PROSES OPTIMASI ADSORPSI LOGAM Pb OLEH L
PROSES OPTIMASI ADSORPSI LOGAM Pb OLEH LIMBAH
CANGKANG SOTONG (Sepia recurvirostra) DALAM LARUTAN
Dedy Citra Permata , Refinela, Admin Alifb
aLaboratorium
bLaboratorium
Kimia Fisika, Jurusan Kimia MIPA, Universitas Andalas
Elektrokimia, Jurusan Kimia MIPA, Universitas Andalas
e-mail : [email protected]
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
Research about adsorption of metal ion Pb (plumbum) by cuttlefish shell has been investigated
through batch experiment. Characterization of cuttlefish shell was evaluated using Fourier
Transform Infrared (FTIR) and Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-Ray (SEMEDX), estimated the active functional group was –OH and C=O. Based on the experiment
optimum condition adsorption metal ion Pb(II) was pH 4, adsorben dosage 0,2 gram, initial
consentration of metal ion solution 175 mg/L, contact time 30 minute and temperature 25⁰C with
maximum adsorption capacity 41,5767 mg/g.. Measuring of metal ion concentration evaluated
using Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS). This research show that cuttlefish shell could be
employed as an efficient adsorbent for removal heavy metal ion.
Keyword : Adsorption, Cuttlefish shell, Plumbum, adsorption capacity
I. PENDAHULUAN
Pencemaran air oleh logam berat telah lama
menjadi masalah serius yang perlu
ditanggulangi. Logam berat pencemar
lingkungan terdiri dari beberapa unsur
yang dikategorikan atas pencemar prioritas
tinggi, sedang dan rendah yang umumnya
terlarut dalam air dalam berbagai senyawa.
Toksisitas
logam
pada
manusia
menyebabkan beberapa akibat negatif,
tetapi yang terutama adalah timbulnya
kerusakan jaringan, terutama jaringan
detoksikasi dan ekskresi (hati dan ginjal). [1]
Salah satu logam pencemar prioritas tinggi
adalah logam berat timbal (Pb). Akumulasi
Pb pada tubuh manusia akan menimbulkan
berbagai dampak yang merugikan bagi
kesehatan, diantaranya kerapuhan tulang,
rusaknya kelenjar reproduksi, kerusakan
otak, dan keracunan akut pada sistem saraf
pusat. [2]
Beberapa metode kimia maupun biologi
telah dicoba untuk menanggulangi logam
berat yang terdapat di dalam limbah,
diantaranya adsorpsi, pertukaran ion, dan
pemisahan dengan membran. Proses
adsorpsi lebih banyak digunakan karena
lebih ekonomis. [3]
Pemanfaatan
sistem
adsorpsi
untuk
pengambilan ion logam-logam berat dari
perairan telah banyak dilakukan. Proses
adsorpsi lebih banyak dipakai dalam
industri karena mempunyai beberapa
keuntungan, yaitu lebih ekonomis dan juga
tidak menimbulkan efek samping yang
beracun. Pada proses
adsorpsi ini
diperkirakan beberapa senyawa pada
biosorben yang dapat menjadi penyerap
logam berat tersebut. Selain itu juga
dimungkinkan
terjadinya
proses
ion
exchange pada adsorpsi tersebut.
Dari
sejumlah
penelitian
mengenai
biosorpsi, masih sedikit penggunaan bagian
tubuh dari makhluk hidup yang dapat
menimbulkan limbah sebagai biosorbennya.
Untuk mengetahui apakah suatu biosorben
mampu mengadsorpsi logam diperlukan
analisa terlebih dahulu dengan FTIR dan
SEM-EDX untuk melihat gugus fungsi dan
elemen yang terkandung didalam biosorben
tersebut.
II. Metodologi Penelitian
2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi
NaOH, NH4OH, HCl, Aquabides bebas
pirogen, Garam Pb(NO3)2 sebagai prekursor
logam Pb, dan cangkang sotong.
Neraca Analitis, SEM-EDX, water shaker,
FTIR, SSA dan alat-alat gelas.
2.2. Prosedur penelitian
Persiapan Biosorben
Cangkang sotong dihaluskan, diayak hingga
mendapatkan ukuran 125 µm, dicuci
dengan
aquabides,
disaring,
produk
dikarakterisasi dengan FTIR. Dilanjutkan
dengan pencucian menggunakan alkohol
96%, lalu dipanaskan pada suhu ± 800C
selama 24 jam. Produk kering dicuci dengan
HCl 1 M, disaring, lalu dicuci dengan
aquabides hingga pH netral, dikeringkan
pada suhu ± 800C selama 24 jam dan
kemudian dilakukan karakterisasi dengan
SEM-EDX. Pada biosorben yang telah
digunakan untuk adsorpsi juga dilakukan
karakterisasi dengan FTIR.
Prosedur Biosorpsi
Sebanyak 50 mL larutan Pb(II) 50 mg/L
dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL,
diatur pH larutan dengan penambahan
NaOH/NH4OH 1 M
atau HCl 1 M.
Selanjutnya, ditambahkan 1 gram adsorben.
Campuran dishaker dengan waktu tertentu,
kemudian dihentikan. Setelah setimbang
dilakukan
penyaringan.
Pada
filtrat
ditentukan konsentrasi sisa ion logam Pb(II)
dengan
menggunakan
Spektroskopi
Serapan Atom (SSA).
Persentase Pb yang hilang di hitung dengan
menggunakan rumus :
% Pb(II) yang hilang = [ ( Ci – Ce) / Ci]
x100%
Dimana, Ci = Konsentrasi awal Ion logam
Ce
= Konsentrasi setelah
setimbang
Kapasitas
adsorpsi
dihitung
dengan
perhitungan sebagai beriukut :
Penentuan pengaruh pH terhadap proses
biosorpsi dilakukan dengan variasi pH 4-8
terhadap larutan adsorbat. Dimana waktu
kontak yang digunakan adalah 1 jam dan
konsentrasi awal larutan Pb(II) adalah 50
mg/L. Penentuan pengaruh dosis adsorben
terhadap proses biosorpsi dengan variasi
0,2-1 gram dengan waktu kontak yang
digunakan adalah 1 jam dan pH yang
digunakan sesuai dengan pH optimum
yang di dapatkan pada prosedur optimasi
pH dan konsentrasi awal larutan garam
yang digunakan adalah
50
mg/L.
