Pemanfaatan Program Gizi di Posyandu dan

PEMANFAATAN PROGRAM GIZI DI POSYANDU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN BAYINYA ELY WALIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

ABSTRACT

ELY WALIMAH. Utilization of Nutritional Program In Posyandu and

Determinant Factors Breast-Feeding Mothers Nutritional Status and Their

Infants Nutritional Status. Under Direction of HADI RIYADI and DADANG SUKANDAR.

Human quality is characterized with strong physic, powerful mental, optimal health and able to adapt knowledge and technology easily. One of indicator to measure the human quality is Human Development Indeks (HDI). Three main factor of HDI indicators are education, health and economic. Those factors related to community nutritional status. Malnutrition will cause physic, mental and intelligence growth failure, low productivity and increasing diseases and deaths. Malnutrition occurs as a result of economic crisis that happenned recently and also caused by the social institution that exist in social issues are not function any longer. One of the social institution is Posyandu (Health and Nutrition Integrated Services Center). Posyandu was not running optimally this recently. The general purpose of the research to get informations about utilization of nutritional program at posyandu and also some factors that related to nutritional status of breast-feeding mothers and their infants.

The research design was using a cross sectional study. Design population in this research are breast-feeding mothers and their infants from each posyandu under responsibility of Puskesmas Ciranjang area and Puskesmas Karang Tengah area. The total number of samples are 100 breast-feeding mothers and 100 their infants. Sample were taken by using a simple random sampling method. Data were taken by interview breast-feeding mothers and measured breast-feeding mothers body mass indeks and their infants. Data were analyzed by multiple regression linear model.

The multiple regression linear model results, there were relation between utilization of nutritional program in posyandu with breast-feeding mothers (p value = 0.001), there were relation between utilization of nutritional program in posyandu with infant nutritional status with used index weight for length (p- value = 0.001). Knowledge of nutrition, vitamin B1 (thiamin), vitamin C, vitamin

A have positive significant on breast-feeding mothers (P<0.05). Household income, fosfor, Vitamin C, protein have positive significant on infant nutritional status with index weight for length (P<0.05). Household income, fosfor, Vitamin

C, vitamin A have positive significant on infant nutritional status with index length for age and weight for age (P<0.05).

Keywords : Posyandu, Infant, Breast-feeding Mothers and Nutritional Status.

RINGKASAN

ELY WALIMAH. Pemanfaatan Program Gizi di Posyandu dan Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Menyusui dan Bayinya.

Dibimbing oleh HADI RIYADI dan DADANG SUKANDAR.

Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi. Salah satu indikator untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas SDM adalah Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks atau HDI). Tiga faktor utama penentu HDI adalah pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat. Kurang gizi akan mengakibatkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan produktivitas, meningkatkan kesakitan dan kematian.

Kurang gizi selain terjadi karena kondisi saat ini sedang krisis dapat juga ditimbulkan karena berbagai lembaga sosial yang ada tidak difungsikan kembali. Salah satu lembaga sosial adalah posyandu dan lembaga ini kelihatan tidak berfungsi secara optimal. Secara umum penelitian ini bertujuan menggali informasi mengenai pemanfaatan program gizi di posyandu dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui serta bayinya sebagai pengguna posyandu. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pemanfaatan program gizi di posyandu dengan status gizi ibu menyusui dan bayinya, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui dan bayinya.

Rancangan penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study. Populasi yang diambil adalah seluruh ibu menyusui dan bayinya dari setiap posyandu yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ciranjang dan Karang Tengah. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 100 orang ibu menyusui dan 100 bayinya dengan menggunakan metode acak sederhana. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan responden.

Karakteristik bayi meliputi umur dan jenis kelamin. Data status gizi bayi 0-11 bulan diperoleh dengan cara pengukuran antropometri yang meliputi berat badan dan panjang badan. Berat badan bayi diukur dengan menggunakan timbangan injak digital merek ”easttech” dengan ketelitian 0.1 kg. Teknik pengukuran berat badan bayi yaitu bayi digendong oleh ibunya sehingga diketahui berat badan bayi dan ibunya kemudian dikurangi berat badan ibu yang sebelumnya sudah diketahui untuk memperoleh berat badan bayi. Data karakteristik ibu meliputi umur, pendidikan ibu dan pekerjaan. Data status gizi ibu diperoleh dengan cara pengukuran antropometri berdasarkan berat badan dan tinggi badan. Pengukuran berat badan dengan cara menimbangan langsung ibu menyusui menggunakan alat ukur timbangan injak digital merek ”easttech” dengan ketelitian 0.1 kg. Pengukuran tinggi badan dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Data konsumsi pangan ibu menyusui dan bayinya dikumpulkan melalui metode recall 2 x 24 jam.

Data pengetahuan gizi ibu diperoleh dengan mengajukan 10 pertanyaan tentang zat gizi dan fungsinya, persepsi ibu tentang program gizi diperoleh dengan mengajukan 10 pertanyaan yang meliputi proses pelaksanaan program posyandu, dan pelayanan program gizi diperoleh dengan mengajukan 9 pertanyaan meliputi cakupan pelaksanaan program posyandu yang diperoleh oleh ibu menyusui dan bayinya. Data akses pelayanan program gizi diperoleh dengan mengajukan pertanyaan mengenai jarak rumah dengan tempat pelayanan program gizi serta keterjangkauan transportasi.

