Perlawanan tokoh Gie terhadap pemerintahan orde lama dan awal pemerintahan orde baru dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza sebuah tinjauan sosiologi sastra - USD Repository

PERLAWANAN TOKOH GIE TERHADAP PEMERINTAHAN ORDE LAMA DAN AWAL PEMERINTAHAN ORDE BARU DALAM NASKAH SKENARIO GIE KARYA RIRI RIZA SEBUAH TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

  Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

  Disusun Oleh

  LIA YULIYANTI NIM : 034114038 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

  

Seseorang tidak akan berputus asa jika menyadari bahwa ia memiliki penolong yang

mahakuasa

(Jeremy Taylor)

  

Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung, dari manakah akan datang

pertolonganku?pertolonganku ialah dari Tuhan yang menjadikan langit dan

bumi.

(Mzm 121:1,2)

  

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya

(Pengkotbah 3:11)

  Skripsi ini kupersembahkan kepada:

  Tuhanku Yesus Kristus Kedua orangtuaku dan kedua kakakku

  Kakekku tercinta Kampusku yang keren

  Semua orang yang kukasihi dan mengasihiku

  

ABSTRAK

  Yuliyanti, Lia. 2008. Perlawanan Tokoh Gie terhadap Pemerintahan Orde Lama dan Awal Pemerintahan Orde Baru dalam Naskah Skenario Gie Karya Riri Riza: Tinjauan Sosiologi Sastra. Skripsi S1. Yogyakarta: Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

  Penelitian ini mengkaji perlawanan tokoh Gie terhadap pemerintahan orde lama dan awal pemerintahan orde baru dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza dengan pendekatan sosiologi sastra. Peneliti menganalisis unsur intrinsik cerita yang kemudian mengkaji perlawanan tokoh Gie dalam menyikapi pemerintahan Indonesia.

  Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode deskriptif. Langkah-langkah yang ditempuh adalah (1) menganalisis unsur intrinsik yang terdiri atas alur, tokoh, dan latar, dan (2) secara sosiologi sastra menganalisis perlawanan tokoh Gie terhadap pemerintahan orde lama dan awal pemerintahan orde baru.

  Kesimpulan hasil penelitian unsur intrinsik berupa alur yang terdiri atas tiga tahapan, yaitu tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Pembagian tokoh menurut peranan tokoh dalam perkembangan alur menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Pembagian latar meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial; serta analisis perlawanan tokoh Gie dalam naskah skenario Gie.

  Tokoh utama adalah Gie dan tokoh tambahan adalah Herman, Ira, Soe Hok Djin, dan Tan Tjin Han. Latar tempat yang sebagian besar digunakan meliputi daerah Kebun Jeruk, rumah keluarga Soe, SMP Strada, SMA Kanisius, Lembah Mandalawangi, Kampus Sastra Rawamangun, Jalan sempit di Salemba, Istana Negara, depan kantor Kementerian Minyak dan Gas Bumi, ruang kantor menteri urusan bank sentral, rumah Han, pantai berpasir, daerah Kramat, rumah Ira, dan markas angkatan darat. Latar waktu sebagian besar adalah pagi, siang, senja, malam, tahun 1956, 1959, 1963, 1965, dan Desember 1969. Latar sosial berupa perbedaan antara penguasa dengan rakyat dan keadaan kehidupan rakyat Indonesia pada saat itu.

  Perlawanan terhadap pemerintahan yang dilakukan oleh Gie pada dasarnya disebabkan ketidakadilan yang dialami masyarakat Indonesia, pemimpin pemerintah orde lama yang diktator. Perlawanan Gie tidak berhenti pada pemerintah orde lama, tetapi juga pemerintah orde baru dan intelektual muda yang menjadi anggota parlemen. Ini disebabkan adanya keraguan terhadap pemerintahan yang baru.

  Bentuk perlawanan yang dilakukan tokoh Gie terhadap pemerintahan orde lama dan orde baru adalah kritikan-kritikan tajam yang dituangkannya dalam sebuah tulisan yang diterbitkan dalam media-media, dan orasi-orasi atau demonstrasi dengan mendatangi kantor pemerintahan yang menuntut berbagai keadilan bagi masyarakat Indonesia. Akibat dari adanya perlawanan tersebut adalah dibekukannya PKI, runtuhnya pemerintahan orde lama, terbentuknya pemerintahan baru dan masuknya para intektual muda yang pernah ikut melawan pemerintah orde lama ke dalam parlemen pemerintahan.

  

ABSTRACT

  Yuliyanti, Lia. 2008. The Resistance of the Character of Gie to the Old Order Government and the Early New Order Government in the Scenario Script of

  Gie created by Riri Riza: Literature Sociology Review. Mini thesis used for Bachelor degree. Yogyakarta: Sastra Indonesia, Sanata Dharma University.

  This research reviews the resistance of the character of Gie to the old order government and early new order government in the scenario script Gie created by Riri Riza using literature sociology approach. Researcher analyzes the intrinsic factor of the story and examines the resistance of the character of Gie in response to the Indonesia Government.

  This research uses descriptive method. The steps are (1) analyzing the intrinsic factors that consist of plot, character and background; and (2) literature sociologically analyzing the resistance of the character of Gie to the old order government and early new order government.

  The research results in the finding of three-step plots consisting of the beginning, middle and final plot. The classification of character along with the development of the plot produces main and additional character. The research on the background results in the classification of place, time and social background; and the analysis on the resistance of the character of Gie in the scenario script Gie.

