BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis 1. Definisi a. Kontrasepsi implant - INA MAGHFIROH BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis

1. Definisi

  a. Kontrasepsi implant

  Kontrasepsi implan merupakan alat kontrasepsi yang disusupkan dibawah kulit. Preparat yang terdapat saat ini adalah implant dengan nama dagang “ NORPLANT “. Implan terdiri dari 6 batang, 4 batang, 2 batang bahkan 1 batang kapsul yang terbuat dari jenis karet silastik (Maryani, 2008; h. 77) dimana setiap kapsulnya berisi hormone progestin yang mengandung Levonorgestrel dengan lama kerja sampai 5 tahun. Apabila klien ingin hamil maka implan harus dilepas dan cepat kembali subur, dengan lokasi penanaman batang implan pada bagian lengan atas yang tidak dominan (Varney, 2007; h. 485). Adapun fungsi dari alat kontrasepsi implan itu sendiri yaitu dengan melepaskan hormone levonogestrel secara konstan dan kontiyu dalam mencegah kehamilan.

  b. Kontrasepsi implant jadena

  Adalah lat kontrasepsi bawah kulit terdiri dari 2 batang yang melepaskan hormone levonorgestrel sekitar 75 mg berkisar antara 50- 85 mcg pada tahun pertama, kemudian menurun sampai 30-35 mcg per hari untuk lima tahun berikutnya, implan memiliki farmakologis klinis identik dengan norplant, akan tetapi keuntungan utama dari kontrasepsi implan jadena ini adalah pemasangannya lebih mudah dibandingkan norplant. Besar kecilnya levonorgestrel tergantung besar kecilnya permukaan kapsul silastik dan ketebalan dindingnya. Satu sel implant terdiri dari 2 kapsul masing-masing dengan panjang 43 mm dan lebar 2,5 mm dapat bekerja secara efektif selama 3 tahun (Maryani, dkk, 2008; h. 77 &79).

2. Jenis –jenis kontrasepsi implant

  a. Norplant 1) Dipakai sejak tahun 1987 2) Terdiri dari 6 kapsul kosong silastic (karet silicone) yang diisi dengan hormone Levonorgestrel dan ujung-ujung kapsul ditutupi dengan silastic-adhesive

  3) Tiap kapsul : panjang 34 mm, diameter 2,4 mm, berisi 36 mg levonogestrel 4) Sangat efektif dalam mencegah kehamilan untuk 5 tahun 5) Saat ini Norplant yang paling banyak dipakai.

  b. Implanon 1) Terdiri dari 1 batang putih lentur,dengan panjang kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm.

  2) Diisi dengan 68 mg – 3 – keto desogesrtrel 3) Lama kerjanya 3 tahun

  c. Jadena dan indoplant 1) Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg levonergestrel 2) Lama kerjanya 3 tahun (Saifuddin, 2006; h. MK-55).

  3. Cara Kerja kontrasepsi implant

  a. Lender serviks menjadi kental

  b. Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi c. Mengurangi transportasi sperma d. Menekan ovulasi (Saifuddin, 2006; h. MK-54).

  2. Keuntungan kontrasepsi implant

  a. Keuntungan Kontrasepsi 1) Daya guna tinggi 2) Perlidungan jangka panjang (samapi 3 tahun) 3) Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan 4) Tidak memerlukan pemeriksaan dalam 5) Bebas dari pengaruh hormone ekstrogen 6) Tidak mengganggu kegiatan senggama 7) Tidak mengganggu ASI 8) Klien hanya perlu kembali ke klinik jika ada keluhan 9) Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan

  b. Keuntungan Nonkontrasepsi 1) Mengurangi nyeri haid 2) Mengurangi jumlah darah haid 3) Mengurangi atau memperbaiki anemia 4) Melindungi terjadinya kangker endometrium 5) Menurunkan angka kejadian kelainan jinak payudara

  6) Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul 7) Menurunkan angka kejadian endometriosis (Saifuddin, 2010. MK- 54).

3. Keterbatasan kontrasepsi implant

  Pada kebanyakan klien pada penggunaan metode ini dapat menyebabkan pola haid (menstruasi) berupa perdarahan bercak (spotting), hiperminorea atau meningkatnya jumlah darah haid, serta menorea yang menyebabkan timbulnya keluhan-keluhan sebagi berikut.

  a. Nyeri kepala, pening dan pusing kepala

  b. Peningkatan atau penurunan berat badan

  c. Nyeri daerah payudara

  d. Perasaan mual

  e. Perubahan perasaan (mood) atau kegelisahan (nervousness)

  f. Membutuhkan tindakan pembedahan untuk insersi dan pencabutan

  g. Tidak memberikan efek produktif terhadap pms

  h. Klien tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi ini sesuai dengan keinginan, akan tetapi harus pergi ke klinik untuk pencabutan i. Efektifitasnya menurun bila menggunakan obat-obatan tuberculosis

  (rifampisin) atau obat epilepsy (fenitoin dan barbiturat) (Saifuddin, 2006; h. MK-55).

  4. Kerugian kontrasepsi implant

  a. Insersi dan pengeluaran harus dilakukan oleh tenaga terlatih

  b. Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan pencabutan implant.

  c. Lebih mahal

  d. Sering timbul perubahan pola haid

  e. Aseptor tidak dapat menghentikan implant sehendaknya sendiri

  f. Beberapa orang wanita mungkin segan untuk menggunakannya karena kurang mengenalnya.

  g. Implant kadang-kadang dapat terlihat oleh orang lain (Hanifa, 2004; h. 190).

  5. Yang boleh menggunakan kontrasepsi implant

  a. Perempuan usia reproduksi

  b. Telah memiliki anak ataupun belum

  c. Menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektifitas tinggi dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang d. Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi

  e. Pasca persalinan dan tidak menyusui

  f. Pasca keguguran

  g. Tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak sterilsasi

  h. Riwayat kehamilan ektopik i. Tekan darah < 180/110 mmHg, dengan masalah pembekuan darah atau anemia bulan sabit (sickle cell) j. Perempuan yang tidak boleh menggunakan alat kontrasepsi hormonal yang mengandung ekstrogen k. Perempuan yang sering lupa menggunakan pil.

