DESKRIPSI TARI GUEL PADA UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT GAYO DI KOTA MEDAN

DESKRIPSI TAR! GUEL PADA UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT GAYO DI KOTA MEDAN SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN

DESI ARI NATALIA S. N1M. 010707001

UNIVERS1TAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2008

DESKRIPSI TARI GUEL PADA UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT GAYO DI KOTA MEDAN SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN

DESI AR! NATALIA S. NIM. 010707001

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Kumalo Tarigan, MA Dra. Rithaony Hutajulu, MA NIP. 131 571 756

NIP. 131 882 281

Skripsi mi diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra USU Medan, Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dibidang Etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2008

Disetujul Oleh

FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Jurusan Etnomusikologi Ketua, Dra. Frida Deliana Harahap, MSI NIP. 131 785 636

BAB IV PENGGUNAAN DAN FUNGSI TARI GUEL

4.1 Penggunaan Tan Guel ...................................... 60

4.2 Fungsi Tan Guel ................................................ 62

4.2.1 Fungsi Sosial ............................................. 63

4.2.2 Fungsi Stimulan ........................................ 63

4.2.3 Fungsi Komunikasi ................................... 64

4.2.4 Seni Sebagai Sarana Ritual ..................... 64

4.2.5 Seni Sebagai Sarana Hiburan Pribadi ... 65

4.2.6 Seni Sebagai Presentasi Estesis ............... 65 BAR V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ........................................................ 66

5.2 Saran .................................................................. 67 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

KATA PENGANTAR

Penu1is mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan atas kasih karunia- Nya yang begitu besar kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini. Untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis hanyak mendapatkan bantuan dan dukungn dari berbagai pihak, karena itu dalam kesempatan ini penuliss ingin mengucapkan terimakasih kepada: - Dekan Fakutas Sastra, Bapak Drs.Syaifuddin,M.A, Ph.D - Ibu Dra.Frida Deliana, Msi selaku Kepala Dapertemen Etnomusikologi - Ibu Dra.Heristina Dewi,M.Pd selaku Sekretanis Kepala Dapeteiiien

Etriomusikologi - Bapak Drs.Kumalu Tarigan,M.A sebagai dosen pembimbing I, yang telah

banyak memberikan bimbingan, meluangkan waktu dan pemikiran kepada penulis hingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

- Ibu Dra.Rithaony Hutajulu,M.A sebagai pembimbing II, yang telah banyak

:memberikan bimbingan, meluangkan waktu dan pemikiran, kepada penulis hingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

- Bapak Drs.Fadlin, sebagai dosen wali penulis. - Kepada Seluruh Staf Pengajar Dapertemen Etnomusikologi yang telah mendidik

penulis, tanpa mereka semua penulis tidak akan bisa mendapatkan ilmu seperti sekarang ini.

- Kepada seluruh informan. tanpa mereka penulis tidak bisa membuat tulisan ini menjadi sebuah skripsi yang sempurna dan layak untuk dijadikan tulisan. - Kepada keluarga. terutama kedua orang tuaku tercinta K.Simangunsong dan

Alm.M. Hutabarat, buat kedua kakak aku yang tercinta Iyut dan Rina yang telah mendukung penulis sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini.

- Kepada seluruh teman-teman stambuk 01, atas dukungan moral dan bantuanya. - Kepada keluarga besar Etnomusikologi ( IME ), terimakasih banyak atas

kekeluargaan selama ini, Edward Bangun, Rasmin, Karto, Rudi, yang selalu memberi masukan dan mendukung penulis.

- Kepada rekan kerja/karyawan Belmondo, terimakasih banyak atas pengertiannya.

- Kepada teman-teman yang tidak tersebut namanya, termakasih banyak. Dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. itu semua tidak terlepas dari kesilapan dan kelemahan penulis sebagai manusia. Namun kiranya skrspsi ini dapat berguna dalam penambahan ilmu dimasa yang akan datang. Baik dalam hal pendidikan maupun dalam hal kebudayaan kepada masyarakat yang ada di Kota Medan.

Medan, Maret 2008

Penulis Desi Ari Natalia

ABSTRAKSI

Dalam kegiatan adat-istiadat masyarakat Batak Toba, tortor merupakan satu hal yang memiliki peranan yang sangat penting. Salah satu peranan tortor adalah memiliki makna perlambangan status sosial. Yakni, dengan penyajiannya maka seseorang dan orang lain dapat mengetahui posisinya dimata masyarakat. Disamping itu, tortor juga memiliki makna bentuk penghormatan terhadap orang lain.

Upacara-upacara adat biasanya tidak luput dari acara manortor/tortor. Sampai saat ini kegiatan manortor atau tortor masih tetap dipertahankan. Namun ada ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa kegiatan manortor sudah tidak seperti dulu lagi. Orang Batak yang sekarang sudah jarang ditemukan dapat manortor dengan baik.

Secara sadar atau tidak sadar sejak masuknya agama Kristen ke Tanah Batak,cara berfikir masyarakatnya juga turut berubah.dalam memandang tortor. Mereka cenderung memandang manortor berkaitan dengan kepercayaan animisme. Tortor secara pelan-pelan mulai ditinggalkan dan kurang diperhatikan. Apabila ada kegiatan yang menuntut penyajiaan tortor, maka dilaksanakan hanya sebagai simbolis demi kelancaran kegiatan tersebut.

Dampaknya terlihat dengan mulai berkurangnya orang-orang yang manortor dengan baik dan sungguh-sungguh. Hal ini juga berkaitan dengan pandangan orang Batak yang sekarang yaitu, apabila mampu manortor dengan baik maka dianggap sedang trance/kemasukan roh.

Perubahan tortor pada masa sekarang ini cukup menarik untuk diteliti. Penelitian lebih jauh diharapkan agar dapat mengetahui faktor-faktor perubahan tersebut. Penulis berfikir dengan kegiatan penelitian yang lebih khusus akan dapat mengungkapkan kebenaran mengenai tortor.

Disini penulis ingin mengangkat tortor dalam kegiatan penelitian dengan tujuan menjadikan hasil penelitian kedalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi. Sekaligus mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dibangku kuliah jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Mengingat pembahasan tentang tortor ini sangat luas, maka disini penulis ingin memfokuskan penelitian kepada perubahan tortor yang ada sekarang dengan tortor pada masa lampau. Upacara yang melibatkan tortor juga dibatasi kepada tortor yang digunakan pada upacara perkawinan. Judul penelitian ini penulis buat

“Perubahan Tortor Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Dulu Dan Sekarang”

Demikianlah abstraksi pengajuan judul penelitian ini penulis buat, besar harapan penulis atas dukungan dan motivasi dari dosen pembimbing dan rekan mahasiswa sekalian. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Februari 2008

( Desi Ari Natalia)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Tylor mengatakan, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman

Soemardi 1 , kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat . Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan turut berkembang seiring

dengan masyarakat pendukungnya. Kesenian yang telah berjalan secara turun temurun, dari generasi ke generasi dapat merupakan identitas pribadi sebuah

1 Pengertian kebudayaan penulis kutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya.

masyarakat. Demikian juga halnya dengan pada salah satu etnis yang terdapat didaerah Aceh yaitu etnis Gayo.

