Hubungan Antara Pengembangan Agrowisata Subak dengan Modal Sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan.

(1)

HUBUNGAN ANTARA PENGEMBANGAN

AGROWISATA SUBAK DENGAN

MODAL SOSIAL PADA SUBAK

JATILUWIH TABANAN

SKRIPSI

Oleh

Ni Made Sukraeni Asih

KONSENTRASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

i

HUBUNGAN ANTARA PENGEMBANGAN

AGROWISATA SUBAK DENGAN

MODAL SOSIAL PADA SUBAK

JATILUWIH TABANAN

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Oleh

Ni Made Sukraeni Asih NIM. 1205315023

KONSENTRASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

ii

PERYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Saya bersedia dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri atau mengandung tindakan plagiarism.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Yang menyatakan, Ni Made Sukraeni Asih


(4)

iii

ABSTRACT

Ni Made Sukraeni Asih. NIM 1205315023. The Relation between

Agrotourism’s Development toward Social Capital Condition of Jatuliwuh Subak, Tabanan. Supervised by: Prof. Dr. Ir. Nyoman Sutjipta, M. S., I Made Sarjana, S.p.,M.Sc

Farming sector in Bali strongly related to subak system because subak controls the irrigation system in farming sector especially for crops. Subak also sets the patterns and schedule of the cropping. Subak in Bali started to arise as Agrotourism since UNESCO officially announce Subak as one of the World Heritage. This acknowledgement could be an effective media to promote Jatiluwih Subak as agrotourism and attract more tourists. In Bali, subak has started to develop as agrotourism after acknowledgement from UNESCO. The number of the visitors keeps arising from years. In 2012, there were 97,909 visitors, 101,560 in 2013 and 165,158 in 2014. These numbers show that Subak Jatiluwih has become tourist destination that is quite famous and considered to be visited in Bali.

The purpose of this research is to know the relation between agrotourism’s developments toward social capital condition in Jatiluwih Subak, Tabanan. In order to know if there is any relation between agrotourism developments toward Subak’s social capital, this research use rank spearman correlation test and descriptive analysis for processing the data. The result of the rank spearman correlation test shows that there is no relation between the developments of agrotourism toward social capital condition. While from the descriptive analysis that is showed in percentage, social capital’s percentage reach 76.72%. It means that social capital stands in “good” level. This percentage shows that the condition of the social capital of subak before and after the development is still preserve.

In conclusion, advice that can be given to the society is that society should more active in agrotourism activity. Therefore, society is not only as the object in an agrotourism but also the society could benefit from the agrotourism they have nowadays.


(5)

iv

ABSTRAK

Ni Made Sukraeni Asih. NIM 1205315023. Hubungan Antara Pengembangan Agrowisata Subak Dengan Modal Sosial Pada Subak Jatiluwih Tabanan Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir. Nyoman Sutjipta,MS.I Made Sarjana, Sp, MSc

Di Bali sektor Pertanian berkaitan erat dengan sistem subak, karena subak mengelola sistem irigasi di sektor pertanian khususnya pertanian tanaman pangan, subak juga berfungsi mengatur pola dan jadwal tanam pada setiap musim tanam. Di Bali subak mulai berkembang sebagai destinasi agrowisata terutama setelah subak ditetapkan sebagai sebagai salah satu warisan budaya dunia oleh UNESCO. Predikat warisan budaya dunia nampaknya menjadi sarana promosi efektif untuk menarik kunjungan wisatawan berkunjung ke Subak Jatiluwih. Terbukti kunjungan wisatawan ke Subak Jatiluwih tersus meningkat setiap tahunnya tercatat dari tahun 2012 terdapat sekitar 97.909 orang wisatawan yang berkunjung dan terus bertambah menjadi 101.560 wisatawan di tahun 2013 dan 2014 meningkat menjadi 165.158 wisatawan peningkatan kunjungan ini menunjukan bahwa Subak Jatiluwih menjadi destinasi yang diperhitungkan untuk dikunjungi oleh para wisatawan yang berwisata ke Bali.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan. Untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan maka digunakan analisis uji korelasi rank spearman dan analisis deskriptif untuk melakukan pengolahan datanya. Dari hasil analisis uji korelasi rank spearman menunjukan pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan dengan modal sosial dimana hasil ini menunjukan bahwa pengembangan agrowisata tidak memiliki kaitan terhadap modal sosial pada Subak Jatiluwih. Sedangkan dari analisis deskriptif yang dilakukan pencapaian skor menunjukan kondisi modal sosial yaitu sebesar 76,72% yaitu berada pada kategori baik. Dari hasil tersebut menunjukan kondisi modal sosial sebelum dan sesudah adanya agrowisata tetap terjaga dengan baik.

Saran yang dapat diberikan penulis, masyarakat Jatiluwih lebih perlu terlibat dalam kegiatan agrowisata agar masyarakat tidak hanya menjadi objek dalam agrowisata tetapi juga dapat menikmati dan memperoleh manfaat dari agrowisata yang mereka miliki saat ini.


(6)

v

RINGKASAN

Subak Jatiluwih merupakan salah satu subak yang memperoleh predikat sebagai situs Warisan Budaya Dunia yang diresmikan pada sidang UNESCO ke-36 di Saint Patersburg Rusia pada Tanggal 29 Juni 2012. Peresmian ini meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Subak Jatiluwih. Subak Jatiluwih memiliki karakteristik terasering yang berbeda dengan Subak-subak yang ada di Bali, dimana terasering berada pada kemiringan 15% sampai 30% (miring) hingga > 65% (sangat curam). Keunikan menjadi daya tarik yang tinggi bagi wisatawan berkunjung ke Subak Jatiluwih ini karena tidak banyak subak yang memiliki bentuk terasering seperti tersebut. Agrowisata Subak Jatiluwih menunjukan peningkatan kunjungan dari tahun ke tahun tercatat dari tahun 2012 terdapat 97.909 orang wisatawan yang berkunjung dan terus bertambah menjadi 101.560 wisatawan tahun 2013 dan selama 2014 meningkat menjadi 165.158 orang. Saat ini sektor Pariwisata menjadi penyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar di Bali yaitu sebesar 63,20%. Dari uraian tersebut maka menarik untuk diteliti hubungan antara pengembang agrowisata terhadap keadaan modal sosial dalam subak. Dari hubungan ini akan dilihat apakah pengembangan agrowisata merubah keadaan modal sosial yang sudah ada.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan. Penelitian ini dilakukan di Subak Jatiluwih Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali pada Bulan Oktober 2015 s.d Februari 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota Subak Jatiluwih terdiri dari tujuh tempek yaitu Tempek Uma Duwi, Tempek Besikalung, Tempek Telabah Gede, Tempek Kedamian, Tempek Kesambi, Tempek Gunung Sari, Tempek Gunung Sari Uma Kayu. Anggota subak keseluruhan berjumlah 450 orang anggota subak dimana jumlah ini merupakan junlah keseluruhan anggota subak yang masih aktif dalam subak dan tercantum namanya dalam keanggotaan subak baik itu perempuan atau laki –laki.


(7)

vi

Dari 450 orang sebagai populasi akan diambil 10 % untuk dijadikan responden sebagai sampel. Sehingga jumlah sampel adalah 45 responden yang diambil secara diundi. Alasannya pengambilan sampel sebanyak 45 responden karena sudah dapat mewakili 450 populasi yang bersifat homogen itu selain itu yang dijadikan informan kunci dalam penelitian ini adalah pekaseh di Subak Jatiluwih tabanan. Jenis data dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dan kualitatif dengan data primer yang berupa hasil kuisioner dan data skunder dari studi literatur. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, metode uji korelasi Rank spearman dan analisis deskriptif yang digunakan untuk melihat hubungan antara pengembangan agrowisata terhadap keadaan modal sosial dalam subak.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan. Modal sosial yang dimiliki oleh Subak Jatiluwih masih tetap sama seperti sebelum adanya agrowisata. Pengembangan agrowisata dan modal sosial tidak memiliki keterkaitan karena kedunya memiliki dasar pemikiran yang berbeda dan penerapan yang berbeda. Dibuktikan dari pengujian yang sudah dilakukan terhadap semua bagian dari modal sosial.

Pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan dengan kepercayaan pada Subak Jatiluwih ditunjukan dari hasil pengujian dengan menggunakan analisis korelasi rank spearman diperoleh hasil sig > 0,05. Atau dapat dilihat juga dari persentase skor kondisi kepercayaan setelah adanya agrowisata sebesar 76,76% nilai ini menunjukan kondisi kepercayaan di Subak Jatiluwih termasuk kategori baik. Data yang terkumpul di lapangan menunjukan bahwa pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan dengan kepercayaan pada subak. Pengembangan agrowisata tidak memiliki keterkaitan dengan kepercayaan. Tidak terjalinnya hubungan ini dikarenakan pengembangan agrowisata dan kepercayaan subak adalah subjek yang berbeda walaupun dalam hal ini pengembangan agrowisata dilakukakan pada ruang lingkup subak kepercayaan subak yang ada sebelum adanya agrowisata masih tetap sama sampai saat ini baik itu kepercayaan antar sesama anggota dan kepercayaan mengenai kegiatan ritual seperti upacara Mapag toya, Biukukung dan mesabe tetap berjalan sebagaimana mestinya tanpa


(8)

vii

terpengaruh oleh kegiatan agrowisata yang ada pada Subak Jatiluwih ini. Kegiatan ritual-ritual di subak bahkan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan padaa saat berkunjung karena wisatawan dapat menikmati ketradisionalan yang ada dalam subak ini secara langsung.

Pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan dengan norma sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan dimana ditunjukan dari hasil pengujian dengan menggunakan analisis korelasi rank spearman diperoleh hasil sig > 0,05. Atau dapat dilihat dari nilai skor kondisi norma sosial setelah adanya agrowisata sebesar 76,70%, nilai ini menunjukan kondisi norma sosial di Subak Jatiluwih termasuk kategori baik. Subak Jatiluwih menunjukan pengembangan agrowisata yang mereka miliki tidak memiliki hubungan dengan norma sosial yang ada,hal ini di karenakan norma sosial subak dan pengembangan agrowisata adalah unsur yang berbeda. Norma sosial adalah peraturan yang sudah ada sejak Subak Jatiluwih ini ada sehingga pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan dengan norma sosial yang ada karena kedua unsur ini tidak memiliki keterkaitan antar satu sama lain. Ketaatan subak terhadap norma sosial mereka masih tetap dijaga ditunjukan dari masih tetap ditaatinya peraturan subak yang ada seperti aturan penanaman padi varietas lokal, jadwal tanam,dan pola tanam juga tetap ditaati dengan baik oleh subak.

Pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan dengan jaringan sosial pada Subak Jatiluwih Tabananditunjukan dari hasil pengujian dengan menggunakan analisis korelasi rank spearman diperoleh hasil sig > 0,05. Atau dapat dilihat dari nilai skor kondisi jaringan sosial setelah adanya agrowisata sebesar 76,70%, ini menunjukan kondisi jaringan sosial di Subak Jatiluwih termasuk kategori baik. Hasil ini menunjukan bahwa pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan dengan jaringan sosial ini dikarenakan jaringan sosial dan pengembangan agrowisata memiliki interaksi yang berbeda, kedua unsur ini tidak memiliki keterkaitan antar satu sama lain. Ini ditunjukan dari jaringan sosial di Subak Jatiluwih yang masih tetap terjaga dengan baik seperti sebelum adanya agrowisata di Subak Jatiluwih. Semua komponen yang ada di dalamnya masih tetap menjaga dan memperhatikan jaringan sosial yamg mereka miliki dengan baik selain


(9)

viii

itu interaksi subak dengan pemerintah Kabupaten Tabanan semakin baik terlihat dari mulai diutamakanya Subak Jatiluwih untuk menerima bantuan terutama di sektor pertanianya. Suatu lembaga tidak dapat berjalan jika tidak melakukan interaksi dengan pihak lain di luar kelembagaan mereka maka dari itu interaksi sangat penting dilakukan untuk menjaga keberadaan suatu kelembagaan.

Berdasarkan temuan dari penelitian ini dapat disarankan bahwa. Subak Jatiluwih perlu tetap mempertahankan modal sosial yang dimiliki. Mempertahankan modal sosial yang ada merupakan salah satu cara untuk mempertahankan keberadaan kelembagaan lokal subak yang ada. Peran seluruh anggota dalam hal ini sangat diperlukan untuk menjaga modal sosial yang ada. Subak Jatiluwih perlu bepartisifasi lebih banyak dalam kegitan agrowisata agar masyarakat tidak hanya menjadi objek dalam kegiatan pengembangan agrowisata tetapi juga dapat terlibat dan mmperoleh manfaat lebih banyak dari adanya pengembangan agrowisata di Subak Jatiluwih ini.


(10)

ix

HUBUNGAN ANTARA PENGEMBANGAN

AGROWISATA SUBAK DENGAN

MODAL SOSIAL PADA SUBAK

JATILUWIH TABANAN

Ni Made Sukraeni Asih NIM. 1205315023

Menyetujui,

Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. Nyoman Sutjipta, MS. NIP. 194712151976021001

Pembimbing II

I Made Sarjana, SP, M.Sc NIP. 197211112001121003

Mengesahkan, Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Udayana

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, MS NIP. 19630515 198803 1 001


(11)

x

HUBUNGAN ANTARA PENGEMBANGAN

AGROWISATA SUBAK DENGAN

MODAL SOSIAL PADA SUBAK

JATILUWIH TABANAN

dipersiapkan dan diajukan oleh

Ni Made Sukraeni Asih NIM. 1205315023

telah diuji dan dinilai oleh Tim Penguji pada tanggal 18 April 2016

Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana No : 66/UN14.1.23/DL/2016

Tanggal : 18 April 2016 Tim Penguji Skripsi adalah :

Ketua : Dr. I Gede Setiawan Adi Putra,S.P., M.Si Anggota :

1. Ir. I Wayan Sudarta, M.S

2. Dr. Ir. I Dewa Putu Oka Suardi,M.Si 3. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sutjipta,M.S 4. I Made Sarjana, S.P.,M.Sc


(12)

xi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gleno, Timor Leste pada tanggal 10 Juni 1994. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan I Nengah Jirna,SP dan Ni Made Sumusti. Riwayat pendidikan penulis dimulai dengan menempuh pendidikan di TK Puspasari Cepik (1999 s.d 2000). Selanjutnya, penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 4 Biaung (2000-2006), Tabanan. Penulis merampungkan pendidikan menengah tingakat pertama di SMPN 4 Tabanan (2006 s.d 2009). Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Marga pada tahun 2009-2012. Penulis diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Tulis tahun 2012.

Selama masa kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan, diantaranya mengikuti berbagai macam seminar di tingkat regional sampai tingkat internasional. Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan di tingkat universitas, fakultas maupun program studi. Selain itu penulis juga pernah ikut dalam kepanitian Intrnasional yaitu dalam kegiatan kepanitian IYF pada tahun 2013. Selama perkuliahan Penulis juga menjadi salah satu penerima Biasiswa Bidik Misi Angkatan 2012


(13)

xii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian penelitian ini adalah Hubungan Antara Pengembangan Agrowisata Subak Dengan Modal Sosial Pada Subak Jatiluwih Tabanan Dilaksanakan selama 6 (enam) bulan terhitung dari oktober 2015 sampai dengan februari 2016

Penulisan skripsi ini tidak akan berhasil terselesaikan tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu itu sebagai berikut

1. Prof. Dr. I Nyoman Rai, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah memberikan kemudahan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian in

2. Dr.Ir I Dewa Putu Oka Suardi, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana atas segala fasilitas dan kemudahan yang diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi.

3. Prof. Dr. Ir. Nyoman Sutjipta, MS. sebagai pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan, selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

4. I Made Sarjana, SP, MSc sebagai pembimbing II yang membimbing, memberikan saran dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 5. Drs. I Ketut Rantau,M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan

semangat, perhatian dan masukan selama masa kuliah dan dalam proses penelitian ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah mendidik dan mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan.

7. Bapak dan Ibu Pegawai Administrasi Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah membantu penulis dalam memenuhi kelengkapan administrasi.


(14)

xiii

8. Pengurus dan anggota Subak. Subak Jatiluwih yang telah memberikan izin, dan memb antu penulis dalam pengumpulan data penelitian.

9. Kedua orang tua tersayang, Bapak (I Nengah Jirna, SP), Ibu (Ni Made Sumusti), Kakak, serta adik-adik sepupu (yang telah memberikan doa, semangat, dukungan yang tulus untuk kelancaran skripsi penulis.

10.Sahabat-sahabat tercinta Desilya, Puput, Desyta, Wahyuni yang terus memberikan doa, semangat, dukungan yang tulus untuk kelancaran skripsi penulis.

11.Teman-teman Agribisnis angkatan 2012 yang memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama perkuliahan.

12.Teman-teman Kelas A Agribisnis angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama perkuliahan.

13.Teman-teman PM angkatan 2012 yang memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama perkuliahan.

14.Teman-teman KKN periode XI Jatiluwih yang terus memberikan doa, semangat, dukungan yang tulus untuk kelancaran skripsi penulis.

15.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang turut membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis akan menerima segala masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan siapa saja yang memerlukannya.

Denpasar, April 2016 Penulis


(15)

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN PENULIS ... ii

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

RINGKASAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... ix

TIM PENGUJI ... x

RIWAYAT HIDUP ... xi

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 3

1.3Tujuan Penelitian ... 3

1.4Manfaat Penelitian ... 4

1.5Ruang Lingkup Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Subak ... 5

2.2 Kelembagaan Subak ... 8

2.3Fungsi dan Peran Subak ... 11

2.4growisata ... 14

2.5Agrowisata dan Sistem Subak ... 16

2.6Dampak Pariwisata Dan Pertanian ... 16

2.7Modal Sosial ... 18

2.8Dimensi Modal Sosial ... 19

2.9Unsur- Unsur Modal Sosial ... 21

2.9.1 Kepercayaan ... 22

2.9.2 Norma Sosial ... 25

2.9.3 Jaringan Sosial ... 26


(16)

xv

2.11Kerangka Pemikiran ... 29

2.12Hipotesis ... 32

III.METODELOGI PENELITIAN 3.1Lokasi Penelitian ... 33

3.2Waktu Penelitian ... 33

3.3Jenis dan Sumber Data ... 34

3.3.1 Jenis data ... 34

3.1.2 Sumber data ... 35

3.3.3 Pengumpulan data ... 35

3.3.4Instrumen penelitian ... 36

3.4Populasi dan Sampel ... 39

3.5Variabel dan pengukuran Variabel ... 40

3.6Metode Analisis Data ... 49

IV.GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

4.2Potensi Pertanian ... 55

4.3Potensi Wisata Subak Jatiluwih ... 56

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1Karakteristik Responden Penelitian ... 59

5.2Pengembangan Agrowisata ... 61

5.3Uji Hipotesis ... 71

5.4Hubungan Antara Pengembangan Agrowisata Subak dengan Modal Sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan……….. 72

5.4.1Kepercayaan ... 74

5.4.2Norma sosial ... 78

5.3.3 Jaringan sosial ... 81

VI.SIMPULAN DAN SARAN 6.1Simpulan ... 85

6.2Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87


(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

2.1 Dimensi Modal Sosial ... 21 2.2 Inti dan karakteristik Modal Sosial ... 22 3.1 Anggota Subak Jatiluwih yang dijadikan Responden ... 40 3.2 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran

Indikator, Keamanan dalam Pengukuran

Tingkat Perkembangan Agrowisata Subak Jatiluwih ... 41 3.3 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Indikator,

Kesejukan dalam Pengukuran Tingkat Perkembangan Agrowisata

Subak Jatiluwih ... 42 3.4 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Indikator,

Ketertiban dalam Pengukuran Tingkat Perkembangan

Agrowisata Subak Jatiluwih ... 43 3.5 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Indikator,

Pelayanan dan Keramahan Pengukuran Tingkat

Perkembangan Agrowisata Subak Jatiluwih ... 44 3.6 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Indikator,

Keunikan, Keindahan, dan Menarik dalam Pengukuran

Tingkat Perkembangan Agrowisata Subak Jatiluwih ... 45 3.7 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Indikator,

Pengalaman dalam Pengukuran Tingkat Perkembangan Agrowisata

Subak Jatiluwih ... 46 3.8 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Indikator

Kepercayaan dalam Pengukuran kondisi Modal Sosial setelah

adanya pengembangan agrowisata ... 47 3.9 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Indikator

Norma Sosial dalam Pengukuran kondisi Modal Sosial setelah

adanya pengembangan agrowisata ... 48 3.10 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Indikator

Kepercayaan dalam Pengukuran kondisi Modal Sosial

setelah adanya pengembangan agrowisata ... 49 3.11Presentase Pencapaian Skor dan Kartegori Hubungan antara

Pengembangan Agrowisata subak dengan Modal Sosial

Pada Subak Jatiluwih Tabanan ... 52 5.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Subak

Jatiluwih Tahun 2016 ... 59 5.2 Karakteristik responden berdasarkan usia di Subak Jatiluwih Tabanan

