Deiksis bahasa Jawa Ngoko dalam Majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992 - USD Repository

  

DEIKSIS BAHASA JAWA NGOKO

DALAM MAJALAH DJAKA LODANG EDISI MEI 1992

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

  

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Albert Wempi

  

NIM: 064114012

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

Juli 2013

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Skripsi ini aku persembahkan Kepada

  Kedua orang tua, kakak, dan adikku yang sangat aku cintai, terima kasih atas segala kasih sayang, perhatian, dukungan, dan pengorbanannya selama ini

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 29 Juli 2013 Penulis, Albert Wempi

  

ABSTRAK

  Wempi, Albert. 2013. “Deiksis Bahasa Jawa Ngoko dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Mei 1992 ”. Skripsi Strata 1 (S1). Program Studi Sastra Indonesia. Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

  Penelitian ini dibahas tentang deiksis Bahasa Jawa Ngoko dalam Majalah Djaka

Lodang Edisi Mei 1992, tujuan untuk mengkaji deiksis dalam tuturan bahasa Jawa.

Penelitian ini dilakukan melalui langkah sebagai berikut. Apa saja jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan jenis-jenis deiksis bahasa Jawa ngoko.

  Objek penelitian ini adalah deiksis dalam bahasa Jawa ngoko. Objek penelitian tersebut berada dalam data yang berupa tuturan yang mengandung deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu. Data tersebut diperoleh dari sumber majalah yaitu Djaka Lodang edisi Mei 1992.

  Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (i) pengumpulan data, (ii) analisis data, dan (iii) penyajian hasil analisis data. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak. Yang disimak adalah tuturan-tuturan tertulis yang mengandung deiksis. Untuk melaksanakan metode simak digunakan teknik sadap dan teknik catat. Selanjutnya, data dianalisis dengan metode padan. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah teknik baca. Teknik padan diterapkan dalam menentukan jenis deiksis.

  Hasil penelitian ini meliputi jenis-jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko. Kategori jenis deiksis yaitu deiksis persona yang berupa kata ganti persona yang memiliki referen berpindah-pindah sesuai dengan konteks percakapan. Deiksis persona meliputi, aku

  „saya‟, kowe „kamu dan anda‟ dheweke „dia‟, awake dhewe „kita‟. Deiksis ruang meliputi, kono „di situ‟, kene „di sini”, kana „di sana‟, iki „ini‟, iku „itu‟, kuwi

  „itu‟, kae‟ itu‟. Deiksis waktu meliputi, mau‟tadi‟, sukemben „lain kali‟, saiki „sekarang‟, wingi „kemarin‟, mengko „nanti‟, sesuk „besok‟.

  

ABSTRACT

  Wempi, Albert. 2013. “Deiksis in Javanese Ngoko Language on Djaka Lodang‟s

  st

  Strata (S1) Indonesian, Magazines Mei Edition 1992”. Essay for 1 Literature Study Program, Faculty of Indonesian Literature Sanata Dharma University.

  This research is to study about Deiksis at Javanese Ngoko Language which contained in Djaka Lodang Magazines on May Edition year 1992. As for goals of this research is to reviewing deiksis in speech in the Javanese language. This research is done by a few steps, which are to define what kind of deiksis at Javanese ngoko language, which has purpose describing all those kinds of deiksis in Javanese ngoko language.

  The object of this study is deiksis in Javanese ngoko language. That research object contained in datas which speech that include in deiksis persona (person), deiksis ruang (space), deikisis waktu (time). All of those datas was taken from the source which is Djaka Lodang magazines on May edition year 1992.

  This study or research is trough by three stages, (I) to collect datas, (II) to analyze datas, and (III) to serve the presentation of the results of the analysis, collecting datas by using metode simak. There is something that had to be noted by this method namely the writen speech that contains deiksis. To implement “metode simak”, there are using “teknik sadap” (tapping technique) and “teknik catat” (technical note). For further, datas analyzed by “metode padan” (unified method), using the technical chimney (teknik baca). Unified method is applied to determine the kind of deiksis.

  The results of this research include the types of deiksis in Javanes ngoko language. The categories type deiksis which are, deiksis persona (persona deiksis) which means: persona noun that has meaning of movings referent in accordance with the dialogue context, persona deiksis covers, aku

  „saya‟ (me), dheweke „dia‟ (you),

  awake dhewe

  „kita‟ (us). Space deiksis covers: kono „di situ‟ (there), kene „di sini‟ (here),

  kana „di sana‟ (there), iki „ini‟ (this), iku „itu‟ (that), kae „sana‟ (that). Time

  deiksis covers: mau „tadi‟ (was), sukemben „lain kali‟ (next time), saiki „sekarang‟

  (now), wingi „kemarin‟ (yesterday), mengko „nanti‟ (later), sesuk „besok‟ (tomorrow).

