Pengendalian yang harus dilakukan pada p
PENGENDALIAN YANG HARUS DILAKUKAN
DALAM PENYIMPANAN PRODUK PEIKANAN
(Perbaikan Tugas Teknologi Penanganan Hasil Perikanan)
Kelompok 8 | Perikanan B
Agung Rio Wibowo
Angga Nugraha
Fevi Nuryanti
Novitasari Romaioto
Raka Setiawan
Taufiq Hidayat
M. Zais Syahri
Widi Ridwanto
230110130078
230110130088
230110130098
230110130108
230110130118
230110130128
230110130138
230110130148
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2015
Definisi umur simpan (shelf life) berdasarkan Institute of FoodTechnology
(1974) dalam Rahmadana (2013) adalah selang waktu antara saat produksi hingga
saat konsumsi, sedang kondisi produk masih memuaskan pada sifat-sifat:
penampakan, rasa-aroma, tekstur, dan nilai gizi. Anonim(1978) dalam Rahmadana
(2013) menyatakan bahwa suatu produk dikatakan berada pada kisaran umur
simpannya bila kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti
yang diinginkan konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas
memproteksi isi kemasan. Sedangkan Floros dan Gnanasekharan (1993) dalam
Rahmadana (2013) menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang
diperlukan oleh produk pangan dalam suatu kondisi penyimpanan untuk sampai
pada suatu level (Susiwi 2009 dalam Rahmadana 2013).
Ikan merupakan bahan makanan berprotein tinggi, namun sifatnya ini
menjadi sangat mudah untuk mengalami pembusukan. Ikan yang sudah ditangkap
dari perairan, dipanen dari kolam budidaya ataupun dibeli dari pasaran harus
disimpan dengan baik dan terkendali. Hal ini dimaksudkan untuk memperpanjang
masa penyimpanan ikan tersebut. Menyimpan ikan secara tepat juga akan
menjamin kebersihan dan kandungan gizi di dalamnya (Casavina 2011). Langkah
pertama yang harus dilakukan untuk menghambat proses kerusakan pakan selama
penyimpanan adalah menurunkan kadar air serendah mungkin (Affrianto dan
Liviawaty 2005).
Dari beberapa hal tersebut dapat kita ketahui bagaimana pentingnya
pengendalian beberapa faktor dalam penyimpanan produk dan bahan perikanan.
Berikut ini terdapat beberapa akibat yang ditimbulkan jika saat dilakukan
penyimpanan tidak dilakukan pengendalian yang telah dirangkum dalam
Rahmadana (2013).
o Perubahan flavour pada produk perikanan. Biasanya produk akan
menjadi berbau tengik karena teroksidasinya lemak oleh oksigen. Dapat
pula diakibatkan oleh aktivitas mikroba yang menghasilkan enzim lipase
dan mendegradasi lemak pada ikan.
o Terjadinya penguraian senyam non protein nitrogen (NPN) seperti
trimethylamine
oksida
menjadi
senyawa-senyawa
amina
seperti
trimethylamin, dimethylamin, metilamin dan penguraian urea menjadi
amoniak.
o Dalam keadaan temperatur tinggi, enzim lipase tidak bekerja sama sekali.
Semakin lembab lingkungan penyimpanan, semakin cepat hidrolisa
berlangsung.
Penyimpanan yang tidak tepat akan mempercepat pembusukan produk
perikanan, sementara ikan yang langsung didapat terkadang tidak langsung diolah
oleh konsumen sehingga ikan tersebut harus disimpan terlebih dahulu. Menurut
Affrianto
(2015),
ada
empat
pokok
pengendalian
penyimpanan
untuk
memperpanjang masa simpan, yaitu
1. Pengendalian suhu
2. Pengendalian untuk menghindari kontaminasi
3. Pengendalian sirkulasi
4. Pengendalian massa penyimpanan dan pengambilan.
1.