Tahun 2016 ... 60 5.3 Karakteristik Pendidikan Responden di Subak Jatiluwih

Tahun 2016 ... 61 5.4 Pengembangan Agrowisata Di Subak Jatiluwih Tahun 2016 ... 63 5.5 Distribusi responden dalam kuisioner Keamanan di


(18)

xvii

Subak Jatiluwih Tabanan Tahun 2016 ... 63 5.6 Distribusi responden dalam kuisioner Kesejukan di

Subak Jatiluwih Tabanan Tahun 2016 ... 64 5.7 Distribusi responden dalam kuisioner Ketertiban di

Subak Jatiluwih Tabanan Tahun 2016 ... 65 5.8 Distribusi responden dalam kuisioner Pelayanan Dan Keramahan

di Subak Jatiluwih Tahun 2016 ... 67 5.8 Distribusi responden dalam kuisioner keunikan, keindahan, dan

Menarik di Subak Jatiluwih Tahun 2016 ... 68 5.10Distribusi responden dalam kuisioner Pelayanan di

Subak Jatiluwih Tabanan ... 69 5.11Hubungan antara pengembangan agrowisata dengan modal sosial di

Subak jatiluwih Tabanan tahun 2016 ... 71 5.12Kondisi Modal Sosial pada Subak Jatiluwih Tahun 2016 ... 73

5.13Distribusi responden dalam pengukuran kondisi kepercayaan pada Subak Jatiluwih setelah adanya pengembangan agrowisata

Tahun 2016 ... 76 5.14Distribusi responden dalam pengukuran kondisi norma sosial

pada Subak Jatiluwih setelah adanya pengembangan agrowisata

Tahun 2016 ... 79 5.15Distribusi responden dalam pengukuran kondisi kepercayaan

pada Subak Jatiluwih setelah adanya pengembangan agrowisata


(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

2.1 Hubungan timbal balik antar subsistem dalam sistem

manajemen irigasi masyarakat yang bersifat sosio-kultural ... 6 2.3Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian ... 31 4.1.Alur Struktur Organisasi Subak Jatiluwih ... 55


(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Kuisioner Penelitian ... 91 2. Uji Validitas dan Realibilitas Data ... 97 3. Uji korelasi rank spearman ... 100 4. Hasil olah data pengukuran Pengembangan Agrowisata

Subak Jatiluwih pada tahun2016 ... 105 5. Olah data hasil pengukuran kondisi modal sosial dalam subk


(21)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian memainkan peran penting dalam pembanguunan di Provinsi Bali. Pertanian merupakan bagian yang integral dari pembangunan ekonomi, karena pertanian merupakan satu-satunya sektor sebagai penghasil bahan makanan, baik bagi manusia maupun hewan ternak. Di Bali sektor pertanian berkaitan erat dengan sistem subak, karena subak mengelola sistem irigasi di sektor pertanian, subak juga mengatur pola dan jadual tanam. Jadi sistem subak menjadi penunjang utama dari eksistensi sektor, pertanian bahkan sistem subak dinilai memiliki peranan yang sangat nyata dalam proses pembangunan nasional (Suyatna 1982).

Subak di Bali dikenal sebagai lembaga irigasi tradisional yang sudah diakui keberadaanya hampir satu milenium. Fungsi utama subak ialah dalam pengelolaan air untuk memproduksi pangan, khususnya beras, komuditas ini merupakan bahan makanan pokok masyarakat penduduk Bali seperti juga kebanyakan penduduk dibelahan Asia lainnya. Karena subak tidak lepas dari pengelolaan irigasi untuk bercocok tanam padi, maka tidak keliru jika dikatakan bahwa subak identik dengan budi daya padi (rice culture). Sistem subak merupakan bagian dari budaya masyarakat Bali. Hal ini menjadi daya tarik para wisatawan terhadap subak itu sendiri selain itu bentuk terasering sawah di Bali yang indah semakin membuat ketertarikan wisatawan tehadap subak itu semakin tinggi. Contohnya film Eat, Pray, and Love, menjadikan landskap subak untuk menggambarkan suasana pedesaan.


(22)

2

Keberadaan subak di Bali sejak tahun 1071 menandakan adanya lembaga yang tangguh lestari dan kian diperkuat dengan adanya pengesahan dalam sidang UNESCO ke-36 guna menjadikan subak sebagai salah satu situs Warisan Budaya Dunia yang diresmikan oleh UNESCO ( Badan PBB untuk pendidikan Keilmuan dan Budaya) di Saint Patersburg Rusia Pada Tanggal 29 Juni 2012. (Windia,Wiguna 2013) Ada beberapa Subak di Bali yang termasuk di dalam Situs Warisan Budaya Dunia (WBD) salah satunya Subak Jatiluwih.

Subak Jatiluwih memiliki karakteristik terasering yang berbeda dengan Subak-subak yang ada di Bali dimana terasering berada pada kemiringan 15% sampai 30% (miring) hingga > 65% (sangat curam) keunikan dari bentuk inilah yang memberi daya tarik yang tinggi bagi Subak Jatiluwih ini karena tidak banyak subak yang memiliki bentuk terasering seperti itu. Mengingat Bali merupakan pusat kunjungan wisata yang paling diminati di Indonesia oleh para wisatawan mancanegara. Bali memiliki panorama yang indah dan budaya yang unik dan berbeda dengan destinasi lainnya yang ada di Indonesia. Diakuinya subak sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia memberi dampak yang signifikan terhadap subak Itu sendiri sebagai salah satu sektor pariwisata guna menunjang perekonomian masyarakat. Saat ini Subak Jatiluwih menjadi subak yang angka kunjungannya paling banyak di Kabupaten Tabanan. Subak Jatiluwih memiliki panorama yang indah yang secara alami memang sudah di miliki oleh subak ini. Selain itu ketertarikan wisatawan untuk mengetahui mengenai subak itu sendiri memberi dampak pada meningkatnya kunjungan wisatawan untuk berkunjung ke Subak Jatiluwih ini, saat ini subak ini telah berubah menjadi salah satu kawasan


(23)

3

Agrowisata yang pasti di kunjungi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke Bali.

Agrowisata merupakan aktivitas wisata yang melibatkan penggunaan lahan pertanian atau fasilitas terkait yang menjadi daya tarik bagi wisatawan. Agrowisata memiliki beragam variasi, seperti labirin jagung, wisata petik buah, memberi makan hewan ternak, hingga restoran di atas laut. Agrowisata merupakan salah satu potensi dalam pengembangan industri wisata di seluruh dunia. Sampai saat ini Agrowisata Subak Jatiluwih sudah mengalami peningkatan kunjungan dari tahun ke tahun tercatat dari tahun 2012 terdapat sekitar 97.909 orang wisatawan yang berkunjung dan terus bertambah menjadi 101.560 wisatawan tahun 2013 dan selama 2014 meningkat menjadi 165.158 wisatawan peningkatan kunjungan ini menunjukan bahwa Subak Jatiluwih menjadi destinasi yang diperhitungkan untuk dikunjungi oleh para wisatawan yang berwisata ke Bali..

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini yakni Bagaimana hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial yang terdiri atas unsur kepercayaan, norma sosial dan jaringan sosial pada Subak Jatiluwih Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan?

1.3Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial yang terdiri atas unsur kepercayaan, norma sosial dan jaringan sosial pada Subak Jatiluwih Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan.


(24)

4

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi:

1. Penulis, sebagai media pembelajaran teori dan penerapan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan, sekaligus menambah wawasan dan pengetahuan, khususnya dalam memahami hubungan antara pengembangan Agrowisata subak dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan”.

2. Pemerintah, Dapat memberikan informasi bagi pemerintah mengenai hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih. Dan dapat menjadi bahan evaluasi serta bahan kajian bagi pemerintah dalam pengembangan kawasan Pertanian Sebagai salah Satu sektor Pariwisata.

3. Bagi masyarakat, sebagai informasi mengenai hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial pada SubakJatiluwih Tabanan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian, peneliti membahas mengenai hubungan antara pengembangan agrowisata dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih. Faktor-faktor pengembangan agrowisata terdiri dari 6 (enam) variabel yaitu diantaranya keamanan, kesejukan, ketertiban, pelayanan, keramahan, keunikan, keindahan, dan menarik, dan pengalaman. Modal sosial terdiri atas 3 (tiga) yaitu kepercayaan, norma sosial dan jaringan sosial. Untuk melihat adakah hubungan antar variabel akan digunakan analisis korelasi rank spearman kemudian diperjelas lagi dengan analisis deskriftif untuk menguatkan hasil analisis.


(25)

5

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Subak

Kalau mendengar kata ”subak” masyarakat Bali umumnya sering membayangkan atau menginterpretasikan dengan salah satu gambaran yaitu suatu kompleks persawahan dengan luas dan batas-batas tertentu, para petani padi sawah yang terhimpun dalam suatu wadah organisasi yang bergerak di bidang pengelolaan air irigasi, dan sistem fisik atau jaringan irigasi itu sendiri serta fasilitas lainnya. Menurut Sutha (1978) dalam Windia (2006), “Persubakan sebagai suatu organisasi kemasyarakatan yang disebut dengan Seka Subak adalah suatu kesatuan sosial yang teratur di mana para anggotanya merasa terikat satu sama lain karena adanya kepentingan bersama dalam hubungannya dengan pengairan untuk persawahan, mempunyai pimpinan (pengurus) yang dapat bertindak ke dalam maupun keluar serta mempunyai harta baik material maupun immaterial”. Sedangkan menurut Sutawan (1985)dalam Windia (2006), “Subak sebagai sistem irigasi, selain merupakan sistem fisik juga merupakan sistem sosial.

Sistem fisik diartikan sebagai lingkungan fisik yang berkaitan erat dengan irigasi seperti sumber-sumber air beserta fasilitas irigasi berupa empelan, bendungan atau dam, saluran-saluran air, bangunan bagi, dan sebagainya, sedangkan sistem sosial adalah organisasi sosial yang mengelola sistem fisik tersebut”. Kaler (1985) dalam Windia (2006) juga berpendapat bahwa “Subak adalah suatu organisasi petani sawah secara tradisional di Bali, dengan satu kesatuan areal sawah, serta umumnya satu sumber air selaku kelengkapan pokoknya”.

8 5


(26)

6

Berdasarkan pengertian-pengertian subak di atas, dapat disimpulkan bahwa subak merupakan suatu sistem irigasi yang dianut oleh masyarakat di Bali yang bersifat sosio-agraris-religius.

