T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Merek NonTradisional Berbasis Daya Pembeda di Indonesia T1 BAB II

1

BAB II
HUKUM MEREK

A.

HUKUM MEREK DI INDONESIA
Perlindungan merek di Indonesia telah dimulai sejak diundangkannya

Reglement Industriele Eigendom Kolonien pada 1912, zaman pemerintahan Hindia

Belanda.1 Peraturan tersebut selanjutnya diganti dan diperbaharui sebanyak empat
kali, dimulai dari Undang undang Nomor 21 Tahun 1961 Tentang Merek
Perusahaan dan Merek Perniagaan dan berakhir dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis. Sebagai
ius constitutum, hal-hal dalam UU Merek dan Indikasi Geografis yang sifatnya

fundamental akan diuraikan secara mendalam dalam pembahasan pada bab ini. Hal
ini dimaksudkan untuk menerka peluang dan hambatan akan gagasan perlindungan
bunyi, bentuk dan aroma sebagai merek di Indonesia.


1. Pengertian, Fungsi, dan Jenis Merek
Berdasarkan Pasal 1 butir 1 UU Merek dan Indikasi Geografis, merek
adalah:
“tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo,
nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua)
dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi
dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang
dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam
kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”
Pada rumusan tersebut, istilah Merek diartikan tidak lepas dengan tujuan
penggunaannya yaitu untuk kegiatan perdagangan barang dan jasa. Konsep definisi

1

O.C.Kaligis, Teori & Praktek Hukum Merek Indonesia , Alumni, Bandung, 2008, h. 2.

2

seperti ini pararel dengan pandangan Jeremy Philips, seorang ahli hukum merek

yang menegaskan bahwa merek:
“Proposed to be used in relation to goods for the purpose of
indicating, or so as to indicate , a connection in the course of trade
between the goods and some person having the right either as
proprietor or registered user to use the mark, whether with or without
any indication of the identity of the person .”2
Menurut Philips, merek tanda yang membangun hubungan antara barang atau jasa
dengan pemiliknya. Dalam pemasaran, merek berperan sebagai tanda yang
menuntun konsumen untuk mengidentifikasi sumber barang yang dilekatinya.
Argumen seperti ini juga ditegaskan Philip S. James, bahwa merek “used in
connection with goods which a trader uses in order to tignity that a certain type of

good are his.”3 Sehingga pada intinya gagasan pemaknaan merek berdasarkan

peruntukannya adalah pengertian sebagaimana yang disampaikan Harsono
Adisumarto. Bahwa merek adalah “tanda pengenal yang membedakan milik
seseorang dan milik orang lain..,”4

Pemaknaan merek sebagai alat perdagangan, selanjutnya dapat dilihat pada
3 (tiga) fungsi merek oleh P.D.D Dermawan, yaitu5:

a. Fungsi Indicator Sumber
Dalam fungsi ini, merek adalah tanda yang menunjukan keabsahan akan
suatu produk yang bersumber pada kegiatan usaha tertentu. Melalui
merek, konsumen dapat mengenal asal dan sumber barang atau jasa.

2

Jeremy Phillips, Op. Cit., h. 229.
H. Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual , Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2013, h.345.
4
Harsono Adisumarto, Hak Milik Perindustrian , Akademika Pressindo, Jakarta, 1990,
h.44.
5
Adi Purwadi, Aspek Hukum Perdata pada Perlindungan Konsumen , Majalah Fakutas
Hukum Universitas Airlangga, Tahun VII, h. 59.
3

3


Artinya merek merupakan an indication of origin, yaitu memberikan
pengenalan akan sumber barang yang dilekatinya. Sehingga tidak
dibingungkan dengan maraknya perusahaan yang berbeda namun
memproduksi barang yang sejenis.
b. Fungsi Indicator Kualitas;
Merek adalah jaminan atas kualitas barang dan jasa. Hal ini berkaitan
dengan produk-produk bergengsi yang dalam pemasarannya kerap
ditiru oleh pelaku usaha lain. Dengan memproduksi barang sejenis
dengan pengenalan umum yang hampir sama, tapi dengan menurunkan
kualitas barang guna merauk keuntungan sebesar-besarnya. Terhadap
hal ini merek hadir sebagai a gurantee of quality. Sehingga ketika suatu
barang telah memperoleh kepercayaan kualitas dari konsumen, melalui
merek kepercayaan tersebut dapat dilindungii.
c. Fungsi Sugestif
Merek adalah pemberi kesan kepada konsumen atas barang atau jasa
yang diwakilkannya. Dalam fungsi ini, merek menjadi penarik perhatian
konsumen atas barang dan jasa.
Selain ketiga fungsi di atas, berdasarkan Artikel 6 Paris Convention for the
Protection of Industrial Property yang diadopsi Indonesia dalam Pasal 1 butir 2


dan 3 UU Merek 2001. Merek berdasarakan peruntukannya dibedakan menjadi dua,
yaitu merek yang digunakan atas barang dalam rangka membedakannya dengan
produk yang lain disebut Merek Dagang. Kemudian, merek yang memiliki fungsi
sama tetapi digunakan terhadap jasa disebut Merek Jasa. Pembedaan terhadap

4

merek juga dilakukan atas penggunanya yaitu yang digunakan oleh perseorangan,
ataupun yang digunakan secara bersama yang disebut merek kolektif6.
Selanjutnya pada pengertian di atas juga disebutkan jenis merek secara
explisit, yaitu berupa: “gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna,
dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau
kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut.” Pada rumusan demikian, UU

Merek menyebutkan sekurangnya dua jenis tanda dalam hukum merek. Berupa
tanda tradisional (gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna ) dan
nontradisioanal (dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara,
hologram). Tetapi apakah tanda non-tradisional sebagaimana disebutkan tersebut

benar-benar dilindungii oleh UU Merek dan Indikasi Geografis? TIDAK, UU

Merek 2016 benar bahwa memberikan perluasan perlindungan tanda sebagai
merek. Namun dikarenakan adanya syarat penampilan grafis yang harus dipenuhi
tanda non-tradisional maka sesungguhnya tanda non-tradisional tidak dapat
dilindungii!.
UU Merek dan Indikasi Geografis menyebutkan frasa “merek adalah tanda
yang dapat ditampilkan secara grafis ” dan kemudian meletakan frasa “untuk
membedakan barang dan/atau jasa ” pada bagian akhir pengertian. Artinya, untuk

menjadi merek suatu tanda harus dapat ditampilkan secara grafis sebelumnya. Ini
tidak dapat dilakukan oleh tanda non-tradisional! Misalnya tanda bunyi, sebagai

6

Pada Pasal 1 butir 4 UU Merek dan Indikasi Geografis 2016, merek kolektif dijelaskan
sebagai merek yang digunakan secara bersama-sama oleh lebih dari satu orang. Penggunaan yang
seperti ini telah dikenal sejak abad ke-10 era pembuatan gelas tiup oleh Vetro Atristico Murano,
yang kemudian berpuncak pada sertifikasi beer dengan merek Belgian Abbey Beer pada 1836. Di
Indonesia pengaturan merek kolektif diatur pada Pasal 46-51 UU Merek dan Indikasi Geografis.
Yaitu secara prinsip, perbedaan menonjol dari merek jenis ini adalah berupa pengecualian dari
fungsi merek sebagai tanda mengidentifikasi sumber individual dari suatu barang layaknya pada

merek perseorangn.

