Kajian Green Dan Construction InfrastrukturJ
KAJIAN GREEN CONSTRUCTION INFRASTRUKTUR JALAN
DALAM ASPEK KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM [PAPER KE-2]
Oleh:
Wulfram I. Ervianto
Staf Pengajar Prodi Teknik Sipil UAJY
Dipresentasikan dalam:
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7
Universitas Sebelas Maret , Surakarta, 24-25 Oktober 2013
FENOMENA PEMANASAN GLOBAL
Sebelum revolusi
industri
Setelah revolusi
industri
PERUBAHAN
PROSES PRODUKSI
Konsentrasi CO2 di udara dari waktu ke waktu cenderung mengalami peningkatan terlebih setelah terjadi revolusi industri (Salim 2010, h.13).
Kwanda (2003) mengemukakan konsumsi energi yang besar dengan pertumbuhan 2% per tahun sampai tahun 2020 akan menghasilkan emisi global CO2 dan gas
rumah kaca lainnya naik dua kali lipat pada tahun 1965-1998 yang berakibat pada perubahan iklim dunia.
Sebelum revolusi industri
Sesudah revolusi industri
Pada dasarnya revolusi industri merupakan penggantian tenaga manusia dengan tenaga mesin.
Dorongan terbesar terjadinya revolusi industri ini saat penemuan mesin uap oleh James Watt’s Th.
1764. Mesin ini menjadi pendorong utama tenaga mesin penggerak pada pertanian, pabrik.
Percepatan revolusi industri terjadi pada tahun 1800 dengan dikembangkannya mesin yang
menggunakan bahan bakar dan listrik.
FENOMENA PEMANASAN GLOBAL
Secara global, Indonesia berada di urutan ke lima dalam menghasilkan emisi gas
rumah kaca atau sekitar 4,63% (World Resources Institute, 2005).
Konferensi Tingkat Tinggi PBB ke-13,
tentang Perubahan Iklim
di Bali, Desember 2007
Pembangunan
berkadar rendah
karbon
Menurunkan kadar CO2
sebesar 26% s/d 41%
(Akhir tahun 2020)
Tentunya kesepakatan tersebut hanya
dapat terwujud apabila semua sektor
industri termasuk industri konstruksi
mempunyai perhatian dan komitmen
yang sama terhadap masalah
lingkungan.
Konferensi Bali pada bulan Desember 2007, tentang pola pembangunan abad ke-21 yang berkadar rendah karbon. Agenda Indonesia dalam
rangka menurunkan konsentrasi CO2 diudara adalah sebesar 26% sampai dengan 41% di akhir tahun 2020 (Salim 2010, h. 11).
Skenario Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca
Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia
Agenda 21 Sustainable Construction
di Indonesia
7
NILAI KONSTRUKSI YANG DISELESAIKAN
(http://dds.bps.go.id/diunduh 14 Mei 2012
PEMBANGUNAN
SUMBERDAYA ALAM
CENDERUNG
MENURUN
LIMBAH CENDERUNG
MENINGKAT
Sustainable Transport Planning
Source: Todd Litman , 2013, Victoria Transport Policy Institute
Green, bagian dalan Sustainability
GREEN
ISU GREEN
Green design
Green procurement
Green construction
Green building
SIKLUS HIDUP PROYEK KONSTRUKSI HIJAU
Value
Value
Value
Value
Value
Studi kelayakan
FEASIBILITY
STUDY
DESIGN
Perencanaan
(Green
[Greendesign)
design ]
PENGADAAN
Pengadaan
(Green
[Greenprocurement)
procurement
KONSTRUKSI
Pelaksanaan
(Greenconstruction
construction)]
[Green
OPERASI
DAN
Operasi
danPERAWATAN
perawatan
(Green
[Greenbuilding)
building ]
PERILAKU
Dekonstruksi
PENGGUNA
SUSTAINABLE CONSTRUCTION
Konservasi energi
Konservasi air
Minimasi limbah
Konservasi sumberdaya alam
Project Delivery System [PDS] ?
Kesiapan regulasi ?
Kualitas udara
GREEN DESIGN ?
PERAN PERENCANAAN
DALAM PROYEK GREEN
Peran sentral
dan penting
value
value
value
value
Gagasan
Studi
kelayakan
Perencanaan
Pengadaan
Pelaksanaan
Limbah
Limbah
Operasi dan
perawatan
Dekonstruksi
Limbah
GREEN CONSTRUCTION ?
KESEPAKATAN PENURUNAN EMISI CO2
Secara global, Indonesia berada di urutan ke lima dalam
menghasilkan emisi gas rumah kaca atau sekitar 4,63%
(World Resources Institute, 2005).
Konferensi Tingkat Tinggi PBB ke-13,
tentang Perubahan Iklim
di Bali, Desember 2007
Pembangunan
berkadar rendah
karbon
Menurunkan kadar CO2
sebesar 26% s/d 41%
(Akhir tahun 2020)
Tentunya kesepakatan tersebut hanya dapat
terwujud apabila semua sektor industri
termasuk industri konstruksi mempunyai
perhatian dan komitmen yang sama terhadap
masalah lingkungan.
Konferensi Bali pada bulan Desember 2007, tentang pola pembangunan abad ke-21 yang berkadar rendah karbon. Agenda Indonesia
dalam rangka menurunkan konsentrasi CO2 diudara adalah sebesar 26% sampai dengan 41% di akhir tahun 2020 (Salim 2010, h. 11).
CETAK BIRU KONSTRUKSI INDONESIA
Penghematan bahan
AGENDA KONSTRUKSI
INDONESIA 2030
Promosi
SUSTAINABLE CONSTRUCTION
Pengurangan limbah
Kemudahan pemeliharaan
bangunan
Agenda Konstruksi Indonesia 2030 yang menyatakan bahwa konstruksi Indonesia mesti berorientasi untuk tidak menyumbangkan
terhadap kerusakan lingkungan namun justru menjadi pelopor perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan seluruh habitat-persada
Indonesia, dengan salah satu agenda melakukan promosi sustainable construction untuk penghematan bahan dan pengurangan
limbah (bahan sisa) serta kemudahan pemeliharaan bangunan pasca konstruksi (LPJKN 2007, h. 142).
ASPEK PERTAMA SUSTAINABLE CONSTRUCTION :
PENGHEMATAN BAHAN
Konsumsi Sumberdaya Alam Dalam Sektor Konstruksi
[Secara Global]
50%
40%
16%
Sumber daya
alam
Energi
Air
Frick dan Suskiyanto (2007) menyatakan bahwa penggunaan sumberdaya tak terbarukan, proses pengolahan bahan mentah menjadi bahan siap pakai, eksploitasi
dari konsumsi yang berlebihan, dan masalah transportasi adalah kontributor dampak lingkungan.
Widjanarko (2009) menyatakan bahwa secara global, sektor konstruksi mengkonsumsi 50% sumber daya alam, 40% energi, dan 16% air. Mengingat
besarnya konsumsi sumberdaya alam dalam aktivitas konstruksi maka diperlukan perencanaan yang baik dalam pengelolaan penggunaannya agar keberlanjutannya
tetap diperhatikan.
ASPEK KEDUA SUSTAINABLE CONSTRUCTION :
PENGURANGAN LIMBAH
Pengguna energi yang besar, 40%
Pengguna sumberdaya alam yang
besar, 50%
Pengguna air, 16%
KONSTRUKSI
Penghasil limbah dalam jumlah
besar, 20% - lebih dari 50%
dari seluruh limbah
Berkontribusi 45% emisi CO2
Sumber: Widjanarko (2009)
Craven dkk. (1994) menyatakan bahwa kegiatan konstruksi menghasilkan limbah sebesar kurang lebih 20-30% dari keseluruhan limbah di Australia
Rogoff dan Williams (1994) menyatakan bahwa 29% limbah padat di Amerika Serikat berasal dari limbah konstruksi.
Ferguson dkk. (1995) menyatakan lebih dari 50% dari seluruh limbah di United Kingdom berasal dari limbah konstruksi.