  The main character is Gie and the additional characters are Herman, Ira, Soe Hok Djin, and Tan Tjin Han. The background of place mostly are in Kebun Jeruk area, Soe’s residence, Strada Junior High School, Kanisius Senior High School, Mandalawangi Valley, Sastra Rawamangun University, narrow street in Salemba, State Palace, in front of Gas and Petroleum Ministry office, central bank minister’s office, Han’s residence, sandy beach, Kramat area, Ira’s residence, and army base camp. The background of time mostly occurs in the morning, afternoon, dusk, at night, in 1956, 1959, 1963, 1965, and December 1969. The social background is the social class difference between the authority and citizen and the condition of Indonesian citizen at that moment.

  The resistance of the character of Gie to the government basically is caused by the injustice situation felt by the Indonesian citizen due to the dictatorship of the old order government. The resistance of the character of Gie does not end up only to the old order government but also to the new order government and young intellectuals who become the parliament members. This is caused by the distrust ness to the new order government.

  The resistances conducted by the character of Gie to the old and new order government are in the form of written critics published in mass media and the demonstration and oration demanding the justice for the Indonesian citizens. The results of the resistance are the freezing of PKI, the collapse of old order government, the arising of new government and the inclusion of young intellectual who joined in the fight again the old order government to the government parliament.

KATA PENGANTAR

  Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyusun skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sastra di Fakultas Sastra, jurusan Sastra Indonesia, Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma. Skripsi yang disusun penulis berjudul ” Perlawanan Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan terhadap Pemerintah Indonesia dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza , Tinjauan Sosiologi Sastra.”

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan mempunyai beberapa kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan dan perbaikan skripsi ini.

  Dalam menyusun skripsi ini penulis telah banyak memperoleh bimbingan, pengarahan, saran, serta dorongan yang bermanfaat dan mendukung penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

  1. Ibu Peni Adji, S.S., M.Hum dan Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum selaku dosen pembimbing. Terimakasih atas perhatian dan kesabarannya sehingga skripsi ini akhirnya terselesaikan.

  2. Pak Jo dan Bu Mar, kedua orangtuaku. Terimakasih atas doa, semangat, cinta, dan dukungan serta kesabarannya. Akhirnya satu hutangku terlunasi.

  3. Mbak Yus+Mas Dwi, dan Mbak Sari. Terimakasih atas kesabarannya dan dukungannya selama pengerjaan skripsiku.

  4. Keluarga besar mbah Somo dan mbah Sapon yang selalu memberikan semangat dan yang selalu mengingatkan “gek dirampungke skripsine”.

  5. Mas Luis ‘bayonk’ yang selalu mengganggu dalam pengerjaan skripsiku namun tetap memberi semangat.

  6. Bapak Drs. Hery Antono, M.Hum dan Ibu Dra. Tjandrasih Adji, M.Hum selaku dosen pembimbing akademik angkatan 2003 yang selalu rajin mengingatkan anak-anaknya untuk segera menyelesaikan skripsi.

  7. Dosen-dosen Sastra Indonesia atas bimbingan dan pengajaran yang diberikan. Pak Prap, Pak Yapi, Pak San, dan Pak Ari terimakasih untuk senyumnya setiap bertemu.

  8. Segenap karyawan perpustakaan USD dan staf sekretariat Fakultas Sastra untuk pelayanannya yang ramah.

  9. Yuni, Rini, Tuti, Djati, Sr. Martha, dan Tere. Terimakasih untuk persahabatannya, cerita-cerita bahagia dan mengharukan, serta waktu luang untuk nongkrong bareng di realino.

  10. Teman-teman seperjuanganku di angkatan ’03, terimakasih atas pertemanannya selama ini.

  11. Jo-One, C-tro, Debonx, Depit, dan Danang, teman-teman seperjuanganku di SMA Bobayo. Terimakasih atas semangat yang kalian berikan selama pengerjaan skripsi.

  12. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung kelancaran penulisan skripsi ini.

  Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

  Penulis,

  DAFTAR ISI

  6 1.5.1 Teori Unsur Intrinsik.........................................................

  12 1.6 Metode Penelitian.............................................................................

  11 1.5.4 Kondisi Politik di Indonesia Tahun 1956-1969.................

  10 1.5.3 Teori Perlawanan...............................................................

  9 1.5.2 Teori Sosiologi Sastra........................................................

  8 1.5.1.3 Latar..........................................................................

  7 1.5.1.2 Tokoh........................................................................

  6 1.5.1.1 Alur...........................................................................

  6 1.5 Landasan Teori.................................................................................

  HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN......................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................................................. v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN............................................... vi ABSTRAK.......................................................................................................... vii

  5 1.4 Manfaat Penelitian............................................................................

  5 1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................

  1 1.2 Rumusan Masalah.............................................................................

  1 1.1 Latar Belakang..................................................................................

  BAB I PENDAHULUAN.............. ...............................................................................

  KATA PENGANTAR........................................................................................ xi DAFTAR ISI...................................................................................................... xiv

  

ABSTRACT ......................................................................................................... ix

  14

  1.6.1 Pendekatan.........................................................................

  14 1.6.2 Metode Penelitian………………………………………..

  15

  1.6.3 Teknik Pengumpulan Data………………………………

  15 1.7 Sistematika Penyajian……………………………………………...

  15 1.8 Sumber Data……………………………………………………….

  16 BAB II ANALISIS ALUR, TOKOH, DAN LATAR NASKAH SKENARIO GIE KARYA RIRI RIZA...........................................................................................

  17 2.1 Alur...................................................................................................

  17 2.1.1 Tahap Awal........................................................................

  17 2.1.2 Tahap Tengah……….…………………………………...

  20 2.1.3 Tahap Akhir………………………………………...........

  24

  2.2 Tokoh………………………………………………………………

  32 2.2.1 Tokoh Utama.....................................................................

  32 2.2.2 Tokoh Tambahan.………………………………………..

