Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbuka Dalam Kerangka Good Corporate Governance Di Pasar Modal
TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBUKA DALAM KERANGKA GOOD CORPORATE GOVERNANCE
DI PASAR MODAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas – tugas Dalam Memenuhi Syarat –syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
TIVANI RUSLAN HSB NIM : 060200271
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBUKA DALAM KERANGKA GOOD CORPORATE GOVERNANCE
DI PASAR MODAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas – tugas Dalam Memenuhi Syarat –syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
TIVANI RUSLAN HSB NIM : 060200271
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN Ketua Departemen,
NIP : 196204211988031004 Prof. Dr. Tan Kamello S,H., M.S.
Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,
Prof. Dr. Tan Kamello S,H., M.S. Puspa Melati Hsb, SH.MHum. NIP : 196204211988031004 NIP : 196801281994032001
(3)
ABSTRAK
Tanggung jawab Direksi adalah bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, yang terdapat dalam UU No 40 Tahun 2007. Mengingat sampai saat ini merupakan kerangka yang paling baik sesuai dengan asas- asas pemerintahan yang berlaku yaitu good corporate governance atau tata kelola perusahaan yang baik di dalam pasar modal yang harus dilakukan untuk mencapai suatu perusahaan yang sehat sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi perumusan masalah adalah tugas dan tanggung jawab direksi terhadap pengurusan perseroan terbuka, Tanggung jawab direksi perseroan terbuka dalam kerangka good corporate governance di pasar modal, dan Penerapan good corporate governance terhadap perseroan terbuka di Pasar Modal. Adapun metode penulisan skripsi ini adalah metode pengumpulan data yaitu library research (penelitian kepustakaan). Kesimpulan dalam skripsi ini adalah Tugasnya dapat dikelompokkan menjadi tigayaitu: Tugas yang berdasarkan kepercayaan (fiduciary duties – trust and confidence),Tugas yang berdasarkan kecakapan, kehati – hatian dan ketekunan (duties of skill, care and diligence), tugas – tugas ini hanya merupakan aspek dari tugas – tugas Direktur agar tidak lalai (negligent) dalam pelaksanaan fungsinya. Perlu diketahui secara konsep the duty to be skillful berbeda dengan the duty to be careful dan the duty to be diligence, Tugas yang berdasarkan ketentuan Undang – Undang (statutoryduties) dan Tanggung jawab Direksi dapat dibedakan yaitu Tanggung Jawab internal Direksi yang meliputi tugas dan tanggung jawab Direksi terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan, Tanggung Jawab eksternal Direksi, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak langsung dengan perseroan. Bahwa secara umum, Tanggung jawab Direksi perseroan terbuka dalam kerangka good corporate governance di Pasar Modal, Karena UUPT merupakan kerangka paling penting bagi perundang – undangan yang ada mengenai Corporate Governance, Direksi bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas – tugasnya. Bahwa Penerapan prinsip Good Corporate Governance (pengelolaan perseroan yang baik) di Indonesia sangat dipengaruhi baik oleh faktor – faktor budaya maupun historis. Kedua aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan memiliki keterkaitan yang erat dengan elemen-elemen kemasyarakatan. Faktor-faktor tersebut memberikan kendala yang signifikan bagi pemerintah dalam memberlakukan dan menerapkan berbagai kebijakannya, kemajemukan dan kompleksitas masyarakat Indonesia juga merupakan faktor kesulitan lain dalam upaya menciptakan atau mengadopsi konsep-konsep manajemen/pengelolaan yang baik.
(4)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Dengan segenap keikhlasan hati, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Rabb penentu jalan hidup manusia Yang Maha Agung dan yang telah menghantarkan penulis hingga di batas ini, tidak lupa pula penulis ucapkan shalawat beriring salam kepada teladan kita Rasulullah SAW semoga mendapatkan syafaatnya di yaumul akhir kelak.
Skripsi ini ditulis guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum, Departemen Hukum Perdata Dagang, Universitas Sumatera Utara Penulis sangat menyadari bahwa kehadiran karya ini tidak terlepas dari perhatian, bimbingan, dorongan dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH MH, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Bapak Syafruddin SH M.Hum, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Bapak M. Husni, SH M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
(5)
5. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH. MS, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan dan juga selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan masukan-masukan yang sangat berharga.
6. Ibu Puspa Melati Hsb, SH M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan masukan-masukan yang sangat bermanfaat.
7. Bapak Kalelung Bukit, SH, selaku Dosen Wali penulis yang telah banyak memberikan masukan selama masa perkuliahan.
8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas pengabdian dan dedikasinya menyumbangkan ilmu dan mendidik penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum, dan seluruh staf administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
9. Yang paling saya sayangi di dunia ini yaitu kedua orang tuaku dan Nenek saya
tersayang…. Papaku Ir.H. Ruslan Hsb dan Mamaku Ir.Hj.Asra Nursery. Nenekku Hj. Astinur Terima kasih yang tak terhingga atas doa, curahan kasih sayang, dan segala bentuk dukungan yang selalu diberikan yang tidak mungkin dapat saya balas sampai kapanpun.
10. Abang kakak dan Adik- adikku Yusandy Aswad ST MT, Devi Margaretha SE,
M. Effendy Nugraha Hsb, Satria Nugraha Hsb, serta adikku yang paling kecil Ridovi Nugraha Hsb yang lucu. Terima kasih untuk semua bantuan dan kasih sayangnya selama ini.
(6)
11. Buat teman – temanku “Stambuk 2006” Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Khususnya Astrya, Prista, Yuni, Jenny, Vera, Vania, Mitha, Desy, Ela. Dan yang lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah mendorong penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
12. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
Akhir kata penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan sumbangan pemikiran yang bersifat membangun, agar bisa lebih baik lagi di kesempatan yang akan datang.
Medan, ………. 2010 Wassalam,
Penulis
Tivani Ruslan Hsb Iv
(7)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………... i
KATA PENGANTAR ………... ii
DAFTAR ISI ……… v
BAB I : PENDAHULUAN ………... 1
A.Latar Belakang ………... 1
B. Perumusan Masalah ………. 16
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ………... 17
D.Keaslian Penulisan ……….. 18
E. Tinjauan Kepustakaan ………. 18
F. Metode Penelitian ……… 23
G.Sistematika Penulisan ……….. 24
BAB II : HUKUM PERSEROAN TERBATAS ……….. 27
A.Pengertian Perseroan Terbatas ………... 27
B. Maksud Dan Tujuan Perseroan Terbatas ……… 31
C. Klasifikasi Perseroan Terbuka ………... 35
D.Pendirian Perseroan Terbatas ………... 38
E. Organ Direksi Perseroan Kewenangan Dan Tanggung Jawabnya …... 43
F. Ketentuan Hukum Yang Berlaku Bagi Perseroan Terbatas ……….. 48
G.Tanggung Jawab Perdata Dan Pidana Perseroan Terbatas ……… 50
BAB III : TINJAUAN UMUM GOOD CORPORATE GOVERNANCE …… 61
A.Sejarah Lahirnya Good Corporate Governance Di Indonesia ………... 61
B. Konsep Good Corporate Governance ………... 63
C. Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance Mengenai OECD …………. 70
D.Good Corporate Governance Dan Pengembangan Di Pasar Modal ………. 75
(8)
BAB IV : TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBUKA DALAM KERANGKA GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI PASAR
MODAL ……….. 88
A.Tugas dan Tanggung Jawab Direksi Terhadap Pengurusan Perseroan Terbuka ………. 88
B. Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbuka Dalam Kerangka Good Corporate Governance Di Pasar Modal ………. 95
C. Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Perseroan Terbuka Di Pasar Modal ……… 122
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ………... 132
A.Kesimpulan ……… 132
B. Saran ……… 134
DAFTAR PUSTAKA ………... 135
(9)
ABSTRAK
Tanggung jawab Direksi adalah bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, yang terdapat dalam UU No 40 Tahun 2007. Mengingat sampai saat ini merupakan kerangka yang paling baik sesuai dengan asas- asas pemerintahan yang berlaku yaitu good corporate governance atau tata kelola perusahaan yang baik di dalam pasar modal yang harus dilakukan untuk mencapai suatu perusahaan yang sehat sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi perumusan masalah adalah tugas dan tanggung jawab direksi terhadap pengurusan perseroan terbuka, Tanggung jawab direksi perseroan terbuka dalam kerangka good corporate governance di pasar modal, dan Penerapan good corporate governance terhadap perseroan terbuka di Pasar Modal. Adapun metode penulisan skripsi ini adalah metode pengumpulan data yaitu library research (penelitian kepustakaan). Kesimpulan dalam skripsi ini adalah Tugasnya dapat dikelompokkan menjadi tigayaitu: Tugas yang berdasarkan kepercayaan (fiduciary duties – trust and confidence),Tugas yang berdasarkan kecakapan, kehati – hatian dan ketekunan (duties of skill, care and diligence), tugas – tugas ini hanya merupakan aspek dari tugas – tugas Direktur agar tidak lalai (negligent) dalam pelaksanaan fungsinya. Perlu diketahui secara konsep the duty to be skillful berbeda dengan the duty to be careful dan the duty to be diligence, Tugas yang berdasarkan ketentuan Undang – Undang (statutoryduties) dan Tanggung jawab Direksi dapat dibedakan yaitu Tanggung Jawab internal Direksi yang meliputi tugas dan tanggung jawab Direksi terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan, Tanggung Jawab eksternal Direksi, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak langsung dengan perseroan. Bahwa secara umum, Tanggung jawab Direksi perseroan terbuka dalam kerangka good corporate governance di Pasar Modal, Karena UUPT merupakan kerangka paling penting bagi perundang – undangan yang ada mengenai Corporate Governance, Direksi bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas – tugasnya. Bahwa Penerapan prinsip Good Corporate Governance (pengelolaan perseroan yang baik) di Indonesia sangat dipengaruhi baik oleh faktor – faktor budaya maupun historis. Kedua aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan memiliki keterkaitan yang erat dengan elemen-elemen kemasyarakatan. Faktor-faktor tersebut memberikan kendala yang signifikan bagi pemerintah dalam memberlakukan dan menerapkan berbagai kebijakannya, kemajemukan dan kompleksitas masyarakat Indonesia juga merupakan faktor kesulitan lain dalam upaya menciptakan atau mengadopsi konsep-konsep manajemen/pengelolaan yang baik.