Masyarakat Gayo adalah salah satu etnis yang berasal dari daerah Aceh Tengah, sebagian Aceh Timur, Bener Meriah, dan Kabupaten Gayo Lues 2 . Daerah

asal kediaman orang Gayo biasa dinamakan dataran tinggi Gayo, dan mereka biasanya menyebutnya dengan tanoh Gayo (Tanah Gayo). Kini daerah tersebut menjadi bagian dari wilayah beberapa kabupaten yakni (a) seluruh wilayah Kabupaten Aceh Tengah, (b) sebagian dari wilayah Kabupaten Aceh Tenggara (c) Sebagian kecil dari wilayah Kabupaen Aceh Timur dan (d) seluruh wilayah Kabupaten Gayo Lues. Dataran tinggi Gayo ini ditandai dengan sebuah danau, yaitu “Danau Laut Tawar” yang mempunyai luas kira-kira + 5 x 18 Km persegi yang menghampar diantara sela-sela bukit barisan di pinggiran ibu kota kabupaten Aceh Tengah, Takengon, yang juga di kelilingi oleh gunung-gunung, seperti gunung/ burni birah payang, burni Entem-entem, burni Perehen, burni Gentala, burni Pepanyi, Burni Telong, burni Gerunte, dan lain-lain.

Pada kesenian Gayo, dikenal salah satu bentuk tari yang disebut dengan tari guel. Tari guel biasanya disajikan pada upacara perkawinan. Tetapi bisa juga tari guel ini, dijadikan tarian pada upacara-upacara penyambutan. Misalnya pada saat upacara peresmian-peresmian, seminar atau HUT Kemerdekaan RI. Tari ini disajikan dengan tujuan menyambut undangan kehormatan.

2 Kabupaten Gayo Lues adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tenggara dan berdiri

dengan Dasar Hukum UU No.4 Tahun 2002 pada tanggal 10 April 2002. Kabupaten ini berada di gugusan pegunungan Bukit Barisan, sebagian besar wilayahnya merupakan area Taman Nasional Gunung Leuser yang telah dicanangkan sebagai warisan dunia. Kabupaten ini merupakan kabupaten yang paling terisolasi di NAD (http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Gayo_Lues)

Tari guel ini sudah menyebar seiring dengan penyebaran masyarakat Gayo di seluruh wilayah Indonesia. Penyebaran tersebut, secara otomatis turut membawa adat kebiasaan mereka dari daerah asal. Sehingga ragam kesenian

mereka dapat kita temukan di tempat mereka berdomisili 3 . Kita dapat menemukan komunitas etnis Gayo di Kota Medan. Salah

satunya adalah Gabungan Mahasiswa Gayo-Sumatera Utara (GMG-SU). Selain sebagai wadah silaturahmi khususnya mahasiswa dari etnis Gayo, GMG-SU ini juga menaungi salah satu wadah kesenian yang disebut dengan Sanggar Teganing . Sekretariat organisasi ini berada di belakang kompleks pekuburan muslim dijalan Halat. Sekaligus merupakan tempat latihan rutin bagi Sanggar Teganing , setiap hari minggu sore sekitar pukul 16.00 WIB. Sanggar inilah yang sering menyajikan tari Guel pada acara-acara yang berkaitan dengan adat-istiadat Gayo di Kota Medan.

Jumlah penari dalam pertunjukan tari guel biasanya berjumlah tujuh orang wanita dan seorang pria. Penari pria disebut dengan gajah. Bisa juga tari ini dikomposisikan dengan tujuh orang penari wanita dan dua orang penari pria. Penari pria pertama disebut dengan gajah dan penari pria kedua disebut dengan guru guel . Tarian ini disajikan dalam durasi sekitar 15 menit.

Tari ini diyakini oleh masyarakat Gayo lahir pada saat kepemimpinan Raja Linge ke 14. Pada saat itu Raja Linge ke 14 membunuh salah seorang saudara tirinya yang bernama Bener Meriah, berasal dari Johor Malaysia yang pada saat itu berkunjung ke Linge bersama dengan adiknya, Sengeda. Bener Meriah dan

3 Wawancara dengan Abang Saukani Gayo 26 Februari 2008

Sengeda merupakan putra Raja Linge ke 13 dari istri kedua yang berasal dari Johor Malaysia 4 .

Musik pengiring dalam pertunjukan tari guel adalah sebuah gegedem (alat musik pukul yang mirip dengan rebana), Sebuah alat musik tiup yang disebut dengan soling (suling), teganing alat musik pukul yang terbuat dari satu ruas bambu dengan senar yang berasal dari kulit bambu tersebut. Disamping itu ada tiga buah gong yang memiliki ukuran kecil, sedang dan besar. Gong yang kecil disebut dengan canang. Gong yang sedang disebut dengan memong. Gong yang besar disebut dengan gong.

Setelah beberapa kali menyaksikan tari guel penulis merasa tertarik meneliti lebih jauh tentang tari guel pada masyarakat Gayo khususnya masyarakat Gayo yang berdomisili di Medan. Penulis melihat bahwa tari ini memiliki cirikhas tersendiri, baik dari gerak, bentuk penyajian dan sejarah keberadaannya.

Penulis ingin mengetahui bagaimana deskripsi penyajian serta penggunaan dan fungsi tari guel. Penulis merasa perlu kiranya mengadakan penelitian yang lebih khusus dan bersifat ilmiah. Dengan demikian penulis membuat judul penelitian ini: Deskripsi Tari Guel Pada Upacara Perkawinan Masyarakat

Gayo di Kota Medan.

1.2 Pokok Permasalahan

Pokok permasalahan yang ingin dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

4 Wawancara dengan Abang Saukani 26 Februari 2008

1. Mendeskripsikan penyajian tari guel pada upacara perkawinan pada masyarakat Gayo di Kota Medan.

2. Penggunaan dan fungsi tari guel pada pada upacara perkawinan masyarakat Gayo di Kota Medan.

1.3 Tujuan Dan Manfaat

1.3.1 Tujuan

Tujuan penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui sejarah keberadaan tari guel.

2. Untuk mengetahui deskripsi penyajian tari guel pada upacara perkawinan masyarakat Gayo di Kota Medan.

3. Untuk mengetahui, penggunaan dan fungsi tari guel yang disajikan dalam upacara perkawinan masyarakat Gayo di Kota Medan.

4. Untuk mengetahui aspek-aspek aspek-aspek tari yang terdapat dalam tari guel, meliputi, gerak, pola lantai, busana, serta musik pengiring tari

1.3.2 Manfaat

Adapun manfaat yang kira dapat dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Bermanfaat sebagai sumber informasi mengenai salah satu bentuk tari tradisional yang terdapat di Indonesia.

