Hukum Perseroan Terbatas (Prinsip Good Corporate Governance dan Doktrin Piercing The Corporate Veil - Test Repository

  

H i r m a n , S H . , M . H U M .

Y u n i P u r w a t i . S . H . , M . H u m .

S i g i t S a p t o N u g r o h o , S . H . , M . H u m .

  H U K UM

P E R SE ROA N T E R BATAS

  

( P r i n s i p G o o d C o r p o r a t e G o v e r n a n c e d a n D o k t r i n P i e r c i n g

T h e C o r p o r a t e V e i l )

  Perpustakaan Nasional RI : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Hirman, S.H., M.Hum., et.al.

  Hukum Perseroan Terbatas; Hirman, S.H., M.Hum., et.al.; Editor: Farkhani, S.H., S.HI., M.H.; Solo: Pustaka Iltizam; 2017

  276 hlm.; 23 cm

  ISBN : 978-602-7668-79-9

  

H U K UM P E R SE ROA N T E R BATAS

  (P r i n s i p G o o d C o r p o r a t e G o v e r n a n c e d a n D o k t r i n P i e r c i n g T h e C o r p o r a t e V e i l )

  

Penulis:

Hirman, S.H., M.Hum.

  

Yuni Purwati, S.H., M.Hum.

Sigit Sapto Nugroho, S.H., M.Hum.

  

Editor:

Farkhani, S.H., S.HI., M.H.

Tata Letak:

  

Taufiqurrohman

Cover:

naka_abee

  

Cetakan I : Februari 2017

Diterbitkan Oleh :

Perum Gumpang Baru

Jl. Kresna No. 1, Gumpang, Kartasura, Solo.

  

Phone : 0271-7652680, HP. 081548542512

Email : [email protected]

  

K A T A P E N G A N T A R

  Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, penulis merasa berbahagia atas terwujudnya buku tentang tema Hukum Perusahaan terutama pengkajian tentang perseroan terbatas. Terdorong keinginan oleh niat yang tulus dan ikhlas guna memperkaya khazanah keilmuan, khususnya ilmu hukum bagi para mahasiswa dan masyarakat pembaca untuk me- mahami dan memperdalam tentang hukum perseroan terbatas.

  Perseroan Terbatas (PT) sebagai salah satu lembaga ekonomi yang mempunyai tingkat fleksibilitas tinggi karena lembaga ini dapat mewadahi aktivitas ekonomi yang memiliki kompleksitas dari yang sangat sederhana (sedikit orang) sampai yang mempu- nyai kompleksitas yang sangat tinggi (ribuan orang bahkan ratu- san ribu orang). Oleh karena itu PT menjadi wadah untuk melaku- kan aktivitas ekonomi yang paling banyak dipergunakan para pelaku ekonomi ketimbang bentuk usaha yang lain.

  Buku ini mencoba memberikan pemaparan tentang beberapa persoalan tentang PT secara komprehensif dari sudut teoritik ter- utama berkaitan dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) dan bagaimana doktrin pierc-

  

ing the corporate veil dapat diterapkan pada suatu perseroan terba-

  tas dan penerapan doktrin piercing the corporate veil dalam Undang- Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

  Atas tersusunnya buku ini penulis tak lupa menghaturkan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada Dr. Ir. Rahmanta Setiahadi, MP selaku Rektor Universitas Merdeka Madiun yang terus memberikan dorongan semangat kepada civitas akademika untuk dapat eksis dalam kajian-kajian ilmiah dan penulisan buku. Tidak lupa pula pada Dekan Fakultas Hukum Universitas Merde- ka Madiun yang memberikan dorongan semangat serta rekan- rekan sejawat di Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun yang selalu memberikan support, saran dan kritik yang sangat ber- harga bagi kesempurnaan buku ini..

  Kesempurnaan adalah milik Sang Pemberi Hidup dan ke- terbatasan adalah milik penulis. Buku ini tentu masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Tegur sapa dan kritik dari pembaca akan sangat membantu penulis dalam menyempur- nakan buku ini. Akhirnya dengan rasa kerendahan hati, semoga buku ini menjadi setitik harapan yang membasahi dahaga keil- muan khususnya ilmu hokum dan semoga buku ini dapat mem- berikan kemanfaatan bagi umat.