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Albert Wempi Nomor Mahasiswa : 064114012

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul

  “Deiksis Bahasa Jawa Ngoko dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Mei 1992” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

  Dengan ini, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan dan mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin saya maupun memberikan saya royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

  Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 29 Juli 2013 Yang menyatakan, Albert Wempi

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Deiksis Bahasa Jawa Ngoko dalam Majalah Djaka Lodang Edisi Mei 1992”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana S-1 pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

  Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan dari segala pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.

  Bapak Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku dosen pembimbing I yang penuh kesabaran dan perhatian telah memberikan bimbingan, masukan dan semangat kepada penulis.

  2. Bapak Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi dan memberikan petunjuk pada penulis.

  3. Bapak Drs. Hery Antono, M.Hum., selaku dosen pembimbing akademik sekaligus Ketua Program Studi Sastra Indonesia.

  4. Bapak Drs. F.X. Santosa, M.S., Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Bapak Dr.

  Yoseph Yapi Taum, M.Hum., Ibu Dra. Fransisca Tjandrasih Adji, M.Hum., dan Ibu S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum., atas bimbingan dan ilmu pengetahuan yang diberikan kepada penulis selama menjalani studi di Universitas Sanata Dharma.

  5. Staf Sekretariat Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma atas pelayanan dan kesabarannya membantu penulis mengurus urusan akademis.

  6. Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah menyediakan berbagai sumber pustaka yang diperlukan selama perkuliahan.

  7. Bapak Paulus Hartanto dan Mama Mellyaneri yang selalu memberi semangat, kasih sayang dan doa kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  8. Kakak David Okke Ardyan dan adikku Nico dan seluruh keluarga besarku yang selalu memberi semangat, kasih sayang dan doa kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  9. Yulita Maizia atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  10. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan doa dan semangatnya.

  11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  

DAFTAR ISI

Halaman

  HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ..................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................................ v ABSTRAK .................................................................................................................... vi

  

ABSTRACT .................................................................................................................... vii

  LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................................... viii KATA PENGANTAR .................................................................................................. ix DAFTAR ISI ................................................................................................................. xi DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xiii

  BAB I PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

  1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 5

  1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 5

  1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 5

  1.5 Tinjauan Pustaka ............................................................................ 6

  1.6 Landasan Teori ................................................................................ 11

  1.6.1 Pengertian Deiksis ............................................................... 11

  BAB II PEMBAHASAN

  3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 44

  BAB III PENUTUP

  2.1.3 Deiksis Waktu ....................................................................... 38

  2.1.2 Deiksis Ruang ....................................................................... 27

  2.1.1 Deiksis Persona ..................................................................... 22

  2.1 Jenis-jenis Deiksis .......................................................................... 22

  1.8 Sistematika Penyajian ..................................................................... 21

  1.6.2 Jenis-jenis Deiksis ............................................................... 12

  1.7.3 Metode Pemaparan Hasil Analisis Data .............................. 20

  1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data ....................................... 18

  1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .............................. 18

  1.7 Metode Penelitian ............................................................................ 18

  1.6.2.3 DeiksisWaktu ................................................... 17

  1.6.2.2 Deiksis Ruang .................................................. 15

  1.6.2.1 Deiksis Persona ................................................ 13

  3.2 Saran ............................................................................................... 62 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 63 BIOGRAFI PENULIS ................................................................................................... 64 LAMPIRAN .................................................................................................................. 65

  DAFTAR TABEL Halaman

Tabel 1: Jenis dan Contoh Kata dan Kalimat Deiksis Persona .........................................................24

Tabel 2: Jenis dan Contoh Kata dan Kalimat Deiksis Ruang .............................................................32

Tabel 3: Jenis dan Contoh Kata dan Kalimat Deiksis Waktu ........................................................ 40

Tabel 4: Jenis-jenis Deiksis bahasa Jawa ngoko Majalah Djaka Lodang Edisi Mei 1992 ..................44

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Manusia dilahirkan di dalam dunia sosial di mana mereka harus bergaul dengan manusia lain yang berada di sekitarnya. Sejak awal hidupnya dia sudah bergaul dengan orang-orang terdekatnya. Dalam perkembangan hidup selanjutnya, dia mulai memperoleh bahasa setapak demi setapak. Pada saat yang sama, dia juga sudah dibawa ke dalam kehidupan sosial dimana terdapat rambu-rambu perilaku kehidupan. Rambu- rambu ini diperlukan karena meskipun manusia itu dilahirkan bebas, tetapi dia harus hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, dia harus pula menguasai norma-norma sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Sebagian dari norma-norma ini tertanam dalam bahasa sehingga kompetensi anak tidak hanya terbatas pada apa yang dinamakan pemakaian bahasa tetapi juga penggunaan bahasa.

