Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Anak: studi kasus putusan nomor 118/Pid.B/2012/PN.KDR T1 312012037 BAB I

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan penandatangan Konvensi Hak Anak (KHA) dan World Summit

for Children (WSC). Ratifikasi mencakup komitmen negara peserta dalam mewujudkan hak semua anak untuk dilindungi dari eksploitasi dan perlakuan salah, serta menangani akar

masalah yang mengarah pada situasi tersebut.1

Pada tahun 1979, pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang tentunya mengatur permasalahan tentang anak di Indonesia. Akan tetapi, sampai saat ini Undang-Undang dimaksud belum mempunyai Peraturan Pemerintah, sehingga belum dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak sudah lama berlaku, tetapi dinamika permasalahan sebetulnya menuntut berbagai tanggapan serius. Pada masa lalu, kesejahteraan anak hanyalah dianggap angin lalu, namun sebenarnya populasi seluruh anak menuntut perhatian juga. Sehingga kebijakan pemerintah dengan Keppres No. 44 Tahun 1984 tentang Hari Anak Nasional yang ditetapkan tiap tanggal 23 Juli, sebetulnya merupakansuatu momentum. Akan tetapi, pada akhirnya kegiatan ini hanya menjelma menjadi sebuah seremonial belaka, karena ketidaksiapan pemerintah dan aparatnya dalam menyikapi masalah anak di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, mengatur tentang perlindungan khusus

bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi.2

1 http://m.indosiar.com/ragam/kebijakan-pemerintah-dalam-masalah-anak-anak-di-indonesia_21356.html 2Endang Sumiarni, 2003, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Hukum Pidana, Universitas Atmajaya,


(2)

Adanya PembinaanAnak yang diprakarsai oleh Kantor Menko Kesra sejak tahun 1986 sebenarnya cukup membuat lega, karena hampir semua departemen terkait mengikuti program ini. Adanya Inpres No. 3 Tahun 1997 tentang Pengembangan Kualitas Anak juga merupakan upaya yang bagus, walaupun kurang berjalan sebagaimana mestinya.

Upaya yang dikembangkan oleh Forum Komunikasi Pembinaan dan Pengembangan Anak Indonesia (FK-PPAI) dalam memprakarsai Dasa Warsa Anak Indonesia terbentuknya Pola Pembinaan dan Pengembangan Anak Indonesia untuk 25 tahun, panduan Idola Citra Anak Indonesia yang salah satunya berisi Asta Citra Anak Indonesia, yang kemudian diadopsi oleh Pemerintah dalam GBHN 1993. Sehingga sebetulnya secara serius pemerintah baru menangani masalah anak pada tahun 1993. Untuk menindaklanjuti kebijakan tersebut, maka pemerintah membuat Program Pembinaan Anak dan Remaja di pedesaan dengan dana

sebesar Rp. 500.000 yang dikelola bersama-sama Bappenas.3

Seperti contoh kasus yang terjadi di Badung, Bali, terdapat beberapa anak jalanan usia dini yang dieksploitasi oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Sebagian dari anak jalanan tersebut dijadikan pengemis dan sebagian lainnya dijadikan pengelap kaca mobil di

perempatan jalan Sunset Road Kuta, Bali.4

Adapun Ni Luh Merti, selama lebih dari lima tahun perempuan yang berusia sekitar 7 tahun dengan satu kaki ini menjual gelang setiap hari di kawasan Kuta pada petang hingga

tengah malam. “Setiap hari bisa memberi ibu Rp 50-100 ribu,” kata Merti. Dibantu sebuah kruk kecil, Merti terpaksa bekerja karena penjualan gelang oleh anak-anak lebih menguntungkan dibanding orang dewasa.

3Ibid.


(3)

Ibunya bertugas membuat rangkaian gelang-gelang yang akan dijual di kontrakannya

sekitar Denpasar Barat. “Bapak bekerja metajen,” katanya menyebut judi tajen adalah

pekerjaan utama bapaknya.5

Merti tak sendiri, puluhan anak-anak pedagang gelang dan pengemis lain ada di jalanan Kuta, pusat pariwisata Bali. Mereka berkawan dengan musik disko, bau alkohol, dan beresiko mengadapi masalah kriminalitas.

Sementara pada siang hari, anak jalanan ini terlihat di Simpang Siur, perempatan Sunset Road, Imam Bonjol-Teuku Umar, dan perempatan besar lainnya. Kadang, anak-anak ini membawa bayi untuk menarik perhatian pemberi uang.