  Madiun, Januari 2017 Penulis

  

D a f t a r I s i

KATA PENGANTAR .....................................................................................3

DAFTAR ISI ....................................................................................................5

  

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................7

A. Tata Kelola Perusahaan ..............................................................7 B. Perseroan Terbatas Perspektif Undang-Undang Nomor

  40 Tahun 2007 .............................................................................11

  BAB II TEORI PENDIRIAN PERUSAHAAN DAN NORMA- NORMA YANG MENGATUR PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE) ..................................................25 A. Teori Pendirian Perseroan .......................................................25 B. Prinsip-prinsip Pengelolaan Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) .................................................................28 C. Norma-Norma Yang Mengatur Tentang Prinsip-Prinsip

Pengeloaan Perusahaan Yang Baik (Good Corparate

Governance ) ..................................................................................37

BAB III PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN PERUSAHAAN YANG

BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS ....................................42 A. Norma-norma yang Mengatur Pengelolaan Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) Dalam Undang-

Undang Nomor 40 Tahun2007 tentang Perseroan

Terbatas .......................................................................................42

  B. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Perusahaan Yang Baik

(Good Corporate Governance) dalam Undang-Undang

  Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Terhadap Perlindungan Hukum bagi Stakeholders ..............49

  

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS PERSEROAN ...............62

A. Tanggung Jawab Terbatas Pengurus Perseroan ...................62 B. Organ-Organ Perseroan Terbatas ..........................................65

BAB V DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM

PERSEROAN TERBATAS ..........................................................83 A. Doktrin Piercing The Corporate Veil .........................................83 B. Pertanggungjawaban Pengurus Perseroan ...........................87 C. Tanggung Jawab dan Kewenangan Direksi .........................91

D. Penerapan Doktrin Piercing The Corporate Veil pada

Perseroan Terbatas .................................................................100 BAB VI PENERAPAN DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN

TERBATAS ...................................................................................109

A. Pengaturan Doktrin Piercing The Corporate Veil di Beberapa Negara .....................................................................109

B. Penerapan Doktrin Piercing The Corporate Veil dalam

Undang-Undang Perseroan Terbatas ...................................112

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................129

LAMPIRAN ..................................................................................................133

TENTANG PENULIS .................................................................................274

BAB I P E N D A H U L U A N A. Tata Kelola Perusahaan Pembangunan bidang ekonomi di Indonesia telah berja-

  lan setelah kemerdekaan dengan dasar-dasar pengelolaan per- ekonomian negara yang diatur dalam Pasal 33 ayat (1) hasil amandemen IV UUD 1945 disebutkan “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” telah membawa perubahan dalam masyarakat Indonesia yang di- gerakkan oleh pembangunan ekonomi dengan berbagai eskalasi dan dinamikanya, perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif dalam rangka 1 pengelolaan perusahaan yang baik . Menurut Nindyo Pramono hal tersebut telah menjadi fenomena baru dalam tata kelola korporasi pasca krisis tahun 1997 bagi pihak ketiga yang ber- hubungan dengan perusahaan, sehingga dapat terlindungi hak dan kewajibannya, maka melalui pengelolaan perusahaan yang 2 baik (good corporate governance), sejatinya tidak hanya dise- rahkan semata-mata kepada itikad baik Direksi dan Komisa- ris, maka suatu perusahaan harus memberikan insentif yang memadai bagi Komisaris dan Direksi untuk mencapai tujuan perusahaan demi kepentingan perusahaan dan pemegang sa- 3 hamnya.

  Pengelolaan perusahaan yang baik adalah suatu proses dan struktur yang digunakan untuk meningkatkan keberhasi- lan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna meningkatkan nilai perusahaan (corporate value) dalam jangka panjang dengan

  

1 Ilmar Aminuddin, 2004. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, hal. 1.

  

2 Nindyo Pramono, 2006. Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual. Bandung: Citra Aditya Bakti, hal.

  87.

  

3 Ridwan Khairandy dan Camelia Malik. 2007. Good Corporate Governance Perkembangan Pe-

mikiran dan Implementasinya di Indonesia dalam Perspektif Hukum. Yogyakarta : Kreasi Total Media, hal. 1. memperhatikan kepentingan stakeholders berlandaskan mo- ral, etika, dan peraturan perundang-undangan dibagi 3 (tiga) aktivitas: menerapkan kebijakan nasional, menyempurnakan 4 kerangka regulasi, dan membangun inisiatif sektor swasta.

  Pada tanggal 16 Agustus 2007, Pemerintah Republik In- donesia telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) yang berfungsi untuk mengatur kegiatan suatu perusahaan yang melingkupi aspek organisasi, bisnis, dan budaya perusa- 5 haan.

  Prinsip-prinsip yang ada dalam pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), yaitu: transparansi (trans-

  

parency ), pengungkapan (disclosure), kemandirian (independence),

akuntabilitas (accontability), pertanggungjawaban (responsibility),

6 keadilan (fairness).

  Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 hadir untuk mengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perse- roan Terbatas karena dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga per- lu diganti dengan undang-undang yang baru sehingga menjadi landasan hukum pembangunan sektor ekonomi dan kerangka hukum bagi pengaturan penerapan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) pada suatu pe- rusahaan di Indonesia.