5

tanda yang jelas tidak dapat dilihat sehingga bagaimana mungkin dapat ditampilkan
secara grafis. Atas hal ini, UU Merek tidak memberikan perlindungan terhadap
tanda non-tradisional. Namun, hanya sebatas untuk disebutkan semata.

2. Syarat Perlindungan Merek
Agar dapat dilindungii sebagai merek di Indonesia, suatu tanda yang
digunakan oleh seorang atau badan hukum haruslah memenuhi syarat perlindungan
sebagai merek. Adapun berdasarkan Pasal 20 UU Merek dan Indikasi Geografis
2016, sekurangnya terdapat enam syarat yang harus dipenuhi yaitu tidak:
a. bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundangundangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
b. sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang
dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;
c. memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal,
kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau
jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama
varietas tanaman yang dilindungii untuk barang dan/atau jasa yang

sejenis;
d. memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat,
atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;
e. memiliki daya pembeda; dan/atau
f. Merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.

Dalam rangka menjelaskan syarat pada rumusan di atas, menurut hemat
penulis pendapat Prof.Mr.Dr. Sudargo Gautama ketika membahas UU Merek 1961
masih relevan untuk dikutip lebih lanjut. Gautama berpendapat bahwa, yang
dimaksud dengan kelima syarat perlindungan merek tersebut adalah:
a. Memiliki Daya Pembeda
Suatu tanda dianggap tidak memiliki daya pembeda ketika tanda
tersebut pada sifatnya hanya menunjukan karakter suatu barang bahkan
nama barang itu sendiri. Misalnya penggunaan merek berupa kata
“Kecap” untuk produk kecap, ataupun “Supermie” yaitu menunjukan

6

Mie yang kualitasya Super. Tanda semacam ini tidak dapat
membedakan antara barang dan jasa yang dilekatinya dengan barang

sejenis. Sebab, pada hakikatnya tanda tersebut hanya berupa gambaran
atas barang pada umumnya yang mana sangat mugkin menunjuk barang
yang lain asalkan sejenis.
b. Tidak Menjadi Milik Umum
Tanda milik umum adalah tanda yang telah dikenal dan dipakai secara
luas dan bebas di berbagai kalangan masyarakat. Misalnya, tanda
“tengkorak manusia yang dibawahnya digambarkan tulang yang
bersilang” tanda tersebut secara umum telah dikenal sebagai tanda
bahaya akan racun. Selain telah dikenal dan digunakan secara bebas,
suatu tanda dikatakan menjadi milik umum adalah ketika tanda tersebut
menunjukan kelaziman dan atau kebiasaan suatu budaya atau komunitas
masyarakat7. Misalnya tanda “kepalan tangan dengan ibu jari mununjuk
ke atas” yang disebut “Jempol”. Tanda tersebut oleh masyarakat
Indonesia merupakan kelaziman sebagai simbol pujian atas hal yang
menakjubkan.
Dalam hukum merek, tanda milik umum juga meiputi a mark that
describes the general category to which the underlying product
belongs8. Misalnya kata “Komputer” untuk produk dan peralatan

computer. Atas hal ini, merek yang adalah milik umum (public domain)

haruslah diperhatikan.

7

Rahmi Jened, Op. CIt., h. 103
Overview
of
Trademark
Law,
https://cyber.law.harvard.edu/metaschool/fisher/domain/tm.htm, dikunjungi pada 6 Oktober 2016
pukul 09.00
8

7

Salah contoh kasus adalah kata Gudang yang pada prinsipnya menunjuk
kepada tempat penyimpanan, namun karena oleh Pemerintah pada 1990an dilakukan penyuluhan agar semua industri rumah tangga dan industri
kecil untuk mendaftarkan rokoknya dengan merek Gudang. Sehingga
dewasa ini, terhitung sekitar 47 merek Gudang dari berbagai produsen
Rokok yang berbeda satu diantaranya merek Gudang Mas.

c. Bertentangan Dengan Keasusilaan Dan Ketertiban
Suatu tanda tidak dapat dilindungii sebagai merek, manakala tanda
tersebut dalam pengartiannya menyinggung bahkan melanggar
kesopanan, keasusilaan khlayak umum ataupun masyarakat tertentu.
Misalnya gambar yang memuat unsur porngrafi, ataupun kata-kata
cacian. Hal yang sama juga dengan tanda yang bertentangan dengan
Undang undang, misalnya pendaftaran merek gambar daun Canibus
yang notabenenya adalah daun ganja9. Hal ini dikarenakan tanda
tersebut menyangkut materi larangan narkotika yang terdapat pada
Undang undang Nomor. 05 tahun 1997 tentang Psikotrapika.
Suatu tanda juga tidak dapat didaftarkan sebagai merek ketika tanda
tersebut menyinggung moralitas agama. Misalnya tanda Salib yang
menunjuk pada agama Kristen dan Katolik, atau gambar Bulan Bintang
yang menunjuk pada agama Islam. Tanda untuk didaftarkan sebagai
merek juga harus memperhatikan ketertiban dan keamanan dalam
masyarakat, misalnya pendaftaran tanda Palu Arit yang adalah lambing
Partai Komunis Indonesia (PKI).

9

Rahmi jened, Op. Cit., h. 99

8

d. Merupakan Keterangan Yang Berkaitan Dengan Barang/ Jasa
Yang Dimohonkan
Tanda juga tidak dapat dilindungii sebagai merek, ketika tanda tersebut
hanya sekedar merangkan objek yang diwakilinya semata. Misalnya
merek berupa “gambar kopi” untuk produk kopi, ataupun “kata mobil”
untuk produk mobil. Namun, terhadap jenis tanda seperti ini pada
prinsipnya dapat dilindungi sebagai merek yaitu ketika dapat
membangun secondary meaning10.

3. Pendaftaran, Perpanjangan, Dan Pembatalan Perlindungan Suatu
Tanda Sebagai Merek
Pendaftaran tanda sebagai merek dapat dilakukan dengan dua sistem
pendaftaran, yaitu sistem deklaratif dan sistem konstitutif. Dalam system deklaratif,
pemegang merek adalah pengguna merek pertama kali. Sedangkan sistem
konstitutif yang juga dikenal dengan first to file system adalah pemegang merek
ditentukan sebagai pendaftar pertama dan bukan pengguna pertama. Indonesia
menganut system konstitutif.