2. Bermanfaat sebagai salah satu bentuk antisipasi seandainya bentuk kesenian ini punah namun belum sempat dituliskan.

3. Sebagai literatur tambahan mengenai bentuk-bentuk kesenian yang menjadi kekayaan budaya Indonesia.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1Konsep

Menurut Melly G Tan, dalam Koentjaraningrat (1991:21) “konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala. Konsep merupakan definisi dari apa yang akan kita amati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana yang kita inginkan, untuk menentukan hubungan empiris”.

Untuk memahami penggunaan dan fungsi yang penulis maksud dalam penelitian ini, mengacu kepada pendapat Alan P Merriam (1964:210) mengenai fungsi dan penggunaan alat musik. Dimana diartikan bahwa use (penggunaan) menitik beratkan pada masalah situasi atau bagaimana musik itu digunakan, sedangkan function menitik beratkan pada alasan penggunaan atau tujuan pemakaian musik, terutama maksud yang lebih luas, sampai sejauh mana musik itu mampu memenuhi kebutuhan manusia itu dalam konteks penyajiannya.

Pendapat Alan P Merriam tersebut, memang ditujukan untuk memberikan pengertian mengenai penggunaan dan fungsi terhadap musik atau penyajian musik. Penulis melihat bahwa pendapat beliau dapat juga diterapkan untuk memberikan pengertian tentang penggunaan dan fungsi tari.

Tari sejak awal merupakan sebuah seni kolektif sebab dalam proses dan kerangka wujudnya tempat dibentuk oleh berbagai disiplin seni yang lain misalnya sastra, musik, seni rupa dan seni drama. Bahkan tari pada mulanya Tari sejak awal merupakan sebuah seni kolektif sebab dalam proses dan kerangka wujudnya tempat dibentuk oleh berbagai disiplin seni yang lain misalnya sastra, musik, seni rupa dan seni drama. Bahkan tari pada mulanya

waktu. Menurut Soedarsono (1977:17) “tari adalah ekspresi jiwa yang diungkapkan melalui gerak-gerak ritmis yang indah”. Corrie Hartong mengatakan

“tari adalah gerak-gerak yang diberi bentuk dan ritmis dari tubuh dan ruang 6 ”. Jhon Martin, mengatakan “substansi baku tari adalah gerak 7 ”.

Tari guel merupakan salah satu bentuk kesenian yang menjadi kebanggaan bagi masyarakat Gayo. Tari guel pada masyarakat Gayo biasanya disajikan dalam upacara perkawinan, pesta-pesta adat atau perayaan-perayaan lainnya. Tarian ini ditampilkan pada saat proses penyambutan tamu yang dihormati.

Jumlah penari dalam pertunjukan tari guel biasanya berjumlah tujuh orang wanita dan seorang pria. Penari pria disebut dengan gajah. Bisa juga tari ini dikomposisikan dengan tujuh orang penari wanita dan dua orang penari pria. Penari pria pertama disebut dengan gajah dan penari pria kedua disebut dengan guru guel . Biasanya tarian ini disajikan dalam durasi sekitar 15 menit.

Tari guel ini bercerita tentang, sejarah gajah putih pada masyarakat Gayo. Legenda tentang gajah putih pada masyarakat Gayo merupakan satu hal yang sangat istimewa. Dimana pada waktu itu gajah putih dapat dijinakkan dengan tarian ini. Gerakan-gerakan tari guel ini diyakini merupakan penggambaran dari gerakan gajah yang menari. Tari ini memiliki sejarah yang melegenda bagi masyarakat Gayo. Sehingga tari ini merupakan kesenian yang menonjol sekaligus juga sebagai wujud identitas budaya pada masyarakat Gayo.

5 Robby Hidajat M.Sn dalam Wawasan Seni Tari (2005:1) 6 Pengantar Pengetahuan Tari, Oleh Tuti Rahayu (2000:03) 7 ibid

Gayo adalah sebuah nama sebuah suku bangsa yang mendiami dataran tinggi di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Suku Gayo mendiami tiga kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Gayo Lues. Suku Gayo juga mendiami kecamatan Kecamatan Serba Jadi di Kabupaten Aceh Timur.

Drs. Haji Mahmud Ibrahim dalam bukunya “Mujahid Dataran Tinggi Gayo ” dan dalam buku “Aceh Tengah Daerah Pariwisata” menyatakan bahwa orang Gayo berasal dari Hindia Belakang dan yang termasuk kedalam Melayu Tua. Mereka masuk kedaerah Perlak gelombang pertama, dan seterusnya membentuk sebuah kerajaan disana. Dalam buku tersebut selanjutnya dijelaskan tentang silsilah Sultan Abdul Kadir Syah berikutnya dengan sejarah berdirinya Kerajaan Perlak dan kemudian menurunkan keturunan yang memimpin Kerajaan Linge I.

1.4.2. Teori

Teori merupakan landasan atau kerangka berfikir dalam membahas permasalahan. Sumantri (1993:143) mengatakan, teori juga merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Koentjaraningrat (1977:30) bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang teori- teori yang bersangkutan.

Pendapat dari Herkovits dalam Soerjono (1980:980) memandang suatu kebudayaan sebagai suatu sistem organik, karena kebudayaan turun temurun dari Pendapat dari Herkovits dalam Soerjono (1980:980) memandang suatu kebudayaan sebagai suatu sistem organik, karena kebudayaan turun temurun dari

Fungsi adalah kegunaan atau tujuan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang di tulis oleh W.J.S Poerwadarminta (1984:283) fungsi adalah pekerjaan yang dilakukan untuk mencapai tujuan.

Menurut Soedarsono (1972:22) tari dapat berfungsi sebagai :

a. Sarana upacara-upacara keagamaan yang masih kuat unsur-unsur kepercayaan kuno.

b. Sarana untuk mengungkapkan kegembiraan dan pergaulan

c. Sarana pertunjukan yang timbul dari perasaan untuk memberikan hiburan atau kepuasan bathin manusia Yuliani Parani (1953:28) mengatakan bahwa fungsi tari ada tiga hal yaitu:

1. Fungsi sosial, yakni sebagai penunjang, aspek kehidupan, masyarakat, seperti dalam upacara kehidupan, siklus kepercayaan, hubungan manusia dengan manusia, masyarakat dengan masyarakat

2. Fungsi stimulan, yakni memberi sebagai emosi baik secara individu maupun kelompok.

3. Fungsi komunikasi, yakni hubungan manusia dengan lingkungan dan masa lampau dengan kekuatan penguasaan yang dilaksanakan. Pendapat-pendapat dari Soedarsono dan Yuliani Parani diatas, dapat

menjadi acuan untuk melihat fungsi penyajian tari guel pada masyarakat Gayo dikota Medan.