Pengendalian Suhu
Suhu harus sesuai untuk menjaga ikan tetap segar. Jika salah menentukan
temperatur penyimpanan, bisa-bisa ikan akan membusuk dan tak layak
dikonsumsi. Pada dasarnya proses pendinginan maupun pembekuan ikan
mempunyai prinsip untuk mengurangi atau menghentikan sama sekali aktivitas
penyebab pembusukan (enzim, mikroba dan oksidasi lemak oleh udara). Suhu
akhir yang digunakan dalam proses pendinginan adalah 0oC, sedangkan pada
proses pembekuan suhu akhir dapat mencapai -42oC (Afrianto dan Liviawaty
1989). Tujuan penyimpanan suhu dingin (cold storage) adalah untuk mencegah
kerusakan tanpa mengakibatkan pematangan abnormal atau perubahan yang tak
diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam kondisi yang dapat
diterima oleh konsumen selama mungkin (Tranggono 1990 dalam Rahmadana
2013). Tinggi rendahnya suhu pendinginan yang dapat dicapai sangat berpengaruh
terhadap daya awet dan daya simpan ikan seperti pada tabel berikut.
Tabel 1. Hubungan Suhu Pendinginan dan Daya Awet/Daya Simpan Ikan
Suhu Pendinginan (Co)
Daya Awet/daya simpan (hari)
16
1-2
11
3
5
5
0
14-15
Sumber: Departemen Pertanian 1981 dalam Afrianto dan Liviawaty 1989
2.
Pengendalian untuk Menghindari Kontaminasi
Ikan yang disimpan harus terjaga dari kontaminasi dari mikroba, oksigen
atau senyawa kimia berbahaya. Tempat yang digunakan harus steril dan higienis.
Kebersihan tempat kerja atau tempat penyimpanan menentukan kebehasilan
penanganan ikan (Atkinson 1967 dalam Afrianto dan Liviawaty 1989). Penjagaan
dari kontaminasi pula dapat dilakukan melalui pengemasan yang baik. Menurut
Afrianto dan Liviawaty (1989), cara mencegah proses oksidasi untuk
mengusahakan sekecil mungkin terjadinya kontak dengan udara bebas yakni
dengan menggunakan ruang hampa udara dan pembungkus kedap udara,
menggunakan antioksidan atau menghilangkan unsur-unsur penyebab proses
oksidasi.
Penelitian Rahmadina (2013) menyatakan bahwa masa simpan rendang ikan
tuna dengan perlakuan pengemasan biasa disimpan pada suhu ruang selama 2
hari, perlakuan pengemasan biasa disimpan pada suhu dingin dan pengemasan
vakum disimpan pada suhu ruang selama 8 hari, serta perlakuan pengemasan
vakum disimpan pada suhu dingin selama 18 hari.
Dalam pengemasan, terdapat persyaratan tertentu yang harus diperhatikan
yaitu harus dapat:
Mengurangi oksidasi lemak
Mengurangi dehidrasi
Mengurangi kerusakan oleh mikroba
Mengurangi drip
Mencegah permeasi senyawa penyebab bau
3.
Pengendalian Sirkulasi
Sirkulasi yang baik juga mempengaruhi kelembaban udara. Udara yang
lembab sangat disukai oleh mikroba, binatang pengerat maupun serangga
(Affrianto 2015). Kondisi lingkungan penyimpanan yang baik adalah ruangan
yang kering, dingin dengan sirkulasi udara yang baik, tanpa cahaya yang
berlebihan. Suhu di seluruh ruang penyimpanan harus diusahakan relatif sama.
Suhu yang relatif tinggi (terutama di pojok-pojok ruangan) merupakan tempat
yang cocok bagi pertumbuhan mikroba dan serangga. Aktivitas mikroba dan
serangga dapat menimbulkan pemanasan setempat (local heating) sehingga
memungkinkan terjadinya migrasi air. Sirkulasi udara dimaksudkan agar suhu
lingkungan stabil (tidak terlalu lembab dan tidak terlalu tinggi), terutama jika
bahan disimpan di suhu ruang.
