BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - IRMA PRASTIKA, BAB IV

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyiapan Lemak Sapi dan Lemak Babi Sebanyak 250 gram jaringan lemak sapi dan babi yang diperoleh dari

  pasar tradisional Purwokerto,dicuci dan dipotong kecil-kecil untuk memperoleh luas permukaan yang lebih besar agar minyak mudah keluar. Lalu proses perolehan minyak dilakukan dengan proses rendering sesuai dengan metode Rohman dan Che Man (2013). Rendering dilakukan untuk memperoleh lemak dari jaringan lemak dengan cara pemanasan. Rendering dibagi menjadi dua jenis yaitu wetrendering dan dryrendering. Pada penelitian ini dilakukan proses dryrenderingmenggunakan oven. Proses dilakukan dengan memanaskan jaringan lemak babi pada suhu

  rendering

  70˚C kedalam oven selama kurang lebih 24 jam. Jaringan lemak sapi dan babi yang dioven, diletakkan dalam cawan porselen kemudian ditutup dengan alumunium voil agar minyak yang dihasilkan dari proses rendering tidak tercecer didalam oven.

  Setelah 24 jam, minyak yang dihasilkan dipisahkan dan disaring, kemudian kadar air dihilangkan dengan penambahan Na

  2 SO 4 anhidrat

  sebanyak 0,5 gram untuk mengikat air yang berada dalam minyak. Na SO

  2

  4

  anhidrat sebelum digunakan, diaktifkan terlebih dahulu dengan cara dipanaskan menggunakan ovenpada suhu 110˚C selama 100 menit untuk menghilangkan kadar air. Adanya air dapat mengganggu pembacaan spektra lemak babi dan lemak sapi. Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Proses sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan lapisan minyak dan lapisan air. Lapisan minyak berada diatas lapisan air karena berat jenis minyak lebih besar daripada berat jenis air. Lapisan minyak yang dihasilkan dari proses sentrifugasi tersebut kemudian dipisahkan, kemudian divorteks dan disentrifugasi kembali. Setelah itu lemak disaring dengan kertas saring dan disimpan dalam wadah tertutup dan kedap udara agar minyak tidak teroksidasi.

  Lemak sapi dan babi masing-masing sebanyak 250 gram menghasilkan 50 ml minyak sapi dan 30 ml minyak babi. Minyak sapi yang dihasilkan berwarna kuning bening. Sedangkan minyak babi yang dihasilkan berwarna kuning pucat. Minyak sapi yang diperoleh dari hasil rendering tersebut bersifat sangat mudah memadat kembali pada suhu ruang. Berbeda dengan minyak babi, minyak sapi lebih mudah memadat pada suhu ruang. Perbedaan ini disebabkan karena komposisi asam lemak pada sapi dan babi berbeda. Sehingga perlu dilakukan pemanasan kembali pada minyak sapi ketika akan digunakan untuk analisis.

B. Analisis Spektra FTIR Minyak Sapi dan Minyak Babi

  Seri konsentrasi dari lemak yang telah dibuat ditempatkan pada wadah dengan suhu ruangan yang terkontrol untuk meminimalkan gangguan uap udara. Lalu diteteskan pada elemen demountable cell KBr. Kemudian di

  • 1

  

scanning sebanyak 32 kali pada kisaran panjang gelombang 4.000 cm

  • 1 -1

  sampai 650 cm dengan resolusi 16 cm , karena jika menggunakan resolusi

  • 1 dibawah 16 cm hasil spektrum yang diperoleh kurang baik.

  Spektroskopi FTIR merupakan instrumen single beam. Sebelum pengukuran spektra sampel, terlebih dahulu dilakukan pembacaan spektra udara. Pengukuran background ini merupakan pengukuran

  background

  spektrum lingkungan, yang terdiri dari gas yang mampu mengabsorpsi sinar inframerah seperti gas karbondioksida dan uap air. Jadi, pada saat pengukuran spektra sampel, yang diperoleh adalah hasil pembacaan sampel dan juga spektra lingkungan. Semua spektra dirasiokan/ dikurangkan terhadap

  background udara secara otomatis untuk menghasilkan spektra sampel yang

  dianalisis. Setiap selesai pengukuran, plat dibersihkan dengan n-heksana sebanyak dua kali hingga tidak ada minyak yang tertinggal dengan menggunakan tissu, lalu dikeringkan. Sehingga tidak mengganggu pembacaan spektra selanjutnya. Hasil scanning kemudian direkam dan dianalisis lebih lanjut. Hasil scanning berupa spektra yang kemudian dianalisis dengan menggunakan PCA dan PLS.