  51 2.3 Latar..................................................................................................

  72 2.3.1 Latar Tempat......................................................................

  73 2.3.2 Latar Waktu………….…………………………………..

  95

  2.3.3 Latar Sosial……………………………………………… 105

  BAB III PERLAWANAN GIE TERHADAP PEMERINTAHAN ORDE LAMA DAN AWAL PEMERINTAHAN ORDE BARU DALAM NASKAH SKENARIO

GIE KARYA RIRI RIZA.............................................................. 111

  3.1 Bentuk Perlawanan Tokoh Gie Terhadap Pemerintahan Orde Lama................................................................................................. 112

  3.2 Bentuk Perlawanan Tokoh Gie Terhadap Awal Pemerintahan Orde Baru......................................................................................... 121

  3.2 Akibat Perlawanan Tokoh Gie......................................................... 128

  BAB IV PENUTUP ......................................................................................................... 130

  4.1 Kesimpulan Hasil Analisis Naskah Skenario Gie ........................... 130 4.1.1 Kesimpulan Hasil Analisis Alur, Tokoh, dan Latar..........

  4.1.2 Kesimpulan Hasil Analisis Perlawanan Tokoh Gie terhadap Pemerintahan Orde Lama dan Awal Pemerintahan Orde baru………………………………… 131

  4.2 Saran................................................................................................. 133 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 134 BIOGRAFI PENULIS........................................................................................ 136

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

  Bagi penyair Toeti Heraty, fiksi adalah “sebuah moment” yang unik dan khas, bukan hanya karena peristiwanya tapi juga pemaknaan yang terjadi padanya.

  Artinya seorang pengarang yang memiliki rasa seni tinggi atau kreatif tidak akan melihat kenyataan begitu saja. Kenyataan yang ia lihat tidak ia beri makna umum sebagaimana masyarakat kebanyakan mengartikannya. Namun, ia dapat melihatnya dengan sudut pandang yang berbeda, menciptakan dunia makna yang tersendiri sehingga kenyataan atau pengalaman tersebut menjadi suatu hal yang mengesankan bahkan memberi banyak pelajaran (Dahana, 2001: 59-60). Dalam hal ini karya sastra dapat dianggap sebagai dokumen sejarah pemikiran dan filsafat (Wellek via Budianta, 1990: 135).

  Karya sastra yang dapat dianggap sebagai suatu dokumen sejarah salah satunya ialah naskah skenario Gie karya Riri Riza. Naskah skenario Gie menggambarkan perjuangan seorang intelektual muda yang hidup pada masa pemerintahan orde lama yang menginginkan perubahan dalam negerinya.

  Menurut Lutters (2004: xiv) skenario adalah intisari atau secara ekstrem bisa disebut sebagai roh atau jiwa dari terbentuknya cerita dalam sinetron atau film.

  Skenario bisa juga diartikan sebagai naskah cerita yang yang sudah lengkap

  (Lutters, 2004: 90). Sebuah skenario film merupakan alat bantu bagi para pembuat film untuk mewujudkan karyanya di layar lebar (Sasono, 2005: viii). Agar naskah skenario dapat dipahami oleh pembaca maka digunakanlah scene. Biasanya pada

  

scene terdapat keterangan mengenai tempat terjadinya adegan yang sedang

  berlangsung, apakah di dalam ruangan atau di luar ruangan. Scene sedang berlangsung di dalam ruangan cukup ditulis EXT (exterior) dan scene yang berlangsung di luar ruangan ditulis INT (interior).

  Sekalipun karya skenario merupakan sebuah karya yang literer, ia berbeda secara asli dengan karya literer utuh seperti novel atau cerita pendek. Pada dasarnya karya berupa naskah skenario bukan merupakan sebuah karya akhir yang hadir ke hadapan pembaca sebagai bentuk final, sebab ia hanya dinilai ketika sudah berwujud film (Sasono, 2005: ix).

  Namun demikian, Ajidarma via Jujur Prananto , skenario yang baik sama pentingnya dengan film dan sama berharga dengan karya sastra manapun, sehingga layak untuk dibukukan. Pembacanya bisa mengembangkan imajinasi secara lebih kreatif dari sang sutradara. Skenario adalah karya tekstual yang mandiri.

  Skenario film bukan hanya sebuah fungsi, melainkan juga substansi, artinya ketika sebuah skenario dibaca sebagai teks, skenario itu mampu menggerakkan emosi dan merangsang pikiran sebagai karya tekstual yang mandiri, maksudnya ialah bisa memindahkan pengalaman kepada pembacanya.

  Dari sebuah skenario, seperti karya–karya sastra yang mandiri kita bisa menggali

  Bagus tidaknya hasil sebuah tontonan sinetron atau film tergantung dari kualitas skenario yang ditulis oleh penulis skenario (Lutters,2004: xiv). Dhakidae (2005: 1), beranggapan bahwa untuk menulis tentang seseorang tidak perlu mengenal orangnya secara pribadi tetapi karyanyalah yang menjadi lahan yang harus digarap dan dinilai karena orangnya menjelma seutuhnya dalam karyanya. Hal itulah yang dilakukan oleh Riri Riza dalam melakukan penulisan naskah skenarionya. Naskah skenario Gie yang ditulis Riri Riza merupakan pengembangan dari tulisan-tulisan atau catatan harian Soe Hok Gie.

  Proses penulisan naskah skenario Gie yang dilakukan oleh Riri Riza telah mengalami banyak perubahan treatment dan penulisan ulang sebanyak delapan

  

draft. Treatment adalah hasil pengembangan yang lebih detail dan lebih rinci dari

  sebuah sinopsis (Asura, 2005: 97). Oleh karena itulah jumlah halaman skenario

  

Gie hanya setengah dari panjang filmnya. Ini dikarenakan naskah skenario film

  yang diterbitkan, telah mengalami proses penambahan nilai literer sehingga skenario yang diterbitkan terlepas dari filmnya.

