan otot dan tulang rangka (musculus skeletal system) dan bersekolah di sekolah umum atau regular yang diambil secara purposive. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam (indepth interview) dan studi dokumentasi, serta divalidasi dengan teknik triangulasi sumber (informan) dan waktu. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa gambaran self-acceptance yang dimiliki subjek pertama (KA) dapat tergambar dari konsep diri yang belum cukup stabil, adanya sikap afektif yang negatif dalam mengungkapkan perasaan yang disebabkan oleh perasaan takut, malu, dan asumsi KA akan terjadinya penolakan dari orang lain, serta tipe pola asuh otoritarian dari orangtua KA. Gambaran self-acceptance dari subjek kedua (DS) dan ketiga (IM) terlihat dari konsep diri yang stabil, adanya komponen sikap konatif yang membuat mereka bertindak dengan cara tertentu dalam menghadapi suatu keadaan, dukungan sosial yang intens dari keluarga dan lingkungan, serta pola asuh otoritatif dari kedua orangtua DS dan IM.
(7)
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT
This study aims to describe self-acceptance of quadriplegic adolescence. Self-Acceptance is a positive attitude that is owned by a individual in accepting their ability and infirmity, expressing feelings and inclinations to control his own emotions. This study used a qualitative approach with case study design. Subjects in this study were three adolescents (12-21 years) that has a muscular and skeletal disorders (musculus skeletal system) who attended public schools or regular taken purposively. Data were collected by using in-depth interviews and documentation. Validated by triangulation technique (informants) and time. The results shown that the self-acceptance owned the first subject (KA) can be drawn from the concept of self that is not stable enough, the negative affective attitude in expressing feelings caused by feelings of fear, shame, and assumptions KA impending rejection of others, as well as the type of authoritarian parenting parents KA. The self-acceptance from the second subject (DS) and third (IM) visible from a stable self-concept, their components conative attitudes that make them act in a certain way in the face of a state, an intense social support from family and environment, as well as parenting authoritative parents of both DS and IM.
(8)
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Fokus Penelitian ... 4
C. Pertanyaan Penelitian ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 5
E. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN TEORI A. Tunadaksa ... 8
1. Pengertian Tunadaksa ... 8
2. Penyebab Tunadaksa ... 9
3. Hambatan pada Tunadaksa ... 9
4. Kebutuhan Tunadaksa ... 10
B. Remaja ... 12
1. Definisi Remaja ... 12
2. Tugas Perkembangan Remaja ... 13
3. Karakteristik Masa Remaja ... 15
C. Self-Acceptance ... 17
1. Definisi Self-Acceptance ... 17
2. Aspek-aspek Self-Acceptance ... 18
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self-Acceptance ... 20
(9)
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
viii
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ... 24
B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 24
C. Instrumen Penelitian ... 25
D. Teknik Pengumpulan Data ... 25
E. Teknik Analisis Data... 26
F. Teknik Keabsahan Data ... 28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Profil Subjek Pertama (KA) ... 29
1. Identitas Subjek Pertama (KA) ... 29
2. Status Praesens Subjek Pertama (KA) ... 30
3. Riwayat Hidup Subjek Pertama (KA) ... 30
4. Hasil dan Pembahasan Subjek Pertama (KA) ... 32
B. Data Profil Subjek Kedua (DS) ... 52
1. Identitas Subjek Kedua (DS) ... 52
2. Status Praesens Subjek Kedua (DS) ... 53
3. Riwayat Hidup Subjek Kedua (DS) ... 53
4. Hasil dan Pembahasan Subjek Kedua (DS) ... 55
C. Data Profil Subjek Ketiga (IM) ... 82
1. Identitas Subjek Ketiga (IM) ... 82
2. Status Praesens Subjek Ketiga (IM) ... 82
3. Riwayat Hidup Subjek Ketiga (IM) ... 83
(10)
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ix
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 110 B. Saran ... 111 DAFTAR PUSTAKA ... 113 LAMPIRAN
Daftar Lampiran 1 ... 127 Verbatim & Reduksi Data Subjek 1 (KA)-Wawancara 1
Verbatim & Reduksi Data Subjek 1 (KA)-Wawancara 2 Verbatim & Reduksi Data Subjek 1 (KA)-Wawancara 3 Verbatim & Reduksi Data Significant Other 1 Subjek 1 (KA) Verbatim & Reduksi Data Significant Other 2 Subjek 1 & 2 Display Data Subjek 1 (KA)
Daftar Lampiran 2 ... 166 Verbatim & Reduksi Data Subjek 2 (DS)-Wawancara 1
Verbatim & Reduksi Data Subjek 2 (DS)-Wawancara 2 Verbatim & Reduksi Data Subjek 2 (DS)-Wawancara 3 Verbatim & Reduksi Data Significant Other 1 Subjek 2 (DS) Verbatim & Reduksi Data Significant Other 2 Subjek 2 (DS) Verbatim & Reduksi Data Significant Other 3 Subjek 2 (DS) Display Data Subjek 2 (DS)