  • - - Gambar2. Spektra FTIR
  • 1 IR lemak babi dan lemak sapi pada panjang gelomb mbang 4000-650 cm 1 -1 -1 . Daerah kha khas babi yang terlihat dalam spektra muncul pada t a titik a (3008,95 cm ); m (1118,7 8,71 cm ); o (964,34 cm ).

      Berdasarkan kan hasil serapan spektroskopi FTIR, t , terlihat adanya kemiripan antara ara spektra lemak babi dan lemak sapi. Na Namun, ada pula perbedaan pada i a intesintas pita-pita bilangan gelombang yang ng dihasilkan. Hal tersebut disebabka kan karena adanya perbedaan komposisi asam am lemak babi dan asam lemak sapi pi (Guillen and Cabo,1997). Perbedaan yang ng dihasilkan oleh masing-masing bi bilangan gelombang terletak pada frekuensi da nsi daerah bilangan

    • 1

      gelombang 3010 3010-3000 cm , kemudian terjadi overlaping ng pada bilangan

    • 1

      gelombang 1120 1120-1095 cm yang terlihat dari puncak yang da dapat dilihat pada

    • 1

      gambar 1 dengan gan puncak serapan pada daerah frekuensi 1118,71 1118,71 cm dan adanya serapan k n ketiga pada daerah frekuensi bilangan gelom lombang 975-965

    • 1 cm (Hermanto, 2008) o, 2008).

      Berdasarkan kan perbedaan tersebut maka lemak babi dan le n lemak sapi dapat dilihat perbedaann daannya melalui intensitas pita-pita bilangan g gelombang yang dapat dilihat pada pada tabel 5.

      Tabel 5. Perbedaan bilangan gelombang pada minyak babi dengan minyak sapi (Che Man et al., 2005; Guillen and Cabo, 1997; Rohman, 2014). Daerah Bilangan Jenis Vibrasi

    • -1 Gelombang (cm )

      (a) 3008,95 Vibrasi uluran C=Cdari alkena (b) 2954,95 Vibrasi ulur C-H dari alkana (c) 2877,79 Vibrasi ulur C=O dari aldehid

    (d) 2846,93 Vibrasi ulur asimetris atau simetris gugus metilen

      (-CH ) 2

    (e) 1751,36(f) 1735 Vibrasi ulur gugus karbonil (C=O) dari ester

    trigliserida (g) 1658 Vibrasi ulur C=C dari alkena

      (h) 1458, 18 Vibrasi tekuk gugus alifatik CH dan CH 2 3

    (i) 1373,32 Vibrasi tekuk simetris CH (metil) ulur simetrik

    3 (j) 1234,44 Vibrasi ulur C-O pada ester (k) 1180,44 Vibrasi ulur C-O pada ester (l) 1149,57 Vibrasi ulur C-O pada ester

    (m)1118,71 Vibrasi tekuk –CH dan perubahan –CH dari asam

    lemak (n) 1033,85 Vibrasi ulur C-O alifatik

    (0) 964,41 Vibrasi tekuk gugus fungsi CH dari trans-olefin

    terisolasi keluar bidang (p) 910,4 Vibrasi tekuk cis =C-H

      

    (q) 725,23 Tumpang tindih vibrasi goyangan metilen (-CH )

    2 dan vibrasi keluar bidang olefin cis-disubstitusi

    • 1

      Puncak spesifik babi terletak pada daerah frekuensi 3008,95 cm yang merupakan vibrasi C=C uluran memperlihatkan adanya puncak yang lebih terlihat jika dibandingkan dengan spektrum lemak sapi. Semakin tinggi intensitas puncak, maka nilai absorbansinya pun semakin tinggi. Hal tersebut menunjukkan nilai absorbansi dari lemak babi lebih besar daripada absorbansi pada lemak sapi. Semakin tinggi nilai absorbansi maka semakin besar kandungan asam lemak tak jenuhnya. Oleh karena itu kandungan asam lemak tak jenuh dari lemak babi lebih besar dibandingkan dengan lemak sapi.

