B. Nilai Pelanggan (Customer Value) - ANALISA CUSTOMER VALUE DAN CUSTOMER EXPERIENCE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY DENGAN CUSTOMER SATISFACTION SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Pada Waroeng Spesial Sambal Cabang Purwokerto) - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemasaran Dalam persaingan yang semakin ketat seperti sekarang ini, perusahaan

  harus mampu menanggapi tuntutan konsumen yang terus berubah sesuai dengan kebutuhannya. Kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kepuasan konsumen sangat diperlukan sehingga semua kegiatan pemasaran perusahaan harus selalu berorientasi pada pemenuhan kebutuhan konsumen. Hal ini membawa dampak bahwa perusahaan dalam merancang strateginya harus berpijak pada pemastian segmen pasar dan target secara baik dan membangun suatu citra yang mendukung untuk memposisikan produk sesuai dengan segmen dan target yang dilayani.

  Pemasaran adalah suatu kegiatan yang sangat penting yang harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan dalam rangka untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk berkembang dan untuk memperoleh laba atau keuntungan. Suatu perusahaan tidak mungkin dapat bertahan hidup apabila perusahaan itu tidak mampu memasarkan barang atau jasa yang mereka hasilkan (Swastha dan Handoko, 2001).

B. Nilai Pelanggan (Customer Value)

  Zeithaml memberikan definisi atau pengertian customer value (nilai pelanggan) sebagai penilaian keseluruhan konsumen terhadap utilitas sebuah produk berdasarkan persepsinya terhadap apa yang diterima

  9 dan apa yang diberikan (dalam Tjiptono, 2005:296). Menurut Gale (1994), nilai pelanggan adalah persepsi konsumen terhadap nilai atas kualitas yang ditawarkan relatif lebih tinggi dari pesaing akan mempengaruhi tingkat loyalitas konsumen, semakin tinggi persepsi nilai yang dirasakan oleh pelanggan, maka semakin besar kemungkinan terjadinya hubungan (transaksi). Dan hubungan yang diinginkan adalah hubungan yang bersifat jangka panjang, sebab usaha dan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan diyakini akan jauh lebih besar apabila harus menarik pelanggan baru atau pelanggan yang sudah meninggalkan perusahaan, dari pada mempertahankannya (dalam Alida, 2007:74).

  Menurut Albrecht (1994), terdapat tujuh elemen yang bersama- sama membentuk infrastruktur dalam penyampaian customer value, yaitu

  

environmental, sensory, interpersonal, procedural, deliverable,

informational, dan financial.

  1. Enviromental

  The physical setting in which the customer experiences the

products. Elemen ini merupakan lingkungan fisik dimana konsumen

  alami atau rasakan berhubungan dengan produk tersebut.

  2. Sensory

  The direct sensory experience, if any, that the customer encounters . Elemen ini meliputi apa yang terlihat, terdengar, rasa,

  sensasi fisik, sakit atau tidak menyenangkan, reaksi emosi, ciri-ciri estetik dari item barang dagangan dan perasaan yang berkaitan dengan psikologis dari lingkungan konsumen. Seperti rasa makanan dan minuman yang disajikan kepada konsumen.

  3. Interpersonal

  The interaction the customer has with employees or, in some

cases, with other customers, as part of the loyal experience. Elemen

  interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara konsumen dengan staf atau konsumen lain, dimana hal ini merupakan bagian dari keseluruhan pengalaman. Meliputi rasa bersahabat, keramahan, membantu, penampilan fisik dan kompetensi staf dalam bertugas.

  4. Procedural

  The procedures you ask the customer to go through in doing business with you. Elemen ini adalah prosedur yang diterapkan oleh

  badan usaha untuk melayani saat berhubungan dengan konsumen.

  5. Deliverable

  Anything the customer physically takes custody of during the service experience, even if only temporarily . Hal ini berarti segala

  sesuatu yang dialami konsumen pada saat mendapatkan pelayanan, bahkan pada hal-hal yang bersifat temporarily atau mendukung, seperti kecepatan pengiriman produk dan layanan delivery yang diberikan.

  6. Informational

  Aspects of the customer experience that involve getting the

information needed to function as a customer . Hal ini dapat berupa segala

  sesuatu informasi yang dibutuhkan oleh konsumen sampai dengan hal yang sederhana seperti suatu benda atau fasilitas yang membuat konsumen mengetahui harus kemana dan lain-lain.