Daftar Lampiran 3 ... 208 Verbatim & Reduksi Data Subjek 3 (IM)-Wawancara 1
(11)
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
x
Verbatim & Reduksi Data Significant Other 2 Subjek 3 (IM) Verbatim & Reduksi Data Significant Other 3 Subjek 3 (IM) Display Data Subjek 3 (IM)
Daftar Lampiran 4 ... 244 Studi Dokumentasi Via Rapot Subjek 1 (KA)
Daftar Lampiran 5 ... 250 Studi Dokumentasi Via Rapot Subjek 2 (DS)
Studi Dokumentasi Via Sosial Media Subjek 2 (DS)
Daftar Lampiran 6 ... 254 Studi Dokumentasi Via Rapot Subjek 3 (IM)
Studi Dokumentasi Via Sosial Media Subjek 3 (IM)
Daftar Lampiran 7 ... 263 Surat Pernyataan Subjek 1
Surat Pernyataan Subjek 2 Surat Pernyataan Subjek 3
Surat Pengangkatan Dosen Pembimbing Kartu Bimbingan Skripsi
(12)
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Ringkasan Gambaran Self-Acceptance Subjek Pertama (KA) ... 37 Tabel 4.2 Ringkasan Gambaran Self-Acceptance Subjek Kedua (DS) ... 61 Tabel 4.3 Ringkasan Gambaran Self-Acceptance Subjek Ketiga (IM) ... 90
(13)
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Dalam proses perkembangannya, setiap individu terkadang mengalami suatu hambatan. Hambatan yang terjadi pada suatu individu beragam jenisnya. Beberapa jenis hambatan tersebut ialah individu yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, hambatan dalam perkembangan intelektual serta gangguan motorik (Sugiarmin & Heryati, 2009). Keadaan seperti itulah yang mengakibatkan seseorang mengalami kesulitan dan ketidakmampuan (disability) yang diakibatkan oleh suatu
impairment (kecacatan). Penyandang disabilitas itu sendiri terdiri atas beberapa jenis, diantaranya adalah tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Dari jenis-jenis disabilitas tersebut, individu yang mengalami cacat fisik atau penyandang tunadaksa memiliki pandangan yang paling berbeda terhadap dirinya, karena jika dibandingkan dengan ketunaan yang lain, penyandang tunadaksa memiliki ciri fisik yang terlihat sangat jelas atau nampak (Feist & Feist dalam Anggraini, 2012).
Tunadaksa diartikan sebagai suatu keadaan dimana kondisi yang menghambat kegiatan individu akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot menyebabkan berkurangnya kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan untuk berdiri sendiri (Somantri, 2007). Menurut Lewis (Tentama, 2010) kondisi kecacatan pada penyandang tunadaksa seringkali dihadapkan pada kenyataan bahwa dirinya berbeda dengan individu yang lain yang tidak menyandang cacat. Anak yang mengalami keterbatasan fisik terkadang memiliki kesempatan yang lebih sedikit untuk bermain dan mengembangkan hubungan dengan teman sebayanya. Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan dalam mobilitas, komunikasi,
(14)
2
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kemampuan untuk mengikuti sebuah kegiatan, atau bahkan karena keterbatasan secara kognitif (Lewis, 2003:181).
Data Susenas tahun 2003 menunjukkan jumlah penyandang cacat di Indonesia mencapai angka 1,48 juta, dimana jumlah tersebut merupakan 0,7% dari jumlah total penduduk Indonesia secara keseluruhan (sumbarprov.go.id, 2003). Kepala Dinas Sosial Provinsi Nusa Tenggara Timur, Petrus S Manuk mengungkapkan bahwa jumlah penyandang cacat tertinggi hingga 2007 terdapat di Provinsi Jawa Barat, yaitu sekitar 50,90 persen dari total 299.203 jiwa. Data tersebut berdasarkan hasil pendataan (survei) PT Surveyor Indonesia (Persero) dari 9 provinsi dengan jumlah penyandang cacat terbanyak di Indonesia (www.beritasatu.com). Dari banyaknya jumlah penyandang cacat di provinsi Jawa Barat, data Disdik Jabar tahun ajaran 2009/2010 mencatat baru 16.000 penyandang cacat yang mengenyam pendidikan formal. Penyandang cacat yang mendapatkan pendidikan formal tersebut berada di 304 sekolah luar biasa yang ada di Jawa Barat. Selain itu, saat ini sebanyak dua ratus sekolah telah terdaftar sebagai sekolah inklusi, dimana sebagian besar penyandang cacat yang masuk sekolah tersebut adalah penyandang tunadaksa atau tunarungu.
Dari jumlah penyandang cacat yang telah mendapatkan pendidikan formal tersebut, tentunya tidak sembarang sekolah yang dapat menampung seluruh anak tersebut. Menurut para ahli, terdapat beberapa ciri sekolah yang harus diperhatikan untuk menampung anak yang memiliki kebutuhan khusus atau penyandang cacat, diantaranya adalah tidak diskriminatif, fasilitas belajar dan lingkungan yang memberi kemudahan dan rasa aman kepada setiap anak, sarana fisik sekolah yang memudahkan anak (aksesibel), serta guru bekerja dalam tim (Sukinah, 2010). Oleh karena itu, banyak hal yang harus diperhatikan terkait banyaknya ciri yang harus dimiliki oleh sekolah yang siap menampung siswa dengan kebutuhan khusus.