Penentuan pengaruh konsentrasi awal
larutan Pb(II) terhadap proses biosorpsi
dengan variasi 25-200 mg/L. Prosedur
dengan waktu kontak yang digunakan
adalah 1 jam dan pH yang digunakan sesuai
dengan pH optimum yang di dapatkan
pada prosedur optimasi pH, dan dosis
adsorben yang digunakan sesuai dengan
dosis optimum yang di dapatkan pada
proses optimasi dosis adsorben. Penentuan
pengaruh waktu kontak terhadap proses
biosorpsi dengan variasi 5-90 menit dimana
pH, dosis adsorben dan konsentrasi awal
larutan garam, yang digunakan sesuai
dengan yang didapatkan pada prosedur
optimasi
masing-masing
parameter
tersebut. Untuk Penentuan termodinamika
dilakukan variasi suhu 25-40°C dengan
interval 5°C dimana waktu kontak, pH,
konsentrasi awal larutan garam dan dosis
adsorben digunakan sesuai dengan yang
didapatkan pada prosedur optimasi masingmasing parameter tersebut.
III. Hasil dan Pembahasan
3.1 Karakterisasi Cangkang Sotong
Karakterisasi cangkang sotong dilakukan
denga FTIR dan EDX. Spektrum FTIR
cangkang
sotong
dengan
pencucian
akuabides dan setelah proses adsorpsi
logam Pb(II) digunakan untuk menentukan
jenis gugus fungsi yang terdapat pada
cangkang sotong tersebut, hasil analisa FTIR
dapat dijelaskan oleh gambar 4.1 dan 4.2.
Pada gambar tersebut terlihat bahwa
munculnya puncak pada daerah 3422 cm-1
menandakan adanya gugus –OH, pada
daerah 2918 cm-1 menandakan adanya
puncak –CH3, dan pada daerah 1788 cm-1
menandakan
adanya
puncak
C=O.
Karakterisasi dengan FTIR setelah dan
sebelum adanya proses adsorpsi tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan,
hal ini dikarenakan pada penelitian ini
proses adsorpsi yang terjadi merupakan
interkasi fisika. Hasil dar FTIR ini juga
diperkuat dengan analisa kandungan unsur
cangkang sotong dengan menggunakan
EDX.[15][16]
Gambar 4.1 Spektrum FTIR cangkang sotong dengan
pencucian akuabides
Pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa dalam
cangkang sotong tersebut terdapat C, N, O,
Cl dan Ca, hasil analisa ini bersesuaian
dengan analisa FTIR yang telah dilakukan.
Unsur yang paling besar terdapat dalam
cangkang sotong adalah Ca dengan massa
47,12 %, kemudian O dengan massa 40,98 %.
Hasil karakterisasi cangkang sotong dengan
EDX mempunyai kesesuaian dengan
karakterisasi FTIR.
3.2. Analisa Hasil Optimasi
3.2.1 Optimasi pH
Tingkat distribusi kosentrasi Hidrogen
didalam larutan adalah faktor yang
mempengaruhi proses adsorpsi. Kapasitas
adsorpsi logam akan berbeda pada setiap
tingkat keasaman. Oleh karena itu, kondisi
keasamaan optimum untuk proses adsorpsi
Pb(II) dari larutan perlu diteliti. Dari
percobaan yang telah dilakukan diperoleh
grafik seperti pada gambar 4.4
2.5
q (mg/g)
2
1.5
1
0.5
Gambar 4.2 Spektrum FTIR cangkang sotong setelah
proses adsorpsi
0
3
Analisa EDX bertujuan untuk mengetahui
komposisi dari adsorben tersebut. Hasil
analisa diperlihatkan pada gambar 4.8
Gambar 4.3 Karakterisasi EDX cangkang sotong
4
5
6
7
8
9
pH
Gambar 4.4 Pengaruh pH terhadap proses adsorpsi
logam Pb(II) dari larutan
dengan
dosis adsorben 1 gram, konsentrasi awal
larutan logam 50 mg/L, waktu kontak 1
jam, suhu ±30⁰C dan kecepatan shaker
125 rpm
Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa
semakin tinggi pH kapasitas penyerapan
logam Pb(II) oleh cangkang sotong semakin
menurun, hal ini terjadi karena yang
dihitung kapasitas penyerapan ion Pb (II)
oleh cangkang sotong, bukan jumlah ion Pb
(II) yang diserap. Namun pada pH 6 terjadi
penurunan
kapasitas
yang
dratis,
disebabkan karena pada pH 6 ion logam
Pb(II) lebih banyak yang mengendap
dibandingkan yang terserap. Sebelum
dilakukan proses adsorpsi pada variasi pH,
juga di lakukan kontrol pada masingmasing pH untuk mengetahui seberapa
banyak logam yang mengendap pada setiap
pH, sehingga dapat ditentukan jumlah ion
Pb(II)
teradsorpsi oleh biosorben.
Optimumnya didapatkan pada pH 4 dengan
kapasitas adsorpsi 2,390 mg/g. Keadaan ini
kemungkinan terjadi karena pada pH makin
tinggi maka larutan akan bersifat basa
sehingga kelarutan Pb makin kecil akibat
terbentuknya endapan Pb(OH)2. Hal ini
memungkinkan Pb yang terserap semakin
sedikit.[24]
Pada penelitian ini telah dilakukan
pengujian konsentrasi dari ion logam yang
mengendap yang kemudian dijadikan
sebagai kontrol, sehingga dapat ditentukan
jumlah ion Pb(II) bersih teradsorpsi. Dari
data percobaan didapatkan kesimpulan
pada keadaan pH tinggi ion logam tersebut
hanya sedikit yang teradsorpsi karena
sebagian
besarnya
mengalami
pengendapan.
seiring bertambahnya dosis adsorben, hal
ini di sebabkan karena yang dihitung
jumlah ion logam yang teradsorpsi dalam 1
gram adsroben (mg/g), bukan jumlah ion
logam yang diserap. Kondisi optimum
untuk dosis adsorben ialah 0,2 gram dengan
kapasitas penyerapan sebesar 12,018 mg/g.
Dosis 0,2 gram merupakan kondisi ideal
bagi adsorben cangkang sotong untuk dapat
menyerap ion Pb(II) dengan kosentrasi awal
50 mg/L dan 50 mL di bandingankan
dengan jumlah dosis yang lain.[25]
3.1.3 Optimasi Konsentrasi Awal Logam
Penentuan kapasitas penyerapan ion logam
oleh adsorben pada variasi kosentrasi
dilakukan pada pH dan dosis optimum,
untuk menentukan kapasitas adsorpsi dari
adsorben, diamati pola adsorpsi oleh
adsorben dengan memvariasikan kosentrasi
awal larutan Pb(II). Pada penelitian ini
digunakan beberapa variasi konsentrasi
awal Pb(II) yaitu 25-200 mg/L.