  Suatu informasi pada dasarnya mensyaratkan kecukupan dalam struktur internal informasi itu sendiri sehingga orang yang diajak komunikasi dapat memahami pesan dengan tepat. Deiksis adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan keniscayaan hadirnya acuan ini dalam suatu informasi. Persoalan akan muncul, bagaimana jika informasi itu hanya dapat dipahami dari konteksnya. Menariknya, meski deiksis ini erat kaitannya dengan konteks berbahasa.

  Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos , yang berarti „hal penunjukan secara langsung‟. Dalam logika istilah Inggris deictic dipergunakan sebagai istilah untuk pembuktian langsung (pada masa setelah Aristoteles) sebagai lawan dari istilah

  

elenctic, yang merupakan istilah pembuktian tidak langsung (The Compact Edition of

the Oxford English Dictionary dalam Kaswanti Purwo, 1984: 2). Sebelumnya, istilah

deiktikos dipergunakan oleh tatabahasawan Yunani dalam pengertian yang sekarang kita

sebut kata ganti demonstratif.

  Deiksis adalah bentuk bahasa yang referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi pembicara, atau penulis, dan tergantung pada waktu dan tempat bentuk itu dituturkan (Kaswanti Purwo, 1984: 1). Berikut ini contoh deiksis dalam bahasa Jawa Ngoko:

  (1) Manut pengalaman sing uwis-uwis, kampanye Pemilu kaya mangkono iku

  pancen nuwuhake gesrekan-gesrekan, malah bisa nuwuhake pasulayan, sing ora mokal njalari suhu politik dadi panas . (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3).

  Menurut pengalaman yang pernah ada, kampanye pemilu seperti itu memang

  menimbulkan gesekan-gesekan, malah bisa menumbuhkan kecurigaan, dan hal-hal lainnya yang membuat suhu politik menjadi panas ‟.

  (2) Padha dene nuding kaluputaning liyan, nganggep awake dhewe utawa kelompoke dhewe sing bener . (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3).

  „Saling menunjukkan kelemahan pihak lain, dan menganggap diri sendiri atau kelompoknya yang paling benar ‟.

  (3) Strategi lan siasat wis diatur kanggo menangake Pemilu candhake yaiku Pemilu 1992 iki. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 3).

  Strategi dan siasat sudah ditata untuk memenangkan pemilu berikut yaitu

  pemilu 1992 ‟. (4) Nanging kita ora perlu kuwatir, jalaran negara kita kang adhedhasar

  demokrasi Pancasila kuwi tansah ngayomi wargane . (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4).

  Tetapi kita tidak perlu khawatir, karena Negara kita berlandaskan demokrasi

  dan selalu mengayomi rakyatnya ‟. (5) Dene pamrihe panemu-panemu mau pengangkahe banjur bisa dingerteni

  sanak kadang sing mengko bakal kepilih dadi wakiling rakyat ing parlemen (DPR) utawa ing MPR. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4).

  Tujuan yang diungkapkan agar dapat dipahami oleh saudara-saudara yang

  nanti bakal terpilih menjadi wakil rakyat di parlemen DPR atau MPR ‟. (6) Jinis-jinis satwa kasebut uga jinis liyane kang ora disebutake ana kene .

  (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7).

  Jenis-jenis satwa yang disebut termasuk juga lainnya yang tidak disebutkan di

  sini ‟. (7) Nalika nglatih pemain kang padha mbandel aku pancen rada was-was aja-aja . (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 12).

  pentas gagal utawa asile kurang becik Ketika melatih para pemain yang bandel saya sempat was-was nanti pentas

  gagal atau hasilnya kurang baik ‟.

  (8) Nah, saiki Kim II-Sung ora bakal bisa mbanta

  h. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 5).

  Nah, sekarang kim II-Sung tidak akan bisa mengelak‟.

  (9)

  “Lho,… kok manut le-dha-kandha iku apa kowe ora nungkuli? Ora ngawaki dhewe?”. (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 17).

  “Lho… mengapa menurut saja yang dikatakan itu apa kamu tidak protes? Tidak percaya diri?”.

  (10) Kaya adat sabene, ing warung kono aku sakanca nuli guneman maneka

  warna, sok-sok ora karuhan alang ujure, sineling guyonan, plesetan utawa glenyengan . (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 16).

  „Seperti adat yang sudah ada, diwarung itu aku dan teman-teman sering berdialog berbagai tema, terkadang tidak tahu ujung pangkalnya, bercandaan, plesetan‟. (11)

  Mung emane, semono suwene sesambungane kok Anton ora gelem menehi

  fotone padhahal dheweke wis menehi foto telu cacahe . (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 6).

