konsep kepemilikan dalam islam id. doc

Kata Pengantar
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat Menyelesaikan
tugas pembuatan makalah yang berjudul “Konsep Kepemilikan Dalam Islam“ dengan lancar. Dalam
pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Bapak Mulyadi Kosim, yang telah
memberikan kesempatan dan memberi fasilitas sehingga makalah ini dapat selesai dengan lancar.
Serta orang tua tercinta kami dirumah yang telah memberikan bantuan materil maupun doanya,
sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu yang membantu pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis
pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh sempurna untuk
itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah
kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terima kasih.

Bogor, 20 september 2015

______________
Kelompok 2

1


Daftar Isi

Daftar Isi.......................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.........................................................................................................................3
A.

LATAR BELAKANG.......................................................................................................3

B.

RUMUSAN MASALAH..................................................................................................3

PEMBAHASAN............................................................................................................................4
A.

Konsep Kepemilikan dalam Islam...................................................................................4

B.

Sebab-sebab Kepemilikan dalam Islam..........................................................................5

1.

Ihrazul Mubahat.............................................................................................................5

2.

Aqad / Akad...................................................................................................................5

3.

Khalafiyah.....................................................................................................................8

4.

Ihya’u Mawat Al-Ardh...................................................................................................8

C.

Pembagian macam-macam milkiyyah.............................................................................9


D. Perbandingan Konsep Hak Milik Menurut Islam, Kapitalis, dan Sosialis....................13
1.

Konsep Hak Milik Menurut Kapitalis..........................................................................13

2.

Konsep Hak Milik Menurut Sosialis............................................................................16

PENUTUP...................................................................................................................................18
A.

Kesimpulan.......................................................................................................................18

B.

Saran.................................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................20


2

PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Pemilik sesungguhnya dari sumber daya yang ada adalah Allah SWT, manusia

dalam hal ini hanya penerima titipan untuk sementara saja. Sehingga sewaktu-waktu
dapat di ambil kembali oleh Allah SWT. Oleh sebab itu kepemilikan mutlak atas harta
tidak di akui dalam islam. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah dalam Qs. AlBaqarah ayat 284:
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.
Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hati mu atau kamu menyembunyikan,
niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmun itu. Maka
Allah mengampuni siapa yang di kehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendakiNya, dan Alllah Mahakuasa atas segala sesuatu”
Manusia adalah khalifah atas harta miliknya, hal ini dijelasakan dalam QS. AlHadiid ayat 7: “Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian
dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamun menguasainya. Maka orang-orang yang
beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala
yang besar”


B.

RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.

Konsep Kepemilikan dalam Islam.
Sebab-sebab Kepemilikan dalam Islam.
Mengetahui jenis jenis kepemilikan dalam islam.
Perbandingan Konsep Hak Milik Menurut Islam, Kapitalis, dan Sosialis.

3

PEMBAHASAN
A. Konsep Kepemilikan dalam Islam
"Kepemilikan" sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang
artinya memiliki. Dalam bahasa Arab "milk" berarti kepenguasaan orang terhadap sesuatu
(barang atau harta) dan barang tersebut dalam genggamannya baik secara riil maupun

secara hukum. Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang
memiliki sesuatu barang berarti mempunyai kekuasaan terhadap barang tersebut sehingga
ia dapat mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu
secara individual maupun kelembagaan, yang dapat menghalang-halanginya dari
memanfaatkan barang yang dimilikinya itu. Contohnya Ahmad memiliki sepeda motor.
Ini berarti bahwa sepeda motor itu dalam kekuasaan dan genggaman Ahmad. Dia bebas
untuk memanfaatkannya dan orang lain tidak boleh menghalanginya dan merintanginya
dalam menikmati sepeda motornya.
Konsep dasar kepemilikan dalam Islam adalah firman Allah SWT;