Berdasarkan hasil analisis korelasi pearson pada α = 0.01 diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi ibu adalah tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat

kecukupan B 1 (tiamin), tingkat kecukupan kalsium, tingkat kecukupan fosfor, tingkat kecukupan zat besi, sedangkan dari hasil analisis regresi linear berganda pada α = 0.05 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan B 1 (tiamin), tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan vitamin A, pemanfaatan program gizi di posyandu dan pengetahuan gizi ibu berpengaruh positif terhadap status gizi ibu menyusui.

Berdasarkan hasil analisis korelasi pearson pada α = 0.01 diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi bayi adalah tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat

kecukupan vitamin B 1 (tiamin), tingkat kecukupan kalsium, tingkat kecukupan fosfor dan tingkat kecukupan besi, sedangkan dari hasil analisis regresi linear berganda pada α = 0.05 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan fosfor, pemanfaatan program gizi di posyandu dan pendapatan keluarga berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks BB/PB . Tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan fosfor dan pendapatan keluarga berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks PB/U dan BB/U

Keywords : Posyandu, Bayi, Ibu Menyusui dan Status Gizi.

PEMANFAATAN PROGRAM GIZI DI POSYANDU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN BAYINYA ELY WALIMAH TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

Judul Tesis : Pemanfaatan Program Gizi di Posyandu dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Menyusui dan Bayinya Nama

: Ely Walimah NIM

: A 551050011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Hadi Riyadi, MS Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSc Ketua

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Gizi Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana dan Sumberdaya Keluarga

Prof.Dr.Ir. Ali Khomsan, MS Prof. Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro, MS

Tanggal Lulus : 31 Agustus 2007

Tanggal Ujian : 20 Agustus 2007

“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang khusyu”

(Q.S. Al-Baqoroh :45)

Kepersembahkan karya ilmiah ini teruntuk : Keluarga dan semua keponakanku, suami dan bayiku tercinta

PRAKATA

Sujud syukur sudah sepantasnya penulis abdikan pada Dzat Yang Maha Tunggal, Maha Agung, Maha Sempurna, Allah Azza Wa Jalla, sebagai wujud rasa syukur seorang hamba atas Qudroh dan Irodah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Setelah melalui proses yang cukup panjang, dengan segala “cobaan” yang menerpa, alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul : “Pemanfaatan Program Gizi di Posyandu dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Menyusui dan Bayinya”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS dan Bapak Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSc selaku pembimbing serta Bapak Prof.Dr.Ir.Ali Khomsan, MS sebagai ketua tim penelitian payung dengan judul Studi Implementasi Program Gizi : Pemanfaatan oleh Rumah Tangga, Keterjangkauan, Effectivitas dan Dampak terhadap Status Gizi di Daerah Miskin yang bekerjasama dengan Neysvan Hoogstraten Foundation (NHF) The Netherlands. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman enumerator atas segala bantuan dan kerjasamanya.

Akhirul kalam semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan masyarakat pembaca pada umumnya.

Bogor, Agustus 2007 Ely walimah

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 1 April 1980 sebagai anak ke-empat dari empat bersaudara dari pasangan Engkos Teteng Kosasih (alm) dan Cucu Jumirah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Kesehatan Masyarakat Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Universitas Muhammadiyah Jakarta, lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2005 penulis diterima di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga pada Program Pascasarjana IPB. Penulis bekerja sebagai dosen tetap di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) sejak tahun 2003. Penulis juga pernah menjabat sebagai sekretaris Temu Kaji Ilmiah Dosen (TEKAD) dan editor pelaksana Jurnal SAIN Universitas Muhammadiyah Maluku Utara dari tahun 2003-2005.

Status Gizi Ibu ................................................................................

54 Status Gizi Bayi ..............................................................................

55 Hubungan Pemanfaatan dengan Status Gizi Ibu dan Bayi .............

57 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu dan Bayi .......

58

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 69 LAMPIRAN ............................................................................................... 74

korelasi pearson ....................................................................................... 61

24 Variabel yang bermakna pada α=0.05 berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda ........................................................................... 62

25 Variabel yang bermakna pada α=0.05 berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda ........................................................................... 64

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Metode Penelitian Status Gizi ...................................................................... 15

2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita ................................ 16

3 Hubungan antara Pendidikan dan Status Gizi ............................................. 18

4 Kerangka Konsep ......................................................................................... 26

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Variabel yang pada alpha 0.05 berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda........................................................................................... 74

2 Variabel yang pada alpha 0.05 berdasarkan hasil analisis korelasi pearson ......................................................................................... 75

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan suatu bangsa pada hakekatnya adalah suatu upaya pemerintah bersama masyarakat untuk mensejahterakan bangsa. Salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa adalah tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi. Salah satu indikator untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas SDM adalah Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks atau HDI). Tiga faktor utama penentu HDI yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat. Kurang gizi berdampak pada penurunan kualitas SDM. Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) maka pembangunan sumber daya manusia Indonesia belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Pada tahun 2003, IPM Indonesia menempati urutan ke 112 dari 174 negara. Pada tahun 2004, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menempati peringkat 111 dari 177 negara. Pada tahun 2006, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menempati peringkat 108 dari 177 negara (UNDP 2003, 2004, 2006).

