Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Volatilitas Inflasi Daerah di Indonesia Tahun 1999-2009 : Moneter atau Fiskal ? T1 222009022 BAB II

BAB II
TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN

2.1.

Telaah Teoritis
Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(Restiyanto, 2009).

Istilah ini mengacu pada kondisi yang berkonotasi tidak stabil, cenderung
bervariasi dan sulit diperkirakan. Konotasi kuncinya adalah keragaman
(variability) dan ketidakpastian (uncertainty).
2.1.1 Volatilitas Inflasi dari Sisi Moneter
Inflasi merupakan fenomena yang dialami oleh semua negara. Inflasi dapat
diartikan sebagai kenaikan tingkat harga barang secara umum(Mankiw, 2000).
Menurut kaum monetaris, inflasi dinyatakan sebagai suatu fenomena moneter,
artinya tingkat inflasi yang terjadi disebabkan oleh pertumbuhan penawaran uang,
sehingga yang terjadi hanyalah perubahan tingkat harga, sedangkan tingkat output
konstan (Mishkin, 2000:664). Pertumbuhan jumlah uang beredar yang cepat akan
menyebabkan tingkat harga naik secara terus menerus sehingga mengakibatkan
terjadinya inflasi.
Sebagian besar pembaca mungkin lebih akrab dengan pandangan moneter.

Bank-bank

sentral

melakukan

kebijakan

moneter

untuk

mengendalikan

pengeluaran agregat melalui suku bunga nominal. Jika suku bunga nominal
rendah, rumah tangga dan perusahaan dapat meminjam lebih murah, sehingga

dapat meningkatkan pengeluaran. Peningkatan pengeluaran harus menghasilkan
produksi yang lebih tinggi dengan biaya produksi dan upah yang tinggi pula.
Akibatnya, tingkat inflasi meningkat (Sukirno, 2006). Dengan demikian, salah

satu peranan penting dari otoritas moneter yakni mengendalikan jumlah uang
beredar.
Analisis volatilitas inflasi semakin diperlukan dan penting ketika
masyarakat dihadapkan pada situasi dan kondisi harga yang cenderung tidak stabil
dan polanya semakin tidak teratur.
Seperti kondisi yang terjadi di pasar barang di mana inflasi dipengaruhi
dari sisi permintaan atau yang sering dikenal dengan istilah demand pull inflation
(inflasi karena tarikan permintaan). Inflasi yang terjadi karena tarikan permintaan
/ Demand pull inflation ini menggambarkan bahwa permintaan agregat/Aggregat
Demand (AD) lebih besar dari penawaran agregat / Aggregat Supply (AS). Salah
satu contoh konkretnya adalah menjelang hari raya besar seperti lebaran maupun
natal, di mana permintaan agregat (AD) meningkat sementara penawaran agregat
(AS) tetap/konstan. Kenaikan jumlah permintaan agregat/AD ini akan
mengakibatkan kenaikan tingkat harga, lalu memicu terjadinya inflasi.
Permintaan agregat/aggregat demand (AD)merupakan penjumlahan nilai
pasar dari permintaan konsumsi oleh rumah tangga (C), permintaan oleh sektor
bisnis akan barang-barang modal (I), permintaan akan barang-barang dan jasa
oleh sektor pemerintah (G), dan permintaan oleh sektor luar negeri akan barang
ekspor dan impor (X-M). Pengeluaran pemerintah (G) dalam arti riil dapat dipakai


sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran
pemerintah itu. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah, semakin besar
pengeluaran pemerintah yang bersangkutan. Dengan demikian, semakin tinggi
permintaan agregat dari pemerintah untuk kebutuhan belanja daerah. Jika
permintaan agregat terlalu besar, maka akan mendorong terjadinya inflasi di
dalam perekonomian.

2.1.2

Volatilitas Inflasi dari Sisi Fiskal
Sejalan dengan perkembangan teori inflasi, ternyata terdapat suatu teori

yang menjelaskan bahwa inflasi bukan hanya semata-mata fenomena moneter,
melainkan juga merupakan fenomena fiskal. Teori ini dikenal dengan teori fiskal
tentang tingkat harga (Fiscal Theory of the Price Level / FTPL), (Hervino, 2009).
Fiscal Theory of the Price Level / FTPL menjelaskan efek kekayaan atas
utang pemerintah merupakan jalur tambahan dari pengaruh fiskal terhadap tingkat
harga (inflasi), atau peningkatan utang pemerintah akan meningkatkan kekayaan
rumah tangga konsumen, sehingga ada peningkatan permintaan akan barang dan
jasa yang kemudian mendorong inflasi untuk naik. FTPL menjelaskan bahwa

tingkat harga selain dipengaruhi oleh utang pemerintah, juga dipengaruhi oleh
penerimaan pajak saat ini dan akan datang, serta oleh rencana belanja pemerintah
tanpa adanya campur tangan langsung terhadap kebijakan moneter (Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, 2012).