Dari aspek sosial dan teknik dilihat bahwa subak sebagai sistem teknologi dari sitem sosio kultural masyarakat yang pada dasarnya memiliki tiga sub sistem yaitu

1. subsistem budaya (pola pikir, norma dan nilai); 2. subsistem sosial (termasuk ekonomi); dan 3. subsistem kebendaan (termasuk teknologi).

Gambar 2.1.

Hubungan timbal balik antar subsistem dalam sistem manajemen irigasi masyarakat yang bersifat sosio-kultural Arif, S.S.( l999.)

Semua subsistem tersebut memiliki hubungan timbal balik, dan juga memiliki hubungan dengan keseimbangan dan lingkungan. Dengan adanya keterkaitan antar semua sub sistem, maka secara teoritis konflik antar subak yang terkait


(27)

7

dalam satu sistem irigasi yang tergabung dalam satu wadah koordinasi dapat dihindari.

Dari gambar diatas menunjukkan bahwa dengan keutuhan antar ketiga subsistem dalam sistem irigasi subak, maka secara teoritis konflik antar anggota dalam organisasi subak maupun konflik antar subak yang terkait dalam satu sistem irigasi yang tergabung dalam satu wadah koordinasi akan dapat dihindari. Keterkaitan antar semua subsistem akan memungkinkan munculnya harmoni dan kebersamaan dalam pengelolaan air irigasi dalam sistem irigasi subak yang bersangkutan. Hal itu bisa terjadi karena kemungkinan adanya kebijakan untuk menerima simpangan tertentu sebagai toleransi oleh anggota subak (misalnya, adanya sistem pelampias, dan sistem saling pinjam air irigasi). Di Subak Timbul Baru Kabupaten Gianyar, dilakukan kebijakan sistem pelampias dengan memberikan tambahan air bagi sawah yang ada di hilir pada lokasi-lokasi bangunan-bagi di jaringan tersier. Besarnya pelampias tergantung dari kesepakatan anggota subak (Windia, dkk, 2011)

Kereligiusan subak dilihat dari adanya satu atau lebih Pura Bedugul (untuk memuja Dewi Sri sebagai manifestasi Tuhan selaku Dewi kesuburan), di samping adanya sanggah pecatu (bangunan suci) yang terdapat dalam setiap blok/komplek persawahan milki petani anggota subak. Aspek religious ini merupakan cerminan konsep Tri Hita Karana yang pada hakekatnya terdiri dari Parhyangan, Palemahan, dan Pawongan (Sutawan, 2004). Konsep Parhyangan dalam sistem subak ditunjukkan dengan adanya Pura pada wilayah subak dan pada komplek persawahan petani. Konsep Palemahan, ditunjukkan dengan adanya kepemilikan sawah untuk setiap subak. Konsep Pawongan ditunjukkan dengan adanya


(28)

8

organisasi petani yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat, adanya anggota subak, pengurus subak, dan pimpinan subak.

2.2Kelembagaan Subak

Berkaitan dengan proses pembentukan subak di Bali, yakni dengan adanya kegiatan masyarakat yang sedikit demi sedikit membuka hutan menjadi persawahan di dekat persawahan yang telah ada, sehingga mejadi komplek persawahan dengan sistem irigasi subaknya (Sutawan dkk, 1989 dalam Windia, 2006 ). Petani sedikit demi sedikit membuka lahan tegalan menjadi lahan sawah yag kemudian menjadi salah satu tempek. Tempek adalah sub-subak atau merupakan satu komplek persawahan yang mendapat air irigasi dari satu sumber atau bangunan bagi (tembuku) tertentu dalam suatu areal subak. Petani dalam satu tempek, tidak memiliki Pura Bedugul, mereka memiliki otonomi ke dalam, tapi tidak memiliki otonomi ke luar. Kalau mereka akan berhubungan dengan pihak luar, mereka harus melalui pimpinan subak yang bersangkutan. Kalau tempek-tempek tersebut telah semakin luas arealnya dan sulit dikoordinasikan dalam wadah tempek, maka tempek itu bisa berkembang menjadi subak,dan subak-subak itu yang mendapatkan air irigasi dari satu sumber akan berkembang menjadi Subak gede. Selanjutnya Subak Gede bisa berkembang menjadi suatu lembaga yang lebih besar yaitu Subak agung (Sutawan dkk, 1991)

Dalam perkembangannya hingga saat ini, di Bali telah terbentuk dua buah Subak Agung yakni Subak Agung Yeh Ho di Kabupaten Tabanan (mengkoordinasikan sistem irigasi yang ada di sepanjang Sungai Yeh Ho), dan Subak Agung Gangga Luhur di Kabupaten Buleleng (mengkoordinasikan sistem irigasi yang ada disaluran induk Sungai Buleleng, Sungai Nangka dan Sungai


(29)

9

Banyumala). Tidak tercatat secara jelas tentang keberadaan subak gede di Bali, namun diketahui terdapat di sepanjang Sungai Yeh Ho di Kabupaten Tabanan sebanyak tiga buah, dan masing-masing satu buah di Sungai Buleleng, Sungai Nangka, dan Sungai Banyumala di Kabupaten Buleleng (Sutawan dkk, 1989 dan 1991)

Subak merupakan suatu warisan budaya Bali yang berupa suatu sistem irigasi yang mengatur pembagian pengelolaan airnya yang berdasarkan pada pola-pikir harmoni dan kebersamaan yang berlandaskan pada aturan-aturan formal dan nilai-nilai agama. Menurut (Windia, Wiguna 2013), subak secara resmi dinobatkan sebagai landscape warisan budaya dunia oleh UNESCO pada 29 Juni 2012. Penobatan itu menjadi alasan kuat bahwa sistem kelembagaan lokal subak dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk demokrasi tertua di dunia. Sebab, mulai dari sistem pembagian air, pola kelembagaan, hingga struktur organisasinya menggunakan filosofi demokrasi yang tidak diadopsi dari luar, namun tumbuh dan berkembang dari tradisi masyarakat Bali itu sendiri. Tidak heran bila banyak yang berharap nantinya subak dapat menjadi konsep pembangunan berkelanjutan di dunia.

Sebagai suatu lembaga, meskipun tradisional, subak memiliki unsur-unsur pokok organisasi. Dalam lingkup organisasi paling sederhana, sekaa subak hanya terdiri atas ketua atau yang biasa disebut kelihan dan anggota subak (krama subak). Namun, ada pula sekaa subak yang sudah memiliki karakteristik organisasi modern yang terdiri atas kelihan/pekaseh (setara ketua dalam organsasi), petajuh (wakil ketua), penyarikan (sekretaris), juru raksa (bendahara), serta krama subak (anggota subak). ( Windia 2008).


(30)

10

Selanjutnya (Windia 2008). Menjelaskan pemerintahan desa di Bali terdiri atas pemerintah desa adat dan pemerintah desa dinas. Dalam dualisme pemerintahan itu, subak sebagai salah satu kelembagan lokal terikat dengan desa adat. Hal ini dapat membawa titik kesimpulan bahwa terjadi suatu hubungan antara ketiga lembaga tersebut dengan dilandaskan pada aspek kerjasama. Kerjasama antar organisasi tidak akan berjalan efektif bila dalam pembagian tugas kerja tidak melalui sebuah koordinasi. Dengan kalimat lain, koordinasi dalam organisasi merupakan bentuk komunikasi dalam pembagian kerja. Dari pola hubungan organisasional yang dibangun antara pemerintah desa dinas maupun pemerintah desa adat serta subak, telah terjalin proses pertukaran informasi dan pembagian tanggungjawab.

Terkait dengan itulah, konsep kelembagaan subak dapat ditelisik dari perspektif administrasi publik secara mendalam. Sebab, dalam sebuah sekaa subak, terbentuk sistem organisasi yang struktural dan sistematis. Pola kelembagaan pun terorgannisasikan yang dilandasi dengan kearifan lokal seperti Tri Hita Karana. Berangkat dari itu pula, dinamika dalam kelembagaan subak diatur oleh suatu peraturan desa yang disebut awig-awig dan pararem.

Kelembagaan lokal subak dapat menjadi salah satu ukuran untuk mengetahui partisipasi politik masyarakat. UNESCO bahkan beranggapan bahwa kelembagaan lokal subak sejak dulu menganut asas demokrasi dengan asas kearifan lokal sehingga demokrasi pada kegiatan kelembagaan lokal subak terlahir dari kepribadian asli masyarakat Bali. Ciri demokrasi yang paling kentara dalam kelembagaan subak adalah keputusan yang diambil dan disepakati secara kolektif


(31)

11

diantara pihak-pihak yang berkepentingan dengan organisasi dan kepentingan desa.

2.3Fungsi dan Peran Subak

Seperti yang telah dijelaskan subak bukan hanya sekedar kelembagaan lokal yang ada di Bali, dimana subak itu sendiri memiliki fungsi dan peran yang sangat penting dalam keberlangsungan kegiatan pertanian di Bali. Dimana fungsi yang dilakukan oleh subak dapat dibagi menjadi dua fungsi, yaitu fungsi eksternal dan fungsi internal.

Secara eksternal, subak mempunyai fungsi dalam peran pembangunan pertanian dan pedesaan. Suyatna (1982) dan Sutjipta (1987) membuktikan bahwa subak sangat megang peranan dalam pelaksanaan berbagai pembangunan pertanian lahan basah, menunjang pembangunan KUD, dan selain itu peran subak sangat nyata dalam pencapaian swasembada pangan.

Sedangkan secara internal, subak memiliki fungsi yang sangat penting dan mutlak dalam kehidupan organisasi subaknya sendiri, maupun anggotanya dalam hubungannya dengan pertanian. Menurut Sutawa dkk. (1986) mengemukakan bahwa ada lima fungsi utama yang harus dilakuka subak, sebagai berikut.

1. Pencarian dan distribusi air irigasi

Di dalam usahanya mendapatkan air irigasii dari sumbernya, subak membangun berbagai fasilitas irigasi untuk menunjang pendistribusian air irigasi kepada anggotanya, seperti empelan, saluran irigasi bangunanbagi,,dan aungan. Secara umum ada dua metode yang dikenal oleh subak yaitu metode pengaliran kontinyu dan metode bergilir. Dalam metode kontinyu, semua anggota mendapatkan air irigasi secara merata, baik pada musim hujan maupun pada


(32)

12

musim kemarau. Sebaliknya pada metode bergilir, tidak semua anggota subak meperoleh air irigasi pada suata waktu tertentu. Pada meode kedua ini, wilayah subak dibagi atas dua atau tiga kelompok dalam pembagian airnya pada waktu yang berbeda.

