IIS FETIANINGSIH BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Atraumatic care

  1. Definisi

  Atraumatic care adalah suatu tindakan perawatan terapeutik yang

  dilakukan oleh perawat dengan menggunakan intervensi melalui cara mengeliminasi atau meminimalisasi stress psikologi dan fisik yang dialami oleh anak dan keluarganya dalam sistem pelayanan kesehatan ( Supartini, 2009). Dalam Wong (2008) menyebutkan bahwa atraumatic cara berhubungan dengan siapa, apa, kapan, dimana, mengapa, bagaimana dari setiap prosedur tindakan yang ditujukan pada anak bertujuan untuk mencegah atau meminimalisir stress psikologi dan fisik.

  Prosedur perawatan menyangkut tempat pemberian perawatan, misal di rumah, rumah sakit, klinik ataupun tempat kesehatan yang lain.

  Personel menyangkut hal orang yang terlibat langsung dalam pemberian terapi atau tindakan. Intervensi melingkupi cakupan psikologi seperti intervensi kejiwaan, yang mengijinkan orang tua dan anak dalam satu ruangan. Tekanan psikologi menyangkut, takut, marah, rasa malu, kecemasan, rasa sedih, kecewa, dan rasa bersalah. Adapun rentang tekanan psikologi antara lain adalah tidak bisa tidur dan immobilisasi hingga terganggu ransangan sensori seperti rasa sakit, kenaikan suhu, suara bising, cahaya lampu, ataupun kegelapan.

  13

  2. Prinsip atrumatic care Menurut Azis, A (2005) mengatakan untuk mencapai perawatan tersebut beberapa prinsip yang dapat dilakukan perawat antara lain : a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan anak dengan keluarga.

  Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan psikologis seperti ketakutan, kecemasan, dan kurangnya kasih sayang.

  Gangguan ini akan menghambat proses dari penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.

  b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak, melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkam anak mampu mandiri dalam kehidupannya, anak akan selalu berhati- hati dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal, serta pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anaknya.

  c. Mencegah dan mengurangi (injury) nyeri (dampak psikologis).

  Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat menggangu pertumbuhan dan perkembangan anak. d. Tidak melakukan kekerasan pada anak. Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila terjadi pada anak dalam proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terlambat, dengan demikian tindakan pada anak sangat tidak dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak.

  Dalam Wong (2008) tujuan mencapai perawatan atraumatic care adalah pertama, jangan menyakiti. Sehingga terdapat tiga prinsip kerangka kerja untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu, mencegah atau meminimalkan perpisahan anak dari orangtua, meningkatkan kontrol diri, mencegah atau meminimalkan cedera tubuh. Contoh dari peningkatan tindakan

  

atraumatic care menyangkut mengorganisir hubungan orangtua dengan

  anak selama hospitalisasi, persiapan anak sebelum tindakan atau prosedur yang tidak menyenangkan, mengontrol rasa nyeri, mengijinkan privasi anak, alihkan dengan bermain untuk menghindarkan rasa takut (Ranita, 2011). Karena anak akan stress dan gelisah serta tidak tenang berada di rumah sakit tanpa orangtua di sampingnya, orangtua pun merasa semakin stress. Stress psikologi pada orang tua dapat berupa perhatian terhadap nasib anak mereka, lamanya tinggal di rumah sakit, ketidak mampuan berkomunikasi secara efektif dengan profesional kesehatan, dan tidak adekuatnya pengetahuan dan pemahaman tentang situasi kondisi penyakit.

  Seiring waktu berlalu, orientasi pelayanan keperawatan anak berubah menjadi rooming in, yaitu orangtua boleh tinggal bersama anaknya di rumah sakit selama 24 jam. Selain itu, mainan boleh dibawa ke rumah sakit, dan penting untuk perawat atau tenaga kesehatan mempersiapkan anak dan orangtuanya sebelum dirawat di rumah sakit.