Pengendalian sirkulasi juga berkaitan dengan berbagai metode penyimpanan
ikan. Ikan tidak boleh sembarangan disimpan. Jika ikan ditumpuk pada sebuah
ruang dengan suhu dingin, suhu dingin dari lingkungan akan sulit masuk hingga
ke dalam bagian ikan, sehingga hanya bagian luarnya saja lah yang mengalami
pendinginan, sementara bagian dalam/tengah akan mengalami pembusukan lebih
cepat karena sirkulasi perpindahan kalor tidak merata. Disarankan untuk
melakukan penyimpanan ikan dengan menggunakan metode Shelving (rak) dan
Boxing (box atau keranjang) sehingga sirkulasi perpindahan kalor merata.
4.
Pengendalian Massa Simpan dan Pengambilan
Ikan yang sudah disimpan, harus segera diolah dan dikonsumsi. Jika ikan
terlalu lama disimpan, lama kelamaan ikan akan menjadi busuk. Penyimpanan
bahan poduk perikanan harus memperhatikan prinsip FIFO (Firs In, Firt Out).
Produk yang pertama disimpan menjadi produk yang pertama keluar (Affrianto
2015). Produk yang sudah lama disimpan, semakin lama akan mengalami
penurunan mutu meski dalam suhu dingin. Sistem FIFO dimaksud untuk
mengatur siklus penyimpanan, dimana produk yang pertama dimasukan ke dalam
tempat penyimpanan, maka produk itu yang harus dikeluarkan (untuk digunakan)
terlebih dahulu. Jika ikan disimpan dalam suhu ruang, hindari penyimpanan
selama lebih dari 30 menit dalam suhu ruang karena mempercepat pembusukan
(Casavina 2011).
o
DAFTAR PUSTAKA
Affrianto, E. 2015. Sistem Penyimpanan Produk Hasil Perikanan.
Wwwinfoperikanan.blogspot.com (diakses pada 26 maret pukul 10.20).
Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1989. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Kanisius:
Yogyakarta.
_______________________. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Kanisius:
Yogyakarta.
Casavina. 2011. 4 Cara Tepat Menyimpan Ikan. www.casavina.com (diakses pada
26 Maret pukul 10.00).
Rahmadina, S. 2013. Analisa Masa Simpan Rendang Ikan Tuna dalam Kemasan
Vakum Selama Penyimpanan pada Suhu Ruang dan Dingin [SKRIPSI].
Universitas Hasannudin.
DALAM PENYIMPANAN PRODUK PEIKANAN
(Perbaikan Tugas Teknologi Penanganan Hasil Perikanan)
Kelompok 8 | Perikanan B
Agung Rio Wibowo
Angga Nugraha
Fevi Nuryanti
Novitasari Romaioto
Raka Setiawan
Taufiq Hidayat
M. Zais Syahri
Widi Ridwanto
230110130078
230110130088
230110130098
230110130108
230110130118
230110130128
230110130138
230110130148
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2015
Definisi umur simpan (shelf life) berdasarkan Institute of FoodTechnology
(1974) dalam Rahmadana (2013) adalah selang waktu antara saat produksi hingga
saat konsumsi, sedang kondisi produk masih memuaskan pada sifat-sifat:
penampakan, rasa-aroma, tekstur, dan nilai gizi. Anonim(1978) dalam Rahmadana
(2013) menyatakan bahwa suatu produk dikatakan berada pada kisaran umur
simpannya bila kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti
yang diinginkan konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas
memproteksi isi kemasan. Sedangkan Floros dan Gnanasekharan (1993) dalam
Rahmadana (2013) menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang
diperlukan oleh produk pangan dalam suatu kondisi penyimpanan untuk sampai
pada suatu level (Susiwi 2009 dalam Rahmadana 2013).
Ikan merupakan bahan makanan berprotein tinggi, namun sifatnya ini
menjadi sangat mudah untuk mengalami pembusukan. Ikan yang sudah ditangkap
dari perairan, dipanen dari kolam budidaya ataupun dibeli dari pasaran harus
disimpan dengan baik dan terkendali. Hal ini dimaksudkan untuk memperpanjang
masa penyimpanan ikan tersebut. Menyimpan ikan secara tepat juga akan
menjamin kebersihan dan kandungan gizi di dalamnya (Casavina 2011). Langkah
pertama yang harus dilakukan untuk menghambat proses kerusakan pakan selama
penyimpanan adalah menurunkan kadar air serendah mungkin (Affrianto dan
Liviawaty 2005).