1.5 Metode Penelitian

Dalam suatu kegiatan penelitian ilmiah membutuhkan suatu metode penelitian agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik dan sistematis. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Koentjaraningrat (1985:7) yang mengatakan bahwa, metode adalah cara atau jalan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja. : yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Metode yang dapat penulis terapkan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualiatif. Penelitian yang bersifat deskriptif, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat sifat suatu individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suaty gejala atau frekwensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala lain dalam masyarakat. Dalam hal ini mungkin ada hipotesa-hipotesa, mungkin belum, tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1991:29)

Sedangkan menurut Hadari dan Mimi Martini (1994:176) penelitian yang bersifat kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses menjaring data atu informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek/bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Penelitian ini tidak mempersoalkan sampel dan popolasi sebagaimana dalam penelitian kuantitatif.

Dalam mngumpulkan data data yang nantinya dapat digunakan untuk menjawab segala permasalahan yang ada, Nettl (1963:62-64) menawarkan dua cara kerja lapangan yaitu lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk Dalam mngumpulkan data data yang nantinya dapat digunakan untuk menjawab segala permasalahan yang ada, Nettl (1963:62-64) menawarkan dua cara kerja lapangan yaitu lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk

1.5.1 Kerja Laboratorium (Desk Work)

Kerja laboratorium merupakan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan tulisan-tulisan untuk dijadikan sebagai referensi. Bagian dari kerja laboratorium adalah pengolahan data-data dari hasil penelitian lapangan, dan data-data yang didapat dari studi kepustakaan.

1.5.1.1 Studi Kepustakaan

Kepustakaan merupakan suatu proses pencarian literatur dan sumber bacaan yang nantinya dapat memperlancar proses penelitian. Kegiatan ini merupakan teknik untuk melengkapi kekurangan-kekurangan data sekaligus sebagai media untuk melengkapi dan menganalisa data-data yang diperoleh dalam penelitian lapangan. Selain sumber bacaan berupa buku, makalah, jurnal, buletin dan artikel, penulis juga berusaha mencari referensi lain dari internet.

1.5.1.2 Kerja Lapangan (Field Work)

Kegiatan Kerja lapangan yang dilaksanakan oleh penulis adalah dengan turun langsung kedalam objek yang akan diteliti. Dalam mendapatkan data-data pada saat penelitian lapangan penulis melakukan beberapa cara, yaitu : Observasi, wawancara, dan perekaman.

1.5.1.2.1 Observasi

Salah satu teknik dalam dalam penelitian lapangan adalah dengan melakukan observasi terlebih dahulu terhadap objek yang hendak diteliti. Tujuannya adalah untuk melihat secara langsung sekaligus berada ditempat dan waktu keberadaan objek dengan segala unsur-unsur pendukung objek yang hendak diteliti. Disamping itu Akan lebih mudah bagi seorang peneliti untuk mengetahui langkah-langkah selanjutnya dalam kegiatan penelitian yang akan dilaksanakannya.

Soehartono (1995:69) mengatakan bahwa,. Observasi atau pengamatan dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan indera penglihatan, yang juga berarti tidak melakukan pertanyaan-pertanyaan. Kemudian pendapat ini diperkuat lagi dengan pendapat Muhammad Ali (1987:25) yang mengatakan bahwa : “observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap subyek, baik secara langsung maupun tidak menggunakan teknik yang disebut dengan pengamatan”.

1.5.1.2.2 Wawancara

Setelah mengadakan beberapa pengamatan maka penulis dapat memiliki sedikit wawasan tentang objek yang hendak diteliti. Maka kegiatan penelitian penulis lanjutkan dengan kegiatan wawancara. Menurut pendapat Koentjaraningrat, (1981:36), kegiatan wawancara secara umum dapat dibagi tiga kelompok yaitu: persiapan wawancara, teknik bertanya dan pencatatan data hasil wawancara.

Penulis juga mengacu pada pendapat Suhartono (1995:67) wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara jawaban responden akan dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape recorder)

1.5.1.2.3 Perekaman

Untuk merekam data hasil penelitian dan wawancara penulis menggunakan Tape Recorder Sony Walkman WM-EX170, dengan media penyimpanan pada pita kaset Maxxel 60 Normal UR.

BAB II LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT GAYO

2.1 Masyarakat Gayo

Gayo merupakan satu istilah untuk menyatakan sebuah suku yang berasal dari wilayah Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten Gayo Lues. Sebagian ada juga yang berdomisili di kecamatan Serbajadi Kabupaten Aceh Timur. Suku ini merupakan salah satu suku asli dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Kelompok etnik Gayo, mendiami bagian tengah atau pedalaman dari wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Wilayah asal orang Gayo ini biasa pula disebut Dataran Tinggi Gayo, yang merupakan bagian dari tali temali Bukit Barisan di Pulau Sumatera. Dalam wilayah ini terletak danau mungil Laut Tawar yang cukup indah sekaligus wilayah ini merupakan kawasan suaka alam Gunung Leuser. Sebuah kekayaan alam yang mewariskan kekayaan alam flora dan fauna pada dunia, diantaranya primata langka yang disebut “orang utan” (pongopygmeus).

2.2 Adat Isitiadat

Di masa lalu masyarakat Gayo telah merumuskan prinsip – prinsip adat yang disebut kemalun ni edet. Prinsip adat ini menyangkut “harga diri” (malu) yang harus dijaga, diamalkan, dan dipertahankan oleh kelompok kerabat tertentu,

BAB II LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT GAYO

2.1 Masyarakat Gayo

Gayo merupakan satu istilah untuk menyatakan sebuah suku yang berasal dari wilayah Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten Gayo Lues. Sebagian ada juga yang berdomisili di kecamatan Serbajadi Kabupaten Aceh Timur. Suku ini merupakan salah satu suku asli dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Kelompok etnik Gayo, mendiami bagian tengah atau pedalaman dari wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Wilayah asal orang Gayo ini biasa pula disebut Dataran Tinggi Gayo, yang merupakan bagian dari tali temali Bukit Barisan di Pulau Sumatera. Dalam wilayah ini terletak danau mungil Laut Tawar yang cukup indah sekaligus wilayah ini merupakan kawasan suaka alam Gunung Leuser. Sebuah kekayaan alam yang mewariskan kekayaan alam flora dan fauna pada dunia, diantaranya primata langka yang disebut “orang utan” (pongopygmeus).

2.2 Adat Isitiadat

Di masa lalu masyarakat Gayo telah merumuskan prinsip – prinsip adat yang disebut kemalun ni edet. Prinsip adat ini menyangkut “harga diri” (malu) yang harus dijaga, diamalkan, dan dipertahankan oleh kelompok kerabat tertentu, Di masa lalu masyarakat Gayo telah merumuskan prinsip – prinsip adat yang disebut kemalun ni edet. Prinsip adat ini menyangkut “harga diri” (malu) yang harus dijaga, diamalkan, dan dipertahankan oleh kelompok kerabat tertentu,

1.Denie Terpancangi : Harga diri, menyangkut hak-hak atas wilayah

2. Nahma teraku : Harga diri yang menyangkut kedudukan yang sah.

3.Bela mutan : Harga diri yang terusik karena ada anggota kelompoknya yang disakiti atau dibunuh.