    • 1

      Kemudian pada daerah frekuensi 1180,44 cm yang merupakan vibrasi ulur C-O pada esterterlihat puncak serapan lebih besar pada lemak babi, bila dibandingkan dengan lemak sapi tinggi puncak serapannya lebih rendah. Artinya, pada daerah frekuensi tersebut nilai absorbansi lemak babi lebih besar dibandingkan absorbansi lemak sapi. Selanjutnya muncul adanya dua

    • 1

      puncak yang berdekatan yaitu pada daerah frekuensi 1118,71 cm yang menunjukkan jenis vibrasi tekuk –CH dan perubahan –CH dari asam lemak

    • 1 dan 1033,85 cm yang menunjukkan adanya vibrasi ulur C-O alifatik.
    • 1

      Kemudian titik terakhir daerah khas babi terletak pada frekuensi 964,32cm yang menunjukkan vibrasi tekuk gugus fungsi CH dari trans-olefin terisolasi.

      Berdasarkan hasil penelitian analisis GCMS yang telah dilakukan oleh Sandra Hermanto (2008), kandungan saturated fatty acid (SFA) pada sapi jauh lebih besar (68%) dibandingkan dengan lemak babi (21%), sedangkan kandunganpoly unsaturated fatty acid (PUFA) pada lemak babi relatif lebih besar (25%) daripada lemak sapi (1,2%). Lemak sapi dan lemak babi memiliki perbedaan yang dapat diamati, oleh karena itu analisis terhadap keberadaan lemak babi dalam kuah bakso sapi yang seharusnya mengandung lemak sapi dapat dilakukan.

      C.

      

    Analisis Kualitatif Lemak Babi dengan Principal Component Analysis

    (PCA)

      PCA merupakan teknik analisis data multivariat yang dapat digunakan untuk menyederhanakan data dengan mengurangi sejumlah variabel kedalam jumlah variabel lain yang lebih kecil (Pimentel, 2006; Esbensen, 2002). PCA berfungsi sebagai teknik pengurangan data ketika muncul korelasi antar data. PCA dapat digunakan untuk mengurangi dimensi serangkaian dan dapat menentukan kelompok tertentu (Rohman, 2014). Prinsip utama dalam analisis kualitatif dengan menggunakan PCA yaitu pembentukan variabel baru yang merupakan kombinasi linier dari variabel asal. Variabel baru tersebut dinamakan komponen utama (principal component).

      Data bilangan gelombang dari spektra FTIR menghasilkan nilai intensitas puncak (absorbansi) yang dapat digunakan untuk analisis PCA dengan menggunakan perangkat lunak minitab 16. Data yang digunakan untuk analisis dengan PCA adalah data kalibrasi lemak babi 100%, lemak babi 50% dan lemak sapi 100% yang sudah di murnikan.

      Analisis lemak sapi dan lemak babi dianalisis dengan PCA

    • 1

      menggunakan rentang bilangan gelombang 3010-3000 cm dan 1120-1095

    • 1 -1

      cm dan 975-965 cm . Rentang tersebut dipilih karena merupakan daerah bilangan gelombang spesifik lemak babi. Sehingga dapat mengurangi variabel data dan mempermudah pengelompokkan lemak dengan teknik PCA.Data yang digunakan sebanyak 5 data absorbansi dari bilangan

    • 1 -1 -1

      gelombang 3010-3000 cm , 1120-1095 cm dan 975-965 cm yaitu

    • 1 -1

      absorbansi pada daerah bilangan gelombang 964,41 cm ; 1118,71 cm ;

    • 1 -1 -1 2954,95 cm ; 3001,24 cm ; dan 3008,95 cm .

      Gambar 3.Hasil analisis scree plot antara lemak babi 100%, lemak babi 50%, dan lemak sapi 100% dengan menggunakan PCA.

      Hasil analisis PCA lemak babi dan lemak sapi berupa grafikscree plot,

      score plot , biplot dan loading plot. Scree plot merupakan hubungan antara eigenvalue dengan PC1, PC2, dan principle component (PC) lainnnya.

      menyatakan jumlah variabel yang dapat dijelaskan oleh

      Eigenvalue

      keseluruhan data yang dianalisis (Coltro dkk, 2005). Nilai eigenvalue yang diperoleh menunjukkan bahwa data PC1 mampu menggambarkan sebanyak 88,3% dari total variabel data asli dengan nilai eigenvalue sebesar 4,41. Sedangkan pada PC2 mampu menggambarkan 11,7% variabel data asli dengan nilai eigenvalue sebesar 0,58. Maka, jumlah data yang dapat diekstraksi oleh PCA yaitu sebesar 100% dari keseluruhan data.