  Dengan demikian, pendidikan kesehatan untuk orang tua menjadi sangat penting untuk dilakukan perawat. Kerja sama antara orang tua dan tim kesehatan dirasakan besar manfaatnya dan orang tua tidak hanya sekedar pengunjung bagi anaknya. Beberapa bukti ilmiah menunjukkan pentingnya keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya di rumah sakit. Begitu juga keberadaan orang tua terutama kelompok orang tua yang anaknya mempunyai jenis penyakit yang sama ternyata dapat membuat orang tua lebih percaya diri dalam merawat anaknya dan merasa ada dukungan psikologis sehingga diharapkan dapat bekerja sama sebagai mitra tim kesehatan.

  The American Pain Society

  (2000) menyebutkan “nyeri : lima tanda vital” yang berarti harus mendapat perhatian dari pada perawat kesehatan profesional. Rasionalisasinya karena nyeri akan berhubungan dengan peningkatan tanda-tanda vital sehingga prinsip dari tindakan perawatan nyeri adalah memeriksa tanda-tanda vital pasien setiap saat, misalnya nadi, tekanan darah, suhu, dan pernafasan. Karena nyeri berhubungan dengan sensori dan emosional, maka digunakanlah strategi penilaian kualitatif dan kuantitatif. Istilah yang digunakan untuk menanyakan nyeri pada anak dengan menggunakan pertanyaan, seperti menanyakan anak, gunakan skala nyeri, evaluasi perubahan psikologi dan tingkah laku, libatkan orangtua, cari penyebab nyeri, dan ambil tindakan dan evaluasi hasil nyeri (Baker dan Wong, 2008). Ucapan yang keluar secara verbal dari anak adalah indikator dari nyeri (Acute Pain Management Guideline Panel, 1992). Anak tidak mengenal arti kata nyeri dan sering mengungkapkan dengan kata-kata yang biasa diucapkan, seperti “owie”, ”boo boo”, “aduh”, “ouh”. Ketika menanyakan rasa nyeri pada anak, perawat harus ingat bahwa anak mempercayai bahwa ketika mereka mendapat suntikan adalah suatu hukuman sehingga mereka sangat membutuhkan orang tua untuk menemaninya. Menggunakan skala nyeri adalah suatu manajemen pengukuran kuantitatif dari pasien. Evaluasi perubahan psikologi dan tingkah laku adalah indikator dan reaksi nonverval dari anak. Respon perubahan perubahan nyeri pada anak diikuti sesuai umur dan perkembangan. Pada anak infan reaksi itu berupa gerakan reflek pada daerah yang teransang, menangis kuat, ekspresi wajah marah, dan gerakan yang tidak berhubungan dengan rasa ransangan nyeri. Pada anak selalu menangis kuat, berteriak, ungkapan verbal seperti, “ow”, “ouch”, “aduh”, mengayunkan tangan dan lengannya, menolak dengan mendorong, tak kooperatif, permintaan penundaan tindakan, memohon pada orangtua, perawat, atau orang yang dikenal. Pada masa usia sekolah biasanya anak akan mengungkapkan tingkah laku bertahan, dan mengucapkan kata “tunggu sebentar” atau “saya belum siap”, juga menunjukkan kekakuan otot seperti gigi ditutup rapat, mata ditutup dan kening berkerut. Pada masa remaja sikap adanya protes dan gerakan berkurang, dan sering mengungkapan kata “sakit”, “kamu menyakitiku” dan meningkatnya kontrol otot dan tubuh.

  Evaluasi perubahan psikologi dan tingkah laku adalah ungkapan nonverbal dari anak. Tingkah laku yang ditunjukkan seperti menarik telinga, berbaring miring pada satu sisi dengan kaki ke arah perut yang sakit dan menolak menggerakkan badan. Respon psikologi termasuk hipertensi, takikardi, kurangnya saturasi oksigen dan dilatasi pupil. Skala yang sering digunakan adalah ekspresi wajah, menangis, denyut jantung, pernapasan, saturasi oksigen, dan pergerakan tubuh. Melibatkan orang tua adalah penting karena mereka sumber utama informasi bagaimana keadaan nyeri anak mereka dan memegang kunci perawatan anak mereka. Orang tua sangat sensitif terhadap perubahan yang terjadi pada anak mereka dan seringkali ingin ikut terlibat bila anak mereka sakit. Anak-anak akan merasa nyaman dengan kehadiran orang tua apabila mereka merasa sakit. Mencari penyebab nyeri pada anak adalah dengan menggunakan pathologi, karena pathologi dapat memberikan kunci penyebab intensitas dan tipe nyeri. Ambil tindakan dan evaluasi hasil adalah menyembuhkan nyeri, hal yang utama menghilangkan nyeri adalah tindakan pharmakologi atau dengan non pharmakologi.

