Studi Fenomenologi Penyesuaian Diri Maha

[QURROTA AYUNI FITRIANA] 14/371817/PPS/2894

Studi Fenomenologi Penyesuaian Diri Mahasiswa Baru Perempuan Pada
Program Studi Teknik Nuklir Universitas Gadjah Mada
Qurrota A’yuni Fitriana
14/371817/PPS/2894
Magister Profesi Psikologi Klinis
Universitas Gadjah Mada

Abstrak
Mahasiswa baru merupakan tahap peralihan dari masa Sekolah Menengah
Pertama ke Universitas yang diwarnai oleh berbagai proses yang rumit. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman penyesuaian diri pada mahasiswa
baru perempuan di program studi teknik nuklir yang didominasi oleh mahasiswa
laki-laki. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi untuk mengetahui pengalaman dan makna yang dialami oleh
individu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa baru perempuan di
program studi tekni nuklir mengalami pandangan stereotip dari lingkungan sekitar
tentang bidang yang dipilihnya, adanya beban akademik berat yang harus
diselesaikan selama studi, adanya dukungan sosial dari keluarga dan teman
menjadi penguat untuk tetap bertahan, serta motivasi individu dalam menjalani

pilihannya merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam proses penyesuaian
diri.
Kata Kunci: Penyesuaian Diri, Mahasiswa Baru Perempuan, Teknik Nuklir

Pendahuluan
Transisi dari kehidupan masa Sekolah Menengah Atas (SMA) ke
perkuliahan merupakan proses yang rumit terjadi pada hampir keseluruhan
mahasiswa baru. Penyesuaian diri terhadap kehidupan baru di Universitas menjadi
hal yang sulit namun tetap harus dijalani. Pascarella dan Terenzini (1991)
menjelaskan bahwa transisi merupakan gegar budaya yang cukup signifikan
terjadi pada aspek sosial dan psikologi, yang mengharuskan individu untuk belajar
lagi menghadapi berbagai hal baru seperti teman baru, dosen baru, dan nilai-nilai
baru dalam kehidupan akademik yang memberikan kesempatan belajar tentang
hubungan personal dan sosial. Keputusan untuk melanjutkan ke jenjang

1

[QURROTA AYUNI FITRIANA] 14/371817/PPS/2894

Universitas dilandasi oleh berbagai alasan, seperti ingin melanjutkan ke jenjang

pendidikan yang lebih tinggi, mendapatkan gelar, meningkatkan pengetahuan atau
perkembangan pribadi. Universitas memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk belajar berbagai hal baru, bertemu dengan orang baru, mengalami
pengalaman dan tantangan baru yang akan membantu untuk perkembangan
pribadi individu. Mahasiswa diharapkan menjadi individu yang bisa belajar secara
mandiri di Universitas untuk memenuhi tuntutan akademik. Hal ini tentu berbeda
dengan masa SMA, karena di sini mereka akan dihadapkan pada kompetisi dan
beban akademik yang lebih berat untuk bisa mengikuti gaya pembelajaran yang
baru.
Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan salah satu Universitas negeri
terbesar di Indonesia. Setiap tahunnya ribuan mahasiswa baru diterima menjadi
bagian dari perguruan tinggi yang berada di Yogyakarta ini, setelah melalui proses
seleksi dari puluhan ribu peserta. Pada tahun 2014, UGM menerima sebanyak
6851 mahasiswa baru untuk program sarjana (Humas UGM, 2014). UGM
memiliki total 19 Fakultas, dengan mahasiswa terbanyak yaitu berasal dari
Fakultas Teknik yang terdiri dari 8 jurusan. Salah satu jurusan yaitu program
studi di Fakultas Teknik yaitu Teknik Nuklir memiliki jumlah mahasiswa yang
paling sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mahasiswa dari jurusan lain di
Fakultas Teknik. Pada tahun ini prodi Teknik Nuklir yang merupakan bagian dari
Jurusan Teknik Fisika menerima sebanyak 53 mahasiswa yang terdiri dari 44

mahasiswa laki-laki dan 9 mahasiswa perempuan.
Teknik menjadi pilihan bidang profesi yang didominasi oleh laki-laki,
yang memiliki hubungan kuat dengan perkembangan teknologi dan masyarakat,
dan stratifikasi gender di dalamnya (Fox, 2001). Namun perempuan sekarang
melampaui laki-laki dalam kaitannya penyelesaian studi di perguruan tinggi
(Diprete dan Buchman, 2013), serta melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi ke
Magister hingga Doktor melebihi laki-laki (Snyder dan Dillow, 2010). Selama
tiga dekade terakhir, perempuan telah memperlihatkan minat semakin tinggi pada
pekerjaan yang sebagian besar dipegang oleh laki-laki (Berk, 2012).