Kurang gizi akan mengakibatkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan produktivitas, meningkatkan kesakitan dan kematian (Azwar 2004). Status gizi masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Di tingkat rumah tangga status gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan pangan yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnya, asuhan gizi ibu dan anak dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan perilaku serta keadaan kesehatan anggota rumah tangga. Berdasarkan hal tersebut terlihat eratnya hubungan antara ketahanan pangan dan perbaikan gizi masyarakat sehingga menjadi komitmen global. Melalui international conference on nutrition 1992 hingga world food summit 2002, menegaskan komitmen masing-masing negara termasuk Indonesia untuk melanjutkan upaya peningkatan ketahanan pangan, menghapuskan kelaparan dan kekurangan gizi (Azwar 2004).

Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) mempengaruhi peningkatan dari status gizi masyarakatnya. Status gizi merupakan salah satu faktor penyebab dari kualitas hidup manusia. Perbaikan gizi merupakan syarat utama dalam perbaikan kesehatan ibu hamil, menurunkan angka kematian bayi dan balita. Menurut kepala Dinas Kesehatan Cianjur bahwa sebesar 12.6% dari

jumlah total 167.019 balita di Kabupaten Cianjur menderita gizi kurang dan 1.4% menderita gizi buruk. Kondisi ini diantaranya disebabkan karena faktor ekonomi (Abdul 2005).

Upaya pemerintah dalam meningkatkan gizi di Indonesia sudah berjalan semenjak 30 tahun dan masih berfokus pada masalah gizi utama yaitu Kekurangan Energi dan Protein (KEP), defisiensi vitamin A, anemia zat besi dan defisiensi iodium. Menurut Soekirman (1998) bahwa kurang gizi selain terjadi karena kondisi saat ini sedang krisis dapat juga ditimbulkan karena berbagai lembaga sosial yang ada tidak berfungsi secara optimal. Salah satu dari lembaga sosial adalah posyandu dan lembaga ini kelihatan tidak berfungsi secara optimal. Menurut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor : 411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2001 tentang Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu bahwa posyandu harus mampu dalam upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar dan peningkatan status gizi masyarakat serta posyandu harus mampu berperan sebagai wadah pelayanan kesehatan dasar berbasis masyarakat. Bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui merupakan golongan rawan terhadap masalah kekurangan gizi. Oleh sebab itu bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui menjadi sasaran dalam kegiatan posyandu. Secara umum revitalisasi posyandu bertujuan meningkatkan fungsi dan kinerja Posyandu sehingga bisa memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan dan mampu meningkatkan atau mempertahankan status gizi serta derajat kesehatan ibu dan anak.

Tujuan dari program pemerintah dalam meningkatkan status gizi masyarakat adalah meningkatkan intelegensi dan kinerja seseorang sehingga bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tujuan lainnya adalah menurunkan angka penyakit yang disebabkan kekurangan zat gizi (KEP, defisiensi vitamin A, anemia zat besi dan defisiensi iodium). Program gizi mendukung dalam Tujuan dari program pemerintah dalam meningkatkan status gizi masyarakat adalah meningkatkan intelegensi dan kinerja seseorang sehingga bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tujuan lainnya adalah menurunkan angka penyakit yang disebabkan kekurangan zat gizi (KEP, defisiensi vitamin A, anemia zat besi dan defisiensi iodium). Program gizi mendukung dalam

Posyandu yang didirikan sejak tahun 1986 merupakan wadah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara terpadu dalam berbagai sektor, oleh karena itu posyandu yang telah ada secara tidak langsung dapat membantu mengatasi masalah dari dampak krisis ekonomi yang melanda negara khususnya dalam bidang kesehatan ibu dan anak yang termasuk kelompok rawan gizi dan sangat perlu diperhatikan. Posyandu yang merupakan penyelenggarakan pelayanan program gizi yang paling “dekat” dengan masyarakat sehingga apabila fungsi dan kinerjanya baik kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat, secara tidak langsung mampu mengatasi masalah gizi yang terjadi selama ini. Secara umum pelaksanaan program gizi telah mengurangi penyakit akibat zat gizi (Kodyat et al 1998).

Dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk menggali bagaimana pelaksanaan program gizi di tingkat posyandu wilayah Kecamatan Ciranjang dan Karang Tengah Kabupaten Cianjur serta melihat faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui dan bayinya yang termasuk kelompok rawan gizi. Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur bahwa wilayah Kecamatan Ciranjang dan Karang tengah merupakan 2 wilayah yang paling banyak pelaksanaan program gizi dibandingkan dengan wilayah kecamatan lainnya yang berada di kabupaten Cianjur.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis pemanfaatan program gizi di posyandu dan berbagai faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui dan bayinya sebagai pengguna posyandu di Kecamatan Ciranjang dan Karang Tengah Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat.

Tujuan Khusus

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga, konsumsi makan, pelayanan program gizi, akses pelayanan program gizi, pemanfaatan program gizi, pengeluaran pangan, persepsi program gizi, pengetahuan gizi dan status gizi ibu menyusui dan bayinya.

2. Menganalisis hubungan pemanfaatan program gizi dengan status gizi ibu menyusui dan bayinya.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui dan bayinya.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau informasi tentang kegiatan program gizi di posyandu sehingga bisa memberikan masukan bagi para penentu kebijakan dalam menentukan pelaksanaan program gizi yang lebih efektif dan tepat sasaran.

