Sikap siswa kelas XII terhadap pelayanan guru BK - USD Repository

  

SIKAP SISWA KELAS XII

TERHADAP PELAYANAN GURU BK DI SEKOLAH

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Disusun Oleh:

Kadarsih

  

NIM : 999114016

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2007

  

SIKAP SISWA KELAS XII

TERHADAP PELAYANAN GURU BK DI SEKOLAH

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Disusun Oleh:

Kadarsih

  

NIM : 999114016

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2007

  i

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN

  Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur, (QS. 16:78).

  Dan, aku mengatakan bahwa kehidupan memang kegelapan jika tanpa keinginan, dan semua keinginan adalah buta, jika tanpa pengetahuan, dan semua pengetahuan adalah kosong jika tanpa disertai kerja, dan semua kerja adalah hampa, kecuali ada cinta. (Ali bin Abi Tholib. ra).

  Al Rise mengatakan bahwa fokus sangatlah penting dalam hidup.

  Karena kekuatan fokus, sinar laser bisa menembus baja.

  Kalau ingin sukses, fokus dan dalamilah suatu hal.

  Bangun dan kembangkan kemampuan pada bidang itu.

  Kita tidak mungkin jago dalam semua hal.

  (Marwah Daud Ibrahim) ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, November 2007 Penulis, Kadarsih iii

  ABSTRAK SIKAP SISWA KELAS XII TERHADAP PELAYANAN GURU BK DI SEKOLAH Kadarsih Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap siswa SMA terhadap pelayanan guru Bimbingan dan Konseling. Bimbingan dan Konseling (BK) adalah layanan yang diberikan oleh guru BK di sekolah yang bertujuan agar pendidikan di sekolah dapat berjalan dengan sebaik-baiknya untuk memenuhi secara optimal kebutuhan peserta didik dalam proses perkembanganya.

  Metode penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian survei dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Jumlah sampel penelitian adalah 117 siswa kelas IPA dari tiga SMA di Ngawi, Jawa Timur. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap siswa SMA terhadap pelayanan guru BK yang dikembangkan oleh peneliti. Tehnik yang dipakai untuk menganalisis data adalah uji t. Hasil penelitin menunjukan bahwa siswa SMA memiliki sikap yang positif terhadap pelayanan guru BK. iv

  

ABSTRACT

STUDENTS OF CLASS XII ATTITUES

TOWARD SERVICE OF GUIDING AND COUNSELING IN THE SCHOOL

Kadarsih

Sanata Dharma University

  

Yogyakarta

  The research objective is to find out students attitude toward service of guiding and counseling. Guiding and counseling is the service given in to student by counselors in schools to support the successful course of education, in order to optimally satisfying the students need in their development.

  The research methodology used is the survey research method using descriptive quantitative type. The number of this research sample was 117 students of science class in three public high schools in Ngawi, East Java. The research instrument used is the attitude’s scale of Highschool student toward service of guiding and counseling, improved by researcher. The technique used to analyze data is t test. Result of this study shows that students of the tree public high schools in Ngawi, East Java have positive attitude to their guiding and counseling. v

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT, atas segala yang dianugrahkan kepada penulis untuk mampu berpikir dan berkarya untuk menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “SIKAP SISWA KELAS XII TERHADAP

  

PELAYANAN GURU BK DI SEKOLAH” dibuat dalam rangka memenuhi salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

  Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1.

  Ibu Dr. Fr. Ninik Yudianti, M.Acc. sebagai Wakil Rektor I Universitas Sanata Dharma.

  2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. sebagai Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  3. Ibu Sylvia Carolina MYM, S.Psi., M.Si sebagai Ketua Program Studi Universitas Sanata Dharma.

  4. Ibu A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si sebagai dosen pembimbing yang banyak memberikan ide, pendapat, semangat dan dukungan kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

  5. Ibu A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si; Bpk. Drs. H. Wahyudi, M.Si; Bpk. Y. Heri Widodo, S.Psi sebagai dosen penguji yang banyak memberikan kritik dan saran dalam membangun perbaikan skripsi ini.

  6. Bapak Kepala Sekolah dan guru BK SMA Muhammadiyah Ngawi Jawa Timur yang telah mengijinkan dan membantu penulis untuk penelitian awal dan try out skala sikap di sekolah tersebut. vi

  7. Bapak Kepala Sekolah dan guru BK SMAN I Ngawi Jawa Timur yang telah mengijinkan dan membantu penulis untuk try out dan penelitian di sekolah tersebut.

  8. Bapak Kepala Sekolah dan guru BK SMAN I Kedunggalar Ngawi Jawa Timur yang telah mengijinkan dan membantu penulis untuk penelitian di sekolah tersebut.