  3. Prosedur yang Berhubungan Dengan Mempertahankan Keamanan Dibawah ini merupakan menurut prosedur-prosedur yang berhubungan dengan mempertahankan keamanan menurut Wong (2008) dalam Kurniawati (2009), yaitu:

  a. Memastikan bahwa tindakan penjagaan keamanan lingkungan sudah dilakukan misalnya: kebiasaan tidak merokok, pencahayaan baik, dan laintai tidak licin dan lain-lain.

  b. Tempat tidur pasien ambulasi dikunci pada ketinggian yang memungkinkan akses mudah ke lantai.

  c. Memberi tempat bagi anak yang dapat memanjat di atas sisi tempat tidur yang dirancang khusus yang bagian atsnya ditutupi dengan jaringan pengaman. Ikatkan jaringan tersebut ke kerangka tempat tidur untuk bersiap-siap jika terjadi suatu kegawatan. d. Mengkaji keamanan mainan yang dibawa ke rumah sakit dengan orang tua dan menentukan apakah mainan tersebut sesuai dengan usia dan kondisi anak.

  e. Menjaga selalu anak yang berada di boks atau tempat tidur yang pagarnya tidak terpasang dengan mempertahankan kontak mata dengan punggung dan abdomen agar anak tidak terguling, merangkak atau melompat dari boks atau tempat tidur yang ada.

B. Kepuasan

  1. Definisi Kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk dengan harapannya (Nursalam, 2011).

  Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah membandingkan antara persepsi terhadap kinerja atau hasil suatu produk atau jasa dan harapan-harapan, sedangkan kepuasan pasien adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan dibanding dengan harapanny (Kotler, 2007).

  Tjiptono (2006) berpendapat bahwa kepuasan atau ketidakpuasan merupakan respon pelanggan sebagai hasil dan evaluasi ketidaksesuaian kinerja/tindakan yang dirasakan sebagai akibat dari tidak terpenuhinya harapan. Hal ini juga dinyatakan oleh Sugito (2005) yang menyebutkan bahwa tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan, apabila kinerja di bawah harapan maka pelanggan akan kecewa.

  2. Indikator kepuasan Supardi (2008) mengatakan model kepuasan yang komprehensif dengan fokus utama pada pelayanan barang dan jasa meliputi lima dimensi penilaian sebagai berikut :

  a. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada pasien dengan cepat. Dalam pelayanan rumah sakit adalah lama waktu menunggu pasien mulai dari mendaftar sampai mendapat pelayanan tenaga kesehatan.

  b. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada pasien dengan tepat. Dalam pelayanan rumah sakit adalah penilaian pasien terhadap kemampuan tenaga kesehatan.

  c. Assurance (jaminan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada pasien sehingga dipercaya. Dalam pelayanan rumah sakit adalah kejelasan tenaga kesehatan memberikan informasi tentang penyakit dan obatnya kepada pasien d. Emphaty (empati), yaitu kemampuan petugas membina hubungan, perhatian, dan memahami kebutuhan pasien. Dalam pelayanan rumah sakit adalah keramahan petugas kesehatan dalam menyapa dan berbicara, keikutsertaan pasien dalam mengambil keputusan pengobatan, dan kebebasan pasien memilih tempat berobat dan tenaga kesehatan, serta kemudahan pasien rawat inap mendapat kunjungan keluarga/temannya.

  e. Tangible (bukti langsung), yaitu ketersediaan sarana dan fasilitas fisik yang dapat langsung dirasakan oleh pasien. Dalam pelayanan rumah sakit adalah kebersihan ruangan pengobatan dan toilet.

  3. Macam kepuasan Secara umum macam kepuasan ada dua yaitu kepuasan yang mengacu pada ketersediaan pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan. Kepuasan yang lainnya yaitu kepuasan yang hanya mengacu pada kenyamanan pasien. Efektifitas pelayanan serta keamanan tindakan (Azwar, 2008).