2. Operasi dan pemeliharaan sistem irigasi

Subak harus mengoperasikan fasilitas irigasi yang dimiliki untuk menjamin adanya pembagian air irigasi sesuai dengan aturan yang telah disepakati. Kegiatan pengoperasian yang paling menonjol adalah pengoperasian pintu-pintu air irigasi pada bangunan bagi (membuka, menutup dan mengatur). Disamping itu, subak juga melakukan pemeliharaan secara berkala atas berbagai fasilitas irigasi yang dimiliki, sehingga dapat berjalan dan berfungsi dengan baik. Untuk pemeliharaan dan perbaikan jaringan irigasi ini, subak mengerahkan sumberdaya dari anggotanya, baik berupa tenaga kerja, bahan-bahan, maupun uang.

Sejak adanya campur tangan pemerintah pada subak, beberapa bagian dari jaringan irigasi subak telah secara langsung dikelola oleh pemerintah (DPU). Berdasarkan atas tanggungjawab operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi ini, subak dapat dibedakan atas dua berikut ini.

a. Subak yang sepenuhnya dikelola oleh petani, dimana semua urusan persubakan ditangani oleh petani,termasuk operasi dan pemeliharaan bendungan, jaringan utama, maupun jaringan irigasi tersier, dan

b. Subak yang dikelola secara patungan, dimana jaringan utama dikelola oleh pemerintah, sedangkan jaringan tersier oleh subak. Dewasa ini sekitar 70% subak ada dalam kategori yang kedua ini (Sutawan dkk, 1984; Wardani, 1990)


(33)

13

c. Mobilisasi sumberdaya

Mobilisasi sumber daya berarti perluasan sumber-sumber daya, dan peningkatan keterampilan, pengetahuan dan kapasitas dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki organisasi. Dalam hal melakukan perbaikan dan pemeliharaan terhadap fasilitas yang dimiliki subak memerlukan sejumlah dana. Umumnya dana tersebut dihimpun sendiri oleh subak secara internal. Sumber dana bagi subak sebagai berikut

a. Sarin tahun, yaitu iuran yang dibayar oleh anggota subak setiap habis panen padi. Besarnya iuan ini bervariasi antar subak yang biasanya diukur dengan gabah.

b. Paturun, yaitu iuran yang dibayar oleh anggota subak secara incidental, berdasarkan kebutuhan. Paturun ini dapat dalam bentuk uang atau material.

c. Kontrak-bebek. Sehabis panen padi, subak biasanya mengontrakkan

sawahnya kepada para penggembala itik selama dua minggu. Pada beberapa subak, nilai kontrak ini cukup besar.

d. Dedosan atau denda. Pelaku pelanggaran terhadap awig-awig didenda sesuai dengan besar kecilnya pelanggaran. Besar kecilnya denda tersebut sudah diatur pula dalam awig-awig subak.

e. Bantuan pemerintah. Dalam usaha peningkatan produksi dan produktivitas pertanian sawah, pemerintah banyak membantu subak dalam rehabiitasi sarana prasarana. Insentif juga diberikan kepada subak oleh Dispenda, apabila sibak berhasil membayar pajak (PBB) tepat waktu.(Windia 2006)


(34)

14

d. Penanganan sengketa atau konflik

Konflik adalah adanya perbedaan yang sulit ditemukan kesamaannya atau didamaikan baik itu perbedaan kepandaian, ciri fisik, pengetahuan, keyakinan, dan adat istiadat. Konflik yang terjadi pada subak biasanya bersumber pada masalah air irigasi. Masalah ini biasanya sering muncul pada subak yang memiliki masalah mengenai kekurangan air. Selain itu, masalah lain yang timbul yaitu mengenai batas-batas tanah sawah, seperti pepohonan yang tumbuh di perbatasan sawah milik orang lain, hewan peliharaan yang merusak tanaman orang lain dan sebagainya.Konflik-konflik ini biasanya dapat diselesaikan sendiri oleh subak dengan penyelesaian secara mufakat atau kekeluarga atara pihak yang berkonflik, dengan pekaseh sebagai penengahnya. Apabila konflik yang tejadi tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan, maka penyelesaiannya dilakukan berdasarkan awig-awig dan perarem yang ada.(Windia 2006)

e. Upacara keagamaan

Salah satu keunikan subak dibandingkan dengan organisasi petani pemakai air irigasi yang lain di luar daerah yaitu adanya upacara keagamaan dengan frekuensi yang cukup tinggi. Ada berbagai jenis upacara keagamaan yang dilakukan oleh subak pada berbagai tingkat, yaitu tingkat petani individual, tingkat tempek, tingkat subak, tingkat Subak Gede, sampai ke tingkat Pasedahan Agung. Jenis upacara yang dilakukan sangat berbeda antar daerah.(Windia 2006)

2.4 Agrowisata

Agrowisata adalah kegiatan perjalanan atau wisata yang dipadukan dengan aspek-aspek kegiatan pertanian. Pengertian ini mengacu pada unsur rekreatif yang memang sudah menjadi ciri kegiatan wisata, unsur pendidikan dalam kemasan


(35)

15

paket wisatanya, serta unsur sosial ekonomi dalam pembangunan pertanian dan pedesaan, dari segi substansinya kegiatan agrowisata lebih menitikberatkan pada upaya menampilkan (kegiatan pertanian dan pedesaan sebagai daya tarik utama wisatanya (tourist attraction) tanpa mengabaikan segi leisure (kenyamanan ). Pada dasarnya agrowisata merupakan kegiatan yang berupaya mengembangkan sumber daya alam suatu daerah yang memiliki potensi di bidang pertanian untuk dijadikan kawasan wisata. Pengembangan agrowisata pada hakekatnya merupakan upaya terhadap pemanfaatan potensi atraksi wisata pertanian berdasarkan surat keputusan (SK) bersama antara Mentri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi dan

Mentri Pertanian No.KM.47/PW.DOW/MPTT-89 dan No.

204/kpts/HK/050/4/1989 agrowisata sebagai bagian dari objek wisata,diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang memanfaatkan usaha agro sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman dan hubungan usaha di bidang pertanian. Agrowisata diberi batasan sebagai wisata yang memanfaatkan objek-objek pertanian (Tirtawinata dan Fachruddin, 1996). Selain itu agrowisata juga dapat dikatakan sebagai usahatani yang pemasarannya berorientasi pada kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan pariwisata. Misalnya usaha penggemukan sapi atau budidaya sayur-sayuran yang pemasaran hasilnya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hotel atau restoran yang melayani wisatawan. Di sini teknologi yang diterapkan adalah teknologi usahatani yang dapat mencapai mutu produksi sesuai dengan permintaan hotel atau restoran. Jadi, agrowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan agribisnis. Pandangan-pandangan tentang agrowisata sebagaimana disebutkan sebelumnya, pada dasarnya memberikan pengertian bahwa adanya keinginan untuk mengkaitkan


(36)

16

antara sektor pertanian dan sektor pariwisata. Harapannya agar sektor pertanian dapat semakin berkembang, karena mendapatkan nilai-tambah dari sentuhan sektor pariwisata. Secara singkat mungkin dapat disebutkan bahwa agrowisata adalah suatu kegiatan yang secara sadar ingin menempatkan sektor primer (pertanian)(Tirtawinata dan Fachruddin, 1996).

2.5Agrowisata dan Sistem Subak

Sektor pertanian di Bali (khususnya di lahan basah) dikelola sepenuhnya oleh sistem subak berdasarkan batas-batas hidrologis kawasan tersebut. Sementara itu,sektor pertanian di lahan kering pada umumnya dikelola oleh subak abian. Oleh karenanya pengembangan sektor agrowisata di Bali tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan sistem subak dan subak abian yang mengelola seluruh kawasan pertanian di Bali. Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa pada dasarnya sistem subak adalah sebuah sistem yang memiliki tiga subsistem yakni subsistem pola pikir/konsep,subsistem sosial dan subsistem artefak/kebendaaan. Oleh karenanya pengembangan agrowisata dilakukan melalui pengembangan ke tiga subsistem tersebut (Windia. 2006).

2.6 Dampak Pariwisata dan Pertanian

Dalam hubunganya dengan sektor pertanian, sektor pariwisata juga membawa konsekuensi positif dan negatif. Berapa dampak positif pariwisata terhadap pertanianadalah sebagai berikut

1. Pertama kepariwisataan telah menyebabkan berkurangnya tekanan penduduk terhadap sektor pertanian, karena pariwisata telah mendorong terbukanya kesempatan kerja diluar sektor pertanian.


(37)

17

2. Kedua, kepariwisataan juga mendorong membaiknya posisi kaum marjinal di pedesaan (seperti buruh tani, petani tanpa lahan dan sebagainya), khususnya di daerah pariwisata.

3. Ketiga, kepariwisataan mendorong meningkatnya harga produk pertanian, karena telah memanfaatkan pariwisata sebagai relung pasar dengan harga pasar yang cukup tinggi untuk berbagai jenis buah- buahan dan sayur mayur, berbagai hasil produksi peternakan dan perikanan,serta berbagai jenis tanaman hias.

4. Keempat, kepariwisataan telah meningkatkan pendapatan (daya beli) masyarakat Bali secara umum, dimana peningkatan daya beli ini pada akhirnya mendorong naiknya harga-harga produksi pertanian

5. Kelima, kepariwisataan juga merangsang diversifikasi dan peningkatan mutu produksi pertanian, karena makanan yang disenangi oleh wisatawan sering sangat berbeda dengan jenis tanaman yang secara tradisional ada di Bali dan hanya bahan – bahan yang standardized yang mau dibeli atau dinikmati. Sebaliknya dampak negatif kepariwisataan terhadap pertanian juga cukup banyak seperti halnya sebagai berikut

a. Terjadinya perebutan dalam penggunaan sumber daya tanah (lahan), yang di tandai oleh banyaknya konversi tanah.

b. Terjadinya kompetensi dalam pemanfaatan sumber daya air:

c. Kompetisi dalam penggunaan tenaga kerja,yang cenderung hanya meninggalkan tenaga-tenaga kerja yang tidak produktif.


(38)

18

d. Terjadinya kompetensi dalam pemanfaatan modal, dimana investasi sangat pesat pada sektor pariwisata sedangkan pada sektor pertanian sangat lamban dan

e. Terbengkalainya lahan pertanian (sleeping land “lahan tidur”) (Windia 2006).