  9. Bapak Kepala Sekolah, guru BK SMAN 2 Ngawi Jawa Timur yang telah mengijinkan dan membantu penulis untuk penelitian di sekolah tersebut.

  10. Bapak dan ibu yang telah membesarkan, mendidik dengan penuh kasih sayang dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

  11. Suami dan kedua permata hatiku: Daffa & Redza yang selalu memberi do’a, cinta, semangat dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

  12. Seluruh keluargaku di Jogja: mas Budi, mba Utik, mba Yuni, mas Lilik, ade Tine yang banyak membantu penyelesaian skripsi ini.

  13. Seluruh keluarga di Ngawi, Yangkung- Yangti, bude Erfi, pakde Agus, mba Mitya, mba Billa yang momong Daffa selama di rumah Yangkung.

  14. Pakde Romy dan bude Nuri, mba Ica n mas Farel atas dorongan, do’a dan terima kasih banget atas pinjaman komputernya.

  15. Mba Titis (guru BK SMA 1 Ngawi), pak. Nyoto (guru BK SMA 2 Ngawi), pak Wardi (guru Biologi SMA 2 Ngawi), pak Wukir (guru Pend. Jas SMA Muhammadiyah 1 Ngawi), dan guru-guru lain yang belum dapat saya sebutkan yang telah banyak membantu selama penelitian ini. vii

  16. Sekretariat Fak. Psikologi USD: Ibu. Rohaniwati, Mas Gandung, Pak Giono, Mas Muji, dan Mas Doni yang telah banyak membantu Peneliti.

  17. Adik-adik kelas XII dari SMA Muhammadiyah 1 Ngawi, SMAN 1 Ngawi, SMAN 2 Ngawi, SMAN 2 Kedunggalar Ngawi yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

  18. Teman-teman di Fakultas Psikologi (’99) Dida, Ana, Rani, Dian; special

  thanks for

  Mas Mulyono dan semua pihak yang belum saya sebutkan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan sripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, maka penulis mengharapkan saran yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

  Penulis, Kadarsih viii

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................................

  i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................................. iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................................................. v ABSTRAK......................................................................................................................... vi ABSTRACT........................................................................................................................ vii KATA PENGANTAR........................................................................................................ viii DAFTAR ISI...................................................................................................................... Xi BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................

  1 A. Latar Belakang......................................................................................

  1 B. Rumusan Masalah................................................................................

  5 C. Tujuan Penelitian..................................................................................

  5 D. Manfaat Penelitian................................................................................

  5 BAB II LANDASAN TEORI.................................................................................

  6 A. Remaja...........................................................................................

  6 1. Pengertian Remaja...................................................................

  6 2. Tugas Perkembangan Remaja..................................................

  8 3. Perkembangan Fisik dan Seksual Remaja.................................

  9

  4. Perkembangan Sosial Remaja.........................................................

  10 5. Pengaruh Sekolah Bagi Remaja......................................................

  13 B. Sikap....................................................................................................

  14 1. Pengertian Sikap..............................................................................

  14 2. Komponen Sikap............................................................................

  15 3. Pembentukan Sikap........................................................................

  17 4. Perubahan dan Fungsi Sikap...........................................................

  20 C. Bimbingan dan Konseling...................................................................

  21 1. Pengertian Bimbingan dan Konseling.............................................

  21 2. Bimbingan dan Konseling di Sekolah.............................................

  23 3. Guru Bimbingan dan Konseling .....................................................

  25 4. Manfaat Bimbingan dan Konseling Bagi Siswa..............................

  25 5. Karakteristik Guru BK yang Efektif ................................................

  27 6. Sikap Siswa Terhadap Guru BK...........................................................

  28 BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................

  A. Jenis Penelitian.....................................................................................

  32 B. Identifikasi Variabel- Variabel Penelitian..............................................

  32 C. Definisi Operasional.............................................................................

  33 D. Pengambilan Sampel ............................................................................

  33 E. Alat Pengumpul Data............................................................................

  34 F. Blue Print..............................................................................................

  35 1. Blue Print Distribusi Aitem Skala Sikap Sebelum Uji Coba............

  37 2. Blue Print Skala Sikap setelah Uji Coba..........................................

  37

  3. Blue Print Distribusi Aitem Setelah Uji Coba..................................

  40 G. Validitas dan Reliabilitas......................................................................

  40 1. Uji Validitas.....................................................................................

  37 2. Seleksi Aitem..................................................................................

  37 3. Uji Reliabilitas................................................................................

  38 4. Metode Analisis Data.....................................................................

  40 H. Prosedur Penelitian.........................................................................

  41 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...........................................

  42 A. Hasil Penelitian....................................................................................

  44 1. Pelaksanaan Penelitian....................................................................

  44 2. Uji Normalitas................................................................................

  44 3. Karakteristik Subjek Penelitian.......................................................