45
40
35
30
q (mg/g)
3.1.2 Optimasi Dosis Adsorben
Faktor lain yang mempengaruhi kapasitas
adsorpsi logam adalah dosis adsorben..
Pengaruh dosis adsorben tersebut dapat
dilihat dari gambar 4.5.
25
20
15
10
5
0
0
25
50
75
100 125 150 175 200 225
C awal (mg/L)
Gambar 4.6 Pengaruh konsentrasi awal ion logam terhadap
proses adsorpsi logam Pb(II) dari larutan
dengan pH 4, dosis adsorben 0,2 g, waktu
kontak 1 jam, suhu ±30⁰C dan kecepatan
shaker 125 rpm
Gambar 4.5 Pengaruh dosis adsorben terhadap proses
adsorpsi logam Pb(II) dari larutan dengan
pH 4, konsentrasi awal larutan logam 50
mg/L, waktu kontak 1 jam, suhu ±30⁰C dan
kecepatan shaker 125 rpm
Dari Gambar 4.5 dapat dilihat
bahwa kapasitas adsorpsi semakin menurun
Dari Gambar 4.6 dapat dilihat
bahwa kapasitas terus meningkat dengan
peningkatan kosentrasi awal ion logam.
Kapasitas maksimum penyerapan ion logam
Pb(II) terlihat pada konsentrasi 175 mg/L
dengan kapasitas adsorpsi 39,838 mg/g.
Adsorben memiliki sejumlah situs aktif
dimana tiap situs aktif memiliki probabilitas
yang sama untuk berikatan dengan molekul
adsorbat. Selama situs aktif belum jenuh
oleh adsorbat, maka kenaikan konsentrasi
adsorbat akan diikuti pula dengan kenaikan
jumlah adsorbat yang diikat. Jika semua
situs aktif telah mengikat molekul adsorbat,
maka kenaikan konsentrasi adsorbat tidak
lagi diikuti pertambahan jumlah molekul
teradsorpsi. [26] Penurunan kapasitas terjadi
pada konsentrasi > 175 mg/L yang mana
terjadi algomerasi ion Pb(II)
pada adsorben sudah terisi penuh oleh ion
Pb(II), kondisi ini dianggap telah mencapai
kesetimbanga untuk adsorpsi. [27]
3.1.5 Optimasi Suhu
Pengaruh suhu pada proses adsorpsi ion
logam Pb(II) dapat dilihat pada grafik
berikut.
44
3.1.4 Optimasi Waktu Kontak
Pengaruh waktu kontak penyerapan logam
Pb(II) dapat dilihat pada grafik berikut.
42
q (mg/g)
40
45
40
38
36
35
34
q (mg/g)
30
32
25
20
30
20
25
30
35
40
45
15
T (C)
10
Gambar 4.5 Pengaruh suhu terhadap proses adsorpsi
logam Pb(II) dari larutan dengan pH 4,
dosis adsorben 0,2 g, konsentrasi awal ion
logam 175 mg/L, waktu kontak 30 menit,
kecepatan shaker 125 rpm
5
0
0
15
30
45
60
75
t (menit)
90
105
Gambar 4.7 Pengaruh waktu kontak terhadap proses
adsorpsi logam Pb(II) dari larutan dengan
pH 4, dosis adsorben 0,2 g, konsentrasi
awal ion logam 175 mg/L, suhu ±30⁰C dan
kecepatan shaker 125 rpm
Dari grafik dapat dilihat kondisi
optimum waktu kontak proses adsorpsi ion
logam Pb(II) didapatkan pada waktu 30
menit dengan kapasitas adsorpsi 41,512
mg/g. Grafik juga meperlihatkan bahwa
semakin lama waktu interaksi antara
biosorben dengan larutan ion logam maka
semakin besar pula kapasitas penyerapan
ion logam tersebut. Pada menit-menit awal
adsorpsi Pb (II) oleh cangkan sotong
menunjukan kenaikan jumlah Pb (II) yang
teradsorpsi secara seginifikan. hal ini
diduga karena jumlah situs aktif yang
tersedia pada permukaan adsorben masih
banyak yang belum terisi atau kondisinya
belum jenuh sehingga memudahkan Pb (II)
untuk berinteraksi dengan adsorben. Setelah
30 menit, jumlah ion Pb (II) yang teradsopsi
terlihat relatif tetap seiring bertambahnya
waktu kontak. Hal ini disebabkan situs aktif
Pada grafik dapat dilihat bahwa
semakin tinggi suhu, maka kapasitas
penyerapannya juga semakin kecil. Pada
percobaan ini dapat dilihat bahwa kapasitas
maksimum penyerapan logam Pb(II) oleh
cangkang sotong adalah pada suhu 25⁰C
dengan
kapasitas
penyerapan
maksimumnya
adalah
41,577
mg/g,
menandakan bahwa reaksi penyerapan ini
merupakan reaksi eksotermik, karena dapat
dilihat bahwa kapasitas penyerapan akan
menurun seiring dengan penambahan suhu.
[28]. Hal ini dikarenakan pada suhu tinggi
pergerakan dari partikel logam menjadi
lebih cepat sehingga kemungkinan kontak
antara logam dan biosorben semakin sedikit
[29]
.
IV. Kesimpulan
Optimasi proses adsorpsi ion logam Pb(II)
oleh cangkang sotong didapatkan kondisi
pH optimum 4, dosis adsorben 0,2 gram,
konsentrasi awal ion logam 175 mg/L,
waktu kontak optimum untuk mencapai
kesetimbangan 30 menit, dan temperatur
optimum 25°C dengan kapasitas adsorpsi
maksimum
adalah
41,5767
mg/g.
Karakterisasi cangkang sotong dengan FTIR
dan SEM-EDX, diduga gugus yang berperan
aktif dalam proses adsorpsi adalah gugus –
OH dan C=O. Penggunaan limbah
cangkang
sotong
sebagai
adsorben
tampaknya lebih ekonomis dan merupakan
alternatif yang bermanfaat. Penelitian ini
berhasil menunjukkan bahwa cangkang
sotong dapat digunakan menjadi adsorben
yang lebih efisien untuk penghilangan Pb(II)
dari limbah air.
Publisher LTD. London and New York.
1991
7.
Apriadi, Dandy, Kandungan Logam
Berat Hg, Pb dan Cr pada Air, Sedimen
dan Kerang Hijau (Perna viridis L.) di
Perairan Kamal Muara Teluk Jakarta,
Skripsi , Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelutan, Bogor,2011
8.
Rohilan, I, Keadaan Sifat Fisika dan
Kimia Perairan di Pantai Zona Industri
Krakatau Steel Cilegon. Skripsi. Program
Studi
Ilmu
Kelautan,
Fakultas
Perikanan, Institut Pertanian Bogor,
1992.