2.7Modal Sosial

Semua kelompok masyarakat (suku bangsa ) di Indonesia pada hakekatnya mempunyai potensi-potensi sosial budaya yang kondusif dan dapat menunjang pembangunan (Berutu 2002) dalam Yolanda (2015). Potensi ini terkadang terlupakan begitu saja oleh kelompok masyarakat sehingga tidak dapat difungsionalisasikan untuk tujuan-tujuan tertentu. Tetapi banyak juga kelompok masyarakat yang menyadari akan potensi –potensi sosial budaya yang dimilikinya,sehingga potensi-potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara srif bagi keperluan kelompok masyarakat itu sendiri. Salah satu potensi sosial budaya tersebut adalah Modal Sosial. Secara sederhana modal sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk mengorganisasi diri sendiri dalam memperjuangkan tujuan mereka.

Modal sosial bisa dikatakan sebagai sumber daya sosial yang dimiliki oleh masyarakat. Sebagai sumber daya, modal sosial ini memberi kekuatan atau daya dalam beberapa kondisi-kondisi sosial dalam masyarakat Sebenarnya dalam kehidupan manusia dikenal beberapa jenis modal yaitu natural capital, human capital,phisical capital, dan pinancila capital Modal sosial akan dapat mendorong keempat modal diatas agar dapat digunakan secara optimal.

Konsep modal sosial yang dijadikan fokus kajian ,pertama kali ditemukan oleh Coleman (Portes 2000) yang mendifinisikannya sebagai aspek-aspek dari


(39)

19

struktur hubungan antar individu yang memungkinkan mereka menciptakan nilai-nilai baru. Putnam dalam (Lubis 2001) menyebutkan bahwa modal sosial tersebut mengacu pada aspek-aspek utama dari organisasi sosial, seperti kepercayaan (trust) norma-norma (norms) dan jaringan-jaringan (network) yang dapat meningkatkan efisiensi dalam suatu masyarakat. Modal sosial juga dapat didefinisikan sebagai serangkaian nilai atau norma internal yang dimiliki bersama oleh semua anggota suati kelompok masyarakat yang memungkinkan terjadinya kerja sama diantara mereka (Fukuyama,2002:xii)

Beberapa acuan nilai dan unsur yang merupakan roh modal sosial antara lain Sikap yang partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya dan mempercayai,dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya. Unsur lain yang memegang peranan yang sangat penting adalah kemauan masyarakat untuk terus produktif baik mempertahankan nilai, membentuk jaringan kerjasama maupun dengan penciptaan kreasi dan ide-ide baru, inilah jati diri modal sosial yang sebenarnya

2.8 Dimensi Modal Sosial

Woolcock dan Narayana (1999) dalam Yolanda (2015) membagi dimensi modal sosial dalam kelompok (1) Bonding Social Capital (2) Bridging social capital dan (3) Linking social capital. Bonding social capital yaitu ikatan modal sosial yang menunjukan hubungan orang –orang dalam situasi yang mirip seperti keluarga dekat, kelompok etnik, kelompok keagamaan, teman dekat dan tetangga. Pada situasi ini hubunganya sangat tertutup, kuat, dan interaksi hubungan berkali-kali. Hubungan interaksi tersebut dibangun antara anggota yang memiliki kepercayaan kuat serta latar belakang social sama. Oleh


(40)

20

karenanya, proses interaksi akan berjalan dengan sangat mudah (scheffert et al. 2008) dalam Yolanda (2015)

Bridging social capital yaitu ikatan modal sosial yang melibatkan hubungan diantara orang-orang yang tidak dekat dekat dan berbeda. Bentuk ikatan tersebut seperti, persahabatan yang tidak erat, dan rekan kerja. Pada hubunganya ini kekuatan hubungan tidak terlalu kuat namun ada kesempatan untuk dapat menjalin keeratan hubungan. Pada kelompok ini, kepercayaan harus dibangun atas dasar norma-norma umum dalam masyarakat dibandingkan pengalaman pribadi dari masing –masing individu. Selanjutnya dengan latar belakang yang berbeda maka kegiatan dan pemecahan masalah harus dilakukan secara bersama-sama. (scheffert et al. 2008) dalam Yolanda 2015

Linking social capital yaitu ikatan modal sosial yang menjangkau orang – orang yang sangat berbeda, bahkan berada diluar komunitasnya. Bentuk ini biasanya memberikan akses kepada organisasi atau sistim yang akan membantau masyarakat memperoleh sumberdaya untuk mendapatkan perubahan. Ikatan modal sosial ini, biasanya dihubungkan dengan organisasi seperti pemerintah bank, ataupun lembaga penyandang dana yang ada di dalam atau luar masyarakat pada kelompok ini, kepercayaaan terhadap pimpinan, akan sangat berdampak pada interaksi yang terjalin. Kepercayaan pimpinan, akan sangat berdampak pada interaksi yang terjalin. Kepercayaan pimpinan diindikasikan dari pemimpin yang mendengar kebutuhan, memberikan perhatian dan berkomitmen terhadap masyarakat. (scheffert et al. 2008) dalam Yolanda (2015)

Dikemukakan oleh Flassy dkk. (2009) mengemukakan bahwa dimensi bonding social capital menunjukan ikatan modal sosial yang lebih terikat ketat


(41)

21

diantara masyarakat dimana pada ikatan yang demikian sangatlah sulit untuk menerima arus perubahan dibandingkan dengan dimensi bridging social capital. Ciri – ciri pada dua dimensi modal sosial yaiti bonding social capital dan bridging social capital di sajikan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1

Dimensi modal sosial

Bonding Social Capital Bridging Social Capital

1.Terikat ketat saingan yang eksklusif. 2. Perbedaan yang kuat antara ‘orang

kami dan orang luar’

3.Hanya ada satu alternatif jawaban 4.Sulit menerima arus perubahan 5.Kurang akomodasi terhadap pihak

luar

6.Mengutamakan kepentingan kelompok

7.Mengutamakan solidaritas 8.Kelompok

1.Terbuka

2.Memiliki jaringan yang lebih fleksibel

3.Toleran

4.Memungkinkan untuk memiliki banyak alternatif jawaban dan penyelesaian masalah

5.Akomodatif untuk menerima perubahan

6.Cenderung memiliki sikap yang altruitik, humanitaristik, dan universal

Sumber Flassy dkk.(2009)

2.9Unsur- Unsur Modal Sosial

Menurut Stone (2000) dalam Yolanda (2015) modal sosial dapat diketahui sebagai (1) konsep multidimensi yang terdiri atas jaringan sosial, norma-norma kepercayaan dan norma-norma timbal balik; (2) memahami modal sosial sebagai sumber daya untuk bertindak dalam suatu proses interaksi; (3) secara empiris dapat membedakan antara modal sosial dan hasil-hasilnya akibat modal sosial. Konsep modal sosial tersebut terletak pada struktur hubungan sosial (jaringan sosial) dan kualitas hubungan sosial (norma dan kepercayaan) yang menggambarkan arus informasi sehingga memberikan dampak akibat dari proses interaksi tersebut. Selanjutnya dipertegas pula oleh Stone (2000) dalam Yolanda (2015) bahwa, inti dan karakteristik modal sosial terdiri atas dua komponen yaitu


(42)

22

struktur hubungan sosial dan kualitas hubungan sosial. Selengkapnya digambarkan pada Tabel 2.2

Tabel 2.2

Inti dan Karakteristik Modal sosial

Struktur hubungan sosial : Jaringan Kualitas hubungan sosial : norma – norma

Tipe : Informal – Formal Ukuran : Batasan yang tertentu Ruang: Rumah Tangga- Umum Struktur : terbuka-Tertutup, Padat – Jarang, homogen-heterogen, Relasi :vertikal –horisantal

Norma Kepercayaan : Kepercayaan sosial,

kepercayaan lembaga

Norma Timbal balik: Langsung – Tidak langsung .segera- lambat

Sumber : Stone (2000) dalam Yolanda (2015)

Berdasarkan definisi dan penekanan modal sosial yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain: Coleman (1990), Putman (1995), Fukuyama (1997), Stone (2000) Oteebjer (2005), Lin dan Erickson (2008), dalam Yolanda (2015) maka terdapat tiga unsur penting modal sosial yaitu kepercayaan, norma sosial dan jaringan sosial. Ketiga unsur modal sosial tersebut akan menggambarkan kategori struktural (jaringan ) dan kognitif (kepercayaan dan norma)

2.9.1 Kepercayaan

Konteks percaya menyiratkan segi emosional individu, dipercaya memerlukan kemauan untuk mengambil resiko untuk dapat memberikan harapan kepada orang lain untuk bertindak atau memberikan respon seperti yang diharapkan dan untuk saling mendukung ataupun tidak berniat membahayakan Didefinisikan oleh Fukuyuma (1977), kepercayaan sebagai harapan yang timbul dalam masyarakat berprilaku reguler, jujur dan kooperatif berdasarkan norma – norma umum bersama dalam anggota masyarakat. Kepercayaan didasarkan pada harapan bahwa orang atau organisasi akan bertindak dengan cara yang diharapkan atau dijanjikan dan mempertimbangkan kepentingan orang lain.


(43)

23

Kepercayaan adalah kualitas individu dan organisasi yang mengacu pada nilai kejujuran, keterbukaan, rasa keadilan, dan kepedulian bagi kelayakan individu yang diberikan. Hal ini bermakna kepercayaan merupakan kegiatan sangat sosial yang berkaitan dengan pribadi individu. (Edwards 2004 dalam Yolanda 2015)

Kepercayaan merupakan variabel kepribadian yang menempatkan penekanan pada karakteristik individu seperti perasaan, emosi, dan nilai. Kepercayaan didasarkan pada keyakinan individu mengenai bagaimana orang lain akan berprilaku kepadanya pada beberapa kesempatan (Qianbong, 2004). Hal ini menunjukan kesediaan untuk menjadi peduli terhadap orang lain sebagai salah satu pihak akibat dari konsekuensi dari keyakinan yang dibangun supaya niat baik dengan mitra yang diajak melakukan interaksi dapat berjalan.

Kepercayaan juga dapat dipandang sebagai sebuah mekanisme sosial untuk menjadikan struktur hubungan sosial. Dikemukakan oleh Paxton (1999) struktur hubungan sosial didasarkan oleh adanya perasaan tanggung jawab untuk melakukan hubungan timbal balik atas dasar kepercayaan guna mencapai tujuan bersama. Kepercayaan mengacu pada keyakinan keandalan seseorang dalam sebuah sistem yang menghubungkan interaksi. Hal ini didasarkan pada harapan bahwa orang atau organisasi akan bertindak dengan cara yang diharapkan atau dijanjikan dan akan mempertimbangkan kepentingan orang lain.

Dinyatakan oleh Paxton (1999) dalam Yolanda (2015) kepercayaan adalah pembelajaran sosial dan pembentukan harapan sosial kepada orang lain dalam suatu kelompok atau lembaga orang tersebut hadir, serta sebagai suatu dasar untuk mengerti orang lain. Pemahaman orang lain melalui proses pembelajaran


(44)

24

sosial menciptakan hubungan yang didasarkan atas dasar kepercayaan terhadap orang lain yang dipelajari sebagai teladan atau contoh yang perlu ditiru.