Oladiran (2008) menuliskan bahwa salah satu penyebab timbulnya limbah konstruksi adalah penggunaan sumberdaya alam melebihi dari apa yang
diperlukan untuk proses konstruksi. Limbah yang dihasilkan oleh aktivitas konstruksi seperti tersebut diatas dapat menurunkan kualitas lingkungan
Hendrickson dan Horvath (2000) bahwa konstruksi berpengaruh secara signifikan terhadap lingkungan, oleh karena itu sudah seharusnya dilakukan
minimasi pengaruhnya terhadap lingkungan.
KONSEP GREEN CONSTRUCTION
Conseil International du Batiment, (1994) menyatakan bahwa
tujuan sustainable construction adalah menciptakan bangunan
berdasarkan disain yang memperhatikan ekologi,
menggunakan sumberdaya alam secara efisien, dan ramah
lingkungan selama operasional bangunan
Input
?
Alat
Material
Pekerja
Output
Proses
konstruksi
Bangunan
Limbah
Metoda
Uang
Kapasitas penyediaan
(Supportive capacity)
Widjanarko, 2009
50% sumberdaya alam
40% energi
16% air
Daya dukung lingkungan
(Carrying capacity)
Kapasitas tampung limbah
(Assimilative capacity)
Craven, 1994
Kontruksi menghasilkan
limbah antara 20% sampai
dengan 50%
Oladiran, 2008
Penyebab timbulnya limbah adalah
penggunaan sumberdaya alam
melebihi apa yang diperlukan
Du Plessis (2002)
bagian dari
sustainable
construction adalah
green construction.
Dampak pembangunan jalan
Emisi gas rumah kaca
Input
Alat
Material
Pekerja
Metoda
Proses
Proses
Proses
konstru
konstruksi
konstruksi
ksi
Bangunan
Daya dukung lingkungan
(Carrying capacity)
Kapasitas tampung limbah
(Assimilative capacity)
Output
Limbah
Uang
Kapasitas penyediaan
(Supportive capacity)
Sumberdaya alam
Volume limbah
Dampak pembangunan jalan:
Berkurangnya ketersediaan sumberdaya alam,
Meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan oleh proses konstruksi,
Emisi yang ditimbulkan tahap pembangunan maupun operasional,
Berpotensi berkurangnya lahan produktif
“save our earth” , sumber :http://rezkyanto.wordpress.com
KONSEP GREEN CONSTRUCTION
Inovasi peralatan konstruksi ramah lingkungan
Rantai pasok material konstruksi
Perilaku pekerja dalam proyek konstruksi
Inovasi teknologi konstruksi ramah lingkungan
Green ekonomi
1
Efisiensi
sumberdaya alam
Input
Alat
Material
Pekerja
Metoda
Uang
Kapasitas penyediaan
(Supportive capacity)
Proses
konstruksi
Output
Bangunan
Limbah
2
Daya dukung lingkungan
(Carrying capacity)
3
Minimum waste
Kapasitas tampung limbah
(Assimilative capacity)
1
EFISIENSI
PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM
value
value
value
value
Gagasan
Studi
kelayakan
Perencanaan
Pengadaan
Pelaksanaan
Limbah
Limbah
Operasi dan
perawatan
Dekonstruksi
Limbah
EFISIEN SEPANJANG
PROSES KONSTRUKSI
2
Input
Proses konstruksi
Alat
Prinsip-prinsip
Lean Construction
Material
Output
Bangunan
Pekerja
Metoda
Uang
Kapasitas penyediaan
(Supportive capacity)
Limbah
Maximum
value
Minimum
waste
Behaviour
Daya dukung lingkungan
(Carrying capacity)
Kapasitas tampung limbah
(Assimilative capacity)
MINIMALISASI LIMBAH
SEPANJANG PROSES KONSTRUKSI
3
PDS berbeda dengan
proyek pada umumnya
Peran sentral
dan penting
INTEGRATED
value
value
value
value
Gagasan
Studi
kelayakan
Perencanaan
Pengadaan
Pelaksanaan
Limbah
Limbah
Operasi dan
perawatan
Dekonstruksi
Limbah
3R
REDUKSI LIMBAH:
Implementasi sistem pracetak
…
REDUKSI LIMBAH:
Implementasi sistem modular
…
DAMPAK
PERENCANAAN
DEFINISI GREEN CONSTRUCTION
Definisi Green Construction :
“Suatu perencanaan dan pelaksanaan proses konstruksi untuk meminimalkan dampak
negatif proses konstruksi terhadap lingkungan agar terjadi keseimbangan antara
kemampuan lingkungan dan kebutuhan hidup manusia untuk generasi sekarang dan
mendatang” (Ervianto, W.I., 2011)
Data jalan di Indonesia
Dampak:
• Berkurangnya SDA
• Meningkatnya jumlah
limbah
• Berkurangnya lahan
(produktif)
Dampak:
• Lingkungan, yang diukur
dengan besarnya emisi
GRK yang ditimbulkan
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum dan Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Prov/Kab/Kota
Catatan : 1987 - 1992 tidak termasuk DKI Jakarta;
sejak 1999 tidak termasuk Timor-Timur
Pertambahan panjang
•
•
•
jalan rata-rata per tahun:
Jalan negara adalah 11.313,3 km
Jalan propinsi 1.082,3 km
Jalan kabupaten/kota adalah 94.445,5 km.
NILAI KONSTRUKSI YANG DISELESAIKAN
(http://dds.bps.go.id/diunduh 14 Mei 2012
PEMBANGUNAN
SUMBERDAYA ALAM
CENDERUNG
MENURUN
LIMBAH CENDERUNG
MENINGKAT
Tujuan Penelitian
Berdasar pada:
Pertumbuhan panjang jalan yang terus meningkat
Pemakaian sumberdaya alam cenderung semakin besar
Upaya menekan emisi GRK
Maka, perlu dikembangkan proses konstruksi yang ramah
lingkungan utamanya dalam penggunaan sumberdaya alam secara
efisien
Manfaat Jalan Hijau
MANFAAT BAGI LINGKUNGAN
[EKOSENTRIS]
Mengurangi penggunaan material
Mengurangi bahan bakar fosil
Mengurangi air
Mengurangi polusi udara
Mengurangi emisi gas rumah kaca
Mengurangi polusi air
Mengurangi limbah padat
Mampu memulihkan/membentuk
habitat
Sumber: Greenroads, 2012.