2

[QURROTA AYUNI FITRIANA] 14/371817/PPS/2894

Dominansi laki-laki pada bidang teknik menjadi salah satu hal yang
mempengaruhi proses penyesuaian diri mahasiswa baru perempuan. Tekanan
yang dihadapi pada lingkungan yang berbeda dari sebelumnya menjadi salah satu
penyebabnya. Penyesuaian diri ialah suatu proses yang alamiah dan dinamis yang
bertujuan mengubah peirlaku individu agar tercipta hubungan yang seusia antara
kondisi diri dengan kondisi lingkungannya (Wijaya, 2007). Transisi dalam

kehidupan menghadapkan individu pada perubahan-perubahan dan tuntutantuntutan sehingga diperlukan adanya penyesuaian diri. Runyon dan Haber (1984)
mengatakan bahwa setiap orang pasti mengalami masalah dalam mencapai tujuan
hidupnya dan penyesuaian diri sebagai keadaan atau sebagai proses. Mereka terus
menerus mengubah tujuannya sesuai dengan keadaan lingkungannya. Individu
mengubah tujuan dalam hidupnya seiring dengan perubahan yang terjadi di
lingkungannya. Individu harus bisa menghadapi berbagai persoalan-persoalan
baru dalam hidupnya untuk bisa terus menjalani kehidupan untuk tujuan yang
dicita-citakan.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa prestasi mahasiswa semester
pertama secara signifikan diprediksi oleh penyesuaian diri, penyesuaian akademis,
dan penyesuaian personal emosional (Abdullah, dkk. 2009). Adler, dkk (2008)
menyatakan bahwa adjustment to college merupakan aspek penting untuk
kesuksesan akademis. College adjustment yang buruk berkorelasi pada buruknya
kinerja akademis. Rendahnya tingkat kelulusan dan buruknya peluang sukses di
masa depan.
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat disimpulkan bahwa memasuki
dunia perkuliahan dapat menyebabkan stres dan berbagai tekanan emosional serta
psikologis. Mahasiswa baru yang memasuki Universitas telah mengorbankan
waktu utama, tenaga hingga finansial, sehingga hal yang menyangkut masalah
penyesuaian diri pada mahasiswa baru sangatlah berpengaruh terhadap kehidupan

individu hingga nantinya mereka lulus dan berada di masa depan.

3

[QURROTA AYUNI FITRIANA] 14/371817/PPS/2894

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi menurut
Giorgi & Giorgi (Smith, 2007) bertujuan untuk menjelaskan situasi kehidupan
melalui pengalaman individu sehari-hari. Untuk memahami makna dari sebuah
fenomena, diperlukan interpretasi terhadap pengalaman hidup, menurut Van
Manen (1997) fenomenologi bermaksud untuk memahami apa yang terjadi di
duniak ehidupan. Pada studi ini, peneliti tertarik untuk mengetahui proses
penyesuaian diri pada mahasiswa baru perempuan di program studi teknik nuklir.
Partisipan dalam penelitian melibatkan 3 orang mahasiswa baru angkatan
2014 berjenis kelamin perempuan pada program studi teknik nuklir, dengan usia
18-20 tahun, berasal dari luar kota Yogyakarta, dan merupakan lulusan SMA pada
tahun 2014 atau tidak pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi
sebelumnya.

Pengumpulan data dilakukan dengan observasi non partisipan dan
wawancara semi terstruktur. Prosedur analisis data yang digunakan mengikuti
prosedur dari Giorgi & Giorgi (Smith, 2007) yaitu dengan empat langkah dasar,
pertama peneliti menentukan perspektif psikologis yang berkaitan dengan perilaku
fenomenologi, secara sadar menentukan fokus bahasan dari studi dalam hal ini
yaitu penyesuaian diri. Tahap kedua yaitu membaca dengan cermat deskripsi dari
verbatim, dan memahami pengalaman serta memaknainya. Ketiga yaitu
mentransformasikan data menjadi kata atau kalimat yang memiliki nilai informasi.
Keempat yaitu menentukan arah tujuan dari transformasi tersebut dari yang
bersifat implisit menjadi eksplisit dengan pemaknaan psikologis.