Ada tiga hal penting dalam kepercayaan yaitu. (1) hubungan antara dua orang atau lebih, (2) harapan yang akan terkandung dalam hubungan itu yang kalau direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak dan (3) interaksi sosial yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud (Saiffudin,2008)

2.9.2 Norma Sosial

Norma sosial dapat didefinisikan aturan yang dilengkapi dengan sanksi yang merupakan patokan perilaku yang mendorong dan mengatur individu atau kelompok masyarakat tertentu. Norma–norma sosial biasanya terbentuk atas dasar hasil kesepakatan anggota-anggota masyarakat dan tercipta karena adanya interaksi dalam kelompok masyarakat. Pelanggaran akan norma biasanya diberikan sanksi yang telah disepakati dalam masyarakat, dimana sanksi dapat berbentuk material maupun tindakan sosial. Di sisi lain norma merupakan penjabaran nilai-nilai secara terinci ke dalam bentuk tata aturan atau tata kelakuan yang berfungsi untuk mengatur pola tingkah laku. (Ningrum 2010 dalam Yolanda 2015)

Norma merupakan pedoman atau patokan bagi prilaku dan tindakan seseorang atau masyarakat yang bersumber pada nilai. Sedangkan nilai adalah merupakan hal yang dianggap baik atau buruk atau sebagai penghargaan yang diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang mempunyai daya guna bagi kehidupan bersama. Dengan kata lain norma adalah wujud konkrit dari nilai yang merupakan pedoman, berisi suatu keharusan bagi individu atau


(45)

25

masyarakat, dapat juga norma dikatakan sebagai cara untuk melakukan tindakan dan prilaku yang dibenarkan untuk mewujudkan nilai–nilai (Ningrum 2010 dalam Yolanda 2015)

Pengelompokan norma sosial atas dasar (1) daya ikat, (2) aturan prilaku tertentu, (3) resmi tidaknya, dan (4) pola hubungan (Lawang 1986). Norma sosial atas dasar daya ikat terbagi atas (1) cara, yaitu norma yang paling lemah daya ikatan karena orang yang melanggar akan mendapatkan sanksi cemoohan atau ejekan, (2) kebiasaan yaitu aturan dengan kekuatan mengikat yang lebih kuat dari cara karena kebiasaan merupakan perbuatan yang dilakukan berulang- ulang sehingga menjadi bukti bahwa orang yang melakukan menyukai dan menyadari perbuatannya, (3) tata kelakuan, yaitu secara sadar atau tidak sadar oleh masyarakat kepada anggota-anggotanya. Pelanggaran terhadap norma ini biasanya mendapatkan sanksi masyarakat dan (4) adat istiadat, yaitu tata kelakuan yang kekal serta terintegrasi kuat dengan pola prilaku masyarakat. Anggota masyarakat yang melanggar norma adat akan mendapatkan sanksi tegas (Ningrum 2010 dalam Yolanda 2015).

Norma sosial atas dasar prilaku tertentu terbagi atas, (1) norma agama yaitu ketentuan hidup yang biasanya bersumber dari agama, (2) norma kesusilaan, yaitu petunjuk atau ketentuan yang berasal dari hati nurani, moral, (3) kesopanan yaitu tata krama aturan sopan santun menyangkut kehidupan dalam masyarakat. (4) norma kebiasaan, yaitu petunjuk hidup dan perilaku yang diulang dalam bentuk yang saman dan (5) norma hukum, yaitu ketentuan tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dalam suatu negara (Ningrum 2010 dalam Yolanda 2015).


(46)

26

2.9.3 Jaringan Sosial

Manusia dalam kehidupannya tidak pernah dapat hidup sendiri, dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Kebutuhan akan orang lain dalam kehidupannya manusia bertujuan untuk terjalin interaksi antar individu dan atau kelompok guna pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Adanya interaksi antar individu dan atau kelompok akan membentuk kelompok-kelompok sosial, perwujudan kelompok sosial ini tercipta melalui jaringan sosial. Dengan kata lain adanya jaringan sosial dan menciptakan kelompok sosial. Jaringan sosial didefinisikan sebagai suatu hubungan antar individu dan atau kelompok (Kadushin 2004). Jaringan sosial juga dapat dilihat sebagai hubungan pribadi yang dikumpulkan ketika seseorang berinteraksi satu sama lain dalam keluarga, tempat kerja lingkungan, asosiasi lokal dan berbagai tempat pertemuan informal dan formal (Foxton and Jones 2011 dalam Yolanda 2015).

Berdasarkan bentuk, jaringan sosial dapat terbentuk atas (1) jaringan diantara individu (kawan akrab hubungan romantis dan sahabat) (2) jaringan hubungan formal dalam organisasi atau kelompok (kerja sama pembeli dan leveransir, dan kerja sama usaha), (3) jaringan hubungan informal dalam organisasi atau kelompok (hubungan pemimpin dan bawahan serta hubungan antar tenaga kerja), dan (4) jaringan hubungan yang melibatkan keanggotaan dalam suatu organisasi secara luas (perkumpulan, persatuan, asosiasi, keanggotaan komite, persekutuan) (Foxton and Jones 2011 dalam Yolanda 2015).


(47)

27

Selanjutnya, dikemukakan oleh Kadushin (2004) jaringan sosial dapat tebagi atas (1) ego-centric networks, yaitu jaringan sosial yang menghubungkan individu dengan individu, (2) socio-centric networks yaitu jaringan sosial yang menghubungkan individu dalam kelompok tertentu. Jaringan seperti ini biasanya bersifat tertutup bagi anggota–anggota kelompok tertentu saja,dan (3) open- system networks, yaitu jaringan sosial yang tidak memiliki batasan dalam melakukan hubungan sosial dan biasanya tidak tertutup.

Melalui jaringan sosial, individu akan mudah mendapatkan akses terhadap sumber daya yang tersedia dilingkungannya untuk mencapai tujuan bersama. Oleh karenanya terbentuknya jaringan sosial biasanya dikaitkan dengan persamaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai anggota-anggotanya Fachrina (2005)

dalam Yolanda (2015) mengemukakan bahwa hubungan sosial dikatakan sebagai

jaringan sosial apabila terdapat kepadatan, isi sesuai konteks, rentang, frekuensi, kekompakan dan adanya kepentingan hubungan. Jaringan sosial dapat diwujudkan dalam bentuk formal dan informal jaringan informal terbentuk secara spontan tidak diatur pertukaran informasi dan sumber daya di dalam masyarakat secara resmi, serta diupayakan adanya kerja sama koordinasi, dan saling membantu untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Jaringan informal dapat dihubungkan melalui horisontal dan vertikal hubungan dan dibentuk oleh berbagai faktor lingkungan termasuk kekerabatan, komunitas di pasar, dan persahabatan (Allahdadi 2011 dalam Yolanda 2015). Sedangkan jaringan formal biasanya diidentikan dengan hubungan antar organisasi yang memiliki struktur dan kewenangan dalam suatu organisasi.


(48)

28

2.10 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis memaparkan dua penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang hubungan pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan. Ada beberapa penelitian terdahulu yang saya baca dan saya gunakan sebagai acuan dalam mengerjakan penelitian ini diantaranya adalah

Dewa Ayu Diyah Sri Widari pada Tesisnya tahun 2015 Yang berjudul Perkembangan Desa Wisata Jatiluwih Setelah Penetapan Subak Sebagai Warisan Budaya Dunia Di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan dalam penelitian ini dipaparkan mengenai keadaan Sosial Budaya Dan Ekonomi Desa Wisata Jatiluwih setelah penetapan subak sebagai Warisan budaya Dunia dari aspek Tri Hita Karana selain itu penelitian ini juga ingin mengetahui partisipasi masyarakat dan persepsi wisatawan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Perkembangan sosial budaya dan ekonomi Desa Wisata Jatiluwih setelah penetapan subak Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia dari aspek Tri Hita Karana berdasarkan tujuh aspek. Aspek tersebut yaitu kegotong royongan, budaya pertanian, kesenian tradisional, organisasi sosial, lapangan kerja dan kesempatan berusaha, pendapatan, serta investasi. Kegotong royongan, upacara yang berkaitan dengan aktivitas petani, dan sistem tanam padi semakin terpelihara. Kesenian tradisional semakin dilestarikan dan dikembangkan, organisasi sosial juga semakin dijaga keberadaannya. Terjadi pergeseran penggunaan sapi/kerbau ke penggunaan traktor untuk membajak sawah, penggunaan pupuk organik ke pupuk anorganik. Lapangan kerja dan kesempatan berusaha, pendapatan serta investasi mengalami peningkatan. Dari aspek parhyangan, pelaksanaan upacara yang berkaitan dengan


(49)

29

aktivitas petani tetap dilaksanakan dengan baik. Aspek palemahan diimplementasikan dengan mempertahankan sistem tanam padi, namun berjalan kurang baik pada pola tanam yang diterapkan oleh petani. Dari aspek pawongan, implementasinya cukup baik dengan adanya organisasi sosial.

Yolanda Holle dalam Tesisnya Modal Sosial Suku Marine Dalam Pengembangan Padi Sawah di Kabupaten Merauke Provinsi Papua. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif selain itu penelitian ini juga menggunakan metode SEM. Dalam kegiatan ini peneliti meneliti modal sosial apa saja yang dimiliki, hubungan komponen modal sosial, dan model pengembangan padi sawah bagi suku marind. Hasil penelitian ini menunjukan hubungan sosial suku Marine sangat sulit mempercayai orang lain kecuali antar anggota dalam klen mereka dan sangat sulit berinteraksi dengan orang lain diluar sistem sosialnya, dalam penelitian ini juga menunjukan komponen-komponen modal sosial berada pada kategori kurang percaya, dan memberi hubungan positif terhadap sikap dan tindakan suku Marine, kemudian jaringan sosial berada pada kategori sangat rendah dan member hubungan positif terhadap pengetahuan dan sikap sedangakan jaringan sosial memberikan hubungan negatif terhadap pengembangan padi sawah bagi suku ini. Selain itu dalam penelitian ini juga dikatakan bahwa pengembangan padi sawah di Suku Marine dilakukan dengan pemanfaatan kekuatan modal sosial yang mereka miliki.

2.11 Kerangka Pemikiran

Subak saat ini menjadi kawasan yang sangat menarik dan menjadi perbincangan semua orang yang ada di Dunia semenjak penetapan subak sebagai salah satu situs Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO. Salah satu Subak yang ada


(50)

30

di dalamnya adalah Subak Jatiluwih. Jatiluwih merupakan salah satu kawasan yang memiliki wilayah pertanian yang luas dan unik karena terasering dan pemandangan di sekitar arealnya, selain itu pertanian di subak ini masih tradisional karena kawasan ini merupakan salah satu Subak dari beberapa Subak yang ada di Tabanan yang masih bertahan untuk menanam padi lokal di areal Persawahannya.

Subak Jatiluwih saat ini menjadi kawasan yang tidak lupa dikunjungi wisatawan lokal ataupun mancanegara jika berkunjung ke Bali terutama ke Tabanan. Agrowisata ini semakin ramai dikunjungi wisatawan, kawasan ini setiap harinya tidak pernah sepi oleh kunjungan wisatawan. Banyak dampak positif yang dirasakan masyarakat di sekitar Subak Jatiluwih terutama Anggota Subak, tentu saja kegiatan ini memberi pemasukan tambahan ke kas subak mereka.

Keberhasilan dari Agrowisata ini membuat peneliti ingin melihat lebih jauh mengenai bagaimana hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan. Dimana modal sosial yang dimaksud peneliti disini adalah kepercayaan, norma sosial, dan jaringan sosial. Hal ini sangat penting kita liahat apakah modal sosial mereka masih kuat atau sudah hilang seiring berkembangya agrowisata dikawasan mereka. Dalam penelitian ini dari pengembangan agrowisata terdapat 6 (enam) variabel faktor-faktor pengembangan agrowisata dimana semua variabel-variabel ini akan dilihat hubungannya terhadap 3 (tiga) modal sosial secara satu persatu. Dimana untuk memperoleh hasil penelitian ini akan dilakukan beberapa tahap yaitu diantaranya yang pertama akan dilakukan pengukuran pengembangan agrowisata dengan menggunakan kuisioner, pengukuran ini dilakukan untuk melihat bagaimana


(1)

Selanjutnya, dikemukakan oleh Kadushin (2004) jaringan sosial dapat tebagi atas (1) ego-centric networks, yaitu jaringan sosial yang menghubungkan individu dengan individu, (2) socio-centric networks yaitu jaringan sosial yang menghubungkan individu dalam kelompok tertentu. Jaringan seperti ini biasanya bersifat tertutup bagi anggota–anggota kelompok tertentu saja,dan (3) open- system networks, yaitu jaringan sosial yang tidak memiliki batasan dalam melakukan hubungan sosial dan biasanya tidak tertutup.

Melalui jaringan sosial, individu akan mudah mendapatkan akses terhadap sumber daya yang tersedia dilingkungannya untuk mencapai tujuan bersama. Oleh karenanya terbentuknya jaringan sosial biasanya dikaitkan dengan persamaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai anggota-anggotanya Fachrina (2005) dalam Yolanda (2015) mengemukakan bahwa hubungan sosial dikatakan sebagai jaringan sosial apabila terdapat kepadatan, isi sesuai konteks, rentang, frekuensi, kekompakan dan adanya kepentingan hubungan. Jaringan sosial dapat diwujudkan dalam bentuk formal dan informal jaringan informal terbentuk secara spontan tidak diatur pertukaran informasi dan sumber daya di dalam masyarakat secara resmi, serta diupayakan adanya kerja sama koordinasi, dan saling membantu untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Jaringan informal dapat dihubungkan melalui horisontal dan vertikal hubungan dan dibentuk oleh berbagai faktor lingkungan termasuk kekerabatan, komunitas di pasar, dan persahabatan (Allahdadi 2011 dalam Yolanda 2015). Sedangkan jaringan formal biasanya diidentikan dengan hubungan antar organisasi yang memiliki struktur dan kewenangan dalam suatu organisasi.


(2)

2.10 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis memaparkan dua penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang hubungan pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan. Ada beberapa penelitian terdahulu yang saya baca dan saya gunakan sebagai acuan dalam mengerjakan penelitian ini diantaranya adalah

Dewa Ayu Diyah Sri Widari pada Tesisnya tahun 2015 Yang berjudul Perkembangan Desa Wisata Jatiluwih Setelah Penetapan Subak Sebagai Warisan Budaya Dunia Di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan dalam penelitian ini dipaparkan mengenai keadaan Sosial Budaya Dan Ekonomi Desa Wisata Jatiluwih setelah penetapan subak sebagai Warisan budaya Dunia dari aspek Tri Hita Karana selain itu penelitian ini juga ingin mengetahui partisipasi masyarakat dan persepsi wisatawan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Perkembangan sosial budaya dan ekonomi Desa Wisata Jatiluwih setelah penetapan subak Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia dari aspek Tri Hita Karana berdasarkan tujuh aspek. Aspek tersebut yaitu kegotong royongan, budaya pertanian, kesenian tradisional, organisasi sosial, lapangan kerja dan kesempatan berusaha, pendapatan, serta investasi. Kegotong royongan, upacara yang berkaitan dengan aktivitas petani, dan sistem tanam padi semakin terpelihara. Kesenian tradisional semakin dilestarikan dan dikembangkan, organisasi sosial juga semakin dijaga keberadaannya. Terjadi pergeseran penggunaan sapi/kerbau ke penggunaan traktor untuk membajak sawah, penggunaan pupuk organik ke pupuk anorganik. Lapangan kerja dan kesempatan berusaha, pendapatan serta investasi mengalami peningkatan. Dari aspek parhyangan, pelaksanaan upacara yang berkaitan dengan


(3)

aktivitas petani tetap dilaksanakan dengan baik. Aspek palemahan diimplementasikan dengan mempertahankan sistem tanam padi, namun berjalan kurang baik pada pola tanam yang diterapkan oleh petani. Dari aspek pawongan, implementasinya cukup baik dengan adanya organisasi sosial.

Yolanda Holle dalam Tesisnya Modal Sosial Suku Marine Dalam Pengembangan Padi Sawah di Kabupaten Merauke Provinsi Papua. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif selain itu penelitian ini juga menggunakan metode SEM. Dalam kegiatan ini peneliti meneliti modal sosial apa saja yang dimiliki, hubungan komponen modal sosial, dan model pengembangan padi sawah bagi suku marind. Hasil penelitian ini menunjukan hubungan sosial suku Marine sangat sulit mempercayai orang lain kecuali antar anggota dalam klen mereka dan sangat sulit berinteraksi dengan orang lain diluar sistem sosialnya, dalam penelitian ini juga menunjukan komponen-komponen modal sosial berada pada kategori kurang percaya, dan memberi hubungan positif terhadap sikap dan tindakan suku Marine, kemudian jaringan sosial berada pada kategori sangat rendah dan member hubungan positif terhadap pengetahuan dan sikap sedangakan jaringan sosial memberikan hubungan negatif terhadap pengembangan padi sawah bagi suku ini. Selain itu dalam penelitian ini juga dikatakan bahwa pengembangan padi sawah di Suku Marine dilakukan dengan pemanfaatan kekuatan modal sosial yang mereka miliki. 2.11 Kerangka Pemikiran

Subak saat ini menjadi kawasan yang sangat menarik dan menjadi perbincangan semua orang yang ada di Dunia semenjak penetapan subak sebagai salah satu situs Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO. Salah satu Subak yang ada


(4)

di dalamnya adalah Subak Jatiluwih. Jatiluwih merupakan salah satu kawasan yang memiliki wilayah pertanian yang luas dan unik karena terasering dan pemandangan di sekitar arealnya, selain itu pertanian di subak ini masih tradisional karena kawasan ini merupakan salah satu Subak dari beberapa Subak yang ada di Tabanan yang masih bertahan untuk menanam padi lokal di areal Persawahannya.

Subak Jatiluwih saat ini menjadi kawasan yang tidak lupa dikunjungi wisatawan lokal ataupun mancanegara jika berkunjung ke Bali terutama ke Tabanan. Agrowisata ini semakin ramai dikunjungi wisatawan, kawasan ini setiap harinya tidak pernah sepi oleh kunjungan wisatawan. Banyak dampak positif yang dirasakan masyarakat di sekitar Subak Jatiluwih terutama Anggota Subak, tentu saja kegiatan ini memberi pemasukan tambahan ke kas subak mereka.

Keberhasilan dari Agrowisata ini membuat peneliti ingin melihat lebih jauh mengenai bagaimana hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan. Dimana modal sosial yang dimaksud peneliti disini adalah kepercayaan, norma sosial, dan jaringan sosial. Hal ini sangat penting kita liahat apakah modal sosial mereka masih kuat atau sudah hilang seiring berkembangya agrowisata dikawasan mereka. Dalam penelitian ini dari pengembangan agrowisata terdapat 6 (enam) variabel faktor-faktor pengembangan agrowisata dimana semua variabel-variabel ini akan dilihat hubungannya terhadap 3 (tiga) modal sosial secara satu persatu. Dimana untuk memperoleh hasil penelitian ini akan dilakukan beberapa tahap yaitu diantaranya yang pertama akan dilakukan pengukuran pengembangan agrowisata dengan menggunakan kuisioner, pengukuran ini dilakukan untuk melihat bagaimana


(5)

keaadan agrowisata di Subak ini data ini digunakan untuk melengkapi data yang dimiliki, kemudian dilakukan pengukuran kondisi modal sosial setelah adanya agrowisata di Subak Jatiluwih, kemudian dilakukan pengujian korelasi Rank Spearman untuk melihat hubungan secara statistik dari data-data yang sudah terkumpul, dan kemudian analisi deskriptif kuisioner yang telah dikumpulkan, Pada penelitian ini akan membahas hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan Modal Sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan. Kerangka Pemikiran akan dijelaskan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2

Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian Hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan

Analisis deskriptif

Hasil dan Pembahasan

Rekomendasi Subak Jatiluwih

Pengembangan Agrowisata

1. Keamanan

2. Kesejukan 3. Ketertiban 4. Pelayanan dan

Keamanan 5. Keunikan,

Keindahan, Menarik 6. Pengalaman

Modal Sosial Pada Subak 1. Kepercayaan 2. Norma sosial 3. Jaringan Sosial

Analisis Uji Korelasi Rank Spearman


(6)

2.12.Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara yang kebenarannya masih harus dilakukan pengujian. Hipotesis ini dimaksudkan untuk memberi arah bagi analisis penelitian (Marzuki, 2005). Disini kesimpulan sementaranya adalah Pengembangan agrowisata subak memiliki hubungan yang negatif dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan.

1. Terdapat hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan kepercayaan pada subak.

2. Terdapat hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan norma sosial pada Subak

3. Terdapat hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan jaringan sosial pada subak.