(10)
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang
Perusahaan (Bedriif) adalah suatu pengertian ekonomis yang banyak di pakai dalam kegiatan, usaha dan pekerjaan kehidupan sehari – hari dan banyak di pakai dalam Kitab Undang – Undang Hukum Dagang ( KUHD), Namun KUHD tidaklah memberikan penafsiran maupun penjelasan resmi tentang apakah perusahaan itu. Pihak pembentuk Undang – Undang agaknya berkehendak menyerahkan perumusan perusahaan kepada pandangan para ilmuwan, dan sehubungan dengan itu rumusan tentang perusahaan pernah diberikan oleh :1
1. “Menteri Kehakiman Belanda menyatakan Perusahaan adalah tindakan
ekonomi yang dilakukan secara terus menerus , tidak terputus – putus dan terang – terangan untuk memperoleh laba rugi bagi dirinya sendiri”.
2. “Menurut Molengraaff perusahaan harus mempunyai unsur – unsur terus
menerus atau tidak terputus – putus , secara terang – terangan karena berhubungan dengan pihak ketiga , kualitas tertentu karena dalam lapangan perniagaan, menyerahkan barang – barang, mengadakan perjanjian – perjanjian perdagangan dan harus bermaksud memperoleh laba”.
Dalam pelaksanannya perusahaan dalam dunia hukum indonesia dapat digolongkan menjadi dua macam yakni perusahaan yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum, keduanya dapat dibedakan melalui bentuk pertanggung
1
Prof.Drs.C.S.T. Kansil, S.H. Hukum Perusahaan Indonesia ( Aspek Hukum Dalam Hukum Ekonomi ), Bagian 1 jakarta , 2005, hlm 67
(11)
jawabannya Perusahaan atas gugatan dari pihak ketiga. Dimana pada Perusahaan yang berbadan hukum pertanggung jawabannya sebatas pada harta pengurus, misalnya, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer.
Undang – Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) secara tegas mengakui bahwa PT adalah Badan Hukum. Pasal 1 ayat (1) UUPT menegaskan bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang – Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.2
Suatu badan hukum dapat disebut sebagai badan hukum apabila telah dipenuhi beberapa syarat, yakni:3
1. Adanya harta kekayaan yang terpisah (hak – hak) dengan tujuan tertentu
terpisah dengan kekayaan pribadi antara anggota atau sekutu atau pemegang saham dan badan yang bersangkutan. Tegasnya ada pemisahan kekayaan antara kekayaan badan atau perusahaan dan kekayaan pribadi para anggota atau sekutu atau pemegang sahamnya;
2. Adanya kepentingan yang menjadi tujuan badan yang bersangkutan; 3. Adanya beberapa orang yang menjadi pengurus badan tersebut.
Ketiga syarat di atas merupakan syarat materiil bagi suatu badan hukum terpenuhinya syarat – syarat materiil tersebut belum dapat menjadikan lembaga tersebut badan hukum, ia juga harus memenuhi syarat – syarat formal badan hukum yakni syarat formal tersebut adalah adanya pengakuan dari Negara atau
2
Psl 1 UUPT 2007 3
(12)
Undang – Undang yang menyatakan bahwa lembaga itu adalah badan hukum. Perseroan Terbatas telah memenuhi syarat sebagai badan hukum.4
Badan hukum sebagai subjek hukum mencakup unsur – unsur sebagai berikut:5
1. Dapat memenuhi keputusan
2. Memiliki harta kekayaan sendiri 3. Dapat melakukan transaksi
4. Dapat mempunyai utang – piutang
5. Dapat menuntut dan dituntut sebagaimana layaknya manusia
6. Mempunyai hak dan kewajiban
Status Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, maka sejak saat itu hukum memperlakukan pemilik atau pemegang saham dan pengurus atau Direksi, terpisah dari Perseroan Terbatas itu sendiri yang dikenal dengan istilah “ Separate
legal personality” yaitu sebagai individu yang berdiri sendiri, dengan demikian
maka pemegang saham tidak mempunyai kepentingan – kepentingan dalam kekayaan Perseroan Terbatas, sehingga oleh sebab itu juga tidak bertanggung jawab atas utang – utang perusahaan atau PT.6
Ketentuan yang memuat persyaratan konstitutif badan hukum dapat dilihat dalam anggaran dasar dan atau peraturan perundang – undangan yang menunjukkan orang – orang yang dapat bertindak dan atas pertanggungjawaban badan hukum orang – orang tersebut disebut sebagai organ badan – badan yang merupakan suatu esensialia organisasi itu.
7
4
Ridwan Khairandy et . al, Pengantar Hukum Dagang Indonesia 1, Yogyakarta.2000,hlm 23 5
I.G. Rai Widrajaya, Hukum Perusahaan, ctk Ketiga, kesaint Blanc, Jakarta, 2003, hlm 131 6
Ibid. 7
Ali Ridho, Badan Hukum dan Kedudukan Hukum Perseroan dan Perkumpulan koperasi , yayasan, wakaf, Alumni Bandung. 1986 hlm 17
(13)
Perseroan tidak memiliki kehendak untuk menjalankan dirinya sendiri, untuk itulah maka diperlukan orang – orang yang akan menjalankan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan didirikannya Perseroan. orang – orang yang menjalankan, megelola, mengurus perseroan ini, dalam undang – undang Perseroan Terbatas disebut dengan istilah organ perseroan UUPT 2007, tetap mempertahankan pola organ perseroan yang diatur dahulu pada KUHD pada Pasal 44 ( Direksi atau Pengurus ), pasal 52 ( Dewan Komisaris ) dan pasal 55 ( RUPS). Pola Organ Perseroan yang diatur pada KUHD , dilanjutkan oleh UUPT 1995, berlanjut terus pada UUPT 2007.
Istilah organ perseroan ini dipakai sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) jo. Pasal 1 ayat 5, UUPT secara tegas menyebutkan bahwa organ perseroan terbatas mempunyai 3 (tiga) organ yang terdiri dari:
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
2. Direksi dan
3. Dewan Komisaris
Keberadaan RUPS sebagai organ perseroan, ditegaskan lagi pada Pasal 1 ayat 4 yang mengatakan, RUPS adalah organ perseroan. dengan demikian menurut hukum, RUPS adalah organ perseroan yang tidak dapat dipisahkan dari perseroan. Melalui RUPS tersebutlah para pemegang saham sebagai pemilik (eigenaar, owner) perseroan melakukan kontrol terhadap kepengurusan yang dilakukan direksi maupun terhadap kekayaan serta kebijakan kepengurusan yang
dijalankan manajemen perseroan8
8
Ibid., James D. Cox, cs, Dalam buku M. Yahya Harahap, S.H Hukum Perseroan Terbatas hlm , selanjutnya sebagai organ perseroan Direksi juga mempunyai kedudukan, kewenangan atau memiliki kapasitas dan kewajiban,
(14)
Direksi berfungsi menjalankan pengurusan perseroan tugas dan fungsi utama Direksi , menjalankan dan melaksanakan “ Pengurusan” ( beheer, administration
or management ) perseroan. Jadi perseroan diurus, dikelola atau di manage oleh
Direksi. Hal ini ditegaskan dalam beberapa ketentuan, seperti :
1. “Pasal 1 ayat (5) yang menegaskan, Direksi sebagai organ Perseroan
berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan”,
2. “Pasal 92 ayat (1) mengemukakan, Direksi menjalankan pengurusan
perseroan untuk kepentingan perseroan”.
Pengertian umum perseroan Direksi dalam konteks perseroan, meliputi tugas atau fungsi melaksanakan kekuasaan pengadministrasian dan pemeliharaan harta kekayaan perseroan. dengan kata lain, melaksanakan pengelolaan atau menangani bisnis perseroan dalam arti.9
Sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan perseroan dalam batas – batas kekuasaan atau kapasitas yang diberikan AD kepadanya.
10
1. Pasal 75 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa RUPS memiliki segala
wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang – undang (UUPT) dan/atau anggaran dasar (Perseroan Terbatas). Jadi secara umum, kewenangan apa saja yang tidak dapat diberikan kepada Direksi dan/atau Dewan Komisaris, menjadi kewenangan RUPS. Oleh karena itu, dapat dikatakan RUPS merupakan organ
Mengenai tugas dan wewenang masing – masing organ perseroan diatur dalam UUPT, beberapa yang terpenting diantaranya adalah:
9
Ibid ., Walter Woon, hlm 185 10
(15)
tertinggi perseroan. Namun , hal itu tidak persis demikian, karena pada dasarnya ketiga organ perseroan itu sejajar dan berdampingan sesuai dengan pemisahan kewenangan (separation of power ) yang diatur dalam undang – undang dan AD. Dengan demikian, tidak dapat dikatakan RUPS lebih tinggi dari Direksi dan Dewan Komisaris. masing- masing mempunyai posisi dan kewenangan sesuai dengan fungsi dan tanggung jawab yang mereka miliki.
2. Pasal 92 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa Direksi menjalankan
pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
3. Pasal 108 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa Dewan Komisaris
melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.
Rumusan pada pasal 92 ayat (1) UUPT dapat kita ketahui bahwa organ perseroan yang bertugas melakukan pengurusan perseroan adalah direksi. Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan adalah direksi. Direksi adalah sebagai organ Perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, seperti yang disebutkan dalam pasal 98 ayat (1). dan selanjutnya dalam pasal 97 ayat (2) UUPT menyatakan Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
Pada pokoknya tugas direksi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : 11
1. Tugas yang berdasarkan pada kepercayaan ( Fiduciary duties – trust and
confidence ).
2. Tugas yang berdasarkan kecakapan, kehati – hatian dan ketekunan ( duties of
skill, care, diligence), dan
3. Tugas yang berdasarkan ketentuan undang – undang (statutory duties ).
(16)
Selanjutnya Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan artinya secara “ Fiduciary” harus melaksanakan “standard of care”, Yang dimaksud dengan “fiduciary duty” adalah tugas yang dijalankan oleh Direksi dengan penuh tanggung jawab untuk kepentingan ( benefit ) orang atau pihak lain ( perseroan). Pengurusan perseroan sebenarnya hanya dapat dilakukan oleh Direksi kecuali dalam hal direksi tidak ada, Maka di dalam UUPT memberikan wewenang kepada Dewan Komisaris untuk melakukan pengurusan perseroan.
