Indonesia di Masa Kolonial Portugis dan
Indonesia di Masa Kolonial Portugis dan Spanyol | Sejarah
Kolonisasi Portugis dan Spanyol
Afonso (kadang juga ditulis Alfonso) de Albuquerque. Karena tokoh inilah, yang membuat
kawasan Nusantara waktu itu dikenal oleh orang Eropa dan dimulainya Kolonisasi berabad-abad
oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris dan Belanda.
Dari Sungai Tagus yang bermuara ke Samudra Atlantik itulah armada Portugis mengarungi
Samudra Atlantik, yang mungkin memakan waktu sebulan hingga tiga bulan, melewati Tanjung
Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku
untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh
pastor dan raja sebelum berlayar melalui Sungai Tagus,” kata Teresa. Biara St Jeronimus atau
Biara Dos Jeronimos dalam bahasa Portugis itu didirikan oleh Raja Manuel pada tahun 1502 di
tempat saat Vasco da Gama memulai petualangan ke timur.
Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de Marinha itu didirikan oleh Raja Luis
pada 22 Juli 1863 untuk menghormati sejarah maritim Portugis.
Selain patung di taman, lukisan Afonso de Albuquerque juga menjadi koleksi museum itu. Di
bawah lukisan itu tertulis, ”Gubernur India 1509-1515. Peletak dasar Kerajaan Portugis di India
yang berbasis di Ormuz, Goa, dan Malaka. Pionir kebijakan kekuatan laut sebagai kekuatan
sentral kerajaan”. Berbagai barang perdagangan Portugis juga dipamerkan di museum itu,
bahkan gundukan lada atau merica.
Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan ke timur. Ahli sejarah
dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku Indonesia-Portugal: Five Hundred Years of
Historical Relationship (Cepesa, 2002), mengutip sejumlah ahli sejarah, menyebutkan tidak
hanya ada satu motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin dapat diringkas
dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni feitoria, fortaleza, dan igreja. Arti harfiahnya adalah emas,
kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi militer, dan penyebaran agama Katolik.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da India, Kerajaan Portugis di
Asia, merupakan arsitek utama ekspansi Portugis ke Asia. Dari Goa, ia memimpin langsung
ekspedisi ke Malaka dan tiba di sana awal Juli 1511 membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600
tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai
perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa. Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis
yang dipimpin Antonio de Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.
Periode Kejayaan Portugis di Nusantara
Periode 1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara menjadi pelabuhan maritim penting bagi
Kerajaan Portugis, yang secara reguler menjadi rute maritim untuk menuju Pulau Sumatera,
Jawa, Banda, dan Maluku.
Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan Malaka.
Pada tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi dengan Kerajaan Sunda untuk menandatangani
perjanjian dagang, terutama lada. Perjanjian dagang tersebut kemudian diwujudkan pada tanggal
21 Agustus 1522 dalam bentuk dokumen kontrak yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk
raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal. Pada hari yang sama dibangun sebuah prasasti yang
disebut Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal di suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan
Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis
dibolehkan membangun gudang atau benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu dan Franscisco Serrao
untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal rempah-rempah di Maluku. Sepanjang
perjalanan, mereka singgah di Madura, Bali, dan Lombok. Dengan menggunakan nakhodanakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara hingga tiba di
Ternate.
Kehadiran Portugis di perairan dan kepulauan Indonesia itu telah meninggalkan jejak-jejak
sejarah yang sampai hari ini masih dipertahankan oleh komunitas lokal di Nusantara, khususnya
flores, Solor dan Maluku, di Jakarta Kampong Tugu yang terletak di bagian Utara Jakarta, antara
Kali Cakung, pantai Cilincing dan tanah Marunda.
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu
itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau,
mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan
dengan penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate,
Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan
Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama,
karena Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen.
Salah seorang misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546,
kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah
melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran
agama. Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan
Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan
terusir ke Tidore dan Ambon.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya
di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan
pertahanannya di Ambon kepada Steven van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz
Sebastiansz. Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh
Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maluku. Kedudukan
Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu
Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen,
Kepala Operasional VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC
selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir pesaingnya;
Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku menjadi korban kebrutalan
VOC.
kemudian mereka membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian tahun 1512
membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah perang dengan Spanyol maka
daerah Sulawesi utara diserahkan dalam kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660). Kerajaan
Portugis kemudian dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol. (Baca buku :Sejarah Kolonial
Portugis di Indonesia, oleh David DS Lumoindong). Abad 17 datang armada dagang VOC
(Belanda) yang kemudian berhasil mengusir Portugis dari Ternate, sehingga kemudian Portugis
mundur dan menguasai Timor timur (sejak 1515).
Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu diawali
dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin Cornellis de
Houtman pada tahun 1596, untuk mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.
Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke Kepulauan Maluku merupakan
perintah dari negaranya untuk berdagang.
Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis
Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang Kerajaan
Malaka. Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami
kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada
Demak di bawah pimpinan Fatahillah/Falatehan dapat menguasai Banten,Suda Kelapa, dan
Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian
mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan besar, yang
kemudian menjadi Jakarta.
Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena Portugis mendapat
perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh
pernah menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis
Bangsa Portugis pertama kali mendarat di Maluku pada tahun 1511. Kedatangan Portugis
berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Ternate merasa dirugikan oleh Portugis karena
keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempahrempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir
Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun dapat
kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis
hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan
Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang kemudian bermukim di Pulau Timor.
Kolonisasi Spanyol
Ferdinand Magelhaens (kadang juga ditulis Ferdinan) Magelan. Karena tokoh inilah, yang
memimpin armada yang pertama kali mengelilingi dunia dan membuktikan bahwa bumi bulat,
saat itu itu dikenal oleh orang Eropa bumi datar. Dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh
Spanyol bersama bangsa Eropa lain, terutama Portugis,Inggris dan Belanda.
Dari Spanyol ke Samudra Pasifik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Pasifik, melewati
Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan
Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh
pastor dan raja sebelum berlayar melalui samudera.
Pada tanggal 20 September 1519, San Antonio, Concepción, Victoria, dan Santiago yang terbesar
hingga yang terkecil mengikuti kapal induk Magelhaens, Trinidad, kapal terbesar kedua, seraya
mereka berlayar menuju Amerika Selatan. Pada tanggal 13 Desember, mereka mencapai Brasil,
dan sambil menatap Pāo de Açúcar, atau Pegunungan Sugarloaf, yang mengesankan, mereka
memasuki teluk Rio de Janeiro yang indah untuk perbaikan dan mengisi perbekalan. Kemudian
mereka melanjutkan ke selatan ke tempat yang sekarang adalah Argentina, senantiasa mencaricari el paso, jalur yang sulit ditemukan yang menuju ke samudera lain. Sementara itu, udara
semakin dingin dan gunung es mulai tampak. Akhirnya, pada tanggal 31 Maret 1520,
Magelhaens memutuskan untuk melewatkan musim salju di pelabuhan San Julián yang dingin.
Pelayaran tersebut kini telah memakan waktu enam kali lebih lama daripada pelayaran Columbus
mengarungi Samudra Atlantik yang pertama kali dan belum terlihat satu selat pun! Semangat
juang mereka mulai sedingin cuaca di San Julián, dan pria-pria, termasuk beberapa kapten serta
perwira, merasa putus asa dan ingin pulang saja. Tidaklah mengherankan bila terjadi
pemberontakan. Namun, berkat tindakan yang cepat dan tegas di pihak Magelhaens, hal itu
digagalkan dan dua pemimpin pemberontak tersebut tewas.
Kehadiran kapal asing di pelabuhan pastilah menarik perhatian penduduk lokal yang kuat dan
berbadan besar. Merasa seperti orang kerdil dibandingkan dengan raksasa-raksasa ini, para
pengunjung tersebut menyebut daratan itu Patagonia dari kata Spanyol yang berarti "kaki besar"
hingga hari ini. Mereka juga mengamati 'serigala laut sebesar anak lembu, serta angsa berwarna
hitam dan putih yang berenang di bawah air, makan ikan, dan memiliki paruh seperti gagak'.
Tentu saja tidak lain tidak bukan adalah anjing laut dan pinguin!