  7. Financial

  What customer pays for the total experience. In most cases it’s

obvious: it’s price. In others, it may be less obvious. Elemen ini berkaitan

  dengan segala sesuatu yang dibayar atau dikorbankan oleh konsumen untuk mendapatkan pengalaman atau produk tersebut.

  Ketujuh elemen tersebut merupakan jabaran dari nilai-nilai yang diharapkan oleh pelanggan pada umumnya ketika mengkonsumsi sebuah produk jasa, khususnya restoran seputar pelayanan, kualitas produk, suasana ritel, kenyamanan dan harga yang dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) dimensi utama. Menurut Sweeny dalam Tjiptono (2005:298), empat dimensi nilai pelanggan, diantaranya adalah:

  1. Emotional value, utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif atau emosi positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk.

  Pada sebuah restoran, emotional value, dapat dikatakan seperti nilai dari rasa sebuah produk restoran, suasana dan kenyamanan tempat yang dirasakan oleh konsumen.

  2. Social value, utilitas yang didapat dari kemampuan produk untuk meningkatkan konsep diri-sosial konsumen. Social value pada sebuah restoran lebih ditekankan pada kontak sosial konsumen dengan seluruh karyawan atau staff pada restoran tersebut.

  3. Quality atau performance value, utilitas yang didapat dari produk karena reduksi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang.

  Pada restoran, dimensi ini menggambarkan nilai secara keseluruhan pelayanan dari restoran itu sendiri.

  4. Price atau value of money, utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap kinerja yang diharapkan dari suatu produk atau jasa.

  Dimana di sebuah restoran dimensi ini dapat dilihat dari harga sebuah produk restoran tersebut dibandingkan dengan porsi, pelayanan, maupun tempat yang disediakan.

C. Pengalaman Pelanggan (Customer Experience)

  Menurut Gentile, Spiller, and Noci (2007:397), asumsi tentang

  customer experience,

  “The customer experience originates from a set of

  interactions between a customer and a product, a company, or part of its organization, which provoke a reaction. This experience is strictly

personal and implies the customer’s involvement at different levels

(rational, emotional, sensorial, physical, and spiritual)

  ”. Pengalaman pelanggan didefinisikan berasal dari satu set interaksi antara pelanggan dan produk, perusahaan atau bagian dari organisasi, yang menimbulkan reaksi. Pengalaman ini benar-benar pribadi dan menyiratkan keterlibatan pelanggan pada tingkat yang berbeda (baik secara rasional, emosional, sensorik, fisik dan spiritual).

  Menurut Meyer and Schwager (2007), pengalaman pelanggan adalah tanggapan pelanggan secara internal dan subjektif sebagai akibat dari interaksi secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan. The

  customer experience is a blend of a company’s physical performance and the emotions evoked, intuitively measured against customer

expectation across all moments of contact (Colin Shaw and John Ivens, n.d.). Dari defenisi di atas, Colin Shaw dan John Ivens menganggap bahwa terdapat dua elemen dalam Customer Experience yaitu fisik dan emosional. Customer experience tidak dipengaruhi satu unsur atau aspek saja, namun gabungan dari banyak aspek diantaranya adalah product, service,

  

brand, channel, promotion. Komponen-komponen tersebut dapat

  dikelompokkan kedalam 5 dimensi pengalaman pelanggan yang dikemukanan oleh Schmitt (1999) sebagai bentuk aplikasi pendekatan yang dapat dilakukan perusahaan untuk memberikan pengalaman kepada konsumennya. Kelima dimensi tersebut di antaranya adalah Sense, Feel,

  Think, Act dan Relate.