  6. Yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi implant

  a. Wanita hamil atau diduga hamil

  b. Perempuan dengan hamil perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya c. Memiliki benjolan atau kangker payudara atau riwayat kangker payudara d. Perempuan yang tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi e. Memiliki miom uterus dan kangker payudara

  f. Mengalami gangguan toleransi glukosa (Saiffudin, 2003; h. MK-54)

  7. Efektifitas kontrasepsi implant

  a. Efektifitasanya tinggi, angka kegagalan norplant < 1 per 100 wanita per tahun dalam 5 tahun pertama b. Efektifitasanya norplant berkurang sedikit setelah 5 tahun, pada tahun ke-6 kira-kira 2,5 – 3% aseptor menjadi hamil (Handayani, 2010; h.

  120).

  c. Sangat efektif tingkat kegagalan sekitar 0,2 – 1 kehamilan per 100 perempuan (Saifuddin, 2006; h. MK-54) d. Merupakan salah satu bentuk metode kontrasepsi yang paling efektif tersedia, dengan keutamaan setelah penghentian pemakaian fertilitas dapat pulih dengan segera (Cunningham, 2006; h. 1715).

8. Efek samping kontrasepsi Implant

  a. Amenore 1) Pastikan hamil atau tidak 2) Yakinkan pada ibu bahwa hal itu adalah biasa bukan merupakan efek samping yang serius.

  3) Jika tidak ditemui masalah jangan berupaya untuk merangsang perdarahan dengan kontrasepsi oral kombinasi.

  b. Perdarahan bercak ( spotting ) ringan Jelaskan bahwa spotting ringan sering ditemukan pada tahun pertama penggunaan, bila tidak ada masalah dan klien tidak hamil tidak perlu diperlukan tindakan apapun, dan apabila pasien mengeluh bidan diberikan kontrasepsi oral kombinasi (30-50 ug EE) selama 1 siklus, ibuprofen 800 mg 3 kali sehari x 5 hari. Terangkan pada klien bahwa akan terjadi perdarahan setelah pil kombinasi habis. Bila terjadi perdarahan lebih banyak dari biasa, berikan 2 tablet pil oral kombinasi selama 3-7 hari dan dilanjutkan dengan satu siklus pil kombinasi.

  c. Ekspulsi batang implant Cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah kapsul yang lain masih ditempat dan apakah terdapat tanda-tanda infeksi daerah insersi. Bila tidak ada infeksi dan kapsul lain masih berada pada tempatnya, pasang kapsul baru 1 buah pada tempat insersi yang berbeda. Bila ada infeksi cabut seluruhnya kapsul yang ada dan pasang kapsul baru pada lengan yang lain atau ganti cara. d. Infeksi pada daerah insersi Bila infeksi tanpa nanah, bersihkan dengan sabun dan air atau antiseptic, berikan antibiotic yang sesuai untuk 7 hari. Implant jangan dilepas dan minta klien control 1 minggu lagi, apabila tidak membaik, cabut implant dan pasang yang baru di lengan yang lain atau ganti cara. Bila ada abses bersihkan dengan antisepstik, insisi dan alirkan pus keluar, cabut implant, lakukan perawatan luka, beri antibiotik oral 7 hari.

  e. Kenaikan berat badan atau turun Informasikan bahwa kenaikan atau kehilangan berat badan sebanyak 1-2 kg dapat saja terjadi. Perhatikan diet klien bila perubahan berat badan terlalu mencolok atau bila berat badan berlebihan maka anjurkan menggunakan metode kontrasepsi lain (Handayani, 2010; h. 121) .

  

9. Beberapa jenis penyakit yang memerlukan perhatian khusus dan

sebaiknya tidak menggunakan alat kontrasepsi Implant

  a. Penyakit akut (virus hepatitis)

  b. Stroke, riwayat stroke, penyakit jantung

  c. Mengunakan obat epilepsi, atau tuberculosis

  d. Tumor jinak atau ganas pada hati (Saifuddin, 2003, h. MK-55)

10. Penatalaksaan medis kontrasepsi implan

  a. Waktu pemasangan Implant 1) Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7 tidak memerlukan kontrasepsi tambahan

  2) Insersi dapat dilakukan setiap saat,asal saja diyakini tidak terjadi kehamilan, bila di insersi setelah hari ke-7 siklus haid, klien jangan melakukan hubungan seksual atau menggunakan kontrasepsi lain atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja. 3) Bila klien tidak haid, insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak terjadi kehamilan 4) Bila menyusui antara 6 minggu sampai 6 bulan pasca persalinan insersi dapat dilakukan kapan saja. Bila menyusui penuh, klien tidak perlu menggunakan kontrasepsi lain

  5) Bila setelah 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali, insersi dapat dilakukan setiap saat, tetapi jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari. 6) Bila klien menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin menggantinya dengan implant, insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja tidak diyakini terjadi kehamilan, atau klien menggunakan kontrasepsi terdahulu dengan benar.

  7) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi suntikan, implant dapat diberikan pada saat jadwal kontrasepsi tersebut. Tidak perlu menggunakan kontrasepsi lain. 8) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi non hormonal

  (kecuali AKDR) dan klien ingin menggantinya dengan implant, insersi implant dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak hamil, tidak perlu menunggu sampai datangnya haid berikutnya. 9) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah AKDR dan klien ingin menggantinya dengan implant, implant dapat di insersikan pada saat haid hari ke-7 dan klien jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau gunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja dan AKDR segera di cabut. 10) Pasca keguguran implant dapat segera di insersikan (Saifuddin,

  2006; h. MK-56)

  b. Prosedur pemasangan 1) Konseling dan KIE pada calon aseptor KB Implant

  Terhadap calon aseptor dilakukan konseling dan KIE yang selengkap mungkin mengenal implant lebih dalam, sehingga calon aseptor betul-betul mengerti dan menerimanya sebagian cara kontrasepsi yang akan dipakainya dan berikan informed consent untuk di tanda tangani oleh suami istri (Handayani Sri, 2010; h. 122). 2) Persiapan alat dan bahan untuk Insersi

  a) Tempat tidur

  b) Alat penyangga lengan

  c) Duk lubang steril atau DTT 1 buah

  d) kain bersih dan kering 1 buah

  e) kapsul implant dalam kemasan

  f) kapas dan kasa steril

  g) antiseptic

  h) obat anastesi lidokain 2% i) kom kecil steril 2 buah j) klem penjepit 1 buah k) trokar 1 buah dan scalpel 1 buah l) spuit 3 cc 1 buah m) sarung tangan steril atau DTT 1 pasang n) band aid atau kasa steril dengan plester o) kasa pembalut p) tempat sambah basah, kering dan tajam q) larutan clorin 0,5 % r) Zat anestesi local s) Jarum suntik t) Trokar 10 dan mandarin u) Kasa pembalut, betadine, plester (Saifuddin, 2010; h. PK-17). 3) Cara pemasangan Implant