Selain itu ada 2 macam kewajiban Direksi, yaitu kewajiban Direksi yang berkaitan dengan perseroan, dan kewajiban direksi yang berkaitan dengan RUPS, berikut ini akan diuraikan keduanya:
Kewajiban Direksi yang berkaitan dengan Perseroan yakni Direksi wajib Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi , Membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 UUPT dan dokumen keuangan perseroan sebagaimana dalam Undang- Undang tentang dokumen perusahaan dan Memelihara seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan perseroan dan dokumen perseroan lainnya.12 Seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan perseroan, dan dokumen perseroan lainnya disimpan di tempat kedudukan perseroan.13
12
Pasal 100 ayat 1 UUPT 13
Pasal 100 ayat 2 UUPT
Atas permohonan tertulis di pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan
(17)
tahunan, serta mendapatkan salinan RUPS dan salinan laporan utama.14 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menutup kemungkinan peraturan perundang –undangan di bidang pasar modal menentukan lain.15 Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit apabila kegiatan usaha perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat; perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, Perseroan merupakan Perseroan Terbuka, Perseroan merupakan persero, perseroan merupakan asset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp 50.000.000.000,00 ( lima puluh miliar rupiah ) atau diwajibkan
dalam peraturan perundang – undangan16. Dalam hal kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 tidak dipenuhi, laporan keuangan tidak disahkan oleh RUPS17. Laporan atau audit akuntan publik disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.18
Neraca dan laporan laba rugi dari laporan keuangan sebagaimana dimaksud dengan kegiatan usaha perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan juga menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, dan perseroan merupakan perseroan terbuka setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan dalam satu surat kabar.
19
14
Pasal 100 ayat 3 UUPT 15
Pasal 100 ayat 4 UUPT 16
Pasal 68 ayat 1 UUPT 17
Pasal 68 ayat 2 UUPT 18
(18)
Pengumuman neraca dan laporan laba rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lambat 7 hari setelah mendapat pengesahan RUPS.20 Pengurangan besarnya jumlah nilai sebagaimana dimaksud pada perseroan mempunyai asset dengan jumlah nilai paling sedikit lima puluh miliar rupiah ditetapkan peraturan pemerintah. 21
Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang memuat sekurang – kurangnya nama alamat pemegang saham, jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham; jumlah yang disetor atas setiap klasifikasi saham, nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut, keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana yang di maksud dalam pasal 34 ayat (2).
22
Selain Daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta keluarganya dalam perseroan dan/atau pada perseroan lain serta tangga l saham itu
20
Pasal 68 ayat 5UUPT 21
Pasal 68 ayat 6 UUPT 22
(19)
diperoleh23. Dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat juga sebagai kepemilikan saham24
Daftar Pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat juga setiap perubahan kepemilikan saham
.
25
. Dalam hal peraturan perundang – undangan di bidang pasar modal tidak mengatur lain, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka26
Kewajiban Direksi yang berkaitan dengan RUPS yaitu : Direksi wajib meminta perserujuan RUPS untuk; mengalihkan kekayaan perseroan atau menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan yang merupakan lebih dari lima puluh persen jumlah kekayaan bersih perseroan dalam satu transaksi atau lebih baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
.
27
Transaksi sebagaimana yang dimaksud adalah transaksi pengalihan kekayaan bersih perseroan yang terjadi dalam jangka waktu satu tahun buku atau jangka waktu yang lebih lama sebagaimana yang dimaksud dalam anggaran perseroan
28
23
Pasal 50 ayat 2 UUPT 24
Pasal 50 ayat 3 UUPT 25
Pasal 50 ayat 4 UUPT 26
Pasal 50 ayat 5 UUPT 27
Pasal 102 ayat 1 UUPT .
(20)
Ketentuan yang dimaksud tidak berlaku terhadap tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang dilakukan oleh Direksi sebagai pelaksanaan kegiatan usaha perseroan sesuai dengan anggaran dasarnya.29
Perbuatan hukum sebagaimana yang dimaksud tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.
30
Ketentuan kourum kehadirandan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 mutatis mutandis berlaku bagi keputusan RUPS untuk menyetujui tindakan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
31
Dalam hal pengaturan perundang – undangan di bidang Pasar Modal tidak mengatur lain, ketentuan sebagaimana yang dimaksud diatas berlaku juga bagi perseroan terbuka. Karena seorang Direksi dalam pelaksanaan tugasnya tidak hanya terikat pada apa yang secara tegas dicantumkan dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan melainkan juga dapat menunjang atau memperlancar tugas – tugasnya ( sekunder ) namun masih berada dalam batas yang diperkenankan atau masih dalam ruang lingkup tugas dan kewajibannya (intra vires) asalkan sesuai dengan kebiasaan, kewajaran, dan kepatutan (tidak
ultra vires).32
29
Pasal 68 ayat 3 UUPT 30
Pasal 102 ayat (4) UUPT. 31
Pasal 102 ayat (5) UUPT. 32
I.G.Rai Widjaya, op.cit, hlm 226
(21)
Disebut intra vires seorang Direksi yang melakukan tugas – tugasnya masih berada dalam batas yang diperkenankan atau masih dalam ruang lingkup tugas dan kewajibannya, sedangkan disebut ultra vires apabila tindakan yang dilakukan berada diluar kapasitas perusahaan, yang dinyatakan dalam maksud dan tujuan perusahaan yang tercantum dalam anggaran dasar.33
Selain Doktrin tentang fiduciary duty, intra vires dan ultra vires, dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, pada saat sekarang ini ada istilah
corporate governance yang mengandung pengertian pengelolaan perusahaan
dapat meliputi kombinasi antara hukum, peraturan, aturan pendaftaran dan praktek pribadi yang menungkinkan perusahaan tersebut menarik modal masuk, berkinerja secara efisien, menghasilkan keuntungan dan memenuhi harapan masyarakat secara umum dan sekaligus kewajiban hukum.
Namun sehubungan dengan hal tersebut diatas perlu diperhatikan bahwa harus dibedakan antara ultra vires dengan suatu tindakan yang melanggar Anggaran Dasar atau penyalahgunaan wewenang Direksi, Demikian pula jangan sampai mengacaukan pengerian ultra vires dengan tindakan yang melanggar hukum atau bertentangan dengan ketertiban umum (illegal), Ultra vires harus digunakan hanya untuk tindakan yang benar – benar diluar kapasitas Perseroan.
34
Di Indonesia aturan mengenai Good Corporate Governance diatur dalam Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara No. KEP – 23/ M-PM.PBUMN/2000 tentang
33
(22)
pengembangan Praktek Good Corporate Governance dalam Perusahaan Perseroan ( PERSERO ) tertanggal 31 Mei 2000; dan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good
Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tertanggal 1
Agustus 2002. Prinsip – Prinsip yang ada di Good Corporate Governance adalah Prinsip Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, dan prinsip kewajaran, Meskipun prinsip – prinsip ini sudah diadopsi UUPT dengan prinsip Fiduciary
duty nya namun perlu diwaspadai perusahaan – perusahaan keluarga yang para
pemegang sahamnya memiliki hubungan keluarga dengan Direksi dan atau/Dewan Komisaris atau dengan orang – orang yang memegang posisi kunci dalam perseroan terafiliasi dan melibatkan mereka dalam transaksi afiliasi yang pada gilirannya mereka memperoleh deviden secara tidak langsung atau mungkin saja mereka terlibat perdagangan orang dalam kerjasama untuk kepentingan pribadi, atau menggunakan asset perusahaan untuk kepentingan keluarga/pemilik/
pemegang saham mayoritas melalui penguasaan mayoritas.35
Salah satu penunjang pembangunan ekonomi nasional khususnya dalam era globalisasi dengan semangat perdagangan bebasnya adalah pasar modal berikut perangkat operasional dan perangkat hukumnya. Dalam rangka menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan, meningkatkan pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi, pasar modal mempunyai peran strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia
35
Wahyono Darmabrata dan Ari Wahyudi Hertanto, “Implementasi Good Corporate Governance Dalam menyikapi Bentuk – Bentuk Penyimpangan Fiduciary Duty Direksi Dan Dewan Komisaris Direksi Perseroan Terbatas “artikel pada Jurnal Hukum Bisnis, edisi no 6 vol, 22, 2003, hlm 25
(23)
usaha termasuk usaha kecil dan menengah untuk pembangunan usahanya, sedangkan disisi lain pasar modal juga merupakan wahana investasi bagi
masyarakat termasuk pemodal kecil dan menengah.36
Salah satu contoh kasus yang terjadi di Indonesia adalah penyimpangan umum dari prinsip Good Corporate Governance, yang dilakukan oleh Direksi yaitu kasus PT. Bank Lippo Tbk.
Keadaan yang kurang kondusif bagi perlindungan pemegang saham public di pasar modal Indonesia. Menyebabkan para pemilik modal atau investor menjauhi pasar modal Indonesia. Untuk meningkatkan kembali investasi di pasar modal salah satunya melakukan pemulihan kepercayaan investor asing dengan meningkatkan ketaatan Good Corporate Governance, Implementasi GCG di pasar modal merupakan keharusan dalam rangka pemulihan kepercayaan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
37
Dalam keterangannya kepada wartawan (17/03), Ketua Badan Pengembangan Pasar Modal (BAPEPAM) Herdiwayatmo mengumumkan hasil pemeriksaan kasus PT Bank Lippo Tbk sehubungan dengan adanya dua versi laporan keuangan Bank Lippo yang dinilai membingungkan pemegang saham maupun masyarakat. Pada Kesempatan yang sama, Bank Indonesia, BPPN, dan Direktorat Jasa dan Lembaga Keuangan (DJKL) juga mengumumkan hasil pemeriksaannya terhadap kasus yang oleh seorang analisis diibaratkan sebagai
36
Penjelasan UU Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal 37
(24)
perampokan terhadap asset Negara.Bapepam menyimpulkan adanya kekurang hati – hatian dari Direksi PT. Bank Lippo Tbk dalam mencantumkan kata “ diaudit” dan opini wajar tanpa pengecualian pada laporan keuangan per 30 september 2002 yang diiklankan pada 28 November 2002 adalah laporan keuangan yang tidak diaudit. Kemudian Bapepam juga menemukan bukti bahwa laporan keuangan Bank lippo per 30 Desember 2002 yang disampaikan BEJ pada 27 Desember 2002 adalah laporan keuangan yang tidak disertai laporan auditor independen. Di laporan tersebut juga terdapat penilaian kembali terhadap agunan yang diambil alih (AYDA) dan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP). Jadi, Bapepam menyimpulkan bahwa perbedaan antara laporan keuangan Bank Lippo yang diiklankan pada 28 November 2002 dengan laporan keuangan yang disampaikan ke BEJ hanya disebabkan oleh adanya penyesuaian penilaian kembali atas AYDA dan PPAP. Saat ini pemeriksaan atas prosedur penilaian kembali AYDA dan prosedur audit atas beberapa akun laporan keuangan Bank Lippo per 30 september 2002 masih berlangsung. Kasus yang dialami oleh Bank Lippo tersebut dapat dikategorikan bentuk – bentuk penyimpangan Direksi dalam rangka Good Corporate Governance mengingat bahwa pengelolaan dan pengurusan kegiatan perseroan merupakan kewenangan Direksi, maka sedikit banyak terdapat peran direksi dalam menegakkan prinsip Good Corporate
Governance Perseroan Terbuka dalam pasar modal. Pada kasus tersebut di atas
pihak Direksi Bank Lippo tidak menyerahkan perhitungan tahunan perseroan kepada akuntan publik selain itu laporan tersebut tidak benar dan menyesatkan anggota masyarakat. Untuk memantau ketaatan pada pedoman Good Corporate
(25)
Governance, Direksi harus mengungkapkan keuangan maupun hal –hal lainnya
yang menyangkut perseroan, termasuk laporan tahunan dan laporan bulanan keuangan, Dari uraian diatas bahwa Direksi mempunyai tanggung jawab yang besar tehadap masyarakat dan pemegang saham.