9.
EPA,
Water
qualitiy
criteria.
Environmental protection agency. Ecology
research series. Washington, 1973.
V. Ucapan terima kasih
Saya sangat berterima kasih kepada analis
laboratorium terpadu kopertis wilayah X
dan kepada DIKTI yang telah mendanai
penelitian ini
Referensi
1. Darmono. Logam dalam sistem mahluk
hidup. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta, 1995, Hal. 10-12, 21-23, 26
2.
Sembodo, Bregas. Model Kinetika
Langmuir untuk Adsorpsi Timbal pada
Abu Sekam Padi, Skripsi, Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik UNS, 2006Raya,
Indah.,
Ramlan,
2012,
The
Bioaccumulation Of Cd(II) Ions On
Euchema
Cottoni Seaweed, Marina
Chi,ica Act, Vol.13, No.2
3.
Danorta dan Enny Kriswiyanti, Model
Kesetimbangan Adsorpsi Cr dengan
Rumput Laut, Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik UNS, 2007.
4.
Nurzakiah, Komposisi Asam Lemak
dan
Kolesterol
Sotong
(Sepia
recurvirostra), Skripsi, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelutan, Bogor.2009
5.
Jereb P, Roper CFE, Cephalopods of the
world, FAO Species Catalogue for Fishery
Purpose, 2005, No.4, Vol.1 : 114-115
6.
Reilly, C. Metal contamination food,
Second edition, Elsevier
science
10. Wijaanto, Yogi Rifki, Darjito dan Yuniar
Ponco Prananto, Pengaruh pH dan Waktu
Kontak pada Adosrpsi Pb(II) Menggunakan
Limbah Adsorben Kitin Terfosforilasi dari
Limbah Cangkang Bekicot (achatina fulica).
Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Brawijawa, 2013
11. Herman, D.Z, Tinjauan Terhadap Tailing
Mengandung Unsur Pencerman Arsen
(As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan
Kadmium (Cd) dari Sisa Pengolahan Biji
Logam, Pusat Sumber Daya Geologi,
Bandung), 2006.
12. Kundari, Noor Anis dan Slamet
Wiyuniata,
Tinjauan
Kesetimbangan
Adsorpsi Tembaga dalam Limbah Pencuci
PCB dengan Zeolit, Sekolah Tinggi
Teknologi Nuklir, Batan, 2008
13. Seseno, Hadi Prasetyo, Model Adsorpsi
Mn+2, Cd+2 dan Hg+2 dalam Sistem AirSedimen di Sepanjang Sungai Code
Yogyakarta, Jurusan Teknik Lingkungan,
Fakultas Sains Terapan, Jurnal Teknologi,
2011 Volume 4 Nomor 2, hal 174-179
14. Anonym, Adsorpsi Kimia Fisik II Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Lampung, 2008
15. DUYGU,
Dilek(Yalcin).,
Tualay,
BAYKAL., Ilkay, ACIKGOZ., Kazim,
YILDIZ., [review], 2009,
Fourier
Transform Infrared (FT-IR) Spectroscopy
for Biological Stuies, , Vol. 22, No.3 : 117121
16. Areekijseree, Mayuva., Kamolchanok,
Panishkan.,
Natdhera,
Sanmanee.,
Kanokporn,
Swangjang.,
2009,
Microanalysis by SEM-EDX on Structure
and
Elemental
Composition
of
SoilsfromDifferent Agriculture Areass in
The Western Region of Thailand, Journal of
Microscopy Society of Thailand, Vol. 23,
No.1: 152-156
17. Gandjar, I, G dan Rohman, A. Kimia
Farmasi Analisis. Cetakan Pertama.
Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2007, Hal. 2223.
18. Mohsin Kazmi, Nadeem Feroze, Hassan
Javed, Muhammad Zafar And Naveed
Ramzan, Biosorption of Copper (II) on Dry
Fruit by Product: Characterization, Kinetic
and Equilibrium Studies, 2012, No.6, Vol. 34,
hal 1356-1365
19. Hossain, M.A. H. H. Ngo, W. S. Guo. T. V.
Nguyen. Biosorption of Cu(II) From Water
by Banana Peel Based Biosorbent :
Experiment and Models of Adsorption
and Desorption, Journal of Water
Sustainability, Vol.2: 87-104
20. Goldstein, J. I., et al. Scanning Electron
Microscopy and X-ray Micronalysis, 3rd ed,
Plenum Press, New York. 2003
21. Desi Anggraeni, Nuha , Analisa SEM
(Scanning Electron Microscopy) dalam
Pemantauan Proses Oksidasi Magnetite
Menjadi Hematite, Kampus ITENAS
Bandung. 2008,
22. Tucker,
Maurice,
Techniques
in
Sedimentology,
Blackwell
Scientific
Publication, Oxford/London, England,
23. Bijaksana, S., Rock Magnetic Methods for
Environmental Studies. ASEANIP Regional
Seminar on the Physics of Metals and
Alloys, 1996.
24. Tangio, Julhim S, Adsorpsi Logam Berat
Timbal (Pb) dengan Menggunakan Biomassa
Enceng Gondok (Eichhornia crassipes),
Jurusan Kimia Fakultas Metematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Gorongtalo, 2012.
25. Afrianita. Reri, Yommi Dewilda dan
Rafiola Fitri, Efisiensi dan Kapasitas
Penyerapan Fly Ash sebagai Adsorben dalam
Penyisihan Logam Timbal (Pb) Limbah Cair
Industri, Jurusan Teknik Lingkungan
Universitas Andalas, Padang, 2013, Hal 6.
26. Utami. Umi Baroroh Lili, Taufiqur
Rohman dan Mahmud , Adsorpsi Pb(II)
oleh Kitosan Terlapiskan pada Arang Aktif
Cangkang Sawit, Program Studi Kimia
FMIPA Universitas Lambung Mangkurat ;
Banjarbaru, 2009.
27. Nurlamba. Nessha Siti, Zackiyah, dan
Wiwi Siswaningsih. Kajian Kinetika
Interaksi Kitosan-Bentonit dan Adsorpsi
Diazinon
Terhadap
Kitosan-Bentonit,
Progam Sutdi Kimia, Jurusan Pendidikan
Kimia, Univeristas Pendidikan Indonesia.
2010
28. Diantariani, N.P, Proses Biosorpsi dan
Desorpsi Ion Cr(VI) Pada Biosorben Rumput
Laut Euchema spinosum, 2008, No.1, Vol.2:
45-52
29. Rao, K.S. S.Anand. P Venkateswarlu,
Equilibrium and kinetic studies for Cd(II)
adsorption from aqueous solution on
Terminalia catappa Linn leaf powder
biosorbent, 2010, Vol.17, hal 329-336.
CANGKANG SOTONG (Sepia recurvirostra) DALAM LARUTAN
Dedy Citra Permata , Refinela, Admin Alifb
aLaboratorium
bLaboratorium
Kimia Fisika, Jurusan Kimia MIPA, Universitas Andalas
Elektrokimia, Jurusan Kimia MIPA, Universitas Andalas
e-mail : [email protected]
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
Research about adsorption of metal ion Pb (plumbum) by cuttlefish shell has been investigated
through batch experiment. Characterization of cuttlefish shell was evaluated using Fourier
Transform Infrared (FTIR) and Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-Ray (SEMEDX), estimated the active functional group was –OH and C=O. Based on the experiment
optimum condition adsorption metal ion Pb(II) was pH 4, adsorben dosage 0,2 gram, initial
consentration of metal ion solution 175 mg/L, contact time 30 minute and temperature 25⁰C with
maximum adsorption capacity 41,5767 mg/g.. Measuring of metal ion concentration evaluated
using Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS). This research show that cuttlefish shell could be
employed as an efficient adsorbent for removal heavy metal ion.
Keyword : Adsorption, Cuttlefish shell, Plumbum, adsorption capacity
I. PENDAHULUAN
Pencemaran air oleh logam berat telah lama
menjadi masalah serius yang perlu
ditanggulangi. Logam berat pencemar
lingkungan terdiri dari beberapa unsur
yang dikategorikan atas pencemar prioritas
tinggi, sedang dan rendah yang umumnya
terlarut dalam air dalam berbagai senyawa.
Toksisitas
logam
pada
manusia
menyebabkan beberapa akibat negatif,
tetapi yang terutama adalah timbulnya
kerusakan jaringan, terutama jaringan
detoksikasi dan ekskresi (hati dan ginjal). [1]
Salah satu logam pencemar prioritas tinggi
adalah logam berat timbal (Pb). Akumulasi
Pb pada tubuh manusia akan menimbulkan
berbagai dampak yang merugikan bagi
kesehatan, diantaranya kerapuhan tulang,
rusaknya kelenjar reproduksi, kerusakan
otak, dan keracunan akut pada sistem saraf
pusat. [2]
Beberapa metode kimia maupun biologi
telah dicoba untuk menanggulangi logam
berat yang terdapat di dalam limbah,
diantaranya adsorpsi, pertukaran ion, dan
pemisahan dengan membran. Proses
adsorpsi lebih banyak digunakan karena
lebih ekonomis. [3]
Pemanfaatan
sistem
adsorpsi
untuk
pengambilan ion logam-logam berat dari
perairan telah banyak dilakukan. Proses
adsorpsi lebih banyak dipakai dalam
industri karena mempunyai beberapa
keuntungan, yaitu lebih ekonomis dan juga
tidak menimbulkan efek samping yang
beracun. Pada proses
adsorpsi ini
diperkirakan beberapa senyawa pada
biosorben yang dapat menjadi penyerap
logam berat tersebut. Selain itu juga
dimungkinkan
terjadinya
proses
ion
exchange pada adsorpsi tersebut.
Dari
sejumlah
penelitian
mengenai
biosorpsi, masih sedikit penggunaan bagian
tubuh dari makhluk hidup yang dapat
menimbulkan limbah sebagai biosorbennya.
Untuk mengetahui apakah suatu biosorben
mampu mengadsorpsi logam diperlukan
analisa terlebih dahulu dengan FTIR dan
SEM-EDX untuk melihat gugus fungsi dan
elemen yang terkandung didalam biosorben
tersebut.
II. Metodologi Penelitian
2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi
NaOH, NH4OH, HCl, Aquabides bebas
pirogen, Garam Pb(NO3)2 sebagai prekursor
logam Pb, dan cangkang sotong.
Neraca Analitis, SEM-EDX, water shaker,
FTIR, SSA dan alat-alat gelas.
2.2. Prosedur penelitian
Persiapan Biosorben
Cangkang sotong dihaluskan, diayak hingga
mendapatkan ukuran 125 µm, dicuci
dengan
aquabides,
disaring,
produk
dikarakterisasi dengan FTIR. Dilanjutkan
dengan pencucian menggunakan alkohol
96%, lalu dipanaskan pada suhu ± 800C
selama 24 jam. Produk kering dicuci dengan
HCl 1 M, disaring, lalu dicuci dengan
aquabides hingga pH netral, dikeringkan
pada suhu ± 800C selama 24 jam dan
kemudian dilakukan karakterisasi dengan
SEM-EDX. Pada biosorben yang telah
digunakan untuk adsorpsi juga dilakukan
karakterisasi dengan FTIR.
Prosedur Biosorpsi
Sebanyak 50 mL larutan Pb(II) 50 mg/L
dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL,
diatur pH larutan dengan penambahan
NaOH/NH4OH 1 M
atau HCl 1 M.
Selanjutnya, ditambahkan 1 gram adsorben.
Campuran dishaker dengan waktu tertentu,
kemudian dihentikan. Setelah setimbang
dilakukan
penyaringan.
Pada
filtrat
ditentukan konsentrasi sisa ion logam Pb(II)
dengan
menggunakan
Spektroskopi
Serapan Atom (SSA).
Persentase Pb yang hilang di hitung dengan
menggunakan rumus :
% Pb(II) yang hilang = [ ( Ci – Ce) / Ci]
x100%
Dimana, Ci = Konsentrasi awal Ion logam
Ce
= Konsentrasi setelah
setimbang
Kapasitas
adsorpsi
dihitung
dengan
perhitungan sebagai beriukut :
Penentuan pengaruh pH terhadap proses
biosorpsi dilakukan dengan variasi pH 4-8
terhadap larutan adsorbat. Dimana waktu
kontak yang digunakan adalah 1 jam dan
konsentrasi awal larutan Pb(II) adalah 50
mg/L. Penentuan pengaruh dosis adsorben
terhadap proses biosorpsi dengan variasi
0,2-1 gram dengan waktu kontak yang
digunakan adalah 1 jam dan pH yang
digunakan sesuai dengan pH optimum
yang di dapatkan pada prosedur optimasi
pH dan konsentrasi awal larutan garam
yang digunakan adalah
50
mg/L.
Penentuan pengaruh konsentrasi awal
larutan Pb(II) terhadap proses biosorpsi
dengan variasi 25-200 mg/L. Prosedur
dengan waktu kontak yang digunakan
adalah 1 jam dan pH yang digunakan sesuai
dengan pH optimum yang di dapatkan
pada prosedur optimasi pH, dan dosis
adsorben yang digunakan sesuai dengan
dosis optimum yang di dapatkan pada
proses optimasi dosis adsorben. Penentuan
pengaruh waktu kontak terhadap proses
biosorpsi dengan variasi 5-90 menit dimana
pH, dosis adsorben dan konsentrasi awal
larutan garam, yang digunakan sesuai
dengan yang didapatkan pada prosedur
optimasi
masing-masing
parameter
tersebut. Untuk Penentuan termodinamika
dilakukan variasi suhu 25-40°C dengan
interval 5°C dimana waktu kontak, pH,
konsentrasi awal larutan garam dan dosis
adsorben digunakan sesuai dengan yang
didapatkan pada prosedur optimasi masingmasing parameter tersebut.
III. Hasil dan Pembahasan
3.1 Karakterisasi Cangkang Sotong
Karakterisasi cangkang sotong dilakukan
denga FTIR dan EDX. Spektrum FTIR
cangkang
sotong
dengan
pencucian
akuabides dan setelah proses adsorpsi
logam Pb(II) digunakan untuk menentukan
jenis gugus fungsi yang terdapat pada
cangkang sotong tersebut, hasil analisa FTIR
dapat dijelaskan oleh gambar 4.1 dan 4.2.
Pada gambar tersebut terlihat bahwa
munculnya puncak pada daerah 3422 cm-1
menandakan adanya gugus –OH, pada
daerah 2918 cm-1 menandakan adanya
puncak –CH3, dan pada daerah 1788 cm-1
menandakan
adanya
puncak
C=O.
Karakterisasi dengan FTIR setelah dan
sebelum adanya proses adsorpsi tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan,
hal ini dikarenakan pada penelitian ini
proses adsorpsi yang terjadi merupakan
interkasi fisika. Hasil dar FTIR ini juga
diperkuat dengan analisa kandungan unsur
cangkang sotong dengan menggunakan
EDX.[15][16]
Gambar 4.1 Spektrum FTIR cangkang sotong dengan
pencucian akuabides
Pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa dalam
cangkang sotong tersebut terdapat C, N, O,
Cl dan Ca, hasil analisa ini bersesuaian
dengan analisa FTIR yang telah dilakukan.
Unsur yang paling besar terdapat dalam
cangkang sotong adalah Ca dengan massa
47,12 %, kemudian O dengan massa 40,98 %.
Hasil karakterisasi cangkang sotong dengan
EDX mempunyai kesesuaian dengan
karakterisasi FTIR.
3.2. Analisa Hasil Optimasi
3.2.1 Optimasi pH
Tingkat distribusi kosentrasi Hidrogen
didalam larutan adalah faktor yang
mempengaruhi proses adsorpsi. Kapasitas
adsorpsi logam akan berbeda pada setiap
tingkat keasaman. Oleh karena itu, kondisi
keasamaan optimum untuk proses adsorpsi
Pb(II) dari larutan perlu diteliti. Dari
percobaan yang telah dilakukan diperoleh
grafik seperti pada gambar 4.4
2.5
q (mg/g)
2
1.5
1
0.5
Gambar 4.2 Spektrum FTIR cangkang sotong setelah
proses adsorpsi
0
3
Analisa EDX bertujuan untuk mengetahui
komposisi dari adsorben tersebut. Hasil
analisa diperlihatkan pada gambar 4.8
Gambar 4.3 Karakterisasi EDX cangkang sotong
4
5
6
7
8
9
pH
Gambar 4.4 Pengaruh pH terhadap proses adsorpsi
logam Pb(II) dari larutan
dengan
dosis adsorben 1 gram, konsentrasi awal
larutan logam 50 mg/L, waktu kontak 1
jam, suhu ±30⁰C dan kecepatan shaker
125 rpm
Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa
semakin tinggi pH kapasitas penyerapan
logam Pb(II) oleh cangkang sotong semakin
menurun, hal ini terjadi karena yang
dihitung kapasitas penyerapan ion Pb (II)
oleh cangkang sotong, bukan jumlah ion Pb
(II) yang diserap. Namun pada pH 6 terjadi
penurunan
kapasitas
yang
dratis,
disebabkan karena pada pH 6 ion logam
Pb(II) lebih banyak yang mengendap
dibandingkan yang terserap. Sebelum
dilakukan proses adsorpsi pada variasi pH,
juga di lakukan kontrol pada masingmasing pH untuk mengetahui seberapa
banyak logam yang mengendap pada setiap
pH, sehingga dapat ditentukan jumlah ion
Pb(II)
teradsorpsi oleh biosorben.
Optimumnya didapatkan pada pH 4 dengan
kapasitas adsorpsi 2,390 mg/g. Keadaan ini
kemungkinan terjadi karena pada pH makin
tinggi maka larutan akan bersifat basa
sehingga kelarutan Pb makin kecil akibat
terbentuknya endapan Pb(OH)2. Hal ini
memungkinkan Pb yang terserap semakin
sedikit.[24]
Pada penelitian ini telah dilakukan
pengujian konsentrasi dari ion logam yang
mengendap yang kemudian dijadikan
sebagai kontrol, sehingga dapat ditentukan
jumlah ion Pb(II) bersih teradsorpsi. Dari
data percobaan didapatkan kesimpulan
pada keadaan pH tinggi ion logam tersebut
hanya sedikit yang teradsorpsi karena
sebagian
besarnya
mengalami
pengendapan.
seiring bertambahnya dosis adsorben, hal
ini di sebabkan karena yang dihitung
jumlah ion logam yang teradsorpsi dalam 1
gram adsroben (mg/g), bukan jumlah ion
logam yang diserap. Kondisi optimum
untuk dosis adsorben ialah 0,2 gram dengan
kapasitas penyerapan sebesar 12,018 mg/g.
Dosis 0,2 gram merupakan kondisi ideal
bagi adsorben cangkang sotong untuk dapat
menyerap ion Pb(II) dengan kosentrasi awal
50 mg/L dan 50 mL di bandingankan
dengan jumlah dosis yang lain.[25]
3.1.3 Optimasi Konsentrasi Awal Logam
Penentuan kapasitas penyerapan ion logam
oleh adsorben pada variasi kosentrasi
dilakukan pada pH dan dosis optimum,
untuk menentukan kapasitas adsorpsi dari
adsorben, diamati pola adsorpsi oleh
adsorben dengan memvariasikan kosentrasi
awal larutan Pb(II). Pada penelitian ini
digunakan beberapa variasi konsentrasi
awal Pb(II) yaitu 25-200 mg/L.
45
40
35
30
q (mg/g)
3.1.2 Optimasi Dosis Adsorben
Faktor lain yang mempengaruhi kapasitas
adsorpsi logam adalah dosis adsorben..
Pengaruh dosis adsorben tersebut dapat
dilihat dari gambar 4.5.
25
20
15
10
5
0
0
25
50
75
100 125 150 175 200 225
C awal (mg/L)
Gambar 4.6 Pengaruh konsentrasi awal ion logam terhadap
proses adsorpsi logam Pb(II) dari larutan
dengan pH 4, dosis adsorben 0,2 g, waktu
kontak 1 jam, suhu ±30⁰C dan kecepatan
shaker 125 rpm
Gambar 4.5 Pengaruh dosis adsorben terhadap proses
adsorpsi logam Pb(II) dari larutan dengan
pH 4, konsentrasi awal larutan logam 50
mg/L, waktu kontak 1 jam, suhu ±30⁰C dan
kecepatan shaker 125 rpm
Dari Gambar 4.5 dapat dilihat
bahwa kapasitas adsorpsi semakin menurun
Dari Gambar 4.6 dapat dilihat
bahwa kapasitas terus meningkat dengan
peningkatan kosentrasi awal ion logam.
Kapasitas maksimum penyerapan ion logam
Pb(II) terlihat pada konsentrasi 175 mg/L
dengan kapasitas adsorpsi 39,838 mg/g.
Adsorben memiliki sejumlah situs aktif
dimana tiap situs aktif memiliki probabilitas
yang sama untuk berikatan dengan molekul
adsorbat. Selama situs aktif belum jenuh
oleh adsorbat, maka kenaikan konsentrasi
adsorbat akan diikuti pula dengan kenaikan
jumlah adsorbat yang diikat. Jika semua
situs aktif telah mengikat molekul adsorbat,
maka kenaikan konsentrasi adsorbat tidak
lagi diikuti pertambahan jumlah molekul
teradsorpsi. [26] Penurunan kapasitas terjadi
pada konsentrasi > 175 mg/L yang mana
terjadi algomerasi ion Pb(II)
pada adsorben sudah terisi penuh oleh ion
Pb(II), kondisi ini dianggap telah mencapai
kesetimbanga untuk adsorpsi. [27]
3.1.5 Optimasi Suhu
Pengaruh suhu pada proses adsorpsi ion
logam Pb(II) dapat dilihat pada grafik
berikut.
44
3.1.4 Optimasi Waktu Kontak
Pengaruh waktu kontak penyerapan logam
Pb(II) dapat dilihat pada grafik berikut.
42
q (mg/g)
40
45
40
38
36
35
34
q (mg/g)
30
32
25
20
30
20
25
30
35
40
45
15
T (C)
10
Gambar 4.5 Pengaruh suhu terhadap proses adsorpsi
logam Pb(II) dari larutan dengan pH 4,
dosis adsorben 0,2 g, konsentrasi awal ion
logam 175 mg/L, waktu kontak 30 menit,
kecepatan shaker 125 rpm
5
0
0
15
30
45
60
75
t (menit)
90
105
Gambar 4.7 Pengaruh waktu kontak terhadap proses
adsorpsi logam Pb(II) dari larutan dengan
pH 4, dosis adsorben 0,2 g, konsentrasi
awal ion logam 175 mg/L, suhu ±30⁰C dan
kecepatan shaker 125 rpm
Dari grafik dapat dilihat kondisi
optimum waktu kontak proses adsorpsi ion
logam Pb(II) didapatkan pada waktu 30
menit dengan kapasitas adsorpsi 41,512
mg/g. Grafik juga meperlihatkan bahwa
semakin lama waktu interaksi antara
biosorben dengan larutan ion logam maka
semakin besar pula kapasitas penyerapan
ion logam tersebut. Pada menit-menit awal
adsorpsi Pb (II) oleh cangkan sotong
menunjukan kenaikan jumlah Pb (II) yang
teradsorpsi secara seginifikan. hal ini
diduga karena jumlah situs aktif yang
tersedia pada permukaan adsorben masih
banyak yang belum terisi atau kondisinya
belum jenuh sehingga memudahkan Pb (II)
untuk berinteraksi dengan adsorben. Setelah
30 menit, jumlah ion Pb (II) yang teradsopsi
terlihat relatif tetap seiring bertambahnya
waktu kontak. Hal ini disebabkan situs aktif
Pada grafik dapat dilihat bahwa
semakin tinggi suhu, maka kapasitas
penyerapannya juga semakin kecil. Pada
percobaan ini dapat dilihat bahwa kapasitas
maksimum penyerapan logam Pb(II) oleh
cangkang sotong adalah pada suhu 25⁰C
dengan
kapasitas
penyerapan
maksimumnya
adalah
41,577
mg/g,
menandakan bahwa reaksi penyerapan ini
merupakan reaksi eksotermik, karena dapat
dilihat bahwa kapasitas penyerapan akan
menurun seiring dengan penambahan suhu.
[28]. Hal ini dikarenakan pada suhu tinggi
pergerakan dari partikel logam menjadi
lebih cepat sehingga kemungkinan kontak
antara logam dan biosorben semakin sedikit
[29]
.
IV. Kesimpulan
Optimasi proses adsorpsi ion logam Pb(II)
oleh cangkang sotong didapatkan kondisi
pH optimum 4, dosis adsorben 0,2 gram,
konsentrasi awal ion logam 175 mg/L,
waktu kontak optimum untuk mencapai
kesetimbangan 30 menit, dan temperatur
optimum 25°C dengan kapasitas adsorpsi
maksimum
adalah
41,5767
mg/g.
Karakterisasi cangkang sotong dengan FTIR
dan SEM-EDX, diduga gugus yang berperan
aktif dalam proses adsorpsi adalah gugus –
OH dan C=O. Penggunaan limbah
cangkang
sotong
sebagai
adsorben
tampaknya lebih ekonomis dan merupakan
alternatif yang bermanfaat. Penelitian ini
berhasil menunjukkan bahwa cangkang
sotong dapat digunakan menjadi adsorben
yang lebih efisien untuk penghilangan Pb(II)
dari limbah air.
Publisher LTD. London and New York.
1991
7.
Apriadi, Dandy, Kandungan Logam
Berat Hg, Pb dan Cr pada Air, Sedimen
dan Kerang Hijau (Perna viridis L.) di
Perairan Kamal Muara Teluk Jakarta,
Skripsi , Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelutan, Bogor,2011
8.
Rohilan, I, Keadaan Sifat Fisika dan
Kimia Perairan di Pantai Zona Industri
Krakatau Steel Cilegon. Skripsi. Program
Studi
Ilmu
Kelautan,
Fakultas
Perikanan, Institut Pertanian Bogor,
1992.
9.
EPA,
Water
qualitiy
criteria.