  Prinsip pemasangan implant adalah dipasang di lengan kiri atas kira-kira 6-10 cm dari lipatan siku dimana implant akan dipasang berbentuk kipas (Sarwono, 2007; h. 922). Teknik pemasangan KB Implant adalah sebagai berikut :

  a) Tenaga kesehatan dan pasien mencuci tangan dengan sabun

  b) Daerah tempat pemasangan (lengan kiri bagian atas) dicuci dengan sabun anttiseptik c) Calon aseptor dibaringkan terlentang ditempat tidur dan lengan kiri diletakan pada meja kecil disamping tempat tidur akseptor.

  d) Gunakan hand scoon steril dengan benar

  e) Lengan kiri pasien yang akan dipasang diolesi dengan cairan antiseptik atau betadin.

  f) Daerah tempat pemasangan implan ditutup dengan kain steril yang berlubang g) Dilakukan injeksi obat anestesi kira-kira 6-10cm diatas lipatan siku h) Setelah itu dibuat insisi lebih kurang sepanjang 0,5 cm dengan skapel yang tajam i) Trokar dimasukan melalui lubang insisi sehingga sampai pada jaringan bawah kulit j) Kemudian kapsul dimasukan didalam trokard dan demikian dilakukan berturut-turut dengan kapsul kedua sampai keenam, kapsul dibawah kulit diletakan sedemikian rupa sehingga susunannya seperti kipas k) Setelah semua kapsul berada dibawah kulit, trokard ditarik pelan-pelan keluar. l) Kontrol luka apakah ada perdarahan atau tidak m) Dekatkan luka dan beri plester kemudian dibalut dengan perban untuk mencegah perdarahan agar tidak terjadi heamatom.

11. Protap pemasangan Implan di Puskesmas 1 Baturaden

  a. Konseling pemasangan 1) Wawancara pendahuluan

  a) Sapa klien dengan ramah dan perkenalan diri anda

  b) Tanyakan tujuan dari kunjungannya

  c) Berikan informasi umum tentang keluarga berencana

  d) Tanyakan tujuan pemakaian alat kontrasepsi (apakah klien ingin mengatur jarak kelahiran atau ingin membatasi jumlah anaknya). e) Tanyakan sikap atau keyakinan klien yang dapat mendukung atau menolak salah satu atau lebih dari metode kontrasepsi yang ada. 2) Metode konseling

  f) Berikan jaminan akan kerahasian yang diperlukan klien

  g) Kumpulkan data-data pribadi klien (nama, alamat, dll)

  h) Berikan informasi tentang pilihan kontrasepsi yang tersedia dan resiko serta keuntungan pemasangan dari masing-masing kontrasepsi. i) Tunjukkan dimana dan bagaimana implan-2 dipasang j) Jelaskan bagaimana proses kerja implan-2 dan efektivitasnya k) Jelaskan kemungkinan efek samping dan masalah kesehatan lain yang mungkin akan dialami l) Jelaskan efek samping yang umumnya sering dialami oleh klien. m) Diskusikan kebutuhan, pertimbangan, dan kekhawatiran klien dengan sikap yang simpatik n) Telitilah dengan seksama untuk meyakinkan bahwa klien tidak memiliki kondisi kesehatan yang dapat menimbulkan masalah

  (lengkapi rekam medik). o) Jelasakan kemungkinan-kemungkinan efek samping, sampai benar- benar mengerti.

  3) Konseling pra pemasangan p) Periksa kembali rekam medik untuk memastikan apakah klien cocok menggunakan imlpan-2 dan apakah ada masalah yang harus terus diawasi selama pemasangan implan-2 q) Periksa apakah klien sedang dalam masa tujuh hari dari saat haid terakhirnya. r) Singkirkan kemungkinan hamil bila telah diatas hari ke tujuh

  (rujuklah bila anda bukan seorang konselor dengan latar belakang medis) s) Lakukan pemeriksaan fisik lanjutan bila ada indikasi (rujuklah bila anda bukan seorang konselor dengan latar belakang medis) t) Jelaskan proses pemasangan implan-2 dan apa yang akan klien rasakan pada saat proses pemasangan dan setelah pemasangan.

  4) Konseling pasca pemasangan u) Lengkapi rekam medik dan gambar posisi implan-2 v) Jelaskan pada klien apa yang harus dilakukan bila mengalami efek samping w) Beritahu kapan klien harus kembali ke klinik untuk kontrol x) Ingatkan kembali masa pemakaian implan-2 untuk 3 tahun y) Yakinkan pada klien bahwa ia dapat datang ke klinik setiap saat bila memerlukan konsultasi, pemeriksaan medik, atau bila menginginkan mencabut kembali implan-2 tersebut. z) Jawab semua pertanyaan klien, lakukan observasi selama 5 menit sebelum memperbolehkan klien pulang.

  b. Pemasangan implan-2 1) Tanyakan dengan seksama apakah klien telah mendapatkan konseling tentang prosedur pemasangan implan-2

  2) Periksa kembali rekam medis dan lakukan penilaian lanjutan bila ada indikasi 3) Tanyakan tentang adanya reaksi alergi terhadap obat anestesi 4) Periksa kembali untuk meyakinkan bahwa klien telah mencuci lengannya sebersih mungkin dengan sabun dan air, dan membilasnya sehingga tidak ada sisa sabun

  5) Bantu klien naik ke meja periksa 6) Letakkan kain bersih dan kering dibawah lengan klien dan atur posisi lengan klien dengan benar 7) Tentukan tempat pemasangan pada bagian dalam lengan atas, dengan mengukur 8 cm diatas lipatan siku.

