PERKAWINAN ENDOGAMI DI KALANGAN MASYARAKAT PEGUNUNGAN

  

PERKAWINAN ENDOGAMI DI KALANGAN

MASYARAKAT PEGUNUNGAN

  (Studi Kasus di Desa Petung Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang)

  

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

Oleh:

Ahmad Mundhofar

Nim 211-13-048

  

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2018

  

MOTTO

ميح رلا نمح رلا الله مسب

  

“LOVE THE PAST and PLAY THE FUTURE”

( Cintai masa lalu dan mainkan masa

depan)

  PERSEMBAHAN Karya Tulis ini saya persembahkan kepada : 1. Allah Swt., Segala Puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayahnya sehingga skripsi ini bisa terslesaikan.

  2. Kedua orang tua yang saya cintai dan sayangi yaitu Bapak Ning Slamet dan Ibu Partinah serta adikku Muhammad Nadzir.

  3. Tim bola voli IAIN Salatiga yang telah memberikan pengalaman tak terlupakan sepanjang penulis menempuh pendidikan di IAIN Salatiga.

  4. Student Sport Club (SSC) IAIN Salatiga yang telah menjadi ajang mencari ilmu praktek dalam hal berserikat dan berpendapat.

  5. Pondok Pesantren Edi Mancoro tercinta. Khususnya Kiai Muhammad Hanif,.M.Hum. selaku Pengasuh dan juga kepada santriwan-santriwati pada umumnya.

  6. Bapak Yahya,.S.Ag.,M.H.I selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan penulis serta memotivasi dengan cara beliau yang khas.

  7. Teman-temanku Mahasiswa Hukum Keluarga Islam angkatan 2013 yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

  8. Teman-temanku Parwanto, Khoirudin, Vatoni dan Asrodi.

  9. Desaku Suringgono yang tercinta, semoga dapat menginspirasi warga lain di desaku untuk menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang Perguruan Tinggi.

  10. Teman-temanku yang tergabung dalam grup “Nge-free” yang telah menjadi ajang penyegaran bagi penulis dari sibuknya pengerjaan karya tulis ini.

  11. Teman-temanku Kamar Sunan Kudus yang telah membantu dalam wujud apapun dalam pengerjaan skripsi ini.

  KATA PENGANTAR Puji syukur, dan terimakasih penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayangnnya yang telah menuntun penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi sesuai dengan yang diharapkan. Sholawat dan salam semoga senantiasa terpanjatkan kepada baginda Rasulallah SAW yang menuntun umat manusia dari zaman jahiliyah yang gelap kepada zaman yang terang islamiah. Semoga kita senantiasa mendapatkan syafaatnya di dunia maupun di akhirat nanti.

  Skripsi dengan judul FENOMENA PERKAWINAN ENDOGAMI DI

  

KALANGAN MASYARAKAT PEGUNUNGAN (Studi Kasus di Desa

  Petung Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang) ini ditulis sebagai tugas untuk memenuhi salah satu syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum di jurusan S1 Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

  Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini tidak akan diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan ketulusan dan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga 2.

  Ibu Dr.Siti Zumrotun M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Salatiga 3. Bapak Sukron Ma’mun, S.HI.,M.Si Selaku Ketua Jurusan Hukum

  Keluarga Islam IAIN SALATIGA sekaligus pembimbing akademik penulis.

  4. Bapak Yahya, S.HI.,M.H.I. selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan kesabarannya dalam membimbing dan megarahkan penulis hingga terselesainnya skripsi ini.

  5. Segenap dosen pengajar Fakultas Syariah, atas ilmu yang telah disampaikan dan nasehat yang telah diberikan.

  6. Orang tua Bapak Ning Slamet dan Ibu Paratinah, Adikku Muhammad Nadzir beserta keluarga besar Mbah Painten dan Mbah Supadi Klunthung yang telah memberikan doa dan dukunganya baik materi maupun immateril.

  7. Pembantu Petugas Pencatat Nikah Desa Petung periode 2018 dan sahabat saya Asrodi yang telah membantu penulis dalam proses wawancara lapangan.

  8. Tim Nasional Bola Voli IAIN Salatiga yang telah berjuang bersama dalam berbagai event nasional dan lokal serta formsal dan non formal dengan partner yang berbeda dari tahun ke tahun namun tetap solid dan jaya.

  9. Kiai Muhammad Hanif, M.Hum. yang telah menjadi lentera dan inspirasi bagi penulis.

  10. Kawan-kawan Student Sport Club (SSC) IAIN Salatiga yang telah menyehatkan penulis dengan memprestasikan olahraga dan mengolahragakan prestasi.

  11. Al Maghfurlah KH. Mahfudz Ridwan, Lc. Beserta Ibu Hj. Nafisah sekaligus keluarga ndalem yang telah memberikan ilmu-ilmunya baik secara tersurat maupun tersirat.