4.Malu tertawan :harga diri yang terusik karena kaum wanita dari anggota kelompoknya diganggu atau difitnah pihak lain.

Skema Sistem Nilai Budaya Gayo

Keterangan: M

: mukemel ( harga diri ) Tp

: tertip (tertib) St

: setie (setia) Sg

: semayang Gemasih (kasih sayang ) Mt

: mutentu (kerja keras) An

: amanah (amanah)

Gm : genap mupakat (musyawarah) At

: alang tulung (tolong menolong) Bs

: bersikemelen ( kompetitif) Skema tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Sistem nilai budaya Gayo

terbagi menjadi nilai “utama” yang disebut “harga diri” (mukemel=M). untuk mencapai harga diri itu, seorang harus mengamalkan atau mengacu pada sejumlah nilai lain, yang disebut nilai “penunjang”. Nilai – nilai penunjang itu adalah : “tertib” (Tp), setia (St), kasih sayang” (Sg), “kerja keras”(Mt), “amanah” (An), “musyawarah”(Gm), “tolong- menolong”(At). Untuk mewujudkan nilai – nilai ini dalam mencapai “harga diri” mereka harus berkompetisi. Kompetisi itu sendiri merupakan sebuah nilai, yaitu “nilai kompetitif” (Bs) yang merupakan nilai penggerak.

2.3 Agama Dan Kepercayaan

Masyarakat Aceh, adalah masyarakat teritorial keagamaan. Tesa ini lahir berdasarkan tiga hal: Pertama, kehidupan keluarga dalam masyarakat Aceh yang bersifat parental dan dalam hal-hal tertentu bersifat bilateral. Kedua, orang Aceh berkehidupan pada sebuah wilayah yang bernama gampong yang berada di bawah koordinasi mukim, dengan meunasah sebagai sentralnya. Ketiga, kepemimpinan gampong bersifat dwitunggal yang diibaratkan seorang ayah dan ibu, yakni

geusyik 8 dan imuem meunasah .

Terlepas bagaimana pemahaman keagamaan yang ada di Aceh, yang jelas, agama menjadi alat ukur utama budaya di Aceh. Sebuah budaya yang tidak sesuai

8 http://www.acehinstitute.org/opini_sulaiman_tripa_memahami_budaya.htm 8 http://www.acehinstitute.org/opini_sulaiman_tripa_memahami_budaya.htm

Demikian juga dengan masyarakat Gayo. Bagi mereka segala aspek kehidupan selalu ditinjau dari aspek agama. Sehingga setiap unsur kebudayaan dalam masyarakat Gayo selalu memiliki kaitan dengan unsur keagamaan. Salah satu unsur kebudayaan yang jelas terlihat berkaitan dengan agama yang dianut oleh masyarakat Gayo adalah bidang kesenian. Kesenian cenderung dijadikan sebagai elemen untuk menyiarkan agama sekaligus wadah dalam berdakwah.

Bisa dikatakan bahwa hampir seluruh etnis Gayo merupakan pemeluk agama Islam. Bahkan masyarakat Gayo yang berdomisi di luar wilayah Aceh, merupakaan pemeluk agama Islam.

2.4 Bahasa

Bahasa Gayo merupakan salah satu bahasa yang ada di Nusantara. Keberadaan bahasa ini sama tuanya dengan keberadaan orang Gayo “urang Gayo” itu sendiri di Indonesia. Kita tidak bisa memisahkan bahasa Gayo dengan penuturnya “urang Gayo” dan sebaliknya. Sementara orang Gayo “urang Gayo” merupakan suku asli yang mendiami Nanggroe Aceh Darussalam. Golongan ini termasuk dalam golongan Melayu tua atau proto Melayu yang mendiami daerah ini sebelum kedatangan melayu muda termasuk orang Aceh. Mereka memiliki bahasa, adat istiadat sendiri yang membedakan identitas mereka dengan suku- suku lain yang ada di Indonesia.

Dalam bahasa Gayo, kita juga mengenal tingkat kesopanan yang ditunjukan dengan tutur (memanggil seseorang) dengan panggilan yang berbeda. Hal tersebut menunjukan tata krama, sopan santun, rasa hormat, penghargaan dan kasih sayang. Kepada orang tua, misalnya, akan memiliki tutur yang berbeda dengan anak-anak. Dapat kita contohkan, pemakaian ko dan kam, yang keduanya berarti kamu (anda) Panggilan ko biasa digunakan dari orang tua dan/atau lebih tua kepada yang lebih muda, sebaliknya, terasa janggal atau tidak sopan bila yang muda menggunakan kata ini kepada orang yang lebih tua. Kata kam sendiri lebih sopan dibandingkan dengan ko. Selain itu, kam ini menunjukan makna jamak dan panggilan intim antara suami istri.

Dalam pergaulan sehari-hari antar orang Gayo, bahasa ini berfungsi sebagai alat komunikasi. Meski terdapat adanya perbedaan dialek dan kosakata dalam bahasa Gayo seperti dialek Gayo Lut, Gayo Deret, Gayo Lues, Lokop dan Kalul, namun perbedaan tersebut tidak menjadi persoalan yang berarti dalam proses komunikasi antar penutur bahasa Gayo. Perbedaan dialek dan kosakata tersebut menjadi cerminan kayanya kandungan bahasa Gayo.

Contoh Percakapan perkenalan dalan bahasa Gayo Bahasa Gayo

Bahasa Indonesia

• Geralku Algayo

Namaku Algayo

• Hana keber ?

Apa kabar?

• Keber jeroh

Kabar baik • Nge mangan ? = Sudah makan

• Gerilen = Belum

Di Gayo tinggal dimana? • Tareng i Pante Raya

I Gayo tareng isihen?

Tinggal di pante raya • selohen enggeh ku umahku? =

Kapan datang ke rumahku • Barek selo ike ara waktu

Kapan2 kalau ada waktu • nge mulo boh

Udah dulu ya

• aku male ulak

Aku mau Pulang

2.5 Kesenian

Sebagai mana masyarakat lainnya di Indonesia, masyarakat Gayo merefleksikan cita rasa seninya melalui berbagai bentuk,yakni seni musik, seni tari dan seni rupa.

2.5.1. Seni Musik

Salah satu unsur seni musik yang cukup populer pada masyarakat Gayo adalah musik vokal, yang dikenal dengan sebutan didong. Seperangkat instrumen tradisional Gayo yang terdiri dari dua buah canang, sebuah memong, dua gegedem (sejenis rapa-i) dan sebuah gong. Mereka memainkan musik ini di dapur itu, hanya beberapa hasta dari perapian yang menyala."Udara" Takengon yang sejuk menjadi lebih hangat karenanya.