  8) Beri tanda pada tempat pemasangan dengan pola kaki segitiga terbalik untuk memasang dua kapsul implan-2 (40 mm) 9) Pastikan bahwa peralatan yang steril atau telah didesinfektan tingkat tinggi (DTT) sudah tersedia. 10) Buka peralatan steril dari kemasannya 11) Buka kemasan implan-2 dan jatuhkan ke dalam mangkok kecil yang steril (biarkan dalam kemasannya bila tidak tersedia mangkok kecil yang steril).

  c. Tindakan pra pemasangan implan 13) Cuci tangan dengan sabun dan air, keringkan dengan kain bersih 14) Pakai sarung tangan steril atau DTT, bila sarung tangan diberi bedak, hapus bedak dengan menggunakan kasa yang telah dicelupkan kedalam air steril atau DTT. 15) Siapkan peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan

  16) Hitung jumlah kapsul untuk memastikan lengkap 2 buah 17) Usap tempat pemasangan dengan larutan antiseptik, gerakan kearah luar secara melingkar dengan diameter 10-15 cm dan biarkan kering. 18) Pasang kain penutup (doek) steril atau DTT di sekeliling lengan klien d. Pemasangan kapsul implan-2

  18) suntikkan anastesi local 0,3 cc pada kulit (intradermal) pada tempat insisi yang telah ditentukan, sampai kulit sedikit menggelembung. 19) teruskan penusukan jarum kelapisan dibawah kulit (subdermal) sepanjang 4 cm, dan suntikan masing-masing 1 cc pada jalur pemasangan kapsul nomor 1 dan 2

  20) uji efek anestesinya sebelum melakukan insisi pada kulit 21) buat insisi dangkal selebar 2 mm dengan skapel atau ujung bisturi hingga mencapai lapisan subdermal 22) masukkan trokar dan pendorongnya melalui tempat insisi dengan sudut 45 hingga mencapai lapisan subdermal kemudian luruskan trokar sejajar dengan permukaan kulit. 23) ungkit kulit dan dorong trokar dan pendorongnya sampai batas tanda 1 (pada pangkal trokar) tepat berada pada luka insisi.

  24) keluarkan pendorong 25) masukan kapsul yang pertama kedalam trokar dengan tangan atau pinset, tadahkan tangan yang lain dibawah kapsul sehingga dapat menangkap kapsul bila jatuh,

  26) masukkan kembali pendorong dan tekan kapsul kearah ujung dari trokar sampai terasa adanya tahanan 27) tahan pendorong di tempatnya dengan satu tangan, dan tarik trokar keluar sampai mencapai pangkal pendorong.

  28) sambil menahan ujung kapsul dibawah kulit, tarik trokar dan pendorongnya secara bersama-sama sampai batas tanda 2 (pada ujung trokar) terlihat pada luka insisi. 29) kemudian belokkan arah trokar ke samping dan arahkan ke sisi lain dari kaki segitiga terbalik (imajiner), dorong trokar dan pendorongnya hingga tanda 1 berada pada luka insisi. 30) cabut pendorong dan masukkan kapsul kedua, kemudian dorong kapsul hingga terasa tahanan pada ujung trokar 31) tahan pendorong dan tarik trokar kearah pangkal pendorong untuk menempatkan kapsul pada tempatnya. 32) tahan ujung kapsul kedua yang sudah terpasang bibawah kulit, tarik trokar dan pendorong hingga keluar dari luka insisi.

  33) raba kapsul dibawah kulit untuk memastikan kedua kapsul implan- 2 telah terpasang baik pada posisinya. 34) raba daerah insisi untuk memastikan seluruh kapsul berada jauh dari luka insisi.

  e. Tindakan pasca pemasangan 35) Tekan pada tempat insisi dengan kasa untuk menghentikan perdarahan.

  36) Dekatkan ujung-ujung insisi dan tutup dengan band-aid 37) Beri pembalut tekan untuk mencegah perdarahan bawah kulit atau memar pada kulit.

  38) Beri petunjuk pada klien cara merawat luka dan jelaskan bila ada nanah atau perdarahan atau kapsul keluar dari kulit insisi maka ia harus segera kembali ke klinik. 39) Masukkan klorin dalam tabung suntik dan rendam alat suntik tersebut dalam larutan klorin selama sepuluh menit 40) Letakkan semua peralatan dalam larutan klorin selama sepuluh menit untuk dekontaminasi, pisahkan trokar dari pendorongnya.

  41) Buang peralatan yang sudah tidak dipakai lagi ke tempatnya (kasa, kapas, sarung tangan atau alat suntik sekali pakai). 42) Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin, kemudian buka dan rendam selama sepuluh menit. 43) Cuci tangan dengan sabun dan air, kemudian keringkan dengan kain bersih. 44) Gambar letak kapsul pada rekam medik dan catat bila ada hal khusus. 45) Lakukan observasi selama 5 menit sebelum memperbolehkan klien pulang.

12. Jadwal kunjungan ulang

  Klien tidak perlu kembali ke puskesmas, kecuali ada masalah kesehatan atau klien ingin mencabut implan. Klien dianjurkan kembali kepuskesmas tempat dipasang bila ditemukan hai-hal sebagai berikut:

  a. Amenorea yang disertai nyeri perut bagian bawah hal ini perlu diperiksakan untuk mendiagnosa ada tidaknya klien terjadi kehamilan ektopik

  b. Perdarahan yang banyak dari kemaluan, jika klien mengeluh tentang ketidak nyamananya dapat diberikan pil kombinasi satu siklus.

  c. Rasa nyeri pada lengan, perlu ditanyakan ini merupakan salah satu tanda apabila terjadi infeksi pada daerah insersi

  d. Luka bekas insisi mengeluarkan darah atau nanah, jika terjadi infeksi maka perlu tindakan pencabutan implan.

  e. Ekspulsi dari batang implan. Perlu pencabutan implant bila tidak terjadi infeksi maka kapsul baru 1 buah implan dipasang ditempat yang berbeda.

  f. Sakit kepala hebat atau penglihatan menjadi kabur, jika hal ini terjadi maka mengarah pada tanda-tanda hipertensi yang merupakan kontra indikasi pemakaian implan, pasien dianjurkan untuk segera mencabut implan.

  g. Nyeri dada hebat.

  h. Dugaan adanya kehamilan, dilakukan pemeriksaan PP test untuk mendiagnosa ada tidaknya kehamilan (Saifuddin, 2003; h. MK-57). Sedangkan menurut Suratun (2008; h. 86) kunjungan ulang dapat dilakukan klien pasca pemasangan kontrasepsi implan yang meliputi : a. Kontrol pertama kali ke tempat pelayanan setelah 1 minggu dari waktu pemasangan implan karena untuk mengkaji luka insersi dan implan terpasang dengan baik

  b. Kontrol ke pelayanan kesehatan bila ada keluhan pasca pemasangan implan c. Ke pelayanan kesehatan 1 tahun sekali dan bila akseptor akan pindah alamat.

  d. Periksa ke tempat pelayanan setelah 3 tahun, jika implan akan dilakukan pencabutan.