  1. Sense

  Sense merupakan pendekatan dengan tujuan untuk merasakan

  dengan menciptakan pengalaman yang berhubungana dengan perasaan melalui tinjauan dengan menyentuh, merasakan dan mencium dengan kata lain yang berhubungan dengan panca indera, yang meliputi gaya, tema dan warna (Schmitt 1999).

  a. Sense sebagai pembeda (Sense as differentiator)

  Sense campaigs ditujukan kepada konsumen kerena dilakukan

  dengan bentuk special dan tidak seperti biasanya. Campaigs ini tidak sama dengan pelaksanaan standar yang sudah biasa dilakukan pada desain produk, komunikasi dan eceran. Usaha ini merangsa sense malalui alat baru dan strategi sehingga dapat membedakan produk. b. Sense sebagai pendorong (Sense as motivator)

  Sense dapat melakukan hal yang lebih banyak. Sense dapat memotivasi konsumen untuk mencoba produk dan membelinya.

  Kuncinya adalah bagaimana merangsang konsumen. Dengan tingkat optimum terhadap stimulasi dan aktivasi, sense merupakan kekuatan motivasi yang ampuh.

  c. Sense sebagai penyedia nilai (Sense as value provider) Sense juga dapat melangkapi nilai yang unik kepada konsumen.

  Hal ini membutuhkan pemahaman mengenai jenis sense yang diinginkan konsumen, yakni pemahaman mengenai dampak dari

  sensory (Schmitt 1999).

  2. Feel

  Feel merupakan perasaan emosi yang muncul dari hati secara positif dan perasaan gembira yang terjadi pada saat mengkonsumsinya.

  Unsur feel meliputi tentang suasana hati dan perasaan atau emosi positif (Schmmitt 1999).

  Pengalaman yang affective (Schmitt 1999) adalah pengalaman yang bertingkat perasaan-perasaan (feelings) yang memiliki beragam intensitas, mulai dari mood tingkat ringan, baik positif maupun negatif, sampai emosi yang kuat.

  a. Moods (suasana hati) Moods (suasana hati) adalah jenis perasaan yang tidak spesifik.

  Moods dapat dipicu oleh rangsangan tertentu. Moods dapat timbul

  karena stimuli khusus, namun konsumen sering tidak sadar akan hal tersebut. b. Emotions (emosi) Berbeda dengan moods (suasana hati). Emotions (emosi) bersifat lebih kuat dan spesifik. Emotions (emosi) merupakan ketegangan, keadaan efektif stimulus khusus. Hal ini menarik perhatian dan menghambat aktivitas lain. Emotions (emosi) ini selalu disebabkan oleh sesuatu hal atau orang lain manusia, kejadian, perusahaan, produk atau komunikasi).

  Sebagai kesimpulan, pengalaman (feel) memliki banyak bentuk, mulai dari mood ringan sampai dengan emosi kuat. Situasi konsumsi adalah hal penting terhadap feel walaupun komunikasi feel sebelum konsumsi dapat mempengaruhi jenis feel yang akan dialami dengan memberikan kerangka penafsiran terhadap konsumsi. Sebagai pemasar yang berpengalaman, perlu memahami bagaimana mengendalikan perasaan dan bagaimana memberikan tingkat stimulasi yang baik terhadap perasaan.

  c.

   Think

  Think merupakan pemikiran kraetif yang muncul di benak konsumen akan suatu merek/perusahaan atau pelanggan diajak untuk terlibat dalam pemikiran kreatif (Schmiit, 1999).

  Prinsip think terdiri atas 3 yaitu Surprise, intrigue dan

  provocation , sebagai berikut:

  a. Surprise (terkejut) Terkejut adalah penting dalam membuat konsumen terikat dalam pemikiran kreatif. Terkejut terjadi ketika Anda beralih dari harapan yang bersifat umum. Terkejut memiliki hal yang positif. Dalam hal ini, konsumen mendapatkan lebih dari apa yang mereka minta atau melebihi harapan mereka.

  b. Intrigue (membangkitkan) Membangkitkan pikiran tergantung pada karakteristik seseorang. Apa yang membuat orang berimajinasi dengan orang lain, yang tergantung pada tingkat pengetahuan, ketertarikan dan pengalaman sebelumnya.

  c. Provocation (provokasi) Provokasi dapat merangsang pembahasan, yang menciptakan kontroversi atau kejutan yang tergantung pada tingkat pengetahuan, ketertarikan dan pengalaman sebelumnya.

  4. Act Strategi marketing act dirancang untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang berhubungan dengan gerakan badan atau dengan kata lain gerakan dan interaksi yang muncul (Schmitt, 1999).