Daerah lintang kutub cenderung mengalami badai yang ganas secara tiba-tiba, dan sebelum
musim dingin berakhir, armada itu mengalami korban pertamnya—Santiago yang kecil. Namun,
untunglah para awaknya dapat diselamatkan dari kapal yang karam itu. Setelah itu, keempat
kapal yang masih bertahan, bagaikan ngengat kecil bersayap yang terpukul di tengah arus laut
yang membeku dan tak kunjung reda, berjuang sekuat tenaga menuju ke selatan ke perairan yang
semakin dingin hingga tanggal 21 Oktober. Berlayar di bawah guyuran air hujan yang membeku,
semua mata terpaku pada sebuah celah di sebelah barat. El paso? Ya! Akhirnya, mereka berbalik
dan memasuki selat yang belakangan dikenal sebagai Selat Magelhaens! Namun, bahkan momen
kemenangan ini ternoda. San Antonio dengan sengaja menghilang di tengah jaringan rumit selat
itu dan kembali ke Spanyol.
Ketiga kapal yang masih bertahan, diimpit oleh teluk yang sempit di antara tebing-tebing
berselimut salju, dengan gigih berlayar melewati selat yang berkelok-kelok itu. Merek
mengamati begitu banyaknya api di sebelah selatan, kemungkinan dari perkemahan orang
Indian, jadi mereka menyebut daratan itu Tierra del Fuego, “Tanah Api”.
Tiba di Pilipina Magelhaens mengajak para penduduk lokal dan pimpinan mereka untuk
memeluk agama Katolik. Tetapi semangatnya juga menjadi bencana, dimana kemudian ia terlibat
dalam pertikaian antarsuku. Hanya dengan dibantu kekuatan 60 pria, ia menyerang sekitar 1.500
penduduk pribumi, dengan keyakinan bahwa meskipun harus melawan senapan busur, senapan
kuno, namun Tuhan akan menjamin kemenangannya. Akan tetapi yang terjadi adalah Sebaliknya,
ia dan sejumlah bawahannya tewas. Magelhaens pada saat itu berusia sekitar 41 tahun. Pigafetta
yang setia meratap, 'Mereka membunuh cerminan, penerang, penghibur, dan penuntun sejati
kita'. Beberapa hari kemudian, sekitar 27 perwira yang hanya menyaksikan dari kapal mereka,
dibunuh oleh para kepala suku yang sebelumnya bersahabat.
Dikarenakan jumlah awak kapal yang tersisa hanya sedikit, sehingga tidak mungkin untuk
berlayar menggunakan tiga kapal, mereka kemudian menenggelamkan Concepción dan berlayar
dengan dua kapal yang masih tersisa, Trinidad dan Victoria ke tujuan terakhir mereka, yaitu
kepulauan Rempah. Setelah ke 2 kapal tersebut diisi penuh dengan rempah-rempah, kemudian
kedua kapal itu kembali berlayar secara terpisah. Akan tetapi salah satu dari ke 2 kapal
tersebut,Trinidad tertangkap oleh Portugis dan kemudian awak kapalnya dipenjarakan.
Namun, Victoria, di bawah komando mantan pemberontak Juan Sebastián de Elcano, luput.
Sambil menghindari semua pelabuhan kecuali satu, mereka mengambil risiko melewati rute
Portugal mengelilingi Tanjung Harapan. Namun, tanpa berhenti untuk mengisi perbekalan
merupakan strategi yang mahal. Sewaktu mereka akhirnya mencapai Spanyol pada tanggal 6
September 1522 tiga tahun sejak keberangkatan mereka—hanya 18 pria yang sakit dan tidak
berdaya yang bertahan hidup. Meskipun demikian, tidak dapat dibantah bahwa merekalah orang
pertama yang berlayar mengelilingi bumi. Juan Sebastián de Elcano pun menjadi pahlawan.
Sungguh suatu hal yang menakjubkan, muatan rempah Victoria seberat 26 ton menutup ongkos
seluruh ekspedisi!
Ketika satu kapal yang selamat, Victoria, kembali ke pelabuhan setelah menyelesaikan
perjalanan mengelilingi dunia yang pertama kali, hanya 18 orang laki-laki dari 237 laki-laki yang
berada di kapal pada awal keberangkatan. Di antara yang selamat, terdapat dua orang Itali,
Antonio Pigafetta dan Martino de Judicibus. Martino de Judicibus (bahasa Spanyol: Martín de
Judicibus) adalan orang dari Genoa yang bertindak sebagai Kepala Pelayan. Ia bekerja dengan
Ferdinand Magellan pada perjalanan historisnya untuk menemukan rute barat ke Kepulauan
Rempah-rempah Indonesia. Sejarah perjalanannya diabadikan dalam pendaftaran nominatif pada
Archivo General de Indias di Seville, Spanyol. Nama keluarga ini disebut dengan patronimik
Latin yang tepat, yakni: "de Judicibus". Pada awalnya ia ditugaskan pada Caravel Concepción,
satu dari lima armada Spanyol milik Magellan. Martino de Judicibus memulai ekspedisi ini
dengan gelar kapten. (baca selengkapnya dalam buku "Sejarah Kolonial Spanyol di Indonesia"
oleh David DS Lumoindong.
Sebelum menguasai kepulauan Filipina pada 1543, Spanyol menjadikan pulau Manado Tua
sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar. Dari pulau tersebut kapal-kapal
Spanyol memasuki daratan Sulawesi-Utara melalui sungai Tondano. Hubungan musafir Spanyol
dengan penduduk pedalaman terjalin melalui barter ekonomi bermula di Uwuran (sekarang kota
Amurang) ditepi sungai Rano I Apo. Perdagangan barter berupa beras, damar, madu dan hasil
hutan lainnya dengan ikan dan garam.
Gudang Kopi Manado dan Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena kesuburan tanahnya
dan digunakan Spanyol untuk penanaman kofi yang berasal dari Amerika-Selatan untuk
dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu di- bangun Manado sebagai menjadi pusat niaga bagi
pedagang Cina yang memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado dicantumkan dalam peta
dunia oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga menjadi daya tarik
masyarakat Cina oleh kofi sebagai komoditi ekspor masyarakat pedalaman Manado dan
Minahasa. Para pedagang Cina merintis pengembangan gudang kofi (kini seputar Pasar 45) yang
kemudian menjadi daerah pecinan dan pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur
dan berasimilasi dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat pluralistik di
Manado dan Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan Belanda.
Kemunculan nama Manado di Sulawesi Utara dengan berbagai kegiatan niaga yang dilakukan
Spanyol menjadi daya tarik Portugis sejak memapankan posisinya di Ternate . Untuk itu Portugis
melakukan pendekatan mengirim misi Katholik ke tanah Manado dan Minahasa pada 1563 dan
mengembangkan agama dan pendidikan Katholik. Lomba Adu Pengaruh di Laut Sulawesi
Antara Minahasa dengan Ternate ada dua pulau kecil bernama Mayu dan Tafure. Kemudian
kedua pulau tadi dijadikan pelabuhan transit oleh pelaut Minahasa. Waktu itu terjadi persaingan
Portugis dan Spanyol dimana Spanyol merebut kedua pulau tersebut. Pandey asal Tombulu yang
menjadi raja di pulau itu lari dengan armada perahunya kembali ke Minahasa, tapi karena musim
angin barat lalu terdampar di Gorontalo. Anak lelaki Pandey bernama Potangka melanjutkan
perjalanan dan tiba di Ratahan. Di Ratahan, dia diangkat menjadi panglima perang karena dia
ahli menembak meriam dan senapan Portugis untuk melawan penyerang dari Mongondouw di
wilayah itu. Tahun 1563 diwilayah Ratahan dikenal orang Ternate dengan nama “Watasina”
karena ketika diserang armada Kora-kora Ternate untuk menhalau Spanyol dari wilayah itu
(buku “De Katholieken en hare Missie” tulisan A.J. Van Aernsbergen). Tahun 1570 Portugis dan
Spanyol bersekongkol membunuh raja Ternate sehinga membuat keributan besar di Ternate.
Ketika itu banyak pedagang Islam Ternate dan Tidore lari ke Ratahan. Serangan bajak laut
meningkat di Ratahan melalui Bentenan, bajak laut menggunakan budak-budak sebagai
pendayung. Para budak tawanan bajak laut lari ke Ratahan ketika malam hari armada perahu
bajak laut dirusak prajurit Ratahan – Pasan. Kesimpulan sementara yang dapat kita ambil dari
kumpulan cerita ini adalah Penduduk asli wilayah ini adalah Touwuntu di wilayah dataran rendah
sampai tepi pantai Toulumawak di pegunungan, mereka adalah keturunan Opok Soputan abad
ke-tujuh. Nama Opo' Soputan ini muncul lagi sebagai kepala walak wilayah itu abad 16 dengan
kepala walak kakak beradik Raliu dan Potangkuman. Penduduk wilayah ini abad 16 berasal dari
penduduk asli dan para pendatang dari Tombulu, Tompakewa (Tontemboan), Tonsea, Ternate dan
tawanan bajak laut mungkin dari Sangihe.