‫ر ل‬
‫ض‬
‫ماَ ض‬
‫ماَ ض‬
‫وا ض‬
‫ل ضل س ض‬
‫فيِ ال س‬
‫و ل‬
‫س ل‬
‫ه ل‬

‫ت ل‬
‫ماَ ل‬
‫فيِ الرر ض‬
Milik Allah-lah segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. QS. Al-BAqarah: 284
Para fuqoha memberikan batasan-batasan syar'i "kepemilikan" dengan berbagai
ungkapan yang memiliki inti pengertian yang sama. Di antara yang paling terkenal adalah
definisi kepemilikan yang mengatakan bahwa "milik" adalah hubungan khusus seseorang
dengan sesuatu (barang) di mana orang lain terhalang untuk memasuki hubungan ini dan
si empunya berkuasa untuk memanfaatkannya selama tidak ada hambatan legal yang
menghalanginya.
Batasan teknis ini dapat digambarkan sebagai berikut. Ketika ada orang yang
mendapatkan suatu barang atau harta melalui caara-cara yang dibenarkan oleh syara',
maka terjadilah suatu hubungan khusus antara barang tersebut dengan orang yang
memperolehnya. Hubungan khusus yang dimiliki oleh orang yang memperoleh barang
(harta) ini memungkinkannya untuk menikmati manfaatnya dan mempergunakannya
sesuai dengan keinginannya selama ia tidak terhalang hambatan-hambatan syar'i seperti

4

gila, sakit ingatan, hilang akal, atau masih terlalu kecil sehingga belum paham

memanfaatkan barang.
Dimensi lain dari hubungan khusus ini adalah bahwa orang lain, selain si
empunya, tidak berhak untuk memanfaatkan atau mempergunakannya untuk tujuan
apapun kecuali si empunya telah memberikan ijin, surat kuasa atau apa saja yang serupa
dengan itu kepadanya. Dalam hukum Islam, si empunya atau si pemilik boleh saja
seorang yang masih kecil, belum balig atau orang yang kurang waras atau gila tetapi
dalam hal memanfaatkan dan menggunakan barang-barang "miliknya" mereka terhalang
oleh hambatan syara' yang timbul karena sifat-sifat kedewasaan tidak dimiliki. Meskipun
demikian hal ini dapat diwakilkan kepada orang lain seperti wali, washi (yang diberi
wasiat) dan wakil (yang diberi kuasa untuk mewakili).
B. Sebab-sebab Kepemilikan dalam Islam

1.

Ihrazul Mubahat

Ihrozul mubahat adalah memiliki sesuatu (benda) yang menurut syara’ boleh dimiliki.
Yang dimaksud dengan barang-barang yang diperbolehkan di sini adalah barang (dapat
juga berupa harta atau kekayaan) yang belum dimiliki oleh seseorang dan tidak ada
larangan syara’ untuk dimiliki seperti air di sumbernya, rumput di tanah lapang, kayu dan

pohon-pohon di belantara atau ikan di sungai dan di laut.
2.

Aqad / Akad

Akad berasal dari bahasa arab yang artinya perjanjian atau persetujuan. Kata ini juga bisa
diartikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan antara orang yang berakad.
a.




Rukun dan Syarat Akad
Aqid (Orang yang melakukan Akad)
Ma'qud ‘Alaih (benda yang menjadi objek transaksi)
Shighat, yaitu Ijab dan Qobul (Ijab Qobul merupakan ungkapan yang
menunjukkan kerelaan atau kesepakatan dua pihak yang melakukan akad)

b. Macam macam Akad
5


Diantara macam macam akad adalah:
1. Berdasarkan segi sah tidaknya, Akad ada dua macam :
 Akad shahih, akad yang memenuhi unsur dan syarat yang ditetapkan oleh


syara’.
Akad tidak shahih (Fasidah), akad yang cacat / tidak sempurna.