B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

  1. Teori manajemen Varney Penatalaksanaan adalah sebuah proses menyelesaikan masalah, membuat suatu keputusan dan memberi perawatan yang berakar pada tindakan asuhan kebidanan. Karena proses penatalaksanaan mengikuti suatu alur yang logis sebab penatalaksanaan itu sendiri merupakan cara untuk menyatukan semua bagian, yang mencakup pengetahuan, penemuan, kemampuan dan penilaian menjadi suatu pengertian yang utuh dan berfokus pada peran penatalaksanaan pasien (Varney, 2007; h. 26 & 28). Penatalaksanaan kebidanan terdiri dari 7 langkah yang berurutan yang dimulai dari pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi, langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi.

  a. Pengkajian Mengumpulkan data dasar yang menyeluruh dengan melakukan wawancara langsung terhadap pasien untuk mengevaluasi pemekaian alat kontrasepsi Implant. Data dasar ini meliputi pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik dengan sesuai kebutuhan, meninjau kembali proses perkembangan cacatan terbaru saat ini atau catatan rumah sakit terdahulu dan meninjau kembali data hasil laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi. Ini dukumpulkan semua informasi yang akurat dari sumber yang berkaitan dengan kondisi klien (Syafrudin, 2009; h. 130). b. Data Subjektif 1) Identitas Klien

  Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesa. Identitas ini diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar klien yang dimaksud, dan tidak keliru dengan klien lain (Latief, 2009; h. 4).

  2) Nama Identitas dimulai dengan nama pasien, yang harus jelas dan lengkap (Matondang, 2009; h. 5). Nama ditanyakan untuk memudahkan dalam pengkajian serta tidak keliru dalam menyebutkan.

  3) Umur Umur pasien sebaiknya didapat dari tanggal lahir yang dapat ditanyakan (Latief, 2009; h. 5). Sedangkan kontrasepsi implan dapat dipakai oleh semua ibu usia reproduksi (20-35) (Saifuddin, 2010; h. U-9), berkaitan dengan umur kontrasepsi implan masih dapat digunakan pada usia > 35 tahun (Saifuddin, 2003; h. U-43).

  4) Suku bangsa Data tentang suku bangsa yang memantapkan identitas perilaku seseorang tentang kesehatan dan penyakit sering berhubungan dengan suku bangsa atau tradisi (Matondang, 2009; h. 6). 5) Agama

  Faktor agama merupakan pembenaran terhaap prinsip-prinsip pembatasan keluarga dan konsep dasar tentang keluarga berencana oleh semua agama (Varney, 2006; h. 414). Data tentang agama yang memantapkan identitas, kebiasaan, kepercayaan klien yang merupakan faktor penentu dalam memilih alat kontrasepsi implan (Matondang, 2009; h. 6). 6) Pendidikan

  Sebagai tambahan identitas, informasi penting pendidikan dan pekerjaan yang berkaitan dengan aktivitas klien, hal menggambarkan keakuratan data yang akan diperoleh serta dapat ditentukan pola pendekatan dalam anamnesis (Matondang, 2009; h. 6). Pendidikan ditanyakan karena untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pengetahuan ibu tentang kontrasepsi implan. 7) Pekerjaan

  Mengkaji tentang pekerjaan klien berkaitan dengan aktivitas sehari-hari karena data tersebut memberikan gambaran kepada bidan tentang seberapa berat aktivitas yang biasa dilakukan klien dirumah (Sulistyawati, 2009; h. 116). Karena hal ini berhubungan dengan lokasi pemasangan implan pada bagian lengan atas yang tidak dominan sehingga untuk mencegah ekspulsi batang implan (Varney, 2006; h. 485)

  8) Alamat Tempat tinggal pasien harus ditulis dengan jelas dan lengkap, kejelasan alamat ini diperlukan agar sewaktu-waktu dapat dihubungi atau untuk kunjungan rumah pasien guna mengetahui perkembangan atau permasalahan setelah menggunakan implan (Latief, 2009; h. 9)

  9) Kunjungan saat ini Ditanyakan kepada pasien untuk mengetahui status penggunaan alat kontrasepsi yang merupakan data akseptor KB baru atau lama dipuskesmas. 10) Keluhan utama

  Ditanyakan pada pasien tentang gangguan yang dirasakan, ini merupakan dasar utama untuk memulai evaluasi masalah pasien hingga diperlukan tindakan medis (Burnside, 1998; h. 23)

  11) Riwayat obstetric

  a) Menarche Haid merupakan tahap akhir pubertas wanita dengan berlangsungnya haid periodik (Latief, 2009; h. 163). Hal ini perlu ditanyakan karena untuk mengetahui apakah pasien memiliki gangguan menstruasi atau tidak karena berpengaruh pada penggunaan kontrasepsi implant. Kontra indikasi dari penggunaan alat kontrasepsi implan yaitu perdarahan pervaginam tanpa sebab dan terjadi perdarahan diluar siklus haid, ini merupakan syarat mutlak dimana akseptor tidak diperbolehkan menggunakan implan. Menurut Sulistyawati (2009; h.113) menarche terjadi usia pertama kali mengalami menstruasi pada wanita Indonesia umumnya terjadi sekitar umur 12-16 tahun.

  b) Siklus Menanyakan siklus haid pada pasien biasanya berapa hari, menurut Hanafi (2004; h. 160&183) panjang pendeknya siklus haid sangat beragam, ada siklus sangat pendek (11-17 hari) dan ada yang sangat panjang (>45 hari). Apabila terjadi gangguan menstruasi akseptor KB tidak diperbolehkan menggunakan implan (Mufdilah, 2009; h. 11).

  c) Lamanya menstruasi Menanyakan lamanya menstruasi pada pasien saat berlangsungnya haid untuk mengetahui apakah terjadi gangguan menstruasi (menoragia) karena ini berkaitan dengan efek samping pemakaian alat kontrasepsi implan (Mansjoer, 2001; h. 375).

  d) Banyaknya Pertanyaan mengenai banyaknya perdarahan yang sifatnya tidak normal banyak dijumpai. Karena efeksamping dari KB implant timbul bercak- bercak berkepanjangn dan perdarahan tidak teratur (Handayani, 2010; h. 121).