Menindaklanjuti teori FTPL tersebut, maka dalam penelitian ini penulis
akan melihat volatilitas inflasi dari sisi fiskal dengan menggunakan variabel
Utang Pemerintah Daerah. Sumber data telah menunjukkan bahwa terdapat defisit
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD dari masing-masing Provinsi
yang nilainya bisa dikatakan cukup besar. Dengan besaran defisit yang ada, perlu
dicermati langkah kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah dalam menutup
besaran defisit tersebut1.
Penulis akan memaparkan hasil korelasi yang menggambarkan keterkaitan
antara defisit anggaran dengan utang pemerintah daerah berikut ini:
Table 2.1 Korelasi antara Defisit Anggaran dengan Utang Pemerintah
Daerahdi Indonesia Tahun 1999-2009

LOG(def)
LOG(def)


1.0000

LOG(L)

0.3798

LOG(L)

1.0000

Keterangan : ~ Jumlah observasi (N) = 275.
~ Sumber : data diolah penulis, 2013.
Hasil korelasi data panel di atas menunjukkan bahwa defisit anggaran (LOG(Def))
memiliki hubungandengan Utang Pemerintah Daerah (LOG(L)) sebesar 0.3798.
Walaupun nilai korelasi dari kedua variabel tersebut tidak terlalu besar,
namun ini menunjukkan bahwa adapun kebijakan dalam sumber pembiayaan
!
# "

"


demi menutup defisit tersebut adalah pembiayaan melalui utang. Artinya, adanya
defisit anggaran menyebabkan pemerintah mengambil kebijakan untuk berutang.
Namun, pemerintah sangat berhati-hati dalam memberikan kebebasan kepada
Daerah untuk melakukan utang guna meningkatkan kemampuan pembelanjaan
daerah, terutama untuk utang yang berasal dari luar negeri. Sebab, penggunaan
utang daerah untuk membiayai kegiatan pembangunan yang bersifat regional
tersebut berpotensi menciptakan ketidakstabilan makro ekonomiNegara yang
bersangkutan jika pinjaman tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik (Makro
Ekonomi, Sukirno, 2006).Penulis berpendapat bahwa yang lebih membahayakan
adalah ketika utang tersebut terlampau banyak dan semakin banyak maka tingkat
pengeluaran pemerintah bertambah, dan bisa menyebabkan terjadi inflasi.

2.2.

Model dan Hipotesis Penelitian

2.2.1 Model Penelitian
Berikut ini penulis menggambarkan model penelitian yang dibangun
dengan melihat pengaruh variabel moneter dan fiskal terhadap inflasi.

Variabel Moneter :

Money
Supply(MS)

Variabel Fiskal :

Inflasi (IHK)

Gambar 2.1. Model Penelitian

Utang Pemerintah
Daerah

2.2.2

Hipotesis

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka hipotesis yang dibangun dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

2.2.2.1. Variabel Jumlah Uang Beredar / Money Supply yang diproksi
dengan posisi pinjaman Rupiah dan Valuta Asing Bank Umum
dan BPR menurut lokasi proyek Provinsi (Miliar Rp)
berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi daerah di Indonesia
tahun 1999-2009.
2.2.2.2. Variabel Utang Pemerintah Daerah berpengaruh positif terhadap
tingkat inflasi daerah di Indonesia tahun1999-2009.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Volatilitas Inflasi Daerah di Indonesia Tahun 1999-2009 : Moneter atau Fiskal ? T1 222009022 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Volatilitas Inflasi Daerah di Indonesia Tahun 1999-2009 : Moneter atau Fiskal ? T1 222009022 BAB IV

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Volatilitas Inflasi Daerah di Indonesia Tahun 1999-2009 : Moneter atau Fiskal ? T1 222009022 BAB V

0 1 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Volatilitas Inflasi Daerah di Indonesia Tahun 1999-2009 : Moneter atau Fiskal ?

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Volatilitas Inflasi Daerah di Indonesia Tahun 1999-2009 : Moneter atau Fiskal ?

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia Tahun 2008 – 2012

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Disparitas Inflasi antar Daerah di Indonesia Tahun 2008 – 2012

0 0 1

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perkembangan Pengaturan tentang Lembaga Pegadaian di Indonesia T1 BAB II

0 1 65

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Kesusilaan dalam PerundangUndangan Indonesia T1 BAB II

0 0 22

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Merek NonTradisional Berbasis Daya Pembeda di Indonesia T1 BAB II

0 3 37