  Dapatlah disimpulkan bahwa skenario merupakan kerangka awal dari sebuah film sebelum film itu sendiri terbentuk yang lengkap dengan deskripsi dan dialog.

  Gie karya Riri Riza, merupakan cerita yang berjenis cerita drama sejarah.

  Drama sejarah ialah cerita jenis drama yang menampilkan kisah-kisah sejarah masa lalu, baik tokoh maupun peristiwanya (Lutters, 2004: 38). Dalam penulisan naskah skenario Gie, Riri Riza memaparkan bagaimana Gie dan tokoh tambahan

  Soekarno). Mira Lesmana dalam Dhakidae (2005: xxviii) mengatakan bahwa Soe Hok Gie merupakan potret anak muda Indonesia pada sebuah masa yang berani mengambil sebuah sikap. Dia menjadi saksi sejarah di sebuah masa yang begitu buram bagi kita hinga kini. John Maxwell ) melukiskan bahwa sosok Soe Hok Gie merupakan intelektual muda yang berani menegakkan kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan yang tidak mempedulikan siapa pun yang mesti dihadapinya dan resiko yang akan menimpanya.

  Meski ia selalu melawan pemerintahan Soekarno, Gie dan teman-teman yang mendukungnya tidak mau bergabung dalam salah satu organisasi politik yang ada pada saat itu. Dia dan teman-temannya mempunyai cara tersendiri untuk melawan pemerintahan Soekarno.

  Perlawanan Gie terhadap pemerintahan yang berkuasa, berawal ketika umurnya empat belas tahun dan masih sekolah di SMP Strada. Peristiwa itu terjadi saat seorang guru SMPnya yang bernama Arifin dengan seenaknya menurunkan nilai ulangannya. Gie di usianya yang masih belia mengalami ketidakadilan sehingga ia berani untuk melakukan perlawanan.

  Berawal dari ketidakadilan tersebut, perlawanan Gie terus berlanjut hingga ia masuk kuliah di Universitas Indonesia, jurusan Sejarah. Dalam melakukan perlawanan terhadap pemerintah Indonesia ia tidak seorang diri. Bersama teman- temannya, Gie melakukan perlawanan terhadap pemerintahan yang berkuasa saat itu. Perlawanan yang dilakukan oleh Gie dan teman-temannya merupakan cermin penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang bertolak dari asumsi bahwa sastra merupakan cermin dari masyarakat dan juga berdasarkan dari fungsi sastra itu sendiri yang mencoba untuk menunjukkan kenyataan historis kepada masyarakat.

  Ada dua alasan mengapa peneliti memilih naskah sknario Gie untuk diteliti. Pertama karena kegigihan seorang bernama Gie dalam melakukan perlawanan terhadap pemerintahan yang berkuasa saat itu, tepatnya pemerintahan masa Soekarno. Kegigihan itu tampak ketika banyaknya orang-orang yang ditangkap karena melakukan perlawanan terhadap pemerintahan yang berkuasa namun Gie dan kelompoknya tetap maju terus untuk melawan pemerintahan yang berkuasa. Alasan kedua ialah setahu peneliti naskah sknario Gie belum ada yang meneliti.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:

  1.2.1 Bagaimanakah unsur intrinsik naskah skenario Gie yang meliputi alur, tokoh dan latar ?

  1.2.2 Bagaimanakah perlawanan tokoh Gie terhadap pemerintahan Orde Lama dan Awal Pemerintahan Orde Baru dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza?

1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Mendeskripsikan unsur intrinsik naskah skenario Gie yang meliputi tokoh dan penokohan, latar, dan alur.

  1.3.2 Menganalisis perlawanan tokoh Gie terhadap pemerintahan Orde Lama dan Awal Pemerintahan Orde Baru dalam naskah skenario Gie karya Riri Riza.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Kajian penelitian ini bermanfaat untuk :

  1.4.1 Perkembangan wawasan studi sastra khususnya studi yang berkaitan dengan bidang sosiologi sastra.

  1.4.2 Pengembangan bahan kajian sastra khususnya naskah skenario yang berlatar belakang sejarah.

  1.4.3 Pengkayaan pustaka kajian sastra Indonesia, terutama karya sastra naskah skenario yang bertemakan politik dengan tinjauan sosiologi sastra.

  1.5 Landasan Teori

1.5.1 Unsur Intrinsik

  Dalam memahami karya sastra, terlebih dahulu harus memperhatikan unsur yang paling mendasar, yaitu unsur intrinsik. Unsur intrinsik meliputi alur, tokoh dan penokohan, dan latar. Masing-masing unsur tersebut menjadi acuan dalam menganalisis penelitian ini.

1.5.1.1 Alur Cerita/Plot

  Tidak ada cerita tanpa jalan cerita atau plot. Plot adalah hal yang wajib dalam membuat sebuah cerita, termasuk cerita untuk skenario film atau sinetron.

  Plot yang berkaitan dengan naskah skenario dibagi menjadi plot lurus dan plot bercabang. Plot lurus disebut juga plot linier. Plot ini banyak digunakan dalam membuat skenario untuk cerita-cerita lepas semacam telesinema, FTV, film, atau juga serial lepas. Plot linier adalah plot yang alur ceritanya terfokus hanya pada konflik seputar tokoh sentral. Plot bercabang atau multiplot adalah plot yang jalan ceritanya sedikit melebar ke tokoh lain. Meski begitu melebarnya tidak boleh terlalu jauh harus masih berhubungan dengan tokoh sentral. Dengan demikian cerita tetap terfokus, meskipun bercabang, sebab akhirnya cerita akan kembali lagi pada inti permasalahan utamanya (Lutters, 2004: 50-51).