  

Act experience meliputi flesh yang berhubungan dengan tubuh, tidak

  hanya mendatangkan sensai dan persepsi mengenai dunia luar, motor

  

action (aksi mesin) juga ikut bekerja dengan penuh yang dapat

  menimbulkan interaksi, karena behubungan erat dengan perilaku fisik atas gaya hidup dan sosial dari pihak-pihak yang berinteraksi.

  Pandangan bahwa media interaksi terkait dengan pengalaman dalam program belajar, serta diikuti dengan perilaku non-verbal yang tidak dapat dipindahkan, serta dalam act experience juga dapat menimbulkan persepsi atas diri sendiri atas perilaku yang dipelajari yang menyebabkan pengalaman.

  5. Relate

  Relate merupakan upaya untuk menghubungkan dirinya dengan

  orang lain, dirinya dengan merek atau perusahaan, dan budaya (Schmiit, 1999).Dalam hal ini nilai budaya silang (cross cultural

  

values ) dianggap sebagai keyakinan umum yang menggambarkan

  situasi tertentu. Experience relate bersifat langsung sampai dengan identifikasi kelompok yang mengacu pada orang lain, dalam hal ini konsumen menganggap merek adalah sebagai pusat organisai sosial dan memiliki peranan dalam pemasaran. Pemasaran relate melengkapi pengalaman yang kuat yang berasal dari hubungan sosial budaya dan kebutuhan konsumen terhadap identitas sosial. Tantangan kunci terhadap relate adalah menciptakan identitas sosial yang berbeda bagi konsumen dengan merayakan satu kelompok atau budaya yang menjadi bagian konsumen.

D. Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)

  Menurut Kotler dan Armstrong (2005, p.70) kepuasan pelanggan adalah suatu tingkatan dimana perkiraan kinerja produk sesuai dengan harapan pembeli. Sedangkan kepuasan pelanggan menurut Zeithaml, Bitner dan Dwayne (2009, p.104) adalah, ”Customer’s evaluation of a

  product or service in terms of whether that productor service has met the

customer’s needs and expectations”. Di mana menurutnya kepuasan

  pelanggan adalah penilaian pelanggan atas produk, merek atau jasa dalam hal menilai apakah produk, merek atau jasa tersebut telah memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Yamit (2003:36), mengungkapkan kepuasan pelanggan banyak ditentukan oleh kualitas fenomena dalam pelayanan di lapangan. Apabila pelayanan (service) tidak sama atau tidak sesuai dengan harapan (expectation) pelanggan, maka dimata pelanggan, pelayanan yang diberikan dinilai jelek dan tidak memuaskan.

  Dutka (2008, p.199) menyatakan bahwa “customer satisfaction is

  

not just the name of department to customer satisfaction must be

demonstrated throughout the company and integrated into all phases of the

business

  ”. Artinya penilaian kepuasan pelanggan dapat diukur dengan menggunakan tiga atribut kepuasan pelanggan. Atribut-atribut tersebut adalah: 1.

   Attributes related to product

  Produk merupakan apa saja baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang di dalamnya sudah termasuk warna, kemasan, prestise pabrik atau pengecer dan pelayan yang diberikan yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan.

  Produk yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, organisasi, tempat dan gagasan.

2. Attributes related to service

  Atribut pelayanan merupakan atribut kepuasan pelanggan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan pasca pembelian. Ini karena konsumen akan melakukan evaluasi pasca akuisisi. Tahap paska akuisisi dimulai setelah pelanggan membuat pilihan dan mulai mengkonsumsi produk yang dipilihnya. Proses pasca akuisisi melibatkan lima topik yaitu proses mengkonsumsi produk, kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan, perilaku penyampaian keluhan pelanggan, pembuangan produk dan pembentukan loyalitas. Selama fase konsumsi, pelanggan menggunakan dan memperoleh pengalaman mengenai produk tersebut. Serta fase ini akan diikuti dengan fase kepuasan atau ketidakpuasan. Jika pelanggan tidak puas dengan kinerja produk tersebut, perilaku mengeluh akan segera muncul. Jika pelanggan tidak puas, maka perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk membangun loyalitas. Kepuasan atau ketidakpuasan yang dihasilkan ditahap ini sangat besar pengaruhnya dalam membangun loyalitas. Penjabaran atribut yang berkaitan dengan produk sebagai berikut:

3. Attributes related to purchase

  Di dalam memutuskan suatu pembelian maka konsumen akan dipengaruhi oleh rangsangan pemasaran dan kondisi lain yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan. Selanjutnya akan dipengaruhi oleh karakteristik konsumen dan proses keputusan pembelian oleh konsumen diakhiri dengan keputusan pembelian dimana dipengaruhi oleh beberapa komponen seperti produk, toko, merek, waktu dan jumlah.