  Pada dasarnya kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pada masing-masing individu, maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya (Marpuah, 2005).

  4. Aspek-Aspek Kepuasan Kepuasan yang dirasakan oleh pasien merupakan aspek yang sangat penting bagi kelangsungan kerja suatu rumah sakit. Kepuasan pasien adalah nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Penilaian subjektif tersebut didasarkan pada pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu itu, dan pengaruh lingkungan pada waktu itu. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu :

  a. Aspek kenyamanan, meliputi lokasi rumah sakit, kebersihan rumah sakit, kenyamanan ruangan yang akan digunakan pasien, makanan yang dimakan pasien, dan peralatan yang tersedia dalam ruangan.

  b. Aspek hubungan pasien dengan petugas rumah sakit, meliputi keramahan petugas rumah sakit terutama perawat, informasi yang diberikan oleh petugas rumah sakit, komunikatif, respontif, suportif, dan cekatan dalam melayani pasien. c. Aspek kompetensi teknis petugas, meliputi keberanian bertindak, pengalaman, gelar, dan terkenal.

  d. Aspek biaya, meliputi mahalnya pelayanan, terjangkau tidaknya oleh pasien, dan ada tidaknya keringanan yang diberikan kepada pasien (Sabarguna, 2004).

  5. Alat Ukur Kepuasan Tingkat kepuasan pasien dapat diukur baik secara kuantitatif maupun secara kualitatifdan banyak cara mengukur tingkat kepuasan pasien. Berbagai pengalamamn pengukuran tingkat kepuasan pasien menunjukkan bahwa upaya untuk mengukur tingkat kepuasan pasien tidak mudah. Hal tersebut karena upaya untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien akan berhadapan dengan suatu kendala kultural, yaitu terdapatnya suatu kecenderungan masyarakat yang enggan atau tidak mau mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah. Seperti yang diketahui saat ini, sebagian besar fasilitas layanan kesehatan yang digunakan masyarakat dari golongan strata bawah adalah fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah (Wahyudi, 2009).

  Menurut Kotler (2007), kepuasan pelanggan dapat diukur dengan berbagai macam cara yaitu : a. Sistem keluhan dan saran.

  Setiap organisasai yang berorientasi pada pelanggan memberikan menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Hal ini juga dapat dilakukan dengan cara meletakkan kotak saran di koridor, menyediakan kartu komentar untuk diisi pasien yang akan keluar, dan mempekerjakan staf khusus untuk menangani keluhan pasien. Dapat juga menyediakan hot lines bagi pelanggan dengan gratis, juga dapat menambah web pages dan e-mail untuk melaksanakan komunikasi dua arah. Informasi tersebut merupakan sumber gagasan yang baik yang meyakinkan pelayanan kesehatan dapat bertindak dengan cepat dalam rangka menyelesaikan masalah.

  b. Belanja siluman Perusahaan dapat membayar orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial guna melaporkan hasil temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang mereka alami ketika membeli produk perusahaan dan produk pesaing. Para pembelanja siluman itu bahkan dapat menyampaikan masalah tertentu untuk menguji apakah staf penjualan perusahaan menangani situasi tersebut dengan baik. Para manager sendiri kadang harus meninggalkan kantor mereka, untuk melihat situasi penjualan perusahaan dimana mereka tidak dikenal, dan mengalami sendiri secara langsung perlakuan yang mereka terima sebagai pelanggan. Variasi dari cara ini adalah manajer menelepon perusahaan mereka sendiri dengan berbagai pertanyaan dan keluhan untuk melihat bagaimana panggilan telepon itu ditangani.

  c. Analisis pelanggan yang hilang Perusahaan harus menghubungi pelanggan yang berhenti menggunakan jasa rumah sakit untuk mengetahui sebabnya. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan tingkat kehilangan pelanggan juga penting. Peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya. d. Survai kepuasan pelanggan Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan penelitian survey, baik survey melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara secara langgsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Berbagai cara pengukuran

  survey dapat dilakukan antara lain: 1) Pengukuran secara langsung (direct reported satisfaction).