(15)
3
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan wawancara permulaan yang dilakukan peneliti terhadap beberapa guru dan orangtua murid, diperoleh gambaran bahwa SLB (Sekolah Luar Biasa) dianggap sebagai pilihan yang tepat untuk memberikan pendidikan terhadap anak yang mengalami kecacatan. Penelitian yang dilakukan di Kuningan Jawa Barat tahun 2010 lalu menunjukkan bahwa guru SD di kabupaten tersebut memilih SLB sebagai tempat mendidik anak-anak dengan kebutuhan khusus yang tergolong tingkat sedang hingga berat dikarenakan permasalahan tersebut tidak berkaitan langsung dengan masalah akademik (Herlina, 2010).
Namun pada akhir 2013 lalu, pemerintah Provinsi Jawa Barat mendeklarasikan Provinsi Jawa Barat sebagai provinsi inklusif atau daerah yang pendidikannya berusaha menjangkau semua individu tanpa kecuali (Metro tv news, 2013). Dalam pendeklarasian tersebut, disebutkan bahwa paradigma pendidikan inklusif identik dengan penegakan hak asasi manusia dimana sistem pelayanan pendidikan menghargai semua anak.
Dalam hal ini, Johnsen & Skjorten (2001:48) menerangkan pengertian umum mengenai inklusi, yaitu dalam lingkungan masyarakat inklusif, individu tidak lagi dituntut untuk menyesuaikan diri dengan seting yang ada, melainkan diberlakukannya penyesuaian sistem, lingkungan, serta aktivitas semua orang dengan mempertimbangkan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, dengan adanya pendeklarasian mengenai provinsi inklusif, diharapkan setiap individu baik yang mengalami maupun tidak mengalami suatu kecacatan dapat berjalan beriringan untuk sama-sama mendapatkan haknya memperoleh pendidikan agar dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya.
Penelitian mengenai integrasi sosial dan konsep diri pada siswa berkebutuhan khusus dalam kelas inklusif pernah dilakukan di Catalonia, Spanyol. Bahasan dalam penelitian ini ialah mengevaluasi tingkat integrasi sosial siswa yang berkebutuhan khusus di kelas, serta menggali hubungan antara integrasi sosial dan
(16)
4
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
konsep diri dengan melakukan perbandingan pada siswa yang tidak berkebutuhan khusus di kelas tersebut. Penelitian ini dilakukan pada 97 siswa berkebutuhan khusus yang memiliki masalah pada pendengaran, penglihatan, motorik, hambatan belajar dan retardasi mental. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan adanya hasil positif pada konsep diri siswa berkebutuhan khusus terutama pada dimensi sosial dan akademik, meskipun lebih rendah jika dibandingkan dengan teman sekelasnya yang tidak berkebutuhan khusus (Cambra & Silvestre, 2003).
Dalam optimalisasi kemampuan individu, faktor internal juga dapat berpengaruh pada proses pencapaian kemampuan tersebut. Salah satu faktor tersebut adalah self-acceptance (penerimaan diri). Self-acceptance atau penerimaan diri diartikan Supratiknya (1995) berupa adanya penghargaan diri yang tinggi dan tidak bersikap sinis terhadap dirinya sendiri. Pengertian self-acceptance ini juga memiliki kaitan yang cukup erat dengan kemauan untuk membuka diri dalam mengungkapkan perasaan, pikiran, serta reaksi dan penerimaan terhadap orang lain. Dengan adanya kemampuan dalam menerima diri, tentunya akan berdampak positif untuk menjalani kehidupan ini. Penyesuaian pribadi maupun sosial yang baik berasal dari sikap menerima diri sendiri dan penerimaan orang lain (Hurlock, 1980).
B. Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah gambaran penerimaan diri (self-acceptance) pada remaja penyandang tunadaksa. Penelitian ini dilakukan pada tiga orang remaja yang merupakan penyandang tunadaksa dan memiliki kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system). Ketiga remaja tersebut bersekolah di sekolah umum.
(17)
5
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Keterbatasan fisik yang dimiliki suatu individu sejatinya tidak akan menghambat individu tersebut untuk mendapatkan pendidikan. Untuk membentuk sikap mental yang kuat pada individu yang mengalami kecacatan fisik, dibutuhkan kepercayaan, dukungan, dan penerimaan dari lingkungan terlebih dari dirinya sendiri. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi
mengenai “Bagaimana gambaran penerimaan diri (self-acceptance) pada remaja
penyandang tunadaksa?”
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penerimaan diri
(self-acceptance) pada remaja penyandang tunadaksa.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi pengetahuan mengenai gambaran penerimaan diri (self-acceptance) pada remaja penyandang tunadaksa. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang Psikologi Perkembangan.
2. Manfaat praktis
a. Bagi siswa remaja (usia 12-21 tahun), diharapkan melalui penelitian ini siswa dapat menerima keadaan yang dialaminya dengan cara memaksimalkan potensi yang ia miliki serta meningkatkan eksistensi yang ada pada dirinya.