      PC1 dan PC2 mempunyai nilai eigenvalue tertinggi yang menunjukkan bahwa PC1 dan PC2 tersebut merupakan nilai principal component yang paling banyak berpengaruh dalam mengekstraksi informasi dari keseluruhan data. PC1 memberikan sebagian besar informasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan sebagian besar data. Sedangkan PC2 menunjukkan variasi terbesar setelah PC1. PC3 dan seterusnya yang mempunyai nilai eigenvalue 0, maka nilainya dapat diabaikan.

      Pada gambar 3 terlihat bahwa PC1 mempunyai hubungan tertinggi dengan eigenvalue, yaitu mencapai angka 4,5. Artinya PC1 lebih banyak mengekstrak data dari keseluruhan data yang dianalisis, dibandingkan dengan PC lainnya. Kemudian disusul dengan PC2 yang dapat mengekstraksi data sebanyak 0,5 data dari keseluruhan data yang dianalisis. Jumlah total data yang dianalisis adalah 5 data. Pada principal component lainnya hanya dapat mengekstraksi sedikit data saja. Adapula principal component yang menghasilkan nilai eigenvalue 0, artinya principal component tersebut tidak mengekstraksi data apapun dari data yang dianalisis pada PCA. Maka nilainya dapat diabaikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa PC1 dan PC2 paling berpengaruh terhadap hasil analisis PCA.

      Gambar 4. Hasil analisis score plot lemak babi 100%, lemak babi 50% dan lemak sapi 100% secara kualitatif dengan menggunakan PCA.

      Hasil score plot(Gambar 4) antara PC1 dan PC2 menunjukkan bahwa lemak babi 100%, babi 50% dan sapi 100% dapat dipisahkan kedalam 3 kuadran yang berbeda. Lemak babi terletak pada kuadran kiri atas dengan nilai PC1 negatif dan PC2 positif. Kemudian lemak babi dengan konsentrasi 50% terletak pada kuadran kiri bawah dengan nilai PC1 dan PC2 negatif. Sementara itu untuk lemak sapi terletak pada kuadran kanan atas, dimana nilai PC1 dan PC2 positif. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa lemak babi 100%, lemak babi 50%, dan lemak sapi 100% mempunyai sifat fisika kimia yang berbeda.

      Gambar 5. Hasil analisis biplot antara lemak babi 100%, lemak babi 50%, dan lemak sapi 100% dengan menggunakan PCA.

      Pada grafik hasil biplot analisis dengan menggunakan PCA diperoleh hasil pada gambar 5 yang menggambarkan variabel yang paling berperan pada pembentukkan PC1 dan PC2. Variabel tersebut dapat dilihat melalui garis yang terbentuk pada setiap komponen PC1 dan PC2. Garis yang mengarah nilai positif (tergantung pada masing-masing principal component) menunjukkan bahwa komponen tersebut memberikan pengaruh yang positif pada pembentukan principal component. Sedangkan garis yang mengarah nilai negatif menunjukkan bahwa bilangan gelombang tersebut memberikan pengaruh negatif pada pembentukan principal component. Namun berpengaruh negatif bukan berarti data tersebut mengganggu proses analisis, melainkan semakin besar nilai absorbansi yang diperoleh dari suatu variabel, maka akan menghasilkan nilai PC1 dan PC2 yang semakin negatif.

      Variabel yang digunakan dalam analisis data ini yaitu nilai absorbansi pada bilangan gelombang tertentu. Bilangan gelombang yang berpengaruh

    • 1 -1

      positif terhadap pembentukan PC1 adalah 964,41 cm ; 2954,95 cm ; dan

    • 1

      3001,24cm . Kemudian variabel yang berpengaruh negatif adalah pada

    • 1 -

      bilangan gelombang 1118,71 cm 1 dan 3001,24 cm . Sementara itu untuk bilangan gelombang yang berpengaruh positif pada pembentukan PC2 adalah

    • 1 -1 -

      964,41 cm ; 1118,71 cm 1 dan 3008,95 cm . Sedangkan untuk bilangan

    • 1 -1 gelombang yang berpengaruh negatif yaitu 2954,95 cm ; dan 3001,24 cm .