Hasil
Hasil penelitian menemukan beberapa tema yang menjelaskan makna dari
penyesuaian diri mahasiswa baru perempuan pada program studi Teknik Nuklir
UGM, yaitu:

4

[QURROTA AYUNI FITRIANA] 14/371817/PPS/2894


Pandangan Stereotip
Banyak dari mahasiswa teknik nuklir mengalami beberapa pandangan stereotip
yang dijumpai dari lingkungannya. Pandangan serta komenar tersebut telah
berkembang luas di masyarakat dan menjadi hal yang aneh ketika seorang
perempuan menjadi mahasiswa dan memilih teknik nuklir sebagai bidang ilmu
pilihannya. Pandangn tersebut berasal dari teman, guru, atau orang lain yang
memiliki hubungan dekat individu.
“Pemkot itu kaya setengah nyudutkan gitu. Kamu nggak takut? Ntar salah milih
teknik nuklir kamu mau kerja apa? Disini nggak ada reaktor, jadi ragu, janganjangan kalo aku maksa tetep nuklir aku nanti mengecewakan segala macem takut
gitu kan, bingung lagi.”
Subjek D yang mendapatkan beasiswa afirmasi dari daerahnya menyebutkan
bahwa lingkungan di Pemerintah Kota kurang mendukung pilihannya untuk
masuk ke teknik nuklir karena bidang teknik nuklir belum bisa memberikan suatu
kontribusi yang bermanfaat. Hal ini membuat individu menjadi ragu dan kembali
memikirkan pandangan orang terhadap pilihannya tersebut. Beberapa komentar
lain yang dialami subjek S dan subjek G juga hampir serupa.
“Yaa kaya aneh aja, yakin? Cewek lho, ga takut mandul? Ntar kena radiasi
segala ma cem lah...”
Stereotip semacam ini telah berkembang luas di masayarakat yang tersebar
melalui berbagai media informasi. Meskipun begitu, individu telah mengetahui

kebaikan serta kerugian dari pilihannya sehingga masukan stereotip dari
lingkungan menjadi hal yang sudah biasa didengar dan tidak menjadi ancaman
bagi individu.

Beban Akademik
Tugas akademik merupakan hal utama yang dirasakan oleh mahasiswa.
Perkuliahan, tugas individu, tugas kelompok hingga ujian yang dirasakan setiap
pertengahan dan akhir semester menjadi konsumsi sehari-hari. Materi akademik
yang lebih berat dibandingkan dengan SMA menjadi hambatan tersendiri bagi
individu dalam menyesuaikan dirinya. Materi yang dihadapi saat ini lebih
mendalam serta menuntut individu untuk memahaminya lebih komprehensif.

5

[QURROTA AYUNI FITRIANA] 14/371817/PPS/2894

“Kalo susah sih... pas RL (Rangkaian Listrik). Trus soalnya nggak ngerti listrik
emang. Pas pelajaran Fisika tentang membahas listrik juga, aduh cuman
ngapalin rumus rumus aja, kaidah tangan nih main logika aja. Kalo listrik itu
emang nggak ‘dong’, kurang ini ya... tapi kan ya sudah resiko sih milih teknik.

Jadi ya pasti emang banyak pelajaran cowoknya....”
Selain pemahaman yang lebih mendalam, mahasiswa khususnya perempuan
dituntut untuk bisa memahami materi seperti halnya mahasiswa laki-laki. Menurut
keseluruhan subjek, mahasiswa laki-laki dirasakan lebih cepat paham terhadap
materi perkuliahan sehingga banyak dari mereka yang juga mendapatkan nilai
lebih bagus dibandingkan dengan mahasiswa perempuan.
“Tapi pas Kimia Dasar ya tinggi-tinggi itu.. cowok ada yang rendah, ada yang
tinggi, tapi kan karena kebanyakan cowok jadi ya berarti cowok yang lebih
tinggi...”
Kesulitan mendapatkan nilai tersebut, diawali oleh ekspektasi untuk bisa
mendapatkan nilai yang tinggi oleh subjek, namun ekspektasi tersebut tidak
terwujud.
“Kalo yang hari pertama tuh Kimia masih agak enak gitu mbak, seenggaknya
saya isi semua. Ekspektasinya tuh saya 90 dapet nilainya, tapi nggak tahunya
setelah lihat di pengumuman tuh di bawahnya itu kan. Itu udah yang sedih gitu
kan... trus dari UTS bertekadnya UAS ga boleh gini, tapi nggak taunya kurang
lebih sama juga....”
Hal inilah yang kemudian membuat individu berusaha untuk bisa mengejar
ketertinggalan materi serta nilai tersebut dengan cara belajar bersama dengan
mahasiswa laki-laki yang dirasa lebih cepat paham. Mereka seringkali belajar