  Atribut pembelian merupakan atribut pemuasan pelanggan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan pada saat pembelian dan pra pembelian.

E. Loyalitas Konsumen (Customer Loyalty)

  Menurut Hurriyati (2008, p.129) loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk atau jasa terpilih secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku.

  Menurut Hasan (2008, p.83) loyalitas pelanggan didefinisikan sebagai orang yang membeli, khususnya yang membeli secara teratur dan berulang-ulang. Pelanggan merupakan seseorang yang terus menerus dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut.

  Tujuan akhir keberhasilan perusahaan menjalin hubungan relasi dengan pelanggannya adalah untuk membentuk loyalitas yang kuat.

  Indikator dari loyalitas yang kuat menurut Zeithaml, Bitner dan Dwayne (2009, p.47) adalah:

  1. Continue purchasing adalah sikap untuk membeli ulang terus menerus oleh konsumen tersebut pada penyedia jasa tertentu sehingga menimbulkan perulangan yang dapat dilandasi dari kesetiaan.

  2. Recommend friends adalah proses yang berujung pada mengajak pihak lain untuk ikut menikmati penyedia jasa tersebut akibat dari pengalaman positif yang dirasakan.

  3. Say positive thing, berupa penyampaian kepada orang lain dalam bentuk kata-kata secara positif tentang suatu penyedia jasa, biasanya berupa ulasan cerita atau uraian pengalaman.

  Loyalitas pelanggan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mendukung atau membuat lemah pembentukan sikap loyalitas.

  Menurut Suryani (2008) menyatakan faktor yang berpengaruh dalam pembentukan kesetiaan pelanggan adalah sebagai berikut:

  1. Aspek kognitif Dalam hal ini unsur-unsur dari aspek kognitif yang berupa pikiran dan segala proses yang terjadi di dalamnya yang mencakup

  accesibility, confidence, centrality dan kejelasan mengenai sikap terhadap suatu produk akan berpengaruh terhadap kesetiaan pelanggan.

  Pelanggan yang dapat mengingat dengan mudah nama produk dan yakin bahwa produknya sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya akan cenderung lebih bersikap positif dan hal ini penting sekali bagi terbentuknya kesetiaan pelanggan.

  2. Aspek Afektif Kondisi emosional (perasaan) pelanggan yang merupakan komponen dari sikap akan membentuk kesetiaan pelanggan. Aspek dari perasaan ini meliputi emosi suasana hati dan kepuasan yang didapatkan setelah memberi atau menggunakan produk akan membentuk kesetiaan pelanggan.

  3. Aspek Psikomotor Kondisi ini merupakan kecenderungan yang ada pada pelanggan untuk melakukan tindakan tertentu. Ada tiga faktor yang mempengaruhi kecenderungan pelanggan untuk berperilaku yang menunjukkan loyalitasnya yaitu biaya peralihan, harapan dan cost. Selain itu norma- norma sosial dan faktor situasional turut berpengaruh terhadap kesetiaan pelanggan. Norma-norma sosial berisi batasan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan pelanggan yang berasal dari lingkungan sosialnya (teman, keluarga, tetangga dan lain-lain) memiliki pengaruh yang kuat dalam pembentukan kesetiaan pelanggan. Seorang pelanggan dapat dengan tiba-tiba menghentikan pembelian ulang atau enggan menyampaikan aspek positif dari suatu objek tertentu karena teman dekatnya kurang menerima objek tersebut. Sedangkan faktor situasional yang merupakan kondisi yang relatif sulit dikendalikan oleh pemasar dalam kondisi tertentu memiliki pengaruh yang cukup besar.