2. Berdasarkan segi ditetapkan atau tidaknya oleh syara’ :
 Akad musamah, yaitu akad yang telah ditetapkan syara' dan telah ada


hukum-hukumnya, seperti jual beli, hibah, dan ijarah.
Ghair musamah yaitu akad yang belum ditetapkan oleh syara' dan belum
ditetapkan

3. Berdasarkan zat benda yang diakadkan
 Benda yang berwujud
 Benda tidak berwujud

4. Berdasarkan disyariatkan atau tidaknya akad :
 Akad musyara'ah ialah akad-akad yang debenarkan syara' seperti gadai


dan jual beli.
Akad mamnu'ah ialah akad-akad yang dilarang syara' seperti menjual anak
kambing dalam perut ibunya

5. Berdasarkan sifat benda yang menjadi objek dalam akad
 Akad ainniyah ialah akad yang disyaratkan dengan penyerahan barang


seperti jual beli.
Akad ghair ‘ainiyah ialah akad yang tidak disertai dengan penyerahan
barang-barang karena tanpa penyerahan barangpun akad sudah sah

6. Berdasarkan cara melakukannya
 Akad yang harus dilaksanakan dengan upacara tertentu seperti akad


pernikahan dihadiri oleh dua saksi, wali, dan petugas pencatat nikah.
Akad ridhaiyah ialah akad yang dilakukan tanpa upacara tertentu dan
terjadi karena keridhaan dua belah pihak seperti akad-akad pada umumnya

7. Berdasarkan tukar menukar hak
 Akad mu'awadhah, yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal balik seperti


akad jual beli
Akad tabarru'at, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian dan
pertolongan seperti akad hibah.
6



Akad yang tabaru'at pada awalnya namun menjadi akad mu'awadhah pada
akhirnya seperti akad qarad dan kafalah

8. Berdasarkan harus diganti dan tidaknya
 Akad dhaman, yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua


setelah benda-benda akad diterima seperti qarad.
Akad amanah, yaitu tanggung jawab kerusakan oleh pemilik benda bukan,



bukan oleh yang memegang benda, seperti titipan.
Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu seginya adalah
dhaman dan segi yang lain merupakan amanah, seperti rahn.

9. Berdasarkan tujuan akad
 Tamlik: seperti jual beli
 Mengadakan usaha bersama seperti syirkah dan mudharabah
 Tautsiq (memperkokoh kepercayaan) seperti rahn dan kafalah
 Menyerahkan kekuasaan seperti wakalah dan washiyah
 Mengadakan pemeliharaan seperti ida' atau titipan

7

10. Berdasarkan faur dan istimrar
 Akad fauriyah , yaitu akad-akad yang tidak memerlukan waktu yang lama,


pelaksaaan akad hanya sebentar saja seperti jual beli.
Akad istimrar atau zamaniyah , yaitu hukum akad terus berjalan, seperti
I'arah

11. Berdasarkan asliyah dan tabi'iyah
 Akad asliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya


sesuatu yang lain seperti jual beli dan I'arah.
Akad tahi'iyah, yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain, seperti
akad rahn tidak akan dilakukan tanpa adanya hutang.

3.

Khalafiyah

Khalafiyah artinya pewarisan. Khalafiyah ada dua macam yaitu:



4.

Khalafiyah Syakhsyun ‘an Syakhsyin (Warisan)
Khalafiyah Syaa’in ‘an syaa’iin (Menjamin kerugian)

Ihya’u Mawat Al-Ardh




Pengertian Ihya’u Mawat Al-ardh
o Ihya’u Mawat Al-ardh yaitu membuka lahan baru yang belum dibuka /
dikerjakan dan dimiliki orang lain.
Hukum membuka lahan baru
o Membuka lahan baru yang belum yang belum dimiliki atau dijadikan
kahan oleh orang lain. Hukumnya adalah mubah, sabda rasululllah S.A.W

8

C. Pembagian macam-macam milkiyyah
Milik yang dibahas dalam fiqh mu’amalah secara garis besar dapat dibagi menjadi dua,
yaitu:
1. Milk Taam
Yaitu suatu pemilikan yang meliputi benda dan manfaatnya sekaligus, artinya
bentuk benda (zat benda) dan kegunaanya dapat dikuasai. Pemilikan taam dapat
diperoleh dengan banyak cara seperti jual beli dll. Kepemilikan jenis ini tidak
dibatasi oleh waktu (selamanya) dan kepemilikannya tidak dapat dibatalkan
kecuali dialihkan atau ada pemindahan kepemilikan kepada pihak lain sesuai
ketentuan syariat.