3.1. Pedaftaran Dengan Itikad Baik
Sekalipun Indonesia menganut sistem pendaftaran konstitutif, tidak berarti
bahwa tanda yang dapat didaftarkan sebagai merek merupakan tanda berupa tiruan
atas tanda yang belum didaftarkan. Prinsip ini dikenal dengan pendaftaran merek
berdasarkan itikad baik.

10

Lihat halaman 73.

9

Penegasan perlindungan merek yang berdasarkan itikad baik di atur
dalam Pasal 21 ayat (3) UU Merek dan Indikasi Geografis yaitu: “Permohonan
ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik.” Prinsip itikad baik

tersebut pada prinsipnya pararel dengan asas pelaksanaan perjanjian dalam Pasal
1338 ayat (3) Burgerlijk Wetboek (BW) yang menegaskan bahwa:
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain
dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasanalasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan
harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Menurut Nieuwenhuis11, itikad baik dalam rumusan Pasal 1338 di atas tergolongan
sebagai pemaknaan itikad baik dalam pengertiannya yang objektif. Sedangkan di
lain sisi, BW juga merumuskan pengertian itikad baik dalam pengertian subjektif
yaitu dalam Pasal 1977.
Telah ditegaskan bahwa pendaftaran merek harus berdasarkan itikad baik,
namun apakah yang dimaksud dengan itikad baik tersebut? BW tidak memberikan
pengertian yang tegas atas hal ini. Pengertian yang dapat dirujuk adalah definisi
goof faith dalam Black’s law dictionary bahwa itikad baik adalah:
A state of mind consisting in (1) honesty in belief or purpose, (2)
faithfulness to one’s duty or obligation, (3) observance of
reasonable commercial standarts of fair dealing in a given trade
or a business, or (4) absence of intent to defraud or to seek
unconscionable advantage12.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perlindungan
merek berdasarkan itikad baik adalah perlindungan suatu tanda dengan
memperhatikan sekurangnya empat hal terkait tujuan dan motivasi Pendaftar, yaitu:

11

J.H. Nieuwenhius, Pokok-pokok Hukum Perikatan , Universitas Airlangga, Surabaya, h.

12

Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Thomson Reuters, St Paul, 2009, h. 726.

43.

10

kejujuran (honesty), kesetiaan (faithfulness), sesuai standar (reasonable
commercial standarts), dan tidak berniat menipu (absence of intent to defraud).

Yurisprudensi Mahkamah Agung tanggal 16 Desember 1986 dengan
Nomor. 220/PK/1996 mengenai perkara Nike, menjadi contoh pentingnya
memperhatikan itikad baik dalam melindungi tanda sebagai merek. Dalam kasus
tersebut, Mahkamah memberikan pertimbangan bahwa:
Pendaftaran merek No.141589 milik tergugat asal 1 jelas
merupakan perbuatan yang beritikad buruk karena
mempunyai kesamaan secara keseluruhan atau persamaan
pada pokoknya dengan merek dagang Nike dan nama
perniagaan Nike milik penggugat asal. Itikad buruk tergugat
asal 1 untuk meniru nama perniagaan dan merek dagang Nike
milik pengguat asal dengan tujuan membonceng pada
ketenaran nama perniagaan dan merek dagang penggugat asal

Perlindungan terhadap merek dengan memperhatikan itikad baik
dimaksudkan untuk mencegah tindakan tidak jujur. Berupa mengklaim merek
orang lain dengan maksud menikmati keuntungan dari ketenaran merek tersebut,
dalam contoh di atas yaitu merek Nike. Dalam pendaftaran merek itikad baik
merupakan syarat substantif. Sehingga penjelasan yang tepat atas pendaftaran
dengan system konstitutif yang dianut di Indonesia adalah pengertian yang
dikemukakan oleh Rahmi Jened, bahwa “pemohon pertama yang mengajukan
pendaftaran dengan itikad baik adalah pihak yang berhak atas merek sampai
terbukti sebaliknya .

3.2. Mekanisme Pendaftaran
Syarat dan tatacara permohonan pendaftaran merek lazimnya diajukan
dalam bentuk formulir standar. Pasal 4 ayat 2 UU Merek dan Indikasi Geografis

11

menyebutkan bahwa berkas permohonan pendaftaran merek harus mencantumkan
beberapa hal diantaranya:
a. Tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;
b. Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;
c. Nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melalui
Kuasa;
d. Warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan
unsur warna;
e. Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali
dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; dan
f. Kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang
dan/atau jenis jasa.

Mekanisme pendaftaran merek dimulai dengan pengajuan berkas dengan
ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya. Dalam hal Pemohon adalah lebih dari
satu orang ataupun badan hukum secara bersama-sama. Maka semua pemohon
harus dicantumkan di surat permohonan, dengan memilih satu orang untuk
menandatangani dengan menyertakan lampiran persetujuan yang lain. Serta
menunjuk salah satu alamat dari pada pemohon sebagai alamat bersama. Dalam
pengajuannya, berkas perkara permohonan harus dilampirkan dengan:
a. Label Merek dan bukti pembayaran biaya
b. Surat pernyataan kepemilikan Merek yang dimohonkan
pendaftarannya
c. Surat kuasa, jika permohonan diwakili dengan kuasa
Indonesia juga mengakomodir permohonan pendaftaran merek dengan
hak prioritas13, sebagaimna di atur dalam Pasal 9 dan 10 UU Merek dan Indikasi
Geografis, bahwa:

13

Hak Prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal dari
negara yang tergabung dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau
Agreement Establishing the World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa
tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota
salah satu dari kedua perjanjian itu selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang
telah ditentukan berdasarkan Paris Convention for the Protection of Industrial Property.

12

Pasal 9
Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus
diajukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung
sejak Tanggal Penerimaan permohonan pendaftaran Merek
yang pertama kali diterima di negara lain yang merupakan
anggota Konvensi Paris tentang Pelindungan Kekayaan
Industri (Paris Convention for the Protection of Industrial
Property) atau anggota Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade
Organization).
Pasal 10
(1) Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 Permohonan dengan
menggunakan Hak Prioritas wajib dilengkapi dengan bukti
penerimaan permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali
menimbulkan Hak Prioritas tersebut. (2) Bukti sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. (3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi dalam waktu paling
lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya hak mengajukan
Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9, Permohonan tersebut tetap

Berdasarkan pengajuan permohonan pendaftaran merek di atas, selanjutnya
kantor merek menetapkannya sebagai merek dengan diikuti pengumuman pada
papan pengumuman khusus dan diterbitkan pada berita resmi merek, dengan jangka
waktu enam bulan untuk diajukan keberatan.