Dari beberapa hal tersebut dapat kita ketahui bagaimana pentingnya
pengendalian beberapa faktor dalam penyimpanan produk dan bahan perikanan.
Berikut ini terdapat beberapa akibat yang ditimbulkan jika saat dilakukan
penyimpanan tidak dilakukan pengendalian yang telah dirangkum dalam
Rahmadana (2013).
o Perubahan flavour pada produk perikanan. Biasanya produk akan
menjadi berbau tengik karena teroksidasinya lemak oleh oksigen. Dapat
pula diakibatkan oleh aktivitas mikroba yang menghasilkan enzim lipase
dan mendegradasi lemak pada ikan.
o Terjadinya penguraian senyam non protein nitrogen (NPN) seperti
trimethylamine
oksida
menjadi
senyawa-senyawa
amina
seperti
trimethylamin, dimethylamin, metilamin dan penguraian urea menjadi
amoniak.
o Dalam keadaan temperatur tinggi, enzim lipase tidak bekerja sama sekali.
Semakin lembab lingkungan penyimpanan, semakin cepat hidrolisa
berlangsung.
Penyimpanan yang tidak tepat akan mempercepat pembusukan produk
perikanan, sementara ikan yang langsung didapat terkadang tidak langsung diolah
oleh konsumen sehingga ikan tersebut harus disimpan terlebih dahulu. Menurut
Affrianto
(2015),
ada
empat
pokok
pengendalian
penyimpanan
untuk
memperpanjang masa simpan, yaitu
1. Pengendalian suhu
2. Pengendalian untuk menghindari kontaminasi
3. Pengendalian sirkulasi
4. Pengendalian massa penyimpanan dan pengambilan.
1.
Pengendalian Suhu
Suhu harus sesuai untuk menjaga ikan tetap segar. Jika salah menentukan
temperatur penyimpanan, bisa-bisa ikan akan membusuk dan tak layak
dikonsumsi. Pada dasarnya proses pendinginan maupun pembekuan ikan
mempunyai prinsip untuk mengurangi atau menghentikan sama sekali aktivitas
penyebab pembusukan (enzim, mikroba dan oksidasi lemak oleh udara). Suhu
akhir yang digunakan dalam proses pendinginan adalah 0oC, sedangkan pada
proses pembekuan suhu akhir dapat mencapai -42oC (Afrianto dan Liviawaty
1989). Tujuan penyimpanan suhu dingin (cold storage) adalah untuk mencegah
kerusakan tanpa mengakibatkan pematangan abnormal atau perubahan yang tak
diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam kondisi yang dapat
diterima oleh konsumen selama mungkin (Tranggono 1990 dalam Rahmadana
2013). Tinggi rendahnya suhu pendinginan yang dapat dicapai sangat berpengaruh
terhadap daya awet dan daya simpan ikan seperti pada tabel berikut.
Tabel 1. Hubungan Suhu Pendinginan dan Daya Awet/Daya Simpan Ikan
Suhu Pendinginan (Co)
Daya Awet/daya simpan (hari)
16
1-2
11
3
5
5
0
14-15
Sumber: Departemen Pertanian 1981 dalam Afrianto dan Liviawaty 1989
2.
Pengendalian untuk Menghindari Kontaminasi
Ikan yang disimpan harus terjaga dari kontaminasi dari mikroba, oksigen
atau senyawa kimia berbahaya. Tempat yang digunakan harus steril dan higienis.
Kebersihan tempat kerja atau tempat penyimpanan menentukan kebehasilan
penanganan ikan (Atkinson 1967 dalam Afrianto dan Liviawaty 1989). Penjagaan
dari kontaminasi pula dapat dilakukan melalui pengemasan yang baik. Menurut
Afrianto dan Liviawaty (1989), cara mencegah proses oksidasi untuk
mengusahakan sekecil mungkin terjadinya kontak dengan udara bebas yakni
dengan menggunakan ruang hampa udara dan pembungkus kedap udara,
menggunakan antioksidan atau menghilangkan unsur-unsur penyebab proses
oksidasi.