  Pasien diberi pertanyaan secara langsung dan dibuat skala untuk menjawabnya. Contoh: puas, kurang puas, tidak puas.

  2) Derived satisfaction.

  Pasien diberi pertanyaan mengenai seberapa besar pelanggan mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan. 3) Problem analysis.

  Responden diminta untuk menuliskan masalah yang dihadapi dan perbaikan yang disarankan pelanggan.

  4) Importance rating.

  Responden diminta untuk membuat rangking dari berbagai elemen pelayanan Ukuran pembuatan rangking ini didasari oleh derajat pentingnya setiap bagian dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masingmasing elemen.

  6. Faktor yang mempengaruhi kepuasan Menurut Trisnantoro (2005) dalam Nilaika (2012) bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah sebagai berikut: a. Gambaran lingkungan dan sturktural, misalnya adalah rambu-rambu dan petunjuk yang jelas, kenyamanan yang mudah didapat dari tersedianya bangku tunggu yang cukup.

  b. Pelayanan kamar, misalnya kebersihan ruangan.

  c. Hubungan interpersonal, misalnya apakah petugas mempunyai kehangatan dan keramahan didalam memberikan pelayanannya kepada pasien.

  d. Kompetensi klinis dari penyedia layanan kesehatan, misalnya kemampuan staff dan petugas untuk menunjukkan ketrampilan dalam tugas teknis, menyediakan informasi yang akurat dan penuh ketelitian.

  e. Tarif pelayanan yang dapat dijangkau oleh pelanggan atau pasien.

  f. Adanya promosi yang sehat dengan para pasien rumah sakit yang lain, agar para pelanggan dapat memberikan persepsi tentang citra yang baik bagi rumah sakit.

  Sedangkan menurut Yazid dalam Nursalam (2011), faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu: a. Kesesuaian antara harapan dan kenyataan

  b. Layanan selama proses menikmati jasa

  c. Perilaku personel

  d. Suasana dan kondisi fisik lingkungan

  e. Cost atau biaya f. Promosi atau iklan yang sesuai dengan kenyataan.

  7. Indeks Kepuasan Pasien Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

  Nomor: Kep/25/M.PAN/2/2004 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Instansi Pemerintah yang bertujuan untuk mengetahui perkembangan kinerja unit pelayanan didalam instansi pemerintah.

  Dalam penyusunan IKM digunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpulan data kepuasan masyarakat penerima pelayanan. Kuesioner disusun berdasarkan tujuan survei terhadap tingkat kepuasan masyarkat. Kuesioner dibagi atas 3 (tiga) bagian yaitu :

  Bagian 1 : Identitas responden meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan yang berguna untuk menganalisis profil responden.

  Bagian 2 : Identitas pencacah, berisi data pencacah (apabila kuesioner diisi oleh masyarakat,bagian ini tidak di isi). Bagian 3 : Mutu pelayanan publik adalah pendapat penerima pelayanan yang memuat kesimpulan atau pendapat responden terhadap unsur-unsur pelayanan yang dinilai. Setelah data dari responden terkumpul, maka nilai indeks kepuasan masyarakat yang diperoleh, dapat dikonversikan sesuai dengan tabel berikut.

  Nilai Nilai Interval Nilai interval Mutu Kinerja Unit Persepsi

  IKM konversi IKM Pelayanan Pelayanan 1 1,00 25,00 D Tidak baik

  • – 1,75 – 43,75 2 1,76 43,76 C Kurang baik
  • – 2,50 – 62,50 3 2,51 62,51 B Baik – 3,25 – 81,25 4 3,26 – 4,00 81,26 – 100,00 A Sangat baik

C. Hospitalisasi

  1. Pengertian Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi, dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak. Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stress atau gangguan psikologis akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan kehidupan sehari-hari, anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanismme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan. Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong, 2008).