B.Perumusan Masalah
Dalam Penulisan skripsi ini dirumuskan beberapa permasalahan yaitu :
1. Bagaimana Tugas Dan Tanggung Jawab Direksi Terhadap Pengurusan
Perseroan Terbuka ?
2. Bagaimana Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbuka Dalam Kerangka
Good Corporate Governance Di Pasar Modal ?
3. Bagaimana Penerapan Good Corporate Governance terhadap Perseroan
(26)
C.Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Tugas Dan Tanggung Jawab Direksi
Terhadap Pengurusan Perseroan Terbuka.
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Tanggung Jawab Direksi Perseroan
Terbuka Dalam Kerangka Good Corporate Governance. di Pasar Modal
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Penerapan Good Corporate Governance
terhadap Perseroan Terbuka Di Pasar Modal.
Disamping tujuan yang akan dicapai sebagaimana dikemukakan diatas, maka penulisan skripsi ini juga bermanfaat untuk:
1. Yaitu untuk memberikan kontribusi pemikiran, sekaligus khasanah
pengetahuan tentang Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbuka Dalam Kerangka Good Corporate Governance Di Pasar Modal.
2. Manfaat Secara Praktis.
Untuk mengetahui bagaimana Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbuka Dalam Kerangka Good Corporate Governance di Pasar Modal, Disamping itu bermanfaat juga bagi para akademisi, praktisi hukum untuk megetahui Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbuka Dalam Kerangka Good
Corporate Governance di Pasar Modal Karena Direksi Bertanggung Jawab
penuh Terhadap Pengurusan Perseroan Sesuai Dengan Kepentingan Dan Tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan.
(27)
D.Keaslian Penulisan
Penulisan Skripsi ini yang berjudul : “Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbuka Dalam Kerangka Good Corporate Governance Di Pasar Modal” Merupakan hasil pemikiran sendiri. Skripsi ini belum pernah ada yang membuat, walaupun ada, Penulis yakin substansi pembahasannya berbeda dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan penulis, terutama secara ilmiah dan akademik.
E.Tinjauan Kepustakaan
Pasal 1 ayat (5) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Tebatas (selanjutnya disebut dengan UUPT ) menjelaskan bahwa “ Direksi adalah organ Perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar”.
Lebih lanjut Pasal 97 UUPT mengatakan bahwa Direksi bertanggung Jawab penuh atas pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dengan Pasal 92 ayat (1) yang menyatakan Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. serta mewakili perseroan baik didalam maupun diluar pengadilan. Selain itu Direksi merupakan satu – satunya organ perseroan yang melaksanakan fungsi perseroan dan Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, Kewajiban yang dibebankan oleh UUPT kepada Direksi sebagai suatu badan, dan karenanya
(28)
anggota Direksi wajib dengan itikad baik, dan penuh Tanggung Jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan tersebut. Direksi dalam suatu perseroan memiliki 2 fungsi utama yaitu:
pertama fungsi manajemen atau fungsi manajerial dalam arti Direksi melakukan tugas memimpin perseroan, fungsi manajemen ini dalam bahasa jerman disebut dengan “geschafisfuhrungsbefugms”.
Kedua fungsi representasi, dalam arti Direksi mewakili Perseroan dalam dan luar pengadilan. Prinsip mewakili perseroan diluar pengadilan menyebabkan perseroan sebagai suatu badan hukum akan terikat dengan transaksi – transaksi maupun kontrak – kontrak yang di buat Direksi atas nama dan untuk kepentingan perseroan dalam hukum belanda fungsi ini disebut dengan “Vertretungsmacht”.38
1. “Tanggung Jawab internal Direksi yang meliputi tugas dan tanggung jawab
Direksi terhadap Perseroan dan pemegang saham perseroan dan”
Tugas Direksi yang perlu diperhatikan adalah tugas yang berdasarkan kepercayaan (Fiduciary duties), trust, dan confidence, Tugas yang berdasarkan kecakapan, kehati - hatian dan kepatutan (duties of skill,care,dan loyality) serta tugas –tugas yang berdasarkan kepentingan undang – undang (statutory duties). Tugas dan wewenang Direksi sebagai pengurus perseroan yang telah menjadi badan hukum, secara umum dapat kita bedakan dalam:
2. “Tanggung Jawab eksternal Direksi, yang berhubungan dengan tugas dan
tanggung jawab Direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak langsung”.
38
Munir Fuady, Doktrin – Doktrin Modern Dalam Corporate law dan eksistensinya dalam hukum Indonesia Citra Abadi Bakti.2002,hlm 32
(29)
Mengenai Tanggung Jawab internal Direksi, yang meliputi tugas dan Tanggung Jawab Direksi kepada Perseroan maupun pemegang saham perseroan tersebut, dimulai sejak perseroan memiliki status badan hukum dan mengenai Tanggung Jawab eksternal terhadap Perseroan terdapat pada Pasal 97 ayat (1) Direksi bertanggung Jawab Terhadap Pengurusan Perseroan, Pengurusan sebagaimana dimaksud ayat (1), wajib dilaksanakan anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
Mengenai Tanggung Jawab eksternal Direksi, sehubungan dengan tanggung jawab terhadap pihak ketiga, sebelumnya dapat dibahas terlebih dahulu mengenai kewajiban direksi dalam melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga, kewajiban – kewajiban itu antara lain termuat dalam :
1. Pasal 44 ayat (1) Keputusan RUPS untuk pengurangan modal perseroan
adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan ketentuan kourum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar, dan Pasal 44 angka (2) Direksi wajib memberitahukan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada semua kreditor dengan mengumumkan dalam 1 (satu) atau lebih surat kabar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.
2. Pasal 123 ayat (1) Direksi Perseroan akan menggabungkan diri dan menerima pengabungan menyusun rancangan penggabungan.
3. Dan bagi :
a. Perseroan yang bidang usahanya berkaitan dengan pengerahan dana
masyarakat;
b. Perseroan yang mengeluarkan surat pengakuan hutang;
c. Perseoran terbuka adalah perseroan public atau perseroan yang
melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan di bidang pasar modal.
Direksi Perseroan diwajibkan untuk menyerahkan hasil perhitungan tahanan perseroan untuk diperiksa oleh akuntan public sebelum perhitungan tahunan tersebut disahkan oleh rapat umum pemegang saham tahunan dan segera
(30)
telah disahkan oleh rapat, diumumkan untuk kepentingan pihak ketiga khusus untuk perseroan terbuka , Direksi diwajibkan untuk mengumumkan setiap maksud dan rencana penyelenggaraan rapat umum pemegang saham. Ketentuan dalam pasal – pasal tersebut diatas tidak menutup adanya kemungkinan permintaan pemberian data dan atau keterangan mengenai perseroan oleh pihak ketiga yang berkepentingan, berdasarkan pada perjanjian antara para pihak dalam hal – hal yang demikian tersebut diatas, Direksi berkewajiban untk memberikan data dan atau keterangan tersebut secara benar dan akurat.
Pasal 92 ayat (4) UUPT menetapkan bahwa perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 orang anggota direksi.
Menurut pedoman Good Corporate Governance (selanjutnya disebut
GCG) komposisi Direksi harus sedemikian rupa sedemikian rupa sehingga
memungkinkan pengambilan putusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen dalam arti tidak mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugas secara mandiri dan kritis. Dalam pedoman tersebut disebutkan bahwa tergantung dari sifat khusus suatu perseroan, minimal 20 % dari jumlah anggota direksi harus berasal dari kalangan diluar perseroan guna meningkatkan efektifitas atas peran manajemen, dan transparansi dari pertimbangannya, dalam ketentuan ini tercermin prinsip indepedensi. Direktur yang berasal dari kalangan diluar perseroan tersebut disebut Direktur indepeden yang tidak memiliki benturan kepentingan sehubungan
(31)
dengan kepentingan pribadinya dalam rangka pengelolaan perseroan, Tugasnya adalah menjaga agar Direksi Eksekutif dalam menjalankan pengurusan perseroan tidak melakukan transaksi yang berbenturan kepentingan dan berbagai tindakan kecurangan lain yang dapat merugikan kepentingan perseroan sekaligus merugikan hak – hak para pemegang saham Minoritas dan stakeholders lainnya, karena itu Direktur Independen harus bebas dari pengaruh anggota Direksi lainnya, Dewan Komisaris dan Pemegang saham utama.