  „Hanya sayangnya, begitu lamanya berhubungan kok Anton tidak mau memberikan foto dirinya padahal Anton sudah diberi foto pacarnya sejumlah tiga‟. Alasan peneliti memilih deiksis dalam bahasa Jawa sebagai objek penelitian, pertama yaitu karena belum ada tulisan- tulisan yang mengkaji secara khusus mengenai deiksis dalam tuturan bahasa Jawa. Kedua, adanya keunikan deiksis dalam tuturan bahasa Jawa yang ditemukan oleh peneliti.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :  Apa saja jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah di atas, melalui penelitian ini adalah:  Mendeskripsikan jenis-jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini berupa deskripsi jenis-jenis deiksis dalam bahasa Jawa

  

ngoko . Deskripsi ini memberikan sumbangan teoritis dan praktis dalam bidang

  pragmatik, yang berkenaan dengan jenis-jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko. Selain itu, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah pengetahuan peneliti dalam bidang pragmatik, terutama yang berkaitan dengan jenis-jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko.

  Manfaat praktis dari hasil penelitian ini adalah dapat menghasilkan rumusan dalam penggunaan jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko yang dapat membantu penyusunan tata bahasa Jawa.

1.5 Tinjauan Pustaka

  Topik tentang deiksis dalam bahasa Jawa ngoko telah dikemukakan oleh Kaswanti Purwo (1984). Kaswanti Purwo (1984) mengkaji deiksis bahasa Indonesia dengan buku yang berjudul Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Deiksis adalah bentuk bahasa yang referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi pembicara, atau penulis, dan tergantung pada waktu dan tempat bentuk itu dituturkan.

  Kaswanti Purwo mengkaji tentang jenis-jenis deiksis yaitu deiksis persona adalah salah satu jenis deiksis persona yang berupa kata ganti persona yang memiliki referen berpindah-pindah sesuai dengan konteks percakapan.

  Dalam penelitian ini, dipilih istilah persona. Kata lain persona ini merupakan terjemahan dari kata Yunani prosopon , yang artinya „topeng‟ (topeng yang dipakai oleh seorang pemain sandiwara), dan juga berarti peranan atau watak yang dibawakan oleh pemain drama. Referen yang ditunjuk oleh kata ganti persona berganti-ganti tergantung pada peranan yang dibawakan oleh peserta tindak ujaran. Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama. Apabila dia tidak berbicara lagi, dan kemudian menjadi pendengar maka ia berganti memakai „topeng‟ yang disebut persona kedua. Orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan (tetapi menjadi bahan pembicaraan), atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan (tetapi tidak terlibat dalam pembicaraan itu sendiri secara aktif) diberi „topeng‟ yang disebut persona ketiga.

  Ada dua bentuk kata ganti persona pertama: aku dan saya, masing-masing memiliki perbedaan dalam pemakaian. Kata aku hanya dapat dipakai dalam situasi informal, misalnya di antara dua peserta tindak ujaran yang saling mengenal atau sudah akrab hubungannya. Kata saya dapat dipergunakan dalam situasi formal (misalnya, dalam suatu ceramah, kuliah, atau di antara dua peserta tindak ujaran yang belum saling mengenal), tetapi dapat pula dipakai dalam situasi informal; kata saya dapat dipergunakan dalam konteks pemakainya „sama‟ dengan kata aku. Oleh karena itu, seseorang yang sedang mempelajari bahasa Indonesia akan m erasa „aman‟ apabila selalu mempergunakan saya dalam situasi formal atau informal.

  Bentuk persona kedua: engkau dan kamu hanya dapat dipergunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya, atau dipakai oleh orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi untuk menyapa lawan bicara yang berstatus sosial lebih rendah. Penutur bahasa Indonesia yang berbahasa pertama bahasa Batak akan cenderung memilih memakai bentuk engkau di antara peserta ujaran yang akrab hubungannya karena dalam bahasa Batak bentuk kamu merupakan sebutan ketakziman untuk persona kedua. Sebutan ketakziman untuk persona kedua dalam bahasa Indonesia ada banyak bentuk ragamnya, di antaranya anda, saudara, leksem kekerabatan seperti

  , kakak, dan leksem jabatan seperti dokter, mantri.

  bapak

  Dalam bahasa Indonesia dibedakan antara bentuk persona ketiga tunggal ia, dia,

  

beliau (kata beliau dipakai dalam sebutan ketakziman), dan bentuk persona ketiga jamak mereka. Karena itulah barangkali dalam bahasa Austronesia dikenal bentuk eksklusif (gabungan antara persona pertama dan ketiga) dan bentuk inklusif (gabungan antara persona pertama dan kedua). Bentuk eksklusif dalam bahasa Indonesia adalah

  

kami sedangkan bentuk inklusifnya adalah kita. Dalam bahasa Jawa, Sunda, dan Madura

  yang ada hanya bentuk eksklusif, dan itu dinyatakan dengan pengertian „saya semua‟ (Sunda: abdi sadaya ) atau „badan sendiri‟ (Jawa: awake dhewe; Madura: aba „dibi‟). Bentuk eksklusifnya kami dalam bahasa tulisan dapat dipakai sebagai bentuk editorial; kata kami sebagai kata ganti kata saya juga dapat dijumpai dalam bahasa lisan (misalnya dalam pidato atau khotbah).