bersama untuk bisa memahami materi. Seringkali ada sistem “barter” di antara
mahasiswa perempuan dan laki-laki. Ketika mahasiswa perempuan bisa di satu
mata kuliah, maka mahasiswa laki-laki mau untuk mengajari mata kuliah lain
yang tidak bisa dikuasai oleh mahasiswa perempuan, begitu sebaliknya. Namun
kebanyakan dari seluruh materi di semester 1 ini dikuasai oleh mahasiswa lakilaki.

6

[QURROTA AYUNI FITRIANA] 14/371817/PPS/2894

Dukungan Sosial
Adanya dukungan dari orang tua merupakan hal yang menjadi penguat mahasiswa
baru perempuan prodi teknik nuklir tetap bertahan pada pilihannya. Pada subjek
S, orang tua menjadi yang berperan penting dalam menetapkan pilihan bidang
ilmu teknik nuklir yang akan ia tekuni. Begitu juga pada subjek D dan G dimana
orang tuanya memberikan keputusan kepada anaknya untuk memilih bidang yang
ia minati.
Adanya dukungan dari teman sesama perempuan di prodi teknik nuklir membuat
individu merasa betah dan nyaman berada di tengah dominasi lingkungan lakilaki. Pada awalnya memang terasa asing, namun lama kelamaan mereka merasa
terbiasa dengan lingkungan yang menurut mereka apa adanya.

“Anak-anaknya nyenengin sih mbak. Ya itu yang nggak aneh-aneh mbak,
semuanya juga yang cowok. Kaya udah kuat gitu lho ikatannya, enak di situ.
Udah solid...ya kaya gitu sih.”
Subjek G menilai bahwa teman-temannya sederhana dan tidak banyak gaya
sehingga ia merasa cocok dengan teman-teman tersebut. Meskipun berasal dari
daerah

yang

berbeda-beda

namun

mereka

memiliki

perasaan

senasib

sepenanggungan sehingga membentuk ikatan yang solid layaknya saudara.
Adanya dukungan dari teman ini juga merupakan hasil dari kemampuan sosial
mahasiswa baru perempuan dalam menempatkan diri. Kemampuan sosial
mencakup kemampuan berkomunikasi antar individu yang terjalin dengan baik.
Selain itu, acara-acara informal di luar perkuliahan seperti liburan di akhir pekan
sering dihabiskan untuk bersama sehingga ikatan kekeluargaan tersebut semakin
erat.

Motivasi Individu
Faktor yang menentukan individu dapat bertahan atau tidak dalam suatu
lingkungan dipengaruhi oleh faktor dari individu itu sendiri. Adanya ketertarikan
terhadap bidang nuklir sejak SMA serta bayangan tentang masa depan yang jelas
membuat mahasiswa baru perempuan tidak ragu mengambil jurusan teknik nuklir
sebagai keputusan dalam hidupnya.