Perjuangan Minahasa Melawan Spanyol
Ratu Oki berkisar pada tahun 1644 sampai 1683. Waktu itu, terjadi perang yang hebat antara
anak suku Tombatu (juga biasa disebut Toundanow atau Tonsawang) dengan para orang-orang
Spanyol. Perang itu dipicu oleh ketidaksenangan anak suku Tombatu terhadap orang-orang
Spanyol yang ingin menguasai perdagangan terutama terhadap komoditi beras, yang kala itu
merupakan hasil bumi andalan warga Kali. Di samping itu kemarahan juga diakibatkan oleh
kejahatan orang-orang Spanyol terhadap warga setempat, terutama kepada para perempuannya.
Perang itu telah mengakibatkan tewasnya 40 tentara Spanyol di Kali dan Batu (lokasi Batu
Lesung sekarang – red). Naasnya, di pihak anak suku Tombatu, telah mengakibatkan tewasnya
Panglima Monde bersama 9 orang tentaranya. Panglima Monde tidak lain adalah suaminya Ratu
Oki. Menurut yang dikisahkan dalam makalah itu, Panglima Monde tewas setelah mati-matian
membela istrinya, Ratu Oki.Menurut P.A. Gosal, dkk., dalam masa kekuasaan Ratu Oki, anak
suku Toundanow (sebutan lain untuk anak suku Tombatu atau Tonsawang) yang mendiami
sekitar danau Bulilin hidup sejahtera, aman dan tenteram. “Atas kebijaksanaan dan kearifannya
memimpin anak suku Toudanow maka Ratu Oki disahkan juga sebagai Tonaas atau Balian.
Selama kepemimpinnan Ratu Oki, Spanyol dan Belanda tidak pernah menguasai atau menjajah
anak Toundanow,”
Perang Minahasa lawan Spanyol
Para pelaut awak kapal Spanyol berdiam di Minahasa dan bahkan membaur dengan masyarakat.
Mereka menikah dengan wanita-wanita Minahasa, sehingga keturunan mereka menjadi
bersaudara dengan warga pribumi.
Tahun 1643 pecah perang Minaesa Serikat melawan kerajaan Spanyol. dalam suatu peperangan
di Tompaso, pasukan spanyol dibantu pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul kalah,
mundur oleh gabungan pasukan serikat Minaesa, dikejar hingga dipantai tapi
Tahun 1694 dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul
kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat Minahasa, dikejar hingga ke pantai tapi dicegah
dan ditengahi oleh Residen V.O.C. Herman Jansz Steynkuler. Pada tahun 1694 bulan September
tanggal 21, diadakanlah kesepakatan damai, dan ditetapkan perbatasan Minahasa adalah sungai
Poigar. Pasukan Serikat Minaesa yang berasal dari Tompaso menduduki Tompaso Baru,
Rumoong menetap di Rumoong Bawah, Kawangkoan mendiami Kawangkoan bawah, dan lain
sebagainya.
Pada pasa pemerintahan kolonial Belanda maka daerah ini semula masih otonom tetapi lama
kelamaan kelamaan kekuasaan para raja dikurangi dengan diangkatnya raja menjadi pejabat
pemerintahan Belanda, sehingga raja tinggal menjadi pejabat wilayah setingkat 'camat'.
Tahun 1521 Spanyol Mulai Masuk perairan Indonesia
Awak kapal Trinidad yang ditangkap oleh Portugal dan dipenjarakan kemudian dengan bantuan
pelaut Minahasa dan Babontewu dari kerajaan Manado mereka dapat meloloskan diri. Ke 12
pelaut ini kemudian berdiam dipedalaman Minahasa, ke Amurang terus ke Pontak, kemudian
setelah beberapa tahun mereka dapat melakukan kontak kembali dengan armada Spanyol yang
telah kembali ke Pilipina. 1522 Spanyol memulai kolonisasi di Sulawesi Utara 1560 Spanyol
mendirikan pos di Manado
Minahasa memegang peranan sebagai lumbung beras bagi Spanyol ketika melakukan usaha
penguasaan total terhadap Filipina.
Pada tahun 1550 Spanyol telah mendirikan benteng di Wenang dengan cara menipu Kepala
Walak Lolong Lasut menggunakan kulit sapi dari Benggala India yang dibawa Portugis ke
Minahasa. Tanah seluas kulit sapi yang dimaksud spanyol adalah tanah seluas tali yang dibuat
dari kulit sapi itu. Spanyol kemudian menggunakan orang Mongodouw untuk menduduki
benteng Portugis di Amurang pada tahun 1550-an sehingga akhirnya Spanyol dapat menduduki
Minahasa. Dan Dotu Kepala Walak (Kepala Negara) Lolong Lasut punya anak buah Tonaas
Wuri' Muda.
Nama Kema dikaitkan dengan pembangunan pangkalan militer Spanyol ketika Bartholomeo de
Soisa mendarat pada 1651 dan mendirikan pelabuhan di daerah yang disebutnya ‘La Quimas.’
Penduduk setempat mengenal daerah ini dengan nama ‘Maadon’ atau juga ‘Kawuudan.’ Letak
benteng Spanyol berada di muara sungai Kema, yang disebut oleh Belanda, "Spanyaardsgat, "
atau Liang Spanyol.
Dr. J.G.F. Riedel menyebutkan bahwa armada Spanyol sudah mendarat di Kema tepat 100 tahun
sebelumnya.Kema berkembang sebagai ibu negeri Pakasaan Tonsea sejak era pemerintahan
Xaverius Dotulong, setelah taranak-taranak Tonsea mulai meninggalkan negeri tua, yakni Tonsea
Ure dan mendirikan perkampungan- perkampungan baru. Surat Xaverius Dotulong pada 3
Februrari 1770 kepada Gubernur VOC di Ternate mengungkapkan bahwa ayahnya, I. Runtukahu
Lumanauw tinggal di Kema dan merintis pembangunan kota ini. Hal ini diperkuat oleh para
Ukung di Manado yang mengklaim sebagai turunan dotu Bogi, putera sulung dari beberapa dotu
bersaudara seperti juga dikemukakan Gubernur Ternate dalam surat balasannya kepada Xaverius
Dotulong pada 1 November 1772.
Asal nama Kema
Misionaris Belanda, Domine Jacobus Montanus dalam surat laporan perjalanannya pada 17
November 1675, menyebutkan bahwa nama Kema, yang mengacu pada istilah Spanyol, adalah
nama pegunungan yang membentang dari Utara ke Selatan. Ia menulis bahwa kata ‘Kima’
berasal dari bahasa Minahasa yang artinya Keong. Sedangkan pengertian ‘Kema’ yang berasal
dari kata Spanyol, ‘Quema’ yaitu, nyala, atau juga menyalakan. Pengertian itu dikaitkan dengan
perbuatan pelaut Spanyol sering membuat onar membakar daerah itu. Gubernur Robertus
Padtbrugge dalam memori serah terima pada 31 Agustus 1682 menyebutkan tempat ini dengan
sebutan "Kemas of grote Oesterbergen, " artinya adalah gunung-gunung besar
menyerupai Kerang besar. Sedangkan dalam kata Tonsea disebut ‘Tonseka,’ karena berada di
wilayah Pakasaan Tonsea.
Hendrik Berton dalam memori 3 Agustus 1767, melukiskan Kema selain sebagai pelabuhan
untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri Tonsea. Hal ini terjadi akibat pertentangan
antara Manado dengan Kema oleh sengketa sarang burung di pulau Lembeh. Pihak ukung-ukung
di Manado menuntut hak sama dalam bagi hasil dengan ukung-ukung Kema. Waktu itu Ukung
Tua Kema adalah Xaverius Dotulong.