2.5.2. Seni Tari

Dalam kebudayaan masyarakat Gayo ada beberapa tarian yang cukup terkenal, yaitu tari guel, tari munalo dan tari saman. Tari guel dan tari munalo biasanya disajikan dalam upacara perkawinan. Begitu juga dengan tari saman yang begitu terkenal dan akrab dengan dunia seni pertunjukan.

Tari Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik, karena hanya menampilkan gerak tepuk tangan dan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak badan, kepala dan posisi badan. Keunikan lainnya terlihat dari posisi duduk para penari dan goyangan badan yang dihentakkan ke kiri atau ke kanan, ketika syair- syair dilagukan.

Tari ini biasanya dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki, tetapi jumlahnya harus ganjil. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, tarian ini dimainkan pula oleh kaum perempuan atau campuran antara laki-laki dan perempuan.

Saman bisa saja dimainkan oleh 10 - 12 penari, akan tetapi keutuhan Saman setidaknya didukung 15 - 17 penari. Yang mempunyai fungsi sebagai berikut :

- Nomor 9 disebut Pengangkat, Pengangkat adalah tokoh utama, titik sentral dalam Saman, yang menentukan gerak tari, level tari, syair-syair yang dikumandangkan maupun syair-syair sebagai balasan terhadap serangan lawan main (Saman Jalu / pertandingan)

pengangkat baik gerak tari maupun nyanyian/ vokal - Nomor 2-7 dan 11-16 disebut Penyepit, Penyepit adalah penari biasa yang mendukung tari atau gerak tari yang diarahkan pengangkat. Selain sebagai penari juga berperan menyepit (menghimpit). Sehingga kerapatan antara penari terjaga, sehingga penari menyatu tanpa antara dalam posisi banjar/ bershaf (horizontal) untuk keutuhan dan keserempakan gerak. - Nomor 1 dan 17 disebut Penupang, Penupang adalah penari yang paling ujung kanan-kiri dari barisan penari yang duduk berbanjar. Penupang selain berperan sebagai bagian dari pendukung tari juga pengangkat baik gerak tari maupun nyanyian/ vokal - Nomor 2-7 dan 11-16 disebut Penyepit, Penyepit adalah penari biasa yang mendukung tari atau gerak tari yang diarahkan pengangkat. Selain sebagai penari juga berperan menyepit (menghimpit). Sehingga kerapatan antara penari terjaga, sehingga penari menyatu tanpa antara dalam posisi banjar/ bershaf (horizontal) untuk keutuhan dan keserempakan gerak. - Nomor 1 dan 17 disebut Penupang, Penupang adalah penari yang paling ujung kanan-kiri dari barisan penari yang duduk berbanjar. Penupang selain berperan sebagai bagian dari pendukung tari juga

Tari saman ditarikan dalam posisi duduk. Termasuk dalam jenis kesenian ratoh duk (tari duduk). Yang kelahirannya erat berkaitan dengan masuk dan berkembangnya agama islam. Dimana posisi penari duduk berlutut, berat badan tertekan kepada kedua telapak kaki. Pola ruang pada tari saman juga terbatas pada level, yakni ketinggian posisi badan. Dari posisi duduk berlutut berubah ke posisi diatas lutut (Gayo - berlembuku) yang merupakan level paling tinggi, sedang level yang paling rendah adalah apabila penari membungkuk badan

0 kedepan sampai 45 0 (tungkuk) atau miring kebelakang sampai 60 (langat). Terkadang saat melakukan gerakan tersebut disertai gerakan miring ke kanan atau

ke kiri yang disebut singkeh. Ada pula gerak badan dalam posisi duduk melenggang ke kanan-depan atau kiri-belakang (lingang ).

2.5.3. Seni Rupa

Seni rupa yang berkembang dalam kebudayaan Gayo, banyak kita temukan dalam bentuk anyaman. Anyaman pada masyarakat Gayo memiliki motif-motif yang cukup terkenal yang disebut dengan istilah, leladu, lelintah, sesiput, pejet, keketol, kiding, lipen, serit mayang, kulis kuril, papan catur, ulip- ulipen,

Wadah-wadah dari tanah liat juga dapat kita temukan dalam kebudayaan masyarakat Gayo. Ukiran-ukiran yang terdapat pada wadah tanah liat diukir dengan benda-benda seperti tanduk, kayu dan tulang. Bentuk-bentuk ukiran (motif) pada wadah tanah liat ada beberapa jenis yaitu, kekuyut, memayang, kekuyang, tapak tikus, gegenit, dan uruk.

BAB III DESKRIPSI TARI GUEL

3.1 Sejarah Tari Guel

Pada masa kepemimpinan Raja Linge XIII, beliau pernah menikah untuk yang kedua kalinya dengan seorang putri raja dari kerajaan Johor Malaysia. Dari perkawinan ini beliau memiliki dua orang putra yang bernama Bener Meriah dan Sengeda . Perkawinan ini berlangsung di Kerajaan Johor. Pada saat Raja Linge

XIII kembali ke Kerajaan Linge beliau tidak membawa istri dan anaknya. Setelah beberapa tahun kemudian, Raja Linge sudah tua dan mulai sakit-sakitan. Kabar ini sampai ke Kerajaan Johor di Malaysia dan didengar oleh kedua putra beliau.

Mendengar kabar tentang keadaan ayah kandung mereka, kedua putra Raja Linge yakni Bener Meriah dan Sengeda, berencana untuk menjenguk sekaligus bersilaturahmi mengobati kerinduan mereka terhadap kepada ayahnya. Karena perjalanan pada membutuhkan waktu yang lama, mereka tidak tahu bahwa Raja Linge XIII telah wafat, dan telah digantikan oleh putranya yaitu Raja Linge XIV.

Kedatangan mereka di kerajaan Linge, dicurigai oleh Raja Linge XIV sebagai suatu gerakan untuk menuntut hak mereka sebagai putra dari Raja Linge Ke XIII. Raja Linge Ke XIV takut mereka berniat untuk merebut kekuasaannya sebagai Raja yang sah. Sehingga Raja Linge Ke XIV memerintahkan untuk membunuh keduanya.

Keduanya ditangkap dan diserahkan kepada orang-orang kepercayaan Raja Linge XIV. Secara terpisah keduanya dibawa kehutan, Bener Meriah terbunuh.

Sengeda diselamatkan oleh salah seorang kepercayaan Raja Linge XIV yaitu Cik Serule dan dipelihara oleh beliau.

Beberapa tahun kemudian, Sengeda hidup bersama Cik Serule tanpa sepengetahuan Raja Linge XIV. Suatu malam Sengeda bermimpi bertemu dengan abangnya (Bener Meriah). Dalam mimpi tersebut, Bener Meriah menceritakan suatu cara bagaimana menjinakkan Gajah Putih. Mimpi ini benar-benar di ingat oleh Sengeda.