Dalam pengangkatan anggota Direksi menurut Pasal 94 ayat (1) UUPT anggota Direksi diangkat oleh RUPS dalam ketentuan ini mencerminkan prinsip keadilan (fairness) yang melindungi hak pemegang saham untuk untuk memilih anggota Direksi, Implementasi pedoman Good Corporate Governance dalam ketentuan ini adalah perlindungan hak – hak pemegang saham dan perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham, khususnya dalam hal memilih anggota direksi, dalam ketentuan ini system untuk menetukan tunjangan bagi setiap anggota
direksi wajib diungkapkan kepada pemegang saham.39
39
Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang saham minoritas Dalam rangka Good Corporate
Governance, ctk pertama, program pascasarjana, fakultas hukum universitas Indonesia, Dalam pemberhentiannya anggota Direksi diatur dalam Pasal 94 ayat (5) Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut. Untuk dapat memberikan upaya penegakan Good Corporate Governance dalam hubungannya dengan Direksi suatu perseroan Terbuka, Direksi harus memastikan bahwa perusahaan telah sepenuhnya menjalankan seluruh ketentuan yang diatur dalam anggaran dasar dan peraturan yang berlaku. Direksi bertanggung jawab
(32)
terhadap pemegang saham sehubungan dengan adanya rapat umum pemegang saham (RUPS) penolakan terhadap laporan kegiatan usaha yang diajukannya dan kewajibannya akan menjadikan mereka bertanggung jawab secara individual. Selanjutnya Direksi harus dan diwajibkan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya semata – mata untuk kepentingan perusahaan. Direksi juga harus dapat memastikan bahwa perusahaan yang dipimpinya telah melakukan fungsi social (antara lain memberikan sumbangan dana social untuk public) dan selalu memprioritaskan kepentingan para stakeholder. Dalam rangka melaksanakan hal tersebut Direksi dilarang keras melakukan transaksi yang mengandung unsur benturan kepentingan atau mengambil manfaat untuk kepentingan pribadi dengan menggunakan perusahaan sebagai kendaraannya diluar gaji dan fasilitas yang telah diberikan oleh perusahaan kepadanya oleh karenanya dalam upaya untuk meminimalisasikan dampak – dampak negatif, perusahaan semestinya mengembangkan suatu program kerja dan anggaran untuk periode 5 (lima) tahun mendatang yang telah ditetapkan oleh para pemegang saham pada saat dilaksanakan RUPS. Program kerja dan anggaran dimaksud akan memuat :
1. Rencana kerja yang maksimal
2. Target, strategi bisnis, kebijakan, dan program kerja; 3. Anggaran yang disusun secara rinci ; dan
4. Proyeksi keuangan dan hal – hal lainnya yang ditetapkan oleh RUPS.40 F. Metode Penelitian
1. Objek Penelitian mengenai Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbuka
dalam Kerangka Good Corporate Governance di Pasar Modal.
40
(33)
2. Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian seluruhnya merupakan data sekunder berupa:
a. Bahan hukum Primer, yaitu: bahan hukum yang mempunyai kekuatan
hukum mengikat terdiri dari Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Kitab Hukum Dagang, Undang – Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Undang – Undang No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Usaha Milik Negara No. KEP-23 PM.PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000 tentang Pengembangan Praktek Good Corporate Governance Dalam Perusahaan Perseroan, Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. Kep – 117/M/-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good
Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
tertanggal 1 Agustus 2002.
b. Bahan Hukum Sekunder ; Yaitu Bahan hukum yang memberi
kejelasan atas bahan hukum Primer terdiri dari buku – buku, laporan, jurnal ilmiah dan tulisan – tulisan lain yang diteliti.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu ; bahan hukum primer dan sekunder
seperti kamus hukum, kamus ekonomi dan kamus bahasa Indonesia. G.Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab, dimana masing – masing bab dibagi atas beberapa sub bab. Urutan bab tersebut tersusun secara sistematik
(34)
dan saling berkaitan antara satu sama lain. Uraian singkat atas bab – bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Bab I: Bab ini berisikan tentang Pendahuluan yang merupakan pengantar yang didalamnya terurai mengenai latar belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, Sistematika Penulisan.
Bab II: Bab ini berisikan tentang Pengertian Perseroan Terbatas, Maksud dan tujuan perseroan terbatas, Klasifikasi Perseroan Terbuka, Pendirian Perseroan Terbatas, Organ Direksi Perseroan Kewenangan dan Tanggung Jawabnya, Ketentuan Hukum Yang Berlaku Bagi Perseroan Terbatas, Tanggung jawab Perdata dan Pidana Perseroan Terbatas.
Bab III: Bab ini berisikan tentang Sejarah lahirnya Good Corporate Governance, Konsep Good Corporate Governance, Prinsip – Prinsip Good
Corporate Governanc mengenai OECD, Good Corporate Governance
dan Pengembangan Di Pasar Modal.
Bab IV: Bab ini berisikan tentang Tugas Dan Tanggung Jawab Direksi terhadap Pengurusan Perseroan Terbuka, Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbuka Dalam Kerangka Good Corporate Governance Di pasar modal, Penerapan Good Corporate Governance terhadap Perseroan Terbuka di pasar modal.
(35)
Bab V: Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dari bab – bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran – saran yang membahas tentang Tanggung Jawab Direksi Perseroan terbuka dalam kerangka Good Corporate Governance Di pasar modal.
(36)
BAB II
HUKUM PERSEROAN TERBATAS A.Pengertian Perseroan Terbuka
Dalam praktek sangat banyak kita jumpai perusahaan berbentuk perusahaan terbatas. Bahkan, berbisnis dengan membentuk perseroan terbatas ini, terutama untuk bisnis yang serius atau bisnis besar, merupakan model berbisnis yang paling lazim dilakukan, sehingga dapat dipastikan bahwa jumlah dari perseroan terbatas di Indonesia jauh melebihi jumlah bentuk bisnis lain, seperti Firma, Perusahaan Komanditer, Koperasi dan lain – lain.
Terhadap Perseroan Terbatas ini dalam beberapa bahasa disebut sebagai berikut :
1. Dalam bahasa Inggris disebut dengan Limited (Ltd.) Company atau Limited
Liability Company ; ataupun Limited (Ltd) Corporation.
2. Dalam bahasa Belanda disebut dengan Naamlooze Vennotschap atau yang
sering disingkat dengan NV saja.
3. Dalam bahasa Jerman terhadap perseroan terbatas ini disebut dengan
Gesellschaft mit Beschrankter Haftung.
4. Dalam bahasa Spanyol disebut dengan Sociedad De Responsabilidad
Limitada.41
Namun demikian, apakah yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas itu ? Yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi dalam
41
(37)
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang – Undang ini serta peraturan peelaksanaannya, Lihat Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Perseroan Terbatas. Disamping itu, ada juga yang memberikan arti Perseroan Terbatas sebagai suatu asosiasi pemegang saham (atau bahkan seorang pemegang saham jika dimungkinkan untuk itu oleh hukum di Negara tertentu) yang diciptakan oleh hukum dan diberlakukan sebagai manusia semu (artificial person) oleh pengadilan, yang merupakan badan hukum karenanya sama sekali terpisah dengan orang – orang yang mendirikannya, dengan mempunyai kapasitas untuk bereksistensi yang terus – menerus, dan sebagai suatu badan hukum, perseroan terbatas berwenang untuk menerima, memegang dan mengalihkan harta kekayaan, menggugat atau digugat, dan melaksanakan kewenangan – kewenangan lainnya yang diberikan.
Defenisi – defenisi lain yang diberikan kepada suatu perseroan terbatas adalah sebagai berikut :
1. Suatu manusia semu (artificial person) atau badan hukum (legal entity) yang diciptakan oleh hukum, yang dapat saja (sesuai hukum setempat) hanya terdiri dari 1 (satu) orang anggota saja beserta para ahli warisnya, tetapi yang lebih lazim terdiri dari sekelompok individu sebagai anggota, yang oleh hukum badan hukum tersebut dipandang terpisah dari para anggotanya dimana keberadaannya tetap eksis terlepas dari bergantinya para anggota, badan hukum mana dapat berdiri untuk waktu yang tidak terbatas (sesuai hukum setempat), atau berdiri untuk jangka waktu tertentu, dan dapat melakukan kegiatan sendiri
(38)
untuk kepentingan bersama dari anggota, kegiatan mana berada dalam ruang lingkup yang ditentukan oleh hukum yang berlaku.
2. Suatu manusia semu yang diciptakan oleh hukum dari baik 1 (satu) orang
anggota (jika hukum memungkinkan untuk itu), yakni disebut dengan perusahaan 1 (satu) orang (corporation sole) maupun yang terdiri dari sekumpulan atau beberapa orang anggota, yakni yang disebut dengan perusahaan banyak orang (corporation agregate).
3. Suatu badan intelektual (intelellectual body) yang diciptakan oleh hukum, yang terdiri dari beberapa orang individu, yang bernaung di bawah 1 (satu) nama bersama, dimana perseroan terbatas tersebut sebagai badan intelektual tetap sama dan eksis meskipun para anggotanya seling berubah – ubah.
Seperti juga tergambar dalam defenisi – defenisi berubah – ubah seperti tersebut diatas, maka menurut hemat penulis, setidak – tidaknya ada 15 (lima belas) elemen yuridis dari suatu perseroan terbatas berubah – ubah. Ke -15 elemen yuridis dari perseroan terbatas tersebut adalah sebagai berikut :
1. Dasarnya adalah perjanjian 2. Adanya para pendiri
3. Pendiri/pemegang saham bernaung dibawah suatu nama bersama
4. Merupakan asosiasi dari pemegang saham atau hanya seorang pemegang
saham
5. Merupakan badan hukum atau manusia semu atau badan intelektual 6. Diciptakan oleh hukum
7. Mempunyai kegiatan usaha
8. Berwenang melakukan kegiatannya sendiri
9. Kegiatannya termasuk dalam ruang lingkup yang ditentukan oleh perundang
– undangan yang berlaku
10. Adanya modal dasar ( dan juga modal ditempatkan dan modal setor) 11. Modal perseroan dibagi ke dalam saham – saham
12. Eksistensinya terus berlangsung, meskipun pemegang sahamnya silih berganti
(39)
14. Dapat menggugat dan digugat di pengadilan 15. Mempunyai organ perseroan
Undang – Undang Perseroan Terbatas mendefenisikan perseroan terbatas (persero) sebagai:
“Badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang –Undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.
Dari batasan yang diberikan tersebut di atas ada 5 (lima) hal pokok yang dapat kita kemukakan disini :42
1. Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum 2. Didirikan berdasarkan perjanjian
3. Menjalankan usaha tertentu
4. Memiliki modal yang terbagi dalam saham – saham
5. Memenuhi persyaratan Undang –Undang
Ilmu hukum mengenal 2 (dua) macam subjek hukum , yaitu subjek hukum pribadi (orang – perorangan). Dan subjek hukum berupa badan hukum, Terhadap masing – masing subjek hukum tersebut berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu sama lainnya, meskipun dalam hal – hal tertentu terhadap keduanya dapat diterapkan suatu aturan yang berlaku umum.