  12. Teman-teman santriwan santriwati Pondok Pesantren Edi Mancoro yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng.

  13. Sahabat-sahabatku Thorriq, Imcil, Taril, Zabit, Za’far yang tergabung da lam grup “Free ra ?“ yang telah menjadi ajang refresh otak bagi penulis dari kesulitan proses dalam penyusunan skripsi ini.

  14. Teman-temanku Parwanto, Khoirudin, Sriwidono, Vatoni yang menjadi sahabat yang menggembirakan bagi penulis.

  15. Temanku Muchlas al Wibawi yang telah berkenan meminjamkan media penulisan skripsi bagi penulis.

  16. Seorang wanita yang telah menjadi cambuk semangat tersendiri bagi penulis yang tidak penulis sebutkan sebelum sah menikahinya.

  17. Semua pihak yang mungkin tidak dapat disebutkan atas bantuanya baik moril maupun materil yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam penyelesaian skripsi ini.

  Sangat di sadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Sehingga saran dan masukan senantiasa penulis nantikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca pada umumnya.

  ABSTRAK

  Mundhofar, Ahmad. 2018. Perkawinan Endogami di Kalangan Masyarakat

  Pegunungan Studi Kasus di Desa Petung Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang.

  Skripsi Fakultas Syari’ah. Jurusan Hukum Keluarga Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Yahya, S.Ag.,M.H.I.

  Kata kunci: Perkawinan, Endogami, Hukum Islam

  Desa Petung Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang terletak di lereng Gunung Merbabu dan mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Perkawinan endogami banyak dilakukan oleh warga Desa Petung yaitu antar kerabat. Perkawinan ini terjadi secara terus menerus dari dulu hingga kini meskipun intensitasnya menurun.

  Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif-analisis sehingga memerlukan data yang diambil dari lapangan. Pendekatan yang digunakan yaitu sosiologis-yuridis. Metode yang digunakan yaitu dengan metode wawancara, metode dokumentasi dan observasi. Data yang didapatkan dihimpun kemudian dianalisis secara kualitatif.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi masyarakat tetap mempertahankan perkawinan endogami diantaranya : perjodohan, untuk menjaga harta, adanya rasa cinta, menjaga harta, untuk merekatkan tali persaudaraan, kemurnian keturunan dan kewilayahan.

  Dalam pelaksanaannya perkawinan endogami memiliki dampak terutama bagi pelaku endogami itu sendiri antara lain: terjaganya harta warisan keluarga, hubungan keluarga yang semula renggang menjadi rekat kembali, terciptanya keluarga yang harmonis, meningkatnya status di tengah masyarakat dan keturunan yang dihasilkan dari perkawinan ini baik secara jasmani maupun rohani.

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i NOTA PEMBIMBING ............................................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................ iv MOTTO .................................................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................... v KATA PENGANTAR ............................................................................................. vi ABSTRAK ............................................................................................................... ix DAFTAR ISI ............................................................................................................. x

  BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................... 4 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................ 4 D. Telaah Pustaka ........................................................................................ 5 E. Metode Penelitian .................................................................................... 6 1. Jenis Penelitian ................................................................................ 7 2. Pendekatan Penelitian ...................................................................... 7 3. Kehadiran Peneliti ........................................................................... 8 4. Sumber Data ..................................................................................... 8 5. Prosedur Pengumpulan Data ............................................................ 8 6. Analisis Data .................................................................................... 9

  F.

  Sistematika Penulisan Penelitian............................................................ 10

  BAB II PERKAWINAN ENDOGAMI .................................................................. 11 A. Landasan Perkawinan Endogami ........................................................... 11 B. Bentuk- Bentuk Perkawinan Endogami ................................................ 29 C. Faktor-Faktor Penyebab Perkawinan Endogami ................................... 30 D. Dampak Perkawinan Endogami ............................................................ 32 BAB III PERKAWINAN ENDOGAMI DI DESA PETUNG ............................. 34 A. Gambaran Lokasi Penelitian di Desa Petung Kecamatan Pakis Kaupaten Magelang ............................................................................. 34 B. Perkawinan Endogami di Desa Petung .................................................. 40 C. Faktor dan Dampak Perkawinan Endogami di Desa Petung ................ 43 BAB IV KONTROVERSI PERKAWINAN ENDOGAMI DI DESA PETUNG .. 76 A. Analisis Perkawinan Endogami di Desa Petung ................................... 76 B. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Endogami di Desa Petung ............................................................................................ 89 C. Analisis Dampak-Dampak yang Ditimbulkan dari Adanya Perkawinan Endogami di Desa Petung ...................................................................... 99 BAB V PENUTUP ................................................................................................. 108 A. Kesimpulan .......................................................................................... 108 B. Saran .................................................................................................... 109 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-Lampiran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem

  semi tertutup, di mana sebagian besar interaksi adalah antara individu- individu yang berada dalam kelompok tersebut. Secara garis besar masyarakat yang terdiri dari keluarga-keluarga yang beragama Islam terdiri dari suami-isteri dan anak. Keluarga Islam tersebut hanya dapat terbentuk atas suatu ikatan suci yang diberi nama perkawinan.