(18)
6
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Untuk para guru atau pendidik, melalui penelitian ini diharapkan mampu mengamati penerimaan diri anak dan memberikan berbagai macam bentuk dukungan, baik itu sikap maupun layanan pendidikan integrasi menuju pendidikan inklusif agar anak mampu mendapatkan haknya dalam dunia pendidikan dan interaksi sosial.
F. Sistematika Penulisan
Berikut merupakan sistematika penulisan dalam penulisan skripsi ini:
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Fokus Penelitian
C. Pertanyaan Penelitian D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis 2. Manfaat Praktis F. Sistematika Penulisan BAB II: KAJIAN TEORITIS A. Tunadaksa
1. Definisi tunadaksa 2. Klasifikasi tunadaksa 3. Penyebab tunadaksa 4. Hambatan pada tunadaksa 5. Kebutuhan tunadaksa B. Remaja
(19)
7
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2. Tugas Perkembangan masa remaja
3. Karakteristik masa remaja C. Self-Acceptance
1. Definisi Self-Acceptance
2. Aspek-aspek Self-Acceptance
3. Faktor-faktor Self-Acceptance
4. Dampak Penerimaan Diri
BAB III: METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
B. Subjek Penelitian C. Instrumen Penelitian D. Teknik Pengumpulan Data E. Teknik Analisis Data
F. Teknik Analisis Keabsahan Data
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Pembahasan Subjek A
1. Profil Subjek A 2. Hasil Penelitian 3. Pembahasan
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan Subjek B 1. Profil Subjek B
2. Hasil Penelitian 3. Pembahasan
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan Subjek C 1. Profil Subjek C
2. Hasil Penelitian 3. Pembahasan
(20)
8
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V: KESIMPULAN
A. Kesimpulan B. Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(21)
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
24 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui metode kualitatif. Denzin dan Lincoln (Moleong, 2010) mengartikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan tujuan untuk menafsirkan suatu fenomena yang terjadi dengan melibatkan berbagai macam metode yang ada.
Berdasarkan berbagai pengertian penelitian kualitatif, Moleong (2010:6), menyimpulkan bahwa metode penelitian kulitatif merupakan metode penelitian yang ditujukan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara menyeluruh dan dengan deskripsi dalam bentuk kata-kata atau bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Metode penelitian kualitatif dipilih oleh peneliti dengan tujuan untuk memahami situasi sosial secara mendalam, menemukan pola, dan teori.
Model penelitian yang digunakan adalah model studi kasus. Menurut Creswell (Herdiansyah, 2010) studi kasus adalah suatu model yang menekankan pada eksplorasi dari suatu sistem yang berbatas (bounded system). Sistem berbatas yang dimaksud ialah adanya batasan terkait waktu dan tempat serta batasan mengenai kasus yang diangkat (subjek penelitian, aktivitas, dan kejadian). Model studi kasus ini digunakan peneliti karena kasus yang diangkat memiliki ciri khas atau keunikan tersendiri.
(22)
25
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Lokasi penelitian akan dilakukan di SMP dan SMA Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Teknik yang digunakan dalam menentukan subjek pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik tersebut digunakan berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki subjek dan sesuai dengan tujuan penelitian. Subjek dalam penelitian ini berjumlah tiga orang yang merupakan penyandang tunadaksa, dengan karakteristik:
1. Subjek memiliki kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system) dan bersekolah di sekolah umum atau regular.
2. Subjek berada pada usia remaja (12-21 tahun).
C. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah peneliti sendiri. Menurut Nasution (Sugiyono, 2011: 224) peneliti sebagai instrumen penelitian harus memiliki ciri-ciri, antara lain: peka terhadap stimulus (responsive), mampu menyesuaikan diri dengan keadaan (adaptive), menangkap situasi secara holistic,
mampu melibatkan pemahaman, perasaan, dan pengetahuan, mampu menganalisis dan menafsirkan situasi hingga menyimpulkan data yang diperoleh.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pedoman wawancara mendalam (indepth interview) dan studi dokumentasi.
Teknik wawancara yang akan digunakan adalah wawancara semiterstruktur
(semistructure interview). Teknik ini termasuk ke dalam jenis indepth interview
dengan pelaksanaan yang lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Penggunaan teknik ini diharapkan mampu menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak bicara (informan) dimintai pendapat serta idenya
(23)
26
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(Sugiyono, 2011: 233). Sumber informasi dalam penelitian ini adalah ketiga subjek penelitian dengan karakteristik yang telah dipaparkan sebelumnya. Di lapangan, peneliti melakukan pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kisi-kisi wawancara semi terstruktur yang telah disusun sebelumnya dan mengembangkan pertanyaan berdasarkan kisi-kisi tersebut. Secara keseluruhan, peneliti melakukan wawancara sebanyak delapan kali pada ketiga subjek dan tujuh kali pada informan (significant other) ketiga subjek penelitian.
Studi dokumentasi digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, atau untuk meramalkan suatu keadaan (Moleong, 2010: 217). Studi dokumentasi dalam penelitian ini diperoleh melalui dokumen pribadi berupa status-status dalam media sosial subjek dan dokumen resmi melalui nilai rapot subjek. Untuk mengumpulkan data melalui studi dokumentasi, peneliti meminta laporan hasil belajar (rapot) ketiga subjek dan meminta langsung pada ketiga subjek untuk menerima pertemanan peneliti di sosial media seperti facebook, bbm, dan line.