Portugis dan Spanyol merupakan tumpuan kekuatan gereja Katholik Roma memperluas wilayah
yang dilakukan kesultanan Ottoman di Mediterania pada abad ke-XV. Selain itu Portugis dan
Spanyol juga tempat pengungsian pengusaha dan tenaga-tenaga terampil asal Konstantinopel
ketika dikuasai kesultanan Ottoman dari Turki pada 1453. Pemukiman tersebut menyertakan alih
pengetahuan ekonomi dan maritim di Eropa Selatan. Sejak itupun Portugis dan Spanyol menjadi
adikuasa di Eropa. Alih pengetahuan diperoleh dari pendatang asal Konstantinopel yang
memungkinkan bagi kedua negeri Hispanik itu melakukan perluasan wilayah-wilayah baru diluar
daratan Eropa dan Mediterania. Sasaran utama adalah Asia-Timur dan Asia-Tenggara. Mulanya
perluasan wilayah antara kedua negeri terbagi dalam perjanjian Tordisalles, tahun 1492. Portugis
kearah Timur sedangkan Spanyol ke Barat. Masa itu belum ada gambaran bahwa bumi itu bulat.
Baru disadari ketika kapal-kapal layar kedua belah pihak bertemu di perairan Laut Sulawesi.
Kenyataan ini juga menjadi penyebab terjadi proses reformasi gereja, karena tidak semua yang
menjadi "fatwa" gereja adalah Undang-Undang, hingga citra kekuasaan Paus sebagai penguasa
dan wakil Tuhan di bumi dan sistem pemerintahan absolut theokratis ambruk. Keruntuhan ini
terjadi dengan munculnya gereja Protestan rintisan Martin Luther dan Calvin di Eropa yang
kemudian menyebar pula ke berbagai koloni Eropa di Asia, Afrika dan Amerika.
Dari kesepakatan Tordisalles itu, Portugis menelusuri dari pesisir pantai Afrika dan samudera
Hindia. Sedangkan Spanyol menelusuri Samudera Atlantik, benua Amerika Selatan dan melayari
samudera Pasifik. Pertemuan terjadi ketika kapal-kapal Spanyol pimpinan Ferdinand Maggelan
menelusuri Pasifik dan tiba di pulau Kawio, gugusan kepulauan Sangir dan Talaud di Laut
Sulawesi pada 1521. Untuk mencegah persaingan di perairan Laut Sulawesi dan Maluku Utara,
kedua belah pihak memperbarui jalur lintas melalui perjanjian Saragosa pada tahun 1529.
Perjanjian tersebut membagi wilayah dengan melakukan batas garis tujuhbelas derajat lintang
timur di perairan Maluku Utara. Namun dalam perjanjian tersebut,
Spanyol merasa dirugikan karena tidak meraih lintas niaga dengan gugusan kepulauan penghasil
rempah-rempah. Untuk itu mengirimkan ekspedisi menuju Pasifik Barat pada 1542. Pada bulan
Februari tahun itu lima kapal Spanyol dengan 370 awak kapal pimpinan Ruy Lopez de
Villalobos menuju gugusan Pasifik Barat dari Mexico . Tujuannya untuk melakukan perluasan
wilayah dan sekaligus memperoleh konsesi perdagangan rempah-rempah di Maluku Utara.
Dari pelayaran ini Villalobos mendarat digugusan kepulauan Utara disebut Filipina, di ambil dari
nama putera Raja Carlos V, yakni Pangeran Philip, ahli waris kerajaan Spanyol. Sekalipun
Filipina tidak menghasilkan rempah-rempah, tetapi kedatangan Spanyol digugusan kepulauan
tersebut menimbulkan protes keras dari Portugis. Alasannya karena gugusan kepulauan itu
berada di bagian Barat, di lingkungan wilayahnya. Walau mengkonsentrasikan perhatiannya di
Amerika-Tengah, Spanyol tetap menghendaki konsesi niaga rempah-rempah Maluku-Utara yang
juga ingin didominasi Portugis. Tetapi Spanyol terdesak oleh Portugis hingga harus mundur ke
Filipina. Akibatnya Spanyol kehilangan pengaruh di Sulawesi Utara yang sebelumnya menjadi
kantong ekonomi dan menjalin hubungan dengan masyarakat Minahasa.
Pengenalan kuliner asal Spanyol di Minahasa
Peperangan di Filipina Selatan turut memengaruhi perekonomian Spanyol. Penyebab utama
kekalahan Spanyol juga akibat aksi pemberontakan pendayung yang melayani kapal-kapal
Spanyol. Sistem perkapalan Spanyol bertumpu pada pendayung yang umumnya terdiri dari
budak-budak Spanyol. Biasanya kapal Spanyol dilayani sekitar 500 - 600 pendayung yang
umumnya diambil dari penduduk wilayah yang dikuasai Spanyol. Umumnya pemberontakan
para pendayung terjadi bila ransum makanan menipis dan terlalu dibatasi dalam pelayaran
panjang, untuk mengatasinya Spanyol menyebarkan penanaman palawija termasuk aneka ragam
cabai (rica), jahe (goraka), kunyit dll.
Kesemuanya di tanam pada setiap wilayah yang dikuasai untuk persediaan logistik makanan
awak kapal dan ratusan pendayung.
Sejak itu budaya makan "pidis" yang di ramu dengan berbagai bumbu masak yang diperkenalkan
pelaut Spanyol menyebar pesat dan menjadi kegemaran masyarakat Minahasa.
Ada pula yang menarik dari peninggalan kuliner Spanyol, yakni budaya Panada. Kue ini juga
asal dari penduduk Amerika-Latin yang di bawa oleh Spanyol melalui lintasan Pasifik. Bedanya,
adonan panada, di isi dengan daging sapi ataupun domba, sedangkan panada khas Minahasa di
isi dengan ikan.
Kota Kema merupakan pemukiman orang Spanyol, dimulai dari kalangan "pendayung" yang
menetap dan tidak ingin kembali ke negeri leluhur mereka. Mereka menikahi perempuanperempuan penduduk setempat dan hidup turun-temurun. Kema kemudian juga dikenal para
musafir Jerman, Belanda dan Inggris. Mereka ini pun berbaur dan berasimilasi dengan penduduk
setempat, sehingga di Kema terbentuk masyarakat pluralistik dan memperkaya Minahasa dengan
budaya majemuk dan hidup berdampingan harmonis. Itulah sebabnya hingga masyarakat
Minahasa tidak canggung dan mudah bergaul menghadapi orang-orang Barat.
Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Spanyol
Minahasa juga pernah berperang dengan Spanyol yang dimulai tahun 1617 dan berakhir tahun
1645. Perang ini dipicu oleh ketidakadilan Spanyol terhadap orang-orang Minahasa, terutama
dalam hal perdagangan beras, sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka terjadi nanti
pada tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu adalah kekalahan total Spanyol, sehingga berhasil
diusir oleh para waranei (ksatria-ksatria Minahasa).
Dampak Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara
Diplomasi para pemimpin pemerintahan Walak mendekati Belanda berhasil mengusir Spanyol
dari Minahasa. Namun konsekwensi yang harus dialami adalah rintisan jalur niaga laut di Pasifik
hasil rintisan Spanyol sejak abad ke-17 terhenti dan memengaruhi perekonomian Sulawesi Utara.
Sebab jalur niaga ini sangat bermanfaat bagi penyebaran komoditi eskpor ke Pasifik. Sejak
itupun pelabuhan Manado menjadi sepi dan tidak berkembang yang turut memengaruhi
pengembangan kawasan Indonesia bagian Timur hingga Pasifik Barat Daya. Dilain pihak,
pelabuhan Manado hanya menjadi persinggahan jalur niaga dari Selatan (berpusat di Surabaya,
Tanjung Priok yang dibangun oleh Belanda sejak abad ke-XVIII) ke Asia-Timur melalui lintasan
Selat Makassar. Itupun hanya digunakan musiman saat laut Cina Selatan tidak di landa
gelombang ganas bagi kapal-kapal. Sedangkan semua jalur niaga Asia-Timur dipusatkan melalui
Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia, Tanjung Harapan Atlantik-Utara yang
merupakan pusat perdagangan dunia.
Sebagai akibatnya kegiatan hubungan ekonomi diseputar Laut Sulawesi secara langsung dengan
dunia luar praktis terlantar. Karena penyaluran semua komoditi diseluruh gugusan nusantara
melulu diatur oleh Batavia yang mengendalikan semua jaringan tata-niaga dibawah kebijakan
satu pintu. Penekanan ini membawa derita berkepanjangan bagi kegiatan usaha penduduk
pedalaman Minahasa.