2. Milk Naqish
Yaitu bila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda tersebut. Bisa memiliki
zat bendanya tanpa memiliki manfaatnya (hak pakai atau manfaat milik orang
lain) dan hal ini tidak dapat diwariskan (menurut Hanafiyyah) atau memiliki
manfaatnya (kegunaannya) saja tanpa memiliki zatnya seperti pada kasus Ijarah.
Berikut lima hal yang menyebabkan hak pakai/pemilikan manfaat tanpa
pemilikan zat bendanya:
a. Peminjaman (I’arah), para fuqaha berbeda pendapat tentang boleh
tidaknya barang pinjaman dipinjamkan kembali. Ulama hanafiyyah dan
malikiyyah berpendapat boleh sedangkan syafi’iyyah dan hanabilah
melarangnya.
b. Sewa (Ijarah), yaitu pemindahan hak pakai dengan membaya fee
c. Wakaf
d. Wasiyat
e. Ibahah, izin untuk menggunakan sesuatu atau memakainya. Pemilikan
manfaat tanpa zat bendanya ini dapat habis atau selesai apabila habis
waktu pemanfaatannya sebagaimana akad awal (seperti dalam kasus sewa
atau ijarah), rusaknya benda atau barang yang digunakan, wafatnya si
pengguna (menurut Hanafiyyah) dll.

9

Dilihat dari segi mahal (tempat), milik dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Milk ‘Ain atau disebut juga Milk Raqabah, yaitu memiliki semua benda, baik
benda tetap (yang tidak dapat dipindahkan) maupun benda-benda yang dapat
dipindahkan seperti pemilikan rumah, tanah, motor dll.
2. Milk Manfa’ah, yaitu seseorang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu
benda, seperti benda hasil meminjam, wakaf dan lainnya.
3. Milk dayn, yaitu pemilikan karena adanya hutang, misalnua sejumlah uang
dipinjamkan kepada seseorang atau pengganti benda yang dirusakkan. Hutang
wajib dibayar oleh hutang yang berhutang bahkan jika yang berhutang meninggal
sebelum membayar hutangnya maka ahli warisnyalah yang berkewajban
membayar hutangnya.
Dilihat dari segi shurah (Cara berpautan milik dengan yang dimiliki), milik dibagi
menjadi dua bagian, yaitu:
1. Milk Mutamayyiz, yaitu sesuatu yang berpautan dengan yang lain yang memiliki
batasan-batasan yang dapat memisahkannya dari yang lain. Misalnya adalah
antara sebuah mobil dan seekor kerbau sudah jelas batas-batasnya.
2. Milk Musya’ yaitu milik yang berpautan dengan sesuatu yang nisbi dari kumpulan
sesuatu, betapa besar atu betapa kecilnya kumpulan itu. Misalnya memiliki
sebagian rumah, daging domba dan harta-harta lainnya yang dikongsikan seperti
seekor sapi yang dibeli oleh 40 orang untuk disembelih dan dibagikan dagingnya.
Sedangkan apabila dilihat dari segi dapat dimiliki dan dihak milikkan atau tidaknya
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Harta yang tidak dapat dimiliki dan dihak milikkan kepada orang lain, misalnya
harta milik umum seperti jalanan, jembatan, sungai dll dimana harta atau
barang/benda tersebut untuk keperluan umum.
2. Harta yang tidak dapat dimiliki kecuali dengan ketentuan syariah, Seperti hata
wakaf, harta baitul maal dll. (Harta wakaf tidak bisa dijual atau dihibahkan
kecuali dalam kondisi tetentu sepeti mudah rusak atau biaya pengurusannya lebih
besar dari nilai hatanya).
3. Harta yang dapat dimiliki dan dihak milikkan kepada orang lain selain yang
disebutkan diatas
10