  Bentuk jamak persona kedua dalam bahasa Indonesia dinyatakan dengan kamu

  

sekalian (tidak ada bentuk*engkau sekalian), atau kalian. Kata sekalian juga dapat

dirangkaikan dengan mereka: mereka sekalian.

  Deiksis ruang tidak semua leksem ruang dapat bersifat deikstis dan tidak ada leksem ruang yang berupa nomina. Nomina baru dapat menjadi lokatif apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbia , atau verba. Pembahasan mengenai leksem yang tidak deiktis didahulukan agar dengan demikian hal yang deiktis menjadi lebih jelas, dan agar tampak bahwa leksem yang tidak deiktis menjadi deiktis apabila dirangkaikan dengan leksem persona.

  Leksem ruang seperti dekat, jauh, tinggi, pendek tidak bersifat deiktis, seperti tampak pada contoh-contoh  Sala dekat dengan Yogya.  Bagi kereta api Indonesia jarak itu terlalu jauh.

   Menurut ukuran orang Indonesia si Du termasuk tinggi. Dalam rangkaian dengan bentuk persona leksem ruang yang tidak deiktis itu menjadi deiktis.

   Rumah si Dul dekat dengan rumah saya.  Tempat itu terlalu jauh baginya, meskipun bagimu tidak.  Menurut saya si Dul itu pendek, tetapi menurut si Yem tinggi. Hal ruang, seperti yang dapat ditunjukkan oleh preposisi dalam bahasa

  Indonesia, dapat bersifat statis (menggambarkan hal yang diam) dan dapat bersifat dinamis (menggambarkan hal yang bergerak). Untuk hal yang bergerak itu perlu dibedakan antara pengertian tempat asal gerakan (TA) dan tempat tujuan gerakan (TT). Atau, dengan memakai peristilahan dalam penelitian ini: ke- memasalahkan tempat tujuan (TT), sedangkan dari memasalahkan tempat asal (TA).

  Ketiga preposisi itu disebut „dasar‟ karena dapat dirangkaikan dengan kata lain, dan bersama dengan kata itu juga merupakan preposisi. Kata penuntuk tempat sini, situ,

  

sana masing-masing dapat dirangkaikan dengan preposisi di-, ke-, atau dari. Kata mari,

  yang apabila dirangkaikan dengan ke-, bersinonim dengan sini, tidak dapat dirangkaikan dengan di- atau dari (*di mari, ke mari*dari mari). Dalam banyak bahasa, preposisi hanya dapat diikuti oleh nomina. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia, kecuali dapat diikuti oleh nomina, preposisi juga dapat disusul adjektiva: dengan mudah, dengan baik, (meskipun tidak semua preposisi dalam bahasa Indonesia dapat dipakai dalam rangkaian seperti ini).

  Pronomina lokatif dalam bahasa Indonesia juga dapat dipergunakan sebagai kata ganti persona: sini, sebagai kata ganti persona pertama, situ kata ganti persona kedua, dan sana kata ganti persona ketiga. Contohnya:

   Sini sudah setuju, tinggal situ bagaimana. Tentang pendapat sana nanti bagaimana, itu terserah kepada mereka.

  Deiksis waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa (Nababan, 1987:41).

  Bentuk deiksis waktu yang ditemukan dalam penelitian ini ada dua, yaitu kata dan frase. Kata yang ditemukan yaitu kata monomorfemis. Frase yang ditemukan dibedakan menjadi dua, yaitu frase endosentrik dan frase eksosentrik.

a. Kata

  Kata adalah satuan bebas yang paling kecil. Kata merupakan suatu bentuk yang dapat diujarkan tersendiri dan bermakna, yang kemudian tidak dapat dibagi-bagi atas bentuk-bentuk yang salah satu atau keduanya memiliki potensi untuk diujarkan tersendiri sebagai kata.

  Bentuk deiksis waktu dalam majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992 berupa kata terdiri atas satu morfem. Kata yang berunsur satu morfem disebut kata monomorfemis.

  Data bentuk deiksis waktu berupa kata monomorfemis yang ditemukan dalam majalah Djaka Lodang edisi Mei 1992 antara lain sebagai berikut.