  Plot atau alur sebuah cerita harus saling berkaitan antar peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain. Aristoteles (Nurgiyantoro, 1995:142) mengemukakan tahapan-tahapan dalam alur, yaitu tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Tahap awal disebut juga dengan tahap perkenalan tokoh-tokoh dan latar, tapi konflik sudah sedikit muncul. Tahap tengah disebut juga dengan tahap pertikaian.

  Tahap ini menampilkan konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya. Konflik yang ditampilkan bisa konflik internal maupun konflik eksternal. Tahap akhir disebut juga dengan tahap peleraian. Tahap ini berisi tentang penyelesaian dari konflik yang ada. Di dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan tahapan-tahapan alur untuk menganalisis setiap konflik

1.5.1.2 Tokoh

  Tokoh merupakan unsur yang penting dalam karya naratif. Membahas tokoh dengan segala perwatakannya dengan berbagai citra jati dirinya, dalam banyak hal lebih menarik perhatian orang daripada berurusan dengan pemplotannya. Hal ini tak berarti unsur plot dapat diabaikan begitu saja Karena kejelasan mengenai tokoh dan penokohan tergantung pada plot (Nurgiyantoro, 1995: 164). Tokoh adalah orang atau pelaku cerita. Untuk sebuah skenario film atau jenis telesinema/FTV, kerangka tokoh tidak terlalu dibutuhkan, mengingat tokohnya tidak terlalu banyak (Lutters, 2004: 67)

  Dalam karya sastra tertentu, sering kita menemukan adanya tokoh-tokoh sejarah tertentu- artinya tokoh manusia nyata bukan rekaan pengarang- muncul dalam cerita. Pengangkatan tokoh-tokoh nyata atau hanya berupa bentuk personifikasi dapat mengesani pembaca seolah-olah peristiwa yang diceritakan bukan peristiwa imajinatif melainkan peristiwa faktual. Pengangkatan tokoh- tokoh yang demikian, memang dapat memberikan dan meningkatkan efek realistis walau hal itu juga menuntut konsekuensi lain. Salah satu konsekuensi yang harus dihadapi ialah pengarang harus tahu betul keadaan kehidupan tokoh nyata yang bersangkutan sehingga hal-hal yang dikemukakan tentangnya bukan hanya rekaan (Nurgiyantoro, 1995: 169). Hal inilah yang juga dilakukan oleh Riri Riza, yaitu mengangkat tokoh-tokoh nyata dalam penulisan naskahnya. Meskipun begitu ada pula tokoh-tokoh fiktif yang dituangkan oleh Riri Riza dalam penulisan skenario Gie.

  Peranan masing-masing tokoh tidaklah sama. Dilihat dari segi peranannya atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Ada pula tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita (Nurgiyantoro, 1995: 177). Tokoh yang pertama disebut tokoh utama dan tokoh yang kedua disebut tokoh tambahan. Tokoh utama ialah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam karya yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak dimunculkan, baik sebagai pelaku kejadian ataupun yang dikenai kejadian.

  Tokoh tambahan, yaitu tokoh yang lebih sedikit muncul, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama baik secara langsung maupun tidak langsung (Nurgiyantoro, 1995: 177).

1.5.1.3 Latar

  Latar merupakan segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang bekaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra (Sudjiman, 1991: 44). Latar dalam sebuah cerita berfungsi untuk memberikan informasi tentang situasi ( ruang dan waktu ) sebagaimana adanya. Latar dapat juga menciptakan suasana.

  Untuk menandakan ruang dan waktu dalam naskah skenario dapat ditemukan dalam sebuah scene. Keterangan mengenai ruang dan waktu dalam sebuah adegan disebut scene heading. Menurut Set dan Sidharta (2003: 72), scene kapan scene itu dibuat. Dengan demikian akan terlihat jelas penggambaran mengenai latar yang terdapat dalam sebuah naskah skenario. Dalam penelitian ini, latar berfungsi untuk menganalisis segala tempat atau lokasi peristiwa itu terjadi, menganalisis waktu peristiwa itu terjadi, dan untuk menganalisis keadaan sosial masyarakat.

1.5.2 Teori Sosiologi Sastra

  Segi-segi kemasyarakatan dalam sebuah karya sastra dapat ditelaah dengan sosiologi sastra. Damono (1978: 1), mengemukakan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah kenyataan sosial. Ratna (2003: 2), mengemukakan beberapa pengertian sosiologi sastra, antara lain pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya atau pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya. Jadi, sosiologi sastra dengan sendirinya mempelajari hubungan yang terjadi antara masyarakat dengan sastra.

  Sebuah karya sastra diharapkan dapat menjadi cermin kehidupan masyarakatnya atau renungan bagi pembacanya. Dalam hal ini karya sastra tidak hanya menampilkan masyarakat seperti apa yang biasa dilihat oleh pembaca, tapi juga ikut ke dalam atau menelusuri hubungan yang terjadi kehidupan sosial dalam masayarakat.

  Ratna (2003: 274), mengemukakan bahwa fungsi dari karya sastra adalah maupun tidak langsung, peristiwa sejarah telah melatarbelakangi suatu konstruksi kesadaran intelektual, suatu ideasi kerangka literer, yang pada dasarnya merupakan indikator penting terhadap kreativitas. Dalam hal ini fakta sosiohistoris telah dimanfaatkan sebagai mediasi proses kreatif (Ratna, 2003: 274).