Salah satu ciri khas yang membedakan subjek hukum pribadi dengan subjek hukum berupa badan bukum adalah saat lahirnya subjek hukum tersebut, yang pada akhirnya akan menentukan saat lahirnya hak – hak dan kewajiban bagi masing – masing subjek hukum tersebut. Pada subjek hukum pribadi, status
42
(40)
subjek hukum dianggap telah ada bahkan pada saat pribadi orang perorangan tersebut berada dalam kandungan (Pasal 1 ayat (2) Kitab Undang- Undang Hukum Perdata). Sedangkan pada badan hukum, keberadaan status badan hukumnya baru diperoleh setelah ia memperoleh pengesahan dari pejabat yang berwenang, yang memberikan hak – hak, kewajiban dan harta kekayaan sendiri bagi badan hukum tersebut, terlepas dari hak –hak, kewajiban dan harta kekayaan para pendiri, pemegang saham, maupun para pengurusnya.
Dalam kitab Undang – Undang Hukum Dagang tidak satu pasal pun yang menyatakan perseroan sebagai badan hukum, tetapi dalam Undang – Undang Perseroan Terbatas secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ( butir 1) bahwa Perseroan adalah badan hukum, ini berarti perseroan tersebut memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung kewajiban dan hak, antara lain memiliki harta kekayaan sendiri terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pengurusnya.
B.Maksud Dan Tujuan Perseroan Terbatas
Pada bagian ini akan dibicarakan permasalahan yang menyangkut lingkup “maksud dan tujuan” serta kegiatan persereroan . Tentang ini Pasal 2 UUPT 2007, mengatakan: Perseoran harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang – undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan. Berdasarkan ketentuan ini, setiap perseroan harus mempunyai “maksud dan tujuan” serta kegiatan usaha” yang jelas dan tegas Dalam pengkajian hukum, disebut “klausul objek” Perseroan yang tidak mencantumkan dengan jelas dan tegas apa maksud dan tujuan serta kegiatan
(41)
usahanya, dianggap “ cacat hukum” (legal defect), sehingga keberadaannya “tidak valid” (invalidate). Pencantuman maksud dan tujuan serta kegiatan usaha dalam AD, dilakukan bersamaan pada saat pembuatan akta pendirian. Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UUPT 2007 yang menggariskan, Akta Pendirian memuat AD dan keterangan lain yang berhubungan dengan perseroan, jadi, Penempatan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha dalam AD, bersifat
“imperative” (dwingendrecht, mandatory rule). Lebih lanjut sifat imperaktif
tersebut, dikemukakan pada pasal 9 ayat1 huruf c. yang menyatakan, untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai “Pengesahan” badan hukum Perseroan, Perseroan harus mengajukan permohonan kepada menteri dengan mengisi “formulir” isian yang memuat sekurang – kurangnya :
a. Nama dan tempat kedudukan Perseroan
b. Jangka waktu berdirinya Perseroan
c. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan
Dan Penjelasan diatas, pencantuman maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan dalam AD bersifat hukum memaksa. Pencantuman Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha dalam AD perseroan, memegang peranan “fungsi prinsipil” (principle function). Dikatakan memegang peranan fungsi prinsipil karena pencantuman itu dalam AD, merupakan “landasan hukum” (legal
foundation)” bagi “Pengurus” Perseroan, dalam hal ini Direksi dalam
melaksanakan pengurusan dan pengelolaan kegiatan usaha Perseroan, sehingga pada setiap transaksi atau kontrak yang mereka melakukan “tidak menyimpang” atau keluar maupun “melampaui” dari maksud dan tujuan, serta kegiatan yang
(42)
ditentukan dalam AD. Selain itu, tujuan utama dari pencantuman maksud dan tujuan serta kegiatan usaha dalam AD, antara lain:
1. Untuk “melindungi” pemegang saham investor dalam Perseroan. Pemegang
saham yang menanamkan modalnya atau uangnya dengan cara membeli saham Perseroan, berhak mengetahui untuk apa uang yang diinvestasikan itu dipergunakan.
2. Dengan mengetahui maksud dan tujuan serta kegiatan usaha pemegang saham
sebagai investor akan yakin, pengurus perseroan yakni Direksi, tidak akan melakukan kontrak atau transaksi maupun tindakan yang bersifat “spekulatif“ mengadu untung di luar tujuan yang disebut AD.43
3. Direksi tidak melakukan transaksi yang berada di luar “Kapasitas” maksud
dan tujuan serta kegiatan usaha yang disebut dalam AD yang bersifat Ultra
Vires.44
Dengan demikian, maksud dan tujuan itu merupakan landasan bagi Direksi mengadakan kontrak dan transaksi bisnis. Serta sekaligus menjadi dasar menetukan batasan kewenangan Direksi kegiatan usaha.
Apabila Direksi melakukan tindakan pengurusan diluar batas yang ditentukan dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, dikategori melakukan
ultra vires. Dalam kasus yang demikian memberi hak bagi pemegang saham
berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan negeri, apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang “tidak adil” dan “ tanpa alas an yang wajar” sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi dan/atau Dewan Komisaris.
Menurut James D. Cox cs45
43
Andrew Hicks &SH Goo, Cases & Materials Company ; Dalam Bukunya M. Yahya Harahap, S.H Hukum Perseroan Terbatas, 2009, hlm 62
44
Charlesworth and Morse, Company Law ELBS,Fourteenth ; Dalam Bukunya M. Yahya Harahap S.H, Hukum Perseroan Terbatas 2009, hlm 62
45
Corporation, Aspen Law and business; ; Dalam Bukunya M. Yahya Harahap, S.H Hukum Perseroan Terbatas, 2009, hlm 62
antara lain dikatakan terdapat teori mengenai Perumusan tujuan dan maksud Perseroan, pertama “teori konsesi (Consession
(43)
theory). Menurut teori ini, dalam AD harus dicantumkan “Beberapa” kegiatan usaha atau garis bisnis yang definitife (definitive enterprise or line of business).
Dengan demikian, perumusan maksud dan tujuan, diisyaratkan bersifat “spesifik” untuk satu bidang kegiatan usaha tertentu yang tidak bercorak implisit. Harus bersifat tujuan terbatas (Limited purpose) Hal itu tidak mengurangi kebolehan mencantumkan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang bersifat “ multi tujuan” (multy purpose), sehingga Perseroan dapat terlibat dalam berbagai kegiatan usaha. Namun hal itu, semuanya harus bersifat definitif disebut dalam AD. Kedua “teori fleksibel” (flexibility theory): Menurut teori ini, AD dapat mencantumkan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang bersifat “sederhana” (simply), meliputi berbagai bidang usaha tanpa mengelaborasi lebih lanjut masing – masing bidang. Akan tetapi meskipun perumusannya bersifat sederhana dan fleksibel, namun bidangnya harus pasti (certainty). Tanpa mengurangi teori yang di kemukakan diatas, ada juga yang berpendapat, perumusan tujuan perseroan dapat mencakup berbagai bidang kegiatan usaha atau bisnis. Dapat mencakup ruang lingkup bisnis yang luas sesuai dengan kesepakatan para pendiri perseroan46
46
A,James Barros JD cs, Law For Business Law, Irwin, Boston; ; Dalam Bukunya M. Yahya . Pada saat sekarang , banyak AD Perseroan yang mencantumkan maksud dan tujuan yang bersifat “tujuan berganda” (multiple purpose). Bahkan muncul langkah yang “lebih liberal” lagi. Maksud dan tujuan cukup dicantumkan dalam AD berupa formulasi : “ meliputi usaha bisnis yang dibenarkan hukum” (to
(44)
Most corporations have purpose clause stating that they may a\enggage in any lawful business47
1. “Keuntungannya menurut H.M.N Purwosutjipto,S.H, apabila dibelakang hari
Perseroan hendak mengubah objek kegiatan usahanya, tidak perlu mengubah AD. Oleh karena itu, beliau berpendapat, sebaiknya tujuan Perseroan dirumuskan secara luas, sehingga tidak perlu setiap kali mengubah AD”.
.
Pencantuman dan perumusan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang terlampau luas dan fleksibel atau lentur, pada dasarnya mengandung “untung” dan “rugi”:
48
2. “Tetapi mungkin juga ada kerugiannya sebab pencantuman tujuan dengan
rumusan yang luas, dapat menimbulkan efek. Perumusan tujuan yang luas
(broad purpose), memberi kekuasaan “diskresi yang luas” (broad discreation)
kepada Direksi kepada atau manajer melakukan aktivitas bisnis. Akibatnya, “sulit mengontrol” Apakah kegiatan itu telah mengandung Ultra Vires. Atau dengan kata lain, perumusan dengan tujuan yang luas, mengakibatkan dan memberikan kekuasaan Direksi yang luas kepada Direksi, sehingga menimbulkan kesulitan untuk mengawasi apakah tindakan Direksi itu telah berada di luar batas maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan”.
C.Klasifikasi Perseroan Terbuka
Mengenai Klasifikasi Perseroan Terbuka yang diatur dalam UUPT 2007, tersurat dan tersirat pada pasal 1 ayat 7dan pasal 1 ayat 8, Berdasar ketentuan
47
Metzger, Mallor, Barnes, Browers, Philips, Business Law and Regulatory Environment, Concept and Cases Seven Edition; Dalam Bukunya M. Yahya Harahap, S.H Hukum Perseroan
Terbatas, 2009, hlm 63 48
(45)
pasal dimaksud, Klasifikasi Perseroan Terbuka, dapat dijelaskan dalam uraian di bawah ini :
a. Perseroan Publik
Perseroan Publik terdapat pada pasal 1 ayat (8) UUPT 2007, yang berbunyi Perseroan Publik adalah perseroan yang telah memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan. Rujukan peraturan perundang – undangan yang dimaksud pasal 1 angka 8 UUPT 2007 adalah UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya, UUPM) dalam hal ini pasal 1 ayat 22. Menurut pasal ini, agar Perseroan menjadi Perseroan publik, harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Saham Perseroan yang bersangkutan, telah dimiliki sekurang – kurangnya,
300 (tiga ratus) pemegang saham,
2. Memiliki modal disetor (gestort capital, paid up capital) sekurang
-kurangnya Rp3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah),
3. Atau suatu jumlah pemegang saham dengan jumlah modal disetor yang
ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.