E. Teknik Analisis Data
Proses analisis data pada penelitian kualitatif dimulai sejak sebelum peneliti memasuki lapangan, saat di lapangan, dan setelah dari lapangan (Sugiyono, 2011: 333).
Analisis data sebelum di lapangan dilakukan peneliti sebelum memasuki lapangan yaitu pada saat studi pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Peneliti melakukan analisis data sebelum di lapangan berdasarkan data keterangan dari guru sekolah ketiga subjek. Berdasarkan keterangan dari guru sekolah kemudian peneliti menganalisis kriteria yang dimiliki subjek dan menentukan fokus penelitian berdasarkan criteria dari data yang ada.
(24)
27
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Peneliti menggunakan model Miles and Huberman dalam melakukan analisis data selama di lapangan. Menurut Miles and Huberman (Sugiyono, 2011) aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan dengan cara interaktif, terus-menerus hingga tuntas, sampai dengan datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data ialah data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Saat di lapangan, peneliti terus melakukan analisis melalui hasil wawancara ketiga subjek dan orangtuanya di rumah, melalui guru sekolah, teman dekat subjek dan melalui studi dokumentasi rapot dan sosial media.
Setelah melalui tahap pengumpulan data, peneliti kemudian melakukan analisis data setelah dari lapangan dengan melakukan verbatim untuk menampilkan seluruh data yang diambil dari wawancara ketiga subjek dan informan. Setelah menyelesaikan verbatim, peneliti kemudian melakukan proses reduksi data dan melakukan pengelompokan tema dan pengodean (coding) untuk dilanjutkan ke tahap display data. Pada display data, data yang telah di reduksi ditampilkan secara jelas dengan kutipan atau bukti dari hasil wawancara yang dilakukan sebelumnya. Peneliti melakukan analisis berdasarkan dari temuan unit analisis yang berasal dari sub domain sebagai berikut:
SUB DOMAIN UNIT ANALISIS
Interaksi dengan orang lain Sikap Kemampuan dalam mengungkapkan
pikiran dan perasaan
Hambatan dari dalam diri maupun lingkungan
Dukungan orang lain terhadap subjek
Dukungan social
(25)
28
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Kelebihan dan kekurangan diri
Keyakinan akan kemampuan diri Harapan-harapan subjek
Tipe pola asuh orangtua Pola asuh
Tahap akhir dari analisis ini ialah conclusion/ verification dimana pada tahap ini, peneliti menuliskan hasil secara deskriptif untuk kemudian dibahas menggunakan teori-teori terkait.
F. Rencana Pengujian Keabsahan Data
Uji keabsahan data pada penelitian ini akan menggunakan jenis uji keabsahan data yang dijelasakan oleh Sugiyono (2011: 270).
a. Uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Cara yang dilakukan dalam uji dependability ini dilakukan oleh
auditor atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.
b. Triangulasi. Triangulasi merupakan teknik pengecekan yang berasal dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu. Triangulasi sumber merupakan teknik pengecekan yang dilakukan dengan cara mengecek data dari beberapa sumber (informan) (Sugiyono, 2011). Sedangkan triangulasi waktu dilakukan dengan cara mengecek data dengan waktu yang berbeda. Triangulasi sumber dan waktu digunakan peneliti dengan tujuan untuk mengantisipasi kesalahan yang dilakukan informan terhadap data yang diberikan. Peneliti akan melakukan triangulasi sumber pada orangtua, guru, dan teman subjek dalam penelitian ini.
(26)
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
110 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang didapat dari data lapangan, peneliti menyimpulkan bahwa gambaran self-acceptance dari ketiga subjek tersebut tergambar dari adanya konsep diri, sikap, dukungan sosial, dan pola asuh orangtua. Subjek pertama (KA) terlihat belum mampu mempersepsikan kelebihan dan kekurangan diri serta belum memiliki keyakinan yang kuat atas kemampuan yang dimilikinya sendiri. Hal tersebut menunjukkan bahwa KA belum mampu menunjukkan konsep diri yang ia miliki. Sedangkan konsep diri yang dimiliki subjek kedua (DS) dan ketiga (IM) tergambar dari kemampuan mereka dalam mempersepsikan dirinya sendiri termasuk kelebihan dan kekurangan diri, adanya keyakinan diri akan kemampuan yang dimiliki, dan harapan serta strategi untuk mewujudkannya.
Sikap yang tergambar dari subjek pertama (KA) ialah adanya sikap afektif yang negatif dalam mengungkapkan perasaan yang disebabkan oleh perasaan takut, malu, dan asumsi KA akan terjadinya penolakan dari orang lain. Subjek kedua (DS) dan ketiga (IM) menunjukkan komponen sikap konatif yang membuat mereka bertindak dengan cara tertentu dalam menghadapi suatu keadaan. Cara tersebut membuat subjek kedua dan ketiga dapat dengan bebas mengungkapkan pikiran, perasaan, dan berinteraksi dengan orang lain. Pengaruh dukungan sosial yang intens dari keluarga dan orang-orang di sekitarnya, juga berdampak positif terhadap DS dan IM sehingga mereka dapat dengan mudah menerima kondisi dirinya.