3.3. Jangka Waktu, Perpanjangan, dan Pembatalan Perlindungan
Setelah memenuhi syarat dan menempuh prosedur pendaftaran di atas, suatu
tanda yang dilindungii sebagai merek akan dihadapkan dengan jangka waktu
perlindungan, perpanjangan, dan kemungkinan pembatalan perlidungan sebagai
merek. Dalam hal penetapan mengenai waktu dalam perlindungan merek, secara
umum dirumuskan dalam Pasal 8 TRIPS dan Paris Convention yang menegaskan
bahwa: “Initial registration, and each renewel of registration of a trademark shall

13

be for a term of no less then seven years. The registration of a trademark shall be
renewable indefinitely.”

Perlindungan atas pendaftaran dan perpanjangan terhadap pendaftaran
adalah minimal 7 tahun. Penetapan waktu tujuh tahun pada TRIPS tersebut adalah
batas minimal perlindungan, oleh karenanya sebagai Negara anggota Indonesia
memberikan penambahan waktu perlindungan merek yaitu sampai 10 (sepuluh)
tahun sejak didaftarkan. Penetapan waktu tersebut tertuang dalam Pasal 35 ayat (1)
UU Merek dan Indikasi Geografis bahwa: “Merek terdaftar mendapat pelindungan
hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan. ” Dan

kemudian diatur lebih lanjut pada Pasal 35 ayat (2) bahwa “Jangka waktu
pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk
jangka waktu yang sama.”

Lebih jauh, terkait dengan perpanjangan waktu ketika habis jangka waktu
perlindungan merek. Artikel 6 Paragraf (2) Paris Convention menjelaskan bahwa:
“however in no case shall the renewal of the registration of the mark in the country
of origin involve an obligation to renew the registration in the other countries of
the union in which mark has been registered.” Rumusan ini menjelaskan bahwa

perpanjangan perlidungan merek akan membawa implikasi yang sama dengan
perlidungan merek yang sama di Negara lain. Artinya jika merek dengan Negara
asal, misalnya Indonesia telah habis waktu perlindungannya dan oleh pemilik
merek diajukan permohonan perpanjangan waktu perlindungan. Maka pada saat itu
pemohon dibebankan kewajiban untuk juga memperpanjang jangka waktu
perlindungan penggunaan merek tersebut di Negara lain.

14

Sedangkan dalam hal penghapusan dan pembatalan perlindungan merek
sekurangya terdapat dua cara, yaitu melalui prakarsa Direktorat Jenderal HAKI dan
Prakarsa sendiri (pemilik merek). Namun, biasanya atas prakarsa Direktorat
Jenderal HAKI akan dibuka peluang untuk pihak ketiga terkait dengan pengajuan
gugatannya di Pengadilan Jakarta Pusat atau Pengadilan Niaga. Ketika gugatan
tersebut di kabulkan oleh pengadilan, maka oleh Ditjen HAKI akan dilakukan
penghapusan register merek yang bersangkutan dari daftar umum merek dan
selanjutnya diumumkan dalam berita resmi merek.

4. Tinjauan Umum Perjanjian Internasional Tentang Merek
Dalam perlindungannya terhadap merek, Indonesia telah menjadi Negara
anggota dalam beberapa perjanjian internasional tentang merek. Berbagai klausul
perlindungan merek dalam perjanjian multilateral tersebut, kemudian menjadi
bingkai standar perlindungan merek dalam tingkat nasonal. Namun, selain
perjanjian

yang

telah

diratifikasi

Indonesia

sebagai

merek.

Dalam

perkembangannya, muncul berbagai perjanjian tentang merek yang dihormati
Indonesia dalam pemberlakuan ketentuan perlindungan merek dalam negeri.
Berikut berbagai perjanjian multilateral tentang merek:
a. Agreement On Trade Related Aspects of Intelectual Property
Rights Including Trade In Counterfeit Goods (TRIPs)
TRIPS adalah perjanjian yang dimaksudkan untuk mengurangi distorsi
hal-hal yang merugikan dan atau menyulitkan dunia perdagangan.
Sekaligus memberikan perlindungan atas hak-hak pribadi (private
property right) dinataranya adalah Merek. Beberapa prinsip umum

tentang merek yang diatur dalam TRIPSI adalah:

15

a. Legislative choice
b. National treatment
c. MFN principel
d. Non-discriminatory principle
e. Dlln
Dalam kaitannya dengan tulisan ini, Penulis akan mendasarkan tesis
perlindungan BBA sebagai merek karena memiliki daya pembeda,
pada Pasal 15 ayat (1) yang pada intinya menegaskan: “Any sign, or
any combination of signs capable of distinguishing goods or services
of one undertaking from those of undertakings shall capable of
constituting of trademark

Dimana frasa “any sign” diasumsikan sebutan implisit terhadap jenis
merek bunyi, bentuk dan aroma (BBA).
b. The Paris Convention For The Protection of Industrial Prperty
Rights
Paris convention adalah perjanjian yang berperan penting dalam upaya

perlindungan merek. Indonesia telah meratifikasi Paris convention
dengan Keputusan Presiden (Keppres) No.15/1997. Beberapa hal yang
ditetapkan dalam perjanjian ini adalah:
a. Independence of protection
b. Peralihan hak merek
c. Nama barang (trade name)
c. Trademark Law Treaty

16

Trademark Law Treaty (TLT) adalah perjanjian yang dibuat di JenewaSwiss pada 24 Oktober 1994. Kemudian diratifikasi oleh Indonesia
dengan Keppres No.17/1997. Hal-hal yang ditetapkan dalam perjanjian
ini adalah sebagai berikut:
a. Prosedur standar permohonan perdaftaran merek
b. Pembatasan pemberlakuan perjanjian atas jenis merek tertentu
c. Melampirkan petunjuk teknis
d. The Madrid Agreement Concerning The International Registration
of Marks
Perjanjian Madrid adalah dimaksudkan untuk mengoptimalkan
pemberian perlindungan merek secara lintas Negara. Sama halnya
dengan TLT, konvensi ini juga dilengkapi berbagai protocol, seperti:
a. Pendaftaran merek secara internasional
b. Perpanjangan jangka waktu
c. Biaya
e. The Madrid Agreement Concerning The Reputation Of False
Indication of Origin (1891)
Perjanjian ini diadakan pada 14 April 1891, yang ditujukan untuk
mengatasi indikasi palsu yang dapat salah paham atas asal usul barang
yang dilekati oleh merek. Perjanjian ini, hanya sedikit mengatur
mengenai merek dan cenderung menetapkan hal-hal terkait indikasi asal
barang.
f. Agreement For The Protection of Appelation of Origin and The
International Registration (1958)