  Perkawinan sah yang terjadi antara seorang pria dan seorang wanita dengan terpenuhinya semua syarat dan rukunnya menyebabkan semua hubungan keduanya menjadi halal bahkan berpahala, padahal sebelumnya hukumnya haram dan berdosa. Yang dimaksud dengan hubungan terlarang (haram) antara laki-laki dan perempuan itu adalah berduaan, bertatapan, berhubungan badan dan seterusnya (Umay, 2004: 2).

  Pengertian Perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974

  pasal 1 adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk hidup berumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan No. 1 tahun 1974

  pasal 1). Sedangkan pengertian perkawinan menurut Kompilasi Hiukum Islam (KHI) pasal 2 adalah akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakanya adalah ibadah (pasal 2 KHI).

  Perkawinan adalah sunnah karunia yang apabila dilaksanakan akan mendapat pahala tetapi apabila tidak dilaksanakan tidak mendapatkan dosa tetapi dimakruhkan karena tidak mengikuti sunnah Rosul (Muhammad, 1998: 375).

  Apabila perkawinan merupakan sunnah Rosul maka jelaslah bahwa perkawinan adalah ibadah dan memiliki segala kebaikan duniawi maupun ukhrawi. Dan nilai perkawinan sebagai ibadah menjadi semakin luas dengan pengertian bahwa segala perbuatan baik apabila dengan niatan yang baik akan dicatat oleh Allah sebagai ibadah (Shiddieq, 2004: 5).

  Allah menjelaskan hal yang menjadi dasar hukum perkawinan yaitu dalam al- Qur’an Surat al-Rum ayat 21:

  ًةَّدَوَم ْمُكَنْ يَ ب َلَعَجَو اَهْ يَلِإ اوُنُكْسَتِل اًجاَوْزَأ ْمُكِسُفْ نَأ ْنِم ْمُكَل َقَلَخ ْنَأ ِهِتاَيآ ْنِمَو ) 12 ( َنوُرَّكَفَ تَ ي ٍمْوَقِل ٍتاَي َلَ َكِلَذ ِفِ َّنِإ ًةَْحَْرَو

  

Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya

diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu

benar-benar terdapat tanda- tanda bagi kaum yang berfikir”.(Departemen

  Agama RI, 1971: 644).

  Di Indonesia, perkawinan merupakan hal yang sakral. Dan banyak hal yang unik yang terjadi dalam perkawinan di Indonesia, baik dari segi upacara perkawinannya maupun subjek perkawinan itu sendiri.

  Contohnya di Jawa ada upacara midodareni yaitu calon pengantin dirias cantik, kemudian ditinggal di dalam kamar pelaminan dan tidak boleh tidur dari jam enam sore sampai tengah malam dan hanya ditemani oleh beberapa orang yang sudah tua yaitu untuk memberikan nasehat seputar kehidupan(Bayuadhy, 2015: 65).

  Perkawinan di Indonesia ada bermacam-macam salah satunya yaitu Perkawinan endogami. Perkawinan endogami adalah suatu bentuk perkawinan yang berlaku dalam masyarakat yang hanya memperbolehkan anggota masyarakat kawin atau menikah dengan anggota lain dari golongan sendiri (Goode, 2007: 134).

  Perkawinan endogami pada saat ini sudah jarang kita temui didalam masyarakat, terutama pada masyarakat yang sudah modern. Masyarakat yang semakin modern menyebabkan tiap orang lebih bebas dalam menentukan pasangannya tanpa terikat adat istiadat yang berlaku di daerahnya. Mereka cenderung menganut asas kebebasan dalam memilih pasangan hidupnya.

  Namun perkawinan ini bisa kita temui di Desa Petung, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Desa ini terletak di lereng Gunung Merbabu oleh karena itu warganya termasuk dalam kategori masyarakat pegunungan. Mayoritas pekerjaan warga Desa Petung adalah petani. Di desa ini banyak warga yang melakukan perkawinan endogami, yaitu perkawinan yang dilakukan dengan sesama klan/kerabat.

  Melihat realitas tersebut peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat di Desa Petung dalam melakukan perkawinan endogami, dan mengetahui dampak yang muncul dari adanya perkawinan endogami yang ada di Desa Petung tersebut. Hal inilah yang akan coba penulis teliti dan membahasnya secara lebih lanjut dan mendalam dalam suatu skripsi yang berjudul “PERKAWINAN ENDOGAMI DI

  KALANGAN MASYARAKAT PEGUNUNGAN ” Studi Kasus di Desa Petung Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Tahun 2018.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang skripsi ini, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana praktek perkawinan endogami terjadi di Desa Petung ? 2.