Link : http://soaljawabanujian.blogspot.com/2012/03/indonesia-di-masa-kolonial-portugis-dan.html
Kolonisasi Portugis dan Spanyol
Afonso (kadang juga ditulis Alfonso) de Albuquerque. Karena tokoh inilah, yang membuat
kawasan Nusantara waktu itu dikenal oleh orang Eropa dan dimulainya Kolonisasi berabad-abad
oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris dan Belanda.
Dari Sungai Tagus yang bermuara ke Samudra Atlantik itulah armada Portugis mengarungi
Samudra Atlantik, yang mungkin memakan waktu sebulan hingga tiga bulan, melewati Tanjung
Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku
untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh
pastor dan raja sebelum berlayar melalui Sungai Tagus,” kata Teresa. Biara St Jeronimus atau
Biara Dos Jeronimos dalam bahasa Portugis itu didirikan oleh Raja Manuel pada tahun 1502 di
tempat saat Vasco da Gama memulai petualangan ke timur.
Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de Marinha itu didirikan oleh Raja Luis
pada 22 Juli 1863 untuk menghormati sejarah maritim Portugis.
Selain patung di taman, lukisan Afonso de Albuquerque juga menjadi koleksi museum itu. Di
bawah lukisan itu tertulis, ”Gubernur India 1509-1515. Peletak dasar Kerajaan Portugis di India
yang berbasis di Ormuz, Goa, dan Malaka. Pionir kebijakan kekuatan laut sebagai kekuatan
sentral kerajaan”. Berbagai barang perdagangan Portugis juga dipamerkan di museum itu,
bahkan gundukan lada atau merica.
Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan ke timur. Ahli sejarah
dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku Indonesia-Portugal: Five Hundred Years of
Historical Relationship (Cepesa, 2002), mengutip sejumlah ahli sejarah, menyebutkan tidak
hanya ada satu motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin dapat diringkas
dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni feitoria, fortaleza, dan igreja. Arti harfiahnya adalah emas,
kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi militer, dan penyebaran agama Katolik.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da India, Kerajaan Portugis di
Asia, merupakan arsitek utama ekspansi Portugis ke Asia. Dari Goa, ia memimpin langsung
ekspedisi ke Malaka dan tiba di sana awal Juli 1511 membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600
tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai
perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa. Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis
yang dipimpin Antonio de Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.
Periode Kejayaan Portugis di Nusantara
Periode 1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara menjadi pelabuhan maritim penting bagi
Kerajaan Portugis, yang secara reguler menjadi rute maritim untuk menuju Pulau Sumatera,
Jawa, Banda, dan Maluku.
Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan Malaka.
Pada tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi dengan Kerajaan Sunda untuk menandatangani
perjanjian dagang, terutama lada. Perjanjian dagang tersebut kemudian diwujudkan pada tanggal
21 Agustus 1522 dalam bentuk dokumen kontrak yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk
raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal. Pada hari yang sama dibangun sebuah prasasti yang
disebut Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal di suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan
Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis
dibolehkan membangun gudang atau benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu dan Franscisco Serrao
untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal rempah-rempah di Maluku. Sepanjang
perjalanan, mereka singgah di Madura, Bali, dan Lombok. Dengan menggunakan nakhodanakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara hingga tiba di
Ternate.
Kehadiran Portugis di perairan dan kepulauan Indonesia itu telah meninggalkan jejak-jejak
sejarah yang sampai hari ini masih dipertahankan oleh komunitas lokal di Nusantara, khususnya
flores, Solor dan Maluku, di Jakarta Kampong Tugu yang terletak di bagian Utara Jakarta, antara
Kali Cakung, pantai Cilincing dan tanah Marunda.
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu
itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau,
mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan
dengan penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate,
Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan
Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama,
karena Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen.
Salah seorang misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546,
kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah
melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran
agama. Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan
Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan
terusir ke Tidore dan Ambon.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya
di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan
pertahanannya di Ambon kepada Steven van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz
Sebastiansz. Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh
Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maluku. Kedudukan
Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu
Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen,
Kepala Operasional VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC
selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir pesaingnya;
Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku menjadi korban kebrutalan
VOC.
kemudian mereka membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian tahun 1512
membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah perang dengan Spanyol maka
daerah Sulawesi utara diserahkan dalam kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660). Kerajaan
Portugis kemudian dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol. (Baca buku :Sejarah Kolonial
Portugis di Indonesia, oleh David DS Lumoindong). Abad 17 datang armada dagang VOC
(Belanda) yang kemudian berhasil mengusir Portugis dari Ternate, sehingga kemudian Portugis
mundur dan menguasai Timor timur (sejak 1515).
Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu diawali
dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin Cornellis de
Houtman pada tahun 1596, untuk mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.
Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke Kepulauan Maluku merupakan
perintah dari negaranya untuk berdagang.
Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis
Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang Kerajaan
Malaka. Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami
kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada
Demak di bawah pimpinan Fatahillah/Falatehan dapat menguasai Banten,Suda Kelapa, dan
Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian
mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan besar, yang
kemudian menjadi Jakarta.
Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena Portugis mendapat
perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh
pernah menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis
Bangsa Portugis pertama kali mendarat di Maluku pada tahun 1511. Kedatangan Portugis
berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Ternate merasa dirugikan oleh Portugis karena
keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempahrempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir
Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun dapat
kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis
hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan
Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang kemudian bermukim di Pulau Timor.
Kolonisasi Spanyol
Ferdinand Magelhaens (kadang juga ditulis Ferdinan) Magelan. Karena tokoh inilah, yang
memimpin armada yang pertama kali mengelilingi dunia dan membuktikan bahwa bumi bulat,
saat itu itu dikenal oleh orang Eropa bumi datar. Dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh
Spanyol bersama bangsa Eropa lain, terutama Portugis,Inggris dan Belanda.
Dari Spanyol ke Samudra Pasifik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Pasifik, melewati
Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan
Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh
pastor dan raja sebelum berlayar melalui samudera.
Pada tanggal 20 September 1519, San Antonio, Concepción, Victoria, dan Santiago yang terbesar
hingga yang terkecil mengikuti kapal induk Magelhaens, Trinidad, kapal terbesar kedua, seraya
mereka berlayar menuju Amerika Selatan. Pada tanggal 13 Desember, mereka mencapai Brasil,
dan sambil menatap Pāo de Açúcar, atau Pegunungan Sugarloaf, yang mengesankan, mereka
memasuki teluk Rio de Janeiro yang indah untuk perbaikan dan mengisi perbekalan. Kemudian
mereka melanjutkan ke selatan ke tempat yang sekarang adalah Argentina, senantiasa mencaricari el paso, jalur yang sulit ditemukan yang menuju ke samudera lain. Sementara itu, udara
semakin dingin dan gunung es mulai tampak. Akhirnya, pada tanggal 31 Maret 1520,
Magelhaens memutuskan untuk melewatkan musim salju di pelabuhan San Julián yang dingin.
Pelayaran tersebut kini telah memakan waktu enam kali lebih lama daripada pelayaran Columbus
mengarungi Samudra Atlantik yang pertama kali dan belum terlihat satu selat pun! Semangat
juang mereka mulai sedingin cuaca di San Julián, dan pria-pria, termasuk beberapa kapten serta
perwira, merasa putus asa dan ingin pulang saja. Tidaklah mengherankan bila terjadi
pemberontakan. Namun, berkat tindakan yang cepat dan tegas di pihak Magelhaens, hal itu
digagalkan dan dua pemimpin pemberontak tersebut tewas.
Kehadiran kapal asing di pelabuhan pastilah menarik perhatian penduduk lokal yang kuat dan
berbadan besar. Merasa seperti orang kerdil dibandingkan dengan raksasa-raksasa ini, para
pengunjung tersebut menyebut daratan itu Patagonia dari kata Spanyol yang berarti "kaki besar"
hingga hari ini. Mereka juga mengamati 'serigala laut sebesar anak lembu, serta angsa berwarna
hitam dan putih yang berenang di bawah air, makan ikan, dan memiliki paruh seperti gagak'.
Tentu saja tidak lain tidak bukan adalah anjing laut dan pinguin!