  45 4. Deskripsi Data Penelitian................................................................

  46 5. Hasil analisis data sikap siswa terhadap Guru BK...........................

  46 B. Pembahasan.........................................................................................

  47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................

  49 A Kesimpulan ..........................................................................................

  54 B. Saran.....................................................................................................

  54 DAFTAR PUSTAKA

  LAMPIRAN

  DAFTAR TABEL

  Tabel Halaman

  3.1 Nilai atau kategori jawaban untuk pernyataan aitem favourable…..... 37

  3.2 Nilai atau karegori jawaban untuk pernyataan aitem unfavourable…. 37

  3.3 Blue Print distribusi aitem skala sikap sebelum uji coba……………... 37

  3.4 Blue Print skala sikap setelah uji coba………………………………. 40

  3.5 Blue Print distribusi aitem skala sikap setelah uji coba………………. 40

  4.1 Karakteristik subjek penelitian………………………………………. 46

  4.2 Deskripsi data penelitian…………………………………………….. 46

DAFTAR LAMPIRAN I.

  Lampiran 1 1.

  Angket pendapat tentang guru Bimbingan dan Konseling 2. Angket Uji coba sikap siswa SMA terhadap guru Bimbingan dan

  Konseling 3. Angket penelitian sikap siswa SMA terhadap guru Bimbingan dan

  Konseling II. Lampiran 2 1.

  Data Uji Coba 2. Realibilitas Alpha Cronbach 3. Koefisien korelasi aitem – total Product Moment III. Lampiran 3 1.

  Reliabilitas Alpha Cronbach setelah aitem yang tidak sahih digugurkan 2. Koefisien korelasi aitem – total Product Moment setelah aitem tidak sahih digugurkan

IV. Lampiran 4 1.

  Data Penelitian 2. Analisis data dengan One Sample Test 3. Uji Normalitas P-Plot V. Lampiran 5

  Surat Keterangan telah melaksanakan penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah A. Indonesia saat ini mengalami perubahan intensif. Globalisasi yang

  dialami Indonesia saat ini berdampak pada masyarakat yang lebih terbuka menerima teknologi, industri maupun ide-ide dan perubahan budaya yang baru. Menurut William (dalam Prayitno dan Amti, 2004), perubahan nilai- nilai sosial ini mendorong perubahan kondisi kehidupan sosial. Semakin derasnya perubahan sosial yang terjadi dan semakin kompleknya keadaan masyarakat akan semakin meningkatkan derajat rasa tidak aman bagi para remaja dan pemuda. Kondisi perubahan dalam masyarakat ini paling dirasakan oleh remaja karena pada masa ini, remaja mengalami perubahan mental dan suka mencoba hal baru. Banyak remaja yang berusaha memperoleh posisi dirinya di lingkungan dengan bersikap “ikut-ikutan”. Hal ini justru menjerumuskan remaja ke arah pergaulan bebas, penggunaan obat terlarang dan narkoba serta perilaku kekerasan, tertibat dalam geng tertentu, dan lainnya

  Masa remaja ditentukan mulai usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir pada usia 18 sampai 22 tahun (Santrock, 2003). Siswa SMA berada pada usia di atas 13 tahun dan dibawah 22 tahun, sehingga siswa SMA dapat digolongkan berada pada masa perkembangan remaja.

  Sekolah dalam kondisi lingkungan penuh dengan perubahan nilai sosial tersebut, maka diharapkan lebih dapat mendampingi remaja. Hal ini berkaitan dengan fungsi sekolah yaitu sebagai lembaga pendidikan dan memberikan pengkontrolan perkembangan siswa dalam masalah sosial dan pelajaran. Bimbingan dan konseling dilakukan oleh bagian Bimbingan dan Konseling (BK) yang berperan mendampingi para siswa dalam menghadapi perubahan nilai sosial, perkembangan diri dan masalah dalam belajar. Hal ini seharusnya dapat mendorong para siswa untuk melakukan konseling, namun sikap siswa terhadap guru BK dapat mempengaruhi siswa untuk melakukan konseling.

  Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan sebagai afek positif atau afek negatif terhadap objek psikologis (Thurston dkk dalam Azwar, 2007). Menurut Secord dan Backman dalam Azwar, 2007 Sikap adalah evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek sikap.

  Sikap dapat mengarah pada dua arah berbeda yaitu mendukung

  

(favorable) atau menolak (unfavorable) (Assael, 1984). Sikap mendukung

  atau sikap positif adalah perasaan memihak atau senang terhadap suatu objek, sedangkan sikap tidak mendukung atau sikap negatif adalah perasaan tidak memihak atau tidak suka terhadap suatu objek (Azwar, 1995).