7

[QURROTA AYUNI FITRIANA] 14/371817/PPS/2894

“Iya..satu-satunya (prodi teknik nuklir di UGM). Swasta malah paling ada STTN,
tapi itu bukan S1 tapi D3. Itu juga nuklirnya bukan kaya kita yang nuklirnya
bener-bener ke teorinya kan....”
Individu telah memahami bahwa pilihannya tersebut mengandung konsekuensi
baik dan buruk, sehingga individu tetap bertahan terhadap pilihannya. Keraguan
akan tidak diterima muncul pada pikiran seluruh subjek, karena jurusan ini
memang terkenal sulit untuk dimasuki menurut mereka.
“Iya! Tadinya juga agak-agak minder waktu masuk... aduh kayanya ketinggian
nih ngambilnya teknik nuklir... kan misal teknik, trus nuklir kan... belajar kimia,
kayanya bakal lebih aduuuuh... ntar-ntar jadi sampah lagi disini, nggak ngerti...”
Subjek S merasa bahwa ia sempat merasa minder akan masuk ke teknik nuklir
karena mata kuliahnya sulit dipahami. Hampir sama seperti yang dikemukakan
oleh subjek D.
“Ohh...Iya sih teknik, cowoknya lebih banyak gitu kan. Itu oh, pertama saya
sendiri ragu mbak mau masuk teknik, soalnya ada kakak tingkat saya teknik tapi
bukan di sini kan. Teknik tuh masuknya susah, jalaninnya susah, trus keluarnya
susah katanya kan, nyari kerja susah.”
Namun seluruh keraguan tersebut dapat disingkirkan karena individu sekarang
telah diterima dan menjalani hari-harinya menjadi mahasiswa di lingkungan
teknik nuklir UGM. Beberapa perubahan telah mereka rasakan selama satu
semester ini menjalani hidup sebagai mahasiswa baru. Mulai dari mengubah cara
belajar, mengubah cara pandang terhadap sesuatu yang baru, mengikuti
organisasi, dan beberapa cara lain yang bertujuan untuk mengisi hari-hari di
perkuliahan teknik nuklir menjadi menyenangkan.

8

[QURROTA AYUNI FITRIANA] 14/371817/PPS/2894

Diskusi
Calhoun dan Acocella (Wijaya, 2007) menyatakan bahwa penyesuaian diri
adalah interaksi individu yang terus-menerus dengan dirinya sendiri, dengan
orang lain dan dengan lingkungan sekitar tempat individu hidup. Kartono (2008)
menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah reaksi individu terhadap tuntutan yang
dihadapkan kepada individu tersebut. Sedangkan menurut Gerungan (Amar, 2009)
menjelaskan bahwa menyesuaikan diri itu diartikan dalam artian yang luas, dan
dapat berarti mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga
mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan diri. Maka dari itu penyesuaian diri
merupakan proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku individu
agar dari perubahan tingkah laku tersebut dapat terjadi hubungan yang lebih
sesuai antara individu dan lingkungannya.
Runyon dan Haber (1984) menyebutkan bahwa penyesuaian diri yang
dilakukan individu memiliki lima aspek sebagai berikut:
a. Persepsi yang akurat terhadap realita
Individu mengubah persepsinya tentang kenyataan hidup dan kemudian
menginterpretasikannya, sehingga individu mampu menentukan tujuan yang
realistik sesuai dengan kemampuannya serta mampu mengenali konsekuensi
dan tindakannya agar dapat menuntun pada perilaku yang sesuai. Penelitian ini
menunjukkan hasil bahwa mahasiswa baru perempuan telah siap menghadapi
berbagai resiko yang berkaitan dengan keputusannya untuk mengambil bidang
teknik nuklir hingga akhirnya nanti dihadapkan pada bidang pekerjaan di
bidang teknik dimana didominasi oleh laki-laki. Selama tiga dekade terakhir,
perempuan muda telah memperlihatkan minat semakin tinggi pada pekerjaan
yang sebagian besar dipegang oleh laki-laki (Berk, 2012). Teori SCCT yaitu
social cognitive career theory dari Lent, Brown & Hackett (2000) yang dapat

menjelaskan persepsi individu terhadap realita yang dihadapinya. Teori
tersebut berfokus pada 3 hal yaitu bagaimana ketertarikan terhadap bidang
akademis dan karir bisa berkembang, bagaimana individu membuat keputusan
terhadap pendidikan dan karirnya, dan faktor apa saja yang mempengaruhi
pendidikan akademis dan performansi karir tetap bertahan.