  e) Disminorhea Perlunya ditanyakan pada pasien jika terjadi nyeri perut bagian bawah, ini merupakan kemunginan terjadinnya kehamilan ektopik yang merupakan kontra indikasi dari pemakaian kontrasepsi implan (Saifuddin, 2003; h. MK-57). Sedangkan menurut teori Sarwono (2008; h. 135) hamper penyakit endometriosis, mioma, kista dan penyakit infeksi dengan disertai disminorhea f) Flour albus Menurut Wiknjosastro (2008; h. 135) peningkatan flour albus bisa terjadi pada penderita diabetes mellitus, vaginitis, IMS, infeksi virus. Sedangkan fek samping pada pemakaian kontrasepsi yang mengandung progesterin dapat mengakibatkan keputihan (Mansjoer, 2001; h. 360).

  g) HPHT Tanyakan pada klien tentang haid terakhirnya, hal ini penting untuk memperkirakan ada tidak suatu kehamilan (Mufdlilah, 2009; h. 11).

  h) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Hal pertama yang perlu ditanyakan adalah keadaan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya penyakit, serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakit tersebut. Tanyakan berapa kali ibu hamil, kunjungan antenatal dan kepada siapa kunjungan dilakukan, dll (Sastroasmoro, 2009; h. 12). 12) Riwayat kesehatan

  a) Riwayat penyakit sistemik yang pernah diderita Riwayat penyakit sistemik lain yang mungkin mempengaruhi atau memperberat faktor resiko penggunaan alat kontrasepsi hormonal Implan seperti (penyakit jantung, hipertensi, hati, diabetes militus, stroke, epilepsy, tuberculosis, serta riwayat operasi umum maupun operasi kandungan, miomektomi, kangker payudara dll) (Mufdilah, 2009; h. 12). b) Riwayat penyakit keluarga Mengkaji riwayat kesehatan keluarga apakah terdapat penyakit keturunan yang memiliki hubungan darah yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu pada saat pengggunaan alat kontrasepsi implan seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus, kangker payudara (Saifuddin, 2006; MK-77).

  c) Penyakit ginekologi Riwayat penyakit ginekologi ditanyakan untuk mengetahui ada tidaknya masalah penyakit kandungan, seperti perdarahan diluar siklus menstruasi karena bisa berpengaruh pada pemakaian alat kontrasepsi yang merupakan kontra indikasi dari implan. (Mufdilah, 2009; h. 12). 13) Riwayat Kontrasepsi

  Riwayat KB sangat penting untuk dikaji karena untuk mengetahui keadaan dan keluhan pasien dalam penggunaan KB sebelumnya sehingga dapat menyarankan alat kontrasepsi yang cocok untuk pasien (Mufdilah, 2009; h. 12). 14) Riwayat perkawinan

  Untuk mengetahui status perkawinan ibu, lama perkawinan dan usia perkawinan, ditanyakan karena berkaitan dengan organ reproduksinya. 15) Pola kebutuhan sehari-hari

  a) Pola nutrisi Pola nutrisi sanggat penting untuk dikaji agar mengetahui seberapa banyak kebutuhan nutrisi pasien yang diperlukan.

  Hal ini berkaitan dengan efek samping kontrasepsi implan adalah kenaikan berat badan sehingga pasien diharapkan dapat menjaga pola maka sehari-hari. (Latief, 2009; h.13).

  b) Pola eliminasi Pola eliminasi ditanyakan untuk mengetahui bagaimana frekuensi, konsistensi serta keluhan BAB, BAK klien. Hal ini tidak berpengaruh pada penggunaan implan

  c) Pola aktivitas Pasca pemasangan aseptor implant tidak dianjurkan untuk melakukan aktivitas kerja yang terlalu berat terutama pada lengan bekas pemasangan,hindari benturan, gesekan, penekanan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya ekspulsi batang implan (Saifuddin, 2006; h. MK-57).

  d) Pola istirahat Untuk mengetahui pola istirahat ibu cukup atau tidak dalam kesehariannya.

  e) Pola Seksual Ditanyakan untuk mengetahui kapan terakhir melakukan hubungan seksual.

  f) Personal Hygiene Implant dilakukan dengan operasi bedah minor (Hartanto, 2004; h. 182). untuk itu daerah insersi harus tetap kering karena bertujuan mencegah terjadinya infeksi pada luka insisi (Saifuddin, 2003; h. MK-56).

  16) Data psikososial, cultural, spiritual

  a) Data psikososial Apakah sudah ada persetujuan untuk menggunakan implant atau belum, yang menyatakan bahwa calon aseptor implan telah mengerti perihal sifat implant dan dengan suami telah memutuskan (Hartanto, 2004; h. 297).

  d) Data cultural Mengkaji apakah pasien menganut atau mempunyai kepercayaan, adat kabiasaan setempat yang berpengaruh terhadap penggunaan kontrasepsi (Latief; 2009; h. 6)

  e) Data spiritual Penggunaan kontrasepsi keluarga berencana sesuai dengan norma, yang merupakan salah satu usaha pengaturan kelahiran (Mochtar, 1998; h.248).

  c. Data Objektif 1) Pemeriksaan Fisik

  Pemeriksaan pertama pasien diperiksa dari ujung kepala sampai ujung kaki, termasuk semua sistem tubuh, penampilan umum, dan status psikologis (Syafrudin, 2009; h. 179). 2) Keadaan umum

  Keadaan umum dikaji dengan mengamati ekspresi wajah pasien dan memperhatikan tingkah laku, keadaan afektif dan reaksi terhadap orang lain dan lingkungan, dengarkan cara pasien berbicara dan perhatikan tingkat kesadarannya. Hal ini untuk mengetahui kesadaran umum klien, apakah akseptor terlihat dalam keadaan baik atau tidak (Bates,2009; h. 10).

  3) Kesadaran Untuk menilai status kesadaran ibu, ini dilakukan dengan penilaian composmentis, apatis, somnolen, delirium, sopor, koma.