  Sikap negatif terhadap guru BK dapat mengubah minat seseorang terhadap aktivitas yang seharusnya dibutuhkan berubah menjadi tidak mau melaksanakan kegiatan tersebut. Menurut Prayitno dan Amti (2004) Siswa seringkali enggan atau malu melakukan konseling karena terhambat oleh adanya beberapa anggapan yang salah mengenai guru BK, yaitu guru BK sebagai polisi sekolah, tempat siswa-siswa yang tidak beres, mengurusi masalah ketidakdisiplinan, takut rahasianya dibocorkan menimbulkan sikap enggan yang menghalangi keakraban guru-murid. Anggapan tersebut membuat siswa tidak mau datang kepada guru BK karena menganggap jika datang kepada guru BK berarti menunjukkan aib, mengalami ketidakberesan tertentu (Winkel, 1997).

  Hambatan oleh adanya sikap negatif dapat menghalangi upaya konseling yang maksimal oleh guru BK. Padahal dengan adanya konseling diharapkan akan memberikan pengaruh positif terhadap cara siswa menghadapi masalah ketika dalam lingkungan sosial maupun dalam kegiatan belajar. Hal ini dibuktikan dalam survei Keer (dalam Mappiare 1992) terhadap 1.350 siswa kelas terakhir pada sekolah lanjutan atas di Iowa mengungkapkan 83% sampel menyatakan bahwa konseling membantu para siswa membuat keputusan lanjutan studi dan para siswa mendapat dukungan informasi dan konseling.

  Berdasarkan penelitian pendahuluan dengan menyebarkan angket terbuka yang dilakukan oleh penulis terhadap 7 siswa dan 3 orang guru sebuah SMA swasta di Ngawi menunjukkan adanya sikap positif dan negatif terhadap guru BK dari beberapa muridnya. Beberapa murid menganggap guru BK bersifat tegas dan disiplin dalam menjalankan tata tertib sekolah sehingga menimbulkan kesan menakutkan. Sementara beberapa murid berpendapat bahwa guru BK mampu menjadi teman berbagi masalah yang baik dan mampu memberikan solusi bagi masalah yang dihadapi siswa.

  Hasil penelitian awal terhadap 3 guru juga menyatakan adanya sikap yang positif dan negatif. Sikap yang positif menyatakan bahwa guru BK sangat berperan dalam mendisiplinkan siswa khususnya siswa bermasalah sehingga mampu mengikuti pelajaran dengan tertib sekaligus sebagai tempat berkeluh kesah dengan permasalahan yang terjadi di kalangan murid. Sikap yang negatif menyatakan bahwa guru BK kurang menyelami jiwa muridnya serta kurang memiliki wawasan yang cukup untuk mengarahkan siswanya menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi (bimbingan karir).

  Berdasakan hasil survei di atas, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya sikap siswa SMA terhadap pelayanan guru BK. Survei pada kelompok 7 orang siswa dan 3 orang guru mata pelajaran lain menunjukkan hasil yang tidak sama, sehingga diperlukan survei pada kelompok yang lebih besar untuk mengetahui sikap siswa terhadap guru BK. Adanya sikap positif dan negatif ini dapat mempengaruhi minat siswa untuk melakukan konseling pada guru BK yang pada akhirnya menghalangi upaya dalam melakukan pendampingan dan pengkontrolan sikap remaja. Hal ini justru dapat merugikan siswa karena dengan adanya pendampingan dan pengontrolan sikap remaja oleh guru BK maka seharusnya gangguan selama belajar dan perkembangan dapat dikurangi.

  B. Rumusan Masalah

  Rumusan penelitian ini adalah : Bagaimana sikap siswa SMA terhadap pelayanan guru BK ?

  C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap siswa SMA terhadap pelayanan guru BK

  D. Manfaat Penelitian 1.

  Secara teoritis : Sebagai tambahan khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi konseling.

2. Secara praktis

  Bagi para guru BK untuk meningkatkan kualitas pelayanan BK dan meningkatakan komunikasi dengan siswa.

BAB II LANDASAN TEORI

   Remaja A. Pengertian Remaja 1.

  Ausubel (dalam Monks, 2006) menyebutkan bahwa remaja berada dalam status interim (peralihan/transisi) sebagai akibat dari posisi yang sebagian diberikan oleh orangtua dan sebagian diperoleh melalui usahanya sendiri yang selanjutnya memberikan prestise tertentu padanya. Masa transisi tersebut diperlukan remaja untuk belajar memikul tanggung jawab dan makin maju sebuah masyarakat maka makin sukar tugas remaja untuk mempelajari tanggung jawab ini.

  Santrock (2003) mendefinisikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional yang terjadi berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses berpikir abstrak sampai pada kemandirian. Masa remaja ditentukan mulai usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir pada usia 18 sampal 22 tahun.

