PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI USAHA INDUSTRI KECIL BATIK SEMARANG16 DI BUKIT KENCANA JAYA TEMBALANG SEMARANG.

(1)

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI

USAHA INDUSTRI KECIL BATIK SEMARANG16 DI

BUKIT KENCANA JAYA TEMBALANG SEMARANG

Skripsi

Disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Andriyani Pamungkas 1201404074

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang:

Hari : Kamis

Tanggal : 14 Oktober 2010

Penguji Utama

S. Edi Mulyono S.Pd,M.Si NIP. 196807042 005011 001

Penguji/ Pembimbing I Penguji/ Pembimbing II

Drs.Joko Sutarto, M.Pd Dra. Liliek Desmawati, M.Pd NIP. 19560908 1983031 003 NIP. 195912011984032002

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan

Drs. Hardjono, M.Pd


(3)

iii

ABSTRAK

Pamungkas, Andriyani. 2010. “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Usaha Industri Kecil Batik Semarang 16 di Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang”. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Skripsi ini dibawah bimbingan Dr. Joko Sutarto, M.Pd dan Dra. Liliek Desmawati, M.Pd.

Kata Kunci : Pemberdayaan Masyarakat, Industri Kecil Batik Semarang 16.

Permasalahan penelitian ini adalah: (a) bagaimana pemberdayaan masyarakat Tembalang melalui usaha industri kecil Batik Semarang16, (b) bagaimana dampak pemberdayaan usaha industri Batik Semarang16 terhadap masyarakat Bukit Kencana Jaya tembalang Semarang, (c) faktor pendukung dan penghambat dalam pemberdayaan usaha industri Batik Semarang 16. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah: (a) mengetahui proses pemberdayaan masyarakat melalui usaha Batik Semarang16, (b) mengetahui dampak pemberdayaan usaha industri Batik Semarang16 terhadap masyarakat bukit kencana jaya Tembalang Semarang, (c) faktor pendukung dan penghambat dalam pemberdayaan usaha industri batik Semarang16.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan menanyakan secara langsung kepada subjek penelitian dengan pedoman wawancara dan dokumentasi dengan mengambil data dari usaha industri batik Semarang16 yang berkenaan dengan masalah penelitian. Observasi yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat keadaan yang berkenaan dengan fokus penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) proses pemberdayaan masyarakat melalui usaha industri Batik Semarang16, yaitu memberikan pelatihan cara membatik yang benar sehingga menghasilkan batik yang indah. Tehnik yang diajarkan yaitu tehnik membatik dengan cara tulis maupun dengan cara pengecapan; (b) dampak pemberdayaan industri Batik Semarang16, yaitu masyarakat yang tadinya pengangguran sekarang mereka mempunyai ketrampilan membatik dan juga bisa mendapat penghasilan; (c) faktor pendukung meliputi etos kerja karyawan yang tinggi, mendapatkan tambahan modal dari luar, faktor penghambatnya yaitu keterbatasan bahan untuk membuat batik tulis.


(4)

iv

Simpulan dari penelitian adalah: (a) memberdayakan masyarakat yang baik akan membuat seseorang mejadi lebih berdaya (b) dapat mengurangi pengangguran dan memberikan penghasilan, (c) banyak warga yang menyukai Batik Semarang16 karena motifnya yang sangat banyak dan bervariasi. Saran yang dapat di berikan dalam penelitian ini adalah: (a) Pemberdayaan masyarakat di Batik Semarang 16 harus terorganisir dengan baik dan mendatangkan ahli batik supaya dapat memberdayakan masyarakat menjadi lebih baik, (b) industri Batik Semarang16 diharapkan dapat memberikan pelatihan membatik kepada masyarakat di daerah lain, (c) Batik Semarang 16 harus lebih berani berinovasi dalam menciptakan motif batik sehingga memberikan banyak pilihan.


(5)

v

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN……… iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Penegasan Istilah ... 5

1.5.1 Pemberdayaan ... 5

1.5.2 Masyarakat………. 6

1.5.3 Usaha……….. 6

1.5.4 Industri Kecil………... 6

1.5.5 Batik……….. . 7

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1 Usaha Industri Kecil ... …. 8

2.1.1 Faktor Pendukung dan Penghambat Pemberdayaan Masyarakat Melalui Usaha Industri Kecil ... 9

2.2 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat ... 15

2.2.1 Model-Model Pemberdayaan Masyarakat ... 17


(6)

vi

2.2.3 Proses Pembelajaran... 21

2.2.4 Metode Pemberdayaan Masyarakat Dalam Usaha Industri ... 32

2.3 Kerangka Berfikir ... 34

BAB 3 METODE PENELITIAN……….. 36

3.1 Pendekatan Penelitian ... 36

3.2 Lokasi Penelitian ... 37

3.3 Subjek Penelitian ... 37

3.4 Fokus Penelitian ... 38

3.5 Sumber Data Penelitian ... 38

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 39

3.7 Keabsahan Data ... 42

3.8 Analisis Data ... 43

3.9 Langkah-Langkah Penelitian……… 44

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 49

4.1 Gambaran Umum ... 49

4.1.1 Keadaan Geografis ... 49

4.1.2 Kondisi Lingkungan Industri Batik Semarang 16 ... 50

4.1.3 Keadaan Sarana dan Prasarana ... 50

4.2 Hasil Penelitian ... 51

4.2.1 Proses Pemberdayaan Masyarakat Melalui Usaha Industri Batik Semarang 16……….. . 51

4.2.2 Dampak Usaha Industri Batik Semarang 16 Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang……….. ... 58

4.2.3 Faktor Pendukung dan Penghambat Pemberdayaan Masyarakat Melalui Industri Batik Semarang 16… ... 64

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian……… ... . 67

4.3.1 Proses Pemberdayaan Masyarakat Melalui Usaha Industri Batik Semarang 16……… .. 67 4.3.2 Dampak Usaha Industri Batik Semarang 16 Terhadap Pemberdayaan


(7)

vii

Masyarakat Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang……… 73

4.3.3 Faktor Pendukung dan Penghambat Pemberdayaan Masyarakat Melalui Industri Batik Semarang 16… ... 74

BAB 5 PENUTUP ... 69

5.1 Simpulan ... 69

5.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN


(8)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1 Pengumpulan Data ... 41 Tabel 2 Keadaan Sarana dan Prasarana……… 51


(9)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ... 74

Pedoman Wawancara ... 80

Pedoman Observasi ... 84

Hasil Wawancara dengan Subjek Penelitian ... 85

Foto-foto Penelitian ... 104 Surat ijin Penelitian


(10)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah pengetahuan serta penghasilannya, sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan diri dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasaan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, malainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan, (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan, dan (c) berpartisipan dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka (Suharto, 2005: 58).

Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Pemberdayaan masyarakat sebagai suatu pemikiran yang tidak dapat dilepaskan dari paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat. Setiap upaya pemberdayaan harus diarahkan pada penciptaan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk menikmati kehidupan yang jauh lebih baik. Pemberdayaan senantiasa mempunyai dua pengertian yang saling terkait. Masyarakat yang belum berkembang sebagai pihak yang harus diberdayakan, dan pihak yang menaruh keperdulian sebagai pihak yang memberdayakan.


(11)

Pemberdayaan berarti menciptakan kebersamaan, melindungi untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang. Upaya peningkatan kemampuan masyarakat, penguasaan teknologi dan pemupukan modal yang benar muncul dari dalam diri sendiri, yakni dari masyarakat oleh masyarakat, untuk dinikmati masyarakat. Dengan ini setiap anggota masyarakat diisyaratkan berperan serta dalam proses pemberdayaan mempunyai kemampuan sama dan bertindak rasional.

Pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Salah satu pemberdayaan masyarakat adalah industri kecil.

Industri kecil merupakan salah satu komponen dari sektor industri pengolahan yang mempunyai andil besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan di Indonesia, meskipun sifat usahanya yang kebanyakan masih memerlukan pembinaan yang terus-menerus agar masalah yang dihadapi dapat segera diatasi. Beberapa masalah utama yang sering dihadapi antara lain masalah permodalan, pemasaran dan ketrampilan dalam mengelola usaha. Masyarakat desa dengan sumber-sumber daya tanah dan modal yang terbatas, kesempatan-kesempatan kerja bagi wanita merupakan sumber pendapatan


(12)

penting bagi rumah tangga ( Stoler dalam Martisari, 2008: 2). Akses wanita terhadap kesempatan kerja lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor individu meliputi tingkat pendidikan, ketrampilan, dan kemampuan fisik untuk memperoleh serta akses terhadap informasi pasar kerja, sedangkan faktor lingkungan lebih berhubungan dengan dengan ada tidaknya peluang kerja ( Martisari, 2008: 3).

Masyarakat yang kurang mampu di Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang memiliki peran ganda dalam memenuhi kebutuhan keluarga maupun dalam usaha untuk memajukan jalannya industri kecil. Namun mereka juga mengalami masalah atau hambatan melaksanakan pembagian perannya. Hal ini disebabkan oleh sumber daya yang dimiliki masyarakat masih terbatas.

Kegiatan industri kecil Batik Semarang 16 di Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang merupakan fenomena menarik untuk dikaji dan dideskripsikan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Usaha Industri Kecil Batik Semarang 16 di Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang diangkat pada penelitian ini yaitu:


(13)

(1) Bagaimana proses pemberdayaan masyarakat melalui usaha industri Batik Semarang 16?

(2) Bagaimana dampak pemberdayaan usaha industri Batik Semarang 16 terhadap masyarakat Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang?

(3) Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pemberdayaan masyarakat melalui usaha industri Batik Semarang 16?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

(1) Untuk mengetahui proses pemberdayaan masyarakat melalui usaha industri Batik Semarang 16.

(2) Untuk mengetahui dampak pemberdayaan usaha Batik Semarang 16 terhadap masyarakat Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang.

(3) Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat pemberdayaan industri Batik Semarang 16.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna, baik secara teoritis maupun secara praktis.manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

(1) Secara teoritis

(a) Sebagai penelitian awal dan bahan perbandingan untuk penelitian lanjutan bila dilakukan penelitian yang sama di masa yang akan datang.