  Apa faktor-faktor yang menyebabkan perkawinan tersebut terjadi ? 3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari perkawinan tersebut terhadap keluarga besar mereka dan masyarakat sekitar ?

C. Tujuan dan Kegunaan

  Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1.

  Menjelaskan sejarah perkawinan endogami di Desa Petung, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang.

  2. Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan perkawinan tersebut terjadi dari segi sosiologi.

  3. Menjelaskan dampak yang telah ditimbulkan dari hasil perkawinan tersebut terhadap keluarga kedua mempelai.

  Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: 1.

  Kegunaan Teoritis Menjadi rujukan dan khasanah baru bagi pembaca dalam hal kajian fiqh munakahat perihal perkawinan endogami yang menjawab kenapa perkawinan endogami bisa menjadi sebuah fenomena setelah terangkum dalam skripsi.

2. Kegunaan Praktis

  Diharapkan mampu memberikan informasi yang akurat dan aktual terhadap peneliti selanjutnya mengenai perkawinan endogami dari berbagai macam sudut pandang.

D. Telaah Pustaka

  Telah ada beberapa karya ilmiah terdahulu yang terkait dengan dengan permasalahan yang peneliti lakukan. Penelitian tersebut yaitu tertera di paragraf selanjutnya.

  Wafirotudl Dlomiroh, dengan judul,”Perkawinan Mintelu,” (Studi Mitos Perkawinan Mintelu di Desa Wangen Kecamatan Gelagah Kabupaten Lamongan). Penelitian ini menitikberatkan pada pandangan masyarakat Desa Wangen Kecamatan Gelagah Kabupaten Lamongan, terhadap mitos larangan nikah antar saudara mintelu dari perspektif adat maupun perspektif hukum Islam. Yang dimaksud dengan perkawinan

  mintelu adalah perkawinan yang dilakukan oleh garis keturunan ketiga

  yaitu cucu. Lebih tepatnya antar cucu dari sepupu baik dari ayah maupun ibu atau antar saudara secangkah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa mitos larangan antar saudara mintelu bertentangan dengan dengan al- Qur’an surat al-Nisa’ ayat 22-24 dan tidak perlu untuk dilestarikan, karena perbuatan tersebut bisa menyebabkan kemusyrikan kepada Allah Swt.

  Skripsi oleh Paramadina (2010) dengan judul “Kafa’ah pada Tradisi

  Perkawinan Masyarakat Arab Al-Habsyi di Kelurahan Mulyoharjo Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang”. Hasil penelitian ini menunjukkann bahwa

  kafa’ah yang terjadi pada masyarakat Arab Al- Habsyi adalah suatu prinsip yang sudah dipegang sejak leluhur mereka.

  Tinjauan Hukum Islam terhadap hal ini diperbolehkan asalkan merupakan adat yang tidak bertentangan dengan kaidah Islam. Implikasi yang terjadi di lapangan bagi yang melanggar prinsip kafaah tersebut akan mendapatkan sanksi moral dari keluarga sendiri.

E. Metode Penelitian

  Metode dalam suatu penelitian merupakan suatu hal yang sangat lazim digunakan oleh peneliti setiap melakukan penelitian ilmiah. Di dalam dunia penelitian, penggunaan metode penelitian untuk mengkaji dan meneliti suatu objek penelitian telah diatur dan ditentukan dengan persyaratan yang sangat ketat berdasarkan disiplin keilmuan yang telah diberlakukan. Hal ini dimaksudkan agar hasil temuan dari peneliti tersebut diakui kebenarannya oleh komunitas ilmuwan yang terkait dengan hal itu karena memiliki nilai ilmiah di bidang tersebut.

  Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

  Jenis penelitian yang digunakan untuk dasar penelitian ini adalah penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu objek penelitian, yang umumnya menggunakan strategi multi metode yaitu wawancara, pengamatan serta penelaahan dokumen atau

  study documenter yang antara satu dengan lainnya saling

  melengkapi, memperkuat dan menyempurnakan (Sukmadinata, 2005: 108).

  2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif . Moleong

  (2013: 6) mendeskripsikan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologis. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah masyarakat, masyarakat disini adalah warga desa yang melakukan perkawinan endogami di Desa Petung.

  3. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini, penulis hadir dan ikut serta dalam proses penelitian di lapangan dan mencari informasi seputar perkawinan antar sepupu di Desa Petung. Adapun penelitian ini mulai dilakukan pada 20 Juli 2018 sampai dengan selesainya penelitian dan penulisan skripsi ini pada 18 Agustus 2018.

  4. Sumber Data Data merupakan suatu fakta dan keterangan yang diperoleh saat penelitian. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

  a) Sumber Data Primer, yakni sumber yang langsung memberi data kepada peneliti (Tanzeh, 2009:55). Sumber tersebut diberikan oleh dua pasangan suami isteri yang melakukan perkawinan endogami dan orang tua mempelai tersebut.

  b) Sumber Data Sekunder, yakni sumber data yang tidak langsung diberikan oleh peneliti (Tanzeh, 2009:57).