  Hospitalisasi pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan stress pada semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga medis lainnya), lingkungan baru, maupun keluarga yang mendampinginya. Peran perawat dalam meminimalkan stress akibat hospitalisasi pada anak dan bayi adalah sangat penting. Perawat perlu memahami konsep stress hospitalisasi dan prinsip-prinsip asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan. Stress yang utama selama mengalami hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan kontrol, adanya luka di tubuh, dan rasa sakit. Reaksi setiap anak terhadap krisis ini adalah dipengaruhi oleh perkembangan umur, pengalaman mereka terhadap penyakit, perpisahan ataupun hospitalisasi, kemampuan koping, keseriusan penyakit, dan tersedianya sistem pendukung. Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stress pula, dan stress orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin meningkat (Supartini, 2009). Terutama pada mereka yang baru pertama kali mengalami perawatan anak di rumah sakit, dan orang tua yang kurang mendapat dukungan emosi dan sosial dari keluarga, kerabat, bahkan petugas kesehatan akan menunjukkan perasaan cemasnya, dan ketakutan akan kehilangan anaknya. Penelitian lain menunjukkan bahwa pada saat mendengarkan keputusan dokter tentang diagnosis penyakit anaknya merupakan kejadian yang sangat membuat stress orangtua.

  2. Reaksi anak terhadap hospitalisasi

  a. Cemas karena perpisahan Sebagian besar stress yang terjadi pada bayi di usia pertengahan sampai anak periode prasekolah, khususnya anak yang berumur 16 sampai 30 bulan adalah cemas karena perpisahan.

  Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi dalam tiga (3) tahap, antara lain seperti tahap protes, observasi yang dilakukan selama masa usia infant adalah menangis, berteriak, mencari orangtuanya dengan menggunakan matanya, memanggil orangtuanya, menghindar dan menolak berhubungan dengan orang asing. Perilaku tambahan yang diobservasi selama masa todler adalah secara verbal, anak menyerang dengan rasa marah seperti mengatakan “pergi”, memaksa orangtuanya untuk tetap tinggal. Perilaku ini dapat berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa hari. Perilaku protes tersebut, seperti menangis, akan terus berlanjut dan hanya akan berhenti bila anak merasa kelelahan. Pendekatan dengan orang asing yang tergesa gesa akan meningkatkan protes. Tahap putus asa, tahap ini, anak tampak tegang, tangisnya berkurang, tidak aktif, kurang berminat untuk bermain, tidak ada nafsu makan, menarik diri, tidak mau berkomunikasi, sedih, apatis, dan regresi (misalnya, mengompol, mengisap jempol jari). Pada tahap ini, kondisi anak mengkhawatirkan karena anak menolak untuk makan, minum, atau bergerak. Tahap menolak, pada tahap ini, secara samar-samar anak menerima perpisahan, mulai tertarik dengan apa yang ada di sekitarnya, dan membina hubungan dangkal dengan orang lain. Anak mulai kelihatan gembira, fase ini biasanya terjadi setelah perpisahan yang lama dengan orangtua.

  b. Kehilangan kendali Balita biasanya berusaha sekuat tenaganya untuk mempertahankan otonominya. Hal ini terlihat jelas dalam perilaku mereka dalam hal kemampuan motorik, bermain, melakukan hubungan interpersonal, melakukan aktivitas hidup sehari-hari (activity of daily

  

living -ADL), dan komunikasi. Balita telah mampu menunjukkan

  kestabilan dalam mengendalikan dirinya dengan cara mempertahankan kegiatan-kegiatan rutin seperti tersebut di atas. Akibat sakit dan di rawat di rumah sakit, anak akan kehilangan kebebasan pandangan egosentris dalam mengembangkan otonominya. Hal ini akan menimbulkan regresi. c. Luka pada tubuh dan rasa sakit Konsekwensi dari rasa takut dapat dijabarkan secara berbeda, seperti orang dewasa yang memiliki pengalaman lebih banyak dalam hal rasa takut dan nyeri berbeda dengan anak yang berusaha untuk menghindari dari rasa nyeri dalam hal pengobatan medis.