Jenis kepemilikan
Dalam buku “Sistem Ekonomi Islam “(Syekh Taqiyyuddin An-Nabhani, 2004)
secara garis besar kepemilikan dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Kepemilikan individu
Setiap manusia secara fitrah terdorong untuk memenuhi segala kebutuhannya.
Manusia selalu berusaha untuk memperoleh kekayaan untuk memenuhi berbagai
kebutuhannya karena hal ini selain termasuk perkara yang fitri juga merupakan
perkara yang pasti dan harus dilakukan. Oleh karena itu, setiap upaya melarang
atau membatasi manusia untuk memperoleh kekayaan tersebut tentu bertentangan
dengan fitrah tapi bukan berarti manusia dibiarkan untuk memperoleh kekayaan,
mengusahakannya dan mengelolanya dengan cara sesuka hatinya. Syariat
memberikan aturan-aturan berkaitan dengan hal ini seperti memberikan
keterangan berkaitan sebab-sebab kepemilikan, dan bagaimana ber-tasharruf
dengan harta tersebut. Harta yang termasuk kepemilikan ini adalah harta yang
bukan merupakan menyangkut kepentingan manusia secara umum seperti rumah,
tanah, kebun dll.
2. Kepemilikan umum
Kepemilikan umum adalah izin Syari’ kepada suatu komunitas masyarakat untu
sama-sama memanfaatkan benda/barang. Benda-benda yang termasuk dalam
kategori kepemilikan ini adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh syari’
memang diperuntukan bagi suatu kominitas masyarakat, karena mereka masingmasing saling membutuhkan dan syari’ melarang benda tersebut dikuasai oleh
seorang saja. Benda-benda ini tampak pada tiga macam, yaitu:


Merupakan fasilitas umum; kalau tidak ada didalam suatu negeri atau
suatu komunitas maka akan menyebabkan sengketa atau perselisihan
dalam mencarinya. Jadi fasilitas umum pada intinya adalah apa saja yang
dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum sebagaimana sabda
Rasulullah saw: " Kaum muslim bersekutu ( memiliki hak yang sama )
dalam tiga hal: air, padang dan api” ( HR. Abu Daud )
11




Barang tambang yang tidak terbatas
Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk
dimiliki hanya oleh individu secara perseorangan.

3. Kepemilikan Negara
Kepemilikan negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim yang
pengelolaannya menjadi wewenang khalifah atau dalam konteks saat ini adalah
pemerintah suatu negara. Benda-benda atau harta yang termasuk kepemilikan
negara adalah harta yang tidak termasuk milik umumn namun milik
individu/perseorangan (karena harta tersebut dapat dimiliki secara pribadi seperti
tanah dan barang-barang bergerak) tapi karena harta tersebut terkait hak kaum
muslim secara umum maka harta tersebut tidak termasuk milik individu dan
umum tapi menjadi milik negara dan dikelola oleh negara untuk kemaslahatan
kaum muslim bersama.

12

D. Perbandingan Konsep Hak Milik Menurut Islam, Kapitalis, dan Sosialis
1.

Konsep Hak Milik Menurut Kapitalis
Secara historis perkembangan kapitalisme merupakan bagian dari gerakan

liberalisme yang mulai muncul pada tahun 1648 setelah tercapainya perjanjian
Westphalia, perjanjian yang mengakhiri perang tiga puluh tahun antara Katolik dan
Protestan di Eropa yang selanjutnya menetapkan bahwa sistem negara mereka adalah
merdeka yang didasarkan pada kedaulatan dan menolak ketundukan pada otoritas politik
Paus dan Gereja Katolik Roma. Sejak itu aturan main kehidupan dilepaskan dari gereja,
dengan anggapan bahwa negaralah yang paling tahu kebutuhan dan kepentingan
warganya, sementara agama diakui keberadaannya tetapi dibatasi hanya di gereja.
Liberalisme