9

[QURROTA AYUNI FITRIANA] 14/371817/PPS/2894

b. Kemampuan untuk mengatasi stress dan kecemasan
Dalam proses perkuliahan, para mahasiswa baru perempuan mengalami
berbagai hambatan yang muncul. Kesulitan dalam menerima materi kuliah,
hingga adanya perlakuan yang berbeda oleh Dosen antara mahasiswa
perempuan dan laki-laki. Kemampuan untuk mengatasi stres dan kecemasan
sangat dibutuhkan dalam menghadapi hal ini. Strategi coping yang tepat yaitu
problem focused coping (coping berfokus pada masalah) dapat membuat

individu mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam hidup dan
mampu menerima kegagalan yang dialami. Berdasarkan penelitian Utomo
(2008), terdapat hubungan antara problem focused coping dengan stres tingkat
sedang dan stres tingkat tinggi pada mahasiswa. Folkman dan Lazarus
(Diponegoro & Thalib, 2001) mengungkapkan bahwa problem focused coping
mengarah pada usaha individu untuk mengurangi atau menghilangkan stres
dengan cara menghadapi masalah yang menjadi penyebab timbulnya stres
secara langsung. Kesulitan terhadap materi perkuliahan yang dialami individu
dihadapi dengan cara bertanya kepada teman laki-laki yang dirasa lebih bisa.
Hal ini adalah salah satu strategi atau usaha yang dilakukan dalam kaitannya
dengan problem focused coping.
c. Self- image positif
Penilaian diri yang dilakukan individu harus bersifat positif dan negatif. Kita
tidak boleh terjebak pada satu penilaian saja terutama penilaian yang tidak
diinginkan, individu harus berusaha memodifikasi penilaian positif dan negatif
tersebut menjadi suatu perubahan yang lebih luas dan lebih baik. Individu
mengakui kelemahan dan kelebihannya, jika seseorang mengetahui dan
memahami

dirinya

denga

cara

yang

realistik,

dia

akan

mampu

mengembangkan potensi, sumber-sumber dirinya secara penuh. Dalam proses
perkuliahan, mahasiswa baru perempuan dapat memahami bahwa dirinya bisa
menguasai satu mata kuliah tertentu yaitu Gambar Teknik. Namun untuk mata
kuliah lain seperti Rangkaian Listrik dan Matematika Dasar individu merasa
dirinya kurang menguasai. Pengalaman yang menyenangkan dan kurang

10

[QURROTA AYUNI FITRIANA] 14/371817/PPS/2894

menyenangkan tersebut merupakan warna yang didapatkan dari proses
perkuliahan.
d. Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan
Individu mampu mengekspresikan keseluruhan emosi secara realistik dan tetap
berada di bawah kontrol. Masalah-masalah dalam pengungkapan perasaan
seperti kurang kontrol atau adanya kontrol yang berlebihan. Kontrol yang
berlebihan dapat menyebabkan dampak yang negatif, sedangkan kurangnya
kontrol akan menyebabkan emosi yang berlebihan. Stereotip yang seringkali
dilontarkan oleh lingkungan membuat individu merasa tidak nyaman.
Meskipun sebenarnya individu telah mengetahui bahwa stereotip tersebut
hanyalah mitos yang tidak benar. Kontrol diri terhadap pandangan negatif
tersebut merupakan hal yang dibutuhkan karena tanpa adanya kontrol diri
terhadap pandangan negatif tersebut individu akan dipandang kurang baik.
e. Hubungan interpersonal yang baik
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Individu yang dapat
menyesuaikan diri dengan baik mampu menciptakan suatu hubungan yang
saling menguntungkan satu sama lain. Adanya kesadaran terhadap lingkungan
Fakultas Teknik yang didominasi laki-laki membuat mahasiswa baru
perempuan berusaha menjalin komunikasi yang baik dengan seluruh teman di
angkatannya maupun dengan Dosen. Dukungan dari keluarga, teman, dan
lingkungan secara keseluruhan dapat berperan besar bagi hasil positif
mahasiswa (Berk, 2012).
Pada akhirnya, mahasiswa yang berhasil dalam penyesuaian dirinya diharapkan
akan menunjukkan hasil yang lebih baik dalam studinya kelak. Perempuan yang
tertarik di bidang Teknik sebaiknya menyadari bahwa mereka memiliki perspektif
berbeda yang akan selalu dihargai. Itulah mengapa dalam bidang Teknik
setidaknya harus melibatkan perempuan dalam timnya, karena tidak ada alasan
untuk menghalangi perempuan berkarir di bidang Teknik (Hunter, 2013).