  Diantaranya ialah tetangga, ulama setempat, aparat desa dan pegawai KUA yang dilakukan di tempat penelitian.

  5. Prosedur Pengumpulan Data Dalam memperoleh data yang valid dalam penelitian ini, diperlukan teknik-teknik pengumpulan yang sesuai. Peneliti menggunakan beberapa metode sebagai berikut :

  a) Wawancara yaitu dalam mencari dan memperoleh data yang dianggap penting dengan mengadakan wawancara secara langsung diantaranya dengan pelaku perkawinan, orangtua mempelai, tetangga,tokoh masyarakat setempat, aparat desa dan pegawai KUA kecamatan Pakis.

  b) Dokumentasi yaitu menelaah terhadap dokumen-dokumen tertulis menegenai seperti data catatan perkawinan yang ada di KUA, aparat desa yang telah menanganinya, maupun data lainnya yang berkaitan.

6. Analisis Data

  Analisis data adalah proses untuk menentukan tema dan merumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data, dengan mengorganisasi dan menguatkan data tersebut ke dalam pola kategori dan satuan uraian dasar (Moleong, 2006:103).

  Setelah data diperoleh dan dikumpulkan, maka peneliti menggunakan teknik analisa data dalam penelitian ini sebagai berikut:

  a) Deskriptif analisis, yaitu menganalisa dan menjelaskan data hasil penelitian mengenai perkawinan endogami.

  b) Induktif, yaitu mengemukakan kenyataan dari hasil penelitian perkawinan endogami.

F. Sistematika Penulisan

  Untuk memberikan kejelasan dan ketetapan pembahasan dalam menyusun proposal ini, maka penulis menyusun sistematika penelitian yang terdiri atas 5 bab sebagai berikut :

  BAB I berisi pendahuluan meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

  BAB II berisi tentang kajian pustaka dari tulisan ini terdiri dari landasan perkawinan endogami, bentuk perkawinan endogami dan dampaknya.

  BAB III Metode Penelitian ini terdiri dari paparan data dan hasil penelitian meliputi gambaran umum lokasi penelitian, kronologi perkawinan endogami, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan endogami, dampaknya terhadap keluarga besar mempelai dan masyarakat sekitar serta pendapat ulama setempat mengenai perkawinan endogami.

  BAB IV Analisa penelitian ini terdiri dari analisis huku perkawinan endogami, analisis faktor-faktor penyebab perkawinan endogami, dan analisis dampak-dampak yang ditimbulkan dari perkawinan endogami.

  BAB V merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran- saran yang untuk kemajuan objek penelitian.

BAB II PERKAWINAN ENDOGAMI A. Landasan Perkawinan Endogami Ada beberapa hal yang menjadi landasan dari perkawinan endogami

  yaitu : 1.

  Al-Qur’an Dalam hal perkawinan endogami antar kerabat yang masih mempunyai hubungan keturunan, Rahmaniah (2014) menyatakan bahwa Dalam al Qur'an, tidak didapatkan ayat yang mengharamkan pernikahan endogami.

  Dengan kata lain, endogami diperbolehkan dengan syarat batasan-batasan pertalian keluarga tidak terlalu dekat. Pernikahan endogami atau pernikahan dalam lingkup satu kekerabatan itu boleh dan halal hukumnya asalkan tidak menikahi mahromnya atau orang yang haram hukumnya untuk dinikahi.

  Di dalam buku Risalah Nikah karya Hamdani membagi 7 atas larangan karena ada hubungan nasab yaitu : 1)

  Ibu 2)

  Anak perempuan 3)

  Saudara perempuan 4)

  Bibi dari pihak ayah 5)

  Bibi dari pihak Ibu 6)

  Anak perempuan dari saudara laki-laki

  7) Anak perempuan dari saudara perempuan(Hamdani, 1989: 60).

  Allah Swt. telah mengatur tentang siapa saja yang tidak boleh dinikahi oleh seseorang atau mahrom. Allah Swt.berfirman dalam Qs. al-Ahzab ayat 50.