  Masa remaja dibagi menjadi dua fase yaitu masa remaja awal dan masa remaja akhir. Masa remaja awal (early adolescence) kira-kira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan perubahan pubertas. Masa remaja akhir (late adolescence) menunjuk pada kira-kira usia diatas 15 tahun (Santrock, 2003).

  Berhubung ada macam-macam persyaratan untuk dikatakan dewasa, maka sebelum abad 18 remaja dimasukkan dalam ketegori anak- anak padahal masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat transisi atau peralihan (Calon dalam Monks, 2006). Keniston (dalam Santrock, 2003) menggunakan istilah masa muda sebagai masa transisi antara remaja dan dewasa yang merupakan waktu ketergantungan ekonomi dan pribadi.

  Batasan antara masa remaja dan masa dewasa semakin lama semakin kabur. Pertama, karena sebagian remaja tidak melanjutkan sekolah melainkan bekerja atau menikah di usia remaja sehingga dengan begitu mereka akan memasuki dunia orang dewasa pada usia remaja.

  Kalau dalam keadaan ini dapat dikatakan masa remaja yang diperpendek.

  

Kedua , keadaan yang sebaliknya dapat disebut sebagai masa remaja yang

  diperpanjang, yaitu apabila sesudah masa remaja seseorang masih tinggal dan menjadi tanggungan orangtuanya. Misalnya mahasiswa yang berusia 24 tahun namun masih dibiayai oleh orangtuanya, dengan begitu otoritas masih ada pada orangtua (Monks, 2006).

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa perkembangan transisi antara anak-anak dan dewasa, sebagai akibat dan posisi yang sebagian diberikan oleh orangtua dan sebagian diperoleh melalui usahanya sendiri. Perubahan yang terjadi pada masa remaja mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional yang dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir pada usia 18 sampai 22 tahun. Masa remaja diperpendek dan diperpanjang berdasarkan ketergantungan ekonomi dan pribadi kepada orangtua.

   Tugas Perkembangan Remaja 2.

  Harvinghurst (dalam Monks, 2006) mengemukakan bahwa perjalanan hidup seseorang ditandai oleh adanya tugas-tugas yang harus dapat dipenuhi. Tugas ini dalam batas tertentu bersifat khas untuk setiap masa hidup seseorang. Havinghurst menyebutnya, sebagai tugas perkembangan (development task) yaitu tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa hidup tertentu sesuai dengan norma masyarakat dan norma kebudayaan.

  Menurut Harvinghurst (dalam Monks, 2006), tugas perkembangan remaja adalah : Perkembangan aspek-aspek biologis

  • - Menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan
  • masyarakat sendiri Mendapatkan kebebasan emosional dari orangtua dan/ atau orang
  • dewasa lain Mendapatkan pandangan hidup sendiri
  • Merealisasi suatu identitas sendiri dan dapat mengadakan partisipasi
  • dalam kebudayaan pemuda sendiri.

  Menurut Erikson (dalam Santrock, 2003) Identitias versus kekacauan identitas (identity versus identity confusion) adalah tahap perkembangan kelima, yang dialami individu selama masa remaja. Pada tahap ini individu dihadapkan pada kenyataan siapa mereka, mereka itu sebenarnya apa, dan ke mana mereka menuju dalam hidupnya. Remaja dihadapkan dengan banyak peran baru dan status dewasa. Remaja perlu melakukan eksplorasi solusi alternatif mengenai peran dan eksplorasi tentang karir dalam cara yang sehat agar suatu identitas yang positif dapat terbentuk. Bila suatu identitas dipaksakan pada remaja oleh orangtua, bila remaja kurang mengeksplorasi peran-peran yang berbeda, dan bila jalan ke masa depan yang positif tidak ditentukan, maka terjadi kekacauan identitas.

  Para remaja di samping melakukan tugas perkembangan di atas, juga dalam tertentu sudah melaksanakan tugas masa dewasa awal. Menurut Adriessen (dalam Monks, 2006), tugas-tugas masa dewasa awal yang dikerjakan oleh remaja adalah menerima peran persiapan pembentukan keluarga, mulai belajar lepas dari orangtua, belajar bertanggungjawab sebagai warga negara dan sebagai anggota kelompok sosial, persiapan mandiri secara ekonomis, pemilihan dan perencanaan pekerjaan.

3. Perkembangan Fisik dan Seksual Remaja

  Munculnya perubahan fisik dan hormon-hormon yang menandai perkembangan seksual remaja, mendorong kehidupan laki-laki dan perempuan remaja dihiasi oleh seksualitas. Hal ini menjadikan masa remaja adalah waktu untuk penjelajahan dan eksperimen fantasi seksual, dan kenyataan seksual, untuk menjadikan seksualitas sebagai bagian dari identitas remaja. Pada masa ini, muncul rasa ingin tahu yang besar mengenai misteri seksualitas. Pada diri mereka muncul banyak pertanyaan seperti, apakah mereka menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang lain akan mencintai mereka, dan apakah hubungan seks adalah hal yang normal. Keadaan ini dapat menjadi masa yang rawan dan penuh kebingungan sepanjang perjalanan seksualitas mereka (Santrock, 2003).

  Menurut Wright (dalam Santrock, 2003), salah satu aspek psikologis dari perubahan fisik di masa pubertas adalah: Remaja menjadi amat memperhatikan tubuh mereka dan membangun citranya sendiri mengenai bagaimana tubub mereka tampaknya. Remaja sering memandangi cermin selama berjam-jam setiap hari untuk melihat apakah ada yang berubah dengan tubuhnya. Perhatian yang berlebihan terhadap citra tubuh sendiri, amat kuat pada masa remaja, terutama amat mencolok selama pubertas, saat remaja lebih tidak puas akan tubuhnya dibandingkan dengan akhir masa remaja.

4. Perkembangan Sosial Remaja

  Perubahan-perubahan pada remaja yang dapat mempengaruhi hubungan orangtua dengan remaja adalah pubertas, penilaian logis yang berkembang, pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak tercapai, perubahan di sekolah, teman sebaya, kebebasan. Perubahan- perubahan tersebut dapat menyebabkan meningkatnya konflik antara orangtua dengan remaja pada awal masa remaja. Konflik tersebut mengenai kejadian sehari-hari dalam kehidupan keluarga. Namun konflik akan berkurang pada akhir masa remaja (Santrock, 2003).

  Percepatan perkembangan dalam masa remaja yang berhubungan dengan pemasakan seksualitas, juga mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial remaja. Sebelum masa remaja, ada hubungan yang lebih erat antara anak-anak yang sebaya. Sehingga sering dijumpai kelompok-kelompok anak, perkumpulan-perkumpulan untuk bermain bersama atau membuat rencana bersama.

  Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua macam gerak, gerak memisahkan diri dari orangtua dan gerak menuju arah teman- teman sebaya. Dua macam gerak ini merupakan gerak yang berurutan meskipun saling terkait satu sama lainnya. Gerak pertama tanpa diikuti oleh gerak kedua akan menimbulkan rasa kesepian, dalam keadaan ekstrim hal tersebut dapat menyebabkan usaha-usaha bunuh diri (Ausubel dalam Monks 2006).

  Gerakan memisahkan diri dari orang dewasa dan menuju ke arah teman-teman sebaya, dapat dipandang sebagai suatu pernyataan emansipasi sosial. Di sisi lain usaha ini tidak lepas dari adanya bahaya terutama bila remaja membentuk kelompok dengan kohesi yang kuat dan pada akhirnya mengakibatkan bertambahnya frekuensi interaksi antar mereka (Homanas dalam Monks 2006).

  Dalam kelompok dengan kohesi yang kuat berkembanglah suatu iklim kelompok tertentu dengan adanya norma tingkah laku dalam kelompok teman sebaya. Norma-norma sangat ditentukan oleh pemimpin kelompok teman sebaya, walaupun norma-norma itu bukanlah norma yang buruk namun dapat berbabaya bagi pembentukan identitas remaja karena dia akan mementingkan perannya sebagai anggota kelompok daripada mengembangkan pola norma dirinya sendiri (Santrock, 2003). lnteraksi yang kuat dengan teman sebaya dapat menimbulkan konformitas. Konformitas dapat terjadi dalam beberapa bentuk dan mempengaruhi aspek-aspek kehidupan remaja. Konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka. Tekanan untuk mengikuti teman menjadi sangat kuat pada saat remaja. Tekanan teman sebaya dapat menjadi positif dan negatif. Tekanan positif dapat menjadikan remaja terlibat dalam aktivitas sosial yang baik. Namun, tekanan negatif dapat mewujudkan remaja terlibat dalam perilaku merokok, minum-minuman keras, narkoba, mencorat-coret tembok, dan lain-lain (Santrock, 2003).

   Pengaruh Sekolah Bagi Remaja 5.

  Sekolah memiliki pengaruh yang besar bagi remaja. Remaja menghabiskan waktu bertahun-tahun bersekolah sebagai anggota dari suatu masyarakat kecil yang di dalamnya terdapat beberapa tugas yang harus diselesaikan; orang-orang yang perlu dikenal dan mengenal diri mereka; serta peraturan yang menjelaskan dan membatasi perilaku, perasaan, dan sikap. Pengalaman yang diperoleh remaja di masyarakat ini memberikan pengaruh yang besar dalam perkembangan identitasnya, keyakinan terhadap kompetensi diri, batasan mengenai hal yang benar dan salah, serta pemahaman mengenai bagaimana sistem sosial di luar lingkup keluarga berfungsi (Santrock, 2003)

  Sekolah merupakan pijakan awal bagi seseorang untuk pertama kalinya berkenalan dengan dunia kerja. Sekolah memberikan suasana untuk mengembangkan diri sehubungan dengan prestasi dan kerja. Sekolah juga memberikan sistem yang diperlukan untuk pendidikan mengenai informasi karir, bimbingan, penempatan, dan koneksi sosial (Bachhuber dalam Santrock, 2003).