Penelitian Rahmadina (2013) menyatakan bahwa masa simpan rendang ikan
tuna dengan perlakuan pengemasan biasa disimpan pada suhu ruang selama 2
hari, perlakuan pengemasan biasa disimpan pada suhu dingin dan pengemasan
vakum disimpan pada suhu ruang selama 8 hari, serta perlakuan pengemasan
vakum disimpan pada suhu dingin selama 18 hari.
Dalam pengemasan, terdapat persyaratan tertentu yang harus diperhatikan
yaitu harus dapat:
Mengurangi oksidasi lemak
Mengurangi dehidrasi
Mengurangi kerusakan oleh mikroba
Mengurangi drip
Mencegah permeasi senyawa penyebab bau
3.
Pengendalian Sirkulasi
Sirkulasi yang baik juga mempengaruhi kelembaban udara. Udara yang
lembab sangat disukai oleh mikroba, binatang pengerat maupun serangga
(Affrianto 2015). Kondisi lingkungan penyimpanan yang baik adalah ruangan
yang kering, dingin dengan sirkulasi udara yang baik, tanpa cahaya yang
berlebihan. Suhu di seluruh ruang penyimpanan harus diusahakan relatif sama.
Suhu yang relatif tinggi (terutama di pojok-pojok ruangan) merupakan tempat
yang cocok bagi pertumbuhan mikroba dan serangga. Aktivitas mikroba dan
serangga dapat menimbulkan pemanasan setempat (local heating) sehingga
memungkinkan terjadinya migrasi air. Sirkulasi udara dimaksudkan agar suhu
lingkungan stabil (tidak terlalu lembab dan tidak terlalu tinggi), terutama jika
bahan disimpan di suhu ruang.
Pengendalian sirkulasi juga berkaitan dengan berbagai metode penyimpanan
ikan. Ikan tidak boleh sembarangan disimpan. Jika ikan ditumpuk pada sebuah
ruang dengan suhu dingin, suhu dingin dari lingkungan akan sulit masuk hingga
ke dalam bagian ikan, sehingga hanya bagian luarnya saja lah yang mengalami
pendinginan, sementara bagian dalam/tengah akan mengalami pembusukan lebih
cepat karena sirkulasi perpindahan kalor tidak merata. Disarankan untuk
melakukan penyimpanan ikan dengan menggunakan metode Shelving (rak) dan
Boxing (box atau keranjang) sehingga sirkulasi perpindahan kalor merata.
4.
Pengendalian Massa Simpan dan Pengambilan
Ikan yang sudah disimpan, harus segera diolah dan dikonsumsi. Jika ikan
terlalu lama disimpan, lama kelamaan ikan akan menjadi busuk. Penyimpanan
bahan poduk perikanan harus memperhatikan prinsip FIFO (Firs In, Firt Out).
Produk yang pertama disimpan menjadi produk yang pertama keluar (Affrianto
2015). Produk yang sudah lama disimpan, semakin lama akan mengalami
penurunan mutu meski dalam suhu dingin. Sistem FIFO dimaksud untuk
mengatur siklus penyimpanan, dimana produk yang pertama dimasukan ke dalam
tempat penyimpanan, maka produk itu yang harus dikeluarkan (untuk digunakan)
terlebih dahulu. Jika ikan disimpan dalam suhu ruang, hindari penyimpanan
selama lebih dari 30 menit dalam suhu ruang karena mempercepat pembusukan
(Casavina 2011).
o
DAFTAR PUSTAKA
Affrianto, E. 2015. Sistem Penyimpanan Produk Hasil Perikanan.
Wwwinfoperikanan.blogspot.com (diakses pada 26 maret pukul 10.20).
Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1989. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Kanisius:
Yogyakarta.
_______________________. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Kanisius:
Yogyakarta.
Casavina. 2011. 4 Cara Tepat Menyimpan Ikan. www.casavina.com (diakses pada
26 Maret pukul 10.00).
Rahmadina, S. 2013. Analisa Masa Simpan Rendang Ikan Tuna dalam Kemasan
Vakum Selama Penyimpanan pada Suhu Ruang dan Dingin [SKRIPSI].
Universitas Hasannudin.