      Gambar 6. hasil analisis loading plot antara lemak babi 100%, lemak babi 50%, dan lemak sapi 100% dengan menggunakan PCA.

      Loading plot yang ditampilkan pada gambar 6 menunjukkan variabel

      bilangan gelombang yang paling berperan pada pemisahan sampel dengan lemak babi 100%, lemak babi 50% atau lemak sapi 100%. Semakin jauh garis horisontal dari titik asal (0,0), maka semakin besar pengaruh bilangan gelombang yang terhubung pada garis tersebut dalam mengekstraksi data dari keseluruhan data yang dianalisis dalam PCA (Mariana dkk., 2010). Garis

    • 1

      horisontal terjauh dari titik asal (0,0) adalah garis pada bilangan 964,41 cm

    • 1

      dan 3001,24 cm . Kemudian disusul dengan garis horisontal pada bilangan

    • 1 -1 -1 gelombang 1118,71 cm , 2954,95 cm , dan 3008,95 cm .

      D.

      

    Analisis Kuantitatif Lemak Babi Menggunakan Partial Least Square

    (PLS)

      PLS merupakan teknik analisis multivariat yang paling sering digunakan untuk kuantifikasi, menentukan derajat hubungan antara variabel prediksi x dan variabel hasil akhir y dengan model multivariat linier. Kelebihan utama PLS yaitu kemampuannya untuk membangun korelasi antara spektra FTIR dengan analit, bahkan meskipun tidak terlihat adanya perbedaan yang teramati secara visual pada spektra FTIR (Che Man dkk, 2005).

      Pada analisis kuantitatif dengan PLS ini sampel kalibrasi dan validasi dibuat, yaitu mencampurkan lemak sapi dan lemak babi dalam berbagai perbandingan konsentrasi yang telah ditentukan. Pertama untuk data kalibrasi digunakan 11 sampel dengan jumlah volume masing-masing sampel adalah 1 ml. Perbandingan konsentrasi yang dibuat: 100, 90, 80, 70, 60, 50, 40, 30, 20, 10, dan 0% lemak babi dalam lemak sapi. Masing-masing seri konsentrasi dibuat dalam 1 ml. Kemudian di scanning menggunakan spektroskopi FTIR

    • 1 -

      sebanyak 32 kali pada kisaran panjang gelombang 4.000 cm sampai 650 cm

      1 -1 dengan resolusi 16 cm .

      Gambar 7.Spektra FTIRseri konsentrasi 100 – 0% lemak babi dalam lemak sapi pada

    • -1 bilangan gelombang 4000-650 cm .
    •   Pada gambar 7 menunjukkan hasil spektra seri konsentrasi lemak babi 100 – 0% (%v/v). Secara visual perbedaan dapat terlihat dari tinggi atau rendahnya serapan pada bilangan gelombang tertentu. Semakin rendah konsentrasi lemak babi maka semakin turun pula intensitas puncak khas dari lemak babi Secara umum pola spektra lemak babi dan lemak sapi terlihat mirip.

        Analisis kuantitatif dengan kalibrasi PLS dilakukan pada rentang

      • 1 - -1

        bilangan gelombang 3010-3000 cm , 1120-1095 cm dan 975-965 cm

        1

        dengan menggunakan hasil spektra FTIR seri konsentrasi lemak babi 100 –

        2

        0% (%v/v). Pada rentang bilangan gelombang tersebut menghasilkan nilai R yang tinggi dan nilai kuadrat rataan kesalahan kalibrasi/ Root Mean Square (RMSEP) yang kecil, sehingga menunjukkan hasil

        Error of Prediction

        kalibrasi PLS yang baik (Sundhani, 2013). Pada gambar 8 dibawah ini menunjukkan linearitas hubungan antara kadar konsentrasi standar lemak babi yang sebenarnya dengan nilai prediksi kalibrasi PLS.

        Hasil prediksi seri konsentrasi lemak babi 100 – 0 % menunjukkan hubungan yang sebanding antara hasil prediksi dan kadar yang sebenarnya. Persamaan linier yang diperoleh antara nilai prediksi dan kadar sebenarnya

        2

        dari lemak babi yaitu Y=0,957x + 2,122, dengan nilai R 0,8974 dan nilai

        2 RMSEP sebesar 0,0931. Nilai R yang tinggi menunjukkan linearitas data

        validasi dan nilai RMSEP yang rendah mengindikasikan bahwa metode yang digunakan akurat untuk menentukan lemak babi dalam campuran lemak sapi.