11

[QURROTA AYUNI FITRIANA] 14/371817/PPS/2894

Kesimpulan
Penyesuaian diri merupakan proses yang terus terjadi pada kehidupan
individu tidak terkecuali pada mahasiswa baru perempuan di program studi teknik
nuklir UGM. Dominasi mahasiswa laki-laki membuat proses penyesuaian diri
mahasiswa perempuan menjadi berbeda dibandingkan dengan jurusan lain
Fakultas non Teknik. Penelitian ini menemukan empat tema dasar yang dialami
dan dimaknai oleh mahasiswa perempuan prodi teknik nuklir sebagai proses
penyesuaian diri di semester pertama. Tema tersebut yaitu pandangan stereotip,
beban akademik, dukungan sosial, dan motivasi individu. Penelitian ini dapat
dijadikan masukan untuk calon mahasiswa perempuan yang akan memasuki dunia
perkuliahan khususnya di bidang tekknik nuklir agar menyiapkan diri untuk
menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, serta kepada pihak program
studi teknik nuklir untuk tetap mempertahankan kesetaraan gender antara
mahasiswa perempuan dan laki-laki.

12

[QURROTA AYUNI FITRIANA] 14/371817/PPS/2894

Daftar Pustaka
Abdullah, M. C., Elias, H, Mahyuddin. R & Uli, J. (2009). Adjustment amongst
First Year Students in a Malaysian University. European Journal of Social
Sciences. Vol. 8 No 3, pp. 496-505
Adler, J., Raju, S., Beveridge, A.S., Wang, S., Zhu, J & Zimmermann, E. M.
(2008). College Adjustment in University of Michigan Students with Crohn’s
and Colitis. Inflammatory Bowel Diseases. Vol. 14 No. 9, pp. 1281-1286.
Amar, H.R.L. (2009). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan
Penyesuaian Diri Siswa Baru di MAN Tempur Sari Ngawi. Skripsi. Malang:
Universitas Islam Negri (UIN).
Berk, Laura E. (2012). Development Throuh The Lifespan Fifth Edition . Boston:
Pearson Publishing
Diponegoro, A.M., Thalib, S.B. (2001). Meta-Analisis tentang Perilaku Koping
Preventif dan Stres. Jurnal Psikologika , 12, 51-61.
DiPrete, Thomas A., Buchmann, Claudia. (2013). The Rise of Women: The
Growing Gender Gap in Education and What it Means for American Schools .
Russell Sage Foundation, New York.
Fox, M.F., (2001). Women, science, and academia: graduate education and
careers. Gender Society 15, 654–666.
Humas UGM. (2014). Diunduh dari http://ugm.ac.id/id/berita/9183ugm.resmi.terima.9133.mahasiswa.baru pada tanggal 28 Desember 2014.
Hunter, Diana. (2013). Women in Engineering: A woman’s work in a Man’s
World?. www.worldpumps.com. 0262 1762/13 Elsevier Ltd
Kartono, K. (2008). Bimbingan Anak dan Remaja yang Bermasalah . Jakarta:
Rajawali Pers.
Lent, R. W., Brown, S. D., & Hackett, G. (2000). Contextual supports and barriers
to career choice: A social cognitive analysis. Journal of Counseling
Psychology, 47, 36–49. http://dx.doi.org/10.1037//0022-0167.47.1.36.
Pascarella, E.T., & Terenzini, P.T. (1991). How College Affects Students. San
Francisco: Jossey-Bass.
Runyon, R.P. & Haber, A. (1984). Psychology of Adjustment. Illinois : The
Dorsey Press

13

[QURROTA AYUNI FITRIANA] 14/371817/PPS/2894

Smith, Jonathan A. (2007). Qualitative Psychology: A Practical Guide to
Research Methods. California: Sage Publications Ltd
Snyder, T.D., Dillow, S.A., (2010). Digest of Education Statistics 2009 . National
Center for Education Statistics, Institute of Education Sciences. U.S.
Department of Education, Washington, DC.
Utomo. (2008). Hubungan antara Model-Model Coping Stres dengan Tingkat
Stres pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Malang. Skripsi Tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Psikologi
Universitas Negeri Islam Malang.
Van Manen, M. (1997). Researching lived experience: Human Science for all
Action Sensitive Pedagogy (2nd.ed). Ontario: Althouse Press.
Wijaya, N. (2007). Hubungan Antara Keyakinan Diri Akademik Dengan
Penyesuaian Diri Siswa Tahun Pertama Sekolah Asrama SMA Pangudi
Luhur Van Lith Muntilan. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.

14