semakin

berkembang

dengan

sokongan

rasionalisme

yang

menyatakan bahwa rasio manusia dapat menerangkan segala sesuatu secara komprehensif
yang kemudian melahirkan pendapat bahwa manusia sendirilah yang berhak membuat
peraturan hidupnya dan mempertahankan kebebasan manusia dalam hal kebebasan
beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan individu dan kebebasan hak milik. Dari
kebebasan hak milik inilah dihasilkan sistem ekonomi kapitalisme, dimana kapitalisasi
menjadi corak yang paling menonjol dalam sistem ekonomi ini.
Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang berasakan kepentingan pribadi, dimana
nilai produksi dan konsumsi semata-mata untuk menggaet profit. Sistem kapitalisme
sama sekali tidak mengindahkan kesejahteraan sosial, kepentingan bersama, kepemilikan
bersama ataupun yang semacamnya. Asas kapitalisme adalah kepuasan sepihak, alias
setiap keuntungan adalah milik pribadi.
Contoh paling mudah dari sistem kapitalisme ini bisa digambarkan dari aktualitas
Amerika Serikat yang meyakini bahwa mereka adalah penganut sistem ekonomi
campuran (kapitalisme dan sosialisme), pada dasarnya mereka tetap tidak bisa lepas dari
unsur kapitalis dalam prakteknya.
Hal ini diungkapkan oleh seorang ekonom Joseph A. Schumpeter sebagai ‘sistem
destruksi kreatif’. Dimana menurutnya, setiap perusahaan dalam pasar kecil maupun
pasar kompetitif, akan selalu dapat berjalan ke arah yang lebih baik setelah
13

restrukturisasi, yaitu dengan selalu mengadakan pergantian pekerja dan pergantian modal,
karena mereka akan selalu digantikan dengan yang lebih baik. Tiap individu juga diyakini
mampu menghasilkan modal sendiri, tanpa perlu mencemaskan campur tangan
pemerintah.
Sekilas cara pandang ini terlihat normal, dimana komponen-komponen pasar
tersusun rapi dalam mekanisme yang jelas. Namun hasilnya akan muncul ketimpangan
dan menimbulkan suatu masyarakat yang tidak egalitarian, dimana beberapa individu
akan menjadi lebih kaya dari individu lain, dan yang miskin akan semakin miskin. Begitu
juga dengan semakin meningkatnya angka pengangguran dan kriminalitas serta aksi
anarki dimana-mana.
Menurut James Paulsen, kepala strategi investigasi di Wells Capital Management,
Amerika Serikat sedang mengalami kebangkrutan kasat mata karena deficit keuangan
negara adidaya tersebut. Tercatat defisit Amerika Serikat naik 22 persen dibandingkan
tahun sebelumnya menjadi USD 120 miliar atau Rp. 1.150 triliun, akibatnya Obama dan
pihak legislative akan menaikkan pajak dan menurunkan belanja negara secara besarbesaran yang mulai diluncurkan per 1 Januari tahun ini.
Dalam kapitalisme, meskipun keuntungan yang didapat sangatlah besar,
kemudian tercipta kompetisi sehat antar pasar tanpa risau terhadap campur tangan
pemerintah, dan setiap pemilik modal bebas menentukan pekerjaan atau usaha apa yang
akan mereka jalankan, tetap saja menciptakan beberapa nilai negative dan juga anomali.
Kasus yang terjadi seperti perbedaan kelas ekonomi yang semakin nyata lantaran
keuntungan sepihak yang hanya diperoleh kaum minoritas atau elitis saja, tanpa
mengindahkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Adam Smith juga sempat mencetuskan sebuah istilah dalam kerangkan teori
ekonomi yang dibangunnya, Invisible Hand. Yang dimaksud ‘tangan ghaib’ disini adalah
semacam kekuatan kasat mata yang menjalankan roda ekonomi dengan sewajarnya
sehingga tidak terjadi kekacauan dalam pasar. Mekanisme pasar yang terdiri dari supply
and demand akan mengatur kegiatan ekonomi masyarakat sebaik-baiknya dan Invisible
hand dalam mekanisme pasar itu akan mengatur kegiatan ekonomi masyarakat secara