MANFAAT BAGI MANUSIA
[ANTROPOSENTRIS]
Meningkatkan akses
Meningkatkan mobilitas
Meningkatkan kesehatan dan
keselamatan manusia
Meningkatkan ekonomi lokal
Meningkatkan kesadaran
Meningkatkan estetika
Mereduksi biaya daur hidup
Sustainable Transport Goals
Source: Todd Litman, 2013, Victoria Transport Policy Institute
Green, bagian dalan Sustainability
GREEN
Konsep Green Construction
Sumber: Ervianto, W.I., (2012)
Tujuan dan Manfaat Penelitian
value
value
value
Perencanaan
value
Pengadaan
value
Pelaksanaan
value
Operasi/
perawatan
value
value
value
value
Dekonstruksi/
Demolisi
Perbandingan Sistem Rating Jalan Hijau di USA–UK-AUSTRALIA
USA
UK
Sumber: Highfield, C. L., 2011
GREENROADS V 1.5
AUSTRALIA
INVEST V 1.0
Greenroads 1,5 versus Invest 1,0
Project Requirements
PR 1-Environmental Review Process
PR 2-Life cycle Cost Analysis (≈ PD 2)*
PR 3-Life cycle Inventory
PR 4-Quality Control Plan (≈ PD 28)*
PR 5-Noise Mitigation Plan (≈ PD 27)*
PR 6-Waste Management Plan (≈ PD 29)*
PR 7-Pollution Prevention Plan
PR 8-Low Impact Development
PR 9-Pavement Management System (≈ OM 7)*
PR 10-Site Maintenance Plan
PR 11-Educational Outreach (≈ PD 5)*
Access and Equity
AE 1-Safety Audit
AE 2-Intelligent Transportation System
AE 3-Context Sensitive Solutions
AE 4-Traffic Emissions Reduction
AE 5-Pedestrian Access (≈ PD 10)*
AE 6-Bicycle Access (≈ PD 11)*
AE 7-Transit & High Occupancy Vehicle Access
AE 8-Scenic Views
AE 9-Cultural Outreach
Materials and Resources
MR 1-Life cycle Assessment
MR 2-Pavement Reuse
MR 3-Earthwork Balance (≈ PD 21)*
MR 4-Recycled Materials
MR 5-Regional Materials
MR 6-Energy Efficiency (≈ PD 17)*
Environment and Water
EW 1-Environmental Management System
EW 2-Runoff Flow Control
EW 3-Runoff Quality
EW 4-Stormwater Cost Analysis (≈ PD 8)*
EW 5-Site Vegetation (≈ PD 18)*
EW 6-Habitat Restoration (≈ PD 7)*
EW 7-Ecological Connectivity (≈ PD 9)*
EW 8-Light Pollution
Construction Activities
CA 1-Quality Management System
CA 2-Environmental Training (≈ PD 25)*
CA 3-Site Recycling Plan
CA 4-Fossil Fuel Reduction
CA 5-Equipment Emission Reduction (≈ PD 26)*
CA 6-Paving Emissions Reduction
CA 7-Water Use Tracking
CA 8-Contractor Warranty (≈ PD 24)*
Pavement Technologies
PT 1-Long Life Pavement
PT 2-Permeable Pavement
PT 3-Warm Mix Asphalt
PT 4-Cool Pavement
PT 5-Quiet Pavement
PT 6-Pavement Performance Tracking
Aspek sumber dan siklus material
Aspek Green Construction*
Construction activities dalam sistem rating
Greenroads mencakup delapan faktor, yaitu:
1. Quality management system,
2. Environmental training,
3. Site recycling plan,
4. Fossil fuel reduction,
5. Equipment emission reduction,
6. Paving emissions reduction,
7. Water use tracking,
8. Contractor warranty.
* : dikembangkan oleh Ervianto, W. I., 2013.
Sumber dan Siklus Material
Manajemen lingkungan bangunan
Konservasi energi
Kualitas udara
Kesehatan dan kenyamanan dalam
proyek
Konservasi air
Tepat guna lahan
Aspek sumber dan siklus material
Sumber dan siklus material, bertujuan untuk menahan laju eksploitasi
sumberdaya alam tak terbarukan dengan cara memperpanjang daur hidupnya,
melalui hal-hal sebagai berikut:
Penggunaan material bekas hasil dekonstruksi untuk mereduksi pemakaian
material baru, memperpanjang umur pakai untuk mengurangi jumlah limbah di
tempat pembuangan akhir
Penggunaan bahan bangunan pabrikasi (bila memungkinkan) hasil proses daur
ulang yang ramah lingkungan.
Penggunaan material lokal untuk mereduksi pemakaian energi akibat proses
transportasi.
Skema pengelolaan infrastruktur jalan
Pencampuran panas
(Hotmix)
New
construction
Hot in place recycling
Hot in plant recycling
Surface Recycling
Jalan
Recycling
Pencampuran dingin
(Coldmix)
Full depth reclamation
Maintenance
Seluruh lapis perkerasan
(Surface course-base course-subbase course)
Overlay
Catatan :
Gambar struktur jalan
Lapis permukaan
(Surface course)
Cold in place recycling
Cold in plant recycling
New Construction
New Construction
Dari keseluruhan panjang jalan di Indonesia (± 486.296 km), 59.1% diantaranya
menggunakan jenis perkerasan lentur dengan menggunakan aspal sebagai
materialnya. Hal ini berakibat pada besarnya kebutuhan aspal nasional yaitu
mencapai 1,2 juta ton per tahun (Kompas, 2009).
Jalan baru - Pencampuran secara panas (hotmix)
Produksi campuran aspal panas
Emisi CO2
Pemindahan
agregat
Pengeringan
agregat
Pemanasan
aspal
Pengadukan
campuran
Transportasi
ke lokasi proyek
Pelaksanaan pekerjaan pengaspalan jalan
?
Perkerjaan konstruksi jalan yang
menimbulkan emisi CO2 adalah
pengaspalan khususnya dengan metode
campuran aspal panas.
Penyebab timbulnya emisi adalah
persyaratan material yang digunakan
dicampur dalam suhu tinggi (>1000oC).
Pembersihan
lokasi
Penghamparan
aspal perekat
Penghamparan
campuran
Pemadatan
Sumber: Wirahadikusumah, R. D., Sahana, H. P. (2012)
Proses pengeringan agregat yang
dilakukan di Asphalt Mixing Plant (AMP)
adalah proses yang paling besar dalam
konsumsi energi bersumber dari bahan
bakar fosil dan menghasilkan emisi Gas
Rumah Kaca (GRK).
Justifikasi pencampuran dingin (coldmix)
Karakter proses pencampuran dingin
(coldmix) adalah:
Mampu mengakomodasi isu penghematan
penggunaan bahan bakar.
Pekerjaan dengan menggunakan campuran
dingin (coldmix ) untuk jalan dengan dua lajur,
emisi (SO2, NOx, dan CO2) yang ditimbulkan
50% lebih rendah jika dibandingkan dengan
campuran panas setiap kilometernya.
Sumber: Kazmierowski, (2009)
Tidak harus menggunakan fresh aggregate
tetapi dapat memanfaatkan bahan limbah
seperti RAP. Hal ini mendorong isu
pengurangan eksploitasi sumberdaya
alam, mengatasi problem limbah dan
menjaga keseimbangan alam.
Implementasi metoda in-place recycling
berpotensi meningkatkan efektifitas kerja
sehingga mendorong penghematan energi dan
transportasi serta mereduksi dampak polusi
atau emisi gas rumah kaca.
Sumber: Sunarjono S., 2006.
Maintenance
Maintenance
Sebagaimana struktur perkerasan pada umumnya, perkerasan lentur juga akan
mengalami penurunan kinerja akibat pengaruh beban lalu lintas dan lingkungan
seiring dengan berjalannya umur rencana perkerasan. Oleh karenanya, struktur
perkerasan akan membutuhkan upaya-upaya pemeliharaan untuk menjaga
kinerjanya yang dapat dilakukan melalui pekerjaan overlay dan recycling.
Opsi dalam pemeliharaan jalan
Overlay
Berdampak negatif pada keutuhan natural
resources
Berdampak negatif terhadap utilitas yang
terkait dalam struktur jalan akibat elevasi jalan
cenderung bertambah.
Recycling
Memungkinkan menggunakan Reclaimed
Asphalt Pavement (RAP) yang merupakan
bahan hasil pemrosesan penggarukan
perkerasan jalan yang mengandung aspal dan
agregat.
Apabila dihancurkan dan disaring secara baik,
RAP mengandung agregat berlapis aspal yang
berkulitas tinggi
Recycling dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
surface recycling dan full depth reclamation
dimana keduanya mampu mengkonservasi
sumberdaya alam.
(http://www.fhwa.dot.gov/publications/research/infrast
ructure/structure/97148/rap131.cfm).
Opsi dalam recycling
Surface recycling
Full depth Recycling
Beberapa keuntungan dari penggunaan teknik daur ulang dalam
perbaikan perkerasan jalan antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
Mengurangi biaya rekonstruksi
Mengurangi pemakaian aspal dan agregat.
Menjaga kondisi geometrik perkerasan.
Ramah lingkungan
Hemat energi.
(http://www.fhwa.dot.gov/publications/research/infrast
ructure/structure/97148/rap131.cfm).
Perbandingan in place dan in plant recycling
In Place Recycling
In Plant Recycling
Aspek positif:
Kekuatan mendekati aslinya,
Memperbaiki jenis kerusakan yang
lebih luas,
Retak refleksi dapat dicegah.