F. Kerangka Pemikiran

  Niai pelanggan dan pengalaman pelanggan merupakan sesuatu yang sangat berperan dalam pembentukan kepuasan pelanggan. Konsumen akan merasa puas jika sudah menerima value dari sebuah restoran dan value yang didapatkan juga melampaui harapan konsumen. Kepuasan pelanggan dapat membuat kesuksesan bagi sebuah restoran karena jika konsumen puas maka akan datang kembali makan di restoran tersebut, yang dimana jika terjadi dua kali maka akan membentuknya sebagai pelanggan yang setia (customer loyalty).

  Penulis menggambarkan bahwa dimensi pada nilai pelanggan dan pengalaman pelanggan merupakan faktor yang memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan, yang kemudian juga akan membentuk loyalitas pelanggan. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Logiawan dan Subagio (2014) bahwa customer value berpengruh signifikan terhadap customer loyalty dengan customer satisfaction sebagai variabel intervening. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

  Customer value

  H1 H4 Customer

  Customer

  H3

  loyalty satisfactio n

  H2

  Customer experience

G. Hipotesis:

  H1 : Nilai pelanggan berpengaruh secara parsial terhadap kepuasan pelanggan pada Waroeng Spesial Sambal cabang Purwokerto.

  H2 : Pengalaman pelanggan berpengaruh secara parsial terhadap kepuasan pelanggan pada Waroeng Spesial Sambal cabang Purwokerto.

  H3 : Nilai pelanggan dan pengalaman pelanggan berpengaruh secara simultan terhadap kepuasan pelanggan pada Waroeng Spesial Sambal cabang Purwokerto. H4 : Kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap secara parsial loyalitas pelanggan pada Waroeng Spesial Sambal cabang Purwokerto.

  H5 : Kepuasan pelanggan terbukti berpengaruh sebagai variabel intervening dalam hubungan nilai pelanggan dan pengalaman pelanggan terhadap loyalitas pelanggan pada Waroeng Spesial Sambal cabang Purwokerto.

Dokumen yang terkait

ANALISA PENGARUH SERVICE QUALITY TERHADAP BEHAVIORAL INTENTIONS DENGAN PERCEIVED VALUE DAN CUSTOMER SATISFACTION SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PENDIDIKAN TINGGI

0 1 10

PENGARUH PERCEIVED SERVICE QUALITY TERHADAP REPURCHASE DAN CUSTOMER SATISFACTION SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA FAST FOOD RESTAURANT DI SURABAYA

0 0 7

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN CUSTOMER VALUE TERHADAP LOYALITAS DENGAN KEPUASAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi pada KPN Kopseda Kecamatan Pasaman)

0 0 17

PENGARUH SERVICE QUALITY TERHADAP CUSTOMER SATISFACTION DAN DAMPAKNYA TERHADAP CUSTOMER LOYALITY PADA PERUSAHAAN JASA

0 2 6

DAMPAK UTILITARIAN VALUE DAN EXPERIENTIAL MARKETING TERHADAP CUSTOMER SATISFACTION DAN REVISIT INTENTION

0 0 10

PENGARUH CUSTOMER EXPERIENCE TERHADAP CUSTOMER SATISFACTION PADA PENGGUNA SMARTPHONE ANDROID ( Studi pada Mahasiswa Politeknik Negeri Banjarmasin)

0 1 12

PENGARUH CORPORATE IMAGE DAN TRUST TERHADAP CUSTOMER LOYALTY DENGAN VARIABEL MODERASI SWITCHING COST

0 0 121

ANALISIS KEPUASAN PELANGGANDENGAN MENGGUNAKAN METODE CUSTOMER SATISFACTION INDEX (CSI) DAN POTENTIAL GAIN IN CUSTOMER VALUE (PGCV)

0 1 6

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - PENGARUH CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT DAN AFTER SALES SERVICE MELALUI CUSTOMER SATISFACTION TERHADAP CUSTOMER LOYALTY PELANGGAN SIMCARD PRABAYAR TELKOMSEL (Studi Kasus Pengguna Telkomsel Yang Berada Di Wi

0 0 12

ANALISIS PENGARUH RELATIONSHIP MARKETING TERHADAP CUSTOMER LOYALTY DENGAN CUSTOMER SATISFACTION DAN ISLAMIC CORPORATE IMAGE SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Kasus BANK BRI Syariah Kantor Cabang Pembantu Purwodadi) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas

0 2 138