Selain itu, puluhan anak lainnya, terutama laki-laki, mengemis di Pasar Badung,

Denpasar. Anak perempuan memilih menjadi buruh tukang su’un bersama perempuan

dewasa lainnya. Malah, beberapa bulan terakhir, buruh anak-anak terlihat lebih banyak dibanding orang dewasa di Pasar Badung.

Anak-anak lebih gampang cari pelanggan, karena mereka kasihan,” kata Ketut Putri, salah seorang pedagang pasar. Anak-anak ini terlihat dari pagi sampai dini hari lalu-lalang dengan keranjang bambunya.

Sebagian besar anak-anak putus sekolah atau buta huruf bekerja menjadi pedagang buah keliling. Kelompok ini memiliki majikan yang menyediakan bahan dagangannya. Kelompok pedagang buah ini tinggal di komplek-komplek kontrakan di Denpasar sampai Badung. Mereka bekerja dari pagi sampai petang hari tiap hari.

Menurut Lembaga Anak Bangsa (LAB), sedikitnya terdapat 200 tukang su’un dan

gepeng anak yang beroperasi di Pasar Badung. Dari hasil survei dengan wawancara

mendalam, anak-anak ini bekerja dalam tiga shift selama 24 jam. “Sebanyak 95 persen dari

31 orang yang berhasil diwawancara tidak pernah sekolah, sisanya pernah sekolah kelas 1-2


(4)

SD saja,” ujar dr Sri Wahyuni, Ketua LAB Bali yang selama dua tahun ini intens melakukan

pemetaan tentang anak-anak jalanan.6

Semua anak tinggal bersama saudara atau teman di kos-kosan di Denpasar, namun

kondisinya mengenaskan. “Mereka menyewa satu kamar kecil berisi 3-5 orang, dan bercampur antara anak dan dewasa,” kata Sri. Di sisi lain, seluruh pekerja anak dan orang tuanya ini tak bisa mengakses program kesehatan gratis, Jaringan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) karena tak punya KTP dan kartu keluarga.

Anak-anak ini harus menyetorkan sebagian penghasilan pada orang tua atau wali yang menampung di Denpasar. Kekerasan dialami nyaris tiap hari dari teman seprofesi dan orang dewasa karena rebutan lahan pekerjaan.

Solusi penanganan yang ditawarkan Sri Wahyuni, mantan Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah Bali ini adalah melakukan pendampingan, dukungan pendidikan di luar jam

kerja anak-anak, dan memberikan alternatif keterampilan. “Selama program penanganan di

daerah asal seperti Karangasem yang tidak serius dan berkelanjutan, kita tetap akan melihat mereka di jalanan,” kata Sri.

Dinas Sosial Denpasar menyebutkan rata-rata ada 40-50 anak gelandangan pengemis (gepeng) yang ditangkap Satpol PP tiap bulan. Tahun lalu sebanyak 348 orang gepeng, sebagian besar anak-anak yang ditangkap dan dipulangkan ke daerah asalnya. Karena sebagian ditangkap berulang-ulang, jumlah gepeng yang ditangkap jumlahnya sekitar 150 orang per tahun.

Pasti mereka balik lagi, jadi beberapa orang bisa ditangkap lebih dari sekali dalam sebulan,” kata I Nyoman Suryawan, Kepala Seksi Rehabilitasi dan Tuna Sosial Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Sosial Kota Denpasar.

6Ibid.


(5)

Selama puluhan tahun, program penangkapan dan pemulangan kembali ke daerah asal oleh pemerintah dinilai gagal menanggulangi gepeng dan eksploitasi anak di jalanan. Pemkot Denpasar mulai tengah tahun ini mulai mengaktifkan rumah singgah anak di Jl Bypass Mantra sebagai lokasi pembinaan dan perlindungan. Selain itu, ada wacana membawa anak-anak jalanan yang dibiarkan orang tuanya di sejumlah panti asuhan untuk diberikan pendidikan agar tak kembali ke jalanan.

Selain itu pemerintah memasang sejumlah baliho besar imbauan agar warga tak memberi uang pada pengemis di jalanan. Papan-papan ini dipasang di beberapa perempatan, terutama kawasan yang menjadi tempat pengemis bekerja.