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Posyandu di Indonesia

Upaya perbaikan gizi di Indonesia telah dirintis sejak tahun 1950-an yang dimulai dengan pembentukan panitia perbaikan makanan rakyat di Jawa Tengah. Pada tahun yang hampir bersamaan dilaksanakan kegiatan serupa di berbagai negara lain. FAO dan WHO merumuskan suatu program yang dinamakan Applied Nutrition Program (ANP) yaitu upaya yang bersifat edukatif untuk meningkatkan gizi rakyat terutama golongan rawan gizi dengan peran serta masyarakat setempat dengan dukungan dari berbagai instansi secara terkordinasi.

Tahun 1969 melalui pertemuan berbagai instansi dilahirkan nama UPGK dengan menggunakan konsep ANP (Applied Nutrition Program) dari FAO-WHO. Dalam perkembangannya pada tahun 1984 dicanangkan oleh masyarakat dengan bantuan alat dan tenaga khusus dari pemerintah. Posyandu merupakan salah satu bentuk Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). PKMD merupakan suatu pendekatan yang kekuatannya terletak pada pelayanan kesehatan dasar, kerjasama lintas sektoral dan peran serta msyarakat.

Tujuan dari Posyandu adalah:

1) Mempercepat penurunan angka kematian bayi dan anak balita serta penurunan angka kelahiran.

2) Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).

3) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai dengan kebutuhan (Depkes 1986,1997).

Posyandu digolongkan menjadi 4 tingkatan yaitu :

1. Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum optimal kegiatannya dan belum bisa melaksanakan kegiatan rutinnya tiap bulan dan kader aktifnya masih terbatas.

2. Posyandu tingkat madya adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader 5 atau 2. Posyandu tingkat madya adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader 5 atau

3. Posyandu tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensi pelaksanaannya lebih dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader yang bertugas 5 orang atau lebih, cakupan program utamanya (KB, KIA, GIZI dan Imunisasi) lebih dari 50% sudah dilaksanakan, serta sudah ada program tambahan bahkan sudah ada Dana Sehat yang masih sederhana.

4. Posyandu tingkat mandiri adalah posyandu yang sudah bisa melaksanakan programnya secara mandiri, cakupan program utamanya sudah bagus, ada program tambahan Dana Sehat dan telah menjangkau lebih dari 50% Kepala Keluarga (KK).

Pelayanan Posyandu

Posyandu merupakan lanjutan dari Taman Gizi/Pos Penimbangan, selama ini dilaksanakan oleh PKK yang kemudian dilengkapi dengan pelayanan KB dan Kesehatan. Posyandu sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam bidang kesehatan melaksanakan pelayanan KB, gizi, imunisasi, penanggulangan diare dan KIA. Upaya keterpaduan pelayanan ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan keterpaduan 5 program tersebut baik dari segi lokasi, sarana maupun kegiatan dalam diri petugas, akan sangat memudahkan dalam memberikan pelayanan. Oleh sebab itu, sebaiknya Posyandu berada pada tempat yang mudah didatangi masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat sendiri seperti ditempat pertemuan RT/RW atau tempat khusus yang dibangun masyarakat (Harianto 1992).

Kodyat (1998) menjelaskan bahwa pelayanan gizi di posyandu diupayakan dan dikelola oleh lembaga swadaya masyarakat setempat dan berakar pada msyarakat pedesaan terutama oleh organisasi wanita termasuk PKK. Dengan semakin meluasnya Posyandu di hampir semua desa, maka pelayanan gizi di pedesaan makin dekat dan makin terjangkau oleh keluarga. Keterpaduan Kodyat (1998) menjelaskan bahwa pelayanan gizi di posyandu diupayakan dan dikelola oleh lembaga swadaya masyarakat setempat dan berakar pada msyarakat pedesaan terutama oleh organisasi wanita termasuk PKK. Dengan semakin meluasnya Posyandu di hampir semua desa, maka pelayanan gizi di pedesaan makin dekat dan makin terjangkau oleh keluarga. Keterpaduan

1. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak balita antara lain dengan penimbangan berat badan secara teratur sebulan sekali.

2. Pemberian paket pertolongan gizi berupa tablet tambah darah untuk ibu hamil dan pemberian kapsul yodium untuk ibu hamil, ibu nifas (menyusui) dan anak balita pada daerah rawan GAKY serta pemeberian vitamin A pada bayi, balita dan ibu nifas (menyusui).

3. Pemberian makanan tambahan sumber energi dan protein bagi anak balita KEP, jenis makanan tambahan disesuaikan dengan keadaan setempat dan sejauh mungkin menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat.

4. Pemantauan dini terhadap perkembangan kehamilan dan persiapan persalinan terutama mengenai pemanfaatan ASI untuk kebutuhan gizi bayi.

Penyelenggaraan Posyandu dilaksanakan dengan pola lima meja. Kegiatan Posyandu dilaksanakan oleh kader. Pola lima meja tersebut adalah : Meja 1 : Pendaftaran Meja 2 : Penimbangan bayi dan balita Meja 3 : Pencatatan (pengisian KMS) Meja 4 : Penyuluhan perorangan meliputi :

a. Informasi kesehatan tentang anak balita berdasarkan hasil penimbangan berat badan, diikuti pemberian makanan tambahan, oralit dan vitamin A dosis tinggi.

b. Memberikan informasi kepada ibu hamil yang termasuk risiko tinggi tentang kesehatannya diikuti dengan pemberian tablet tambah darah.

c. Memberikan informasi kepada PUS (Pasangan Usia Subur) agar menjadi anggota KB lestari diikuti dengan pemberian dan pelayanan alat kontrasepsi.