Environmental protection agency. Ecology
research series. Washington, 1973.
V. Ucapan terima kasih
Saya sangat berterima kasih kepada analis
laboratorium terpadu kopertis wilayah X
dan kepada DIKTI yang telah mendanai
penelitian ini
Referensi
1. Darmono. Logam dalam sistem mahluk
hidup. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta, 1995, Hal. 10-12, 21-23, 26
2.
Sembodo, Bregas. Model Kinetika
Langmuir untuk Adsorpsi Timbal pada
Abu Sekam Padi, Skripsi, Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik UNS, 2006Raya,
Indah.,
Ramlan,
2012,
The
Bioaccumulation Of Cd(II) Ions On
Euchema
Cottoni Seaweed, Marina
Chi,ica Act, Vol.13, No.2
3.
Danorta dan Enny Kriswiyanti, Model
Kesetimbangan Adsorpsi Cr dengan
Rumput Laut, Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik UNS, 2007.
4.
Nurzakiah, Komposisi Asam Lemak
dan
Kolesterol
Sotong
(Sepia
recurvirostra), Skripsi, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelutan, Bogor.2009
5.
Jereb P, Roper CFE, Cephalopods of the
world, FAO Species Catalogue for Fishery
Purpose, 2005, No.4, Vol.1 : 114-115
6.
Reilly, C. Metal contamination food,
Second edition, Elsevier
science
10. Wijaanto, Yogi Rifki, Darjito dan Yuniar
Ponco Prananto, Pengaruh pH dan Waktu
Kontak pada Adosrpsi Pb(II) Menggunakan
Limbah Adsorben Kitin Terfosforilasi dari
Limbah Cangkang Bekicot (achatina fulica).
Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Brawijawa, 2013
11. Herman, D.Z, Tinjauan Terhadap Tailing
Mengandung Unsur Pencerman Arsen
(As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan
Kadmium (Cd) dari Sisa Pengolahan Biji
Logam, Pusat Sumber Daya Geologi,
Bandung), 2006.
12. Kundari, Noor Anis dan Slamet
Wiyuniata,
Tinjauan
Kesetimbangan
Adsorpsi Tembaga dalam Limbah Pencuci
PCB dengan Zeolit, Sekolah Tinggi
Teknologi Nuklir, Batan, 2008
13. Seseno, Hadi Prasetyo, Model Adsorpsi
Mn+2, Cd+2 dan Hg+2 dalam Sistem AirSedimen di Sepanjang Sungai Code
Yogyakarta, Jurusan Teknik Lingkungan,
Fakultas Sains Terapan, Jurnal Teknologi,
2011 Volume 4 Nomor 2, hal 174-179
14. Anonym, Adsorpsi Kimia Fisik II Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Lampung, 2008
15. DUYGU,
Dilek(Yalcin).,
Tualay,
BAYKAL., Ilkay, ACIKGOZ., Kazim,
YILDIZ., [review], 2009,
Fourier
Transform Infrared (FT-IR) Spectroscopy
for Biological Stuies, , Vol. 22, No.3 : 117121
16. Areekijseree, Mayuva., Kamolchanok,
Panishkan.,
Natdhera,
Sanmanee.,
Kanokporn,
Swangjang.,
2009,
Microanalysis by SEM-EDX on Structure
and
Elemental
Composition
of
SoilsfromDifferent Agriculture Areass in
The Western Region of Thailand, Journal of
Microscopy Society of Thailand, Vol. 23,
No.1: 152-156
17. Gandjar, I, G dan Rohman, A. Kimia
Farmasi Analisis. Cetakan Pertama.
Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2007, Hal. 2223.
18. Mohsin Kazmi, Nadeem Feroze, Hassan
Javed, Muhammad Zafar And Naveed
Ramzan, Biosorption of Copper (II) on Dry
Fruit by Product: Characterization, Kinetic
and Equilibrium Studies, 2012, No.6, Vol. 34,
hal 1356-1365
19. Hossain, M.A. H. H. Ngo, W. S. Guo. T. V.
Nguyen. Biosorption of Cu(II) From Water
by Banana Peel Based Biosorbent :
Experiment and Models of Adsorption
and Desorption, Journal of Water
Sustainability, Vol.2: 87-104
20. Goldstein, J. I., et al. Scanning Electron
Microscopy and X-ray Micronalysis, 3rd ed,
Plenum Press, New York. 2003
21. Desi Anggraeni, Nuha , Analisa SEM
(Scanning Electron Microscopy) dalam
Pemantauan Proses Oksidasi Magnetite
Menjadi Hematite, Kampus ITENAS
Bandung. 2008,
22. Tucker,
Maurice,
Techniques
in
Sedimentology,
Blackwell
Scientific
Publication, Oxford/London, England,
23. Bijaksana, S., Rock Magnetic Methods for
Environmental Studies. ASEANIP Regional
Seminar on the Physics of Metals and
Alloys, 1996.
24. Tangio, Julhim S, Adsorpsi Logam Berat
Timbal (Pb) dengan Menggunakan Biomassa
Enceng Gondok (Eichhornia crassipes),
Jurusan Kimia Fakultas Metematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Gorongtalo, 2012.
25. Afrianita. Reri, Yommi Dewilda dan
Rafiola Fitri, Efisiensi dan Kapasitas
Penyerapan Fly Ash sebagai Adsorben dalam
Penyisihan Logam Timbal (Pb) Limbah Cair
Industri, Jurusan Teknik Lingkungan
Universitas Andalas, Padang, 2013, Hal 6.
26. Utami. Umi Baroroh Lili, Taufiqur
Rohman dan Mahmud , Adsorpsi Pb(II)
oleh Kitosan Terlapiskan pada Arang Aktif
Cangkang Sawit, Program Studi Kimia
FMIPA Universitas Lambung Mangkurat ;
Banjarbaru, 2009.
27. Nurlamba. Nessha Siti, Zackiyah, dan
Wiwi Siswaningsih. Kajian Kinetika
Interaksi Kitosan-Bentonit dan Adsorpsi
Diazinon
Terhadap
Kitosan-Bentonit,
Progam Sutdi Kimia, Jurusan Pendidikan
Kimia, Univeristas Pendidikan Indonesia.
2010
28. Diantariani, N.P, Proses Biosorpsi dan
Desorpsi Ion Cr(VI) Pada Biosorben Rumput
Laut Euchema spinosum, 2008, No.1, Vol.2:
45-52
29. Rao, K.S. S.Anand. P Venkateswarlu,
Equilibrium and kinetic studies for Cd(II)
adsorption from aqueous solution on
Terminalia catappa Linn leaf powder
biosorbent, 2010, Vol.17, hal 329-336.