14

paling rasional, sehingga dapat menciptakan kesejahteraan sebesar-besarnya bagi seluruh
masyarakat.
Meskipun Adam Smith tidak menyebutkan istilah ‘kapitalisme’ di dua bukunya;
The Theory of Moral Sentiments dan The Wealth of Nations, tetapi metafora Invisible
Hand jelas merujuk kepada kompetisi sehat pada sebuah transaksi antara produsen dan
konsumen, yang mengarah kepada keuntungan untuk kedua belah pihak dengan frekuensi
tetap sehingga mampu menimbulkan barang produksi yang semakin berkualitas tetapi
harga semakin rendah. Dari sini, tentu pola yang dimaksud terdapat pada sistem ekonomi
kapitalis.
Lebih lanjut, ada beberapa ciri kapitalisme yang perlu kita perhatikan dan kerap
muncul di sekitar kita tanpa disadari. Beberapa ciri tersebut bisa diringkas menjadi:



Sebagian besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu.
Barang dan jasa diperdagangkan bebas yang bersifat kompetitif.

Pemilik modal bebas untuk menggunakan cara apa saja untuk meningkatkan
keuntungan maksimal, dengan mendayagunakan sumber produksi dan pekerjanya.
Sehingga modal kapitalis seringkali diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk
menghasilkan laba.
Aktivitas ekonomi secara bebas hanya ditentukan oleh penjualan dan pembelian.
Pengawasan atau campur tangan pemerintah diupayakan seminimal mungkin.
Tetapi jika dianggap riskan, negara sewaktu-waktu dapat mengeluarkan kebijakan yang
melindungi lancarnya pelaksanaan sistem kapitalisme.
Riset menduduki posisi yang penting dan menentukan dalam mendorong persaingan.
Tujuan kapitalisme yang hanya berasas pada biaya produksi yang murah dan
keuntungan yang tinggi realitanya berkebalikan dengan Islam, yang menganjurkan agar
seorang muslim tidak sekedar menimbun uang dan menghimbau agar menyedekahkannya
untuk kemaslahatan sosial, kapitalisme justru akan membentuk tatanan masyarakat yang
egois, materialis dan konsumeris.

15

2.

Konsep Hak Milik Menurut Sosialis
Lawan (teori berseberangan) kapitalisme, adalah sosialisme. Dua pokok penting

teori Ekonomi Sosialisme adalah:
1) Distribusi kekayaan secara merata.
2) Menghapus pemilikan pribadi.
Sosialisme, Berasal dari kata Sosial, sesuatu yang menyangkut aspek hidup
masyarakat, Sosialis “Penganut Faham”. Sosialisme adalah Sebuah doktrin politik yang
menekankan pemilikan kolektif dari alat-alat produksi, memberikan suatu peran yang
besar pada negara dalam menjalankan perekonomian dengan kepemilikan masyarakat
luas (Nationalization) atas industri. Berdasarkan pengertian ini, para ahli ekonomi
menafsirkan gagasan ini sebagai dasar atau sebagai sumber-sumber yang tersedia untuk
masyarakat manapun pada suatu waktu, yang kemudian dikenal dengan teori ekonomi
sosialis.
Tujuan utama dalam teori ekonomi sosialis adalah mendistribusikan harta
kekayaan secara merata didalam rangka menghapuskan bermacam-macam kelas didalam
tubuh masyarakat. Akan tetapi, fenomena praktik tidak membenarkannya. Sosialisme
mepunyai visi adalah “Kemaslahatan besama diatas kemaslahatan individu”.
Tujuan kedua teori ekonomi sosialis, menghapus hak milik pribadi. Ajaran ini
mendahulukan kepentingan orang banyak dari pada kepentingan individu. Mengakui hak
milik pribadi bagi kaum sosialis merupakan kezaliman dan penyimpangan sehingga harus
dihapus. Segala usaha yang mengarah kepada pengakuan hak milik pribadi harus
dimusnahkan, walaupun dengan jalan kekerasan dan membangkitkan dengki. Satu prinsi
penting yang harus diwujudkan adalah “Sama rata sama rasa”.
Sebenarnya tujuan teori ekonomi sosialis adalah ingin menegakkan keadilan dan
keseimbangan dalam ekonomi. Akan tetapi untuk mencapai tujuan ini ia telah memilih
satu jalan yang pada hakekatnya berlawanan dengan fitrah manusia. yakni menghapus
hak individu untuk menghayati hak milik perseorangan dan menjadikan mereka sebagai
pelayan-pelayan yang bekerja untuk masyarakat.