Aspek positif :
Kekuatannya dapat mendekati sifat
campuran baru,
Mutu campuran lebih mudah diatur,
Geometrik campuran lebih mudah
disesuaikan.
Aspek negatif:
Pengendalian mutu sulit dilakukan,
Homogenitas campuran sulit dicapai,
Diperlukan peralatan khusus (cold
milling, recycler).
Aspek negatif:
Diperlukan pengangkutan hasil garukan
ke mesin pencampur,
Bagian bekas garukan harus diamankan
sebelum ditutup kembali.
Peralatan yang diperlukan dapat
diperoleh dengan memodifikasi alat
pencampur aspal (AMP)
Komposisi emisi yang ditimbulkan dalam pekerjaan jalan
New construction
Pekerjaan
jalan baru
Sumber: Kawakami, A., dkk., (2010)
Maintenance
Daur ulang di
luar lokasi
proyek
Daur ulang di
lokasi proyek
Prinsip material berkelanjutan
Dalam konteks material berkelanjutan, dapat diartikan bahwa material dapat
digunakan berulang kali melalui proses reuse dan recycling sehingga membentuk
siklus tertutup sebagaimana diperlihatkan dalam gambar berikut.
Udara
emisi
Ekstraksi
emisi
emisi
emisi
emisi
emisi
Proses
produksi
Proses
konstruksi
Umur operasional
bangunan
Pembongkaran
bangunan
Limbah
Transportasi
Digunakan
kembali
Daur
ulang
Ditimbun
Bumi
Sumber: Ervianto, W.I., “Green Construction Sebuah Opsi Penyelamatan Lingkungan”.
Majalah Konstruksi No. 415 tahun XXXV Juli 2012
Penerapan Daur Ulang Lingkup Praktis [2007]
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Pekerjaan Umum dalam pemakaian aspal daur ulang
di ruas jalan Palimanan-Jatibarang, Kabupaten
Indramayu sepanjang 3,5 km (km 27+680 sampai
dengan km 31+100). Ketebalan aspal daur ulang
yang dilaksanakan dalam ruas jalan tersebut adalah
60 mm dengan lebar jalan 7 m.
Aspek waktu, proses pelaksanaan
pekerjaan lebih cepat yaitu 1 km per
minggu. Jika diasumsikan waktu kerja 8
jam per hari, maka produktivitas
pekerjaan tersebut adalah ± 17 meter/jam
berdampak positif terhadap pengurangan emisi yang
ditakar dalam CO2 ekivalen serta mendukung aspek
konservasi sumberdaya alam di Indonesia.
biaya yang dibutuhkan dengan
penggunaan aspal daur ulang lebih
murah, selain itu bahan baku yang
dibutuhkan mudah didapat
Tentu hal ini akan berkontribusi menurunkan emisi
gas rumah kaca sebesar 26% yang tertuang dalam
kesanggupan pemerintah Indonesia dalam
Konferensi Bali pada tahun 2007.
http://www1.pu.go.id/uploads/berita/ppw021007ind.htm.
Cara overlay vs recycling lapis permukaan
Lokasi: Jalan raya Prambanan , Kab. Klaten , Jawa Tengah
Dst.
Overlay ke-2
Overlay ke-1
Lapis permukaan
Lapis
Lapis
Lapis pondasi atas
Lapis pondasi bawah
Rekonstruksi kerb
dan utilitas lain
Lapis tanah dasar
Lokasi: Ring road utara, Daerah Istimewa Yogyakarta
Sumber: dokumentasi pribadi, Ervianto, 2013
Sistem drainasi
Sumber: Dokumentasi pribadi
Lokasi: Beijing
Pedoman penanaman pohon pada sistem jaringan jalan (1)
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/Prt/M/2012 Tentang Pedoman Penanaman Pohon Pada Sistem Jaringan Jalan
Pedoman penanaman pohon pada sistem jaringan jalan (2)
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/Prt/M/2012 Tentang Pedoman Penanaman Pohon Pada Sistem Jaringan Jalan
Daftar pustaka
1. Alamsyah, A., (2006).,Rekayasa jalan raya, UMM Press, Malang.
2. CEEQUAL, Ltd. (2008). CEEQUAL scheme description and assessment process handbook, Version 4
- Web Download Copy.
3. Ervianto, W.I., “Green Construction Sebuah Opsi Penyelamatan Lingkungan”. Majalah Konstruksi
No. 415 tahun XXXV Juli 2012
4. Ervianto, W. I., (2012).”Studi kontribusi green constructionterhadap operasional bangunan”. Seminar
Nasional Teknik Sipil IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
5. Ervianto, W. I., (2013).“Kajian green construction infrastruktur jalan raya berdasarkan sistem rating
greenroads dan invest”. Konferensi Nasional Teknik Sipil ke-7 Universitas Negeri Sebelas Maret,
Surakarta.
6. Ervianto, W. I., Soemardi, B. W., Abduh, M. dan Suryamanto, (2011).“Pengembangan model
assessment green construction pada proses konstruksi untuk proyek konstruksi di Indonesia”
Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung.
7. Ervianto, W. I., Soemardi, B. W., Abduh, M. dan Suryamanto, (2013).“Identifikasi indikator green
construction pada proyek konstruksi bangunan gedung di Indonesia”. Seminar Nasional Teknik Sipil
IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
8. FHWA. (2012a). INVEST [WWW document]. URL
https://www.sustainablehighways.org/1/home.html
9. Frick, H & Suskiyanto B, (2007). Dasar-Dasar Arsitektur Ekologis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
10. Greenroads. (2012). Greenroads [WWW document]. URL http://www.greenroads.org/1/home.html
11. Highfield C. L., (2011).”Sustainable pavement construction developing a methodology for integrating
environmental impact into the decision making process”, Virginia.
12. http://www.fhwa.dot.gov/publications/research/infrastructure/structure/97148/rap131.cfm
13. http://www1.pu.go.id/uploads/berita/ppw021007ind.htm
Daftar pustaka
14. IDOT, & IJSG. (2010).“I-Last-Illinois Livable and Sustainable Transportation Rating System and
Guide” [WWW document]. URL http://www.dot.state.il.us/green/documents/I-LASTGuidebook.pdf
15. Kawakami, A., Nitta, H., Kanou, T., Kubo, K., (2010),Study on CO2 emisiion of pavement recycling
methods.
16. Kazmierowski, T., (2009). “In placepavement rcycling-the playback of green”. Thirteenth Annual
Minnesota Pavement Conference, Ontario: Ministry of Transportation.
17. Khanna, P., P.R. Babu dan M.S. George. (1999), “Carrying capacity as a basis for sustainable
development: a case study of national capitol region in India”, India.
18. Kompas, 2009, Pertamina Hentikan Produksi AspalAgustus, Koran Kompas edisi Jumat, 20 Februari.
19. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (2007). Konstruksi Indonesia 2030 untuk
kenyamanan lingkungan terbangun, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional, Jakarta.
20. NYSDOT. (2012). New York State Department of Transportation: [WWW document]. URL
https://www.dot.ny.gov/programs/greenlites
21. Plessis, D., Chrisna, Edit. (2002),”Agenda 21 for Sustainable Construction in Developing Countries”
Pretoria: Capture Press.
22. Sunarjono, S., 2006, Evaluasi engineering bahan perkerasan jalan menggunakan RAP dan foamed
bitumen, jurnal Eco REKAYASA, Vol. 2, No. 2, September 2006.
23. Widjanarko, A., (2009).“Bangunan dan Konstruksi Hijau”, Seminar Nasional Teknik Sipil V-2009,
Surabaya, 11 Pebruari.