Daerah lintang kutub cenderung mengalami badai yang ganas secara tiba-tiba, dan sebelum
musim dingin berakhir, armada itu mengalami korban pertamnya—Santiago yang kecil. Namun,
untunglah para awaknya dapat diselamatkan dari kapal yang karam itu. Setelah itu, keempat
kapal yang masih bertahan, bagaikan ngengat kecil bersayap yang terpukul di tengah arus laut
yang membeku dan tak kunjung reda, berjuang sekuat tenaga menuju ke selatan ke perairan yang
semakin dingin hingga tanggal 21 Oktober. Berlayar di bawah guyuran air hujan yang membeku,
semua mata terpaku pada sebuah celah di sebelah barat. El paso? Ya! Akhirnya, mereka berbalik
dan memasuki selat yang belakangan dikenal sebagai Selat Magelhaens! Namun, bahkan momen
kemenangan ini ternoda. San Antonio dengan sengaja menghilang di tengah jaringan rumit selat
itu dan kembali ke Spanyol.
Ketiga kapal yang masih bertahan, diimpit oleh teluk yang sempit di antara tebing-tebing
berselimut salju, dengan gigih berlayar melewati selat yang berkelok-kelok itu. Merek
mengamati begitu banyaknya api di sebelah selatan, kemungkinan dari perkemahan orang
Indian, jadi mereka menyebut daratan itu Tierra del Fuego, “Tanah Api”.
Tiba di Pilipina Magelhaens mengajak para penduduk lokal dan pimpinan mereka untuk
memeluk agama Katolik. Tetapi semangatnya juga menjadi bencana, dimana kemudian ia terlibat
dalam pertikaian antarsuku. Hanya dengan dibantu kekuatan 60 pria, ia menyerang sekitar 1.500
penduduk pribumi, dengan keyakinan bahwa meskipun harus melawan senapan busur, senapan
kuno, namun Tuhan akan menjamin kemenangannya. Akan tetapi yang terjadi adalah Sebaliknya,
ia dan sejumlah bawahannya tewas. Magelhaens pada saat itu berusia sekitar 41 tahun. Pigafetta
yang setia meratap, 'Mereka membunuh cerminan, penerang, penghibur, dan penuntun sejati
kita'. Beberapa hari kemudian, sekitar 27 perwira yang hanya menyaksikan dari kapal mereka,
dibunuh oleh para kepala suku yang sebelumnya bersahabat.
Dikarenakan jumlah awak kapal yang tersisa hanya sedikit, sehingga tidak mungkin untuk
berlayar menggunakan tiga kapal, mereka kemudian menenggelamkan Concepción dan berlayar
dengan dua kapal yang masih tersisa, Trinidad dan Victoria ke tujuan terakhir mereka, yaitu
kepulauan Rempah. Setelah ke 2 kapal tersebut diisi penuh dengan rempah-rempah, kemudian
kedua kapal itu kembali berlayar secara terpisah. Akan tetapi salah satu dari ke 2 kapal
tersebut,Trinidad tertangkap oleh Portugis dan kemudian awak kapalnya dipenjarakan.
Namun, Victoria, di bawah komando mantan pemberontak Juan Sebastián de Elcano, luput.
Sambil menghindari semua pelabuhan kecuali satu, mereka mengambil risiko melewati rute
Portugal mengelilingi Tanjung Harapan. Namun, tanpa berhenti untuk mengisi perbekalan
merupakan strategi yang mahal. Sewaktu mereka akhirnya mencapai Spanyol pada tanggal 6
September 1522 tiga tahun sejak keberangkatan mereka—hanya 18 pria yang sakit dan tidak
berdaya yang bertahan hidup. Meskipun demikian, tidak dapat dibantah bahwa merekalah orang
pertama yang berlayar mengelilingi bumi. Juan Sebastián de Elcano pun menjadi pahlawan.
Sungguh suatu hal yang menakjubkan, muatan rempah Victoria seberat 26 ton menutup ongkos
seluruh ekspedisi!
Ketika satu kapal yang selamat, Victoria, kembali ke pelabuhan setelah menyelesaikan
perjalanan mengelilingi dunia yang pertama kali, hanya 18 orang laki-laki dari 237 laki-laki yang
berada di kapal pada awal keberangkatan. Di antara yang selamat, terdapat dua orang Itali,
Antonio Pigafetta dan Martino de Judicibus. Martino de Judicibus (bahasa Spanyol: Martín de
Judicibus) adalan orang dari Genoa yang bertindak sebagai Kepala Pelayan. Ia bekerja dengan
Ferdinand Magellan pada perjalanan historisnya untuk menemukan rute barat ke Kepulauan
Rempah-rempah Indonesia. Sejarah perjalanannya diabadikan dalam pendaftaran nominatif pada
Archivo General de Indias di Seville, Spanyol. Nama keluarga ini disebut dengan patronimik
Latin yang tepat, yakni: "de Judicibus". Pada awalnya ia ditugaskan pada Caravel Concepción,
satu dari lima armada Spanyol milik Magellan. Martino de Judicibus memulai ekspedisi ini
dengan gelar kapten. (baca selengkapnya dalam buku "Sejarah Kolonial Spanyol di Indonesia"
oleh David DS Lumoindong.
Sebelum menguasai kepulauan Filipina pada 1543, Spanyol menjadikan pulau Manado Tua
sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar. Dari pulau tersebut kapal-kapal
Spanyol memasuki daratan Sulawesi-Utara melalui sungai Tondano. Hubungan musafir Spanyol
dengan penduduk pedalaman terjalin melalui barter ekonomi bermula di Uwuran (sekarang kota
Amurang) ditepi sungai Rano I Apo. Perdagangan barter berupa beras, damar, madu dan hasil
hutan lainnya dengan ikan dan garam.
Gudang Kopi Manado dan Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena kesuburan tanahnya
dan digunakan Spanyol untuk penanaman kofi yang berasal dari Amerika-Selatan untuk
dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu di- bangun Manado sebagai menjadi pusat niaga bagi
pedagang Cina yang memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado dicantumkan dalam peta
dunia oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga menjadi daya tarik
masyarakat Cina oleh kofi sebagai komoditi ekspor masyarakat pedalaman Manado dan
Minahasa. Para pedagang Cina merintis pengembangan gudang kofi (kini seputar Pasar 45) yang
kemudian menjadi daerah pecinan dan pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur
dan berasimilasi dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat pluralistik di
Manado dan Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan Belanda.
Kemunculan nama Manado di Sulawesi Utara dengan berbagai kegiatan niaga yang dilakukan
Spanyol menjadi daya tarik Portugis sejak memapankan posisinya di Ternate . Untuk itu Portugis
melakukan pendekatan mengirim misi Katholik ke tanah Manado dan Minahasa pada 1563 dan
mengembangkan agama dan pendidikan Katholik. Lomba Adu Pengaruh di Laut Sulawesi
Antara Minahasa dengan Ternate ada dua pulau kecil bernama Mayu dan Tafure. Kemudian
kedua pulau tadi dijadikan pelabuhan transit oleh pelaut Minahasa. Waktu itu terjadi persaingan
Portugis dan Spanyol dimana Spanyol merebut kedua pulau tersebut. Pandey asal Tombulu yang
menjadi raja di pulau itu lari dengan armada perahunya kembali ke Minahasa, tapi karena musim
angin barat lalu terdampar di Gorontalo. Anak lelaki Pandey bernama Potangka melanjutkan
perjalanan dan tiba di Ratahan. Di Ratahan, dia diangkat menjadi panglima perang karena dia
ahli menembak meriam dan senapan Portugis untuk melawan penyerang dari Mongondouw di
wilayah itu. Tahun 1563 diwilayah Ratahan dikenal orang Ternate dengan nama “Watasina”
karena ketika diserang armada Kora-kora Ternate untuk menhalau Spanyol dari wilayah itu
(buku “De Katholieken en hare Missie” tulisan A.J. Van Aernsbergen). Tahun 1570 Portugis dan
Spanyol bersekongkol membunuh raja Ternate sehinga membuat keributan besar di Ternate.
Ketika itu banyak pedagang Islam Ternate dan Tidore lari ke Ratahan. Serangan bajak laut
meningkat di Ratahan melalui Bentenan, bajak laut menggunakan budak-budak sebagai
pendayung. Para budak tawanan bajak laut lari ke Ratahan ketika malam hari armada perahu
bajak laut dirusak prajurit Ratahan – Pasan. Kesimpulan sementara yang dapat kita ambil dari
kumpulan cerita ini adalah Penduduk asli wilayah ini adalah Touwuntu di wilayah dataran rendah
sampai tepi pantai Toulumawak di pegunungan, mereka adalah keturunan Opok Soputan abad
ke-tujuh. Nama Opo' Soputan ini muncul lagi sebagai kepala walak wilayah itu abad 16 dengan
kepala walak kakak beradik Raliu dan Potangkuman. Penduduk wilayah ini abad 16 berasal dari
penduduk asli dan para pendatang dari Tombulu, Tompakewa (Tontemboan), Tonsea, Ternate dan
tawanan bajak laut mungkin dari Sangihe.