(14)

(b) Sebagai referensi penelitian untuk melengkapi sumber yang telah ada.

(c) Memberikan sumbangan bagi penelitian lebih lanjut tentang pemberdayaan masyarakat dalam usaha industri kecil.

(2) Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pengaturan usaha kepada pengusaha industri rumah tangga Batik Semarang 16 di Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang untuk meningkatkan usahanya guna kemajuan dan keberhasilan usaha Batik Semarang 16.

1.5 Penegasan Istilah

Supaya tidak terjadi salah penafsiran terhadap judul skripsi ini, perlu kiranya penulis memberikan penegasan istilah sebagai berikut :

1.5.1 Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan (Suharto, 2005: 39).

Pemberdayaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah memberikan pelatihan dan ketrampilan membatik kepada masyarakat, dan mempekerjakan tenaga wanita dalam produksinya dan membuka sanggar


(15)

pelatihan untuk semua kalangan khususnya di Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang.

1.5.2. Masyarakat

Masyarakat adalah sebuah “kepentingan bersama”, yakni sebuah wilayah geografi yang sama. Sebagai contoh, sebuah rukun tetangga , perumahan di daerah perkotaan atau sebuah kampung di wilayah pedesaan (Suharto, 2005: 39). Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah warga sebagai pemilik, pengrajin maupun penjual Batik Semarang 16 1.5.3. Usaha

Usaha adalah adanya suatu kegiatan atau suatu aktifitas yang dilakukan untuk menciptakan suatu hasil dalam satu tujuan tertentu (Rulanti S dalam Martisari, 2008: 8). Usaha yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan atau aktivitas ekonomi yang dilakukan para ibu rumah tangga dalam industri kecil Batik Semarang 16.

1.5.4. Industri Kecil

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa sedangkan industri kecil merupakan suatu bentuk usaha yang murah, sederhana dalam pengelolaan dan pengorganisasiannya, serta usaha tersebut dimiliki pribadi dan untung ruginya ditanggung secara pribadi (http://organisasi.org.com).


(16)

Jadi, industri kecil yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri yang memiliki modal kecil, dimiliki secara pribadi, menggunakan tenaga tenaga dan peralatan sederhana. Usaha ini merupakan pekerjaan rumahan yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga dalam memproses atau menghasilkan Batik Semarang 16 di Bukit Kelapa Hijau.

1.5.5. Batik

Batik merupakan teknik pewarnaan berpola tutupan dengan malam (lilin) yang digunakan pada selembar kain. Proses itu dipercaya berasal dari Cina, atau lebih tepatnya di Provinsi Yunnan. Konon, sejak itu batik terus menjadi pakaian utama kaum wanita di sana. Mereka juga memercayai batik sebagai salah satu warisan budaya dari leluhur. Hal tersebut kemungkinan dibuktikan dengan penemuan mesin tenun oleh orang-orang Cina yang memroduksi tekstil, termasuk batik dan sarung sebelum berkembang ke negara-negara tetangga seperti Thailand, Kamboja, Vietnam, dan semenanjung Malaya hingga ke Indonesia.

Batik juga dijumpai di beberapa negara di Asia Barat seperti Nigeria, Ghana, Kamerun, dan Mali. Batik berasal dari kata Indonesia yang berarti "membuat titik". Jenis seni kain ini berkembang di wilayah Hindu dan Melayu, tapi tentu saja Indonesialah yang menjadi jantung batik. Proses melukis dan mewarnai kain mencapai tingkatan tertingginya di Pulau Jawa, khususnya di Solo, Yogyakarta, Pekalongan atau Cirebon. Dari Jawa, kain batik itu diekspor ke pulau-pulau lain di nusantara serta ke Malaysia (www.batiksemarang16.net).


(17)

8

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Usaha Industri Kecil

Usaha adalah adanya suatu kegiatan atau aktifitas yang dilakukan untuk menciptakan suatu hasil dalam satu tujuan tertentu. Usaha ditinjau dari sudut ekonomi perusahaan adalah suatu organisasi dengan modal dan tenaga berusaha memenuhi kebutuhan dengan tujuan mencari laba ( Martisari, 2008: 21).

Berdasarkan journal internasional of business and economic in Indonesia vol 1 no 1 oleh Noer Sutrisno yaitu :

“By law every business in various economic sectors within the meaning of the Law No.9/1995 can be categorized as small businesses throughout his turnover of less than Rp. 1 billion, have assets of less than Rp. 200 million excluding land and buildings and not subsidiaries of large corporations. Coverage is broad and wide indeed cause the focus of development is often not effective, because the character and orientation of a business that is run by a business owner, if used as the basis for financing the provision of expert processing, small businesses in terms of Law no. 9 / 1995 can be divided into three groups: 1. Group of micro-businesses with a turnover of less than Rp. About 50 million represents 97% of the total business population kecil.2. small-business group with turnover of between Rp. 50 million - Rp. 500 million in a relatively small number of only about 2% of total small business population, 3. small and medium business group may be what we call micro-businesses that have turnover of ants.”

“Secara legal setiap usaha yang ada di berbagai sektor ekonomi menurut pengertian UU No.9/1995 dapat dikategorikan sebagai usaha kecil sepanjang omset nya


(18)

berada di bawah Rp. 1 miliar, memiliki aset kurang dari Rp. 200 juta di luar tanah dan bangunan dan bukan merupakan anak perusahaan dari usaha besar. Cakupan yang luas dan melebar memang menyebabkan fokus pengembangan sering tidak efektif, karena karakter dan orientasi bisnis yang dijalankan oleh para pemilik usaha, jika digunakan basis penyediaan pembiayaan sebagai pengolah pakar maka usaha kecil dalam pengertian UU No. 9/1995 dapat dibedakan menjadi tiga kelompok: 1. Kelompok usaha mikro dengan omset dibawah Rp. 50 juta yang diperkirakan merupakan 97 % dari seluruh populasi usaha kecil.2. Kelompok usaha kecil dengan omset antara Rp. 50 juta – Rp. 500 juta yang jumlahnya relatif kecil hanya sekitar 2 % dari seluruh populasi usaha kecil,3. Kelompok usaha kecil menengah mungkin dapat kita sebut usaha mikro yang memiliki omset antara Rp. 500 juta – Rp. 1 miliar dan relatif sangat kecil jumlahnya yaitu kurang dari 1 % atau tepatnya sekitar 0,5 % saja.”

Menurut pengertian tersebut, yang dimaksud usaha industri kecil adalah penanganan atau penyelenggaraan proses pembuatan produksi dengan mengerahkan orang, alat yang diatur secara rapi melalui kerjasama. Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya suatu usaha tergantung pada cara pengelolaannya. Termasuk disini adalah industri kecil Batik Semarang 16 yang ada di Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang.

Usaha industri kecil perlu dikelola dengan baik dengan tujuan agar dapat mencapai keteraturan, kelancaran dan kelangsungan usaha serta agar dapat orang bekerja secara efisien sehingga dapat mencapai efisiensi. Supaya usaha industri kecil dapat berjalan lancar maka perlu mengatur kegiatannya dengan rapi. Pengaturan yang rapi merupakan unsur-unsur yang berkaitan dalam penyelenggaraan aktifitas usaha industri kecil. Bidang-bidang usaha


(19)

yang dilakukan mencakup beberapa hal diantaranya pengelolaan keuangan, pengelolaan alat dan bahan, pengelolaan tenaga kerja, pengelolaan produksi, pengelolaan administrasi dan pemasaran.

2.1.1 Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pemberdayaan Masyarakat Melalui Usaha Industri Kecil

Faktor-faktor pokok yang menyebabkan suatu industri / perindustrian dapat berkembang dengan baik apabila dimiliki, antara lain adalah :

2.1.1.1 Faktor Pokok (1) Modal

Modal digunakan untuk membangun aset, pembelian bahan baku, rekrutmen tenaga kerja, dan lain sebagainya untuk menjalankan kegiatan industri. Modal bisa berasal dari dalam suatu negara serta dari luar negeri yang disebut juga sebagai penanaman modal asing (PMA).

(2) Tenaga Kerja

Tenaga kerja dengan jumlah dan standar kualitas yang sesuai dengan kebutuhan suatu perindustrian tentu akan membuat industri tersebut menjadi lancar dan mempu berkembang di masa depan. Jika suatu negara kelebihan tenaga kerja, maka salah satu solusi yang baik adalah mengirim tenaga kerja ke luar negeri menjadi tenaga kerja asing. Contohnya indonesia dengan tenaga kerja Indonesia (TKI) dan tenaga kerja wanita (TKW). Jika suatu negara kekurangan tenaga


(20)

kerja maka salah satu jalan keluarnya adalah mendatangkan tenaga kerja asing dari luar negaranya.

(3) Bahan Baku

Bahan baku adalah salah satu unsur penting yang sangat mempengaruhi kegiatan produksi suatu industri. Tanpa bahan baku yang cukup maka proses produsi dapat terhambat dan bahakan terhenti. Untuk itu pasokan bahan mentah yang cukup baik dari dalam maupun luar negeri / impor dapat melancarkan dam mempercepat perkembangan suatu industri.

(4) Transportasi Sarana

Transportasi sangat dibutuhkan suatu industri baik untuk mengangkut bahan mentah ke lokasi industri, mengangkut dan mengantarkan tenaga kerja, pengangkutan barang jadi hasil output industri ke agen penyalur / distributor atau ke tahap produksi selanjutnya, dan lain sebagainya. Terbayang bila transportasi untuk kegiatan tadi terputus. (5) Sumber Energi

Industri yang modern memerlukan sumber energi / tenaga untuk dapat menjalankan berbagai mesin-mesin produksi, menyalakan perangkat penunjang kegiatan bekerja, menjalankan kendaraan-kendaraan industri dan lain sebagainya. Sumber energi dapat berwujud dalam berbagai bentuk seperti bahan bakar minyak / bbm, batubara, gas bumi, listrik, metan, baterai, dan lain sebagainya.


(21)

(6) Pemasaran Hasil Out put Produksi

Pemasaran produk hasil keluaran produksi haruslah dikelola oleh orang-orang yang tepat agar hasil produksi dapat terjual untuk mendapatkan keuntungan / profit yang diharapkan sebagai pemasukan untuk pembiayaan kegiatan produksi berikutnya, memperluas pangsa pasar, memberikan dividen kepada pemegang saham, membayar pegawai, karyawan, buruh, dan lain-lain (Http://industri-bisnis.com 08/07/2006).

2.1.1.2 Faktor Penunjang / Faktor Pendukung

(1) Kebudayaan masyarakat sebelum membangun dan menjalankan kegiatan industri sebaiknya patut dipelajari mengenai adat-istiadat, norma, nilai, kebiasaan, dan lain sebagainya yang berlaku di lingkungan sekitar. Tidak sensitif terhadap kehidupan masyarakat sekitar mampu menimbulkan konflik dengan penduduk sekitar. Selain itu ketidak mampuan membaca pasar juga dapat membuat barang hasil produksi tidak laku di pasaran karena tidak sesuai dengan selera konsumen, tidak terjangkau daya beli masyarakat, boikot konsumen, dan lain-lain.

(2) Teknologi dengan berkembangnya teknologi dari waktu ke waktu akan dapat membantu industri untuk dapat memproduksi dengan lebih efektif dan efisien serta mampu menciptakan dan memproduksi barang-barang yang lebih modern dan berteknologi tinggi.


(22)

(3) Pemerintah adalah bagian yang cukup penting dalam perkembangan suatu industri karena segala peraturan dan kebijakan perindustrian ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah beserta aparat-aparatnya. Pemerintahan yang stabil mampu membantu perkembangan industri baik dalam segi keamanan, kemudahan-kemudahan, subsidi, pemberian modal ringan, dan sebagainya. (4) Dukungan Masyarakat Semangat masyarakat untuk mau membangun

daerah atau negaranya akan membantu industri di sekitarnya. Masyarakat yang cepat beradaptasi dengan pembangunan industri baik di desa dan di kota akan sangat mendukung sukses suatu indutri. (5) Kondisi Alam Kondisi alam yang baik serta iklim yang bersahabat

akan membantu industri memperlancar kegiatan usahanya. Di Indonesia memiliki iklim tropis tanpa banyak cuaca yang ekstrim sehingga kegiatan produksi rata-rata dapat berjalan dengan baik sepanjang tahun.

(6) Kondisi Perekonomian Pendapatan masyarakat yang baik dan tinggi akan meningkatkan daya beli masyarakat untuk membeli produk industri, sehingga efeknya akan sangat baik untuk perkembangan perindustrian lokal maupun internasional. Di samping itu Saluran distribusi yang baik untuk menyalurkan barang dan jasa dari tangan produsen ke konsumen juga menjadi hal yang sangat penting (Http://industri-bisnis.com 08/07/2006).


(23)

Faktor-faktor yang dapat mendukung usaha perkembangan industri kecil antara lain, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, yaitu kemampuan pada diri seseorang untuk maju, seperti etos kerja yang tinggi, manajemen yang baik, serta keberanian untuk berinovasi. Faktor eksternal atau faktor dari luar, misalnya berupa bantuan modal dari pemerintah atau lembaga non pemerintah, luasnya permintaan barang. Keberhasilan pengelolaan usaha industri kecil Batik Semarang 16 di Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang, tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik dari peran ibu rumahtangga maupun faktor dari luar industri (Martisari, 2008: 22).

Berdasarkan journal internasional of business and economic in Indonesia vol 23 no 24 oleh Nurul Indarti dan Rokhima Rostiani yaitu :

“McClelland (1961, 1971) have introduced the concept of need for achievement as a psychological motive. Achievement needs to be interpreted as a single character that motivates a person to face the challenge of achieving success and excellence (Lee, 1997: 103). Further, McClelland (1976) asserted that the need for achievement as one's personality traits that would encourage someone to have entrepreneurial intentions. According to him, there are three attributes that are attached to someone who has a high need for achievement, namely (a) personal responsibility in making decisions, (b) willing to take risks in accordance with its capabilities, and (c) have always been interested to learn of the decision that have been taken.”

“McClelland (1961, 1971) telah memperkenalkan konsep kebutuhan akan prestasi sebagai salah satu motif psikologis. Kebutuhan akan prestasi dapat diartikan sebagai suatu kesatuan watak yang memotivasi seseorang untuk menghadapi tantangan untuk mencapai kesuksesan dan


(24)

keunggulan (Lee, 1997: 103). Lebih lanjut, McClelland (1976) menegaskan bahwa kebutuhan akan prestasi sebagai salah satu karakteristik kepribadian seseorang yang akan mendorong seseorang untuk memiliki intensi kewirausahaan. Menurutnya, ada tiga atribut yang melekat pada seseorang yang mempunyai kebutuhan akan prestasi yang tinggi, yaitu (a) menyukai tanggung jawab pribadi dalam mengambil keputusan, (b) mau mengambil resiko sesuai dengan kemampuannya, dan (c) memiliki minat untuk selalu belajar dari keputusan yang telah diambil.”

Seperti uraian diatas bahwa usaha industri kecil Batik Semarang16 ini didirikan oleh Ibu Umi S. Adi Susilo karena keinginannya yang sangat besar untuk melestarikan batik di Indonesia. Beliau memiliki tanggung jawab pribadi yang sangat besar dan juga mau mengambil resiko sesuai dengan kemampuannya serta memiliki minat untuk selalu belajar dari keputusan yang telah diambil. Ini yang membuat usaha Batik Semarang 16 semakin maju dan berkembang sehingga peminat atau konsumennya pun semakin banyak.

2.1.1.3 Faktor Penghambat

Faktor-faktor yang menghambat perkembangan industri merupakan kebalikan dari kondisi faktor-faktor di atas. Hanya saja nilainya yang lebih

negatif : (1) Permodalan yang kurang

(2) Tidak ada sdm yang sesuai dengan yang dibutuhkan (3) Hasil produksi yang kualitasnya buruk

(4) Pemasaran yang buruk


(25)

2.2 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata "power" (kekuasaan atau keberdayaan). Oleh karena itu ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan, (Suharto, 2005: 57). Sedangkan menurut Hikmat (2001: 3) konsep pemberdayaan selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan.

Rukminto dalam Martisari (2001: 32) mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan (empowerment), pada intinya, ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan di lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang di miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.

Rukminto dalam Martisari (2001: 33) melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengkontrol ataupun komunitas berusaha mengkontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.

Rukminto dalam Martisari (2001: 33) menyatakan pemberdayaan mendorong klien untuk menentukan dirinya sendiri apa yang harus di


(26)

lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang di hadapi. Sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk hari depannya.

Intinya proses pemberdayaan menekankan pada kemandirian masyarakat sebagai hasil, pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom) dalam anti bebas dari kelaparan, kebodohan, kesakitan. (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa yang mereka perlukan, dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan, sebagai tujuan maka pemberdayaan menunjukkan pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi,


(27)

mempunyai mata pencaharian. berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Pemberdayaan masyarakat yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat titik beratnya adalah penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi justru sebagai subyek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum (Suharto, 2005: 5).

2.2.1 Model-Model Pemberdayaan Masyarakat

Paradigma pembangunan yang digunakan sangat menentukan hasil-hasil pembangunan yang diperoleh. Selama ini paradigma yang digunakan lebih banyak menunjukkan dominasi peran dilakukan oleh pemerintah. Peranan Negara pada posisi sentral baik dalam merencanakan maupun melaksanakan program. Menurut Korten dalam Suryana (2009: 35) ada tiga model pembangunan yang di Negara sedang berkembang, yaitu community development, partisipasi masyarakat, dan model desentralisasi.

Ternyata ketiga model pembangunan tersebut pada akhirnya masih diwarnai oleh kelemahan-kelemahan. Model pembangunan masyarakat tak-urung mengalami kegagalan untuk mengentaskan kemiskinan, karena


(28)

terbentur pada suatu fenomena dominasi orang kaya. Hal ini disebabkan oleh penguasaan sumber daya, pengaruh politik yang dimiliki orang kaya.

Pendekatan lain adalah model pembangunan desentralisasi. Secara riil pendekatan ini juga tidak mampu mengekspresikan secara penuh dari makna desentralisasi tersebut. Bagian yang disentralisasir hanayalah pada fungsi pelaksanaan saja yang diserahkan pada pemerintah daerah, sedangkan pengelolaan keuangan tetap menjadi bagian dari pemerintah pusat.

2.2.2 Strategi Pemberdayaan

Menurut Suharto (2005: 66) proses pemberdayaan pada umumnya dilakukan secara kolektif dan tidak ada literature yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu lawan satu antara pekerja sosial dan klien dalam setting pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan dan klien, hal ini bukanlah strategi utama dalam pemberdayaan. Namun tidak semua intervensi dapat dilakukan melalui kolektivitas, meskipun pada gilirannya strategi ini pun tetap berkaitan dengan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan dengan sumber atau sistem lain di luar dirinya. Menurut Suharto (2005: 66-67) Pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras yaitu:

2.2.2.1Aras mikro

Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan


(29)

utamanya adalah bimbingan atau melatih klien dalam menjalankan tugas tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered aproach).

2.2.2.2Aras mezzo

Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memacahkan permasalahan yang dihadapinya.

2.2.2.3Aras makro

Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar (large system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial kampanye, aksi sosial, lobbying. pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi sistem besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih, menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.

Suryana (2009: 39) mengatakan ada tiga strategi utama pemberdayaan, yaitu tradisional, direction (aksi langsung), dan transformasi. (a) strategi tradisonal menyarankan agar mengetahui dan memilih kepentingan terbaik secara bebas dalam berbagai keadaan, (b) strategi direct-action


(30)

membutuhkan dominasi kepentingan yang dihormati oleh semua pihak yang terlibat. Dipandang dari sudut perubahan yang mungkin terjadi, (c) strategi transformatif menunjukkan bahwa pendidikan massa dalam jangka panjang dibutuhkan sebelum pengidentifikasian kepentingan diri sendiri.

Pada dasarnya strategi pemberdayaan adalah cara dalam melaksanakan proses pemberdayaan, strategi-strategi diatas memiliki tujuan akhir adanya kemandirian pada klien. Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan dapal dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan, (Suharto, 2005: 67), pendekatan-pendekatan tersebut adalah:

Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membahaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural yang menghambat.

Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh-kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka.

Perlindungan: melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat. menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah.


(31)

Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.

Penyokongan: memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peran dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.

Pemeliharaan: kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjalani keselarasan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.

Menurut Dubois dan Miley dalam Suharto (2005: 68), memberikan beberapa cara yang lebih spesifik yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat:

(1) Membangun relasi pertolongan yang: merefleksikan respon empati, menghargai pilihan dan hak klien menentukan nasibnya sendiri (self-determination), menghargai perbedaan dan keunikan individu, menekankan kerjasama klien (clien partnerships).

(2) Membangun komunikasi yang: menghormati martabat dan harga diri klien, mempertimbangkan keragaman individu, berfokus pada klien, menjaga kerahasiaan klien.

(3) Terlibat dalam dalam pemecahan masalah yang: memperkuat partisipasi klien dalam semua aspek proses pemecahan masalah, menghargai hak-hak klien, menghargai tantangan sebagai


(32)

kesempatan belajar, melibatkan klien dalam perubahan keputusan dan evaluasi.

(4) Merefleksikan sikap nilai dan profesi pekerjaan social melalui: ketaatan terhadap kode etik profesi, keterlibatan dalam pengembangan profesional, riset, dan perumusan kebijakan, penerjemahan kesulitan-kesulitan pribadi ke dalam isu-isu publik, penghapusan segala bentuk diskriminasi dan ketidaksetaraan kesempatan.

2.2.3 Proses Pembelajaran 2.2.3.1 Perencanaan

Menurut Sutarto (2008: 172) dalam merancang program pembelajaran pemberdayaan masyarakat, paling tidak ada lima pertanyaan yang harus dijadikan pertimbangan, yaitu: (a) siapa yang akan dijadikan sebagai kelompok sasaran/ warga belajar dari program yang dirancang, (b) apa yang akan dipelajari/ didayagunakan melalui program tersebut, (c) siapa yang akan dilibatkan dalam penyampaian materi pembelajaran pemberdayaan masyarakat, dan (d) dengan cara bagaimana kelompok sasaran/warga belajar itu ditumbuh-kembangkan potensi pengetahuan, sikap, dan ketrampilannya.

(a) Warga belajar

Warga belajar yang akan menerima layanan program yang dirancang perlu ditetapkan dengan mempertimbangkan latar belakang, seperti pengalaman, pengetahuan, usia dan kapasitas lainnya.


(33)

Walaupun materi pembelajaran pemberdayaan masyarakat telah disusun berdasarkan kebutuhan tetapi perlu pula dilakukan analisis tentang kemampuan kelompok sasaran/warga belajar untuk “menerima” materi pembelajaran/pemberdayaan masyarakat dapat menjadi “faktor penentu” kelancaran proses pembelajaran/pemberdayaan masyarakat yang diprogramkan. Sebagaimana diketahui bahwa pada dasarnya kelompok sasaran/warga belajar pemberdayaan masyarakat umumnya adalah orang dewasa sehingga pendekatan yang digunakan sedapat mungkin berorientasi pada pendekatan/metodologis yang non direktif dan mengembangkan pendekatan partisipatif swa-arah (Sutarto, 2008: 172).

(b) Materi Pembelajaran

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman ditengarai adanya kesalahan umum yang sering terjadi dalam merancang materi pembelajaran/pemberdayaan masyarakat yaitu kecenderungan untuk memberikan materi atau muatan yang demikian banyak dan kurang terfokus, “memberikan banyak materi” dalam satu waktu tertentu. Pada dasarnya, identifikasi kebutuhan belajar dan sumber belajar telah dilakukan dengan baik dan benar serta perumusan tujuan pembelajaran/pemberdayaan masyarakat dan tingkat kedalamannya disusun dan dirumuskan dengan baik, maka sebenarnya sudah dapat teridentifikasi potensi kandungan materi pembelajaran yang diharapkan. Sesuai tujuan pemeberdayaan masyarakat, maka tujuan


(34)

pemberdayaan mencakup tiga domain, yaitu pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Pemberdayaan masyarakat diarahkan pada pencapaian tujuan baik yang mencakup domain tujuan maupun tingkat kadalamannya. Artinya bahwa “makin dalam atau makin tinggi” tujuan pemberdayaan masyarakat maka makin panjang waktu yang dibutuhkan. Langkah-langkah konkrit yang dapat ditempuh untuk menyusun dan mengembangkan materi pelatihan antara lain meliputi: (a) berdasarkan data yang telah terkumpul dari kegiatan identifikasi kebutuhan belajar dan sumber belajar, kemudian dipilah-pilahkan ke berbagai klasifikasi bidang yang sejenis, (b) dari klasifikasi kebutuhan dan sumber belajar tersebut kemudian rumuskan tujuan pemberdayaan masyarakat dengan mempertimbangkan tingkat kedalaman yang diharapkan. Teknik yang dapat dipergunakan untuk ini adalah analisis pohon masalah dan analisis pohon harapan atau pohon tujuan, (c) membuat suatu daftar berbagai kemungkinan bidang topic materi pembelajaran/pemberdayaan masyarakat sesuai dengan “klasifikasi permasalahan atau kebutuhan yang teridentifikasi” dan diarahkan pada pencapaian tujuan yang diharapkan, (d) mengacu pada daftar kemungkinan topik tersebut di atas kemudian lakukan prioritas topic pembelajaran /pemberdayaan masyarakat yang didasarkan pada tuntutan kompetensi atau tuntutan kehidupan yang diharapkan. Tuntutan kompetensi atau tuntutan kehidupan yang dimaksud dapat dikategorikan dalam tiga kategori sebagai berikut : topik atau materi


(35)

pembelajaran /pemberdayaan masyarakat tersebut “baik” untuk dipelajari, topik atau materi pembelajaran/pemberdayaan masyarakat tersebut “harus” dipelajari. Berdasarkan kategori tingkat kepentingkat materi tersebut kemudian dibuat daftar “urut” berdasarkan skala prioritas. Makin penting materi tersebut atau bersifat keharusan atau mutlak makin tinggi kedudukannya dan “materi yang kurang penting” berada pada prioritas urutan yang paling bawah. Beberapa pertimbangan yang perlu digunakan dalam menyusun dan menetapkan “materi pembelajaran/pemberdayaan masyarakat”, yaitu:

(1) Kebutuhan belajar nyata dari kelompok sasaran/warga belajar (2) Tujuan pelatihan, yang meliputi jenis tujuan pelatihan dan

tingkat kedalaman tujuan pembelajaran/pemberdayaan masyarakat

(3) Penyusunan materi atau isi pembelajaran/pemberdayaan masyarakat sedapat mungkin mengandung tiga domain tujuan pembelajaran

(4) Materi atau isi pembelajaran/pemberdayaan masyarakat sedapat mungkin “mampu melibatkan peran serta” kelompok sasaran/warga belajar dalam proses pembelajaran/ pemberdayaan masyarakat

(5) Ketersediaan sumberdaya, baik yang menyangkut pamong belajar, sumber belajar manusiawi atau fasilitator, pendanaan, fasilitas belajar dan waktu yang tersedia (Sutarto, 2008: 17).


(36)

(c) Siapa yang dilibatkan dalam Penyampaian Materi

Sumber belajar manusiawi, pamong belajar, atau fasilitator yang dilibatkan dalam keseluruhan proses pembelajaran perlu dipertimbangkan kualifikasi, dedikasi, komitmen, dan pengalamannya sehingga diharapkan mampu meramu dan mengembangkan materi pembelajaran/pemberdayaan masyarakat sesuai tujuan yang telah dirancang. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung kepada kepiawaian pamong belajar, fasilitator dalam menggunakan metode, teknik dan taktik pembelajaran. Diyakini, setiap pamong belajar atau fasilitator akan memiliki pengalaman. Pengetahuan, kemampuan gaya, dan bahkan pandangan yang berbeda dalam melaksanakan pembelajaran. Dengan demikian keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan fasilitator. Proses pembelajaran dirancang untuk memberikan pengetahuan baru, keterampilan baru, dengan cara mendorong individu meraih lebih jauh daripada apa yang diketahuinya.

Fasilitator yang dilibatkan diharapkan mempunyai ketrampilan “memproses” dalam hal ini menguasai metodologi maupun menguasai materi pembelajaran/pemberdayaan masyarakat sesuai dengan tujuan yang telah dirancang. Disamping itu, fasilitator yang dilibatkan dalam proses pembelajaran/pemberdayaan masyarakat mempersiapkan semua bahan yang dibutuhkan selama proses pembelajaran berlangsung seperti”


(37)

(1) Bahan ajar/modul yang digunakan dalam pembelajaran (2) Hand-out untuk kelompok sasaran/warga belajar

(3) Media yang dibutuhkan seperti transparan, bahan diskusi dan lain-lain

(4) Adanya suatu ketetapan bahwa setiap pamong belajar/fasilitator mengetahui “apa” yang akan disampaikan dan “bagaimana” cara yang ditempuh sehingga dapat memperlancar proses pembelajaran/pemberdayaan masyarakat

(5) Adanya suatu kepastian bahwa setiap pamong belajar/fasilitator mengetahui urutan-urutan topik yang dibahas, sehingga tidak menimbulkan tumpang tindih atau terjadi urutan yang tidak benar.

(6) Menetapkan adanya pembagian tugas dan peran yang jelas antara pamong belajar/fasilitator satu dengan pamong belajar/fasilitator yang lain

(7) Adanya suatu kesepakatan bahwa antara pamong belajar/fasilitator tersebut menjadi “satu team” yang dapat saling membantu dan mendukung baik aspek materi pembelajaran/pembelajaran masyarakat maupun keberlangsungan proses pembelajarannya (Sutarto, 2008: 172).


(38)

(d) Metode Penyampaian materi pemberdayaan

Metode Penyampaian materi pemberdayaan masyarakat yaitu cara dan media/ alat bantu yang digunakan untuk memproses materi pemberdayaan masyarakat dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Penentuan metode penyampaian akan sangat tergantung pada tujuan pemberdayaan masyarakat serta kompleksitas materi pembelajaran yang dibahas atau disampaiakan dalam keseluruhan proses pemberdayaan masyarakat. Setelah menemukan dan menetapkan “apa” dan “untuk apa” materi pembelajaran dan tujuan pemberdayaan masyarakat, maka langkah selanjutnya adalahmenetapkan “bagaimana” untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sesuai dengan prinsip pendidikan orang dewasa yang menghendaki adanya keterlibatan aktif kelompok sasaran/warga belajar, maka di dalam menentukan metode penyampaian pembelajaran, hal yang paling mendasar untuk diperhatikan adalah “adanaya keterlibatan maksimal” kelompok sasaran/warga belajar (Lunandi dalam Sutarto, 2008: 179). Disamping itu, faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan metode penyampaian materi pembelajaran masyarakat antara lain meliputi :

(1) Jenis/domain tujuan pembalajaran. Masing-masing domain tujuan mempunyai konsekuensi terhadap metode penyampaian yang dipergunakan. Sebagai contoh, penentuan metode penyampaian untuk domain psikomotorik atau ketrampilan akan berbeda


(39)

dengan domain pengetahuan,demekian pula dengan domain sikap.

(2) Jenjang tujuan pemberdayaan masyarakat, sebagaimana diuraikan dalam “ perumusan tujuan” bahwa untuk masing-masing domain mempunyai “jenjang atau tingkat” tujuan. Konsekuensi dari hal ini adalah penentuan dan pemilihan metode penyampaian, makin dalam tujuan yang ingin dicapai, maka makin kompleks metode penyampaian yang dirancang.

(3) Sifat kedalam kandungan materi pemberdayaan masyarakat, sifat kedalaman kandungan materi pemberdayaan masyarakat sangat berpengaruh terhadap penentuan dan pemilihan metode penyampaian. Pada umumnya kedalam kandungan materi pemberdayaan masyarakat yang sifatnya eksekta, matematis, dan suatu kepastian yang tak-terbantahkan tidak banyak pilihan metode penyampaian yang dipergunakan, dibandingkan dengan kedalaman kandungan materi pemberdayaan masyarakat yang bersifat sosial dan humaniora.

2.2.3.2 Pelaksanaan

Setelah menyelesaikan rancangan pemberdayaan masyarakat termasuk di dalamnya adalah penetapan materi pembelajaran, yang kemudian dituangkan dalam kerangka acuan kegiatan, maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan apa yang telah direncanakan dan dirancang. Pada umumnya dalam tahap pelaksanaan, dibentuk panitia penyelenggara, baik


(40)

panitia pengarah maupun panitia pelaksana. Tugas panitia penyelenggara adalah mengorganisisr penyelenggaraan program pemberdayaan masyarakat agar keberlangsungan kegiatan tersebut berjalan secara efisien dan efektif. Keefektifan dan keefisienan penyelenggara kegiatan akan dapat diwujudkan manakala masing-masing anggota panitia penyelenggara mempunyai tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang jelas yang dijabarkan dalam job description.

Secara garis besar, dalam penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan masyarakat ada dua hal pokok yang dilakukan oleh panitia penyelnggara, yaitu tahap persiapan operasional dan tahap pelaksanaan kegiatan. Persiapan operasional ini antara lain meliputi: (a) pemberitahuan kepada kelompok sasaran/warga belajar tentang penyelenggaraan kegiatan, pemberitahuan ini umumnya melalui surat resmi paling tidak satu minggu sebelum kegiatan tersebut berlangsung, (b) menetapkan tempat penyelenggaraan kegiatan dan berbagai fasilitas penunjang yang dapat dimanfaatkan dalam pelaksanaan kegiatan, seperti lampu, ruang pembelajaran, Overhead Proyektor, papan tulis, dan (c) mempersipakan kelengkapan materi/bahan ajar yang menunjang proses pemberdayaan masyarakat, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan kelengkapan bahan pelatihan, terutama yang berkaitan dengan materi belajar, pelatihan, terutama yang berkaitan dengan materi belajar, antara lain: transparansi, hand-out, alat tulis menulisseperti kertas koran, spidol, plagban dan kelengkapan lain. Sedangkan tahap pelaksanaan kegiatan


(41)

berkaitan dengan perumusan tujuan pemberdayaan masyarakat, media penyampaian, dan pengalokasian waktu penyelenggaaan kegiatan secacra menyeluruh. Dalam menentukan perkiraan kebutuhan waktu didasarkan pada skala prioritas. Artinya bahwa materi pembelajaran utama yang menjadi prioritas akan mendapatkan alokasi waktu yang cukup panjang, sedangkan materi pembelajaran yang memperoleh alokasi waktu yang relatif pendek (Sutarto, 2008: 172).

2.2.3.3 Evaluasi

Menurt Paulson dalam Sudjana (2000: 265), penilaian adalah proses pengujian berbagai obyek atau peristiwa terentu dengan menggunakan ukuran-ukuran nilai khusus dengan tujuan untuk menentukan keputusan-keputusan yang sesuai. Knowles dalam Rifa’i (2003: 127) menyatakan dua tujuan penting dalam evaluasi yaitu : (1) pertanggung jawaban, yang bertujuan memperoleh data tentang kualitas pembelajaran yang ditunjukkan melalui perubahan kinerja partisipan, disebut evaluasi sumatif, (2) pembuatan keputusan, yang bertujuan untuk memperoleh informasi atau data yang digunakan oleh pendidik untuk memperoleh kualitas rangsangan dan pelaksanaan pembelajaran, disebut evaluasi formatif. Menurut Knowles dalam Rifa’I (2003: 128), menyatakan bahwa ada empat macam evaluasi yang dipergunakan didalam pendidikan orang dewasa. Keempat macam evaluasi yang dimaksud yatiu :

(1) Evaluasi reaksi (reaction evaluation), idealnya terjadi secara periodik selama pembelajaran berlangsung. Tujuannya untuk memperoleh data


(42)

tentang perasaan yang diperoleh partisipan selama mengikuti pembelajaran.

(2)Evaluasi belajar (leraning evaluation), bertujuan untuk memperoleh data, idealnya melalui pretes dan postes, tentang pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai yang diperoleh partisipan.

(3) Evaluasi kenerja (behavior evaluation), idealnya melalui pretes dan postes tentang perubahan kinerja aktual yang telah dihasilkan oleh partisipan, bertujuan untuk memperoleh data.

(4) Evaluasi hasil (result evaluation), bertujuan untuk memperoleh data tentang haisl pembelajaran yang berkaitan dengan biaya, kualitas, produktifitas, tingkat belajar partisipan, dan lain sebagainya.

Evaluasi dalam penelitian ini adalah proses pengumpulan, analisis data yang hasilnya digunakan untuk membuat keputusan. Setiap pendidik melakukan evaluasi utnuk mengetahui tingkat pemahaman peserta didik tentang materi yang telah disampaikan, aik secara lisan maupun tertulis. Proses evaluasi terdiri dari beberaa tahap : (1) merumuskan pertanyaan, (2) mengumpulkan data, (3) menganalisis dan menafsirkan data, (4) pembuatan keputusan (Rifa’i, 2003: 128).

Keputusan yang diambil berkaitan dengan kelayakan komponen-komponen dalam mendukung proses pembelajaran, dan kenerja partisipan selama dan setelah mengikuti pembelajaran. Beberapa macam keputusan tentang manfaat dari suatu program dibuat secara terus menerus. Dalam hal ini pendidik harus selalu mengetahui bagaimana proses pembelajaran


(43)

itu berlangsung. Itulah evaluasi harus bersifat kontinyu dan dilakukan secara sistematis.

1. Pihak-pihak yang terlibat 1.1Partisipan

Penilaian partisipan dapat diperoleh melalui tes, interview atau kuisioner secara individual, ataupun secara kelompok.

1.2Pendidik

Pendidikan adalah orang-orang yang bertanggung jawab pada pertumbuhan partisipan dapat diminta menilai hasil pembelajaran. Penilaian pendidik melalui tes, interview, dan kuisioner ataupun pertemuan kelompok pendidik.

1.3Pengelola program

Orang-orang yang bertanggung jawab pada administrasi program dapat melakukan pengamatan terhadap proses dan hasil pembelajaran secara menyeluruh (Rifa’i, 2003: 129).

2. Pertanyaan evaluasi

Pertanyaan evaluasi dapat klasifikasikan menjadi dua macam, yaitu :

2.1pertanyaan yang mengarah pada system pembelajaran, mencakup variable : iklim dan stuktur organisais, rumusan tujuan program, rancangan pengalaman belajar, dan pengelolaan kegiatan belajar dan pembelajran.


(44)

2.2Pertanyaan yang mengarah pada tujuan pembelajaran mencakup peruahan kinerja yang harus diperoleh partisipan setelah mengikuti kegiatan membelajarkan (Rifa’i, 2003: 129).

Setiap penilaian yang dilakukan harus mencakup seluruh kompetisi dasar dengan menggunakan indikator yang diterapkan oleh pendidik. Sistem adalah sistem penilaian berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetesi dasar yang telah dimiliki atau yang belum dimiliki oleh warga belajar, serta untuk mengetahui kesulitan warga belajar. Untuk itu digunakan berbagai tehnik penilaian dan ujian, yaitu pertanyaan lisan dikelas, ulangan harian, ujian praktek/lapangan, tugas rumah, dan sebagainya disesuaikan dengan karakteristik mata pelajarannya. Hasil penilaian kemudian dianalisis untuk menentukan tindakan perbaikan bagi warga belajar yang belum tuntas menguasai kompetensi dasar, ia akan diberi pengayaan atau diberi tugas untuk mempelajari kompetensi dasar berikutnya.

2.2.4 Metode Pemberdayaan Masyarakat dalam Usaha Industri Kecil

Banyak ahli di bidang Sosiologi, Antropologi maupun Ekonomi mengasumsikan bahwa peran ibu dalam keluarga berdasarkan jenis kelamin dan alokasi ekonomi mengarah kepada adanya peran yang lebih besar atau menyeluruh dari wanita adalah pekerjaan rumah tangga (reproduksi). Pekerjaan laki-laki adalah pekerjaan produktif yang langsung mengahasilkan atau mencari nafkah. Namun, kenyataannya tidak sedikit


(45)

wanita yang juga mempunyai peran dalam pekerjaan publik, seperti bidang pertanian, perikanan, perdagangan, industri kecil maupun sebagai pegawai.

Bidang pertanian, khususnya pada keluarga petani,pembagian kerja antara pria dan wanita dalam rumah tangga terbagi menjadi dua sektor, yaitu sektor produksi dan non produksi. Untuk sektor produksi pria cenderung mendominasi pekerjaan, sedangkan wanita lebih dominan untuk membantu pemenuhan kebutuhan keluarga. Sektor non-produksi terdapat pada berbagai kegiatan sisa, diantaranya PKK, arisan, pengajian dan Organisasi Sosial. Pada sektor ini wanita lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengolah sawah dan mencari nafkah, sedangkan wanita memiliki lebih banyak waktu dirumah, sehingga peluang untuk melakukan aktivitas sosial lebih besar.

Adanya pembagian kerja antara pria dan wanita di sektor produksi maupun non-produksi memunculkan suatu pergeseran peran atau pembagian kerja dalam keluarga yang mencerminkan perubahan peran ibu dalam rumahtangga. Pada awalnya peran ibu hanya menjalankan fungsi reproduksi yang kemudian mulai bergeser dengan penambahan peran, yaitu peran produksi.

Metode Pemberdayaan Masyarakat dalam Usaha Industri Kecil yaitu dengan menggunakan :


(46)

(1) Media

Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar (http://media-grafika.com).

(2) Bahan Ajar

Bahan ajar atau materi pembelajaran secara garis besar terdiri dari pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), ketrampilan, dan sikap atau nilai (http://mgmpips.wordpress.com).

(3) Evaluasi

Menurut Rifa’i (2007: 2) evaluasi merupakan proses pengumpulan dan analisis data atau informasi untuk mengeahui tingkat pencapaian tujuan atau nilai tambah dari kegiatan pendidikan. Untuk mencapai kearah itu evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat sistematis dan kompleks. Sistematis karena evaluasi menggunakan teknik-teknik atau prosedur inkuiri yang runtut. Kompleks karena evaluasi bukan sekedar kegiatan yang berkaitan dengan perumusan tujuan, perumusan tes, atau analisis data, melainkan lebih dari itu, yakni mencakup kegiatan pembuatan keputusan tentang nilai.


(47)

2.3 Kerangka Berfikir

Bagan 2.3.1. Kerangka Berfikir Keterangan:

Pemberdayaan masyarakat melalui usaha industri berjalan dengan beberapa tahap yaitu perencanaan usaha, proses usaha, dan evaluasi. Pematangan atas perencanaan diperlukan untuk dapat menghasilkan usaha yang sukses, sehingga dalam prosesnya dapat berjalan dengan baik. Proses usaha industri ada faktor pendorong dan penghambatnya. Faktor pendorong didukung oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi etos kerja, management yang baik, serta keberanian untuk berinovasi. Faktor eksternalnya meliputi meliputi banyaknya permintaan barang, kemudahan dalam mendapatkan barang baku dan sebagainya. Selain faktor pendorong ada juga faktor penghambatnya yaitu pemilihan lokasi pembuatan batik, kurangnya sosialisasi batik dan animo

Pemberdayaan masyarakat

Usaha Industri

Perencanaan dan

proses Faktor penghambat

Faktor pendorong

Dampak industri


(48)

masyarakat yang berlatih kepembuatan batik sangat sedikit. Untuk itu management industri harus selalu diperhatikan untuk memajukan industri.


(49)

40

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Berdasarkan pada pokok permasalahan yang dikaji, yaitu mengenai pemberdayaan masyarakat melalui usaha industri kecil Batik Semarang 16 di Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang, maka penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Karena metode deskriptif kualitatif merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/ melukiskan keadaan subyek/ obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Moleong Lexy J (2002: 6), mengatakan bahwa metode kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Metode penelitian ini dapat digunakan dengan lebih banyak segi dan lebih luas dari metode yang lain, dan dapat juga memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai macam masalah.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif karena permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini tidak berhubungan dengan angka-angka, akan tetapi menyangkut pendeskripsian, penguraian dan


(50)

penggambaran suatu masalah yang sedang terjadi. Jenis penelitian ini termasuk penelitian yang rinci mengenai suatu obyek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup waktu mendalam dan menyeluruh termasuk lingkungan.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian tentang “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Usaha Industri Kecil Batik Semarang 16” mengambil lokasi penelitian di Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang. Alasan dipilihnya lokasi adalah bahwa industri Batik Semarang 16 memiliki karakteristik unik. Keunikannya, industri tersebut dirintis sejak awal oleh ibu Umi S. Adi Susilo yang mempekerjakan tenaga wanita dalam produksinya dan membuka sanggar untuk sanggar pelatihan untuk semua kalangan. Selain itu, sanggar batik tersebut merupakan contoh kreativitas aneka kriya yang sangat peduli terhadap lingkungan. Makanya dalam berkreasi, sanggar itu menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan dengan warna-warna alam dalam proses pembatikannya. Misalnya, jelawe, tingi, nila, kapur, tunjung, tegeran, tawas, secang, dan somba. Ciri khas karya Batik Semarang 16 adalah motif dan ragam hias yang mengambil artefak dan kekhasan Kota Semarang.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah individu atau kelompok individu yang dijadikan sasaran di dalam sebuah penelitian. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah ibu-ibu rumah tangga yang berprofesi sebagai pengrajin dan penjual Batik Semarang 16. Untuk subyek penelitian melibatkan 6 orang


(51)

sebagai sumber data yang terdiri dari seorang pemilik industri kecil, 1 orang pengelola Batik Semarang 16, dan 4 orang karyawan Batik Semarang 16.

3.4 Fokus Penelitian

Fokus penelitian pada dasarnya adalah masalah yang bersumber pada pengalaman peneliti atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah ataupun kepustakaan lainnya (Moleong, 2002: 65). Adapun fokus penelitian dalam penelitian ini adalah pemberdayaan masyarakat melalui usaha industri Batik Semarang 16 di Bukit Kencana Jaya Semarang yang meliputi :

(1) Proses pemberdayaan masyarakat melalui usaha industri Batik Semarang 16.

(2) Dampak usaha industri Batik Semarang 16 terhadap masyarakat Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang.

(3) Faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam usaha industri Batik Semarang 16.

3.5 Sumber Data Penelitian

Untuk mengetahui dari mana data diperoleh, maka perlu ditentukan sumber data penelitian sesuai dengan tujuan diadakannya penelitian. Sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subyek dari mana data diperoleh. (Suharsimi,2002: 10). Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari:


(52)

3.5.1 Data primer yaitu data yang didapatkan secara langsung dari subyek dan orang-orang yang menjadi informan yang mengetahui pokok permasalahan atau obyek penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah masyarakat di Bukit Kencana Jaya Semarang yang tergabung dalam proses pembuatan Batik Semarang 16.

3.5.2 Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber utama melainkan dari pihak lain seperti menelaah dari buku-buku, jurnal atau artikel yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.6 Metode Pengumpulan Data 3.6.1 Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2007: 186). Wawancara dalam penelitian ini menjadi teknik pengumpulan data yang utama, karena penelitian kualitatif bersifat pesimis, artinya untuk mendapatkan suatu data yang valid harus melakukan wawancara yang mendalam dengan informan tambahan yang berguna untuk cek dan ricek data yang di dapat dari informan kunci.

Alasan peneliti menggunakan metode wawancara karena dengan metode ini peneliti dapat menggali informasi langsung secara mendalam dari subjek tentang usaha industri kecil Batik Semarang16. Wawancara dilakukan dengan pemilik, pengelola dan karyawan.


(53)

3.6.2 Observasi

Menurut Moleong (2002: 101) observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis gejala-gejala yang diselidiki.

Dalam penelitian ini pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan terbuka yaitu pengamatan yang diketahui oleh subyek, sehingga subyek dengan sukarela memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan mereka menyadari bahwa ada orang lain yang mengamati mereka (Moleong, 2002: 127).

Observasi ini dilakukan untuk mengamati dan membuat catatan deskriptif terhadap latar belakang dan semua kegiatan yang terkait dengan subyek penelitian. Teknik observasi dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan, dengan mencari informasi dari informan.

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi yang disesuaikan dengan objek dan sasaran yang diamati. Observasi partisipasi adalah jenis observasi yang menempatkan peneliti sebagai bagian dari masyarakat yang diteliti. Dalam melakukan pengamatan pada masyarakat tersebut, sehingga sering disebut dengan teknik observasi partisipan (pengamatan terlibat) dimana peneliti ikut bergabung ke dalam bagian masyarakat yang bekerja agar dapat mengetahui aktivitas pembuatan Batik Semarang 16.


(54)

Alasan peneliti menggunakan metode observasi karena dengan metode observasi peneliti akan mengetahui secara langsung kegiatan pembelajaran pelatihan batik terhadap karyawan Batik Semarang 16 bisa lebih dekat melihat proses pembatikan.

3.6.3 Dokumentasi

Menurut Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2002: 161) bahwa dokumentasi adalah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Dokumen adalah suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pencatatan atau pengutipan data dari dokumen yang ada dilokasi penelitian.

Foto digunakan sebagai sumber data tambahan. Pengumpulan foto digunakan sebagai bahan untuk menambah informasi dan pengetahuan sebagai bukti autentik mengenai masalah yang diteliti. Foto yang digunakan dalam penelitian ini berhubungan dengan aktivitas pelatihan pembuatan Batik Semarang 16.

Untuk melengkapi data yang tidak terungkap melalui pencermatan dokumen wawancara dan observasi. Adapun dokumen yang digunakan adalah foto. Hal ini dilakukan untuk memindahkan sumber data lapangan pada foto atau media lain agar dapat diamati dan dianalisis lebih lanjut. Data yang akan diungkapkan melalui dokumentasi yaitu data monografi desa dan data pribadi masyarakat yang ikut dalam proses pembuatan Batik Semarang 16 yakni tentang umur, tingkat pendidikan dan alamat.


(55)

Alasan peneliti menggunakan metode dokumentasi karena dengan metode dokumentasi peneliti akan memperoleh data mengenai kearsipan materi pembelajaran dan nama-nama pengelola dan karyawan di Batik Semarang 16.

Tabel 1 Pengumpulan data

No Teknik Aspek

1

2

3

Wawancara

Observasi

Dokumentasi

- proses pemberdayaan - dampak usaha

- faktor pendukung dan

penghambat

- kondisi fisik lingkungan industri - kondisi fisik anggota

- kinerja karyawan - data organisasi

- data managemen pemasaran

3.7 Keabsahan Data

Kriteria keabsahan data diterapkan dalam rangka membuktikan temuan hasil lapangan dengan kenyataan yang diteliti di lapangan keabsahan data dilakukan dengan meneliti kredibilitasnya menggunakan teknik triangulasi, adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2006: 330).

Denzin dalam Moleong (2006: 330) membedakan dalam 4 triangulasi yaitu :


(56)

(1) Triangulasi Sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat di capai dengan jalan:

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang, seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada atau pemerintahan.

e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

(2) Triangulasi Metode, menurut Patton dan Moleong (2006: 331) terdapat 2 (dua) strategi, yaitu :

f. Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data.

g. Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.


(57)

(3) Triangulasi Teknik, yaitu dengan jalan memanfaatkan peneliti untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamatan lainnya ialah dapat membantu mengurangi kemencengan-kemencengan data.

(4) Triangulasi Teori, yaitu membandingkan teori yang ditemukan berdasarkan kajian lapangan dengan teori-teori yang telah diuraikan dalam bab landasan teori yang telah ditemukan.

Untuk membuktikan keabsahan data dalam penelitian ini hanya digunakan triangulasi teori yang mana keabsahan data dilakukan dengan cara membandingkan antara teori yang ada dengan mengecek jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada subjek penelitian.

3.8 Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2002: 248) bahwa analisis kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi suatu yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Proses analis dimulai dengan menelaah seluruh data kasar yang tersedia dengan berbagai sumber wawancara, bservasi dan dokumentasi. Dari hasil perolehan data, maka hasil penelitian dianalisis secara tepat agar


(58)

simpulan yang diperoleh tepat pula. Proses analis data ada tiga unsur yang dipertimbangkan oleh penganalisis yaitu:

3.8.1 Reduksi data yaitu dengan memilih, memusatkan perhatian pada permasalahan penelitian, menyederhanakan dan mentransformasikan data kasar yang muncul dari catatan tertulis dilapangan.

3.8.2 Penyajian data yaitu menyampaikan dengan memberikan gambaran yang jelas tentang hasil penelitian dan ditulis secara sistematis.

3.8.3 Penarikan kesimpulan/ Verifikasi yaitu dengan melihat kembali hasil penelitin sambil meninjau catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih tepat dan menelaah antar teman sebaya tentang hasil penelitian.

3.9 Langkah-Langkah Penelitian 3.9.1 Tahap Persiapan

Sebelum membuat desain penelitian, maka terlebih dahulu dilakukan survei awal pada lokasi penelitian yaitu : sanggar Batik Semarang 16. Melalui survei awal dilihat permasalahan yang menarik untuk diteliti, kemudian dibuatlah desain penelitian yang dikonsultasikan kepada dosen pembimbing.

Setelah mendapatkan masukan dan dilakukan perbaikan sampai dengan disetujui, maka peneliti membuat panduan observasi dan wawancara seagai instrume untuk mengumpulkan data agar tidak melenceng dari permasalaahn yang akan diteliti. Setelah dikonsltasikan dengan dosen


(59)

pembiming dan mendapat persetujuan maka peneliti mengajukan permohona meneliti kepada instansi terkait.

3.9.2 Tahap Orientasi

Sebelum mndapatkan ijin penelitian, maka peneliti mengadakan pendekatan dengan pengurus: Batik Semarang 16 yang dijadikan informan. Melalui pendekatan ini disampaikan maksud penelitian, prosedur penelitian, data dan perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data dengan cara yang telah ditentukan.

3.9.3 Tahap Eksplorasi

Pada tahap berikutnya adalah kegiaan mengumpulkan data dengan mengeksploitasi berbagai keterangan yang dibutuhkan, atau sesuai panduan observasi dan wawancara di Batik Semarang 16. Wawawncara dilakukan terhadap : penyelnggara, instruktur dan peserta pelatihan. Termasuk didalamnya observasi didalamnya dokumen yang berkaitan dengan permasalahan peneliti.

3.9.4 Tahap Pemeriksaan Terhadap Keabsahan Data

Sesuai dengan kriteria keabsahan data, maka teknik pemeriksaan yang dipakai yaitu :

3.9.4.1 Perpanjangan Keikutsertaan

Peneliti sebagai instrumen terlibat langsung dalam kegiatan eksplorasi, dengan perpanjangan keikutsertaan peneliti, maka akan meningkatkan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan.


(60)

3.9.4.2 Ketekunan Pengamatan

Data dikumpulkan dan diamati dengan tekun untuk mengetahui ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan/isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

3.9.4.3 Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzim dalam Moleong (2007: 330), membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.

Menurut Patton dalam Moleong (2007: 330-331), triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan jalan:

(1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

(2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.

(3) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.


(61)

(4) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

(5) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berbeda, orang pemerintahan.

(6) Membandingkan hasil wawancara dengan isu suatu dokumen yang berkaitan.

Menurut Patton dalam Moleong (2007: 331) terdapat dua strategi dalam triangulasi metode, yaitu: pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

Triangulasi jenis penyidik atau triangulasi peneliti adalah pemeriksaan keabsahan data dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamatan lainnya membantu mengurangi penyimpangan dalam pengumpulan data.

Triangulasi dengan teori menurut Lincoln dan Guba dalam Moleong (2007: 331) adalah membandingkan teori yang ditemukan berdasarkan kajian lapangan dengan teori-teori yang ditemukan oleh pakar ilmu sosial sebagaimana yang telah diuraikan dalam bab landasan teori yang ditemukan.


(62)

Untuk membuktikan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi teori yang mana keabsahan data dilakukan dengan cara membandingkan antara teori yang ada dengan mengecek jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada pemilik, pengelola, dan karyawan Batik Semarang16. Setelah dicek antara teori yang dikemukakan pakar dengan jawaban wirausahawan kemudian hasil perbandingan ditulis dalam bab hasil penelitian kemudian dikaji dalam pembahasan.

3.9.4.4 Kecukupan Referensial

Pada saat melakukan eksplorasi, peneliti melakukan penampungan terhadap informasi yang tidak direncanakan dengan cara mencatat maupun memfoto dengan bantuan kamera/handphone untuk disimpan. Maksudnya apabila sewaktu-waktu dibutuhkan atau pada waktu mengadakan pengujian, informasi tersebut dapat digunakan.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pemeriksaan data secara triangulasi. Adapun jenis triangulasi yang digunakan adalah triangulasi teori. Alasannya adalah peneliti dapat membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dengan subjek penelitian. Dengan mengecek sesuai dengan teori-teori yang dikemukakan oleh pakar maka peneliti dapat mengetahui berbagai hal yang menjadi pertanyaan dalam rumusan masalah dalam penelitian.


(63)

54

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

4.1.1 Keadaan Geografis

Kota Semarang merupakan salah satu kota besar di Indonesia, memiliki kawasan pusat kota yang dikenal dengan sebutan Simpang Lima. Saat ini keberadaannya telah banyak dikenal bukan hanya oleh masyarakat Semarang sendiri namun juga oleh masyarakat di luar kota Semarang. Kondisi ini tercipta karena fungsi dari kawasan ini sendiri yang dinilai lebih dari cukup dalam hal pelayanan kebutuhan masyarakat.

Secara administratif Kota Semarang terbagi atas 16 wilayah kecamatan dan 177 kelurahan. Luas wilayah Kota Semarang adalah 373,70 Km-2, luas yang ada terdiri dari 39,56Km-2 (10,59%) tanah sawah dan 334,14 (89,41%) bukan lahan sawah. Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Mijen dengan luas (57,55 Km-2), kemudian Kecamatan Gunung Pati dengan luas (52,63 Km-2) dan Kecamatan Semarang Tengah dengan luas (5, 14 Km-2).

Semarang terbagi menjadi 16 Kecamatan, salah satunya yaitu Kecamatan Tembalang. Kecamatan Tembalang terdiri dari 38 Rt, 8 Rw, 1 kantor kelurahan, 1 balai kelurahan. Banyaknya penduduk di Kecamatan Tembalang yaitu 5.058 jiwa yang terdiri dari 1.108 kepala keluarga (KK).


(64)

4.1.2 Kondisi Lingkungan Industri Batik Semarang 16

Batik Semarang 16 pertama kali mempunyai nama Semar 16 Batik Course yang bertempat di Jl Singosari II/7 Semarang. Karena tempat pelatihan tidak memenuhi syarat untuk proses pewarnaan dan penjemuran kain, lokasi pelatihan dipindah ke rumah keluarga Slmt A. S. di Jl Bukit Seroja I/E-190, Semarang. Tapi ternyata, masih ada kesulitan untuk proses penjemuran. Akhirnya, lokasi dipindah ke sebuah rumah di Jl Bukit Kelapa Hijau V Blok BE No.1-2 Bukit Kencana Jaya, Semarang. Karena untuk proses pembatikan diperlukan tempat yang mendukung agar dalam proses pembuatan batik berjalan dengan lancar dan ini merupakan tempat yang cocok untuk proses pembuatan batik, karena disini tempatnya luas dan sinar mataharinya mendukung sehingga tidak akan mengganggu dalam proses penjemuran batik.

Pembuatan Batik Semarang 16 meskipun menggunakan bahan-bahan sintesis untuk pembuatan batik cap tetapi tetap tidak megganggu lingkungan sekitar karena proses pembuangan airnya sudah dibuat agar tidak mencemari lingkungan sekitar. Selain menggunakan bahan-bahan sintesis, juga menggunakan bahan-bahan yang alami sehingga tetap ramah lingkungan dan tidak mengganggu warga sekitar. Sehingga proses batik membatik ini bisa berjalan dengan baik dan mendapat dukungan dari warga sekitar.

4.1.3 Keadaan Sarana dan Prasarana

Keadaan sarana dan prasarana belajar pada pelatihan membatik di Batik Semarang 16 masih sangat layak dipakai, barangnya masih bagus, dan


(65)

masih bisa digunakan untuk menunjang proses pembelajaran pelatihan batik. Proses pembelajaran pelatihan tenun dapat berjalan dengan lancar karena tersedianya sarana dan prasarana yang masih layak pakai.

Tabel.2 Keadaan Sarana dan Prasarana

No Nama Sarana dan prasarana Jumlah Kondisi A 1 2 3 4 5 6 Sarana Gedung pelatihan Ruang pelatihan

Ruang kantor dan Admin MCK Gudang Halaman 1 1 1 1 1 1 Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai B 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Prasarana Kain Canting Kompor Malam Bahan Pewarna ¾ Sintetis ¾ alami Cap batik Kuas Wajan Pensil Mesin jahit Obras Lemari baju 5 gulung 40 10 2 balok 1 pc 6 kg 130 45 10 5 2 1 5 Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Proses Pemberdayaan Masyarakat Melalui Usaha Industri Batik Semarang 16

4.2.1.1 Perencanaan

Tanggal 25 September 2004, Um mendaftarkan diri sebagai siswa di Museum Tekstil Jakarta bersama Zzlh, seorang sahabatnya. Setelah


(1)

83

Selain ada faktor pendukung ada juga faktor penghambatnya, yaitu untuk memenuhi keperluan membatik diperlukan kain dan juga bahan-bahan untuk mewarnainya. Bahan-bahan yang digunakan untuk pewarnaan yaitu jelawe, tingi, nila, kapur, tunjung, tegeran, tawas, secang, dan somba. Bahan-bahan ini didapat dari luar Semarang karena tumbuhan-tumbuhan ini sudah mulai langka, dan bahan-bahan ini bisa didapat di Bandung, Pekalongan, dan Jepara. Kain yang dipakaipun harus kain yang benar-benar bagus, supaya hasil batikannya bagus. Kain yang digunakan untuk proses pembatikan yaitu sutera, katun, ATBN, dan sesuai permintaan pasar. Kainnya pun juga masih sulit untuk didapatkan di Semarang, misalnya untuk kain katun bahannya dibeli dari Pekalongan, sedangkan untuk ATBN dibeli dari Bandung dan Jepara.


(2)

84

BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang disampaikan diatas dapat disimpulkan bahwa:

5.1.1 Pemberdayaan masyarakat melalui usaha Batik Semarang 16 5.1.1.1 Perencanaan

Pelatihan membatik disanggar Batik Semarang 16 ini kita akan diajarkan bagaimana cara membatik yang benar sehingga dapat menghasilkan batik yang indah. Teknik yang diajarkan disini yaitu teknik membatik dengan cara tulis maupun dengan cara pengecapan.

5.1.1.2 Pelaksanaan

Batik Semarang 16 dikelola dengan baik oleh pengurusnya sehingga didalam pengorganisasiannya berjalan dengan lancar. Selain pengenalan dan promosi batik Semarang 16, ada juga pengelola yang mengurusi tentang pembuatan dan pengenalan batik terhadap warga belajar yang baru.

5.1.1.3 Evaluasi

Setiap warga yang pertama kali bergabung dengan batik Semarang 16 akan diajarkan bagaimana cara membatik yang baik, cara memegang canting yang baik, ataupun diajari bagaimana cara mengecap batik yang benar sehingga dapat menghasilkan batik yang bagus. Mereka yang dilihat


(3)

85

baik dalam membatik dan dapat menghasilkan batik yang bagus maka merreka akan dijadikan tutor membatik.

5.1.2 Dampak pemerdayaan usaha industri Batik Semarang 16 terhadap masyarakat Bukit Kencana Jaya Tembalang

Industri Kecil Batik Semarang 16 mempunyai dampak yang bagus untuk perekonomian masyarakat. Masyarakat yang tadinya hanya berdiam diri dirumah atau pengangguran, sekarang mereka mempunyai ketrampilan membatik dan juga bisa menambah pemasukan sehingga dapat memenuhi kebutuhan sahari-hari dan daerah Tembalang menjadi makin banyak dikenal orang.

5.1.3 Faktor pendukung dan penghambat dalam pemberdayaan usaha industri Batik Semarang 16

Faktor-faktor yang dapat mendukung usaha industri Batik Semarang 16 yaitu banyaknya warga yang berminat untuk belajar membatik dan tanggapan warga masyarakatpun sangat bagus. Selain itu banyak yang suka dengan Batik Semarang 16 karena motif batiknya yang sangat banyak dan bervariasi sehingga memberikan banyak pilihan bagi konsumen.

Faktor penghambatnya yaitu untuk memenuhi keperluan membatik diperlukan kain dan juga bahan-bahan untuk mewarnainya. Bahan-bahan untuk pewarnaan alami masih sulit didapatkan karena harus diambil dari luar Semarang. Kainnya pun juga masih sulit untuk didapatkan di Semarang, misalnya untuk kain katun bahannya dibeli dari Pekalongan, sedangkan untuk ATBN dibeli dari Bandung dan Jepara.


(4)

86

5.2 Saran

Pemberdayaan hendaknya dilakukan agar masyarakat yang kurang mampu atau tidak mempunyai suatu ketrampilan bisa lebih berdaya. Dengan keberdayaan yang dimiliki ini, diharapkan mereka bisa membuka usaha sendiri dari ketrampilan yang sudah mereka dapatkan, sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

5.2.1 Pemberdayaan masyarakat di Batik Semarang 16 harus terorganisir dengan baik dan mendatangkan ahli batik supaya dapat memberdayakan masyarakat menjadi lebih baik.

5.2.2 Pihak industri Batik Semarang 16 diharapkan dapat memberikan pelatihan membatik kepada masyarakat di daerah-daerah lain sehingga dapat membantu masyarakat daerah tersebut dalam meningkatkan perekonomian.

5.2.3 Batik Semarang 16 harus Lebih berani berinovasi dalam menciptakan motif batik sehingga memberikan banyak pilihan motif batik bagi konsumen.


(5)

87

DAFTAR PUSTAKA

Alma, Bukhari. 2004. Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta.

Arep, Ishak dan Hendri Tanjung. 2003. Managemen Motivasi. Jakarta: Grasindo. Black, James A. Dean J Champion. 1999. Metode dan Masalah Penelitian Sosial.

Bandung: Refika Aditama.

Boserup, Ester. 1984. Peran Wanita Dalam Perkembangan Ekonomi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Devyyanti, Retna Y. 2009. Peran Home Industri Slondok Dalam Mensejahterakan Keluarga. Semarang. UNNES.

Drucker, Peter F. 1991. Inovasi dan Kewiraswastaan Praktek dan Dasar-Dasar. Jakarta: Erlangga.

Hikmat, Harry. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama.

Indarti Nurul dan Rokhima Rostiani. 2008. Journal International of Businness and economic in Indonesia Vol.23, No.24, (online), (http: /Downloads/jurnal binis-ekonomi.htm, diakses 20 Maret 2010)

Martisari, Putri. 2008. Peran Ibu RumahTangga Dalam Usaha Industri Kecil. Semarang. UNNES.

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Putra, dkk, 2003. Ekonomi Moral, Rasional dan Politik dalam Industri Kecil di Jawa (Esai-Esai Antropologi Ekonomi). Yogyakarta: KEPEL Press. Rifa’i, Achmad RC. 2007. Evaluasi Pembelajaran. Semarang: UNNES Press. Rukminto, Adi Isbandi. 2001. Pemberdayaan Masyarakat dan Intervensi

Komunitas. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Rulanti, Satyadirgo. 1997. Pengelolaan Usaha. Jakarta: Depdikbud.

Singgih, Wibowo. 1994. Petunjuk Mendirikan Perusahan Kecil. Jakarta: Penebar Swadaya.

Soerjono, Soekanto,.2004. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.


(6)

88

Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitaian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT. Refika Aditama.

Suryana. 2009. Kewirausahaan (Pedoman Praktis, Kiat dan Prosees Menuju Sukses). Jakarta: Salmba Empat.

Sutarto, Joko. 2008. Identifikasi Kebutuhan dan Sumber Belajar Pendidikan Nonformal. Semarang: UNNES Press.

Sutarto, Joko. 2007. Pendidikan Nonformal. Semarang: UNNES Press.

Sutrisno. 2008. Menjadikan Usaha Kecil Sebagai Motor Pertumbuhan, Journal International of Businness and economic in Indonesia Vol.1, No.1, (online), (http: /Downloads/jurnal binis-ekonomi.htm, diakses 20 Maret 2010).

Syaroni, 1996. Kewirausahaan. Semarang: IAIN Walisongo.

Teguh, Ambar Sulistiyani, 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta: Gava Media.

Http://industri-bisnis.com. (08/07/2006) Http://media-grafika.com. (23/4/2010) Http://mgmpips.wordpress.com. (2/5/2010) Http://organisasi.org.com. (10/5/2010)

Http://www.batiksemarang16.net. (12/5/2010) Http://7691an.wordpress.com. (19/5/2010)