  Menurut Kuntowijoyo (2006: 175), peristiwa sejarah dapat menjadi pangkal tolak bagi sebuah karya sastra, menjadi bahan baku, tetapi tidak perlu dipertanggungjawabkan terlebih dahulu. Bagi karya sastra yang menggunakan peristiwa sejarah sebagai bahan baku, ada ketentuan-ketentuan di samping kebebasannya. Karya sastra yang sengaja menggunakan peristiwa sejarah sebagai bahan, mempunyai ikatan kepada historical truth, sekalipun kebenaran sejarah itu juga bersifat relatif (Kuntowijoyo, 2006: 178).

1.5.3 Perlawanan

  Setiap represi (dalam bidang apa pun) akan selalu memunculkan resistensi (perlawanan). Sebuah (dominasi) kekuatan yang represif dalam realitas sejarah selalu saja akan berimplikasi bagi munculnya perlawanan atas tipologi kekuasaan.

  Artinya sejarah selalu menjadi bukti betapa kekuasaan yang melakukan prosesi dominasi atas yang dikuasai, terutama melalui tindakan yang represif akan menghadirkan pula berbagai bentuk resistensi yang dilakukan seseorang atas komunitas yang mendapat perlawanan represif dan hegemonik oleh kekuasaan (Santoso dan Sunarto, 2003: 29).

  Dalam setiap represi selalu menghadirkan resistensi. Setiap dominasi selalu saja memunculkan kekuatan lain yang melawan dominasi. Sehingga munculnya pemikiran yang ‘melawan’ dari pemikiran yang dominan harus dianggap sebagai keniscayaan sejarah yang boleh saja ada. Resistensi pemikiran adalah simbol dari mereka yang ‘tersisih’, atau mereka yang selalu ‘gelisah’ atas keadaan yang mapan (Santoso dan Sunarto, 2003: 31). Hal ini pula yang coba dilakukan oleh Riri Riza dalam menuliskan naskah skenarionya. Dalam skenarionya ia mencoba untuk mengungkapkan perlawanan yang dilakukan oleh Gie dan teman-temannya terhadap ketidakadilan, pemerintah orde lama, pemerintah orde baru, dan intelektual muda yang sudah dinilai tidak lagi bisa memperjuangkan keadilan bagi masyarakat indonesia yang dinilai telah berkhianat pada nilai perjuangan.

  Menurut Poerwadarminta (1976: 572), perlawanan adalah 1. perbuatan melawan; 2. pertentangan, kebalikan, sesuatu yang berlawanan. Jadi, perlawanan adalah perbuatan untuk melawan atau menentang sesuatu yang sudah berlawanan.

1.5.4 Kondisi Politik di Indonesia Sekitar Tahun 1956-1969

  Latar waktu naskah skenario Gie terjadi berkisar tahun 1956-1969 yang diwarnai oleh perlawanan para mahasiswa terhadap pemerintah. Oleh karena itu, berikut ini akan dipaparkan kondisi politik di Indonesia sekitar tahun tersebut. Dengan menggunakan tinjauan sosiologi sastra, diasumsikan bahwa perlawanan tokoh Gie merupakan cerminan masyarakat pada saat itu.

  Indonesia, di masa pemerintahan orde lama diwarnai dengan ketidakstabilan politik yang disebabkan sistem demokrasi parlementer yang bersifat liberal. Sistem ini, didominasi oleh partai-partai politik yang menguasai parlementer. Hanya ada empat partai politik yang saat itu mendapatkan lebih dari delapan kursi, yaitu Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Dengan dikuasainya parlemen oleh emapat partai tersebut, kabinet Indonesia sering mengalami jatuh bangun. Selain ketidakstabilan politik yang disebabkan penguasaan empat partai besar terhadap parlemen dan jatuh bangunnya kabinet Indonesia, tahun 1956-1965 juga terjadi konflik antara militer dengan PKI. Konflik militer-PKI sendiri sudah berawal dari peristiwa Madiun yang pada akhirnya memuncak dengan adanya peristiwa 1965.

  Pada tahun 1965, di Jakarta terjadi percobaan kudeta, selain percobaan kudeta, juga terjadi penculikan para jenderal-jenderal di mana Soekarno dan PKI dianggap telah mengetahui dan bekerjasama dalam peristiwa tersebut. Peristiwa- peristiwa 1965 membuat militer, khususnya angkatan darat menginginkan untuk segera memusnahkan PKI (Rickfles, 2005: 141-156).

  Peristiwa 1965 telah membuat para mahasiswa melakukan perlawanan terhadap pemerintah orde lama yang pada akhirnya mereka ikut membangun pemerintahan yang baru yang disebut dengan pemerintah orde baru. Perlawanan yang mereka lakukan lantaran Soekarno dinilai terlalu dikatator, korupsi yang tersebar luas, keadilan sosial yang belum tercapai, masalah ekonomi yang belum sepenuhnya terpecahkan, dan banyaknya harapan yang belum terwujud membuat Soekarno dinilai telah melakukan kerja sama dengan PKI sehingga tidak mampu memeberantas PKI. Perlawanan para mahasiswa berlangsung hingga tahun 1966, sehingga gerakan para mahasiwa ini dikenal dengan istilah angkatan’66 _Indonesia).

  Seiring dengan runtuhnya pemerintahan orde lama dan PKI berhasil dibasmi, muncul pemerintahan baru yang disebut orde baru. Tahun 1969 merupakan tahun transisi dari orde lama ke orde baru. Namun pemerintahan yang baru juga tak lepas dari koreksi para mahasiswa sebab banyak dari para mahasiswa yang pernah ikut berjuang masuk dalam parlemen dengan mudahnya. Bahkan perlawanan terhadap pemerintah yang dilakukan para mahasiswa hingga sekarang masih terjadi.