  Tingkat kesadaran yang baik adalah composmentis dimana ibu dalam keadaan sadar penuh dan dapat menggunakan KB implan (Priharjo, 2007; h. 23). 4) Tanda-tanda vital

  a) Tekanan darah Yang perlu diperhatikan adalah apakah tekanan darah >160/110mmHg, maka ini merupakan kontra indikasi pemakaian implan, jadi sebelum menggunakan alat kontrasepsi implan tekanan darah perlu diperhatikan karena efek samping dari KB implan ialah kenaikan tekanan darah (Saifuddin; 2006; h. MK-60).

  b) Pengukuran nadi jika iramanya teratur dan frekuensinya terasa normal, hitung frekuensi denyut arteri dialis selama 15 detik dan kemudian perhitungan dikalikan dengan 4 (Bates, 2009; h. 83). Nadi dalam rentang yang normal 60-100 kali per menit (Sarwono, 2006; h. 107)

  c) Orang dewasa akan menarik nafas sebanyak 14-20 kali per menit dengan pola regular tanpa mengeluarkan suara, tarikan nafas dalam (menghela nafas) merupakan keadaan normal (Bates, 2009; h. 84).

  o

  d) Suhu dalam rentang yang normal 36- 37

  C. peningkatan suhu menandakan terjadi infeksi dalam membutuhkan perawatan medis (Mitayani, 2009; h. 5) e) Tinggi badan Tinggi atau panjang badan pasien harus diukur pada tiap kunjung, pengukuran berat badan akan memberikan informasi yang bermakna kepada petugas tentang status nutrisi dan pertumbuhan fisik (Matondang; 2009; h. 32). Akan tetapi pemeriksaan ini tidak berpengaruh pada penggunaan kontrasepsi implant.

  f) Berat badan Berat badan perlu dipertimbangkan, karena efek samping dari KB implan ialah terjadi kenaikan BB sebanyak 1-2 kg (Handayani; 2010; h. 121).

  g) LILA Untuk mengetahui status gizi ibu kurang atau tidak karena ukuran normal lila dewasa >23, 5cm. maka jika status gizi berlebih dapat mempengaruhi penggunaan alat kontrasepsi KB implan mengingat efek samping dari implan adalah kenaikan berat badan (Saifuddin, 2006; h. MK-59).

  h) Status Present (1) Kepala

  Untuk mengetahui bentuk kepala pasien normal atau tidak.

  (2) Rambut Untuk mengetahui kerontokan rambut karena salah satu efek samping implan dapat menyebabkan kerontokan pada rambut (Cunningham, 2006; h. 1716). (3) Mata

  Konjungtiva merah muda, tidak terdapat tanda anemis karena pada hormone progesterin keuntungannya yaitu dapat menurunkan krisis anemia bulan sabit (Saifuddin, 2003; MK-41).

  (4) Muka Pada penggunaan alat kontrasepsi hormonal termasuk Implan banyak di temukan timbul efek cloasma pada wajah, karena pengaruh levonogestrel (Mansjoer, 2001; h.

  360). (5) Dada

  Pemeriksaan pada daerah dada dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat retraksi dinding dada atau tidak, karena mengingat dari kontraindikasi kontrasepsi implan adalah riwayat penyakit kardiovaskuler seperti penyakit hati, TBC (Saifuddin, 2006; h. MK-61)

  (6) Payudara Pemeriksaan payudara dilakukan dengan inspeksi dan palpasi untuk mengetahui ada tidaknya gejala klinis yang menjadi kontra indikasi dalam penggunaan alat kontrasepsi implan, seperti tumor jinak, karena pasien tidak diperbolehkan menggunakannya (Saifuddin, MK-56).

  (7) Abdomen Pemeriksaan abdomen terdiri dari 4 tahapan yakni, inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi (Latief, 2009; h.

  94). Dilakukan untuk mengetahuai apakah ada tidaknya tanda kehamilan.

  (8) Ekstermitas Pemeriksaan ekstermitas dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya bengkak pada daerah kaki, varises yang merupakan kontra indikasi dari pemakaian alat kontrasepsi implan yang mengarah pada gangguan penyakit sistemik (jantung, pembekuan darah) (Saifuddin ; 2003; h. MK-61).

  (9) Genetalia luar Pemeriksaan genetalia dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi untuk memeriksa apakah ada komplikasi pada vagina, termasuk infeksi, varises. Karena hal ini sangat mempengaruhi penggunaan alat kontrasepsi implan yang merupakan kontra indikasi. (10) Anus

  Untuk mengetahui kelainan yang paling sering timbul menyebabkan konstipasi adalah Hemoroid, kelainan ini yang sering ditemukan pada orang dewasa (Matondang, 2009; h. 112)

  5) Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan PP Test Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan ada tidaknya kehamilan (Saiffudin, 2006; h. MK-61).

  d. Interpretasi data Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang dikumpulkan diinterpretasikan ditemukan masalah atau diagnose yang spesifik, interpretasi data dasar dibagi menjadi : Diagnose Kebidanan : Ny…P...A…Umur…. Tahun dengan Akseptor Baru KB implant jadena Data Subjektif : 1) Pernyataan mengenai hasil anamnesa klien terhadap identitas dirinya yang dibutuhkan untuk mendukung diagnosa 2) Pernyataan riwayat obstetri terhadap jumlah paritas, jumlah anak hidup, dan riwayat abortus.

  3) Pernyataan klien terhadap riwayat penggunaan alat kontrasepsi sebelumnya.

  4) Pernyataan klien tentang haid terakhir 5) Peryataan klien tentang tidak sedang hamil dan menginginkan menggunakan kontrasepsi implan.

  Data Objektif : Dilakukan pemerikasaan fisik meliputi : 1) Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi pengukuran tekanan darah, suhu, respirasi, nadi.

  2) Dilakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi terhadap aseptor baru KB Implan untuk mengetahui kelaian-kelainan seperti terdapat benjolan payudara, trombopletbitis, penyakit sistemik. Yang merupakan keadaan yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi KB implan

  3) Dilakukan pemeriksaan penunjang seperti PP test untuk mengetahui ada tidaknya terjadinya kehamilan, pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu dalam mendiagnosa.

  e. Diagnosa potensial Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan masalah dan diagnosa saat ini berkenaan dengan tindakan antisipasi, pencegahan jika memungkinkan, menunggu dengan waspada penuh dan persiapan terhadap semua keadaan yang mungkin muncul. Langkah ini adalah langkah yang sangat penting dalam memberi asuhan kebidanan yang aman. Diagnosa potensial pada pengguna alat kontrasepsi Implan yaitu terjadi ekspulsi dan inspeksi pada daerah dipasang implan.