17

Perjanjian ini diadakan pada 31 Oktober 1958, dengan konsentrasi pada
perlindungan terhadap merek berdasarkan nama geografis Negara
ataupun wilayah tertentu. Beberapa hal yang diatur dalam perjanjian ini
adalah:
a. Penyusuna sistem notofikasi merek
b. Perlindungan atas penggunaan yang merupakan rampasan merek
c. Pencegahan penggunaan instilah generic
Atas berbagai perjanjian tentang merek di atas, sikap Indonesia
terhadap setiap klausul pada perjanjian tersebut adalah dilakukan
dengan berdasarkan Pasal 31 Vienna Convention on The Law of
Treaties, yang menyataan bahwa:

“The treaty shall be interpreted in good faith..., in the
light of its object and purpose.. Shall comprises.. The
preamble some what limited because its not
operational, in the sense it can not be used to modify
(broaden pr narrow) obligations that are clearly
established in the provision of the agreement.”
Artinya Indonesia dalam menerapkan kaidah dalam perjanjian
internasional di atas termasuk di dalamnya ketentuan Pasal 15
TRIPS. Haruslah dilaksanakan berdasarkan itikad baik, secara sadar
serta pro aktif.
Atas uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa saat ini hukum merek di
Indonesia tidak dengan tepat memberikan perlindungan terhadap merek
nontradisioanal yaitu diantaranya Bunyi, Bentuk dan Aroma. Adapaun pada sub
“tinjauan umum perjanjian internasional” Indonesia telah disebutkan bahwa telah
meratifikasi TRIPS. Oleh karenanya dengan mengingat bahwa hukum senantiasa
untuk tetap progresif terhadap perkembangan, maka kehadiran tanda non-

18

tradisional yaitu bunyi, bentuk, dan aroma (BBA) haruslah dilindungii sebagai
merek di Indonesia yaitu dilakukan dengan menitikberatkan pada Pasal 15 TRIPS
yang menegaskan keutamaan daya pembeda dan bukan penampilan grafis dalam
perlindugan merek. Sehingga dalam rangka menempatkan argumen perlindungan
BBA sebagai merek di Indonesia maka lebih lanjut Penulis akan menjelaskan
tentang merek yang adalah tanda dengan daya pembeda.

19

B.

PEMAKNAAN TANDA DAN KONSEP DAYA PEMBEDA DALAM
PERLINDUNGAN MEREK
Kesimpulan pada sub bab sebelumnya merek adalah tanda, tanda yang

memiliki daya pembeda. Namun, apakah yang dimaksud dengan “tanda” tersebut?
dan bagaimanakah daya pembeda itu? Pada sub bab ini, Penulis akan mengulas
mengenai jenis dan ragam tanda baik tradisional maupun non-tradisional, konsep
daya pembeda dan pertimbangannya dalam perlindungan tanda sebagai merek.
1. Hakikat Tanda
Penelusuran pemaknaan “tanda” pertama kali dilakukan secara filosofis
oleh Charles Sanders Peirce, dalam artikel What Is a Sign? Ia menjelaskan:
There are three kinds of signs. Firstly, there are likenesses, or
icons; which serve to convey ideas of the things they represent
simply by imitating them. Secondly, there are indications, or
indices; which show something about things, on account of their
being physically connected with them. Thirdly, there are symbols,
or general signs, which have become associated with their meanings
by usage. Such are most words14.

Pada pendapatnya, Charles menjelaskan bahwa tanda dapat dimengerti melalui tiga
penampakannya. Pertama, tanda sebagai persamaan (likenesses) terhadap sesuatu
hal. Foto misalnya, sebagai hasil potret dari objek yang dipotret memiliki kemiripan
yang sangat sempurna dengan objek. Kesempurnaan persamaan tersebut lah yang
menjadikan foto sebagai “tanda” atas objek potret tersebut. Sehingga sesuatu
dikatakan sebagai tanda manakala ia memiliki kemiripan dengan objek yang
dilekatinya; Kedua, tanda sebagai indikasi (indications) yaitu memberikan
petunjuk atas sesuatu dengan menarik perhatian (intention). Charles menjelaskan

14
Charles
Sanders
Peirce,
What
Is
https://www.marxists.org/reference/subject/philosophy/works/us/peirce1.htm,
tanggal 11 November 2016 pukul 13.30.

a
Sign? ,
dikunjungi pada

20

bahwa: Anything which focuses the attention is an indication15, dalam ciri ini tanda
dimaknai sebagai sesuatu yang menggambar hal tertentu dengan cara yang menarik;
Ketiga, tanda sebagai simbol yaitu dikatakan sebagai tanda jika ia digunakan
bersama objek tertentu (meanings by usage).
Sekalipun dapat diidentifikasi bahwa sesuatu disebut sebagai tanda jika ia
tampak diantara ketiga penampakan di atas. Namun, sesuatu yang seperti apakah
yang layak diklasifikasi berdasarkan tiga penampakan tersebut? Atas hal ini maka
lebih lanjut dapat dikutip pendapat Giovanni B. Ramello yang menyatakan bahwa:
“a sign is anything that stands for something else.., used to represent objects,
experiences, states of mind and much more 16. Jika mendasarkan pada pendapat

Giovanni tersebut maka sesungguhnya kata “sesuatu” adalah berarti luas yaitu
segala hal (anything) asalkan ia merupakan perwakilan objek tertentu. Sehingga
yang dimaksud dengan “tanda” adalah suatu representasi akan suatu objek.
Selain merumuskan pengertian tanda, Giovanni juga menjelaskan
penggunaan istilah tanda dalam tata bahasa. Ia menjelaskan:
“A sign is a container whose significance can be extended in
different directions: it can have a literal meaning, that is to say a
direct and straightforward interpretation, as well as a series of more
complex and indirect complementary meanings , which contribute
in different ways to the communication process.”17
Secara peristilahaan, tanda dapat dapat memiliki satu dari antara dua arti yaitu
secara harafiah maupun makna pelengkap. Secara harafiah tanda adalah istilah yang
digunakan untuk menyederhanakan pemaknaan objek dalam rangka interpretasi.

15

Ibid.,
Giovanni B. Ramello, What's in a Sign? Trademark Law and Economic Theory,
Department of Public Policy and Public Choice, Chicago, 2006, h.2.
17
Ibid.,
16

21

Sedangkan secara pelengkap, tanda adalah istilah untuk mengkomunikasikan objek
yang dilekatinya.
Jika sebelumnya diuraikan akan pengertian tanda menurut para ahli, maka
selanjutnya Penulis mengutip pertimbangan Mahkamah Agung Amerika Serikat
dalam sengketa antara Qualitex Co Vs Jacobson Prods untuk meletakan
pengertian tanda secara hukum merek. Dalam kasus tersebut, pengadilan
menjelaskan bahwa “a trademark may be almost anything at all that is capable of
carrying meaning”. Disebut sebagai hampir segala sesuatu yang mampu membawa

makna mengandung arti bahwa Pengadilan telah mengambil posisi terbuka
terhadap pengertian tanda. Hal tersebut terlihat pada interpretasi mahkamah atas
Lanham Act of the United States yang menyatakan: any word, name, symbol, or
device, or any combination thereof.., to identify and distinguish his or her goods,
including a unique product, from those manufactured or sold by others and to
indicate the source of the goods, even if that source is unknown .