  Dengan demikian perlawanan tokoh Gie terhadap pemerintahan adalah perlawanan yang dilandasi adanya tindak ketidakadilan bagi rakyat kecil dan kediktatoran pemimpin sehingga mereka menginginkan perubahan bagi bangsa Indonesia terutama masalah keadilan bagi rakyat Indonesia, dan keinginan dibubarkannya PKI. Dalam melakukan perlawan tersebut Gie dan rekan-rekannya berani melakukan gebrakan demi meruntuhkan rezim yang dipimpin oleh Soekarno.

1.6 Metode Penelitian

  1.6.1 Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan dari sudut sosiologisnya. Damono (1978: 2) menjelaskan bahwa pendekatan sosiologi sastra merupakan pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelitian. Pendekatan ini berdasarkan anggapan bahwa sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat.

1.6.2 Metode

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif analisis. Metode ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang ada yang kemudian disusul dangan analisis (Ratna, 2004: 53).

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini ialah teknik pustaka, teknik kartu, dan teknik catat. Teknik pustaka dilakukan dengan cara mencari sumber- sumber data yang mendukung penelitian. Teknik kartu digunakan untuk mengklasifikasikan data-data. Sedangkan teknik catat digunakan untuk mencatat data-data yang sudah diklasifikasikan.

1.7 Sistematika Penyajian

  Penelitian ini akan disajikan dalam empat bagian, yaitu :

BAB I Pendahuluan, berupa latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

  manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, sisitematika penyajian, dan sumber data.

BAB II Pembahasan mengenai unsur intrinsik penceritaan naskah skenario Gie yang meliputi alur, tokoh, dan latar. BAB III Pembahasan mengenai perlawanan tokoh Gie terhadap pemerintahan Orde Lama dan Awal Pemerintahan Orde Baru dalam naskah skenario Gie. BAB IV Penutup, yang berisi kesimpulan dari pembahasan dan saran.

1.8 Sumber Data

  Sumber data dari penelitian ini adalah naskah skenario Gie, dengan identitas sebagai berikut.

  Judul Buku : Gie : Naskah Skenario Pengarang : Riri Riza Penerbit : Nalar ; Jakarta Tahun Terbit : 2005 Tebal Buku :144 halaman Sumber data yang lain berupa buku-buku dan sumber dari internet yang berkaitan dengan objek penelitian.

BAB II ANALISIS ALUR, TOKOH, DAN LATAR NASKAH SKENARIO GIE KARYA RIRI RIZA Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis unsur intrinsik yang terdapat dalam naskah skenario Gie. Unsur intrinsik yang diteliti adalah alur, tokoh, dan latar. Ketiga unsur tersebut diambil karena berhubungan dengan perlawanan yang dilakukan tokoh Gie.

2.1 Alur

  Dalam sebuah cerita, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain haruslah saling berkaitan. Keterkaitan peristiwa tersebut harus jelas dan dapat digambarkan melalui tahapan-tahapan (awal-tengah-akhir). Cerita ini diawali dengan penggambaran latar suasana keramaian di Kebun Jeruk yang menceritakan sekelompok pemuda yang sedang menulis pesan propaganda Revolusi dan iring- iringan pengantin Arab. Latar ini digunakan untuk pemunculan tokoh Gie dan Han pada masa remaja.

2.1.1 Tahap Awal

  Tahap awal disebut juga dengan tahap perkenalan. Tahap awal cerita ini dimulai dari pemunculan tokoh Gie dan Han.

  (1). EXT. SEKITAR KEBUN JERUK – SIANG Sekelompok pemuda sedang menulis slogan di sebuah dinding tua- bidang yang menjadi kanvas cukup besar, hingga mereka harus membagi-bagi kerja- menulis setiap huruf satu demi satu.

  GIE, 14 tahun, mengintip dari sebuah pojokan, kemudian muncul seorang anak seusianya bernama HAN, lalu muncul pula tiga orang anak-anak seusia mereka. Salah seorang diantara mereka kemudian berjalan. Gie dan Han saling memandang. Anak itu menarik sebuah kayu pengaduk dari kaleng cat. Ia pamer keberanian pada Gie dan kawan-kawan hingga kaleng cat itu terpeleset jatuh. ... Tampak pesan propaganda itu:...REVOLUSI. Jelas tak akan selesai karena cat tumpah

  (hlm. 3) (2). EXT. SEKITAR KEBUN JERUK – SIANG

  GIE ( V.O ) Saya dilahirkan di Jakarta, 17 Desember 1942, ketika perang tengah berkecamuk di Pasifik. Kira – kira pada umur lima saya masuk sekolah Xin

  Hwa... Di SMP Strada dari kelas satu saya naik ke kelas dua. Angka saya untuk kwartal pertama rata – rata 5 ½...

  (hlm. 4) Kutipan (1) menunjukkan pengenalan jati diri tokoh Gie dan Han. Gie dan

  Han diceritakan sedang memperhatikan sekelompok pemuda yang sedang menulis slogan di tembok daerah sekitar Kebun Jeruk. Namun tulisan yang berpesan Revolusi tersebut tidak terselesaikan. Pemunculan pengenalan tokoh di atas digambarkan dalam suasana Indonesia yang menginginkan revolusi. Dalam memunculkan pengenalan tokoh pengarang menggunakan V.O (suara karakter yang tak bersumber dari adegan yang sedang berlangsung) (2).

  (3). INT. SMP STRADA – SIANG

  Di dalam kelas Gie dengan antusias mengikuti gerakan seorang guru yang berjalan berkeliling membagikan kertas, ia menunggu gilirannya. Mengantisipasi penuh harap. …. BEBERAPA WAKTU KEMUDIAN. Gie berdebat intens dengan guru Arifin, yang berusaha tenang dan berjalan pelan mondar – mandir di depan kelas.