  (12) Kuwi mau iya kalebu penulisan sing malah bisa gawe kisruh. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 4).

  „Itu tadi ya termasuk penulisan yang dapat menimbulkan keributan‟.

  (13) Nyatane dheweke kuwat nggedhang krang tekan saiki suwene 44 taun. (Djaka Lodang , 16 Mei 1992: 5).

  „Nyatanya dia kuat berkuasa sampai sekarang selama 44 tahun‟.

1.6 Landasan Teori Dalam landasan teori ini, dipaparkan pengertian deiksis dan jenis deiksis.

1.6.1 Pengertian Deiksis

  Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani deiktikos , yang berarti „hal penunjukan secara langsung‟. Dalam logika istilah Inggris deictic dipergunakan sebagai istilah untuk pembuktian langsung (pada masa setelah Aristoteles) sebagai lawan dari istilah

  

elenctic, yang merupakan istilah pembuktian tidak langsung (The Compact Edition of

the Oxford English Dictionary dalam Kaswanti Purwo, 1984: 2). Sebelumnya, istilah

deiktikos dipergunakan oleh tatabahasawan Yunani dalam pengertian yang sekarang kita

sebut kata ganti demonstratif.

  Menurut Kaswanti Purwo (1984: 1) sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Dalam bidang linguistik terdapat pula istilah rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frasa yang menunjuk kata, frase atau ungkapan yang akan diberikan.

  Deiksis adalah bentuk bahasa yang referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi pembicara atau penulis, dan tergantung pada waktu dan tempat bentuk itu dituturkan.

  Berdasarkan beberapa pendapat, dapat dinyatakan bahwa deiksis merupakan suatu gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang acuannya dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi pembicaraan dan menunjuk pada sesuatu di luar bahasa seperti kata tunjuk, pronomina, dan sebagainya. Perujukan atau penunjukan dapat ditujukan pada bentuk atau konstituen sebelumnya yang disebut anafora. Perujukan dapat pula ditujukan pada bentuk yang akan disebut kemudian. Bentuk rujukan seperti itu disebut dengan katafora.

  Fenomena deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk menggambarkan hubungan antara bahasa dan konteks dalam struktur bahasa itu sendiri. Kata seperti aku „saya‟, kene „di sini‟, saiki „sekarang‟, mau „tadi‟ adalah kata-kata deiktis. Kata-kata ini tidak memiliki referen yang tetap. Referen kata aku

  „saya‟, kene „sini‟, saiki „sekarang‟ baru dapat diketahui maknanya jika diketahui pula siapa, di tempat mana, dan waktu kapan kata-kata itu diucapkan. Jadi, yang menjadi pusat orientasi deiksis adalah penutur.

1.6.2 Jenis-jenis Deiksis

  Kaswanti Purwo (1984) membagi deiksis menjadi tiga, yaitu (i) deiksis persona, (ii) deiksis ruang, dan (iii) deiksis waktu.

1.6.2.1 Deiksis Persona

  Deiksis persona adalah salah satu jenis deiksis persona yang berupa kata ganti persona yang memiliki referen berpindah-pindah sesuai dengan konteks percakapan.

  Dalam penelitian ini, dipilih istilah persona. Kata lain persona ini merupakan terjemahan dari kata Yunani prosopon , yang artinya „topeng‟ (topeng yang dipakai oleh seorang pemain sandiwara), dan juga berarti peranan atau watak yang dibawakan oleh pemain drama. Referen yang ditunjuk oleh kata ganti persona berganti-ganti tergantung pada peranan yang dibawakan oleh peserta tindak ujaran. Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama. Apabila dia tidak berbicara lagi, dan kemudian menjadi pendengar maka ia berganti memakai „topeng‟ yang disebut persona kedua. Orang yang tidak hadir dalam tempat terjadinya pembicaraan (tetapi menjadi bahan pembicaraan), atau yang hadir dekat dengan tempat pembicaraan (tetapi tidak terlibat dalam pembicaraan itu sendiri secara aktif) diberi „topeng‟ yang disebut persona ketiga.

  Ada dua bentuk kata ganti persona pertama: aku dan saya, masing-masing memiliki perbedaan dalam pemakaian. Kata aku hanya dapat dipakai dalam situasi informal, misalnya di antara dua peserta tindak ujaran yang saling mengenal atau sudah akrab hubungannya. Kata saya dapat dipergunakan dalam situasi formal (misalnya, dalam suatu ceramah, kuliah, atau di antara dua peserta tindak ujaran yang belum saling mengenal), tetapi dapat pula dipakai dalam situasi informal; kata saya dapat dipergunakan dalam konteks pemakainya „sama‟ dengan kata aku. Oleh karena itu, seseorang yang sedang memp elajari bahasa Indonesia akan merasa „aman‟ apabila selalu mempergunakan saya dalam situasi formal atau informal.