Tipe pola asuh yang tergambar dari orangtua KA adalah tipe otoritaran. Dimana tipe pola asuh ini membatasi KA untuk beraktivitas dan adanya pengendalian yang tegas dari orangtuanya. Pola asuh yang terlihat dari orangtua
(27)
111
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
subjek kedua (DS) dan ketiga (IM) termasuk ke dalam pola asuh otoritatif. Pola asuh ini membuat kedua subjek tersebut bebas melakukan aktivitas namun tetap mendapat arahan dan controlling sekaligus dari kedua orangtuanya.
B. SARAN
Berdasarkan proses dan hasil yang telah didapat, berikut ini adalah saran untuk beberapa pihak yang terkait:
1. Remaja penyandang tunadaksa
Diharapkan kepada penyandang tunadaksa untuk dapat memusatkan perhatian pada kelebihan yang dimiliki dan memanfaatkannya secara maksimal. Karena dengan berfokus pada kelebihan, remaja akan mendapatkan kepercayaan dan penghargaan atas dirinya sendiri.
2. Orangtua
a. Orangtua harus mampu mengarahkan anak untuk dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki dan tidak terfokus pada kekurangan diri. Dengan kata lain, orangtua dapat lebih kreatif mencari alternatif dalam memanfaatkan hal lain yang masih dapat dikembangkan dari diri anak. Salah satunya dengan melibatkan anak secara aktif dalam kegiatan yang dilakukan orangtua di rumah.
b. Orangtua juga dapat mengikutsertakan anak dalam terapi yang berhubungan dengan masalah anak secara rutin.
3. Lingkungan sekolah
Diharapkan pada pihak sekolah untuk memberikan sosialisasi secara rutin terhadap para guru, murid, dan seluruh karyawan di sekolah mengenai hak dan tanggung jawab pihak sekolah dalam menerima anak berkebutuhan khusus. Hal
(28)
112
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ini bertujuan untuk menciptakan kenyamanan dan lingkungan ramah anak tanpa terkecuali.
4. Peneliti selanjutnya
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan remaja laki-laki sebagai subjek penelitian. Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya perbedaan self-acceptance remaja laki-laki dan perempuan yang dibuktikan secara kuantitatif. Oleh karena itu, untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat membahas gambaran self-acceptance secara lebih mendalam mengenai self-acceptance
(29)
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
113
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, D. (2012). Hubungan antara Kecerdasan (Intelektual, Emosi, Spiritual) dengan Penerimaan Diri pada Dewasa Muda Penyandang Cacat Tubuh di Balai Besar
Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Prof. DR. Soeharso Surakarta. Skripsi pada FK Universitas Sebelas Maret Surakarta: tidak diterbitkan.
Antara & Bowo, A.S. (2012). 9 Provinsi Miliki Penyandang Cacat Terbanyak. [Online]. Tersedia: http://www.beritasatu.com/news/59076-9-provinsi-miliki-penyandang-cacat-terbanyak.html (8 Mei 2015).
Azwar, S. (2003). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB. (2003). Perlindungan Anak Berkebutuhan
Khusus. [Online]. Tersedia: http://www.sumbarprov.go.id/read/99/12/14/59/295-hidup-di-sumatera-barat/keluarga-berencana/464-abk.html (22 September 2014). Cambra, C & Silvestre. (2003). Student with Special Educational Needs in The Inclusive
Classroom: Social Integration and Self-Concept. Eur.J. of Special Needs Education.
Vol 18(2), 1-12.
Chaplin, J. P. (2004). Kamus Lengkap Psikologi (Diterjemahkan oleh Kartini Kartono). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Charles, N. St. (2007). Physical Disabilities. [Online].
Tersedia:http://web.jhu.edu/disabilities/faculty/types_of_disabilities/physical.html (27 April 2015).
Cronbach, L.J. (1963). Educational Psychology. 2nd Edition. New York: Harcourt, Bruce, and World.
Fuhrmann, B. S. (1990). Adolescent, Adolescent, ( Edition). London: Scott, Foresman, Little, Brown Higher.
Herdiansyah, H. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Herlina. (2010). Sikap Guru SD Terhadap Penyelenggaraan Sekolah Inklusif Di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Tesis pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.
(30)
114
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Hjelle, L. A. & Ziegler, D. J. (1992). Personality theories (3rd Edition). Singapore: McGraw-Hill, Inc.
Hurlock, B. E. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, B. E. (1994). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, B. E. (1974). Personality Development. New York: Mc Graw Hill. Hurlock, B. E. (1999). Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Izzati, A & Waluya, O.T. (2012). Gambaran Penerimaan Diri Pada Penderita Psoriasis.
Jurnal Psikologi. Vol.10 (2). 68-78.
Jersild, A.T. (1978). The Psychology of Adolescence. New York: Mc Millan Company Johnsen, B. H & Miriam D. S. (2001). Pendidikan Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar.
Edisi Bahasa Indonesia. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Lewis, V. (2003). Development and Disability ( . UK: Blackwell Publishing Company.
Moleong, L J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi revisi. Bandung: Rosdakarya. Muslim. AT ., Sugiarmin, M. (1996). Ortopedi dalam Pendidikan Anak Tunadaksa.
Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Lidyasari, A.T. (2006). Pola Asuh Otoritatif Sebagai Sarana Pembentukan Karakter Anak Dalam Setting Keluarga. [Online]. Diakses dari:
www.staff. uny. ac.id/sites/default/files.com (31 Mei 2015).
Nurviana, E.V. (2006). Penerimaan Diri Pada Penderita Epilepsi, Jurnal Psikologi Proyeksi
.Vol. 5, No. 1. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang. Papalia, D.E., dkk. (2004). Human Development. New York: Mc Graw Hill.
(31)
115
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Rizkiana, U & Retnaningsih. (2008). Self Acceptance In Adolescent Patients Leukimia. Skripsi pada Universitas Gunadarma: tidak diterbitkan.
Santrock, J. W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Edisi keenam. Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. (2007). Psikologi Remaja.. Jakarta: Erlangga.
Sari, E. P. (2002). Penerimaan Diri pada Lanjut Usia Ditinjau dari Kematangan Emosi.
Jurnal Psikologi No.2. Hal 73-88
Situmorang, J. (2013). Definisi Tuna Daksa. [Online]. Diakses dari: http://melyanasinaga19.blogspot.com/2013/10/a.html (11 Mei 2015). Somantri, S. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.
Sugiarmin, M., Heryati E. (2009). Mata Kuliah Hambatan Perhatian, Persepsi, dan Motorik. Bandung: UPI
Sugiyono.(2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono.(2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods).Bandung: Alfabeta. Sukinah. (2010). Manajemen Strategik Implementasi Pendidikan Inklusif. Jurnal
Pendidikan Khusus. Vol 7(2), 40- 51.
Supratiknya, A. (1995). Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius.
Tentama, F. (2010). Berpikir Positif dan Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan. Journal of Humanity Psychology.VII(1), 67-75.
Yusuf, S. (2009). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
(1)
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang didapat dari data lapangan, peneliti menyimpulkan bahwa gambaran self-acceptance dari ketiga subjek tersebut tergambar dari adanya konsep diri, sikap, dukungan sosial, dan pola asuh orangtua. Subjek pertama (KA) terlihat belum mampu mempersepsikan kelebihan dan kekurangan diri serta belum memiliki keyakinan yang kuat atas kemampuan yang dimilikinya sendiri. Hal tersebut menunjukkan bahwa KA belum mampu menunjukkan konsep diri yang ia miliki. Sedangkan konsep diri yang dimiliki subjek kedua (DS) dan ketiga (IM) tergambar dari kemampuan mereka dalam mempersepsikan dirinya sendiri termasuk kelebihan dan kekurangan diri, adanya keyakinan diri akan kemampuan yang dimiliki, dan harapan serta strategi untuk mewujudkannya.
Sikap yang tergambar dari subjek pertama (KA) ialah adanya sikap afektif yang negatif dalam mengungkapkan perasaan yang disebabkan oleh perasaan takut, malu, dan asumsi KA akan terjadinya penolakan dari orang lain. Subjek kedua (DS) dan ketiga (IM) menunjukkan komponen sikap konatif yang membuat mereka bertindak dengan cara tertentu dalam menghadapi suatu keadaan. Cara tersebut membuat subjek kedua dan ketiga dapat dengan bebas mengungkapkan pikiran, perasaan, dan berinteraksi dengan orang lain. Pengaruh dukungan sosial yang intens dari keluarga dan orang-orang di sekitarnya, juga berdampak positif terhadap DS dan IM sehingga mereka dapat dengan mudah menerima kondisi dirinya.
Tipe pola asuh yang tergambar dari orangtua KA adalah tipe otoritaran. Dimana tipe pola asuh ini membatasi KA untuk beraktivitas dan adanya pengendalian yang tegas dari orangtuanya. Pola asuh yang terlihat dari orangtua
(2)
subjek kedua (DS) dan ketiga (IM) termasuk ke dalam pola asuh otoritatif. Pola asuh ini membuat kedua subjek tersebut bebas melakukan aktivitas namun tetap mendapat arahan dan controlling sekaligus dari kedua orangtuanya.
B. SARAN
Berdasarkan proses dan hasil yang telah didapat, berikut ini adalah saran untuk beberapa pihak yang terkait:
1. Remaja penyandang tunadaksa
Diharapkan kepada penyandang tunadaksa untuk dapat memusatkan perhatian pada kelebihan yang dimiliki dan memanfaatkannya secara maksimal. Karena dengan berfokus pada kelebihan, remaja akan mendapatkan kepercayaan dan penghargaan atas dirinya sendiri.
2. Orangtua
a. Orangtua harus mampu mengarahkan anak untuk dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki dan tidak terfokus pada kekurangan diri. Dengan kata lain, orangtua dapat lebih kreatif mencari alternatif dalam memanfaatkan hal lain yang masih dapat dikembangkan dari diri anak. Salah satunya dengan melibatkan anak secara aktif dalam kegiatan yang dilakukan orangtua di rumah.
b. Orangtua juga dapat mengikutsertakan anak dalam terapi yang berhubungan dengan masalah anak secara rutin.