  

ْتَكَلَم اَمَو َّنُهَروُجُأ َتْيَ تآ ِتِ َّلَّلا َكَجاَوْزَأ َكَل اَنْلَلْحَأ اَّنِإ ُِّبَِّنلا اَهُّ يَأاَي

َكُنيَِيَ َكِلاَخ ِتاَنَ بَو َكِتاَّمَع ِتاَنَ بَو َكِّمَع ِتاَنَ بَو َكْيَلَع ُهَّللا َءاَفَأ اَِّمِ

اَهَسْفَ ن ْتَبَهَو ْنِإ ًةَنِمْؤُم ًةَأَرْماَو َكَعَم َنْرَجاَه ِتِ َّلَّلا َكِت َلَاَخ ِتاَنَ بَو

ْدَق َينِنِمْؤُمْلا ِنوُد ْنِم َكَل ًةَصِلاَخ اَهَحِكْنَ تْسَي ْنَأ ُِّبَِّنلا َداَرَأ ْنِإ ِِّبَِّنلِل

َنوُكَي َلَّْيَكِل ْمُهُ ناَْيََأ ْتَكَلَم اَمَو ْمِهِجاَوْزَأ ِفِ ْمِهْيَلَع اَنْضَرَ ف اَم اَنْمِلَع

  (50) ًميِحَر اًروُفَغ ُهَّللا َناَكَو ٌجَرَح َكْيَلَع

Artinya : “Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan

bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan maskawinnya dan

hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu

peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu,

dan (demikian pula)anak-anak perempuan dari saudara laki-laki

bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan

bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu,

dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu ” (Departemen Agama RI, 1418 H: 342).

  ayat ini secara rinci menggambarkan bentuk-bentuk saudara sepupu. Semua bentuk hubungan saudara sepupu di dalam ayat ini dihalalkan, yaitu :

  1) Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapak

  2) Anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapak

  3) Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibu

  4) Anak-anak perempuan dari saudara peremp uan ibu

  Selain ayat diatas al- Qur’an juga memberikan aturan yang tegas dan terperinci yang lain dalam QS.al-Nisa (4) ayat 22-24

  Allah Swt.berfirman :

  

ًةَشِحاَف َناَك ُهَّنِإ َفَلَس ْدَق اَم َّلَِإ ِءاَسِّنلا َنِم ْمُكُؤاَبآ َحَكَن اَم اوُحِكْنَ ت َلََو

  11

ْمُكُتاَوَخَأَو ْمُكُتاَنَ بَو ْمُكُتاَهَّمُأ ْمُكْيَلَع ْتَمِّرُح ) ( ًلَّيِبَس َءاَس َو اًتْقَمَو

ِتِ َّلَّلا ُمُكُتاَهَّمُأَو ِتْخُْلْا ُتاَنَ بَو ِخَْلْا ُتاَنَ بَو ْمُكُت َلَاَخَو ْمُكُتاَّمَعَو

ِفِ ِتِ َّلَّلا ُمُكُبِئاَبَر َو ْمُكِئاَسِن ُتاَهَّمُأَو ِةَعاَضَّرلا َنِم ْمُكُتاَوَخَأَو ْمُكَنْعَضْرَأ

َلََّف َّنِِبِ ْمُتْلَخَد اوُنوُكَت َْلَ ْنِإَف َّنِِبِ ْمُتْلَخَد ِتِ َّلَّلا ُمُكِئاَسِن ْنِم ْمُكِروُجُح

َْينَ ب اوُعَمَْتَ ْنَأَو ْمُكِب َلَّْصَأ ْنِم َنيِذَّلا ُمُكِئاَنْ بَأ ُلِئ َلََّحَو ْمُكْيَلَع َحاَنُج

  ( )

  12 َم َّلَِإ ِْينَ تْخُْلْا ُتاَنَصْحُمْلاَو اًميِحَر اًروُفَغ َناَك َهَّللا َّنِإ َفَلَس ْدَق ا

َءاَرَو اَم ْمُكَل َّلِحُأَو ْمُكْيَلَع ِهَّللا َباَتِك ْمُكُناَْيََأ ْتَكَلَم اَم َّلَِإ ِءاَسِّنلا َنِم

ِهِب ْمُتْعَ تْمَتْسا ا َمَف َينِحِفاَسُم َرْ يَغ َينِنِصُْمُ ْمُكِلاَوْمَأِب اوُغَ تْبَ ت ْنَأ ْمُكِلَذ

ْنِم ِهِب ْمُتْيَضاَرَ ت اَميِف ْمُكْيَلَع َحاَنُج َلََو ًةَضيِرَف َّنُهَروُجُأ َّنُهوُتآَف َّنُهْ نِم

  )

  13 ( اًميِكَح اًميِلَع َناَك َهَّللا َّنِإ ِةَضيِرَفْلا ِدْعَ ب

Artinya “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah

dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau.

Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan

seburuk- buruk jalan (yang ditempuh).” (23) “Diharamkan atas

kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;

saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu

yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan;

anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki;

anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan;

ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan

sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang

dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,

tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah

kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan

diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);

dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang

bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;

Sesungg uhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

  

(24) “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang

bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah

menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu; dan

dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-

isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka

isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka,

berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna) sebagai

suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap

sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah

menentukan mahar itu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui

lagi Maha Bijaksana.” (Departemen Agama RI, 1418 H:81-82).