        2 Keakuratan suatu metode ditunjukkan dengan nilai R mendekati 1 dan nilai RMSEC mendekati 0 (Brereton, 2003).

        Gambar 8. Kurva kalib alibrasi hubungan antara kadar lemak babi 100 0 – 0% sebenarnya

      • -1 - 1 -1 dengan nilai lai prediksi kalibrasi pls pada daerah 3010-3000 cm m , 1120-1095 cm dan 975-965 65 cm .

        Validasi me metode dilakukan untuk mengetahui keakurata atan dan ketepatan metode analisis y s yang digunakan. Validasi metode yang diguna digunakan yaitu uji batas deteksi/ lim imit of detection (LOD). LOD merupakan kons n konsentrasi atau jumlah terkecil da l dari analit dalam sampel yang dapat terdet eteksi. Penentuan konsentrasi minim inimum deteksi yang masih bisa dideteksi dil dilakukan dengan membuat seri kons konsentrasi dibawah 5% kandungan lemak ba babi dalam lemak sapi (Rohman n dkk., 2011). Seri konsentrasi yang di digunakan yaitu perbandingan 4, 3 , 3, 2, dan 1% lemak babi dalam lemak sapi. pi. Masing-masing seri konsentrasi di si dibuat dalam 1 ml. Selanjutnya di scanning anning menggunakan spektroskopi FTI TIR sebanyak 32 kali pada kisaran panjang ge gelombang 4.000

      • 1 -1 -1 cm sampai 650 c 650 cm dengan resolusi 16 cm .

        Gambar 9.Spektra FTI TIRseri konsentrasi 4 – 1% lemak babi dalam lemak sapi pada

      • -1 bilangan gelo elombang 4000-650 cm .

        Validasi PL PLS dibuat dengan memilih daerah spektra yan yang menunjukkan perbedaan spektrum ktrum lemak babi dan lemak sapi, yaitu pada r da rentang bilangan

      • 1 -1 -1

        gelombang 3010 3010-3000 cm , 1120-1095 cm dan dan 975-965 965 cm . Kurva validasi yang dipe diperoleh berupa hubungan antara nilai prediks diksilemak babi 4 - 1%dengan kadar dar yang sebenarnya. Validasi PLS tersebut ut menghasilkan persamaan Y=0,9883x =0,9883x + 0,029. Kemudian diperoleh hubunga hubungan antara konsentrasi lema mak babi sebenarnya dengan konsentrasi lem lemak babi yang diprediksi dengan ngan nilai Root Mean Square Error of Prediction tion (RSMEP) dari

        2 PLS sebesar 0,0088 0,0088. Nilai koefisien determinasi (R ) se sebagai kriterian

        2

        validasi sebesar r 0,9883. Nilai RMSEP yang kecil dan nilai lai R yang tinggi menunjukkan ba bahwa data validasi yang digunakan baik k dengan tingkat kesalahan kecil.

        Gambar 10. Kurva validasi hubungan antara kadar lemak babi 4 – 1% sebenarnya dengan

      • -1 -1 nilai prediksi kalibrasi pls pada daerah 3010-3000 cm dan 1120-1095 cm .

        Hasil prediksi limit of detection PLS menunjukkan bahwa konsentrasi lemak babi 1% masih dapat dideteksi oleh PLS . Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian Rohman, dkk (2011) yang menyatakan bahwa konsentrasi terkecil lemak babi yang bisa dideteksi dalam bakso sebesar 4%.

      E. Analisis Lemak Babi dalam Bakso

        Analisis lemak babi dalam bakso dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan lemak babi pada bakso yang beredar di Purwokerto dan mengetahui kemampuan kombinasi metode FTIR dengan PCA dan PLS untuk menganalisis lemak babi secara kualitatif dan kuantitatif dalam bakso yang beredar di Purwokerto. Hal ini dilakukan agar dapat memberikan informasi secara ilmiah mengenai kandungan lemak babi dalam bakso yang beredar di Purwokerto.

        Teknik pengambilan sampel dilakukan secara stratified random dengan menggunakan metode undian (lotre) yang dilakukan di kota

        sampling

        Purwokerto. Populasi penelitian adalah produk bakso dari 95 warung bakso kecil dan besar yang tersebar di Kota Purwokerto. Jadi sampel bakso yang digunakan dalam analisis sebanyak 13 sampel, yang terdiri dari 9 sampel dari warung bakso besar dan 4 warung bakso kecil.