Peringatan dari Dinas Sosial Denpasar ini menyatakan pengemis dan anak jalanan mengganggu ketertiban umum, akan membuat mereka malas jika terus diberikan uang, dan

menjadi beban pemerintah terus-menerus.7

Padahal Pasal 28 B ayat (2) Undang–Undang Dasar Republik Indonesia 1945,

menyatakan setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh berkembang serta berhak

atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, dan Pasal 34 yang berbunyi: fakir miskin

dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.8

Dan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, terutama Pasal 2 dan Pasal 11. Dalam Pasal 2 dikemukakan bahwa anak berhak atas jaminan kesejahteraan, pemeliharaan, dan perlindungan. Dalam Pasal 11 dikemukakan bahwa kesejahteraan anak meliputi pembinaan, pengembangan, pencegahan, dan rehabilitasi menjadi tugas bersama antara pemerintah dan

masyarakat.9

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165. Pasal 52 ayat (1) dan (2), Pasal 58 ayat

7Ibid.

8Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya, Penerbit Srikandi, Surabaya, hlm.22 dan 27. 9Endang Sumiarni, Op. Cit, hlm.46-48.


(6)

(1) dan Pasal 64 juga mengatur Perlindungan Hak Anak dari Tindakan Eksploitasi

Ekonomi.10

Anak jalanan adalah anak yang sebagian waktunya berada di jalan, baik untuk mencari uang maupun untuk bermain. Permasalahan yang dihadapi anak jalanan diantaranya adalah kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan, perlindungan, kasih sayang, kesehatan, makanan, minuman dan pakaian. Anak jalanan seperti anak-anak lain pada umumnya memiliki beberapa kebutuhan dasar yang menjadi haknya. Salah satu haknya adalah memperoleh pendidikan. Masalah pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk dibahas terlebih bagi seorang anak.

Di dalam peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Dasar 1945, dan Konvensi Hak Anak semua mengatur tentang hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan, tetapi pada kenyataannya, masih

banyak anak jalanan yang drop out dari sekolah ataupun sebagian kecil sekolah tetapi sering

membolos dan tidak membayar uang sekolah, hal ini disebabkan karena faktor kemiskinan orangtua yang merupakan faktor anak berada di jalanan.

Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, yang wajib dan bertanggung jawab yaitu negara dan pemerintah, orang tua dan keluarga, serta masyarakat. Sedangkan menurut Konvensi Hak Anak, yang bertanggung jawab melindungi hak-hak anak adalah negara. negara dan pemerintah sebagai instasi yang bertanggung jawab terhadap permasalahan anak jalanan telah melakukan berbagai upaya untuk menangani permasalahan anak tersebut, salah satunya merupakan program baru yaitu dengan membangun Pusat Pembangunan Pelayanan

Sosial Anak atau Sosial Development Centre for Children (P3SA/SDC).11

10Ibid., hlm.638 dan 640.

11Christyani, Amelia, Fransiska, Asmin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan di Bidang Pendidikan

Dilihat dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Konvensi Hak Anak,


(7)

Eksploitasi berasal dari bahasa Inggris: exploitation yang berarti politik pemanfaatan yang secara sewenang-wenang terlalu berlebihan terhadap sesuatu subyek eksploitasi hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangan rasa kepatutan, keadilan,

serta kompensasi kesejahteraan.12

Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga ataupun masyarakat. Memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial ataupun politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis, dan status sosialnya. Kecenderungan eksploitasi terhadap anak boleh jadi berkaitan dengan

ranah eksternal makro yang saling mempengaruhi (inter play) dengan keterdesakan dan/atau

marginalitas kelompok anak-anak, baik secara sosial, psikologis, dan ketahanan mental dari

serangan budaya atau gaya hidup materialistis yang semakin meluas.13

Menurut Barda Nawawi Arief, perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai

upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental

rights and freedoms of children), serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan

kesejahteraan anak.14

Perlindungan hukum bagi anak mempunyai spektrum yang cukup luas. Dalam berbagai dokumen bahwa perlunya perlindungan hukum bagi anak dapat meliputi berbagai aspek, yaitu: (a) perlindungan terhadap hak-hak asasi dan kebebasan anak; (b) perlindungan anak dalam proses peradilan; (c) perlindungan kesejahteraan anak (dalam lingkungan keluarga, pendidikan dan lingkungan sosial); (d) perlindungan anak dalam masalah penahanan dan perampasan kemerdekaan; (e) perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi (perbudakan, perdagangan anak, pelacuran, pornografi, penyalahgunaan

12 Diambil dari salah satu web beralamat http//www.wikipedia2012.com, diakses pada tanggal 20 Oktober 2015,

pukul 21.05 WIB.