  Bentuk persona kedua: engkau dan kamu hanya dapat dipergunakan di antara peserta ujaran yang sudah akrab hubungannya, atau dipakai oleh orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi untuk menyapa lawan bicara yang berstatus sosial lebih rendah. Penutur bahasa Indonesia yang berbahasa pertama bahasa Batak akan cenderung memilih memakai bentuk engkau di antara peserta ujaran yang akrab hubungannya karena dalam bahasa Batak bentuk kamu merupakan sebutan ketakziman untuk persona kedua. Sebutan ketakziman untuk persona kedua dalam bahasa Indonesia ada banyak bentuk ragamnya, di antaranya anda, saudara, leksem kekerabatan seperti

  bapak , kakak, dan leksem jabatan seperti dokter, mantri.

  Dalam bahasa Indonesia dibedakan antara bentuk persona ketiga tunggal ia, dia,

  

beliau (kata beliau dipakai dalam sebutan ketakziman), dan bentuk persona ketiga

  jamak mereka. Karena itulah barangkali dalam bahasa Austronesia dikenal bentuk eksklusif (gabungan antara persona pertama dan ketiga) dan bentuk inklusif (gabungan antara persona pertama dan kedua). Bentuk eksklusif dalam bahasa Indonesia adalah

  

kami sedangkan bentuk inklusifnya adalah kita. Dalam bahasa Jawa, Sunda, dan Madura

  yang ada hanya bentuk eksklusif, dan itu dinyatakan dengan pengertian „saya semua‟ (Sunda: abdi sadaya ) atau „badan sendiri‟ (Jawa: awake dhewe; Madura: aba „dibi‟). Bentuk eksklusifnya kami dalam bahasa tulisan dapat dipakai sebagai bentuk editorial; kata kami sebagai kata ganti kata saya juga dapat dijumpai dalam bahasa lisan (misalnya dalam pidato atau khotbah).

  Bentuk jamak persona kedua dalam bahasa Indonesia dinyatakan dengan kamu

  

sekalian (tidak ada bentuk*engkau sekalian), atau kalian. Kata sekalian juga dapat

dirangkaikan dengan mereka: mereka sekalian.

1.6.2.2 Deiksis Ruang

  Deiksis ruang tidak semua leksem ruang dapat bersifat deikstis dan tidak ada leksem ruang yang berupa nomina. Nomina baru dapat menjadi lokatif apabila dirangkaikan dengan preposisi hal ruang. Leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbia , atau verba. Pembahasan mengenai leksem yang tidak deiktis didahulukan agar dengan demikian hal yang deiktis menjadi lebih jelas, dan agar tampak bahwa leksem yang tidak deiktis menjadi deiktis apabila dirangkaikan dengan leksem persona.

  Leksem ruang seperti dekat, jauh, tinggi, pendek tidak bersifat deiktis, seperti tampak pada contoh-contoh  Sala dekat dengan Yogya.  Bagi kereta api Indonesia jarak itu terlalu jauh.  Menurut ukuran orang Indonesia si Du termasuk tinggi. Dalam rangkaian dengan bentuk persona leksem ruang yang tidak deiktis itu menjadi deiktis.

   Rumah si Dul dekat dengan rumah saya.  Tempat itu terlalu jauh baginya, meskipun bagimu tidak.  Menurut saya si Dul itu pendek, tetapi menurut si Yem tinggi. Hal ruang, seperti yang dapat ditunjukkan oleh preposisi dalam bahasa Indonesia, dapat bersifat statis (menggambarkan hal yang diam) dan dapat bersifat dinamis (menggambarkan hal yang bergerak). Untuk hal yang bergerak itu perlu dibedakan antara pengertian tempat asal gerakan (TA) dan tempat tujuan gerakan (TT). Atau, dengan memakai peristilahan dalam penelitian ini: ke- memasalahkan tempat tujuan (TT), sedangkan dari memasalahkan tempat asal (TA).

  Ketiga preposisi itu disebut „dasar‟ karena dapat dirangkaikan dengan kata lain, dan bersama dengan kata itu juga merupakan preposisi. Kata penuntuk tempat sini, situ,

  

sana masing-masing dapat dirangkaikan dengan preposisi di-, ke-, atau dari. Kata mari,

  yang apabila dirangkaikan dengan ke-, bersinonim dengan sini, tidak dapat dirangkaikan dengan di- atau dari (*di mari, ke mari*dari mari). Dalam banyak bahasa, preposisi hanya dapat diikuti oleh nomina. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia, kecuali dapat diikuti oleh nomina, preposisi juga dapat disusul adjektiva: dengan mudah, dengan baik, (meskipun tidak semua preposisi dalam bahasa Indonesia dapat dipakai dalam rangkaian seperti ini).