  Reaksi balita terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu masih bayi, namun jumlah variabel yang mempengaruhi responnya lebih kompleks dan bermacam macam. Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar, atau melakukan tindakan yang agresif seperti menggigit, menendang, memukul, atau berlari keluar.

  d. Reaksi stressor keluarga dan yang anaknya di hospitalisasi Hospitalisasi dan krisis dari penyakit anak mempengaruhi setiap keluarga dan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor- faktor tersebut dapat terjadi pada keluarga, seperti : 1) Orangtua

  Adapun faktor reaksi dan stressor tersebut dapat berupa tingkat keseriusan penyakit anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit, prosedur pengobatan, sistem pendukung yang tersedia, kekuatan ego individu, kemampuan dalam penggunaan koping, dukungan dari keluarga, kebudayaan dan kepercayaan, komunikasi dalam keluarga, seperti penolakan/ketidakpercayaan, marah atau merasa bersalah, ketakutan, kecemasan, dan frustasi, serta depresi.

  2) Reaksi Saudara Kandung Reaksi saudara kandung terhadap anak yang sakit, seperti merasa kesepian, ketakutan, khawatir, marah, cemburu, benci, dan merasa bersalah. Hal ini disebabkan orangtua lebih mencurahkan perhatian pada anak yang sakit.

  3) Penurunan Peran Anggota Keluarga Dampak dari perpisahan mempengaruhi peran dari orangtua, karena orangtua mencurahkan perhatian pada anak yang sakit, dan ini mengembangkan sikap tidak adil. Respon itu biasanya tidak disadari dan tidak disengaja. Orangtua sering menyalahkan perilaku saudara kandung sebagai antisosial karena sikap cemburu dan merasa tidak diperhatikan. (Supartini, 2009) menyebutkan reaksi-reaksi tersebut di atas bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimilikinya.

D. Kerangka Teori

  Faktor faktor kepuasan menurut Yazid dan Nursalam (2011)

  f. Adanya promosi yang sehat dengan para pasien rumah sakit yang lain.

  e. Tarif pelayanan yang dapat dijangkau oleh pelanggan.

  d. Kompetensi klinis dari penyedia pelayanan kesehatan.

  b. Pelayanan kamar c. Hubungan interpersonal.

  a. Gambaran lingkungan dan struktural.

  Faktor faktor kepuasan menurut Trisnantoro (2005) dalam Nilaika (2012) yaitu :

  6. Promosi atau iklan yang sesuai dengan kenyataan.

  5. Cost atau biaya

  4. Suasana dan kondisi fisik lingkungan

  3. Perilaku personel

  2. Layanan selama proses menikmati jasa

  1. Kesesuaian antara harapan dan kenyataan

  Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka teori penelitian ini dapat digambarkan seperti berikut dibawah ini:

Gambar 2.1 Kerangka Teori

  c. Mencegah dan mengurangi cidera.

  b. Meningkatkan kemampuan dalam mengontrol perawatan anak.

  a. Mencegah dampak perpisahan dengan orang tua.

  5. Emphaty Prinsip atraumatic care:

  4. Assurance

  eness

  3. Responsiv

  2. Reliability

  1. Tangible

  Kepuasan

  Atraumatic care

  Yazid dan Nursalam (2011), Trisnantoro (2005) dalam Nilaika (2012), Azis, A (2005), Supardi (2008)

  d. Tidak melakukan kekerasan pada anak

E. Kerangka Konsep

  Kerangka konsep penelitian sebagai beriku : Input Output

  (Variabel Independen) (Veriabel Dependen)

  Atraumatic care Kepuasan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep F.

   Hipotesa

  Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang sedang diteliti. Hipotesis mempunyai karakteristik sebagai berikut harus mengekspresikan hubungan antara dua varibel atau lebih, harus dinyatakan secara jelas dan tidak bermakna ganda, harus dapat diuji, maksudnya ialah memungkinkan untuk diungkapkan dalam bentuk operasional yang dapat dievaluasi berdasarkan data.

  Berdasarkan landasan teori dan dan kerangka konsep penelitian, maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah :

  

Ho : Tidak terdapat hubungan antara atraumatic care dengan kepuasan

  orang tua selama anak mengalami hospitalisai di ruang Cempaka RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata.

  

Ha : Terdapat hubungan antara atraumatic care dengan kepuasan orang tua

selama anak mengalami hospitalisai di ruang Cempaka RSUD dr. R.

  Goeteng Taroenadibrata.