16

Dalam sistem ekonomi sosialis, negara sangat berperan penting, disini negara
berbuat sewenang-wenang. Negara tidak lebih dari suatu tempat yang dikelola oleh
segelintir manusia. Pada akhirnya, faham sosialisme tidak jauh berbeda dengan faham
kapitalis. Dalam faham sosialis kita menemukan beberapa orang yakni pejabat negara
bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat sebagaimana para konglomerat dalam
sistem kapitalis berlaku sewenang-wenang.

17

PENUTUP
A.

Kesimpulan
"Kepemilikan" sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang

artinya memiliki. Dalam bahasa Arab "milk" berarti kepenguasaan orang terhadap sesuatu
(barang atau harta) dan barang tersebut dalam genggamannya baik secara riil maupun
secara hukum. Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang
memiliki sesuatu barang berarti mempunyai kekuasaan terhadap barang tersebut sehingga
ia dapat mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu
secara individual maupun kelembagaan, yang dapat menghalang-halanginya dari
memanfaatkan barang yang dimilikinya itu.
Sebab sebab adanya kepemilikan yang ditetapkan syara’ ada empat yaitu :
1.
2.
3.
4.

Ihrozul mubahat, Yaitu memiliki sesuatu yang boleh dimiliki.
Akad
Al-Kholafiyah, Yaitu Pewarisan
Turunan dari sesuatu yang dimiliki

Oleh karena itu, Islam menjelaskan secara utuh pengertian hak milik, sebab-sebab
pemilikan harta, pembagian pemilikan dan berbagai hal yang berkaitan dengan harta yang
tentunya semua hal ini tidak lepas dari universalitas islam sebagai agama agar manusia
memahami batasan-batasan tentang bagaimana memperoleh harta dan memanfaatkannya.
Karena pada hakikatnya semua yang ada di dunia ini adalah titipan atau amanah dari
Allah swt yang dimaksudkan agar manusia mampu memanfaatkannya dengan benar
dalam rangka beribadah kepada Allah swt.

18

B.

Saran
Semoga dengan adanya pembahasan makalah kami dapat menjadi masukan dan

sumber inspirasi bagi semua orang dan semoga bermanfaat. Kami menyadari sepenuhnya
bahwa kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan lupa, oleh sebab itu
kami sadar bahwa makalh ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami sangat
harapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak terutama dari dosen yang
bersangkutan, agar kedepannya dapat membuat yang lebih baik.

19

DAFTAR PUSTAKA



Hasan Ahmad, Mata Uang Islami Telaah Komrehensif Sistem Keuangan Islami,



Raja Grafindo Perada, Bandung,2005
Suprayitno Eko, Ekonomi Islam Pendekatan Ekonom Makro Islam dan



Konvensional,Graha Ilmu,Yogyakarta, 2005
Qardawi Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Cet. II; Jakarta : Gema Insani
Press,1997

20