  Menurut Minuchin dan Shapiro (dalam Santrock, 2003) siswa pada sekolah lanjutan biasanya menyadari bahwa sekolah merupakan suatu sistem sosial dan siswa pun dapat termotivasi untuk menyesuaikan diri dengan sistem tersebut ataupun menentangnya. jika di dalam sekolah remaja membentuk suatu kelompok dengan pimpinan sendiri maka hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya permasalahan. Permasalahan dapat terjadi bila pemimpin non formal kelompok dalam sekolah bertentangan dengan pemimpin formal atau guru. Hal ini dapat mengakibatkan adanya pengabaian guru di dalam kelas. (De Hass dalam Monks 2006).

   Sikap B.

1. Pengertian Sikap

  Konsep tentang sikap telah melahirkan berbagai macam pengertian diantara para ahli psikologi. Definisi sikap pada awalnya adalah suatu syarat untuk munculnya suatu tindakan. Konsep itu kemudian berkembang semakin luas dan digunakan untuk menggambarkan adanya suatu niat yang khusus atau umum, berkaitan dengan kontrol terhadap respon pada keadaan tertentu.

  Berkman dan Gilson (1981) mendefinisikan sikap adalah evaluasi individu yang berupa kecenderungan (inclnation) terhadap berbagai elemen di luar dirinya. Allfort (dalam Assael, 1984) mendefinisikan sikap adalah keadaan siap (predisposisi) yang dipelajari untuk merespon objek tertentu yang secara konsisten mengarah pada arah yang mendukung (favorable) atau menolak (unfavorable).

  Azwar (1995), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, sikap adalah sualu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau afek positif ( favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau afek negatif (unfavorable) pada objek tersebut. Kedua, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Ketiga, sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

  Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi di dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

2. Komponen Sikap

  Secord and Backman (dalam Monks, 2006) membagi sikap menjadi tiga komponen yaitu a). Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan.

  Pengetahuan inilah yang akan membentuk keyakinan dan pendapat tertentu tentang objek sikap.

  b). Komponen afektif, adalah komponen yang berhubungan dengan perasaaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluatif.

  Komponen ini erat hubungannya dengan sistem nilai yang dianut pemilik sikap c). Komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap.

  Sikap memiliki beberapa karakteristik, antara lain: arah, intensitas, keluasan, konsistensi dan spontanitas (Assael, 1984). Karakteristik arah menunjukkan bahwa sikap dapat mengarah pada persetujuan atau tidaknya individu, mendukung atau menolak terhadap objek sikap. Karakteristik intensitas menunjukkan bahwa sikap memiliki derajat kekuatan yang pada setiap individu dapat berbeda tingkatannya. Karakteristik keluasan sikap menunjuk pada cakupan luas tidaknya aspek dari objek sikap. Karakteristik spontanitas mengindikasikan sejauh mana kesiapan individu dalam merespon atau menyatakan sikapnya secara spontan,

  Sebagai contoh sikap siswa terhadap guru BK juga memiliki karakteristik berupa arah, intensitas, keluasan, konsistensi dan spontanitas.

  Hal tersebut dibuktikan dengan adanya sikap positif atau negatif terhadap guru BK, kekuatan sikap positif atau sikap negatif setiap siswa juga berbeda, dan terkadang sikap siswa tidak secara konsisten sama selama dia bersekolah karena kebanyakan siswa kelas tiga seringkali berkonsultasi dengan guru BK lebih sering dibandingkan dengan pada saat siswa tersebut duduk di kelas satu.

3. Pembentukan Sikap

  Seseorang tidak dilahirkan dengan sikap dan pandangannya, melainkan sikap tersebut terbentuk sepanjang perkembangannya. Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya (Azwar, 1995).

  Loudon dan Bitta (1984) menulis bahwa sumber pembentuk sikap ada empat, yaitu pengalaman pribadi, interaksi dengan orang lain atau kelompok, pengaruh media massa dan pengaruh dari figur yang dianggap penting. Swasta dan Handoko (1982) menambahkan bahwa tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan tingkat pendidikan ikut mempengaruhi pembentukan sikap.