  Ayat ini dengan tegas menjelaskan golongan perempuan- perempuan yang haram untuk dikawini. Perempuan itu adalah: ibu tiri, ibu kandung, anak kandung, saudara kandung, seayah atau seibu, bibi dari ayah, bibi dari ibu, keponakan dari saudara laki- laki, keponakan dari saudara perempuan, ibu yang menyusui, saudara sesusuan, mertua, anak tiri dari isteri yang sudah diajak berhubungan intim, menantu, ipar (untuk dimadu), dan perempuan yang bersuami.

  Berdasarkan ayat ini dapat dipahami bahwa ada empat kategori perempuan yang haram untuk dikawini; 1) karena ada hubungan darah ; 2) karena hubungan persusuan ; 3) karena ada hubungan perkawinan, baik yang dilakukan oleh ayah, diri sendiri, atau anak;

  4) karena status perempuan yang sudah kawin. Oleh karena itu, selain dari perempuan-perempuan yang haram untuk dikawini seperti yang dijelaskan dalam QS.al-Nisa (4) ayat 22- 24, maka boleh untuk dikawini(Rachman, 2016: 5).

2. Hadits

  Hadits juga mengatur mengenai perkawinan endogami. Dari beberapa hadits salah satunya yaitu hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya Musnad al Imam Ahmad bin Hanbal dari Ali bin Abu Talib bahwa Rasulullah bersabda :

  

ِرِباَج ْنَع َةَداَتَ ق ْنَع ٌدْيِعَس اَنَ ثَّدَح َلَاَق ٍرْكَب ُنْباَو ٍرَفْعَج ُنْب ُدَّمَُمُ اَنَ ثَّدَح

ىَلَع َدْيِرُأ ْمَّلَس َو ِهْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها َلْوُسَر َّنَأ : ٍساَّبَع ِنْبا ِنَع ٍدْيَز ِنْب

َنِم ُمُرَْيَ ُهَّنِإَف ِةَعاَضَّرلا َنِم يِخَأ ُةَنْ با اَهَّ نِإ َلاَقَ ف اَهَجَّوَزَ تَّ ي نَأ َةَزَْحْ ِةَنْ با

ِبَسَّنلا َنِم ُمُرَْيَ اَم ِعاَضَّرلا

  Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja‟far dan Ibnu Bakar berkata tela h menceritakan kepada kami Sa”id dari Qata:dah dari Jabir bin Zaid dari Ibnu Abbas bahwa dia mengizinkan agar Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menikahi puteri Hamzah. Beliau bersabda: "Dia itu tidak halal untukku. Dia adalah puteri saudaraku sepenyusuan dan apa yang diharamkan

karena nasab (keturunan) juga diharamkan karena penyusuan."

  Hadits ini menguraikan yang haram dinikahi karena adanya faktor-faktor ekstern yang dimulai penyebutannya dengan ibu-ibu kamu yang menyusui kamu; karena persamaannya dengan ibu dari yang menyusukan sehingga semua wanita yang pernah menyusui seorang anak dengan penyusuan yang memenuhi syarat yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, ia sama dengan ibu kandung.

  Demikian juga haram dinikahi semua wanita yang berhubungan keibuan dengan ibu susu itu, baik karena keturunan ataupun karena penyusuan. Sebagaimana haramnya juga menikahi saudara-saudara perempuan sepersusuan, yakni wanita yang mengisap lima kali penyusuan pada wanita yang sama dengan yang kau isap, baik sebelum, bersamaan, ataupun sesudah kamu mengisapnya.

  Disebutkan wanita-wanita yang haram dinikahi karena faktor pernikahan, yaitu ibu-ibu istri kamu, yakni mertua, baik istri itu telah kamu gauli layaknya suami istri maupun belum, juga anak- anak anak-anak istri kamu yang sedang atau atau wajar dan berpotensi menjadi anak dalam pemeliharaan kamu, yakni anak tiri karena mereka dapat disamakan dengan kandung sendiri, dan istri yang telah kamu campuri sebagaimana layaknya suami istri. Tetapi jika kamu belum campur tangan istri kamu itu dan dia sudah kamu ceraikan atau istri yang belum kamu campuri itu meninggal dunia, maka tidak berdoa kamu menikahinya, yakni anak-anak tiri dari bekas istri yang telah kamu ceraikan sebelum bercampur itu; demikian juga diharamkan kamu istri-istri anak kandung kamu, yakni menantu(Shihab, 2002: 471).

3. Hukum Positif di Indonesia

  Membahas mengenai perkawinan kaitannya dengan huku positif di Indonesia adalah tidak adanya bentuk pelarangan terhadap perkawinan endogami khususnya endogami antar kerabat. Didalam kitab Undang-undang Hukum Perdata, perkawinan dilarang antara mereka yang mana satu dengan yang lain bertalian keluarga dalam garis lurus keatas dan kebawah, baik karena kelahiran yang sah maupun tak sah atau karena perkawinan dan dalam garis menyimpang antara saudara laki-laki dan saudara perempuan, sah atau tak sah (Pasal 30 KUH Perdata). Perkawinan dilarang juga :

  1) Antara ipar laki-laki dan ipar perempuan, karena perkawinan sah atau tidak sah, kecuali si suami atau si istri yang mengakibatkan periparan itu telah meninggal dunia, atau jika karena keadaan tak hadirnya si suami atau si istri.