3. Lingkungan sekolah
Diharapkan pada pihak sekolah untuk memberikan sosialisasi secara rutin terhadap para guru, murid, dan seluruh karyawan di sekolah mengenai hak dan tanggung jawab pihak sekolah dalam menerima anak berkebutuhan khusus. Hal
(3)
112
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ini bertujuan untuk menciptakan kenyamanan dan lingkungan ramah anak tanpa terkecuali.
4. Peneliti selanjutnya
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan remaja laki-laki sebagai subjek penelitian. Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya perbedaan self-acceptance remaja laki-laki dan perempuan yang dibuktikan secara kuantitatif. Oleh karena itu, untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat membahas gambaran self-acceptance secara lebih mendalam mengenai self-acceptance
(4)
Universitas Sebelas Maret Surakarta: tidak diterbitkan.
Antara & Bowo, A.S. (2012). 9 Provinsi Miliki Penyandang Cacat Terbanyak. [Online]. Tersedia: http://www.beritasatu.com/news/59076-9-provinsi-miliki-penyandang-cacat-terbanyak.html (8 Mei 2015).
Azwar, S. (2003). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB. (2003). Perlindungan Anak Berkebutuhan
Khusus. [Online]. Tersedia: http://www.sumbarprov.go.id/read/99/12/14/59/295-hidup-di-sumatera-barat/keluarga-berencana/464-abk.html (22 September 2014). Cambra, C & Silvestre. (2003). Student with Special Educational Needs in The Inclusive
Classroom: Social Integration and Self-Concept. Eur.J. of Special Needs Education.
Vol 18(2), 1-12.
Chaplin, J. P. (2004). Kamus Lengkap Psikologi (Diterjemahkan oleh Kartini Kartono). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Charles, N. St. (2007). Physical Disabilities. [Online].
Tersedia:http://web.jhu.edu/disabilities/faculty/types_of_disabilities/physical.html (27 April 2015).
Cronbach, L.J. (1963). Educational Psychology. 2nd Edition. New York: Harcourt, Bruce, and World.
Fuhrmann, B. S. (1990). Adolescent, Adolescent, ( Edition). London: Scott, Foresman, Little, Brown Higher.
Herdiansyah, H. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Herlina. (2010). Sikap Guru SD Terhadap Penyelenggaraan Sekolah Inklusif Di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Tesis pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.
(5)
114
Sonia Pramita, 2015
SELF-ACCEPTANCE PADA REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Hjelle, L. A. & Ziegler, D. J. (1992). Personality theories (3rd Edition). Singapore: McGraw-Hill, Inc.
Hurlock, B. E. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, B. E. (1994). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, B. E. (1974). Personality Development. New York: Mc Graw Hill. Hurlock, B. E. (1999). Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Izzati, A & Waluya, O.T. (2012). Gambaran Penerimaan Diri Pada Penderita Psoriasis.
Jurnal Psikologi. Vol.10 (2). 68-78.
Jersild, A.T. (1978). The Psychology of Adolescence. New York: Mc Millan Company Johnsen, B. H & Miriam D. S. (2001). Pendidikan Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar.
Edisi Bahasa Indonesia. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Lewis, V. (2003). Development and Disability ( . UK: Blackwell Publishing Company.
Moleong, L J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi revisi. Bandung: Rosdakarya. Muslim. AT ., Sugiarmin, M. (1996). Ortopedi dalam Pendidikan Anak Tunadaksa.
Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Lidyasari, A.T. (2006). Pola Asuh Otoritatif Sebagai Sarana Pembentukan Karakter Anak Dalam Setting Keluarga. [Online]. Diakses dari:
www.staff. uny. ac.id/sites/default/files.com (31 Mei 2015).
Nurviana, E.V. (2006). Penerimaan Diri Pada Penderita Epilepsi, Jurnal Psikologi Proyeksi
.Vol. 5, No. 1. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang. Papalia, D.E., dkk. (2004). Human Development. New York: Mc Graw Hill.
(6)
Rizkiana, U & Retnaningsih. (2008). Self Acceptance In Adolescent Patients Leukimia. Skripsi pada Universitas Gunadarma: tidak diterbitkan.
Santrock, J. W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Edisi keenam. Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. (2007). Psikologi Remaja.. Jakarta: Erlangga.
Sari, E. P. (2002). Penerimaan Diri pada Lanjut Usia Ditinjau dari Kematangan Emosi.
Jurnal Psikologi No.2. Hal 73-88
Situmorang, J. (2013). Definisi Tuna Daksa. [Online]. Diakses dari: http://melyanasinaga19.blogspot.com/2013/10/a.html (11 Mei 2015). Somantri, S. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.
Sugiarmin, M., Heryati E. (2009). Mata Kuliah Hambatan Perhatian, Persepsi, dan Motorik. Bandung: UPI
Sugiyono.(2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono.(2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods).Bandung: Alfabeta. Sukinah. (2010). Manajemen Strategik Implementasi Pendidikan Inklusif. Jurnal
Pendidikan Khusus. Vol 7(2), 40- 51.
Supratiknya, A. (1995). Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius.
Tentama, F. (2010). Berpikir Positif dan Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan. Journal of Humanity Psychology.VII(1), 67-75.
Yusuf, S. (2009). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.