  Pronomina lokatif dalam bahasa Indonesia juga dapat dipergunakan sebagai kata ganti persona: sini, sebagai kata ganti persona pertama, situ kata ganti persona kedua, dan sana kata ganti persona ketiga. Contohnya:

   Sini sudah setuju, tinggal situ bagaimana. Tentang pendapat sana nanti bagaimana, itu terserah kepada mereka.

1.6.2.3 Deiksis Waktu

  Deiksis waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa (Nababan, 1987:41).

  Bentuk deiksis waktu yang ditemukan dalam penelitian ini ada dua, yaitu kata dan frase. Kata yang ditemukan yaitu kata monomorfemis. Frase yang ditemukan dibedakan menjadi dua, yaitu frase endosentrik dan frase eksosentrik.

a. Kata

  Kata adalah satuan bebas yang paling kecil. Kata merupakan suatu bentuk yang dapat diujarkan tersendiri dan bermakna, yang kemudian tidak dapat dibagi-bagi atas bentuk-bentuk yang salah satu atau keduanya memiliki potensi untuk diujarkan tersendiri sebagai kata.

  Bentuk deiksis waktu dalam majalah Djaka Lodang edisi bulan Mei 1992 berupa kata terdiri atas satu morfem. Kata yang berunsur satu morfem disebut kata monomorfemis. Data bentuk deiksis waktu berupa kata monomorfemis yang ditemukan dalam majalah Djaka Lodang edisi bulan Mei 1992 antara lain sebagai berikut.

  (14) Lan pasaran mau saliyane ana DIY uga ana sing nate dikirim menyang Aceh Sumatra . (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 7).

  „Dan dijual di pasar selain DIY pernah dikirim ke Aceh Sumatera‟. (15)

  Akeh para winasis kang ngarani jaman saiki iki Jaman Globalisasi utawa . (Djaka Lodang, 16 Mei 1992: 26).

  Jaman Informasi

  „Banyak orang pandai yang menyebut bahwa saat ini adalah zaman Globalisasi atau z aman Informasi‟.

1.7 Metode Penelitian

  Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu (i) pengumpulan data, (ii) analisis data, dan (iii) pemaparan hasil analisis data.

  1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

  Objek penelitian ini adalah deiksis bahasa Jawa ngoko dalam Majalah Djaka

  

Lodang edisi Mei 1992. Objek penelitian ini berada dalam tuturan deiksis dalam bahasa

  Jawa ngoko. Dengan demikian, data penelitian ini tuturan-tuturan tertulis yang mengandung jenis deiksis dalam bahasa Jawa ngoko. Data diperoleh dari majalah Djaka

  

Lodang edisi Mei 1992. Penyediaan data lisan dilakukan dengan metode simak. Metode

  simak adalah metode yang dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133).

  Untuk melaksanakan metode simak digunakan teknik sadap dan teknik catat. Teknik catat adalah menuliskan atau menyalin apa yang sudah ditulis atau diucapkan orang lain, teknik sadap adalah mendengarkan (merekam) informasi (rahasia, pembicaraan) orang lain dengan sengaja tanpa sepengetahuan orangnya.

  1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data

  Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya berada di luar bahasa, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Metode padan teknik pilah unsur penentu dengan daya pilah pembeda referen digunakan untuk membagi satuan lingual kata menjadi berbagai jenis. Perbedaan referen yang dituju oleh kata itu harus diketahui lebih dahulu, untuk mengetahui perbedaan referen itu, daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti harus digunakan. Metode padan khusus referensial adalah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referent bahasa dan metode padan pragmatis yang alat penentunya adalah mitra wicara.

  Daya pilah itu dipandang sebagai alat, sedangkan penggunan alat yang bersangkutan dapat dipandang sebagai tekniknya. Contoh data deiksis waktu sebagai berikut:

  (16) Satwa mau asale tuku apa hadhiah. (Djaka Lodang, 9 Mei 1992: 6).

  „Asal satwa itu didapat dari membeli atau hadiah‟. (17) Pak Tono saiki dilantik dadi lurah neng desane.

  „Pak Tono sekarang dilantik menjadi lurah di desanya‟. (18) Aku mengko lunggo neng Wonosari.

  „Aku nanti pergi ke Wonosari‟. Kata mau

  „tadi‟, saiki „sekarang‟ dan mengko „nanti‟ merupakan kata-kata yang memiliki jangkauan waktu yang berbeda-beda, berdasarkan satuan waktu kata mau termasuk dalam jenis waktu lampau dengan jangkauan dekat tidak pasti, kata saiki termasuk dalam jenis waktu kini dengan jangkauan peristiwa sedang berlangsung dan kata mengko