Perjuangan Minahasa Melawan Spanyol
Ratu Oki berkisar pada tahun 1644 sampai 1683. Waktu itu, terjadi perang yang hebat antara
anak suku Tombatu (juga biasa disebut Toundanow atau Tonsawang) dengan para orang-orang
Spanyol. Perang itu dipicu oleh ketidaksenangan anak suku Tombatu terhadap orang-orang
Spanyol yang ingin menguasai perdagangan terutama terhadap komoditi beras, yang kala itu
merupakan hasil bumi andalan warga Kali. Di samping itu kemarahan juga diakibatkan oleh
kejahatan orang-orang Spanyol terhadap warga setempat, terutama kepada para perempuannya.
Perang itu telah mengakibatkan tewasnya 40 tentara Spanyol di Kali dan Batu (lokasi Batu
Lesung sekarang – red). Naasnya, di pihak anak suku Tombatu, telah mengakibatkan tewasnya
Panglima Monde bersama 9 orang tentaranya. Panglima Monde tidak lain adalah suaminya Ratu
Oki. Menurut yang dikisahkan dalam makalah itu, Panglima Monde tewas setelah mati-matian
membela istrinya, Ratu Oki.Menurut P.A. Gosal, dkk., dalam masa kekuasaan Ratu Oki, anak
suku Toundanow (sebutan lain untuk anak suku Tombatu atau Tonsawang) yang mendiami
sekitar danau Bulilin hidup sejahtera, aman dan tenteram. “Atas kebijaksanaan dan kearifannya
memimpin anak suku Toudanow maka Ratu Oki disahkan juga sebagai Tonaas atau Balian.
Selama kepemimpinnan Ratu Oki, Spanyol dan Belanda tidak pernah menguasai atau menjajah
anak Toundanow,”
Perang Minahasa lawan Spanyol
Para pelaut awak kapal Spanyol berdiam di Minahasa dan bahkan membaur dengan masyarakat.
Mereka menikah dengan wanita-wanita Minahasa, sehingga keturunan mereka menjadi
bersaudara dengan warga pribumi.
Tahun 1643 pecah perang Minaesa Serikat melawan kerajaan Spanyol. dalam suatu peperangan
di Tompaso, pasukan spanyol dibantu pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul kalah,
mundur oleh gabungan pasukan serikat Minaesa, dikejar hingga dipantai tapi
Tahun 1694 dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul
kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat Minahasa, dikejar hingga ke pantai tapi dicegah
dan ditengahi oleh Residen V.O.C. Herman Jansz Steynkuler. Pada tahun 1694 bulan September
tanggal 21, diadakanlah kesepakatan damai, dan ditetapkan perbatasan Minahasa adalah sungai
Poigar. Pasukan Serikat Minaesa yang berasal dari Tompaso menduduki Tompaso Baru,
Rumoong menetap di Rumoong Bawah, Kawangkoan mendiami Kawangkoan bawah, dan lain
sebagainya.
Pada pasa pemerintahan kolonial Belanda maka daerah ini semula masih otonom tetapi lama
kelamaan kelamaan kekuasaan para raja dikurangi dengan diangkatnya raja menjadi pejabat
pemerintahan Belanda, sehingga raja tinggal menjadi pejabat wilayah setingkat 'camat'.
Tahun 1521 Spanyol Mulai Masuk perairan Indonesia
Awak kapal Trinidad yang ditangkap oleh Portugal dan dipenjarakan kemudian dengan bantuan
pelaut Minahasa dan Babontewu dari kerajaan Manado mereka dapat meloloskan diri. Ke 12
pelaut ini kemudian berdiam dipedalaman Minahasa, ke Amurang terus ke Pontak, kemudian
setelah beberapa tahun mereka dapat melakukan kontak kembali dengan armada Spanyol yang
telah kembali ke Pilipina. 1522 Spanyol memulai kolonisasi di Sulawesi Utara 1560 Spanyol
mendirikan pos di Manado
Minahasa memegang peranan sebagai lumbung beras bagi Spanyol ketika melakukan usaha
penguasaan total terhadap Filipina.
Pada tahun 1550 Spanyol telah mendirikan benteng di Wenang dengan cara menipu Kepala
Walak Lolong Lasut menggunakan kulit sapi dari Benggala India yang dibawa Portugis ke
Minahasa. Tanah seluas kulit sapi yang dimaksud spanyol adalah tanah seluas tali yang dibuat
dari kulit sapi itu. Spanyol kemudian menggunakan orang Mongodouw untuk menduduki
benteng Portugis di Amurang pada tahun 1550-an sehingga akhirnya Spanyol dapat menduduki
Minahasa. Dan Dotu Kepala Walak (Kepala Negara) Lolong Lasut punya anak buah Tonaas
Wuri' Muda.
Nama Kema dikaitkan dengan pembangunan pangkalan militer Spanyol ketika Bartholomeo de
Soisa mendarat pada 1651 dan mendirikan pelabuhan di daerah yang disebutnya ‘La Quimas.’
Penduduk setempat mengenal daerah ini dengan nama ‘Maadon’ atau juga ‘Kawuudan.’ Letak
benteng Spanyol berada di muara sungai Kema, yang disebut oleh Belanda, "Spanyaardsgat, "
atau Liang Spanyol.
Dr. J.G.F. Riedel menyebutkan bahwa armada Spanyol sudah mendarat di Kema tepat 100 tahun
sebelumnya.Kema berkembang sebagai ibu negeri Pakasaan Tonsea sejak era pemerintahan
Xaverius Dotulong, setelah taranak-taranak Tonsea mulai meninggalkan negeri tua, yakni Tonsea
Ure dan mendirikan perkampungan- perkampungan baru. Surat Xaverius Dotulong pada 3
Februrari 1770 kepada Gubernur VOC di Ternate mengungkapkan bahwa ayahnya, I. Runtukahu
Lumanauw tinggal di Kema dan merintis pembangunan kota ini. Hal ini diperkuat oleh para
Ukung di Manado yang mengklaim sebagai turunan dotu Bogi, putera sulung dari beberapa dotu
bersaudara seperti juga dikemukakan Gubernur Ternate dalam surat balasannya kepada Xaverius
Dotulong pada 1 November 1772.
Asal nama Kema
Misionaris Belanda, Domine Jacobus Montanus dalam surat laporan perjalanannya pada 17
November 1675, menyebutkan bahwa nama Kema, yang mengacu pada istilah Spanyol, adalah
nama pegunungan yang membentang dari Utara ke Selatan. Ia menulis bahwa kata ‘Kima’
berasal dari bahasa Minahasa yang artinya Keong. Sedangkan pengertian ‘Kema’ yang berasal
dari kata Spanyol, ‘Quema’ yaitu, nyala, atau juga menyalakan. Pengertian itu dikaitkan dengan
perbuatan pelaut Spanyol sering membuat onar membakar daerah itu. Gubernur Robertus
Padtbrugge dalam memori serah terima pada 31 Agustus 1682 menyebutkan tempat ini dengan
sebutan "Kemas of grote Oesterbergen, " artinya adalah gunung-gunung besar
menyerupai Kerang besar. Sedangkan dalam kata Tonsea disebut ‘Tonseka,’ karena berada di
wilayah Pakasaan Tonsea.
Hendrik Berton dalam memori 3 Agustus 1767, melukiskan Kema selain sebagai pelabuhan
untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri Tonsea. Hal ini terjadi akibat pertentangan
antara Manado dengan Kema oleh sengketa sarang burung di pulau Lembeh. Pihak ukung-ukung
di Manado menuntut hak sama dalam bagi hasil dengan ukung-ukung Kema. Waktu itu Ukung
Tua Kema adalah Xaverius Dotulong.