  Hukum dan standar yang merumuskan hak dan tanggung jawab para pemegang saham, fungsi, dan tanggung jawab dewan komisaris berbeda-beda antara negara yang menganut sistem Anglo Saxon dengan Eropa Kontinental. Di Inggris dan Amerika Serikat yang dipengaruhi oleh model Anglo Saxon, modelnya berbasis pada single board system, sehingga keang- gotaan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi tidak dipisahkan. Dalam model ini, anggota dewan komisaris merangkap sebagai

  

4 Hasnati, 2004. Peranan Komite Audit Dalam Organ Perseroan Terbatas Dalam Kerangka Good

Corporate Governance. Yogyakarta: FH UII Press, hal. 21.

  

5 Munir Fuady, 2002. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung: Citra

Aditya Bakti, hal. 39.

  

6 Misahardi Wilamarta, 2002. Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Rangka Good Corporate Governance. Tesis, Pascasarjana, FHUI Depok, hal.: 2-3. Dewan Direksi dan kedua organ inilah yang disebut seba- gai Board of Directors. Perusahaan di Indonesia sendiri umumnya menggunakan sistem Eropa Kontinental yang disebut dengan two

  

board system . Dalam sistem ini terdapat pemisahan yang tegas

  antara Keanggotaan Dewan Komisaris sebagai pengawas, dan Dewan Direksi sebagai eksekutif dalam perusahaan. Berdasar- kan sistematika Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 ten- tang Perseroan Terbatas sendiri yang menganut model tersebut telah membedakan tugas dan kewenangan antara direksi dengan komisaris untuk menyesuaikan penerapan prinsip-prinsip pe- ngelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance).

  Budaya hukum Indonesia banyak mempengaruhi tingkah laku pengelolaan perusahaan di Indonesia, yaitu patrimonialism sebagai konsep sosiologi yang dinyatakan Max Weber mengacu pada sistem hubungan patriarki, termasuk dalam konteks sosial, bisnis, dan politik, sehingga berdampak pada pengelolaan pe- 7 rusahaan di Indonesia.

  Perlindungan hukum bagi stakeholders, termasuk peme- gang saham minoritas belum optimal dikarenakan: pertama, posisi dan lemahnya peranan stakeholders maupun penge- lola perusahaan itu sendiri; kedua, pengamatan pasar masih kurang, karena stakeholders dan pesaing sering sebagai bagian konglomerat yang dimiliki oleh keluarga yang sama juga ikut memiliki perusahaan pemberi pinjaman dana; ketiga, perlin- dungan hukum stakeholders masih lemah akibat sistem peradi- lan yang tidak efisien termasuk Undang-undang Kepailitan dan prosedurnya tidak aktif di Indonesia.

  Kedudukan direksi dan komisaris pada suatu perseroan terbatas tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai sebuah institusi atau badan yang melakukan aktivitas usaha untuk mencari keuntungan ekonomis semata, tetapi memperhatikan pula kepentingan stakeholders supaya terlindungi hak-haknya. Direksi berkewajiban melaksanakan tugasnya tidak melampui wewenangnya, sehingga dilakukan pengawasan oleh dewan komisaris dan dibatasi rapat umum pemegang saham (RUPS)

7 Benny S. Tabalujan, 2002. “Why Indonesian Corporate Governance Failed Conjectures Con- cerning Legal Culture”. Columbia Journal of Asian Law, Spring 2002, p. 165.

  sebagai pemilik perseroan melalui ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang tentang Pasar Modal untuk perusahaan terbuka, dan Anggaran Dasar dari perseroan yang bersangkutan. Adanya perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham, persamaan perlakuan pe- megang saham, dan fungsi dewan komisaris perusahaan serta peranan stakeholders karena lemahnya penerapan pengelo- laan perusahaan yang baik di Indonesia berkenaan dengan 8 penegakan hukum (law enforcement).

  Selain itu rendahnya transparansi (transparency) suatu peru- sahaan, padahal akar budaya Indonesia belum terbiasa dengan transparansi atau keterbukaan, seperti pengungkapan agenda rapat dan tingkat kehadiran komisaris dan direksi, pengung- kapan laporan keuangan, pengungkapan perbedaan pendapat

  

(dissenting opinion) antar komisaris, direksi, dan akses untuk

  memperoleh informasi tentang baik buruknya kinerja perusa- haan oleh pemegang saham juga belum sepenuhnya terakomo- 9 dasi dengan baik.

  Salah satu prinsip keterbukaan atau transparansi adalah mengatur fungsi direksi perusahaan, komite audit, dan pen- gungkapan informasi perusahaan secara transparan serta etika bisnis, kerahasiaan, dan anti korupsi juga akuntabilitas de- wan komisaris (Board of Directors). Hal tersebut relevan dengan

  Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN jo. Pasal 66 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mewajibkan Direksi menyam- paikan laporan tahunan kepada RUPS untuk mencegah penya- lahgunaan wewenang dan timbul konflik kepentingan antara Direksi dan Komisaris, timbul biaya (cost) yang muncul dari 10 ketidaksempurnaan penyusunan antara agents dan principals. Permasalahan lain, prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik pada perusahaan di Indonesia adalah adanya infor- masi asimetris tanpa memperhatikan kepentingan pemegang 8 Ridwan Khairandy, Op-Cit, hal. 163.