Pada masa itu Kerajaan Linge berada di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh dan beribukota di Kutaraja (sekarang dikenal dengan Banda Aceh). Setiap tahun Sultan Aceh, selalu mengadakan sidang tahunan dan mengundang setiap raja-raja yang bernaung dibawah kekuasannya. Untuk memenuhi undangan dari Sultan Aceh, Raja Linge XIV meminta perdana menterinya untuk mendampinginya. Pada saat itu perdana menteri dari Kerajaan Linge adalah Cik Serule yang telah merawat dan membesarkan Sengeda.

Cik Serule kemudian mengajak serta Sengeda dengan tujuan Sengeda bisa berjalan-jalan dan melihat Kutaraja. Pada saat sidang berlangsung, Sengeda ditinggal di halaman istana. Pada saat itu Sengeda teringat kembali akan mimpinya tentang gajah putih, dan dia melukiskan bentuk seekor gajah ditanah. Putri Sultan melintas dan melihat Sengeda melukis. Sengeda menceritakan bahwa yang dia lukis adalah gajah yang berwarna putih. Sengeda juga mengatakan bahwa gajah putih ini benar-benar ada.

Putri Sultan merasa tertarik ingin melihat gajah yang berwarna putih karena sepengetahuannya gajah tidak ada yang berwarna putih. Setelah sidang Putri Sultan merasa tertarik ingin melihat gajah yang berwarna putih karena sepengetahuannya gajah tidak ada yang berwarna putih. Setelah sidang

Karena rasa sayangnya terhadap putrinya Sultan memerintahkan kepada setiap Raja-raja untuk memenuhi permintaan putrinya. Pada saat itu semua rakyat ditugas untuk menangkap gajah putih, namun sampai beberapa lama belum ada satu orangpun yang pernah melihat adanya gajah putih.

Akhirnya Permintaan itu dikatakan pada Sengeda. Sengeda menyanggupi menangkap Gajah Putih yang ada dirimba raya Gayo untuk dihadapkan pada tuan puteri dengan syarat Sultan memberi perintah kepada Cik Serule. Kemudian dalam prosesi pencarian itulah benih-benih dan paduan tari Guel berasal: Untuk menjinakkan sang Gajah Putih, diadakanlah kenduri dengan membakar kemenyan; diadakannya bunyi-bunyian dengan cara memukul-mukul batang kayu serta apa saja yang menghasilkan bunyi-bunyian. Sejumlah kerabat Sengeda pun melakukan gerak tari-tarian untuk memancing sang Gajah.

Setelah itu, sang Gajah yang bertubuh putih nampak keluar dari persembunyiaannya. Ketika berpapasan dengan rombongan Sengeda, sang Gajah tidak mau beranjak dari tempatnya. Bermacam cara ditempuh, sang Gajah masih juga tidak beranjak. Sengeda yang menjadi pawang pada waktu itu menjadi kehilangan ide untuk menggiring sang Gajah.

Lagi-lagi Sengeda teringat akan mimpi waktu silam tentang beberapa petunjuk yang harus dilakukan. Sengeda kemudian memerintahkan rombongan untuk kembali menari dengan niat tulus dan ikhlas sampai menggerakkan tangan seperti gerakan belalai gajah: indah dan santun. Disertai dengan gerakan salam sembahan kepada Gajah ternyata mampu meluluhkan hati sang Gajah. Gajah pun Lagi-lagi Sengeda teringat akan mimpi waktu silam tentang beberapa petunjuk yang harus dilakukan. Sengeda kemudian memerintahkan rombongan untuk kembali menari dengan niat tulus dan ikhlas sampai menggerakkan tangan seperti gerakan belalai gajah: indah dan santun. Disertai dengan gerakan salam sembahan kepada Gajah ternyata mampu meluluhkan hati sang Gajah. Gajah pun

Begitulah sejarah dari cerita rakyat di Gayo, walaupun kebenaran secara ilmiah tidak bisa dibuktikan, namun kemudian Tari Guel dalam perkembangannya tetap mereka ulang cerita unik Sengeda, Gajah Putih dan sang Putri Sultan. Inilah yang kemudian dikenal temali sejarah yang menghubungkan kerajaan Linge dengan Kerajaan Aceh Darussalam begitu dekat dan bersahaja.

3.2 Bentuk Penyajian dan Ragam Gerak Tari Guel

Bentuk penyajian tari Guel dapat dengan jelas kita perhatikan dari gambar- gambar di bawah ini.

Gambar Penari Guel dan Gajah sedang bersiap-siap memasuki pentas.

Gambar Gerakan pembuka

Gambar kedua ini merupakan gerakan pembuka. Biasanya gerakan ini dilakukan dengan bebas, tidak terikat dan bisa divariasikan sesuai dengan kreatifitas penari. Setelah melakukan gerakan pembuka maka selanjut penari

berjalan memasuki lokasi menari 9 (pentas). Gerakan sambil berjalan memasuki pentas ini disebut dengan gerakan persembahan.

Gambar Gerakan persembahan penari guel sambil memasuki pentas.

9 Lokasi menari atau pentas yang penulis maksud karena tari guel ini bisa saja ditarikan dimana saja tergantung dari acara atau upacara yang dilaksanakan. Bisa saja tari guel ditampilkan

dipanggung pertunjukan, lapangan, atau tempat-tempat khusus yang tidak biasa sebagai tempat pertunjukan.

Gerakan pada gambar tiga adalah gerak persembahan, dimana gerakan ini dilakukan oleh penari dan gajah sambil berjalan memasuki pentas. Pada bagian ini gajah ikut menari. Kemudian setelah menari beberapa gerakan maka gajah tertidur. Urutan gerak gajah dari menari sampai gerakan tertidur nyenyak. Istilah gerak gajah ini disebut dengan:

1. Kepur =artinya gerakan gajah yang terlihat mulai tertidur (gambar 1,2,3,4 dan

5)

2. Uwet = Gerakan gajah yang tertidur nyenyak (gambar 6)

Sampai pada gerakan ini gajah hanya tertidur. Para penari melanjutkan pertunjukan dengan gerakan salam.

Gambar Gerakan Salam Penari

Gerakan salam ini dilakukan bertujuan untuk menunjukkan rasa hormat kepada para penonton dan undangan. Usai melakukan gerakan salam, maka gerakan selanjut adalah gerakan runcang . Gerakan runcang terdiri dari dua bagian yaitu runcang kuen (kanan) dan runcang kiri . Gerakan runcang adalah gerakan awal yang dilakukan sebelum penari memasuki gerakan tari guel. Setelah gerakan maka bagian selanjutnya adalah gerakan geruduk. Gerakan geruduk melambangkan simbol ketakutan/kepanikan.

Gambar Runcang Kuen dan runcang kiri

Gambar Urutan dari gerakan-gerakan geruduk Gerakan selanjutnya adalah gerakan yang disebut dengan Natap/guel. Ini adalah

gerakan inti dari pertunjukan tari guel.

9 10

Biasanya pada saat bagian akhir dari gerak natap/guel, gajah yang tadinya tertidur (duduk), mulai terlihat terusik dan berusaha untuk bangkit. Gerakan gajah yang berusaha bangkit ini disebut dengan “kipes”.

Gambar gerakan kipes

Gerakan selanjutnya adalah gerakan emun beriring. Gerakan emun beriring ini melambang keteduhan dan kesejukan. Gerakan emun beriring dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar Gerakan emun beriring.

Setelah gerakan emun beriring , maka gerakan selanjutnya adalah gerakan puter tali . Gerakan puter tali dapat dilihat seperti gambar dibawah ini.

Gambar Gerakan puter tali..

Gerakan ini melambangkan sarak opat (sistem kemasyrakatan masyarakat Gayo/strata sosial) yaitu Reje (raja) Imem (ahli agama) Petue (ahli adat) Rayat (rakyat).

Biasanya setelah gerakan puter tali gajah diajak untuk menari bersama. Setelah bagian puter tali, maka gerakan selanjutnya adalah gerakan penutup. Gerakan penutup dilambangkan dengan gajah yang seolah-olah sudah jinak dan bersahabat. Bagian ini di isi dengan variasi gerak sesuai dengan kreatifitas penari. Demikianlah bentuk penyajian dan ragam gerak tari guel.

3.3 Pendukung Penyajian Tari Guel

3.3.1 Pemusik dan Alat Musik

Pertunjukan tari guel biasanya diiringi dengan musik yang dimainkan oleh pemusik. Instrumen musik pengiring dalam pertunjukan tari guel adalah sebuah gegedem (alat musik pukul yang mirip dengan rebana), Sebuah alat musik tiup yang disebut dengan soling (suling), teganing alat musik pukul yang terbuat dari satu ruas bambu dengan senar yang berasal dari kulit bambu tersebut. Disamping itu ada tiga buah gong yang memiliki ukuran kecil, sedang dan besar. Gong yang kecil disebut dengan canang. Gong yang sedang disebut dengan memong. Gong yang besar disebut dengan gong. Disamping iringan musik biasanya tari guel diiringi juga dengan vokal atau nyanyian.

3.3.2 Kostum

Kostum yang dipakai untuk gajah dan penari dalam penyajian tari guel terdiri dari: Pakaian untuk gajah:

1. Topi disebut dengan “Bulang”

2. Baju disebut dengan Kerawang

3. Kain lebar disebut dengan “Pawak”

4. Ikat Pinggang disebut dengan “tawak”

5. Kain panjang disebut dengan “pawak”

6. Celana disebut dengan “seluwer”

Pakaian Penari:

1. Hiasan kepala daun tepies

2. Ikat leher disebut bergong

3. Baju disebut dengan “kerawang”

4. Ikat Pinggang disebut dengan “tawak”

5. Kain panjang disebut dengan “pawak”

3.4 Pendukung Penyajian Tari Guel

3.4.1 Pemusik dan Alat Musik

Pertunjukan tari guel biasanya diiringi dengan musik yang dimainkan oleh pemusik. Instrumen musik pengiring dalam pertunjukan tari guel adalah sebuah gegedem (alat musik pukul yang mirip dengan rebana), Sebuah alat musik tiup yang disebut dengan soling (suling), teganing alat musik pukul yang terbuat dari satu ruas bambu dengan senar yang berasal dari kulit bambu itu sendiri.

Ditambah dengan tiga buah gong yang memiliki ukuran kecil, sedang dan besar. Gong yang kecil disebut dengan canang. Gong yang sedang disebut dengan memong . Gong yang besar disebut dengan gong. Disamping iringan musik biasanya tari guel diiringi juga dengan vokal atau nyanyian.

Foto 13 . Tiga buah gong yang dipakai pada penyajian tari guel.

Foto 14 . Pemusik dan Penyanyi pada penyajian tari guel. Penyanyi dalam pertunjukan tari guel disebut dengan guru guel. Biasanya guru guel ini menyanyikan syair yang berisi dengan nasehat-nasehat, amanat dan Foto 14 . Pemusik dan Penyanyi pada penyajian tari guel. Penyanyi dalam pertunjukan tari guel disebut dengan guru guel. Biasanya guru guel ini menyanyikan syair yang berisi dengan nasehat-nasehat, amanat dan

3.4.2 Syair tari Guel

Susunan syair nyanyian dalam mengiringi tari guel banyak memakai istilah atau sampiran. Gaya bahasanya dalam syair tersebut biasanya susah dimengerti apabila diartikan secara langsung. Meskipun demikian inti dari syair lagu tersebut adalah amanah dan nasehat. Agar rumah tangga yang baru menikah selalu rukun dan bahagia sampai di beranak cucu. Berikut ini adalah contoh syair yang biasa dinyanyikan untuk mengiringi tari guel pada upacara perkawinan masyarakat Gayo.

Item mo item …. e…e…em….. item……. Emasku ine …….e…..e…..e….ine…… Mulintes emun ilangit Enge sengit mata mumanang Gere gintes kikku meserit Ate pekekit nunutu mayang Sayang sayang …………………………… Item mo item …. e…e…em….. item……. Ee……e….e…..mas….. Salamualaikum bayakku ine…..eee…eee… mulo ari kami Ganti ni matjari …. bayakku ine …… e…..selesih me bele ……e….e….e…

Ee……e….e…..mas….. Jejari sepoloh bayakku ine..e…e…. kutatangan pumu Monojongni lao…. Bayakku ine..e…e… tuah tom bahgie …….e….e…..e Eee…salammualaikum mulo ari kami Ganti nimat jari wo reje Todong payung ruje emasku ine….e…..e…. Buge selamatmi wo reje Kudodok ni tenge Emasku Ine …e…..e…. Ooo masso..o…..o…. Eeemmmmm……adoh….ine….gure…..e…..2x Keramil bercucuk Nge mu teniron ………………. Rembege beden……….. Araniete ……. Sediken mude Bilang ni ulen….. Enti ko lupen Janyinte mane……… Hooo….o….o….. Si reduk gantung…… Hoo…o….o…. Sirenah rembuna………………..

Agoduk goduk goduk Lengni kedenge ……..2x Agoduk goduk goduk Renah rembune ……… Beta sedenge bese ….ehe….ehe….ehe…. Beta sedenge bese….ehe…ehe…ehe…… Beta sedenge bese Rang gedek-gedek rang 2x Kami menepokke dele dele gure-gure 2x Teren nabangpe gelah lempuk Pulelengek keramil bercucuk Atangni bulang Rang gedek-gedek rang 2x Kami menepokke dele dele gure-gure 2x Manat ari ama tengku berpantik Ken duduk ni tenge entiko macik Ike mubalik mujadi atu Ari batang ruang toron menoron kududuk ni tenge Sentong tenaso alas berayu kin nemah tengku Julen menenes inen mayakka berering naru Siterang tentu ku kelitu loyang ni atu Berangkat rap senye Itemeng keni buke Masa jemen gantini time