24. Wirahadikusumah, R. D., Sahana, H. P. (2012).”Estimasi konsumsi energi dan emisi gas rumah kaca
pada pekerjaan pengaspalan jalan” . Jurnal Teknik Sipil-Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa
Sipil Intitut Teknologi Bandung, Vol. 19 No. 1.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH
DALAM ASPEK KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM [PAPER KE-2]
Oleh:
Wulfram I. Ervianto
Staf Pengajar Prodi Teknik Sipil UAJY
Dipresentasikan dalam:
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7
Universitas Sebelas Maret , Surakarta, 24-25 Oktober 2013
FENOMENA PEMANASAN GLOBAL
Sebelum revolusi
industri
Setelah revolusi
industri
PERUBAHAN
PROSES PRODUKSI
Konsentrasi CO2 di udara dari waktu ke waktu cenderung mengalami peningkatan terlebih setelah terjadi revolusi industri (Salim 2010, h.13).
Kwanda (2003) mengemukakan konsumsi energi yang besar dengan pertumbuhan 2% per tahun sampai tahun 2020 akan menghasilkan emisi global CO2 dan gas
rumah kaca lainnya naik dua kali lipat pada tahun 1965-1998 yang berakibat pada perubahan iklim dunia.
Sebelum revolusi industri
Sesudah revolusi industri
Pada dasarnya revolusi industri merupakan penggantian tenaga manusia dengan tenaga mesin.
Dorongan terbesar terjadinya revolusi industri ini saat penemuan mesin uap oleh James Watt’s Th.
1764. Mesin ini menjadi pendorong utama tenaga mesin penggerak pada pertanian, pabrik.
Percepatan revolusi industri terjadi pada tahun 1800 dengan dikembangkannya mesin yang
menggunakan bahan bakar dan listrik.
FENOMENA PEMANASAN GLOBAL
Secara global, Indonesia berada di urutan ke lima dalam menghasilkan emisi gas
rumah kaca atau sekitar 4,63% (World Resources Institute, 2005).
Konferensi Tingkat Tinggi PBB ke-13,
tentang Perubahan Iklim
di Bali, Desember 2007
Pembangunan
berkadar rendah
karbon
Menurunkan kadar CO2
sebesar 26% s/d 41%
(Akhir tahun 2020)
Tentunya kesepakatan tersebut hanya
dapat terwujud apabila semua sektor
industri termasuk industri konstruksi
mempunyai perhatian dan komitmen
yang sama terhadap masalah
lingkungan.
Konferensi Bali pada bulan Desember 2007, tentang pola pembangunan abad ke-21 yang berkadar rendah karbon. Agenda Indonesia dalam
rangka menurunkan konsentrasi CO2 diudara adalah sebesar 26% sampai dengan 41% di akhir tahun 2020 (Salim 2010, h. 11).
Skenario Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca
Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia
Agenda 21 Sustainable Construction
di Indonesia
7
NILAI KONSTRUKSI YANG DISELESAIKAN
(http://dds.bps.go.id/diunduh 14 Mei 2012
PEMBANGUNAN
SUMBERDAYA ALAM
CENDERUNG
MENURUN
LIMBAH CENDERUNG
MENINGKAT
Sustainable Transport Planning
Source: Todd Litman , 2013, Victoria Transport Policy Institute
Green, bagian dalan Sustainability
GREEN
ISU GREEN
Green design
Green procurement
Green construction
Green building
SIKLUS HIDUP PROYEK KONSTRUKSI HIJAU
Value
Value
Value
Value
Value
Studi kelayakan
FEASIBILITY
STUDY
DESIGN
Perencanaan
(Green
[Greendesign)
design ]
PENGADAAN
Pengadaan
(Green
[Greenprocurement)
procurement
KONSTRUKSI
Pelaksanaan
(Greenconstruction
construction)]
[Green
OPERASI
DAN
Operasi
danPERAWATAN
perawatan
(Green
[Greenbuilding)
building ]
PERILAKU
Dekonstruksi
PENGGUNA
SUSTAINABLE CONSTRUCTION
Konservasi energi
Konservasi air
Minimasi limbah
Konservasi sumberdaya alam
Project Delivery System [PDS] ?
Kesiapan regulasi ?
Kualitas udara
GREEN DESIGN ?
PERAN PERENCANAAN
DALAM PROYEK GREEN
Peran sentral
dan penting
value
value
value
value
Gagasan
Studi
kelayakan
Perencanaan
Pengadaan
Pelaksanaan
Limbah
Limbah
Operasi dan
perawatan
Dekonstruksi
Limbah
GREEN CONSTRUCTION ?
KESEPAKATAN PENURUNAN EMISI CO2
Secara global, Indonesia berada di urutan ke lima dalam
menghasilkan emisi gas rumah kaca atau sekitar 4,63%
(World Resources Institute, 2005).
Konferensi Tingkat Tinggi PBB ke-13,
tentang Perubahan Iklim
di Bali, Desember 2007
Pembangunan
berkadar rendah
karbon
Menurunkan kadar CO2
sebesar 26% s/d 41%
(Akhir tahun 2020)
Tentunya kesepakatan tersebut hanya dapat
terwujud apabila semua sektor industri
termasuk industri konstruksi mempunyai
perhatian dan komitmen yang sama terhadap
masalah lingkungan.
Konferensi Bali pada bulan Desember 2007, tentang pola pembangunan abad ke-21 yang berkadar rendah karbon. Agenda Indonesia
dalam rangka menurunkan konsentrasi CO2 diudara adalah sebesar 26% sampai dengan 41% di akhir tahun 2020 (Salim 2010, h. 11).
CETAK BIRU KONSTRUKSI INDONESIA
Penghematan bahan
AGENDA KONSTRUKSI
INDONESIA 2030
Promosi
SUSTAINABLE CONSTRUCTION
Pengurangan limbah
Kemudahan pemeliharaan
bangunan
Agenda Konstruksi Indonesia 2030 yang menyatakan bahwa konstruksi Indonesia mesti berorientasi untuk tidak menyumbangkan
terhadap kerusakan lingkungan namun justru menjadi pelopor perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan seluruh habitat-persada
Indonesia, dengan salah satu agenda melakukan promosi sustainable construction untuk penghematan bahan dan pengurangan
limbah (bahan sisa) serta kemudahan pemeliharaan bangunan pasca konstruksi (LPJKN 2007, h. 142).
ASPEK PERTAMA SUSTAINABLE CONSTRUCTION :
PENGHEMATAN BAHAN
Konsumsi Sumberdaya Alam Dalam Sektor Konstruksi
[Secara Global]
50%
40%
16%
Sumber daya
alam
Energi
Air
Frick dan Suskiyanto (2007) menyatakan bahwa penggunaan sumberdaya tak terbarukan, proses pengolahan bahan mentah menjadi bahan siap pakai, eksploitasi
dari konsumsi yang berlebihan, dan masalah transportasi adalah kontributor dampak lingkungan.
Widjanarko (2009) menyatakan bahwa secara global, sektor konstruksi mengkonsumsi 50% sumber daya alam, 40% energi, dan 16% air. Mengingat
besarnya konsumsi sumberdaya alam dalam aktivitas konstruksi maka diperlukan perencanaan yang baik dalam pengelolaan penggunaannya agar keberlanjutannya
tetap diperhatikan.
ASPEK KEDUA SUSTAINABLE CONSTRUCTION :
PENGURANGAN LIMBAH
Pengguna energi yang besar, 40%
Pengguna sumberdaya alam yang
besar, 50%
Pengguna air, 16%
KONSTRUKSI
Penghasil limbah dalam jumlah
besar, 20% - lebih dari 50%
dari seluruh limbah
Berkontribusi 45% emisi CO2
Sumber: Widjanarko (2009)
Craven dkk. (1994) menyatakan bahwa kegiatan konstruksi menghasilkan limbah sebesar kurang lebih 20-30% dari keseluruhan limbah di Australia
Rogoff dan Williams (1994) menyatakan bahwa 29% limbah padat di Amerika Serikat berasal dari limbah konstruksi.
Ferguson dkk. (1995) menyatakan lebih dari 50% dari seluruh limbah di United Kingdom berasal dari limbah konstruksi.