Meja 5 : Pelayanan oleh tenaga profesional meliputi pelayanan KIA,KB,imunisasi serta pelayanan lain sesuai kebutuhan setempat.

Kegiatan diatas dilaksanakan sebulan sekali, khusus meja 1 sampai meja 4 merupakan kegiatan UPGK di Posyandu. Sedangkan kegiatan UPGK di luar jadwal Posyandu seperti kegiatan pemanfaatan pekarangan, motivasi dan penggerakkan UPGK melalui jalur agama dan BKKBN, PMT dan pemberian ASI dalam keluarga dapat dilaksanakan sebagai kegiatan sehari-hari UPGK dalam keluarga.

Revitalisasi Posyandu

Revitalisasi Posyandu merupakan upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar dan peningkatan status gizi masyarakat yang secara umum terpuruk sebagai akibat langsung maupun tidak langsung adanya krisis multi dimensi di Indonesia. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan setiap keluarga dalam memaksimalkan potensi pengembangan kualitas sumber daya manusia diperlukan dalam upaya revitalisasi Posyandu sebagai unit pelayanan kesehatan dasar masyarakat yang langsung dapat dimanfaatkan untuk melayani pemenuhan kebutuhan dasar, pengembangan kualitas manusia dini, sekaligus merupakan salah satu komponen perwujudan kesejahteraan keluarga. Peran Posyandu sebagai salah satu sistem penyelenggaraan pelayanan kebutuhan kesehatan dasar dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Agar Posyandu dapat melaksanakan fungsi dasarnya maka perlu upaya revitalisasi terhadap fungsi dan kinerja Posyandu yang telah dilaksanakan sejak krisis ekonomi yang melanda bangsa kita. Upaya revitalisasi posyandu telah dilaksanakan sejak tahun 1999 di seluruh Indonesia, tetapi fungsi dan kinerja posyandu secara umum masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Oleh karena itu pula, upaya revitalisasi posyandu perlu terus ditingkatkan dan dilanjutkan agar mampu memenuhi kebutuhan pelayanan terhadap kelompok sasaran rawan gizi. Secara umum revitalisasi posyandu bertujuan meningkatkan fungsi dan kinerja Posyandu sehingga bisa memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan dan mampu meningkatkan atau mempertahankan status gizi serta derajat kesehatan ibu dan anak.

Sedangkan secara khusus bertujuan sebagai :

a. Meningkatkan kualitas kemampuan dan ketrampilan kader Posyandu.

b. Meningkatkan pengelolaan dalam pelayanan Posyandu.

c. Meningkatkan pemenuhan kelengkapan sarana, alat, dan obat di Posyandu.

d. Meningkatkan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat untuk kesinambungan kegiatan Posyandu.

e. Meningkatkan fungsi pendampingan dan kualitas pembinaan Posyandu (Depdagri 2001).

Pelayanan Dasar Gizi

Menurut Soekirman (2000) pelayanan dasar adalah pelayanan utama yang harus diberikan kepada golongan masyarakat yang rawan terhadap risiko kurang gizi dan terserang penyakit. Kelompok tersebut adalah wanita, balita dan usia lanjut. Pelayanan untuk wanita meliputi pelayanan kepada wanita remaja calon ibu, wanita hamil, wanita nifas dan wanita menyusui.

Di negara berkembang seperti di Indonesia, apabila ditelusuri ke belakang, status gizi kurang dan buruk pada balita ada hubungannya dengan status gizi ibunya ketika masih remaja. Pada usia remaja terjadi perubahan fisik yang cepat. Oleh karena itu, mereka harus didukung oleh keadaan gizi kesehatan yang optimal. Menurut hasil Survey Kesehatan Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun 1995; 39% remaja wanita menderita KEP tingkat ringan dan 15.8% KEP buruk. Angka tersebut lebih tinggi dibanding pada remaja laki-laki. Remaja wanita juga menderita anemi sebesar 49.2% dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) sebesar 29.6%.

Pelayanan dasar yang diberikan kepada wanita biasanya berupa pengetahuan tentang cara memelihara dan meningkatkan kesehatan diri dan keluarga, mengatur gizi seimbang dan pentingnya keluarga berencana. Selain itu, mereka disiapkan secara fisik dengan memberikan imunisasi pada waktu akan menikah dan jika perlu untuk penderita anemi besi diberikan suplemen pil zat besi atau tablet tambah darah (TTD), pelayanan pendidikan gizi, kesehatan dan Keluarga Berencaan (KB). Pelayanan ini dapat diberikan melalui berbagai program seperti usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK), program makanan Pelayanan dasar yang diberikan kepada wanita biasanya berupa pengetahuan tentang cara memelihara dan meningkatkan kesehatan diri dan keluarga, mengatur gizi seimbang dan pentingnya keluarga berencana. Selain itu, mereka disiapkan secara fisik dengan memberikan imunisasi pada waktu akan menikah dan jika perlu untuk penderita anemi besi diberikan suplemen pil zat besi atau tablet tambah darah (TTD), pelayanan pendidikan gizi, kesehatan dan Keluarga Berencaan (KB). Pelayanan ini dapat diberikan melalui berbagai program seperti usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK), program makanan