  

9 Alijoyo, Antonius dan Subarto Zaini.2004. Komisaris Independen, Penggerak Praktik GCG di

Perusahaan. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta, hal :34

  10 Misahardi,Wilamarta, Op Cit, hal :27-28 saham (stakeholders) padahal yang harus dilindungi adalah kepentingan masyarakat sekitar tempat perusahaan itu berada yang tidak semata-mata mencari keuntungan dengan mengem- 11 bangkan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

  Hukum perusahaan di Indonesia, dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mengenal prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corpo-

  

rate governance ), walaupun pengaturannya relatif sumir, karena

  belum atau tidak diterapkan prinsip-prinsip tersebut, misalnya prinsip pencatatan saham atau bukti pemilikan maupun prin- sip perolehan informasi yang relevan mengenai perseroan pada waktu yang tepat, kecuali pada perusahaan publik masih belum sepenuhnya diterapkan. Bagi perusahaan swasta yang berskala menengah dan kecil yang kebanyakan tidak tercatat, bahkan jarang dilakukan pertanggungjawaban direksi pada setiap akhir tahun buku perseroan atau dilakukan audit, sehingga tidak memberikan jaminan perlindungan hukum bagi para stakeholders.

  

B. Perseroan Terbatas Perspektif Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007

  Pada tanggal 16 Agustus 2007 UUPT diundangkan oleh pemerintah, yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 ten- tang Perseroan Terbatas menggantikan UUPT Tahun 1995 yang diundangkan tanggal 7 Maret 1995 untuk menggantikan KUHD dan KUH Perdata. Kata “perseroan” menunjuk kepada modal- nya yang terdiri atas sero (saham). Kata “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi 12 nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya

  Hakikat Perseroan, di dalam undang-undang ini ditegas- kan bahwa Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melaku- kan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya ter- bagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan

  

11 IndraSurya,dan Ivan Yustiavandana. 2006. Penerapan Good Corporate Governance Mengesa-

mpingkan Hak-hak Istimewa demi Kelangsungan Usaha. Jakarta:Prenada Media Group dan LK-

PMK FH UI, hal : 6

  

12 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 1999. Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 1. dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya un- tuk memperoleh layanan yang cepat.

  Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ini mengatur tata cara: a) pengajuan permohonan dan pemberian pengesahan status badan hukum, b) pengajuan permohonan dan pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar, c) penyampaian pemberitahuan dan penerimaan pem- beritahuan perubahan anggaran dasar dan/atau pemberita- huan dan penerimaan pemberitahuan perubahan data lainnya, yang dilakukan melalui jasa teknologi informasi sistem admi- nistrasi badan hukum secara elektronik selain tetap dimung- kinkan menggunakan sistem manual dalam keadaan tertentu.

  Adapun materi dari Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 ini secara umum mengandung 11 (sebelas) bagian pengaturan, yaitu:

  a. Bab I Pasal 1 – Pasal 6 tentang Ketentuan Umum;

  b. Bab II Pasal 7 – Pasal 30 tentang Pendirian, Anggaran Dasar, dan Perubahan Anggaran Dasar, Daftar Perseroan dan Pengumuman; c. Bab III Pasal 31 – Pasal 62 tentang Modal dan Saham;

  d. Bab IV Pasal 63 – Pasal 73 tentang Rencana Kerja, Laporan Tahunan, dan Penggunaan Laba;

  e. Bab V Pasal 74 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Ling- kungan; f. Bab VI Pasal 75 – Pasal 91 tentang Rapat Umum Peme- gang Saham; g. Bab VII Pasal 92 – Pasal 121 tentang Direksi dan Dewan

  Komisaris;

  h. Bab VIII Pasal 122 – Pasal 137 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pemisahan; i. Bab IX Pasal 138 – Pasal 141 tentang Pemeriksaan Terha- dap Perseroan; j. Bab X Pasal 142 – Pasal 152 tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Berakhirnya Status Badan Hukum Perse- roan; k. Bab XII Pasal 154 – Pasal 156 tentang Ketentuan Lain-lain.

  

1. Pengertian, Pendirian, dan Pembubaran Perseroan Terbatas

  Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) banyak orang- orang berlomba mendirikan perusahaan perseroan terbatas (PT), baik perusahaan patungan (joint venture) maupun perusahaan nasional.