        Sebanyak 50 gram bakso yang telah disampling secara acak, dipotong kecil-kecil untuk memperoleh luas permukaan yang lebih besar. Kemudian ditambahkan dengan 50 ml kuah bakso. Sampel bakso tersebut diperoleh dari pedagang bakso dengan label sapi. Ekstraksi lemak dilakukan dengan cara pemanasan menggunakan oven, yaitu kuah bakso dan bakso yang telah dipotong-potong dipanaskan pada suhu 100˚C selama 30 menit sehingga lemak yang terdapat dalam daging bakso keluar menuju kuah bakso untuk selanjutnya dianalisis.

        Kemudian bakso hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kertas saring lalu ditambahkan Na

        2 SO 4 anhidrat sebanyak 0,5 gram untuk

        menghilangkan tapak-tapak air. Selanjutnya dihomogenkan dengan cara divorteks selama 5 menit lalu ditutup rapat dengan menggunakan alumunium . Kemudian didinginkan pada suhu ruang terlebih dahulu untuk

        voil

        selanjutnya didinginkan dalam lemari pendingin selama kurang lebih 24 jam agar lemak terangkat keatas sehingga memudahkan dalam pengambilannya.

        Setelah 24 jam, lemak yang berada pada bagian atas dipisahkan. Lalu ditambahkan dengan Na

        2 SO 4 anhidrat sebanyak 0,1 gram untuk mengikat air

        yang terdapat dalam minyak. Kemudian lemak yang dihasilkan disimpan dalam wadah tertutup rapat dan kedap udara agar minyak tidak teroksidasi dengan udara luar. Selanjutnya minyak yang diperoleh dari sampel tersebut dianalisis dengan menggunakan spektroskopi FTIR. Sebelum dilakukan analisis terhadap sampel, terlebih dahulu melakukan scanning background udara yang bertujuan untuk menghindari adanya variasi spektra antara sampel satu dan lainnya. Setelah itu analisis sampel dilakukan dengan cara sampel diteteskan sebanyak 2 tetes dengan menggunakan pipet tetes pada plat

        KBr. Lalu plat dipasang pada alat spektroskopi FTIR untuk

        demountable

      • 1

        diukur absorbansinya pada bilangan gelombang 3010-3000 cm , 1120-1095

      • 1 -1

        cm dan 975-965 cm dengan scanning sebanyak 32 kali dan resolusi 16 cm

        1 .

        Analisis dengan PCA dan PLS selanjutnya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan deteksi keberadaan lemak babi dalam kuah bakso sapi. Prosedur PCA pada dasarnya bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang dianalisis dengan cara mereduksi data multivariat ketika antar variabel mengalami korelasi. Ide yang mendasari PCA yaitu menemukan komponen utama (principle component, PC) yang merupakan kombinasi liner variabel-variabel asal yang menggambarkan tiap spesimen (Rohman, 2014).

        Data dianalisis dengan menggunakan software Minitab 16 dan data yang digunakan dalam analisis PCA berupa data absorbansi pada bilangan

      • 1 -1 -1

        gelombang 3010-3000 cm , 1120-1095 cm dan 975-965 cm . Rentang tersebut dipilih untuk mengurangi variabel data dan mempermudah pengelompokkan data ketika data dimasukkan dalam PCA. Data absorbansi yang digunakan dalam analisis PCA sebanyak 5 data absorbansi, yaitu

      • 1 -1

        absorbansi pada daerah bilangan gelombang 964,41 cm ; 1118,71 cm ;

      • 1 -1 -1 2954,95 cm ; 3001,24 cm ; dan 3008,95 cm .

        Gambar 11. Hasil analisis score plot pca antara lemak babi 100%, lemak babi 50%, lemak sapi 100%, dan sampel bakso.

        Gambar 12.Hasil analisis score plot pca antara lemak babi 100- 0% (lemak sapi 100%) dan sampel bakso.