13 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta : Kencana, 2010), hlm., 132

14Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana,


(8)

obatan, memperalat anak dalam melakukan kejahatan dan sebagainya); (f) perlindungan terhadap anak-anak jalanan; (g) perlindungan anak dari akibat-akibat peperangan/konflik

bersenjata; dan (h) perlindungan anak terhadap tindakan kekerasan.15

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat hak dan martabat manusia seutuhnya. Anak merupakan generasi penerus cita-cita dan masa depan bangsa. Di dalam masyarakat, banyak anak yang belum tercukupi kebutuhan hidupnya. Hambatan-hambatan tersebut antara lain, belum terpenuhinya kesejahteraan jasmani, sosial, dan ekonomi. Orang tua yang seharusnya melindungi, mencukupi, dan menjamin terpenuhinya hak-hak anak justru memanfaatkan anaknya. Orang tua berdalih sibuk mencari nafkah, kemiskinan, dan faktor-faktor struktural mereka memanfaatkan anaknya. Anak mempunyai hak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, dan perlindungan.

Resesi ekonomi yang berkepanjangan merupakan salah satu faktor penggerak “arus

anak turun ke jalan”. Secara garis besar keberadaan anak di jalan dapat dikelompokkan menjadi dua, salah satu diantaranya adalah anak jalanan yang masih memiliki orang

tua.16Anak-anak miskin seringkali haknya terabaikan. Anak-anak yang hidup dalam

kemiskinan seringkali terperangkap dalam situasi penuh penderitaan, kesengsaraan, dan masa depan yang suram.

Kurangnya pemenuhan hal kelangsungan pendidikan anak menjadi salah satu faktor penyebab mereka menjadi anak jalanan. Anak-anak yang hidup dari keluarga menengah ke bawah hanya mengenyam pendidikan dasar. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan krisis kepercayaan pada anak dalam lingkungan sosialnya, dan keadaan ini yang mengakibatkan keberadaan anakjalanan tiap tahunnya mengalami peningkatan.

Peningkatan anak jalan setiap tahunnya mengalami lonjakan pada tahun 1999, tercatat ada 50.000 anak jalanan, tahun 2002 tercatat ada 170.000 anak jalanan, dan pada 2009

15Ibid, hlm., 156.

16Endang Sumiarni, Diskusi Panel “Perlindungan Anak Jalanan Ditinjau dari Aspek HAM, Hukum, Psikologi,


(9)

tercatat 230.000 anak jalanan. Hal ini membuktikan pertumbuhan anak jalanan selalu

mengalami peningkatan signifikan dan sangat rentan mengalami eksploitasi.17

Eksploitasi anak merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memanfaatkan atau memeras tenaga kerja orang lain demi

kepentingan bersama maupun pribadi.18 Bagi keluarga miskin, anak pada umumnya memiliki

fungsi ekonomis, menjadi salah satu sumber pendapatan atau penghasilan keluarga, sehingga anak sudah terbiasa sejak usia dini dilatih, dipersiapkan untuk menghasilkan uang di jalanan.

Eksploitasi anak jalanan sangat beragam, mulai dari anak-anak yang dijadikan sebagai pengemis, pengamen, bahkan berjualan. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan dari Hadi Supeno yang merupakan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang menyatakan bahwa eksploitasi anak-anak sangat tinggi dan bervariasi, seakan-akan eksploitasi sudah menjadi

budaya.19Akar permasalahan sosial anak jalanan sebenarnya bukan hanya bentuk perlakuan

salah/penyimpangan dari orang tua, Pemerintah juga menjadi salah satu faktor penyebab permasalahan sosial ini. Orang tua yang tingkat ekonomi menengah ke bawah terkadang terpaksa mengeksploitasi anak-anaknya karena himpitan ekonomi.

Pemerintah yang seharusnya memiliki tanggung jawab dalam pemeliharaan anak-anak jalanan justru tidak dapat mencari solusi pemecahan atas permasalahan tersebut. Dalam dunia pendidikan contohnya, program wajib belajar 9 tahun dan sekolah gratis melalui program Bantuan Operasional Sekolah atau yang disingkat dengan istilah (BOS), seakan tidak ada artinya karena anak-anak dari ekonomi menengah ke bawah masih dibebani oleh sekolah untuk membeli buku paket yang harganya cukup mahal. Keadaan makin parah ketika buku-buku paket yang dibeli tidak dapat diwariskan kepada adiknya karena tiap tahun kurikulum

17http://sosbud.kompasiana.com, Odi Shalahuddin, 230.000 Anak Jalanan di Indonesia, 30 Desember.