  1) Ekspulsi Lepasnya kapsul implan pada daerah pemasangan bisa di pengaruhi oleh aktivitas pekerjaan berat pasien terutama pada tangan yang dominan dipasang implan (Varney, 2006; h. 485).

  2) Infeksi Penggunaan alat pada saat pemasangan implan yang tidak steril bisa menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme pada kulit sehingga menimbulkan infeksi pada daerah insersi (Saifuddin, 2006; h. U-19). Kurangnya perawatan pada luka daerah insersi dengan membiarkan luka tetap basah bisa menyebabkan infeksi (Saifuddin, 2006; h. MK-57).

  f. Tindakan antisipasi segera Memerlukan tindakan segera oleh bidan atau dokter dan dikonsultasikan atau ditanggani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan sifat kesinambungan proses penatalaksanaan yang tidak hanya dilakukan bidan saat memberikan asuhan secara primer atau kunjungan rumah saja, tetapi juga saat bidan melakukan asuhan berkelanjutan bagi klien tersebut. 1) Ekspulsi

  Dilakukan dengan pencabutan segera pada kapsul yang ekspulsi, dan memasang kapsul baru 1 buah pada tempat insersi yang berbeda. (Saiffudin, 2006; h. MK-59 ). 2) Infeksi

  a) Untuk mencegah terjadinya infeksi karena luka insersi maka dengan menjaga luka tetap dalam keadaan kering dan bersih selama 48 jam dan mencegah terjadinya infeksi (Saifuddin, 2006; MK-57). b) Menggunakan “zona aman“ untuk membawa atau memberikan alat- alat tajam seperti skapel, jarum dilakukan sterilisasi saat akan pemasangan implan untuk meminimalkan terjadinya infeksi (Saifuddin, 2006; h. U-19).

  Apabila terjadi infeksi pada daerah insisi seperti terdapat abses maka berikan obat antibiotic secara oral selama 7 hari dan mengeluarkan implan, atau dengan menganjurkan pasien mengganti metode kontrasepsi lain (Saiffudin, 2006; h. MK-59).

  g. Rencana tindakan asuhan kebidanan Mengembangkan sebuah rencana asuhan yang menyeluruh ditentukan dengan mengacu pada hasil langkah sebelumnya, langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang di identifikasi atau antisipasi. Langkah ini di lakukan dengan mengumpulkan setiap informasi atau data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi (Syafrudin, 2009; h. 132). Semua keputusan dalam memberikan asuhan secara menyeluruh haruslah rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan atau tidak akan dilakukan oleh klien.

  1) KIE Merupakan salah satu langkah awal seorang bidan dalam memberikan asuhan kebidanan khususnya pelayanan kontrasepsi serta mengetahui betul setiap sasaran. Dengan berkomunikasi tatap muka langsung dan membantu pasien untuk mengambil keputusan serta melaksanakannya (Setiyawati, 2010; h. 38). 2) Konseling pra pemasangan

  Menjelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya, setelah pasien memilih jenis kontrasepsinnya, dengan memperlihatkan alat dan obat serta bagaimana alat kontrasepsi tersebut digunakan dan bagaimana cara penggunaannya (Saifuddin, 2006; h. U-4). 3) Informed consent

  Persetujuan yang diberikan pada klien atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan klien dengan menandatangani dokumen resmi secara sukarela (Hartanto, 2004; h. 297).

  4) Persiapan alat Sebelum melakukan tindakan pastikan semua peralatan telah benar-benar steril (Mochtar, 1998; h. 281).

  5) Anastesi pra pemasangan Melakukan anastesi pada daerah insersi dengan menggunakan lidocaine 1%, dan menunggu proses reaksi dari obat tersebut (Hartanto, 2004; h. 185). 6) Cara pemasangan

  Pemasangan dilakukan pada lengan kiri atas kanan (bila kidal) kira-kira 6-10 mulai dari lipatan siku (Prawirohardjo, 2007; h. 923).

  7) Konseling pasca pemasangan Konseling pasca pemasangan bertujuan untuk mengantisipasi apabila muncul efek samping akibat penggunaan KB implan.

  h. Pelaksanaan rencana kebidanan Melaksanakan rencana asuhan secara menyeluruh, langkah ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan atau dilakukan anggota tim kesehatan lain. Dan bidan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa implementasi benar-benar dilakukan. Pada keadaan tertentu dapat melakukan kolaborasi dengan dokter dan memberi kontribusi terhadap penatalaksanaan asuhan ibu dengan komplikasi, bidan dapat mengambil tanggung jawab mengimplementasi rencana asuhan kolaborasi yang menyeluruh.

  Implementasi yang efisien akan meminimalkan waktu dan biaya serta meningkatkan kualitas perawatan kesehatan. Suatu implementasi yang sangat penting adalah pendokumentasian secara berkala, akurat, ini merupakan perencanaan langsung asuhan kebidanan dengan rencana asuhan yang telah dilakukan terhadap pasien secara efisien dan aman. i. Evaluasi

  Merupakan tindakan untuk memeriksa apakah rencana asuhan yang dilakukan bener-benar telah mencapai tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan ibu, seperti yang diidentifikasi pada langkah kedua tentang masalah, diagnosis maupun kebutuhan perawatan kesehatan. Mengevaluasi adalah tindakan evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan. Evaluasi dikatakan berhasil jika pada asuhan kebidanan keluarga berencana dengan implant jadena.

  1) Pasien bersedia menggunakan alat kontrasepsi implan 2) Pasien mengerti tentang konseling yang telah diberikan bidan 3) Pasien dan suami bersedia untuk menandatangani surat persetujuan (Informed consent).

  4) Peralatan Implan sudah steril dan tertata rapi di tempat 5) Anastesi telah dilakukan dan efek anastesi bekerja dengan baik 6) Implan telah terpasang tepat dibawah kulit 7) Pasien mengerti dengan konseling pasca pemasangan Implan dan tahu jadwal kapan akan kunjungan ulang berikutnya.

  2. Tinjauan asuhan Kebidanan SOAP Pendokumentasian hendaknya yang bersifat sederhana, jelas dan logis dan tertulis, karena seorang bidan selalu menggunakan SOAP setiap melakukan tindakan asuhan kebidanan. Metode pendokumentasian yang digunakan dalam kebidanan SOAP meliputi : S. Subjectif

  Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data melalui anamnesa, merupakan suatu ekspresi pasien mengenai kehawatiran dan keluhan dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan dengan diagnosa