Faktor yang disebut di ataslah yang menjadi landasan hukum menentukan kriteria suatu Perseroan menjadi Perseroan publik. Apabila pemegang sahamnya telah mencapai 300 (tiga ratus) orang, dan modal disertai mencapai Rp3.000.000.000,- Perseroan tersebut telah memenuhi kriteria sebagai Perseroan publik. Kalau Perseroan yang telah memenuhi kriteria yang disebut diatas, Perseroan itu harus mematuhi ketentuan Pasal 24 UUPT 2007. Menurut pasal ini :
1. Perseroan yang telah memenuhi kriteria sebagai Perseroan Publik, wajib
mengubah AD menjadi Perseroan Terbuka (Perseroan Tbk),
2. Perubahan AD dimaksud, harus dilakukan dalam jangka waktu 30 hari
(46)
3. Selanjutnya, Direksi Perseroan “wajib” mengajukan pernyataan pendaftaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan di bidang pasar modal.
b. Perseroan Terbuka
Klasifikasi Perseroan Terbuka ( Perseroan Tbk), sebagaimana yang dinyatakan pada pasal 1 ayat (7) UUPT 2007, yang berbunyi : Perseroan Terbuka adalah Perseroan publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan di bidang pasar modal. Jadi yang dimaksud dengan Perseroan Tbk menurut pasal 1 ayat 7 UUPT 2007, adalah Perseroan Publik yang telah memenuhi ketentuan pasal 1 ayat 22 UU No.8 Tahun 1995 yakni memiliki pemegang saham sekurang – kurangnya 300 (tiga ratus) orang, modal disetor sekurang – kurangnya Rp3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah),
Perseroan yang melakukan penawaran umum (public offering) saham di Bursa Efek. Maksudnya Perseroan tersebut, menawarkan atau menjual saham atau efeknya kepada masyarakat luas.49
Hanya Emiten yang boleh melakukan penawaran umum. Menurut Pasal 1 ayat 6 UUPM, Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum dan penawaran umum baru dapat dilakukan emiten, setelah lebih dulu mendaftar ke Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), sesuai dengan ketentuan pasal 3 UUPM, BAPEPAM berfungsi melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari – hari kegiatan pasar modal. BAPEPAM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.
49
Marzuki Usman, Singgih Riphat,syahrir, Pengetahuan Dasar Pasar Modal, Istibat Braker Indonesia,1997,hlm.127.
(47)
Mengenai tata cara Pendaftaran Perseroan Tbk dalam rangka melakukan penawaran umum (public offering) saham yang diterbitkannya, dapat dijelaskan secara ringkas, antara lain sebagai berikut :
1. Setiap Perseroan Publik yang hendak melakukan Penawaran umum, “Wajib” Mendaftarkan diri kepada BAPEPAM
- Atas pendaftaran itu BAPEPAM memberi “efektifnya” Pernyataan
pendaftaran tersebut berupa Formulir No. IX A2.
- Atas penerimaan formulir No. IX A2, Perseroan Publik yang bersangkutan memiliki “legalitas” untuk melakukan penawaran umum .
- Selanjutnya Penjamin Emisi (Underwriter) yakni lembaga penunjang
pasar modal yang berperan sebagai pinjaman emisi atau penjualan saham pada waktu pasar perdana, yang membuat penawaran umum bagi kepentingan Emiten (Pasal 1 ayat 17 UUPM).
- Selanjutnya Pinjaman Emisi “wajib” melakukan kegiatan penawaran
umum efek ke BAPEPAM untuk memperoleh gambaran tingkat efektivitas penawaran umum (dengan menggunakan Formulir Khusus IX A-2-2). 2. Bentuk dan Isi Pendaftaran
Berdasar Pasal 1 ayat (19) UUPM, Pernyataan pendaftaran adalah dokumen yang wajib disampaikan kepada BAPEPAM oleh Emiten dalam rangka Penawaran Umum :
- Bentuk dan isi Pernyataan Pendaftaran adalah dokumen menurut
Peraturan Nomor IX B1, sebagai pengganti keputusan ketua BAPEPAM No. KEP- 20/PM/1991;
- Dalam ketentuan ini terdapat sebanyak 20 (dua puluh) aspek yang harus
disepakati;
- Harus mencakup semua “informasi” dan “fakta material” mengenai
perseroan publik tersebut, yang dapat “mempengaruhi” keputusan pemodal atau investor untuk membeli saham atau efek yang ditawarkan.
D. Pendirian Perseroan Terbatas
Sebagai Konsekuensi dari dianutnya paham yang dianut Undang-Undang Perseroan Terbatas, yang menyatakan PT adalah badan hukum yang didirikan
(48)
berdasarkan Perjanjian, maka pasal 7 ayat (1) Undang – Undang Perseroan Terbatas mensyaratkan bahwa PT harus didirikan dua orang atau lebih istilah orang di sini bermakna orang perorangan (natural person) atau badan hukum(legal enitity). Dengan demikian pemegang saham PT dapat berupa orang perorangan maupun badan hukum.
Syarat sahnya pendirian perseroan, jika diteliti ketentuan yang diatur pada bagian Kesatu dimaksud, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi supaya pendirian perseroan sah sebagai badan hukum yang terdiri atas:
1. Harus didirikan oleh 2 orang atau lebih, 2. Pendirian Berbentuk Akta Notaris, 3. Dibuat dalam Bahasa Indonesia,
4. Setiap pendiri wajib mengambil saham,
5. Mendapat pengesahan dari MENHUK & HAM (Menteri).
Demikian syarat yang mesti dipenuhi supaya pendirian dapat memperoleh pengesahan sah dan legalitas sebagai badan hukum (rechtspersoon, legal entity). Syarat tersebut bersifat “kumulatif”. Bukan bersifat “fakultatif”. Satu saja dari syarat itu cacat (defect) atau tidak terpenuhi, mengakibatkan pendiriannya tidak sah sebagai badan hukum.
Untuk memahami lebih jelas mengenai penerapan syarat - syarat tersebut, akan diuraikan secara rinci dan berurutan satu persatu, seperti yang dijelaskan berikut ini.
1. Pendiri Perseroan 2 (Dua) Orang atau Lebih
Syarat pendiri perseroan harus 2 orang atau lebih, diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UUPT 2007. Syarat ini, sama dengan yang diatur dulu pada Pasal 7 ayat (1) UUPT 1995. Pengertian “pendiri” menurut hukum adalah orang yang
(49)
mengambil bagian dengan sengaja (intention) untuk mendirikan perseroan. selanjutnya orang-orang itu dalam rangka pendirian itu, mengambil langkah-langkah yang penting untuk mewujudkan pendirian tersebut, sesuai dengan syarat
yang ditentukan peraturan Perundang-undangan.50
Cata mendirikan Perseroan oleh para pendiri , dilakukan berdasar “perjanjian”. Hal itu ditegaskan pada Pasal 1 ayat 1 UUPT 2007 yang mengatakan, perseroan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan oleh para pendiri “berdasarkan perjanjian”. Berarti Perseroan dilakukan secara “konsensual” dan “kontraktual” berdasar Pasal 1313 KUHPerdata. Pendirian dilakukan para pendiri atas persetujuan, dimana para pendiri antara satu dengan yang lain saling mengikatkan dirinya untuk mendirikan perseroan. Dengan demikian pendirian perseroan tunduk kepada hukum perikatan atau hukum perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata yang terdiri atas bagian kedua tentang ketentuan umum (Pasal 1313 – 1318) dan bagian kedua tentang syarat untuk sahnya persetujuan (Pasal 1320-1337) serta bagian ketiga tentang akibat persetujuan (Pasal 1338-1341). Pendirian perseroan berdasar perjanjian menurut penjelasan Pasal 7 ayat (1) alinea kedua, merupakan penegasan prinsip yang berlaku bagi UUPT 2007. Pada dasarnya perseroan
Jadi syarat pertama, pendiri perseroan paling sedikit 2 (dua) orang. Kurang dari itu tidak memenuhi syarat, sehingga tidak mungkin diberikan “pengesahan” sebagai badan hukum oleh Menteri.
50
(50)
sebagai badan hukum, didirikan berdasar perjanjian. Karena itu mempunyai lebih dari 1 orang pemegang saham.
2. Pendirian Berbentuk Akta Notaris
Syarat kedua yang juga diatur pada Pasal 7 ayat (1) UUPT 2007 adalah mendirikan perseroan harus dibuat “secara tertulis” dalam bentuk akta yakni:
- “Berbentuk Akta Notaris (Notariele Akte, Notarial Deed), tidak boleh
berbentuk akta bawah tanah (underhandse akte, private instrument)”,
- “Keharusan Akta Pendirian mesti berbentuk Akta Notaris, tidak hanya
berfungsi sebagai probationis causa. Maksudnya Akta Notaris tersebut tidak hanya berfungsi sebagai ‘‘alat bukti” atas perjanjian pendirian Perseroan. Tetapi Akta Notaris itu berdasar Pasal 7 ayat (1), sekaligus bersifat dan berfungsi sebagai solemnitatis causa yakni apabila tidak dibuat dalam Akta Notaris, akta pendirian Perseroan itu tidak memenuhi syarat, sehingga terhadapnya tidak dapat diberikan “pengesahan” oleh Pemerintah dalam hal ini MENHUK & HAM”.51
3. Akta Pendirian Dibuat Dalam Bahasa Indonesia
Hal lain yang mesti dipenuhi Akta Pendirian yang digariskan Pasal 7 ayat (1), adalah syarat material yang mengharuskan dibuat dalam “Bahasa Indonesia”.
Semua hal yang melekat pada Akta Pendirian, termasuk AD dan keterangan lainnya, harus dibuat dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian AD perseroan yang dibuat dalam bahasa asing, tidak sah karena tidak memenuhi syarat material Pasal 7 ayat (1). Ketentuan ini bersifat “memaksa”
51
(51)
(dwingendrecht, mandatory law). Oleh karena itu, tidak dapat dikesampingkan oleh para Pendiri maupun oleh Menteri.
4. Setiap Pendiri Wajib Mengambil Bagian Saham
Syarat formil yang lain mendirikan Perseroan, diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UUPT 2007:
- Setiap pendiri Perseroan “wajib” mengambil bagian saham,
- Dan pengambilan atas bagian itu, wajib dilaksanakan setiap pendiri “pada saat” Perseroan didirikan.
Berarti, pada saat para pendiri menghadap Notaris untuk dibuat Akta Pendirian, setiap pendiri sudah mengambil bagian saham Perseroan. Kemudian hal itu dimuat dalam Akta Pendirian sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf c yang mengharuskan memuat dalam Akta Pendiri tentang nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor. Dengan mengambil bagian saham sesuai dengan penjelasan Pasal 8 ayat (2) huruf c, adalah jumlah saham yang diambil oleh pemegang saham pada saat pendirian Perseroan. Agar syarat ini sah menurut hukum, pengambilan bagian saham itu, harus sudah dilakukan setiap pendiri Perseroan pada saat pendirian Perseroan itu berlangsung. Tidak sah apabila dilakukan sesudah Perseroan didirikan.