Portugis dan Spanyol merupakan tumpuan kekuatan gereja Katholik Roma memperluas wilayah
yang dilakukan kesultanan Ottoman di Mediterania pada abad ke-XV. Selain itu Portugis dan
Spanyol juga tempat pengungsian pengusaha dan tenaga-tenaga terampil asal Konstantinopel
ketika dikuasai kesultanan Ottoman dari Turki pada 1453. Pemukiman tersebut menyertakan alih
pengetahuan ekonomi dan maritim di Eropa Selatan. Sejak itupun Portugis dan Spanyol menjadi
adikuasa di Eropa. Alih pengetahuan diperoleh dari pendatang asal Konstantinopel yang
memungkinkan bagi kedua negeri Hispanik itu melakukan perluasan wilayah-wilayah baru diluar
daratan Eropa dan Mediterania. Sasaran utama adalah Asia-Timur dan Asia-Tenggara. Mulanya
perluasan wilayah antara kedua negeri terbagi dalam perjanjian Tordisalles, tahun 1492. Portugis
kearah Timur sedangkan Spanyol ke Barat. Masa itu belum ada gambaran bahwa bumi itu bulat.
Baru disadari ketika kapal-kapal layar kedua belah pihak bertemu di perairan Laut Sulawesi.
Kenyataan ini juga menjadi penyebab terjadi proses reformasi gereja, karena tidak semua yang
menjadi "fatwa" gereja adalah Undang-Undang, hingga citra kekuasaan Paus sebagai penguasa
dan wakil Tuhan di bumi dan sistem pemerintahan absolut theokratis ambruk. Keruntuhan ini
terjadi dengan munculnya gereja Protestan rintisan Martin Luther dan Calvin di Eropa yang
kemudian menyebar pula ke berbagai koloni Eropa di Asia, Afrika dan Amerika.
Dari kesepakatan Tordisalles itu, Portugis menelusuri dari pesisir pantai Afrika dan samudera
Hindia. Sedangkan Spanyol menelusuri Samudera Atlantik, benua Amerika Selatan dan melayari
samudera Pasifik. Pertemuan terjadi ketika kapal-kapal Spanyol pimpinan Ferdinand Maggelan
menelusuri Pasifik dan tiba di pulau Kawio, gugusan kepulauan Sangir dan Talaud di Laut
Sulawesi pada 1521. Untuk mencegah persaingan di perairan Laut Sulawesi dan Maluku Utara,
kedua belah pihak memperbarui jalur lintas melalui perjanjian Saragosa pada tahun 1529.
Perjanjian tersebut membagi wilayah dengan melakukan batas garis tujuhbelas derajat lintang
timur di perairan Maluku Utara. Namun dalam perjanjian tersebut,
Spanyol merasa dirugikan karena tidak meraih lintas niaga dengan gugusan kepulauan penghasil
rempah-rempah. Untuk itu mengirimkan ekspedisi menuju Pasifik Barat pada 1542. Pada bulan
Februari tahun itu lima kapal Spanyol dengan 370 awak kapal pimpinan Ruy Lopez de
Villalobos menuju gugusan Pasifik Barat dari Mexico . Tujuannya untuk melakukan perluasan
wilayah dan sekaligus memperoleh konsesi perdagangan rempah-rempah di Maluku Utara.
Dari pelayaran ini Villalobos mendarat digugusan kepulauan Utara disebut Filipina, di ambil dari
nama putera Raja Carlos V, yakni Pangeran Philip, ahli waris kerajaan Spanyol. Sekalipun
Filipina tidak menghasilkan rempah-rempah, tetapi kedatangan Spanyol digugusan kepulauan
tersebut menimbulkan protes keras dari Portugis. Alasannya karena gugusan kepulauan itu
berada di bagian Barat, di lingkungan wilayahnya. Walau mengkonsentrasikan perhatiannya di
Amerika-Tengah, Spanyol tetap menghendaki konsesi niaga rempah-rempah Maluku-Utara yang
juga ingin didominasi Portugis. Tetapi Spanyol terdesak oleh Portugis hingga harus mundur ke
Filipina. Akibatnya Spanyol kehilangan pengaruh di Sulawesi Utara yang sebelumnya menjadi
kantong ekonomi dan menjalin hubungan dengan masyarakat Minahasa.
Pengenalan kuliner asal Spanyol di Minahasa
Peperangan di Filipina Selatan turut memengaruhi perekonomian Spanyol. Penyebab utama
kekalahan Spanyol juga akibat aksi pemberontakan pendayung yang melayani kapal-kapal
Spanyol. Sistem perkapalan Spanyol bertumpu pada pendayung yang umumnya terdiri dari
budak-budak Spanyol. Biasanya kapal Spanyol dilayani sekitar 500 - 600 pendayung yang
umumnya diambil dari penduduk wilayah yang dikuasai Spanyol. Umumnya pemberontakan
para pendayung terjadi bila ransum makanan menipis dan terlalu dibatasi dalam pelayaran
panjang, untuk mengatasinya Spanyol menyebarkan penanaman palawija termasuk aneka ragam
cabai (rica), jahe (goraka), kunyit dll.
Kesemuanya di tanam pada setiap wilayah yang dikuasai untuk persediaan logistik makanan
awak kapal dan ratusan pendayung.
Sejak itu budaya makan "pidis" yang di ramu dengan berbagai bumbu masak yang diperkenalkan
pelaut Spanyol menyebar pesat dan menjadi kegemaran masyarakat Minahasa.
Ada pula yang menarik dari peninggalan kuliner Spanyol, yakni budaya Panada. Kue ini juga
asal dari penduduk Amerika-Latin yang di bawa oleh Spanyol melalui lintasan Pasifik. Bedanya,
adonan panada, di isi dengan daging sapi ataupun domba, sedangkan panada khas Minahasa di
isi dengan ikan.
Kota Kema merupakan pemukiman orang Spanyol, dimulai dari kalangan "pendayung" yang
menetap dan tidak ingin kembali ke negeri leluhur mereka. Mereka menikahi perempuanperempuan penduduk setempat dan hidup turun-temurun. Kema kemudian juga dikenal para
musafir Jerman, Belanda dan Inggris. Mereka ini pun berbaur dan berasimilasi dengan penduduk
setempat, sehingga di Kema terbentuk masyarakat pluralistik dan memperkaya Minahasa dengan
budaya majemuk dan hidup berdampingan harmonis. Itulah sebabnya hingga masyarakat
Minahasa tidak canggung dan mudah bergaul menghadapi orang-orang Barat.
Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Spanyol
Minahasa juga pernah berperang dengan Spanyol yang dimulai tahun 1617 dan berakhir tahun
1645. Perang ini dipicu oleh ketidakadilan Spanyol terhadap orang-orang Minahasa, terutama
dalam hal perdagangan beras, sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka terjadi nanti
pada tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu adalah kekalahan total Spanyol, sehingga berhasil
diusir oleh para waranei (ksatria-ksatria Minahasa).
Dampak Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara
Diplomasi para pemimpin pemerintahan Walak mendekati Belanda berhasil mengusir Spanyol
dari Minahasa. Namun konsekwensi yang harus dialami adalah rintisan jalur niaga laut di Pasifik
hasil rintisan Spanyol sejak abad ke-17 terhenti dan memengaruhi perekonomian Sulawesi Utara.
Sebab jalur niaga ini sangat bermanfaat bagi penyebaran komoditi eskpor ke Pasifik. Sejak
itupun pelabuhan Manado menjadi sepi dan tidak berkembang yang turut memengaruhi
pengembangan kawasan Indonesia bagian Timur hingga Pasifik Barat Daya. Dilain pihak,
pelabuhan Manado hanya menjadi persinggahan jalur niaga dari Selatan (berpusat di Surabaya,
Tanjung Priok yang dibangun oleh Belanda sejak abad ke-XVIII) ke Asia-Timur melalui lintasan
Selat Makassar. Itupun hanya digunakan musiman saat laut Cina Selatan tidak di landa
gelombang ganas bagi kapal-kapal. Sedangkan semua jalur niaga Asia-Timur dipusatkan melalui
Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia, Tanjung Harapan Atlantik-Utara yang
merupakan pusat perdagangan dunia.
Sebagai akibatnya kegiatan hubungan ekonomi diseputar Laut Sulawesi secara langsung dengan
dunia luar praktis terlantar. Karena penyaluran semua komoditi diseluruh gugusan nusantara
melulu diatur oleh Batavia yang mengendalikan semua jaringan tata-niaga dibawah kebijakan
satu pintu. Penekanan ini membawa derita berkepanjangan bagi kegiatan usaha penduduk
pedalaman Minahasa.
Link : http://soaljawabanujian.blogspot.com/2012/03/indonesia-di-masa-kolonial-portugis-dan.html