Pelayanan dasar yang diberikan untuk ibu hamil dan meyusui terutama berupa pemeriksaan kehamilan dan sebelum persalinan (prenatal care), pertolongan persalinan dan pelayanan pasca persalinan (post-natal care). Pelayanan gizi dasar bagi ibu hamil dan menyusui dapat berupa penyuluhan gizi seimbang, pemantauan pertambahan berat badan waktu hamil, suplemen zat yodium, suplemen pil zat besi dan suplemen energi dan protein. Salah satu pengetahuan gizi yang harus ditanamkan kepada ibu hamil adalah mengenai pentingnya Air Susu Ibu (ASI) bagi bayi. Pada masa setelah melahirkan, selain pengetahuan tentang ASI, diperlukan pengetahuan tentang pentingnya makanan pendamping ASI (MP-ASI) sesudah bayi berumur 4 bulan. Pelayanan ini dapat dilaksanakan melalui program UPGK, Posyandu, Puskesmas dan kesehatan keluarga atau program khusus lainnya.

Pelayanan dasar bagi balita (0-5 tahun) terutama ditujukan untuk menjaga agar pertumbuhan potensional (berat badan dan tinggi badan) anak sejak lahir dapat berlangsung normal, demikian juga daya tahannya terhadap penyakit. Dengan pertumbuhan fisik yang normal, perkembangan mental dan kecerdasan anak juga dapat dipicu dengan lingkungan hidup yang baik dan pola pengasuhan yang mendukung. Untuk itu pelayanan dasar bagi balita meliputi pemberian imunisasi, pendidikan dan penyuluhan gizi pada ibu, menciptakan lingkungan yang bersih, penyediaan fasilitas stimulasi perkembangan mental dan kecerdasan anak dan penyediaan oralit untuk mengurangi bahaya penyakit diare.

Pelayanan dasar gizi dan kesehatan untuk anak balita dapat dilaksanakan melalui Posyandu, Puskesmas, program kesehatan keluarga dan program lain. Berbagai lembaga pelayanan dasar tersebut harus bisa terjangkau baik secara fisik (mudah dicapai) maupun ekonomi (sesuai daya beli) oleh setiap keluarga, termasuk mereka yang miskin dan tinggal di daerah terpencil.

Status Gizi dan Pengukurannya

Menurut Hermana (1993) status gizi merupakan hasil masukan zat gizi makanan dan pemanfaatannya di dalam tubuh. Sedangkan Riyadi (1995) mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan yang ditentukan berdasarkan ukuran tertentu.

Pencapaian status gizi yang baik, didukung oleh konsumsi pangan yang mengandung zat gizi cukup dan aman untuk dikonsumsi. Bila terjadi gangguan kesehatan, maka pemanfaatan zat gizi pun akan terganggu. Bayi yang berstatus gizi lebih baik dan sehat, lebih berpeluang mempunyai kemampuan mental dan intelektual yang lebih baik dan mempunyai usia harapan hidup dan waktu produktif yang lebih tinggi (FNB-NAS 1990). Oleh karena itu, perhatian akan pemenuhan kecukupan gizi dan kesehatan pada bayi menjadi semakin penting. Cukup beralasan bahwa salah satu tujuan kebijakan pangan dan gizi di Indonesia adalah perbaikan mutu gizi makanan penduduk, khususnya golongan rawan gizi seperti anak dibawah lima tahun termasuk bayi dan ibu menyusui

Status gizi pada saat bayi dapat memberi andil terhadap status gizi anak- anak bahkan masa dewasa (Winarno 1990). Mengingat pentingnya status gizi masa bayi, maka orang tua dalam hal ini ibu mempunyai peran yang penting untuk dapat mengendalikan agar status gizi anaknya dapat mencapai optimal.

Kebutuhan nutrisi pada saat menyusui jauh lebih besar dibandingkan pada saat kehamilan. Pada 4-6 bulan pertama melahirkan, berat seorang bayi menjadi dua kali lipat dibandingkan pada saat umur sembilan bulan di dalam kandungan. Susu yang dihasilkan selama 4 bulan mengandung energi yang ekuivalen dengan energi total pada waktu kehamilan. Tetapi, meskipun demikian sejumlah energi dan banyak dari nutrien yang dimakan selama kehamilan dipergunakan untuk mendukung produksi dari ASI. Jumlah ASI yang diproduksi pada masa menyusui, energi dan kandungan dari nutrisi, jumlah energi yang dibutuhkan ibu serta nutrisi yang tersedia. Kebutuhan nutrisi pada masa menyusui meningkat hingga 500 kal/hari yang disertai dengan peningkatan kebutuhan protein, vitamin dan mineral. Masa menyusui yang cukup lama merupakan masa drainase zat-zat makanan bagi Kebutuhan nutrisi pada saat menyusui jauh lebih besar dibandingkan pada saat kehamilan. Pada 4-6 bulan pertama melahirkan, berat seorang bayi menjadi dua kali lipat dibandingkan pada saat umur sembilan bulan di dalam kandungan. Susu yang dihasilkan selama 4 bulan mengandung energi yang ekuivalen dengan energi total pada waktu kehamilan. Tetapi, meskipun demikian sejumlah energi dan banyak dari nutrien yang dimakan selama kehamilan dipergunakan untuk mendukung produksi dari ASI. Jumlah ASI yang diproduksi pada masa menyusui, energi dan kandungan dari nutrisi, jumlah energi yang dibutuhkan ibu serta nutrisi yang tersedia. Kebutuhan nutrisi pada masa menyusui meningkat hingga 500 kal/hari yang disertai dengan peningkatan kebutuhan protein, vitamin dan mineral. Masa menyusui yang cukup lama merupakan masa drainase zat-zat makanan bagi

Proses menyusui dapat dikatakan berhasil jika bayi berkembang dengan baik dan status biokimia yang normal. Jumlah ASI yang dikonsumsi bayi dan komposisi nutrisi dari ASI biasa digunakan sebagai dasar untuk melihat adekuatnya nutrisi dari ibu pada masa menyusui (As’ad 2002).