  Alasan badan usaha berbentuk perseroan terbata (PT) ini ba- nyak diminati oleh para pengusaha Indonesia maupun asing kare- na PT pada umumnya mempunyai kemampuan untuk mengem- bangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai wahana yang potensiil untuk memperoleh keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham). Bentuk badan usaha ini PT diminati oleh 13 masyarakat . Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No- mor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan: Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: Perseroan Terbatas, selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan ditetapkan undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Dalam UUPT 2007 Pasal 5 ayat (1) bahwa Perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar yang sekaligus sebagai kantor pusat perseroan.

  Perseroan wajib memilih alamat di tempat kedudukannya yang harus disebutkan, antara lain dalam surat-menyurat dan

  

13 Sri Redjeki Hartono, 2006. Permasalahan Seputar Hukum Bisnis: Persembahan Kepada Sang

Maha Guru. Yogyakarta: Genta Press, hal. 2.

  14

  melalui alamat tersebut perseroan dapat dihubungi. Sedang- kan dalam UUPT 2007 Pasal 6 disebutkan Perseroan didirikan untuk jangka waktu terbatas atau tidak terbatas sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar. Adapun pendirian badan hu- kum perseroan terbatas (PT) berdasarkan ketentuan UUPT 2007

  Pasal 7 ditentu kan: ayat ( 1): Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Sedangkan ayat (4): Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputu- san menteri mengenai pengesahan badan hukum. Dalam Pasal 9 ayat (1) ditentukan untuk memperoleh keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana di- maksud dalam Pasal 7 ayat (4), pendiri bersama-sama mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informas sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi format isian yang memuat: a. nama dan tempat kedudukan Perseroan; b. jangka waktu berdirinya Perseroan; c. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan; d. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal dise- tor; e. alamat lengkap Perseroan. Selanjutnya Menteri mengumumkan badan hukum perse- roan terbatas ditentukan dalam Pasal 30 ayat (1), yaitu: Men- teri mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia:

  a. akta pendirian Perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (4); b. akta perubahan anggaran dasar Perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana dimaksud dalam pasal

  21 ayat (1);

  c. akta perubahan anggaran dasar telah diterima pem- beritahuannya oleh Menteri.

14 I.G. Ray Widjaya, 2002. Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas. Jakarta: Megapoin Kesaint Blanc, hal. 6.

  Pembubaran berakhirnya status badan hukum perseroan ter- batas: Pembubaran Perseroan terjadi:

  a. berdasarkan keputusan RUPS;

  b. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir; c. berdasarkan penetapan pengadilan;

  d. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan; e. karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;

  f. atau karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai de- ngan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  g. memperoleh keputusan pengesahan badan hukum Perse- roan; h. memperoleh keputusan persetujuan perubahan angga- ran dasar (Pasal 142 UUPT 2007); Likuidator atau kurator akan bertanggung jawab dalam hal terjadi pembubaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a) wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator, b) Perseroan tidak dapat melaku- kan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka likuidasi (Pasal 142 ayat (2) UUPT 2007). Likuidator juga bertanggung jawab untuk memberitahukan pembubaran perseroan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh hari), yaitu: a) kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan pembuba- ran Perseroan dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia, b) pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk di- catat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi. (Pasal 147 ayat (1)).

  Direksi dapat bertindak selaku likuidator yang ditentu- kan: “Dalam hal pembubaran terjadi berdasarkan keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam angga- ran dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan ber- dasarkan keputusan pengadilan niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator, Direksi bertindak selaku likuidator. (Pasal 142 ayat (3) UUPT 2007)”. Sedangkan Pengadilan Niaga dapat mem- bubarkan perseroan dan memutuskan pemberhentian kurator. Dalam hal pembubaran Perseroan terjadi dengan dicabutnya kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, penga- dilan niaga sekaligus memutuskan pemberhentian kurator den- gan memperhatikan ketentuan dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. (Pasal 142 ayat (4) UUPT).

  

2. Tujuan Pendirian dan Kegiatan Usaha Perseroan

Terbatas

  Menurut ketentuan UUPT 2007 dalam Pasal 2 disebutkan bahwa Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan ser- ta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. Perusahaan mempunyai kegiatan usaha, sehingga perseroan mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usa- ha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perun- dang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan (Pasal

  2 UUPT 2007).

  

3. Bentuk Hukum Badan Usaha Perseroan Terbatas

  Subjek hukum dapat dibagi 2 (dua), yaitu subjek hukum “orang” dan subjek hukum yang “bukan orang”. Adapun yang bukan orang dapat dibagi menjadi “badan hukum” dan “bukan badan hukum”. Badan hukum dapat dibagi menjadi badan hu- kum “publik” dan badan hukum “privat”. Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tersebut secara tegas disebutkan bahwa perseroan adalah “badan hukum”. Namun di sini perlu diperhatikan bahwa suatu perseroan, baru dapat disebut atau diakui seb- agai badan hukum apabila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan atau sesuai dengan ketentuan undang-undang.