2010,.diakses Selasa 22 September 2015 Pukul 00:08 WIB.

18Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta 2002, hlm., 290.

19http://www.kpai.go.id, Hadi Supeno, Eksploitasi Anak Sudah Jadi Budaya, Jumat 30 Juli 2010, diakses Sabtu


(10)

selalu berganti dan buku tersebut tidak dapat digunakan lagi.20Dalam situasi yang memberatkan semacam ini membuat orang tua dari tingkat ekonomi menengah ke bawah lebih memilih menjadikan anak-anak mereka sebagai penopang ekonomi keluarga daripada bersekolah. Anak yang telah mengalami tindakan eksploitasi ekonomi membutuhkan suatu bentuk penanganan, salah satunya adalah rehabilitasi.

Dalam Undang-Undang tentang Rehabilitasi diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58 memiliki pengertian sebagai pemulihan dari gangguan terhadap kondisi fisik, psikis, dan sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

Rehabilitasi bertujuan untuk memulihkan kemampuan fisik, mental dan emosional korban, sehingga dapat hidup dengan kemampuan penyesuaian diri yang cukup baik dalam mengembalikan psikologis, kesehatan, dan pendampingan agar dikemudian hari mereka dapat kembali hidup dengan pemenuhan hak-hak yang lebih baik kedepannya.

Banyaknya undang-undang yang mengatur tentang anak, seharusnya mampu memberikan perlindungan yang lebih baik kepada anak jalanan, namun kenyataannya anak jalanan yang menjadi korban eksploitasi tidak pernah mendapatkan solusi yang baik, bahkan selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya. Oleh sebab itu dibutuhkan usaha yang lebih serius lagi dari pemerintah, lembaga sosial, dan lingkungan masyarakat yang harus secara bersama-sama membantu menangani permasalahan sosial ini. Dengan adanya perhatian lebih dari semua komponen baik pemerintah, lembaga sosial, dan masyarakat, dapat memberikan jaminan terpenuhinya hak-hak anak.

Dalam sumber hukum itu di dalamnya ini hukum dapat dikenali. Sumber hukum dalam arti sebagai sumber daya atau timbulnya hukum, yaitu sebagai sumber bagi adanya

20http://www.metrotvnews.com, Pembelian Buku Paket Memberatkan Orang Tua, Senin 19 Juli 2010, diakses


(11)

atau timbulnya hukum. Bahwa dari peristiwa-peristiwa historis dapat dipahami secara empiris kecenderungan atau apa yang diisyaratkan oleh subyek pengatur, yaitu tentang formulasi ini

hukum kebiasaan.21

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah: Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pekerja anak ?

1.3.Tujuan Penelitian

Penulis, dalam skripsi bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap anak jalanan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik dari segi teoritis, maupun praktis.

a. Segi Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada Penulis untuk berlatih berargumentasi secara ilmiah.

b. Segi Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu semua pihak mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pekerja anak.

1.5. Metode Penelitian


(12)

Metode penelitian diperlukan untuk memberikan pedoman tentang cara-cara seorang peneliti dalam mempelajari, menganalisis, dan memahami penelitian yang dilakukan. Menurut Soerjono Soekanto metode penelitian mempunyai peranan sebagai berikut:

a. Menambah kemampuan para ilmuan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian

secara lebih baik atau lebih lengkap.

b. Memberikan kemungkinan yang lebih besar, untuk meneliti hal-hal yang belum

diketahui.

c. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian

interdisipliner.

d. Memberikan pedoman untuk mengorganisasikan serta mengintegrasikan

pengetahuan.22

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa metode penelitian merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian normatif.23 Sifat penelitian dalam penelitian ini

normatif dilengkapi dengan yuridis empiris. Pendekatan masalah dilakukan dengan

22Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UniversitasIndonesia, Jakarta,1986, h. 7.

23 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm., 10-11.