Oladiran (2008) menuliskan bahwa salah satu penyebab timbulnya limbah konstruksi adalah penggunaan sumberdaya alam melebihi dari apa yang
diperlukan untuk proses konstruksi. Limbah yang dihasilkan oleh aktivitas konstruksi seperti tersebut diatas dapat menurunkan kualitas lingkungan
Hendrickson dan Horvath (2000) bahwa konstruksi berpengaruh secara signifikan terhadap lingkungan, oleh karena itu sudah seharusnya dilakukan
minimasi pengaruhnya terhadap lingkungan.
KONSEP GREEN CONSTRUCTION
Conseil International du Batiment, (1994) menyatakan bahwa
tujuan sustainable construction adalah menciptakan bangunan
berdasarkan disain yang memperhatikan ekologi,
menggunakan sumberdaya alam secara efisien, dan ramah
lingkungan selama operasional bangunan
Input
?
Alat
Material
Pekerja
Output
Proses
konstruksi
Bangunan
Limbah
Metoda
Uang
Kapasitas penyediaan
(Supportive capacity)
Widjanarko, 2009
50% sumberdaya alam
40% energi
16% air
Daya dukung lingkungan
(Carrying capacity)
Kapasitas tampung limbah
(Assimilative capacity)
Craven, 1994
Kontruksi menghasilkan
limbah antara 20% sampai
dengan 50%
Oladiran, 2008
Penyebab timbulnya limbah adalah
penggunaan sumberdaya alam
melebihi apa yang diperlukan
Du Plessis (2002)
bagian dari
sustainable
construction adalah
green construction.
Dampak pembangunan jalan
Emisi gas rumah kaca
Input
Alat
Material
Pekerja
Metoda
Proses
Proses
Proses
konstru
konstruksi
konstruksi
ksi
Bangunan
Daya dukung lingkungan
(Carrying capacity)
Kapasitas tampung limbah
(Assimilative capacity)
Output
Limbah
Uang
Kapasitas penyediaan
(Supportive capacity)
Sumberdaya alam
Volume limbah
Dampak pembangunan jalan:
Berkurangnya ketersediaan sumberdaya alam,
Meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan oleh proses konstruksi,
Emisi yang ditimbulkan tahap pembangunan maupun operasional,
Berpotensi berkurangnya lahan produktif
“save our earth” , sumber :http://rezkyanto.wordpress.com
KONSEP GREEN CONSTRUCTION
Inovasi peralatan konstruksi ramah lingkungan
Rantai pasok material konstruksi
Perilaku pekerja dalam proyek konstruksi
Inovasi teknologi konstruksi ramah lingkungan
Green ekonomi
1
Efisiensi
sumberdaya alam
Input
Alat
Material
Pekerja
Metoda
Uang
Kapasitas penyediaan
(Supportive capacity)
Proses
konstruksi
Output
Bangunan
Limbah
2
Daya dukung lingkungan
(Carrying capacity)
3
Minimum waste
Kapasitas tampung limbah
(Assimilative capacity)
1
EFISIENSI
PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM
value
value
value
value
Gagasan
Studi
kelayakan
Perencanaan
Pengadaan
Pelaksanaan
Limbah
Limbah
Operasi dan
perawatan
Dekonstruksi
Limbah
EFISIEN SEPANJANG
PROSES KONSTRUKSI
2
Input
Proses konstruksi
Alat
Prinsip-prinsip
Lean Construction
Material
Output
Bangunan
Pekerja
Metoda
Uang
Kapasitas penyediaan
(Supportive capacity)
Limbah
Maximum
value
Minimum
waste
Behaviour
Daya dukung lingkungan
(Carrying capacity)
Kapasitas tampung limbah
(Assimilative capacity)
MINIMALISASI LIMBAH
SEPANJANG PROSES KONSTRUKSI
3
PDS berbeda dengan
proyek pada umumnya
Peran sentral
dan penting
INTEGRATED
value
value
value
value
Gagasan
Studi
kelayakan
Perencanaan
Pengadaan
Pelaksanaan
Limbah
Limbah
Operasi dan
perawatan
Dekonstruksi
Limbah
3R
REDUKSI LIMBAH:
Implementasi sistem pracetak
…
REDUKSI LIMBAH:
Implementasi sistem modular
…
DAMPAK
PERENCANAAN
DEFINISI GREEN CONSTRUCTION
Definisi Green Construction :
“Suatu perencanaan dan pelaksanaan proses konstruksi untuk meminimalkan dampak
negatif proses konstruksi terhadap lingkungan agar terjadi keseimbangan antara
kemampuan lingkungan dan kebutuhan hidup manusia untuk generasi sekarang dan
mendatang” (Ervianto, W.I., 2011)
Data jalan di Indonesia
Dampak:
• Berkurangnya SDA
• Meningkatnya jumlah
limbah
• Berkurangnya lahan
(produktif)
Dampak:
• Lingkungan, yang diukur
dengan besarnya emisi
GRK yang ditimbulkan
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum dan Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Prov/Kab/Kota
Catatan : 1987 - 1992 tidak termasuk DKI Jakarta;
sejak 1999 tidak termasuk Timor-Timur
Pertambahan panjang
•
•
•
jalan rata-rata per tahun:
Jalan negara adalah 11.313,3 km
Jalan propinsi 1.082,3 km
Jalan kabupaten/kota adalah 94.445,5 km.
NILAI KONSTRUKSI YANG DISELESAIKAN
(http://dds.bps.go.id/diunduh 14 Mei 2012
PEMBANGUNAN
SUMBERDAYA ALAM
CENDERUNG
MENURUN
LIMBAH CENDERUNG
MENINGKAT
Tujuan Penelitian
Berdasar pada:
Pertumbuhan panjang jalan yang terus meningkat
Pemakaian sumberdaya alam cenderung semakin besar
Upaya menekan emisi GRK
Maka, perlu dikembangkan proses konstruksi yang ramah
lingkungan utamanya dalam penggunaan sumberdaya alam secara
efisien
Manfaat Jalan Hijau
MANFAAT BAGI LINGKUNGAN
[EKOSENTRIS]
Mengurangi penggunaan material
Mengurangi bahan bakar fosil
Mengurangi air
Mengurangi polusi udara
Mengurangi emisi gas rumah kaca
Mengurangi polusi air
Mengurangi limbah padat
Mampu memulihkan/membentuk
habitat
Sumber: Greenroads, 2012.