Pada kasus di atas, sekalipun tidak secara explisit disebut tanda warna
sebgai bagian dari antara tanda yang dimaksud dalam Lanham Act of the United
States. Majelis hakim dengan mendasarkan pada tesis bahwa warna dapat
digolongankan sebagai sesuatu yang mampu membawa arti tertentu, maka
mahkamah melakukan interpretasi atas frasa “any.., symbol or device” yaitu bahwa
“warna” termasuk di dalamya.
Artinya dalam hukum merek, pengertian tanda adalah tidak jauh berbeda
dengan pengertian para ahli. Namun, juga tidak berarti sama! Kata kunci perbedaan
tersebut terletak pada frasa “almost” pada pendapat mahkmah yang menyatakan “a
trademark may be almost anything at all that is capable of carrying meaning ”.

22

Sehingga tidak semua hal adalah tanda, melainkan hanya beberapa hal saja yaitu
yang mampu membawa makna secara hukum merek18. Atas hal ini maka dapat
disimpulkan bahwa dalam Hukum Merek, tanda merupakan simbol yang
merepresentasikan suatu barang dan Jasa yang sifatnya complementary, yaitu
memberikan informasi kepada konsumen tentang sumber barang dan jasa tersebut.

2. Jenis Tanda
Pada perkembangannya tanda terbagi menjadi dua yaitu tanda yang disebut
tradisional dan non-tradisional. Terhadap kedua pembedaan ragam tanda terebut,
International Trademark Association (INTA) dalam Artikel “Fact Sheets Types of
Protection” menjelaskan bahwa:

“Traditionally, trademarks have consisted of a word, a logo or a
combination of both,,,Over time, other elements besides words, logos
and graphic designs have come to serve as identifiers of the source
of goods or services, thus serving the function of marks. These are
called nontraditional marks.”19
Dijelaskan bahwa eksistensi tanda non-tradisional adalah muncul kemudian setelah
tanda tradisional. Tanda non-tradisional disebut sebagai “other elements“ yang juga
serving the function of marks. Artinya keberadaan tanda non-tradisional menunjuk

pada perkembangan (over time) dalam dunia perdagangan, yaitu semula eksis
dengan tanda tradisional saja yang kemudian diramaikan dengan tanda nontradisional. Berikut uraiakan masing-masing ragam tanda tersebut.

Frasa “capable of carrying meaning ” mengandung arti lebih spesifik yaitu dalam hukum
merek disebut daya pembeda. interpretasi ini pararel dengan pendirian Mahkamah yang melegalkan
perlindungan tanda “warna” sebagai merek di Amerika karena memiliki daya pembeda sebagai
merek. Lihat hal, 60.
19
INTA,
Fact
Sheets
Types
of
Protection ,
http://www.inta.org/TrademarkBasics/FactSheets/Pages/FactSheets.aspx, dikunjungi pada tanggal
17 September 2016 pukul 13.30.
18

23

2.1. Tanda Tradisional
Jenis tanda yang disebut tradisional dapat dilhat pada UU Merek
sebelumnya (UU Merek 2001) yang saat ini telah juga disebutkan pada sebagian
frasa UU Merek dan Indikasi Geografis, yaitu meliputi tanda:
a) Gambar
Gambar merupakan jenis tanda berupa logo atau icon. Penggunaan
gambar sebagai tanda khusus merupakan gambar hasil imajinasi
bukan gambar senyatanya seperti pemandangan alam hasil fotografi.
Misalnya, gambar lengan berotot digabungkan dengan bangun
segitiga untuk merek Live Haaf atau gambar kelinci pada merek Dua
Kelinci.
b) Nama
Pada dasarnya nama yang dapat didaftarkan sebagai merek adalah
nama pribadi seseorang yang telah membangun secondary meaning
dalam pengunaannya. Dalam praktik perdagangan di Indonesia,
tanda berupa nama biasanya digunakan sebagai merek jasa
ketimbang merek dagang. Misalnya, tempat salon dan spa dengan
merek Martha Tilaar.
c) Kata
Pengunaan tanda jenis ini terlihat pada kata Mandiri untuk Bank,
ataupun Toyota untuk produk mobil. Tanda jenis ini didaftarkan
sebagai merek dengan memperhatikan pemilihan jenis kata dalam
kaitannya dengan kata-kata umum dalam masyarakat.

24

d) Huruf-huruf
Berbeda dengan tanda kata yang adalah gabungan dari pada huruf.
Tanda huruf adalah serangkaian huruf acak yang tidak berbentuk
kata, misalnya PCW untuk merek konsultan manajemen ataupun
huruf F sebagai merek Facebook.
e) Angka-angka
Misalnya angka 3 untuk provider kartu GSM Three.
f) Susunan warna
Tanda jenis ini adalah berupa perpaduan antara masing-masing
warna, misalnya warna merah, putih, dan biru untuk minuman
Pepsi ataupun warna merah, biru, dan hijau untuk logo Pertamina.
g) Kombinasi dari unsur-unsur tersebut
Merek jenis ini adalah merek yang memadukan semua tanda di atas,
ataupun sebagian tanda saja. Misalnya merek Aqua untuk air
mineral yang terdiri atas Kata Aqua, Gambar gunung yang abstrak,
Berwarna biru, biru kemudaan, dan hijau.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa tanda yang tergolongan
tradisional adalah tanda yang penampakannya bersifat visual saja (indra penglihat).
Artinya tanda tersebut secara kasat mata dapat dilihat oleh konsumen ketika
membedakan barang dan jasa pada waktu perdagangan. Karakteristik lain yang
terliat adalah tanda tradisional akrab dengan penggabungan jenis tanda. Situasi
demikian sangat berbeda dengan tanda non-tradisional, yaitu tanda yang

25

menggunakan lebih dari satu indra dan akrab dengan pengenalan sejenis saja,
berkut urainnya.
2.2. Tanda Non-tradisional
Bahwa Pasal 1 angka 1 UU Merek dan Indikasi Geografis telah sedikit
menyebutkan akan jenis tanda non-tradisional yaitu meliputi tanda “dalam bentuk
2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram”. Namun,

sesungguhnya juga terdapat tanda lain seperti aroma. Adapun berbagai jenis tanda
yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a) Warna (colour )
Color is essential to the brand-building process because it’s the
most visible first point of communication 20. Warna (color ) yang

dimaksudkan di sini, berbeda dengan konsep warna dalam tanda
tradisional. Sebagai tanda non-tradisional warna dipandang secara
eksklusif yaitu tanda tanpa gabungan dari tanda lain. Sedangkan
sebagai tanda tradisional warna dianggap tidak dapat dipisahkan
dengan features berupa tanda lain, misalnya warna “merah, biru,
hijau” yang menyatu dengan tanda “kata Pertamina” sebagai merek
Pertamina. Melainkan warna tanpa gabungan dengan tanda lain.
b) Aroma (scent)
Tanda jenis aroma adalah tanda yang memiliki kemampuan untuk
membedakan antara barang/ jasa berdasarkan pengenalannya yang
non visual. Salah satu contoh tanda ini adalah bau lavender di
restoran Prancis. Nagourney, dalam artikel Sensations: A Hint of

20

Martin Lindstrom, Op Cit., h.47.

26

Lavender and the Scent of Money menjelaskan bahwa Lavender
scents could influence many consumption environments21. Atas hal

ini, bau adalah tanda yang berdasar pada indra penciuman
konsumen.
c) Bunyi (sound)
Sebagai tanda, bunyi tampil berdasarkan indra pendengar. Bunyi
yang dimaksud bukanlah bersifat lagu, melainkan kutipan dan atau
penggalan bunyi yang digunakan untuk membedan barang dan
jasa. Berikut beberapa pendaftaran Bunyi di USPTOn yaitu:


Pendaftaran bunyi berupa tertawa dalam seorang laki-laki,
dengan deskripsi ‘Ho-Ho-Ho’. Bunyi didaftarkan dalam Reg.
No. 2519203.



Pendaftar suara bebek yang berarti ‘AFLAC’” oleh perusahan
asuransi, yang selanjutnya didaftarkan dengan nomor Reg No.
2607415.

d) Rasa (Flavor )
Brands that can incorporate taste can clearly build a very strong
brand platform22. Kedudukan rasa sangat strategis di dunia

perdagangan antar barang. Sebagai contoh, dibedakannya antara
minuman soda oleh konsumen berdasarkan rasa (taste) masingmasing minuman seperti antara Cola-cola dan Pepsi misalnya.

21
Eric Nagourney, Sensations: A Hint of Lavender and the Scent of Money, The New York
TImes:2005, http://www.nytimes.com/2005/07/05/health/sensations-a-hint-of-lavender-and-thescent-of-money.html?_r=0, di kunjungi pada tanggal 21 September 2016 pukul 17.00.
22
Jerome Gilson dan Anne Gilson LaLonde, Op.cit., h. 30

27

e) Gambar Bergerak (motion)
A trademark may identify and distinguish goods by using images in
motion, perhaps on a television, movie or computer screen23.

Gambar bergerak yang dimaksud adalah inovasi dari logo atau
gambar dalam merek tradisional. Jika logo atau gambar
berorientasi pada bidang cetak, gabar bergerak (motion) lebih
kepada penampilan dalam layar program. Yaitu berikaitan dengan
kemampuan “pergerakan” yang hanya dapat ditampilkan dalam
program saja.
f) Bentu Tiga Dimensi (three dimensional shapes)
Lindstrom membagi bentuk tiga dimensi menjadi 4 (empat) bidang,
yaitu:








Bentuk produk
Bentuk pengepakan barang
Bentuk bangunan
Bentuk Dekorasi ruangan

Adapun lebih lanjut Penulis akan memfokuskan pembahasan mengenai
tanda non-tradisional hanya pada ketiga jenis tanda saja yaitu Bunyi, Bentuk dan
Aroma (BBA)24. Pemilihan ketiga tanda tersebut didasarkan pada perkembangan
perdagangan dan hukum merek yang menunjukan bahwa ketiga tanda tersebutlah

23

Ibid., h. 806.
Pemilihan ketiga jenis tanda yaitu BBA merupakan batasan penulis untuk menelaah lebih
jauh tentang tanda non-tradisional. Namun, hal ini tidak berarti bahwa Indonesia hanya sepatutnya
untuk melindungi tanda BBA saja melainkan perlindungannya dapat dilakukan secara tertentu yaitu
terbuka terhadap pendaftaran tanda non-tradisional lain.
24

28

yang mendapat perhatian lebih dibandingkan dengan tanda non-tradisional yang
lain. Hal ini terlihat dari prospek perlindungannya yang mana telah dilakukan lebih
lama dibandingan tanda lain, yaitu; Bentuk, berupa bentuk alat seperti botol/
kemasan suatu produk. Pendaftarannya sebagai merek telah dilakukan oleh Coca
Cola di Amerika Serikat pada 1916;25 Bunyi, tanda berupa alunan nada yang
menggambarkan barang atau jasa dalam pemasarannya. Pendaftaran bunyi telah
dilakukan atas deru motor oleh Harley Davidson di Amerika pada 1997;26 Aroma,
yaitu tanda yang memberikan bau dan harum yang berbeda sebagai pembeda antara
produk. Prospek pendaftarannya terkenal dengan kasus smell of fresh cut grass di
Belanda 1996

2.3. BBA Adalah Tanda
BBA adalah tanda! kesimpulan ini merupakan hasil penelusuran bentuk,
bunyi dan aroma terhadap karakteristik tanda pada angka 1 dalam sub bab ini.
Dimana sesuatu dikatakan sebagai tanda jika ia memenuhi tiga karakter tanda,
yaitu: merupakan simbol, merepresentasikan dan digunakan bersama dengan
sesuatu yang diwakilinya , sifatnya menerangkan sesuatu lain dan bukan tanda itu

sendiri (complementary meaning). Berikut ulasan ketiga syarat tersebut kepada
BBA.
 Bentuk
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “bentuk”
diartikan sebagai “wujud yang ditampilkan (tampak).”27 Pengertian

25

Rahmi Jened, Hak Kekayaan Intelektual Penyalahgunaan hak Eksklusif, Airlangga
University Press, Surabaya, 2007, h. 89.
26
Verena V.Boomhard, European Trademark Law, Planck Institute, Jerman, 2004, h.28.
27
http://kbbi.web.id/bentuk, dikunjungi pada tanggal 23 Januari 2017 pukul 11.40.