  GIE Bukankan ada perbedaan antara pengarang dengan penerjemah…?

  ARIFIN Tapi dia bisa dikatakan pengarang karena sang pengarang asli tidak dikenal di sini. Jadi dapatlah dikatakan Chairil sebagai pengarang Pulanglah Dia si Anak

  

Hilang.

  GIE

  

(mulai ngotot, memotong Arifin)

Tidak bisa. Tetap saja kita katakan kalau dia penerjemah bukan pengarang.

  Dan Andre Gide pengarang aslinya, dikenal di sini…semua anak SMA tentu mengenal.

  ARIFIN Kamu tau, tapi yang lain…

  Arifin memandang berkeliling, melihat ke anak – anak lain, pandangannya berhenti pada seorang anak lain. GIAM.

  ARIFIN

  

(pada Giam)

  Giam, kamu kenal Andre Gide? Giam hanya diam menatap Arifin

  GIE (nyeletuk sinis)

  Tukang becak juga tidak mengenal Chairil ARIFIN

  

(ke arah Gie, mulai marah)

  Kamu tukang becak…!! GIE

  

(tajam) Ya. saya sama dengan tukang becak sebagai manusia… (hlm. 7-8)

  Kutipan (3) menggambarkan pengenalan karakter tokoh Gie. Digambarkan karakter tokoh Gie yang masih duduk di bangku SMP sudah mulai berani melawan gurunya dalam mengeluarkan sebuah pendapat.

2.1.2 Tahap Tengah

  Tahap tengah sebuah cerita disebut juga dengan tahap pertikaian. Tahap ini menampilkan pertentangan atau peningkatan konflik yang sudah muncul pada tahap sebelumnya. Konflik yang muncul bisa berupa konflik yang terjadi dalam diri tokoh itu sendiri maupun konflik yang terjadi antartokoh utama dengan tokoh tambahan.

  (4). EXT. DI DALAM BUS KOTA – SIANG GIE ( V.O )

  Hari ini adalah hari ketika dendam mulai membatu. Nilai ulanganku 8 tapi oleh guruku dikurangi 3. Aku tidak senang dengan itu.

  ( hlm. 9) GIE (V.0)

  Aku iri karena di kelas hanya menjadi orang ketiga yang terpandai dari ulangan tersebut. Aku yakin aku yang terpandai dibanding seluruh kelas.

  (hlm. 11). (5). EXT. SMP PEMBANGUNAN – PAGI

  GIE (V.O) Kalau angkaku ditahan oleh model guru yang tak tahan kritik, aku akan mengadakan koreksi habis-habisan, aku tak mau minta maaf. Memang demikian, kalau dia bukan guru pandai. Tentang karangan saja dia lupa. Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau…

  (hlm. 15)

  Kutipan (4), (5), menjelaskan konflik yang terjadi antara Gie dengan orang yang berkuasa di dalam kelasnya, yaitu gurunya. Sikap Gie yang membangkang pada gurunya, membuat nilainya dikurangi. Dia merasa tidak senang dengan sikap gurunya tersebut sebab Gie merasa dialah yang terpandai di kelasnya. Setelah Gie memasuki bangku kuliah, konflik dialaminya dengan orang-orang yang berkuasa berlanjut. Memasuki kuliah, Gie mengalami konflik dengan pemerintahan yang dipimpin Soekarno.

  (6). INT. KAMPUS SASTRA RAWAMANGUN, SEBUAH KELAS – MALAM ... GIE

  ...sekarang keadaan makin parah. Pergulatan militer dan PKI harus menuju kepada titik-titik penentuan. Apakah titik itu berupa clash atau hanya di dalam, entahlah. Tapi kita berharap bahwa hanya di dalam saja. Sekarang harga-harga makin membumbung, kaum kapitalis makin lahap memakan rakyat. Dalam keadaan inilah seharusnya kaum intelegensia bertindak, berbuat sesuatu. Tentu saja kita tidak berarti berbuat sesuatu yang konyol. Bidang seorang sarjana adalah berpikir dan mencipta yang baru.

  ... GIE

  Kelompok intelektual terus berdiam dalam keadaan yang mendesak telah melunturkan semua kemanusiaannya. Ketika Hitler telah membuas, maka kelompok ’Inge School’ berkata tidak. Mereka punya keberanian untuk berkata tidak. Mereka, walaupun masih muda, telah berani menentang pemimpin-pemimpin gang-gang bajingan, rezim Nazi. Bahwa mereka mati, itu bukan soal... Mereka telah memenuhi panggilan seorang pemikir. Tidak ada indahnya penghukuman mereka, tetapi apa yang lebih puitis selain bicara tentang kebenaran...

  GIE

  (suara mengeras)

  Saya rasa, kita di Indonesia sudah sampai saatnya untuk mengatakan tidak pada Soekarno.

  (hlm.28).

  (7). EXT. HALAMAN ISTANA – SIANG GIE (V.0)

  Sukarno mempunyai 3 aspek. Gelar raja-raja Jawa juga sama dengan gelar politik:”kawula ing tanah jawi”, tentara:”Senapati ing ngalaga”, dan agama:”Syekh SabidinNgabdulrachmad”. Presiden Sukarno adalah lanjutan daripada raja-raja tanah Jawa.

  (hlm. 48). (8). INT. RUMAH KELUARGA SOE – MALAM

  GIE (V.O) Karena itu dalam tindakan-tindakannya ia bersikap seperti raja-raja dahulu. Ia beristeri banyak, mendirikan keraton-keraton dan lain-lain.