MANFAAT BAGI MANUSIA
[ANTROPOSENTRIS]
Meningkatkan akses
Meningkatkan mobilitas
Meningkatkan kesehatan dan
keselamatan manusia
Meningkatkan ekonomi lokal
Meningkatkan kesadaran
Meningkatkan estetika
Mereduksi biaya daur hidup
Sustainable Transport Goals
Source: Todd Litman, 2013, Victoria Transport Policy Institute
Green, bagian dalan Sustainability
GREEN
Konsep Green Construction
Sumber: Ervianto, W.I., (2012)
Tujuan dan Manfaat Penelitian
value
value
value
Perencanaan
value
Pengadaan
value
Pelaksanaan
value
Operasi/
perawatan
value
value
value
value
Dekonstruksi/
Demolisi
Perbandingan Sistem Rating Jalan Hijau di USA–UK-AUSTRALIA
USA
UK
Sumber: Highfield, C. L., 2011
GREENROADS V 1.5
AUSTRALIA
INVEST V 1.0
Greenroads 1,5 versus Invest 1,0
Project Requirements
PR 1-Environmental Review Process
PR 2-Life cycle Cost Analysis (≈ PD 2)*
PR 3-Life cycle Inventory
PR 4-Quality Control Plan (≈ PD 28)*
PR 5-Noise Mitigation Plan (≈ PD 27)*
PR 6-Waste Management Plan (≈ PD 29)*
PR 7-Pollution Prevention Plan
PR 8-Low Impact Development
PR 9-Pavement Management System (≈ OM 7)*
PR 10-Site Maintenance Plan
PR 11-Educational Outreach (≈ PD 5)*
Access and Equity
AE 1-Safety Audit
AE 2-Intelligent Transportation System
AE 3-Context Sensitive Solutions
AE 4-Traffic Emissions Reduction
AE 5-Pedestrian Access (≈ PD 10)*
AE 6-Bicycle Access (≈ PD 11)*
AE 7-Transit & High Occupancy Vehicle Access
AE 8-Scenic Views
AE 9-Cultural Outreach
Materials and Resources
MR 1-Life cycle Assessment
MR 2-Pavement Reuse
MR 3-Earthwork Balance (≈ PD 21)*
MR 4-Recycled Materials
MR 5-Regional Materials
MR 6-Energy Efficiency (≈ PD 17)*
Environment and Water
EW 1-Environmental Management System
EW 2-Runoff Flow Control
EW 3-Runoff Quality
EW 4-Stormwater Cost Analysis (≈ PD 8)*
EW 5-Site Vegetation (≈ PD 18)*
EW 6-Habitat Restoration (≈ PD 7)*
EW 7-Ecological Connectivity (≈ PD 9)*
EW 8-Light Pollution
Construction Activities
CA 1-Quality Management System
CA 2-Environmental Training (≈ PD 25)*
CA 3-Site Recycling Plan
CA 4-Fossil Fuel Reduction
CA 5-Equipment Emission Reduction (≈ PD 26)*
CA 6-Paving Emissions Reduction
CA 7-Water Use Tracking
CA 8-Contractor Warranty (≈ PD 24)*
Pavement Technologies
PT 1-Long Life Pavement
PT 2-Permeable Pavement
PT 3-Warm Mix Asphalt
PT 4-Cool Pavement
PT 5-Quiet Pavement
PT 6-Pavement Performance Tracking
Aspek sumber dan siklus material
Aspek Green Construction*
Construction activities dalam sistem rating
Greenroads mencakup delapan faktor, yaitu:
1. Quality management system,
2. Environmental training,
3. Site recycling plan,
4. Fossil fuel reduction,
5. Equipment emission reduction,
6. Paving emissions reduction,
7. Water use tracking,
8. Contractor warranty.
* : dikembangkan oleh Ervianto, W. I., 2013.
Sumber dan Siklus Material
Manajemen lingkungan bangunan
Konservasi energi
Kualitas udara
Kesehatan dan kenyamanan dalam
proyek
Konservasi air
Tepat guna lahan
Aspek sumber dan siklus material
Sumber dan siklus material, bertujuan untuk menahan laju eksploitasi
sumberdaya alam tak terbarukan dengan cara memperpanjang daur hidupnya,
melalui hal-hal sebagai berikut:
Penggunaan material bekas hasil dekonstruksi untuk mereduksi pemakaian
material baru, memperpanjang umur pakai untuk mengurangi jumlah limbah di
tempat pembuangan akhir
Penggunaan bahan bangunan pabrikasi (bila memungkinkan) hasil proses daur
ulang yang ramah lingkungan.
Penggunaan material lokal untuk mereduksi pemakaian energi akibat proses
transportasi.
Skema pengelolaan infrastruktur jalan
Pencampuran panas
(Hotmix)
New
construction
Hot in place recycling
Hot in plant recycling
Surface Recycling
Jalan
Recycling
Pencampuran dingin
(Coldmix)
Full depth reclamation
Maintenance
Seluruh lapis perkerasan
(Surface course-base course-subbase course)
Overlay
Catatan :
Gambar struktur jalan
Lapis permukaan
(Surface course)
Cold in place recycling
Cold in plant recycling
New Construction
New Construction
Dari keseluruhan panjang jalan di Indonesia (± 486.296 km), 59.1% diantaranya
menggunakan jenis perkerasan lentur dengan menggunakan aspal sebagai
materialnya. Hal ini berakibat pada besarnya kebutuhan aspal nasional yaitu
mencapai 1,2 juta ton per tahun (Kompas, 2009).
Jalan baru - Pencampuran secara panas (hotmix)
Produksi campuran aspal panas
Emisi CO2
Pemindahan
agregat
Pengeringan
agregat
Pemanasan
aspal
Pengadukan
campuran
Transportasi
ke lokasi proyek
Pelaksanaan pekerjaan pengaspalan jalan
?
Perkerjaan konstruksi jalan yang
menimbulkan emisi CO2 adalah
pengaspalan khususnya dengan metode
campuran aspal panas.
Penyebab timbulnya emisi adalah
persyaratan material yang digunakan
dicampur dalam suhu tinggi (>1000oC).
Pembersihan
lokasi
Penghamparan
aspal perekat
Penghamparan
campuran
Pemadatan
Sumber: Wirahadikusumah, R. D., Sahana, H. P. (2012)
Proses pengeringan agregat yang
dilakukan di Asphalt Mixing Plant (AMP)
adalah proses yang paling besar dalam
konsumsi energi bersumber dari bahan
bakar fosil dan menghasilkan emisi Gas
Rumah Kaca (GRK).
Justifikasi pencampuran dingin (coldmix)
Karakter proses pencampuran dingin
(coldmix) adalah:
Mampu mengakomodasi isu penghematan
penggunaan bahan bakar.
Pekerjaan dengan menggunakan campuran
dingin (coldmix ) untuk jalan dengan dua lajur,
emisi (SO2, NOx, dan CO2) yang ditimbulkan
50% lebih rendah jika dibandingkan dengan
campuran panas setiap kilometernya.
Sumber: Kazmierowski, (2009)
Tidak harus menggunakan fresh aggregate
tetapi dapat memanfaatkan bahan limbah
seperti RAP. Hal ini mendorong isu
pengurangan eksploitasi sumberdaya
alam, mengatasi problem limbah dan
menjaga keseimbangan alam.
Implementasi metoda in-place recycling
berpotensi meningkatkan efektifitas kerja
sehingga mendorong penghematan energi dan
transportasi serta mereduksi dampak polusi
atau emisi gas rumah kaca.
Sumber: Sunarjono S., 2006.
Maintenance
Maintenance
Sebagaimana struktur perkerasan pada umumnya, perkerasan lentur juga akan
mengalami penurunan kinerja akibat pengaruh beban lalu lintas dan lingkungan
seiring dengan berjalannya umur rencana perkerasan. Oleh karenanya, struktur
perkerasan akan membutuhkan upaya-upaya pemeliharaan untuk menjaga
kinerjanya yang dapat dilakukan melalui pekerjaan overlay dan recycling.
Opsi dalam pemeliharaan jalan
Overlay
Berdampak negatif pada keutuhan natural
resources
Berdampak negatif terhadap utilitas yang
terkait dalam struktur jalan akibat elevasi jalan
cenderung bertambah.
Recycling
Memungkinkan menggunakan Reclaimed
Asphalt Pavement (RAP) yang merupakan
bahan hasil pemrosesan penggarukan
perkerasan jalan yang mengandung aspal dan
agregat.
Apabila dihancurkan dan disaring secara baik,
RAP mengandung agregat berlapis aspal yang
berkulitas tinggi
Recycling dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
surface recycling dan full depth reclamation
dimana keduanya mampu mengkonservasi
sumberdaya alam.
(http://www.fhwa.dot.gov/publications/research/infrast
ructure/structure/97148/rap131.cfm).
Opsi dalam recycling
Surface recycling
Full depth Recycling
Beberapa keuntungan dari penggunaan teknik daur ulang dalam
perbaikan perkerasan jalan antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
Mengurangi biaya rekonstruksi
Mengurangi pemakaian aspal dan agregat.
Menjaga kondisi geometrik perkerasan.
Ramah lingkungan
Hemat energi.
(http://www.fhwa.dot.gov/publications/research/infrast
ructure/structure/97148/rap131.cfm).
Perbandingan in place dan in plant recycling
In Place Recycling
In Plant Recycling
Aspek positif:
Kekuatan mendekati aslinya,
Memperbaiki jenis kerusakan yang
lebih luas,
Retak refleksi dapat dicegah.