  Perseroan Terbatas (PT) sejak diun dangk ann ya Undang- undang Nomor 1 Tahun 1995 hingga sekarang Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Perseroan Terbatas tidak pernah men- galami bentuk hukumsebagai badan usaha, yaitu perseroan terbatas (PT). Unsur-unsur badan hukum Perseroan Terbatas (perseroan), yaitu:

  a. badan hukum yang merupakan persekutuan modal;

  b. didirikan berdasarkan perjanjian;

  c. melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham; d. memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang- undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

  Perseroan Terbatas Pasal 1 ayat (1) yang menegaskan bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum perseroan dibentuk berdasarkan “perjanjian” yang artinya sekurang-kurangnya didirikan oleh dua orang/pihak dengan menganut asas perjan- jian, bukan asas institusi berlaku selama ini. Sebagai akibat diben- tuknya Perseroan Terbatas maka:

a. Terciptanya badan hukum (legal person/legal entity atau

  rechts persoon/a person in law);

  b, Perseroan Terbatas mempunyai rangkaian yang kekal/ langgeng (perpetual succession), keberadaann ya berlang- sung terus sampaidibubarkan secara hukum (liquidated);

  c. Hukum memperlakukan pemilik dan pengurus terpisah dari Perseroan Terbatas (separate legal personality - as a sepa-

  rate person )

  d. Perseroan Terbatas sebagai manusia buatan/artificial person adalah kebalikan dari manusia atau orang (natu- ral person).

  Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau antara 2 (dua) orang itu saling berjan- ji untuk melaksanakan sesuatu hal. Ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyebutkan adanya per- setujuan kehendak antara para pihak yang membuat suatu 15 perjanjian (konsensus).

  Selanjutnya konsekuensi Perseroan Terbatas (PT) sebagai suatu badan hukum sebagai berikut ini: a. PT dapat memiliki harta kekayaan (property) atas nama- nya; b. Pemilik tidak berkepentingan dalam kekayaan PT (have no

  interest );

  c. Pemilik tidak bertanggung jawab atas utang-utang PT;

  d. Pemilik tidak bisa digugat langsung oleh kreditor, dalam hal tanggung jawab yang ditimbulkan oleh perseroan. Badan hukum selain manusia perseorangan dianggap dapat bertindak dalam hukum mempun yai hak, kewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang atau badan lain . Badan hukum adalah suatu badan (entity) yang keberadaan- 16 nya terjadi karena hukum atau undang-undang . Status badan hukum harus memenuhi persyaratan setelah akta pendirian mendapat pengesahan Menteri: Perseroan mem- peroleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya kepu- tusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan (Pasal 7 ayat (4) UUPT 2007). Hak dan kewajiban badan hukum 17 terpisah dari hak dan kewajiban anggotanya. Badan hukum

  (rechtpersoon) adalah badan yang dapat mempunyai harta, hak 18 serta kewajiban seperti orang pribadi.

  Badan hukum, yaitu kumpulan dari orang-orang bersama- sama mendirikan suatu badan (perhimpunan) dan kumpulan

  

15 R. Subekti dan Tjitrosudibio, 1977. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya

Paramita, hal. 20.

  16 IG Ray Widjaya, Op-Cit, hal. 6.

  17 Ali Chaidir, 1991. Badan Hukum. Bandung: Alumni, hal. 29.

  

18 Soemitro Rahmad, 1979. Penuntun Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perse- roan. Bandung: Eresco, hal. 22. harta kekayaan yang berdiri secara sendiri untuk tujuan tertentu . Hubungan antara unsur-unsur perseroan, mulai RUPS, direk- si, dan komisaris dengan calon investor, kreditur, dan kreditur perusahaan .Teori yang dikemukakan oleh para ahli mengenai 19 badan hukum ini , sebagai berikut: a. Teori fictie dari Von Savigny Badan hukum itu semata-mata buatan negara saja.

  Menurut alam hanya manusia sebagai subyek hukum, badan hukum itu hanya fictie saja, yaitu sesuatu yang sesungguhnnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu pelaku hukum (badan hukum) yang se- bagai subyek hukum diperhitungkan sama dengan manusia.

  b. Teori harta kekayaan bertujuan dari Brinz Menurut teori ini hanya manusia saja yang dapat menjadi subyek hukum. Namun juga tidak dapat dibantah hak atas suatu kekayaan, sedangkan tiada manusia pun yang menjadi pendukung hak-hak itu.

  c. Teori organ dari Otto van Gierke Badan hukum itu adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di dalam pergaulan hukum.

  d. Teori Propriete Cellective dari Planiol Menurut teori ini, hak dan kewajiban badan hukum itu pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Selain hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu merupakan harta kekayan bersama.

19 Rudhi Prasetyo, 2001. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai dengan Ulasan Menu- rut Undang-Undang nomor 1 Tahun 1995. Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 9.

4. Organ Perseroan Terbatas

a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

  Setelah Perseroan Terbatas berstatus sebagai badan hukum, sesuai dengan ketentuan UUPT 2007 Pasal 7 ayat (4) bahwa Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai penge- sahan badan hukum Perseroan, maka pemegang saham Perseroan Terbatas tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan serta tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya.

  Pertanggungjawaban pemegang saham dalam Persero- an Terbatas itu terbatas, pemegang saham dalam Perseroan Terbatas secara pasti tidak akan memikul kerugian hutang Perseroan Terbatas lebih dari bagian harta kekayaan yang di- tanamkannya dalam Perseroan Terbatas. Tanggung jawab dari perusahaan (Perseroan Terbatas) itu sendiri tidak ter- batas, apabila terjadi hutang atau kerugian-kerugian dalam Perseroan Terbatas, maka hutang atau kerugian itu akan semata-mata dibayar secukupnya dari harta kekayaan yang tersedia dalam Perseroan Terbatas. Hal tersebut dikarena- kan adanya doktrin corporate separate legal personality yang esensinya bahwa suatu perusahaan, dalam hal ini Perseroan Terbatas, mempunyai personalitas atau kepribadian yang berbeda dari orang yang mendirikan Perseroan Terbatas.

  Doktrin dasar perseroan terbatas adalah bahwa perse- roan merupakan kesatuan hukum yang terpisah dari subjek hukum pribadi yang menjadi pendiri atau pemegang sa- ham dari perseroan tersebut. Ada suatu tabir (veil) pemisah antara perseroan sebagai suatu legal entity dengan para pemegang saham perseroan dengan keterbatasan tanggung jawab pemegang saham yang dapat ditembus atau ditero- bos, sehingga tanggung jawab pemegang saham menjadi tidak lagi terbatas.

  Penerobosan atau penyingkapan tabir keterbatasan tang- gung jawab pemegang saham Perseroan Terbatas (corporate

  

veil) itu dikenal dengan istilah piercing the corporate veil atau

lifting the corporate veil. Lebih lanjut dikemukakan bahwa

  dalam konteks piercing the corporate veil, pengadilan dapat menerobos keterbatasan tanggung jawab pemegang saham perseroan apabila dipenuhi empat persyaratan, yaitu; the

  

controlled company, the alter ego company, undercapitalization,

and assumsion of liability. Prinsip dengan istilah the right

of shareholders, yaitu prinsip-prinsip perlindungan terhadap

  hak-hak pemegang saham. Adapun kerangka kerja pen- gelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) harus melindungi hak-hak pemegang saham yang meliputi: 1). Hak-hak pemegang saham yang mencakup:

  a) metode dalam pencatatan kepemilikian (ownership

  registration );

  b) mengalihkan (covey) atau pemindahan saham;

  c) memperoleh informasi yang relevan tentang perusa- haan pada waktu yang tepat dan berkala; d) berpartisipasi dan memberikan suara dalam RUPS;

  e) memilih anggota dewan komisaris;

  f) mendapatkan pembagian laba perusahaan; 2). Pemegang saham berhak berpartisipasi secara mema- dai diberi informasi keputusan yang berkaitan dengan perubahan perusahaan fundamental, seperti: perubahan anggaran dasar atau dokumen sejenis dari perusahaan, otoritas tambahan saham, transaksi luar biasa akibat pen- jualan perusahaan;

  3). Pemegang saham mempunyai hak untuk berpartisipasi secara memadai, diberi informasi tentang keputusan yang berkaitan dengan perubahan perusahaan yang fundamental, seperti: perubahan anggaran dasar atau dokumen sejenis dari perusahaan, otoritas tambahan saham, dan transaksi-transaksi yang luar biasa sebagai akibat dari pernjualan perusahaan;

  4). Pemegang saham harus mempunyai kesempatan ber- partisipasi secara efektif dan memberi suara dalam rapat umum pemegang saham (general shareholder meeting) dan harus diberi informasi tentang peraturan, mencakup pro- ses pemberian suara yang mempengaruhi RUPS;

  5). Struktur modal yang memungkinkan pemegang saham tertentu untuk memperoleh suatu tingkat pengendalian yang tidak seimbang atau sepadan dengan kepemilikan ekuitas mereka harus diungkap;

  6). Market for corporate control harus berfungsi dalam keadaan yang efisien dan transparan, misalnya peraturan dan pro- seder yang mempengaruhi akuisisi tentang pengendalian korporat dalam pasar modal, dan transaksi yang luar bi- asa, seperti merger, dan lain-lain;

  7). Pemegang saham termasuk investor kelembagaan ha- rus mempertimbangkan biaya dan manfaat untuk melak- sanakan hak pemberian suara. Ketentuan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor

  40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dapat diketahui bahwa tanggung jawab pemegang saham yang sifatnya terbatas dalam Perseroan Terbatas yang sudah berstatus badan hukum itu menjadi tidak berlaku lagi jika pemegang saham melakukan hal-hal seperti yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b UUPT.

b. Direksi Perseroan Terbatas

  Direksi Perseroan Terbatas menurut ketentuan UUPT 2007 Pasal 1 adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan angga- ran dasar. Hal tersebut dapat diketahui dari UUPT 2007 Pasal 97 ayat (3) yang mengatur bahwa Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Per- seroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai men- jalankan tugasnya sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

  c.

  Dewan Komisaris, Komisaris Independen, dan Komisaris Utusan Dewan Komisaris Perseroan Terbatas dalam UUPT 2007 Pasal 1 butir 6 adalah Organ Perseroan yang bertu- gas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat ke- pada Direksi. Status badan hukum Perseroan Terbatas juga berpengaruh terhadap tanggung jawab dewan komisaris Perseroan Terbatas.

  Berdasarkan ketentuan UUPT 2007 Pasal 117 ayat (1) di dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian we- wenang kepada Dewan Komisaris untuk memberikan per- setujuan atau bantuan Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Selain itu, menurut UUPT 2007 Pasal 118 ayat (1), berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Dalam Pasal 118 ayat (2) menegaskan bahwa Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka wak- tu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku semua ketentuan menge- nai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perse- roan dan pihak ketiga. Ketentuan tanggung jawab terbatas direksi Perseroan Terbatas juga berlaku terhadap komisaris.

  mmm

  

BAB II

T E O R I P E N D I R I A N P E R U S A H A A N

D A N N O R M A - N O R M A Y A N G

M E N G A T U R P R I N S I P - P R I N S I P P E N G E L O L A A N P E R U S A H A A N Y A N G B A I K

( GOOD CORPORATE GOVERNANCE)

A. Teori Pendirian Perseroan

1. Teori Contractual Theories

a. Legal Contractualism

  Berdasarkan Legal Contractual Theory, perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan per- janjian yang membatasi tanggung jawab sosial dan men- ciptakan entitas yang sulit dipengaruhi negara, karena keengganan perusahaan sebagai alat negara sehingga perusahaan diletakkan dalam hukum perdata meyakini keputusan suara mayoritas dalam perjanjian antar peme- gang saham mencerminkan arah dari perseroan itu sendi- 20 ri.

  Pemegang saham sebagai pemilik perusahaan ter- gantung direksi untuk mengoptimalkan dana investasi yang telah ditanamkan. Perseroan yang dimiliki peme- gang saham, memercayakan kepengurusan perseroan kepada direksi sebagai agen untuk memberikan keun-

20 I. Nyoman Tjager dkk. 2003. Corporate Governance, Tantangan dan Kesempatan bagi Komuni- tas Bisnis Indonesia. Jakarta: Prenhallindo, hal. 113.

  tungan semaksimal mungkin. Teori ini melihat suara mayoritas pemegang saham sebagai cerminan kehendak suatu perseroan. Perusahaan memiliki status secara poli- 21 tik maupun hukum terlepas campur tangan negara.

b. Economic Contractualism

  Analisis ekonomi dengan perspektif bahwa berdirinya perseroan adalah inisiatif dari para peme- gang saham, bukan datang dari keinginan negara. Chef- fin menyatakan hukum perusahaan diberlakukan pada perusahaan hanya berpengaruh sedikit dalam posisi ta- war yang ditanggung pada pendirian dan bentuk aktivi- 22 tas bisnis perseroan.

  Hukum perusahaan menyediakan aturan yang se- suai dengan harapan dari para investor (pemegang sa- ham) dan agen (direksi) . Keseluruhan pemegang saham mengadakan perjanjian dengan agen (direksi) dapat me- maksimalkan keuntungan. Hukum perusahaan dengan sendirinya akan mengurangi biaya yang timbul bagi per- 23 seroan.

  Kepentingan manajemen dan pihak pemegang sa- ham tidak selalu sejalan, potensi manajemen untuk menggunakan sumber daya perseroan untuk kepenti- ngan sendiri mendorong pemegang saham memaksakan bentuk perlindungan melalui perjanjian perusahaan. Aspek-aspek dalam pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) bahwa hukum perusahaan akan mengurangi biaya transaksi dengan mewajibkan adanya hak perlindungan layak bagi pemegang saham sesuai ke- inginan mereka, hak penting untuk menolak transaksi tidak wajar. Hukum perusahaan dilihat sebagai aturan yang diadopsi untuk mengurangi cost hanya untuk ke- pentingan segelintir orang. Premis, bahwa kebebasan 21 Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Op-Cit, hal. 19.

  22 Ibid, hal. 20.