  Dari beberapa pendapat di atas, Azwar (1995) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.

  a) Pengalaman pribadi Middlebrook (dalam Azwar, 1995) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk Jika yang dialami seseorang tejadi dalam situasi yang melibatkan emosi, karena penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama membekas.

  b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Individu pada umumnya cenderung memiliki sifat yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting yang didorong oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik. c) Pengaruh kebudayaan Burrhus Frederic Skin, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement yang kita alami (Hergenhan dalam Azwar, 1995). Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaanlah yang menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah.

  d) Media massa Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

  e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat memerlukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada gillrannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.

  f) Faktor emosional Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekamisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih konsisten dan bertahan lama.

4. Perubahan dan Fungsi Sikap

  Sikap ternyata dapat berubah dan berkembang karena hasil dari proses belajar, proses sosialisasi, arus informasi, pengaruh kebudayaan dan adanya pengalaman-pengalaman baru yang dijalani individu (Azwar,

  2007). Katz (dalam Azwar, 2007) menyebutkan fungsi sikap ada empat, yaitu: a) Fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat yang menunjukkan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkannya dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkannya. Dengan demikian, maka individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakan akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang merugikannya.

  b) Fungsi pertahanan ego yang menunjukkan bagian individu untuk menghindarkan diri serta melindungi dari hal-hal yang mengancam egonya atau apabila ia mengetahui fakta yang tidak mengenakkan maka sikap dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan melindunginya dari kepahitan kenyataan tersebut.

  c) Fungsi pernyataan nilai, menunjukkan keinginan individu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan sesuatu nilai yang dianutnya dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya.

  d) Fungsi pengetahuan menunjukkan keinginan individu untuk mengekspresikan rasa ingin tahunya, mencari penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya.

C. Bimbingan dan Konseling

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling

  Berdasarkan perkembangan tentang rumusan bimbingan dan konseling, istilah penyuluhan yang selama ini menyertai kata bimbingan, yaitu kesatuan. istilah bimbingan dan penyuluhan, diganti dengan istilah konseling. Istilah bimbingan dan penyuluhan merupakan terjemahan dari istilah ”Guidance and Counseling”. Dengan demikian yang dimaksud dengan "penyuluhan" sama artinya dengan konseling. Mulai tahun 1980- an gerakan bimbingan mulai digalakkan dengan istilah konseling untuk menggantikan istilah penyuluhan. (Santrock, 2003)

  Perkembangan konsepsi bimbingan dan konseling di negara-negara yang bimbingan dan konselingnya telah maju seperti di Amerika Serikat, tidak membedakan ruang lingkup kerja konseling di satu sisi dan bimbingan di sisi lainnya. Keduanya disatukan dengan satu istilah yaitu konseling. Namun, karena perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia belum cukup mantap maka istilah bimbingan dan konseling masih dipertahankan dengan pelayanan yang lebih besar peranannya pada konseling (Prayitno dan Amti, 2004).

  Konseling adalah pertalian pribadi timbal balik diantara dua orang individu yaitu seorang (konselor) yang berusaha membantu yang lain (klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungannya dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada saat ini dan pada waktu yang akan datang (Wijaya, 1988). Pepinsky dan Pepinsky (dalam Prayitno dan Amti, 1994) menyatakan bahwa interaksi yang terjadi antara dua orang individu yaitu konselor dan klien, terjadi dalam suasana profesional yang dilakukan dan dijaga sebagai alat yang memudahkan perubahan-perubahan dan tingkah laku klien.

  Konseling meliputi pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasi ketiga hal tersebut, Bernard dan Fullmer (dalam Prayitno dan Amti, 1994). Dalam hal ini konseli (klien) dibantu memahami diri sendiri, keadaan sekarang, dan kemungkinan keadaannya dimasa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang (I'olbert dalam Prayitno dan Amti, 1994)

  Pernyataan di atas sesuai dengan pernyataan yang diutarakan oleh Traxler dan North (dalam Wijaya, 1988) yang berisi bahwa idealnya konseling bertujuan memungkinkan tiap individu untuk mengetahui kemampuan, minat dan sifat-sifat kepribadian. Selanjutnya individu mengembangkan semua hal itu seluas-luasnya, memeliharanya agar tetap fleksibel sesuai dengan tuntutan lingkungan yang berubah-ubah. lndividu memungkinkan menghubungkan semua hal itu dengan tujuan hidupnya sehingga menjadi jelas apa tujuan hidupnya. Pada akhirnya individu dapat mencapai taraf bimbingan diri sendiri secara lengkap dan dewasa selaku anggota masyarakat yang demokratis

  Dari beberapa pengertian yang diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian bimbingan konseling adalah proses pemberian bantuan oleh seorang ahil (konselor) kepada individu yang sedang mengalami masalah (klien) dalam suasana profesional untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapinya dengan menggunakan potensi-potensi klien sendiri.