  Kepada istri atau suami yang ditinggalkannya, oleh hakim diizinkan untuk kawin dengan orang lain.

  2) Antara paman atau paman orang tua dan anak perempuan saudara atau cucu perempuan saudara, seperti pun antara bibi atau bibi orang tua dan anak laki-laki saudara atau cucu laki-laki saudara yang sah atau tak sah (Pasal 31 KUH Perdata)

  Untuk melakukan perkawinan, juga dilarang bagi mereka yang oleh putusan hakim terbukti melakukan perzinaan (overspel). Hal ini diatur dalam pasal 32 KUH Perdata yang menyebutkan: ”Barangsiapa dengan putusan hakim telah dinyatakan salah karena berzina, sekali-kali tak diperbolehkan kawin dengan kawan berzinanya(Soimin, 1992: 26).

  Jadi berdasarkan penjabaran diatas, maka perkawinan endogami termasuk dalam kategori perkawinan yang tidak dilarang di Indonesia dan oleh karena itu perkawinan endogami pelaksanaanya legal secara hukum.

4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

  Segala bentuk perkawinan tidak bisa dilepaskan dari Undang- undang ini termasuk perkawiann endogami. Ada bentuk penegasan tentang siapa yang boleh dinikahi maupun yang tidak boleh dinikahi. Sehubungan dengan itu Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 pada Pasal 8, 9 dan pasal 10 menyatakan :

  Pasal 8 Perkawinan dilarang antara dua orang yang : a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas; b.

  Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya; c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri; d.

  Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan; e.

  Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal suami beristeri lebih dari seorang; f. Yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

  Pasal 9 Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.

  Pasal 10 Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka diantara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan, tidak menentukan lain.

  Orang-orang Indonesia asli yang beragama Kristen dan orang-orang yang takluk pada BW, seperti orang-orang Tionghoa dan Eropa ada suatu kemungkinan diizinkannya dan mendapat dipensasi untuk melakukan perkawinan dengan saudara ibu, saudara bapak, saudara nenek, anak saudara, dan cucu saudara(Soimin, 1992: 49).

  Jadi berdasarkan penjabaran diatas, maka perkawinan endogami termasuk dalam kategori perkawinan yang tidak dilarang di Indonesia dan oleh karena itu perkawinan endogami pelaksanaanya legal menurut Undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang dijadikan landasan hukum utama dari suatu perkawinan.

5. Kompilasi Hukum Islam

  Perkawinan endogami tidak secara langsung termaktub dalam Kompilasi Hukum Islam. Namun jika ditarik benang merahnya maka mengaitkannya dengan larangan perkawinan. Larangan perkawinan dijelaskan secara rinci dalam Pasal 39 KHI,sebagai berikut:

  Pasal 39 Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan : 1)

  Karena pertalian nasab a.

  Dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkan atau keturunannya b.

  Dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu c. Dengan seorang wanita saudara melahirkannya

  2) Karena pertalian kerabat semenda a.

  Dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya. b.

  Dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkannya.

  c.

  Dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrinya kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas istrinya itu qobla al dukhul.

  d.

  Dengan seorang wanita bekas istri keturunannya. 3)

  Karena pertalian susuan a.

  Dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis lurus keatas.

  b.

  Dengan seorang wanita susuan seterusnya menurut garis lurus kebawah.

  c.

  Dengan seorang wanita saudara susuan dan kemenakan susuan kebawah.

  d.

  Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan keatas.

  e.

  Dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya(Sarmadi, 2007: 53).

  Jadi berdasarkan penjabaran diatas, maka perkawinan endogami antar kerabat termasuk dalam kategori perkawinan yang tidak dilarang di Indonesia dan oleh karena itu perkawinan endogami pelaksanaanya legal bagi orang yang beragama islam menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI).

6. Landasan Sains

  Menurut kamus Webster’s New World Dictionary,katascience berasal dari kata latin,scire,yang artinya mengetahui. Secara bahasa, science berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan(knowledge)yang dikontraskan dengan intuisiatau kepercayaan(Kartanegara, 2003: 2).

  Pendekatan sains dalam pengkajian Islam seperti hadis misalnya yang merupakan sebagai sumber ajaran Islam yang kedua dipandang sangat penting, sebab mungkin saja suatu hadis tertentu lebih tepat dipahami secara tersurat (tekstual), sedangkan ada hadits tertentu lainnya lebih tepat jika dimaknai secara tersitrat (konstektual)(Ismail, 1994: 6).