Menurut Nyoman et al. (2001) penilaian status gizi dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dilakukan dengan cara :

1. Anthropometri yaitu diartikan secara umum ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, anthropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan anthropometri ini secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Sedangkan menurut Jelliffe (1989) anthropometri merupakan metode pengukuran secara langsung dan yang paling umum digunakan untuk menilai dua masalah gizi utama yaitu masalah gizi kurang (terutama pada anak-anak dan wanita hamil) dan masalah gizi lebih pada semua kelompok umur. Menurut suhardjo dan Riyadi (1990) pengukuran status gizi dengan menggunakan anthropometri dapat memberikan gambaran tentang status konsumsi energi dan protein seseorang. Oleh karena itu, anthropometri sering digunakan sebagai indikator status gizi yang berkaitan dengan masalah kurang energi-protein. Indikator anthropometri yang sering dipakai ada tiga macam yaitu : berat badan untuk mengetahui massa tubuh, tinggi badan untuk mengetahui dimensi linear 1. Anthropometri yaitu diartikan secara umum ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, anthropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan anthropometri ini secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Sedangkan menurut Jelliffe (1989) anthropometri merupakan metode pengukuran secara langsung dan yang paling umum digunakan untuk menilai dua masalah gizi utama yaitu masalah gizi kurang (terutama pada anak-anak dan wanita hamil) dan masalah gizi lebih pada semua kelompok umur. Menurut suhardjo dan Riyadi (1990) pengukuran status gizi dengan menggunakan anthropometri dapat memberikan gambaran tentang status konsumsi energi dan protein seseorang. Oleh karena itu, anthropometri sering digunakan sebagai indikator status gizi yang berkaitan dengan masalah kurang energi-protein. Indikator anthropometri yang sering dipakai ada tiga macam yaitu : berat badan untuk mengetahui massa tubuh, tinggi badan untuk mengetahui dimensi linear

Berat badan mencerminkan masa tubuh, seperti otot dan lemak yang peka terhadap perubahan sesaat karena adanya kekurangan gizi dan penyakit. Oleh karena itu, indeks BB/U menggambarkan keadaan gizi saat ini. Tinggi badan menggambarkan skeletal yang bertambah sesuai dengan bertambahnya umur dan tidak begitu peka terhadap perubahan sesaat. Oleh karena itu indeks TB/U lebih banyak menggambarkan keadaan gizi seseorang pada masa lalu. Indeks BB/TB mencerminkan perkembangan massa tubuh dan pertumbuhan skeletal yang menggambarkan keadaan gizi saat itu. Indeks BB/TB sangat berguna apabila umur yang diukur sulit diketahui. lingkar lengan atas memberi gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Seperti halnya dengan berat badan, indikator LLA dapat naik dan turun dengan cepat, oleh karenanya LLA/U merupakan indikator status gizi saat ini. Diantara indikator-indikator anthropometri yang telah disebutkan, indeks BB/U merupakan pilihan yang tepat untuk dipergunakan dalam rangka pemantauan status gizi sebab sensitif terhadap perubahan mendadak dan dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini (Khumaidi 1997). Penilaian status gizi berdasarkan indikator BB/U, hasilnya kemudian dibandingkan dengan data anthropometri standar WHO-NCHS (National Center for Health Statistics) (WHO 1995), dengan kriteria adalah gizi lebih bila skor-z > 2; normal bila skor- z antara -2 dan 2, gizi kurang bila skor-z < -3 hingga -2 dan gizi buruk bila skor-z < -3.

2. Pemeriksaan secara klinis yaitu metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut 2. Pemeriksaan secara klinis yaitu metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut

3. Biokimia yaitu penilaian status gizi dengan melakukan pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode biokimia digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

4. Penilaian status gizi secara biofisik yaitu merupakan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Metode ini digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dilakukan dengan cara :

1. Survei konsumsi makanan yaitu metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.

2. Statistik Vital yaitu pengukuran status gizi dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

3. Faktor Ekologi, malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.

Gambar 1 Metode penilaian status gizi

Penilaian status gizi

Pengukuran langsung Pengukuran tidak langsung

1. Anthropometri

1. Survei konsumsi

2. Biokimia

2. Statistik vital

3. Klinis

3. Faktor ekologi

4. Biofisik

Sumber : Jelliffe (1989)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Status gizi menurut Husaini (1977) ditentukan oleh banyak faktor, yang sering dikelompokkan kedalam penyebab langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan dan infeksi, sedangkan secara tidak langsung dapat disebabkan oleh rendahnya daya beli terutama untuk konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, pemeliharaan kesehatan dan lingkungan serta berbagai faktor lainnya. Faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi pada anak yang merupakan faktor resiko yaitu pendidikan orang tua yang rendah, pendapatan yang rendah, terlalu banyak jumlah anggota keluarga, anak menderita Status gizi menurut Husaini (1977) ditentukan oleh banyak faktor, yang sering dikelompokkan kedalam penyebab langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan dan infeksi, sedangkan secara tidak langsung dapat disebabkan oleh rendahnya daya beli terutama untuk konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, pemeliharaan kesehatan dan lingkungan serta berbagai faktor lainnya. Faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi pada anak yang merupakan faktor resiko yaitu pendidikan orang tua yang rendah, pendapatan yang rendah, terlalu banyak jumlah anggota keluarga, anak menderita

Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Hasil

Asupan Makanan yang Cukup Kesehatan Penyebab langsung

Perawatan Wanita

Ketahana Pemberian Asi/Makanan

Pelayanan

Pangan Praktek-praktek Higiene

Penyebab Rumah

Kesehatan

Tidak Tangga

Praktek-praktek

dan

Kesehatan Rmah

Komunikasi Informasi dan Edukasi

Faktor yang Sumberdaya Masyarakat dan Keluarga

menentukan

Struktur, Sosial, Budaya, Politik dan Keadaan Struktur Ekonomi

Sumberdaya Potensial

Gambar 2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita

Sumber : UNICEF (1997)

Pendapatan

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi (Berg 1986). Rendahnya pendapatan (keadaan miskin) merupakan salah satu sebab rendahnya konsumsi pangan dan gizi serta buruknya status gizi. Kurang gizi akan mengurangi daya tahan tubuh, rentan terhadap penyakit, menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan pendapatan. Akhirnya masalah pendapatan rendah, kurang konsumsi, kurang gizi dan rendahnya mutu hidup membentuk siklus yang berbahaya (Suhardjo & Hardinsyah 1987).

Penelitian yang dilakukan Megawangi (1991) di tiga propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa pendapatan tidak berpengaruh positif terhadap status gizi anak balita. Bagaimana hubungan antara pendapatan dan status gizi tidak secara langsung, tetapi melalui variabel antara misalnya distribusi makanan dalam keluarga, kesehatan dan keadaan sanitasi, pengetahuan dan keterampilan orang tua, dan banyak faktor lainnya.

Makanan adalah kebutuhan utama manusia sehingga dalam keadaan pendapatan rendah (terbatas) sebagian besar pendapatan tersebut akan dipakai atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Semakin meningkat pendapatan biasanya semakin berkurang presentase yang dibelanjakan untuk makan. Hal tersebut sesuai dengan hukum Engel yang mengatakan bahwa jika pendapatan meningkat, proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap pendapatan total menurun, tetapi pengeluaran absolut untuk makanan meningkat. Hukum ini tidak berlaku pada masyarakat miskin, yang sudah memiliki pengetahuan absolut untuk makanan sudah sangat rendah (dibawah kebutuhan minimum) sehingga jika terjadi peningkatan pendapatan maka proporsi pengeluaran untuk makan pun meningkat (Berg 1986).

Pendidikan dan Pengetahuan Ibu

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin tinggi pendidikan, semakin mudah menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi, dan semakin meningkat produktivitas, serta semakin meningkat kesejahteraan keluarga.

Suatu model hubungan antara pendidikan dan status gizi anak dikemukakan oleh Leslie (1985) bahwa pendidikan ibu akan mempengaruhi pengetahuan mengenai praktek kesehatan dan gizi anak sehingga anak berada dalam keadaan status gizi yang baik. Hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Pengetahuan

Pendidikan Ibu

mengenai praktek

Status Gizi

kesehatan dan gizi

Anak

anak

Gambar 3 Hubungan Antara Pendidikan dan Status Gizi

Sumber : Leslie (1985)

Makin tinggi pendidikan orang tua, makin baik status gizi anaknya. Anak- anak dari ibu mempunyai latar belakang pendidikan lebih tinggi akan mendapatkan kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan di Bangladesh menunjukkan bahwa pendidikan berpengaruh positif terbadap asupan protein pada anak-anak pra sekolah, terutama anak yang berusia muda (tahun pertama kehidupannya). Tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pengertiannya terhadap perawatan kesehatan, higiene, serta kesadarannya terhadap kesehatan anak-anak dan keluarganya. Ibu yang berpendidikan rendah memiliki akses yang lebih sedikit terhadap informasi dan keterampilan yang terbatas untuk menggunakan informasi tersebut, sehingga mempengaruhi kemampuan ibu dalam merawat anak-anak mereka dan melindunginya dari gangguan kesehatan.

Zat Gizi, Vitamin dan Mineral

Energi

Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat lemak dan protein yang berada di dalam makanan yang kita makan. Dalam kondisi normal jumlah energi yang kita peroleh sangat tergantung dari jumlah sumber energi yang kita makan. Menurut Brody (1994) bahwa energi diperlukan Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat lemak dan protein yang berada di dalam makanan yang kita makan. Dalam kondisi normal jumlah energi yang kita peroleh sangat tergantung dari jumlah sumber energi yang kita makan. Menurut Brody (1994) bahwa energi diperlukan

Protein

Protein adalah bagian dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2001). Protein tersusun oleh polimer asam amino. Daging, ikan merupakan sumber protein yang sangat bagus. Sebagai contoh ikan salmon mengandung 30 gram protein dalam 100 gram (Brody 1994).

Vitamin A

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24