Objek ilmu hukum adalah hukum. Hukum merupakan salah satu norma sosial, yang di dalamnya sarat akan nilai. Oleh karena itulah, ilmu hukum tidak dapat digolongkan ke dalam ilmu sosial, karena ilmu sosial hanya berkaitan dengan kebenaran empirik semata-mata. Studi-studi sosial tentang hukum, menempatkan hukum sebagai instrumen yang digunakan masyarakat dalam mencapai suatu tujuan tertentu, dan hal tersebut dapat diverifikasi dan diobservasi secara empirik. Pendekatan demikian telah mereduksi esensi hukum di dalam masyarakat. Memang, hukum diadakan untuk mencapai tujuan tertentu. Akan tetapi, tujuan tersebut tidak selalu dapat diamati dan diukur. Tidak salah kalau dikatakan bahwa hukum diciptakan untuk menjaga ketertiban sosial, menghindari kekacauan dalam hidup bermasyarakat, dan menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang bertentangan di dalam masyarakat. Namun demikian, lebih dari itu, hukum juga diperlukan dalam mempertahankan keadilan dan kelayakan. Lagipula, dalam mempertahankan ketertiban sosial dan menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat, nilai-nilai perlu dijadikan acuan, dan nilai-nilai baru harus diakomodasikan sedemikian rupa, sehingga tidak merusak nilai-nilai yang sudah ada. Hal-hal yang berkaitan dengan nilai demikian, bukan urusan studi sosial. H. J. Van Eikema Hommes menyatakan bahwa, setiap ilmu pengetahuan memiliki metodenya sendiri (H. J. Van Eikema Hommes, De elementaire begrippen der Rechtswetenschap, Kluwer, Deventer, 1972, hlm., 1). Apa yang dikemukakan oleh van Eikema Hommes ini, mengindikasikan bahwa tidak dimungkinkannya penyeragaman metode untuk semua bidang ilmu.


(13)

pendekatan undang-undang, pendekatan teori membahas mengenai konsep anak jalanan dan eksploitasi anak jalanan.

Sifat penelitian yang dilakukan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian

hukum normatif (legal research). Penelitian atau metode hukum normatif (legal research)

adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.24

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan teori dan konsep. Konsep perlindungan yang dimaksud adalah bagaimana Pemerintah dengan segala produk hukumnya dapat melindungi anak-anak jalanan, yang mana merupakan suatu pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian yang dikaji seperti:

a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

Dan pendekatan konseptual (conceptual approach) yang merupakan suatu pendekatan

yang dilakukan dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, sehingga peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang

dihadapi.25

Pendekatan masalah dilakukan dengan pendekatan undang-undang, pendekatan teori membahas mengenai konsep anak jalanan dan eksploitasi anak jalanan.

Ilmu hukum merupakan bagian ilmu sosial. Oleh karena itu, Metode Riset atau Metode Penelitian Sosial tidak tepat untuk digunakan di dalam ilmu hukum (Peter Mahmud, Op. Cit.).

24 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2009, h. 13–14.

25 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian HukumEdisi Revisi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005,


(14)

3. Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum ini dilakukan dengan studi kepustakaan. Sumber-sumber atau bahan penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian hukum

yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder.26

Adapun sumber-sumber bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder adalah:

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya

mempunyai otoritas.27 Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang

mengikat, seperti Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

b. Bahan hukum sekunder berupa semua dokumen tentang hukum yang mendukung

bahan hukum primer.

c. Bahan hukum tersier berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi. Meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, serta komentar atas putusan pengadilan. Seperti contoh kasus yang terjadi di Badung, Bali, terdapat beberapa pekerja anak usia dini yang dieksploitasi oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Sebagian dari pekerja anak tersebut dijadikan pengemis, dan sebagian lainnya dijadikan pengelap kaca mobil di perempatan jalan Sunset Road Kuta, Bali.

d. Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi kepustakaan.

26Ibid., h. 181.


(15)

4. Unit Amatan

Unit amatan dalam penelitian ini adalah bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang bekerja.

5. Metode Analisis

Metode analisis menggunakan penafsiran hukum (interpretasi), dan penalaran hukum deduktif (dari umum ke khusus) dan induktif (dari hasil pengamatan).

1.6. Sistematika Penulisan

Bab I berisi Pendahuluan dengan latar belakang permasalahan, hingga perumusan permasalahan secara tegas. Di samping itu, diuraikan juga mengenai tujuan penelitian dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II adalah Bab Pembahasan merupakan uraian mengenai soal perlindungan hukum, yang akan diteliti lebih jauh lagi soal bagaimana pengaturan tentang pekerja anak di hukum positif Indonesia, dan bagaimana manifestasi pengaturan perlindungan hukum tersebut dalam peraturan di Indonesia. Serta bagian hasil penelitian dan analisis yang terpisah.


(1)

selalu berganti dan buku tersebut tidak dapat digunakan lagi.20Dalam situasi yang memberatkan semacam ini membuat orang tua dari tingkat ekonomi menengah ke bawah lebih memilih menjadikan anak-anak mereka sebagai penopang ekonomi keluarga daripada bersekolah. Anak yang telah mengalami tindakan eksploitasi ekonomi membutuhkan suatu bentuk penanganan, salah satunya adalah rehabilitasi.

Dalam Undang-Undang tentang Rehabilitasi diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58 memiliki pengertian sebagai pemulihan dari gangguan terhadap kondisi fisik, psikis, dan sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

Rehabilitasi bertujuan untuk memulihkan kemampuan fisik, mental dan emosional korban, sehingga dapat hidup dengan kemampuan penyesuaian diri yang cukup baik dalam mengembalikan psikologis, kesehatan, dan pendampingan agar dikemudian hari mereka dapat kembali hidup dengan pemenuhan hak-hak yang lebih baik kedepannya.

Banyaknya undang-undang yang mengatur tentang anak, seharusnya mampu memberikan perlindungan yang lebih baik kepada anak jalanan, namun kenyataannya anak jalanan yang menjadi korban eksploitasi tidak pernah mendapatkan solusi yang baik, bahkan selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya. Oleh sebab itu dibutuhkan usaha yang lebih serius lagi dari pemerintah, lembaga sosial, dan lingkungan masyarakat yang harus secara bersama-sama membantu menangani permasalahan sosial ini. Dengan adanya perhatian lebih dari semua komponen baik pemerintah, lembaga sosial, dan masyarakat, dapat memberikan jaminan terpenuhinya hak-hak anak.

Dalam sumber hukum itu di dalamnya ini hukum dapat dikenali. Sumber hukum dalam arti sebagai sumber daya atau timbulnya hukum, yaitu sebagai sumber bagi adanya

20http://www.metrotvnews.com, Pembelian Buku Paket Memberatkan Orang Tua, Senin 19 Juli 2010, diakses


(2)

atau timbulnya hukum. Bahwa dari peristiwa-peristiwa historis dapat dipahami secara empiris kecenderungan atau apa yang diisyaratkan oleh subyek pengatur, yaitu tentang formulasi ini hukum kebiasaan.21

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah: Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pekerja anak ?

1.3.Tujuan Penelitian

Penulis, dalam skripsi bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap anak jalanan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik dari segi teoritis, maupun praktis.

a. Segi Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada Penulis untuk berlatih berargumentasi secara ilmiah.

b. Segi Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu semua pihak mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pekerja anak.

1.5. Metode Penelitian


(3)

Metode penelitian diperlukan untuk memberikan pedoman tentang cara-cara seorang peneliti dalam mempelajari, menganalisis, dan memahami penelitian yang dilakukan. Menurut Soerjono Soekanto metode penelitian mempunyai peranan sebagai berikut:

a. Menambah kemampuan para ilmuan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap.

b. Memberikan kemungkinan yang lebih besar, untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui.

c. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner.

d. Memberikan pedoman untuk mengorganisasikan serta mengintegrasikan pengetahuan.22

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa metode penelitian merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian normatif.23 Sifat penelitian dalam penelitian ini normatif dilengkapi dengan yuridis empiris. Pendekatan masalah dilakukan dengan

22Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UniversitasIndonesia, Jakarta,1986, h. 7.

23 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm., 10-11.