        Dari hasil score plot PCA yang dapat dilihat pada gambar 11 menunjukkan bahwa analisis lemak babi dalam bakso memberikan hasil berupa sampel terbagi menjadi 4 kuadran. Pada kuadran kiri atas terdapat sampel13 yang letaknya berada dekat dengan lemak babi 100%. Kemudian pada kuadran kanan atas terdapat sampel 10 yang letaknya berdekatan dengan lemak babi 50%. Semakin dekat jarak antar titik maka semakin dekat pula hubungan yang dimiliki oleh antar sampel yang dianalisis. Oleh karena itu hasil analisis kualitatif menggunakan PCA, sampel 10 dan sampel 13 menunjukkan adanya kandungan lemak babi. Selain itu dilihat secara visual pada hasil spektra sampel 10 dan sampel 13 mempunyai kemiripan dengan lemak babi yang ditunjukkan dengan adanya puncak spesifik daerah babi

      • 1 -1

        yang muncul pada bilangan gelombang 3010-3000 cm , 1120-1095 cm dan

      • 1 975-965 cm yang ditandai dengan garis merah pada gambar 13 dan 14.

        Gambar 13. Spektra FTIR sampel bakso 10 yang positif mengandung lemak babi pada

      • -1 -1 bilangan gelombang 3010-3000 cm dan 1120-1095 cm . Hasil spektra menunjukkan adanya puncak spesifik babi.

        Gambar 14. Spektra FTIR sampel bakso 13 yang positif mengandung lemak babi pada

      • -1 -1 bilangan gelombang 3010-3000 cm dan 1120-1095 cm . Hasil spektra menunjukkan adanya puncak spesifik babi.
      •   Kemudian pada kuadran kanan bawah pada daerah sapi (Gambar 11) terdapat sampel 1, 4, 5, dan 6.Sedangkan kuadran kiri bawah terdapat sampel 2, 3, 7, 8, 9, dan 12. Pada kuadran kiri bawah tersebut tidak diketahui termasuk kedalam daerah sapi atau babi. Oleh karena itu, untuk memastikan kebenarannya, dilakukan analisis kualitatif dengan PCA menggunakan data absorbansi dari seri konsentrasi lemak babi 100 – 0% (Gambar 12). Hasil yang diperoleh yaitu pada sampel 2, 3, 7, 8, 9, dan termasuk kedalam daerah sapi. Sampel yang berada jauh letaknya dengan letak lemak babi atau lemak sapi, dapat dikarenakan jaringan lemak yang digunakan pada pembuatan bakso berbeda dengan jaringan lemak yang digunakan pada pembuatan standar lemak babi dan lemak sapi sehingga absorbansi yang dihasilkan pun berbeda dan terpisah ketika dimasukkan dalam PCA. Kemudian untuk sampel 3, 8 dan 9 berada pada satu titik dikarenakan tidak terdapat data absorbansi pada bilangan gelombang yang ditentukan untuk analisis PCA. Maka hasil analisis kuatitatifnya dengan menggunakan PCA, berada pada satu titik.

          Analisis kuantitatif lemak babi dalam bakso dengan menggunakan PLS

        • 1 -1

          pada bilangan gelombang 3010-3000 cm , 1120-1095 cm , dan 975-965 cm

          1

          dilakukan dengan menggunakan software chemometric dengan cara memasukkan data spektra sampel satu persatu dengan kalibrasi seri konsentrasi lemak babi 100 – 0%.

          

        Tabel 6. Kandungan lemak babi dalam sampel bakso hasil analisis kuantitatif

        menggunakan kalibrasi PLSpada bilangan gelombang 3000-3010 cm

        • -1 , 1095- 1120 cm -1

          dan 975-965 cm

        • -1 .

          Sampel Kadar Lemak Babi Prediksi PLS (%v/v) Kadar Lemak Babi Dalam 50 g Sampel (%v/v)

          

        1 45,806 0,458

        2 42,488 0,849

        3 41,198 0,411

        4 42,241 1,031

        5 43,536 0,872

        6 45,197 0,451

        7 42,528 1,021

        8 39,919 0,958

        9 39,076 0,937

        10 46,039 1,473

          

        11 36,184 0,723

        12 34,994 1,049

        13 46,072 1,842

          Pada hasil analisis kuantitatif dengan menggunakan PLS (Tabel 6) tersebut diproleh hasil pada sampel 10 dengan kadar lemak babi dalam sampel sebesar 1,473% dan pada sampel 13 sebesar 1,842%. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisis kualitatif dengan PCA yang menyebutkan pada sampel 10 dan 13 mempunyai nilai kedekatan tertinggi dengan lemak babi. Sementara itu kandungan lemak babi terkecil diperoleh pada sampel 6 dengan kadar lemak babi dalam sampel sebesar 0,451%