29

tersebut jika dimaknai bersama dengan definisi “shape” yang
menjelaskan “the physical form or appearance of a particular
person or thing.”28 Maka berarti bahwa bentuk adalah wujud dan

atau penampakan dari sesuatu, pengertian ini dapat lebih spesifik
jika mendasarkan pada denifinisi KBBI yang menyebut jenis
penampakan berupa “lengkung; lentur dlln”. Sehingga bentuk
merupakan wujud berupa model tertentu.
Dalam sifatnya sebagai wujud, penampakan bentuk berdasarkan
pemaknaan tanda oleh Charles S. Pierce adalah tergolong pada jenis
tanda berupa symbol. Pemaknaan demikian tentu harus diartikan
ketikan bentuk hadir bersama objek yang lain. Dalam tulisan ini,
bentuk adalah tanda karena bentuk hadir sebagai representasi barang
dan atau produk tertentu. Misalnya botol Cola-cola. Bentuk melalui
penampakannya yang menarik seperti menggunakan wujud segitiga
misalnya dapat menerangkan dan memberikan kekhasan terhadap
produk.
 Bunyi
KBBI memberikan pengertian bunyi sebagai “sesuatu yang
terdengar (didengar) atau ditangkap oleh telinga .”29 Pemaknaan

demikian dapat lebih spesifik jika diartikan bersama pamaknaan
dalam kasus NBC Chimes, yang mejelaskan karakteristik bunyi

28

http://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/shape, dikunjungi pada tanggal 23
Januari 2017 pukul 11.45.
46
http://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/sound, dikunjungi pada tanggal 23
Januari 2017 pukul 11.50.

30

(sound) sebagai “the chimes as a brief musical composition
consisting of three sounds, set to a specific tempo, in a specific
order, and played by a specific instrument.” Artinya bunyi yang

dimaksudkan pada tulisan ini, yaitu keberadaan bunyi sebagai tanda
berupa composisi nada yang note dan cara memainkannya berbeda
dan spesifik.
Bunyi tergolong sebagai tanda dengan sifat symbol karena
karakteristiknya yang menggunakan note spesifik dan hanya
menggambarkan objek yang diwakilinya. Misalnya bunyi NBC
Chimes yang digunakan untuk tanda jasa Radio NBC. Artinya, sama
seperti bentuk yaitu bunyi dikatakan sebagai tanda hanya ketika ia
juga digunakan bersama dengan barang atau jasa guna menerangkan
barang dan jasa tersebut.
 Aroma
Jika dilihat dalam KBBI, aroma berarti “bau-bauan yang harum
(yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau akar-akaran.”30 Aroma

yang dikatakan sebagai tanda adalah bukan diantaranya Parfum,
sebab jika parhum hadir sebagai objek atau produk itu sendiri.
Sedangkan aroma dalam pengertian tanda adalah bau yang
digunakan untuk mewakilkan jasa tertentu.

30

http://kbbi.web.id/aroma, dikunjungi pada tanggal 23 Januari 2017 pukul 11.50.

31

Dalam penelitian di Prancis misalnya31, diketemukan bahwa
konsumen mengidentikan restoran tertentu melalui baunya yaitu bau
Lavender.
BBA merupakan tanda yang merepresentasikan masing-masing objek,
seperti Bunyi dan Aroma yang mewakili jasa tertentu dan Bentuk yang juga
mewakili produk tertentu. Maka BBA jelas merupakan tanda. Namun kemudian
sebagaimana yang telah juga ditegasan pada pembahasan tersebut, bahwa
pemaknaan tanda dalam hukum merek dilakukan dengan tertutup secara hukum
merek. Artinya, apakah tanda yang mewakili dan menerangkan barang dan jasa
dapat langsung disebut sebagai merek? Tidak, merek adalah tanda yang bukan
hanya sekedar mewakili dan menerangan saja melainkan hadir sebagai pembeda
antara barang dan jasa tersebut. Daya pembedalah lah yang ikut menentukan
“sesuatu” untuk menjadi tanda dalam hukum merek. Sehingga tesis bahwa BBA
adalah tanda yang dimaksud dalam hukum merek, harus dibuktikan dengan
diketemukannya daya pembeda pada BBA.

3. Konsep Daya Pembeda
Kemampuan membedakan yang dimiliki tanda merupakan alasan utama
tanda tersebut dilindungii sebagai merek. Tesis ini sejalan dengan Pasal 15 ayat (1)
Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS), yang menerangkan
bahwa: “Any sign, or any combination of signs capable of distinguishing goods or
services of one undertaking from those of undertakings shall capable of
constituting of trademark. Namun, apakah daya pembeda itu? Dalam artikel “What

32

makes a trade mark distinctive? ” menjelaskan bahwa daya pembeda adalah
whatever makes 32 it capable of distinguishing the goods or services of one
undertaking from those of another33. Atas hal ini, konsep daya pembeda

merupakan teori tentang kemampuan tanda untuk mengidentifikasi sumber barang,
atau yang disebut source distinctiveness theory.
Dalam hukum merek, Geoffrey Hobbs QC membagi konsep pembedaan
tanda menjadi dua yaitu secara alami dan secara penggunaan. Pandangan tersebut
merupakan komentar Geoffrey atas frasa “devoid of any distinctive character ”
dalam bagian 3 ayat (1) hurub (b) of the Trade Marks Act 1994 (UK) yang
menegaskan bahwa “The following shall not be registered- trade marks which are
devoid of any distinctive character .” Frasa “devoid of any distinctive character ”

dalam terjemahan lain dipadankan dengan “no distinctive character ”, sehingga
Geoffrey lebih lanjut berpendapat:
“What does devoid of any distinctive character mean? I think the
phrase requires consideration of the mark on its own, assuming no
use. Is it the sort of word (or other sign) which cannot do the job of
distinguishing without first educating the public that it is a trade
mark? A meaningless word or a word inappropriate for the goods
concerned (North Pole for bananas) can clearly do so. But a
common lauda tory word such as “Treat” is, absent use and
recognition as a trade mark, in itself (I hesitate to use the word from
the old Act but the idea is much the same) devoid of any inherently
distinctive character.”34

32
Pada frasa “whatever makes ” tersebut mengandung arti konsep daya pembeda berifat
“open contex” atau dengan kata lain daya yang membedakan adalah tidak terbatas. Melainkan
disebut sebagai hal yang membedakan ketika pada praktiknya, hal tersebut membuat tanda mampu
untuk membedakan antara barang yang satu dan yang lain. Atas dasar inilah kemudian dalam tulisan
ini, Penulis akan membangunan tesis bahwa daya pembeda dapat pula sebagai “hubungan
emosional”.
33
CAM Trade Marks & Ip Services, What Makes a Trade mark distinctive ,
http://www.camtrademarks.com/index.php?q=node/44, dikunjungi pada tanggal 24 September 2016
pukul 11.30.
34
New Zealand intelectual Property Office, Absolute grounds distinctiveness,
https://www.iponz.govt.nz/about-ip/trade-marks/practice-guidelines/current/absolute-groundsdistinctiveness/#fnref:8, dikunjungi pada 25 September 2016 pukul 16.00.

33

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep pembedaan adalah
dapat terjadi secara alami (nature) dan pembedaan berdasarkan penggunaan
(nurture). Tanda dengan pembedaan “alami” adalah tanda yang penampakannya
dapat langsung membedakan barang dan jasa yang satu dan yang lain. Artinya
pembedaan alami merupakan pembedaan kuat dengan kekhasan. Sedangk