Objek ilmu hukum adalah hukum. Hukum merupakan salah satu norma sosial, yang di dalamnya sarat akan nilai. Oleh karena itulah, ilmu hukum tidak dapat digolongkan ke dalam ilmu sosial, karena ilmu sosial hanya berkaitan dengan kebenaran empirik semata-mata. Studi-studi sosial tentang hukum, menempatkan hukum sebagai instrumen yang digunakan masyarakat dalam mencapai suatu tujuan tertentu, dan hal tersebut dapat diverifikasi dan diobservasi secara empirik. Pendekatan demikian telah mereduksi esensi hukum di dalam masyarakat. Memang, hukum diadakan untuk mencapai tujuan tertentu. Akan tetapi, tujuan tersebut tidak selalu dapat diamati dan diukur. Tidak salah kalau dikatakan bahwa hukum diciptakan untuk menjaga ketertiban sosial, menghindari kekacauan dalam hidup bermasyarakat, dan menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang bertentangan di dalam masyarakat. Namun demikian, lebih dari itu, hukum juga diperlukan dalam mempertahankan keadilan dan kelayakan. Lagipula, dalam mempertahankan ketertiban sosial dan menyeimbangkan kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat, nilai-nilai perlu dijadikan acuan, dan nilai-nilai baru harus diakomodasikan sedemikian rupa, sehingga tidak merusak nilai-nilai yang sudah ada. Hal-hal yang berkaitan dengan nilai demikian, bukan urusan studi sosial. H. J. Van Eikema Hommes menyatakan bahwa, setiap ilmu pengetahuan memiliki metodenya sendiri (H. J. Van Eikema Hommes, De elementaire begrippen der Rechtswetenschap, Kluwer, Deventer, 1972, hlm., 1). Apa yang dikemukakan oleh van Eikema Hommes ini, mengindikasikan bahwa tidak dimungkinkannya penyeragaman metode untuk semua bidang ilmu.


(4)

pendekatan undang-undang, pendekatan teori membahas mengenai konsep anak jalanan dan eksploitasi anak jalanan.

Sifat penelitian yang dilakukan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif (legal research). Penelitian atau metode hukum normatif (legal research) adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.24

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan teori dan konsep. Konsep perlindungan yang dimaksud adalah bagaimana Pemerintah dengan segala produk hukumnya dapat melindungi anak-anak jalanan, yang mana merupakan suatu pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian yang dikaji seperti:

a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

Dan pendekatan konseptual (conceptual approach) yang merupakan suatu pendekatan yang dilakukan dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, sehingga peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.25

Pendekatan masalah dilakukan dengan pendekatan undang-undang, pendekatan teori membahas mengenai konsep anak jalanan dan eksploitasi anak jalanan.

Ilmu hukum merupakan bagian ilmu sosial. Oleh karena itu, Metode Riset atau Metode Penelitian Sosial tidak tepat untuk digunakan di dalam ilmu hukum (Peter Mahmud, Op. Cit.).

24 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2009, h. 13–14.

25 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian HukumEdisi Revisi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005,


(5)

3. Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum ini dilakukan dengan studi kepustakaan. Sumber-sumber atau bahan penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian hukum yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder.26

Adapun sumber-sumber bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder adalah:

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas.27 Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

b. Bahan hukum sekunder berupa semua dokumen tentang hukum yang mendukung bahan hukum primer.

c. Bahan hukum tersier berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, serta komentar atas putusan pengadilan. Seperti contoh kasus yang terjadi di Badung, Bali, terdapat beberapa pekerja anak usia dini yang dieksploitasi oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Sebagian dari pekerja anak tersebut dijadikan pengemis, dan sebagian lainnya dijadikan pengelap kaca mobil di perempatan jalan Sunset Road Kuta, Bali.

d. Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi kepustakaan.

26Ibid., h. 181. 27Ibid.


(6)

4. Unit Amatan

Unit amatan dalam penelitian ini adalah bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang bekerja.

5. Metode Analisis

Metode analisis menggunakan penafsiran hukum (interpretasi), dan penalaran hukum deduktif (dari umum ke khusus) dan induktif (dari hasil pengamatan).

1.6. Sistematika Penulisan

Bab I berisi Pendahuluan dengan latar belakang permasalahan, hingga perumusan permasalahan secara tegas. Di samping itu, diuraikan juga mengenai tujuan penelitian dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II adalah Bab Pembahasan merupakan uraian mengenai soal perlindungan hukum, yang akan diteliti lebih jauh lagi soal bagaimana pengaturan tentang pekerja anak di hukum positif Indonesia, dan bagaimana manifestasi pengaturan perlindungan hukum tersebut dalam peraturan di Indonesia. Serta bagian hasil penelitian dan analisis yang terpisah.


Dokumen yang terkait

ANALISIS DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2002 – TRIWULAN IV 2007

40 502 17

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12

Kekerasan rumah tangga terhadap anak dalam prespektif islam

7 74 74

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Pengaruh model learning cycle 5e terhadap hasil belajar siswa pada konsep sistem ekskresi

11 137 269