5. Memperoleh Keputusan Pengesahan Status Badan Hukum Dari Menteri Syarat sahnya pendirian selanjutnya, menurut Pasal 7 ayat (4). Perseroan harus memperoleh status badan hukum. Pasal tersebut berbunyi :
(52)
Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. Bertitik tolak dari ketentuan ini, agar suatu Perseroan sah berdiri sebagai badan hukum (rechtspersoon, legal entity or legal person), harus mendapat “pengesahan” dari Menteri. Pengesahan diterbitkan dalam bentuk keputusan Menteri yang disebut Keputusan Pengesahan Badan Hukum Perseroan.
E.Organ Direksi Perseroan Kewenangan Dan Tanggung Jawabnya
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian. PT sebagai badan hukum bukanlah makhluk hidup sebagaimana manusia, ia adalah makhluk artificial. Badan hukum tidak memiliki daya piker, kehendak, dan kesadaran sendiri. Oleh karena itu, ia tidak dapat melakukan perbuatan sendiri, ia harus bertindak dengan perantaraan orang alamiah (manusia), tetapi orang tersebut tidak bertindak atas nama dirinya, tetapi
atas nama dan tanggung jawab badan hukum.52
Ketentuan ini yang memuat persyaratan kontutif badan hukum dapat dilihat dalam anggaran dasar dan atau peraturan perundang – undangan yang menunjukkan orang – orang yang dapat bertindak dan atas pertanggungjawab badan hukum. Orang –orang tersebut sebagai badan hukum. Orang – orang tersebut disebut sebagai organ badan – badan yang merupakan suatu esensialia organisasi itu.
53
Pasal 1 butir 2 Undang – Undang Perseroan Terbatas secara tegas menyebut bahwa organ PT terdiri dari:
52
Ali Ridho, Badan Hukum dan Kedudukan Hukum Perseroan dan Perkumpulan Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni Bandung. 1986, hlm 17
53 Ibid.
(53)
1. Rapat Umum Pemegang Saham; 2. Direksi; dan
3. Dewan Komisaris
i. Direksi
PT sebagai badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum mesti melalui pengurusnya. Tanpa adanya pengurus, badan hukum tidak akan dapat berfungsi, ketergantungan antara badan dan pengurus menjadi sebab mengapa antara badan hukum dan pengurusnya lahir hubungan fidusia (fiductary duties) di mana pengurus selaku pihak yang dipercaya bertindak dan menggunakan wewenangnya hanya untuk kepentingan perseroans semata. “Fiductary duties” di dalam PT pada dasarnya berkaitan dengan kedudukan, wewenang, dan tanggung jawab Direksi”.
Menurut Pasal 1 ayat (5) Undang – Undang Perseroan Terbatas adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Jadi Direksi merupakan pengurus perseroan yang bertindak untuk dan atas nama perseroan. Selanjutnya Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 98 ayat (1) Undang –Undang Perseroan Terbatas menegaskan bahwa Direksilah yang bertugas mewakili perseroan di dalam dan diluar pengadilan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Direksi memiliki tugas dan kewenangan ganda, yakni melaksanakan pengurusan dan perwakilan perseroan. Kewenangan pengurusan meliputi semua
(1)
BAB V
Kesimpulan Dan Saran A.Kesimpulan
1. Tugasnya dapat dikelompokkan menjadi tiga (3), yaitu:
1. Tugas yang berdasarkan kepercayaan (fiduciary duties – trust and confidence),
2. Tugas yang berdasarkan kecakapan, kehati – hatian dan ketekunan (duties of skill, care and diligence), tugas – tugas ini hanya merupakan aspek dari tugas – tugas Direktur agar tidak lalai (negligent) dalam pelaksanaan fungsinya. Perlu diketahui secara konsep the duty to be skillful berbeda dengan the duty to be careful dan the duty to be diligence.
3. Tugas yang berdasarkan ketentuan Undang – Undang (statutoryduties). Diamanatkan oleh Undang – Undang (by the act) seperti Direktur harus melaksanakan reasonable diligence dalam tugas jabatannya atau disclosure Secara umum tanggung jawab Direksi dapat dibedakan dalam:
1. “Tanggung Jawab internal Direksi yang meliputi tugas dan tanggung jawab Direksi terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan”.
2. Tanggung Jawab eksternal Direksi, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak langsung dengan perseroan”.
2. Bahwa Tanggung jawab Direksi perseroan terbuka dalam kerangka good corporate governance di Pasar Modal Karena UUPT merupakan kerangka paling penting bagi perundang – undangan yang ada mengenai Corporate Governance, Direksi bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas – tugasnya. Direksi diharuskan oleh UUPT untuk menjalankan, dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
(2)
Kerangka pengaturan utama yang kedua, di samping UUPT dapat ditemukan dalam aturan dan peraturan yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal Indonesia atau “BAPEPAM”. UUPT berlaku untuk perseroan terbatas yang didirikan menurut hukum Indonesia, sedangkan aturan dan peraturan pasar modal berlaku bagi “perusahaan publik” (suatu perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh paling sedikit 300 orang dan dengan modal disetor sebesar 3 milyar rupiah) sebagaimana ditetapkan dalam Undang – Undang Pasar Modal (UUPM). Perusahaan wajib mengungkapkan informasi penting melalui Laporan Tahunannya serta laporan keuangan kepada para pemegang saham maupun laporan – laporan lainnya kepada BAPEPAM, bursa efek, serta kepada masyarakat dengan cara yang tepat waktu, akurat, dapat dimengerti dan objektif. Perusahaan – perusahaan wajib mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak saja hal – hal yang diharuskan menurut hukum tetapi juga hal – hal yang mempunyai arti penting bagi pengambilan keputusan pihak investor kelembagaan, para pemegang saham, pihak kreditur serta para pemegang kepentingan lain berkaitan dengan perusahaan.Para anggota dewan komisaris dan direksi yang memegang saham di dalam perusahaan serta “orang dalam” lainnya sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 95 UU Pasar Modal tidak boleh memanfaatkan informasi orang dalam (insider trading) berkaitan dengan penanganan saham – saham tesebut.
3. Bahwa Penerapan prinsip Good Corporate Governance (pengelolaan perseroan yang baik) di Indonesia sangat dipengaruhi baik oleh faktor – faktor budaya maupun historis. Kedua aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak
(3)
dapat dipisahkan dan memiliki keterkaitan yang erat dengan elemen-elemen kemasyarakatan. Faktor-faktor tersebut memberikan kendala yang signifikan bagi pemerintah dalam memberlakukan dan menerapkan berbagai kebijakannya, kemajemukan dan kompleksitas masyarakat Indonesia juga merupakan faktor kesulitan lain dalam upaya menciptakan atau mengadopsi konsep-konsep manajemen/pengelolaan yang baik. Sebagaimana halnya dengan substansi Good Corporate Governance yang telah diatur dalam UUPT. Berikut ini adalah pengalaman salah satu perusahaan di Indonesia, PT Astra Internasional, yang dalam perjalanannya dinilai telah melaksanakan good corporate governance dengan baik jauh sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia dan jauh sebelum good corporate governance menjadi tema sentral dalam wacana perbaikan perekonomian Indonesia. Fakta membuktikan dengan melaksanakan good corporate governance dengan baik perusahaan bertahan mengahadapi krisis ekonomi dan menjadi yang terdepan dalam memperoleh manfaat dari penerapan good corporate governance:
B.Saran
Direksi haruslah menjalankan perusahaan dengan baik sesuai dengan sesuai anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pada dasarnya direksi harus mampu mengekspresikan dan menjalankan tugas dan tanggung jawabnya untuk mengelola perusahaan dengan baik agar perusahaan berjalan pada jalur yang benar dan layak yang sesuai dengan kerangka good corporate governance di pasar modal.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
M. Yahya Harahap, S. H., 2009, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta
Abdulkadir Muhamad, 1999, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, 2002, Perseroan Terbatas, Raja Grafindo, Jakarta
Achmad Ichsan , S.H. 1987. Hukum Dagang, Lembaga Perserikatan Surat – Surat Berharga , Pradnya Paramita.
Ali Ridho, 1986, Badan Hukum dan Kedudukan Hukum Perseroan dan Perkump-ulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni Bandung
Anisitus Amanat, 1995, Pembahasan Undang – Undang Perseroan Terbatas dan Penerapannya dalam Akta Notaris, Raja Grafindo, Jakarta
Ali Boediarto, SH. Kompilasi Putusan MA tentang Hukum Piutang, IKAHI Swara Justisia
Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H. 2005.Hukum Perusahaan Indonesia ( Aspek hukum dalam ekonomi), PT Pradnya Paramita, Jakarta
M. Irsan Nasarudin , SH., et al. 2008, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta
(5)
Marzuki Usman, Sunggih Rephat, Syahris. 1997, Pengetahuan Pasar Modal. Istibat Braku Indonesia.
Tjager, I Nyoman, “Corporate Governance dalam Pasar Modal.
Wahyono Darmabrata dan Ari Wahyudi Hertanto, “Implementasi Good Corporate Governance Dalam menyikapi Bentuk – Bentuk Penyimpangan Fiduciary Duty Direksi Dan Dewan Komisaris Direksi Perseroan Terbatas “artikel pada Jurnal Hukum Bisnis, edisi no 6 vol, 22, 2003, hlm 25
H.M.N. Purwosujipto, 1999, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Djambatan, Jakarta
Hasnati, Peranan Komite Audit dalam Organ Perseroan Terbatas Dalam Kerangka Good Corporate Governance, FH UII Press, Yogyakarta
Indra Surya, S.H., 2008 Penerapan Good Corporate Governance Mengesampingkan Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, Prenada Media Group, Jakarta
Misahardi Wilamarta, 2002, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta
I.G. Rai, Widjaya. 2002, Hukum Perusahaan, Kesaint Balanc, Jakarta
Munir Fuady, 2002, Doktrin – Doktrin Modern Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung
(6)
Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung
Ridwan Khairandy, 2000, Pengantar Hukum Dagang Indonesia I, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Gama media, Yogyakarta
Gautama, Prof.Dr. 1995. Himpunan Yurisprudensi Indonesia yang Penting Untuk Praktik Jilid 14. Citra Aditya Bakti.