Aspek positif :
Kekuatannya dapat mendekati sifat
campuran baru,
Mutu campuran lebih mudah diatur,
Geometrik campuran lebih mudah
disesuaikan.
Aspek negatif:
Pengendalian mutu sulit dilakukan,
Homogenitas campuran sulit dicapai,
Diperlukan peralatan khusus (cold
milling, recycler).
Aspek negatif:
Diperlukan pengangkutan hasil garukan
ke mesin pencampur,
Bagian bekas garukan harus diamankan
sebelum ditutup kembali.
Peralatan yang diperlukan dapat
diperoleh dengan memodifikasi alat
pencampur aspal (AMP)
Komposisi emisi yang ditimbulkan dalam pekerjaan jalan
New construction
Pekerjaan
jalan baru
Sumber: Kawakami, A., dkk., (2010)
Maintenance
Daur ulang di
luar lokasi
proyek
Daur ulang di
lokasi proyek
Prinsip material berkelanjutan
Dalam konteks material berkelanjutan, dapat diartikan bahwa material dapat
digunakan berulang kali melalui proses reuse dan recycling sehingga membentuk
siklus tertutup sebagaimana diperlihatkan dalam gambar berikut.
Udara
emisi
Ekstraksi
emisi
emisi
emisi
emisi
emisi
Proses
produksi
Proses
konstruksi
Umur operasional
bangunan
Pembongkaran
bangunan
Limbah
Transportasi
Digunakan
kembali
Daur
ulang
Ditimbun
Bumi
Sumber: Ervianto, W.I., “Green Construction Sebuah Opsi Penyelamatan Lingkungan”.
Majalah Konstruksi No. 415 tahun XXXV Juli 2012
Penerapan Daur Ulang Lingkup Praktis [2007]
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Pekerjaan Umum dalam pemakaian aspal daur ulang
di ruas jalan Palimanan-Jatibarang, Kabupaten
Indramayu sepanjang 3,5 km (km 27+680 sampai
dengan km 31+100). Ketebalan aspal daur ulang
yang dilaksanakan dalam ruas jalan tersebut adalah
60 mm dengan lebar jalan 7 m.
Aspek waktu, proses pelaksanaan
pekerjaan lebih cepat yaitu 1 km per
minggu. Jika diasumsikan waktu kerja 8
jam per hari, maka produktivitas
pekerjaan tersebut adalah ± 17 meter/jam
berdampak positif terhadap pengurangan emisi yang
ditakar dalam CO2 ekivalen serta mendukung aspek
konservasi sumberdaya alam di Indonesia.
biaya yang dibutuhkan dengan
penggunaan aspal daur ulang lebih
murah, selain itu bahan baku yang
dibutuhkan mudah didapat
Tentu hal ini akan berkontribusi menurunkan emisi
gas rumah kaca sebesar 26% yang tertuang dalam
kesanggupan pemerintah Indonesia dalam
Konferensi Bali pada tahun 2007.
http://www1.pu.go.id/uploads/berita/ppw021007ind.htm.
Cara overlay vs recycling lapis permukaan
Lokasi: Jalan raya Prambanan , Kab. Klaten , Jawa Tengah
Dst.
Overlay ke-2
Overlay ke-1
Lapis permukaan
Lapis
Lapis
Lapis pondasi atas
Lapis pondasi bawah
Rekonstruksi kerb
dan utilitas lain
Lapis tanah dasar
Lokasi: Ring road utara, Daerah Istimewa Yogyakarta
Sumber: dokumentasi pribadi, Ervianto, 2013
Sistem drainasi
Sumber: Dokumentasi pribadi
Lokasi: Beijing
Pedoman penanaman pohon pada sistem jaringan jalan (1)
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/Prt/M/2012 Tentang Pedoman Penanaman Pohon Pada Sistem Jaringan Jalan
Pedoman penanaman pohon pada sistem jaringan jalan (2)
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/Prt/M/2012 Tentang Pedoman Penanaman Pohon Pada Sistem Jaringan Jalan
Daftar pustaka
1. Alamsyah, A., (2006).,Rekayasa jalan raya, UMM Press, Malang.
2. CEEQUAL, Ltd. (2008). CEEQUAL scheme description and assessment process handbook, Version 4
- Web Download Copy.
3. Ervianto, W.I., “Green Construction Sebuah Opsi Penyelamatan Lingkungan”. Majalah Konstruksi
No. 415 tahun XXXV Juli 2012
4. Ervianto, W. I., (2012).”Studi kontribusi green constructionterhadap operasional bangunan”. Seminar
Nasional Teknik Sipil IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
5. Ervianto, W. I., (2013).“Kajian green construction infrastruktur jalan raya berdasarkan sistem rating
greenroads dan invest”. Konferensi Nasional Teknik Sipil ke-7 Universitas Negeri Sebelas Maret,
Surakarta.
6. Ervianto, W. I., Soemardi, B. W., Abduh, M. dan Suryamanto, (2011).“Pengembangan model
assessment green construction pada proses konstruksi untuk proyek konstruksi di Indonesia”
Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung.
7. Ervianto, W. I., Soemardi, B. W., Abduh, M. dan Suryamanto, (2013).“Identifikasi indikator green
construction pada proyek konstruksi bangunan gedung di Indonesia”. Seminar Nasional Teknik Sipil
IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
8. FHWA. (2012a). INVEST [WWW document]. URL
https://www.sustainablehighways.org/1/home.html
9. Frick, H & Suskiyanto B, (2007). Dasar-Dasar Arsitektur Ekologis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
10. Greenroads. (2012). Greenroads [WWW document]. URL http://www.greenroads.org/1/home.html
11. Highfield C. L., (2011).”Sustainable pavement construction developing a methodology for integrating
environmental impact into the decision making process”, Virginia.
12. http://www.fhwa.dot.gov/publications/research/infrastructure/structure/97148/rap131.cfm
13. http://www1.pu.go.id/uploads/berita/ppw021007ind.htm
Daftar pustaka
14. IDOT, & IJSG. (2010).“I-Last-Illinois Livable and Sustainable Transportation Rating System and
Guide” [WWW document]. URL http://www.dot.state.il.us/green/documents/I-LASTGuidebook.pdf
15. Kawakami, A., Nitta, H., Kanou, T., Kubo, K., (2010),Study on CO2 emisiion of pavement recycling
methods.
16. Kazmierowski, T., (2009). “In placepavement rcycling-the playback of green”. Thirteenth Annual
Minnesota Pavement Conference, Ontario: Ministry of Transportation.
17. Khanna, P., P.R. Babu dan M.S. George. (1999), “Carrying capacity as a basis for sustainable
development: a case study of national capitol region in India”, India.
18. Kompas, 2009, Pertamina Hentikan Produksi AspalAgustus, Koran Kompas edisi Jumat, 20 Februari.
19. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (2007). Konstruksi Indonesia 2030 untuk
kenyamanan lingkungan terbangun, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional, Jakarta.
20. NYSDOT. (2012). New York State Department of Transportation: [WWW document]. URL
https://www.dot.ny.gov/programs/greenlites
21. Plessis, D., Chrisna, Edit. (2002),”Agenda 21 for Sustainable Construction in Developing Countries”
Pretoria: Capture Press.
22. Sunarjono, S., 2006, Evaluasi engineering bahan perkerasan jalan menggunakan RAP dan foamed
bitumen, jurnal Eco REKAYASA, Vol. 2, No. 2, September 2006.
23. Widjanarko, A., (2009).“Bangunan dan Konstruksi Hijau”, Seminar Nasional Teknik Sipil V-2009,
Surabaya, 11 Pebruari.
24. Wirahadikusumah, R. D., Sahana, H. P. (2012).”Estimasi konsumsi energi dan emisi gas rumah kaca
pada pekerjaan pengaspalan jalan” . Jurnal Teknik Sipil-Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa
Sipil Intitut Teknologi Bandung, Vol. 19 No. 1.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH