PERANAN PENYIDIK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK TUNA RUNGU

  PERANAN PENYIDIK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK TUNA RUNGU (Jurnal) Oleh AMANDA JULVA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

  

ABSTRAK

PERANAN PENYIDIK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA

PENCABULAN TERHADAP ANAK TUNA RUNGU

Oleh

Amanda Julva, Nikmah Rosidah, Dona Raisa Monica

  

Email : julvaamanda11@gmail.com

  Tindak pidana dapat dilakukan oleh siapapun dan terhadap siapapun. Setiap orang yang melakukan tindak pidana harus bertanggung jawab atas kesalahan yang telah dia perbuat Perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor antara lain seorang anak yang bergaul dengan teman yang membawa pengaruh negatif akan meniru perbuatan negatifnya, kurangnya pemahaman agama dan pengawasan orang tua serta pengaruh buruk teknologi akan memudahkan terjadinya perbuatan cabul anak tuna rungu merupakan keterbelakangan mental seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagaian atau seluruhnya yg diakibatkan tidak berfungsi sebagian atau seluruh alat pendengaran.dalam skripsi ini dibahas dua pokok permasalahan, pertama Bagaimanakah peranan penyidik dalam penanggulangan tindak pidana pencabulan terhadap anak tuna rungu. Kedua, apakah yang menjadi faktor penghambat peranan penyidik dalam penanggulangan tindak pidana pencabulan terhadap anak tuna rungu.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris dan yuridis normatif .pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data dianalisis secara deskkritif kualitatif untuk memperoleh kesimpulan penelitian.untuk mengetahui peran Penyidik dalam menangani tindak pidana cabul pada anak di Polsekta Sukarame Bandar Lampung, dalam hal ini penulis melakukan wawancara langsung dengan penyidik polsekta sukarame serta dosen fakultas hukum Universitas Lampung.berdasarkan hasil peneliti dan analisis data yang dilakukan oleh penulis secara umum sudah menunjukkan perannya dengan maksimal sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat,dan pihak kepolisian juga menangani kasus tindak pidana khususnya tindak pidana pencabulan tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan.faktor-faktor penghambat dalam penyidik penanggulangan tindak pidana pencabulan dilakukan oleh anak tuna rungu antara lain:kesibukan kerja orang tua, kurangnya pengawasan orang tua, peredaran CD porno, kurangnya iman anak, mengedepankan nafsu, dan pengaruh minuman keras,serta langkah-langkah yang ditempuh oleh polri untuk tindak pidana cabul pada anak tuna rungu.

  Kata Kunci: PerananPenyidik, Pencabulan, Anak Tuna Rungu.

  

ABSTRACT

THE ROLE OF INVESTIGATOR IN THE PREVENTION OF OBSCENITY

CRIMINAL OFFENSE AGAINST DEAF CHILDREN

By

Amanda Julva, Nikmah Rosidah, Dona Raisa Monica

  

Email : julvaamanda11@gmail.com

  The criminal offense can be committed by anyone and to anyone. Everyone who commits an offense shall be liable for mistakes they had made. The violation of the law committed by children can be caused by various factors such as; the negative influence of peers because children immitate, lack of understanding of religion and parents supervision as well as the bad influence of technology would make the violation happen. The deaf children are hearing impaired individuals of being unable to hear, either partly or completely which are caused by the partial or total impairment of hearing organs. The problems in this research are formulated as follows: How is the role of investigator in the prevention of obscenity against deaf children? Second, what are the inhibiting factors in the prevention of obscenity against deaf children ? This research used empirical and normative approaches. The data collection technique was done through library research and observation. The data were analyzed in descriptive qualitative analysis to draw the conclusion. In order to find out the role of investigator in handling the obscenity case in Polsekta Sukarame Bandar Lampung, the researcer has conducted an interview with the investigator of Polsekta Sukarame and a lecturer of law faculty Lampung University. The result of the research showed that in general the role of the investigator against the case of felony obscenity has been done in accordance with their roles as law enforcers and public protector. However, there were several inhibiting factors encountered by the police officers when handling such obscenity case, such as: parents of being too busy at work, lack of parental supervision, the spreading of porn CD, children of being lack of faith, and the influence of liquor, as well as measures taken by the national police to tackle the obscenity case on deaf children. Keywords: The Role of Investigation, Obscenity, Deaf Children.

I. PENDAHULUAN

  Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu komitmen dan perlakuan yang memperhatikan perkembangan dan peranan anak sebagai generasi penerus bangsa merupakan suatu hal yang harus dipegang oleh pemerintah Anak yang belum matang secara mental dan fisik, kebutuhannya harus dicukupi, pendapatnya harus dihargai, diberikan pendidikan yang benar dan kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan pribadi dan kejiwaannya, agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang dapat diharapkan sebagai penerus bangsa.

1 Upaya perlindungan hukum kepada anak

  di bawah umur pada dasarnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya Pasal 287 KUHP yang mengatur: (1) Barangsiapa bersetubuh dengan sorang wanita yang bukan istrinya, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umur wanita itu belum lima belas tahun, atau kalau umumya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawinkan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (2) Penuntutan dilakukan hanya atas pengaduan, kecuali bila umur wanita itu belum sampai dua belas tahun atau bila ada salah satu hal seperti tersebut dalam Pasal 291 dan Pasal 294. Pada perkembangan berikutnya pemerintah memberlakukan Undang-Undang Nomor

  23 Tahun 2002 yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal 81 mengatur: 1.

  Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana 1 Gadis Arivia. Potret Buram Eksploitasi Kekerasan Seksual pada AnakFord Foundation . penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) 2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

  Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Selain itu Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) juga diperlukan untuk menegaskan adanya kewajiban bagi negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua dan anak, mengingat:

  1. Kewajiban memberikan perlindungan anak walaupun sudah disadari merupakan kewajiban bersama, namun perlu diberikan landasan hukum secara khusus disamping yang sudah dicantumkan dalam pasal-pasal UUD 1945 atau dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan yang lain, agar dapat menjamin pelaksanaannya secara komprehensif dan tepat penanganan serta sarana, yang harus dilakukan oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orangtua anak.

  2. Perlu adanya keseimbangan antara perlindungan hak anak dan pemberian kewajiban bagi anak dalam kapasitas mendidik anak. Oleh karena itu, disamping dilindungi hak-haknya, agar tidak menjadi salah asuh, salah arah, maka perlu ditujukkan juga kewajiban yang perlu dilaksanakan oleh anak.

  Peran penyidik dalam penanggulangan kejahatan pencabulan perlu dilakukan untuk pencegahan terhadap kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur dengan memberikan perlindungan terhadap korban dan memberikan efek jera terhadap pelaku pencabulan anak dibawah umur. Kepolisian merupakan salah satu komponen sistem peradilan pidana yang menjadi ujung tombak dalam penanggulangan kejahatan. Peranan kepolisian kelihatan lebih besar bila dibandingkan dengan komponen lainnya. Institusi ini sangat menentukan keberhasilan sistem peradilan pidana secara keseluruhan. Untuk itu Kepolisian disebut sebagai The Gate Keeper of Fungsi Kepolisian (Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian) Adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang:

  Criminal Justice .

  1. Pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,

  Perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

  Tujuan Kepolisian RI (Pasal 4 UU No. 2 Tahun 2002 Kepolisian) adalah Mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi:

  1. Terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, 2. Tertib dan tegaknya hukum, 3. Terselenggaranya perlindungan, pengayoman, 4. Dan pelayan kepada masyarakat, 5. Serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

  Salah satu contoh kasus pencabulan yang dilakukan oleh anak yaitu polsekta sukarame menangkap 2 remaja berinisial YN (15) dan IS (16) ,pada tanggal 5 Desember 2015. Keduanya diduga terlibat kasus pencabulan terhadap korban bunga (15) tuna rungu seorang pelajar sekolah luar biasa (SLB). Kedua tersangka YN dan

  IS yg ditangkap ini bukanlah berstatus pelajar.keduanya ditangkap karena telah melakukan pencabulan terhadap korban BUNGA (15) tuna rungu pelajar sekolah luar biasa (SLB) di bandar lampung. Barang bukti yang disita, satu stel pakaian seragam sekolah milik korban, pakaian dalam korban, satu buah jaket warna hitam motif bergaris putih dan satu buah topi warna hitam. pencabulan terhadap korban yang merupakan seorang tuna rungu siswi sekolah luar biasa (SLB) terjadi usai korban sepulang dari sekolah.

  2 Perbuatan pelaku tersebut dapat

  menimbulkan trauma fisik dan psikis terhadap korban terutama yang berusia anak-anak sehingga bisa berpengaruh pada perkembangan diri korban ketika dewasa nanti. Aparat penegak hukum dibebani tugas khusus untuk mengungkap suatu tindak pidana pencabulan terhadap anak yang dilakukan oleh anak dan harus dilakukan penyelidikan oleh orang yang memiliki kemampuan khusus disamping itu penyuluhan terhadap anak yang masih dibawah umur agar tidak terjerumus dalam tindak pidana pencabulan dan memberikan pengetahuan tentang undang-undang yg mengatur tentang perlindungan anak. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam peneitian ini adalah : a.

2. Penegakan hukum, 3.

  Bagaimanakah Peran Penyidik dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencabulan Terhadap anak Tuna rungu? b. Apakah faktor penghambat Peran

  Penyidik dalam Penanggulangan Tindak 2

   Pidana Pencabulan Terhadap anak tuna rungu? Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris dan yuridis normatif .pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data dianalisis secara deskkritif kualitatif untuk memperoleh kesimpulan penelitian.untuk mengetahui peran Penyidik dalam menangani tindak pidana cabul pada anak di Polsekta Sukarame Bandar Lampung, untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tindak pidana cabul pada anak tuna rungu, dan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang langkah-Langkah apa yang ditempuh oleh kepolisian untuk tindak pidana cabul pada anak tuna rungu di Polsekta Sukarame Bandar lampung.

  • –tindakan yang diperlukan untuk menyelesaiakan dan menanggulangi tindak pidana asusila terhadap anak dibawah umur. Pengungkapan tersebut dari wawancara penulis dengan pihak PPA sebagai berikut:

  Tindak pidana pencabulan kepada anak yang umumnya dilakukan oleh orang dewasa, baik yang masih ada hubungan keluarga maupun tidak memiliki hubungan keluarga, kepada anak diantaranya adalah mencumbul anak selayaknya mencumbul orang dewasa bahkan yang lebih ekstrim adalah melakukan persetubuhan terhadap anak. Pada intinya semua bentuk pencabulan kepadaanak tersebut berorientasi pada pemuasan hasrat dan nafsu seksual pelaku.setiap anak yang menjadi korban pencabulan biasanya akan mengalami dampak buruk terhadap perkembangan kejiwaanya. Dampak jangka pendek yang dapat terjadi adalah anak menjadi pemurung,sedih,suka menyendiri,tidak mau bergaul dan menghindari bertemu orang lain, khususnya orang yang belum dikenalnya, anak akan takut untuk bersentuhan dengan orang lain. Sementara itu, dampak jangka panjang yang dapat terjadi adalah anak akan mengalami trauma berkepanajngan, yang akan mempengaruhi perkembangan kejiwannya bahkan samapi sang anak tersebut memasuki usia remaja dan dewasa, sebagai akibat dari pengalaman masa lalunya yang pernah dilecehkan secara seksual.

  3 Peran kepolisian dalam menyelesaikan dan

  menangulangi tindak pidana asusila terhadap anak dibawah umur, pihak Kepolisian dalam hal ini Polsekta Sukarame melakukan tindakan

  1. Penyelidikan

  Dalam menyelesaiakan dan menanggulangi kasus, terutama kasus tindak pidana asusila terhadap anak dibawh umur, terungkap bahwa diperlukan adanya pelaporan dari pihak korban. Hal ini sebagai alat bukti bagi pihak Kepolisian, terutama untuk melakukan penyelidikan atas tindak pidana pencabulan anak. Dengan adanya proses pelaporan dari pihak korban pelecehan seksual atau perbuatan asusila , merupakan awal yang baik bagi penegakkan hukum atas tindak kejahatan yang terjadi. Bila tidak ada pelaporan maka tindak pidana terutama tindak pidana asusila terhadap anak akan terus terjadi, sehingga korban perbuatan asusila terhadap anak akan bertambah lagi. Seiring dengan hasrat dari pelaku tindak pidana asusila terhadap anak itu sendiri.

II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Peranan Penyidik dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak Tuna Rungu

  2. Penyidikan

  Setelah dilakukan penyelidikan, tahap berikunya adalah melakukan penyidikan. Dalam rangka penyidikan tindak pidana asusila tErhadap anak biasanya penyidik melakukan penangkapan dan penahanan 3

3. Pengumpulan Barang Bukti

  2. Agar tersangka tidak menghilangkan barang bukti atas kejahatannya.

  sebagai pembantu penyidik polsekta Sukarame Bandar Lampung pada tanggal 08 N0vember 2016.

  Departemen lain. 4 Berdasarkan wawancara dengan isman yunus

  c.

  Pihak LSM (Lembaga Sosial Masyarakat).

  b.

  Pihak rumah sakit atau klinik kesehatan.

  Pada proses ini pihak kepolisian, melakukan bekerjasama untuk mencari bukti-bukti lebih lanjut. Agar penetapan hukum dan perkara tetap adil dimata hukum. Dalam hal ini pihak

  3. Agar tersangka tidak melarikan diri atas tindak kejahatannya. Dengan demikian proses tindak pidana tersebut, dapat berjalan aman dan terkendali. Proses penyidikan anak wajib dirahasiakan tindakan penyidik berupa penangkapan, penahanan, dan tindakan lain yang dilakukan mulai dari tahap penyelidikan hingga tahap penyidikan, wajib dilakukan secara rahasia.

  Agar tersangka tidak melakukan intimidasi kepada pihak korban atau keluarga korban.

  sementara terhadap tersangka tindak pidana terhadap anak. Penahanan yang dilakukan oleh penyidik menurut Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) hanya berlaku paling lama 20 (dua puluh) hari dan dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang paling lama 40 (empat puluh) hari apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai.

  Undercover Pada proses ini, pihak kepolisian dapat melakukan penahanan bagi pihak tersangka. Hal ini berkaitan, agar pihak tersangka tidak melakukan tindakan seperti: 1.

  Observasi c. Surveillance d.

  Interview b.

  pihak korban dan saksi, pihak kepolisian akan melangkah ke Lidik. Pada proses ini, pihak penyidik kepolisian melakukan beberapa langkah antara lain : a.

  4 Proses pelaporan dari

  Berdasarkan isman

  Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan (Pasal 18 UU No. 11 Tahun 2012). Kentuan ini menghendaki bahwa pemeriksaan dilakukan dengan pendekatan secara efektif dan simpatik. Efektif dapat diartikan, bahwa pemeriksaannya tidak memakan waktu lama, dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, dan dapat mengajak tersangka memberikan keterangan yang sejelas- jelasnya. Simpatik maksudnya pada waktu pemeriksaan, penyidik bersikap sopan dan ramah serta tidak menakut-nakuti tersangka. Tujuannya adalah agar pemeriksan berjalan dengan lancar, karena seorang anak yang merasa takut sewaktu menghadapi penyidik, akan mengalami kesulitan untuk mengungkapkan keterangan yang benar dan sejelas- jelasnya. Pada waktu pemeriksaan tersangka, penyidik tidak memakai pakaian seragam.

  repertum terhadap korban kalau korban memang telah dicabuli.

  Dalam pengumpulan barang bukti yang menjadi sasaran sebagai barang yang dijadikan bukti tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka yaitu mengumpulkan barang-barang atau benda yang terkait dengan perkara perbuatan asusila terhadap anak tersebut dan apabila dimungkinkan dilakukan visum et

  • –pihak yang diajak kerjasama dalam mengungkap tindak pidana asusila ini, antara lain : a.
Setelah proses Sidik telah selesai, maka tugas Kepolisian melimpahkan berkas perkaranya ke Kejaksaan. Melalui jaksa penuntut umum perkara ini akan dilaporkan dan dibacakan didalam pengadilan. dalam proses ini perkara tersebut ditentukan, nasib dari korban dan tersangka. Bila dakwaan tersebut telah memenuhi syarat dan unsur-unsur untuk dibukanya persidangan, maka siding dibuka untuk kasus tindak pidana asusila terhadap anak.

  Selama 8 hari penyidik juga meminta Bapas untuk melakukan penelitian terhadap anak dan keluarga dan serta tempat tinggal apabila ancaman hukuman terhadap anak dibawah 7 tahun maka penyidik terlebih dahulu mengupayakan diversi melibatkan orangtua korban, lapas dan tokoh masyarakat, tokoh agama. Menurut dari beberapa ketentuanya 1.

  4. Kurangnya iman anak iman merupakan kunci utama dalam meredam niat jahat seseorang.

  2. Dalam kuhap yang menyangkut perandiya dalam proses peradilan didalam proses peradilan karena ini menyangkut anak

  Berdasarkan wawancara sanusi

  5

  peran kepolisian bisa kita liat dari beberapa ketentuan yaitu: 1.

  UU Kepolisian yang menyangkut struktur organisasi dan tugas kepolisian

  Pencabulan Rendahnya pendidikan pelaku kejahatan cenderung membuatnya tidak berfikir panjang dalam melakukan perbuatan melawan hukum, sehingga ia melakukan perbuatan tersebut tanpa mempertimbang- kan hukuman yang dapat dikenakan padanya. Ia tidak berpikir panjang dalam melakukan pencabulan terhadap korbannya, yang ia pikirkan hanyalah kesenangan sesat dalam memuaskan nafsu seksualnya. Maknanya adalah semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang maka pola pikiranya akan menjadi semakin baik dan ia mampu berfikir secara logis hal-hal yang dilarang oleh norma-norma agama, sosial, budaya dan pelanggaran hukum atau tindak pidana. Artinya sebelum bertindak ia berfikir panjang dan mengetahui bahwa perbuatannya diancam dengan undang-undang..dengan melakukan wawancara kepada narasumber maka ketahui bahwa upaya penanggulanggan tindak pidana pencabulan anak dilaksanakan dengan upaya penal dan non penal, sebagai berikut: 1.

  Rendahnya Pendidikan Pelaku

  5. Pengaruh minuman keras 6.

  Undang-undang kepolisian yang menyangkut struktur organisasi dan tugas fungsi dari kepolisian

  peran polisi sebagai penyidik melakukan penyidikan mengumpulkan alat bukti dan keterangan untuk menetapkan siapa sebagai pelaku, dan pelaku juga dapat dituntut dan diancam dengan pidana dapat diajukan kepengadilan.tetapi didalam UUD ada batas-batasan yang korbanya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tindak pidana cabul pada anak, sebagai berikut: 1.

  Kesibukan kerja orangtua 2. Kurangnya pengawasan orang tua.

  3. Peredaran CD porno Dengan maraknya.

2. Didalam KUHAP Prandiya dalam proses peradilan.

  UU Pengadilan anak Jadi anda berbicara terhadap tindak pidana pencabulan anak fokus pada proses peradilan. Dalam kaitan proses peradilan, 5 Berdasarkan wawancara Prof Sanusi.sebagai pidana yang didalamnya terdapat dua masalah sentral yaitu

  UU Perlindungan anak b.

  Didalam proses peradila ini menyangkut anak disamping KUHAP ketentuan lainnya harus kita perhatikan yaitu: a.

  Upaya Penal Upaya penal adalah penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum

  Dosen bagian hukum Universitas Lampung pada

  6

  perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidanadan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan pada pelanggar upaya penal penanggulangan tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur disesuaikan dengan sistem peradilan pidana yang meliputi dari tingkat kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Hal ini sesuai dengan konsep sistem peradilan pidana dalam pelaksanaan dan penyelenggaan penegakan hukum pidana yang melibatkan berbagai institusi atau badan hukum yang masing- masing memiliki fungsi sendiri-sendiri, di antaranya adalah kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.

  Pelaksanaan tugas dilakukan oleh kepolisian diarahkan pada upaya pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan pada masyarakat. Upaya tersebut terus dilaksanakan secara berkesinambungan oleh kepolisian dengan program-program sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan sebelumnya.

  Terkait dengan perlindungan hukum terhadap anak di bawah umursebagai korban tindak pidana pencabulan, Kepolisian sesegera mungkin menanggapi setiap adanya laporan dari anggota masyarakat tentang adanya tindak pidana tindak pidana pencabulandengan melakukan penyelidikan, karena laporan tersebut harus didukung oleh bukti-bukti yang kuat untuk menentukan apakah termasuk sebagai tindak pidana atau bukan. Dalam penyelidikan ini, rangkaian tindakan penyelidik bertujuan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Rangkaian tindakan penyelidikan hanya dimaksudkan untuk menemukan peristiwa pidana dan tidak 6 mencari/ menemukan tersangka. Tindakan penyidikan tidak harus didahului dengan penyelidikan untuk menemukan peristiwa yang dinilai sebagai tindak pidana, dapat segera melakukan penyidikan.. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik kepolisian dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

  Tujuan pokok tindakan penyidikan adalah utuk menemukan kebenaran dan menegakkan keadilan, bukan mencari-cari kesalahan seseorang. Dengan demikian, seseorang penyidik dituntut untuk bekerja secara obyektif, tidak sewenang-wenang, senantiasa berada dalam koridor penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia. Beberapa tahapan penyidikan yang dilakukan untuk mengungkap kasus tindak pidana tindak pidana pencabulan antara lain adalah: a.

  Pemeriksaan di tempat kejadian, yaitu memeriksa tempat kejadian perkara terjadinya tindak pidana tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur b. Pemanggilan atau penangkapan tersangka, setelah jelas dan cukup bukti awal maka pihak kepolisian melakukan pemanggilan atau penangkapan terhadap tersangka pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur c.

  Penahanan sementara, setelah dilakukan penangkapan terhadap tersangka maka dilakukan penahanan terhadap pelaku tindak pidana tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur d. Penyitaan, melakukan kegiatan penyitaan berbagai barang bukti yang akan memperkuat pemberkasan atau berita acara .

  e.

  Pemeriksaan, dilakukan untuk menambah atau memperkuat bukti bahwa telah terjadi tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur. tindak pidana, penyidik wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan dan rangkaian akhir tindakan yang diperlukan itu adalah pemeriksaan langsung tersangka dan saksi-aksi maupun ahli.

  f.

  Pelimpahan perkara kepada Penuntut Umum untuk dilakukan tindakan hukum lebih lanjut sesuai dengan hukum yang berlaku.

  2. Upaya Non Penal Upaya non penal meliputi penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi- kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya kejahatan.Upaya non penal penanggulangan tindak pidana pencabulan anak di bawah umur dilaksanakan melalui penyuluhan hukum terhadap masyarakat mengenai pentingnya upaya mencegah anak menjadi korban pencabulan dan upaya memperoleh kepastian hukum jika anak menjadi korban. melaksanakan perlindungan anak yang harus semaksimal mungkindiketahuiadalah pengertian/ pemahaman tentang anak, sebab masyarakat pada kenyataannya dihadapkan pada perbedaan pandangan dan keyakinan yang kuat, yang berkaitan dengan masalahperlindungan anak seorang individu, kelompok organisasi swasta atau pemerintah. Hal lain berkaitan erat dengan latar belakang pendidikan, B.

   Faktor penghambat Peran Penyidik dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencabulan Terhadap anak Tuna Rungu.

  Korban mempunyai peran yang fungsional dalam terjadinya suatu kejahatan. Perbuatan pelaku dapat mengakibatkan orang lain menjadi korban, bahwa hubungan antara korban dan pelaku, yaitu suatu kejahatan dan korban yang menjadi objek sasaran perbuatan pelaku menyebabkan korban harus menderita karena kejahatan.

  Dari hasil penelitian yang menjadi faktor penghambat penyidik dalam menangani kasus pencabulan pada anak, setelah melakukan wawancara yaitu sebagai berikut: 1) Sulit mencari saksi Saksi di dalam KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Serta keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya.

  2) Korban tidak terbuka Korban juga biasanya tidak terlalu terbuka dengan penyidik, ada korban yang terbuka dan ada juga korban yang tidak terbuka dimana korban tidak memberikan keterangan yang sebenarnya atau tidak menceritakan semua kejadian yang dialami karena korban merasa malu dengan aib dirinya dan keluarganya atau masih merasa trauma dengan pencabulan yang baru saja dialaminya. Dalam hal ini yang menjadi faktor penghambat penyidik dalam menangani kasus pencabulan sebagian juga disebabkan ahli psikolog ataupun ahli kandungan yang memeriksa keadaan mental dan keadaan fisik korban belum disediakan dan belum adanya perhatian pemerintah untuk menyediakan para ahli anak tersebut.

  3) Kurangnya Dana Hambatan lain yang menjadi penghambat penyidik dalam menangani kasus pencabulan kurangnya dana karena dana yang disediakan tidak cukup untuk membiayai pemeriksaan kesehatan atau visum untuk sebagai alat bukti. Berdasarkan hasil wawancara supraman dengan

  7

  faktor penegak hukum menjadi penghambat penanggulangan tindak pidana pencabulan anak adalah masih kurangnya sosialisasi mengenai antisipasi terhadap tindak pidana pencabulan anak oleh aparat penegak hukum terutama pada kelompok masyarakat didaerah terpencil, berpendidikan rendah dan ekonomi rendah, agar pengetahuan dan kesadaran mereka meningkat dan mereka dapat memperoleh perlindungan hukum, khususnya bagi anak-anak mereka yang menjadi korban tindak pidana pencabulan. Padahal sosialisasi mengenai pencegahan merupakan bagian dari kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak- haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari berbagai kekerasan dan diskriminasi, termasuk perlindungan dari tindak pidana pencabulan anak. Seharusnya aparat penegak hukum dapat bekerja lebih maksimal dalam mensosialisasikan Undang-Undang Nomor

  23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor

  35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak pada Masyarakat, khususnya kelompok masyarakat didaerah terpencil, berpendidikan rendah dan ekonomi rendah, agar pengetahuan dan kesadaran mereka meningkat dan mereka yang mengalami tindak pidana pencabulan anak. Hal ini penting dilakukan, mengingat perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari tindak pidana pencabulan terhadap anak.

  1. Faktor penegak hukum 7 Berdasarkan wawancara dengan Aiptu supraman

  sebagai Polsekta Sukarame Bandar Lampung pada

  Faktor penghambat Penegakan hukum menjadi tolak ukur Bagi masyarakat untuk merasakan suatu keadilan. Mengenai kasus pencabulan dimana masyarakat sangat berperan aktif dalam masalah penegakan hukum, maksudnya masyarakat harus mendukung secara penuh dan berkerja sama dengan para penegak hukum dalam usaha penegakan hukum. Akan tetapi masyarakat di Provinsi Lampung mempunyai pengaruh adat yang sangat besar belum mempercayai dengan secara penuh tentang adanya hukum yang berlaku di negara ini, dikarenakan mereka masih percaya dengan hukumanya sendiri atau dengan kata lain masyarakat yang mempunyai cara tersendiri untuk menegakan aturan yang berlaku di daerahnya tersebut atau pelaku mem- pertanggungjawabkan Perbuatannya kepada korban. Berdasarkan isman

  8 Dari

  faktor-faktor yang tersebut di atas mungkin dapat mempengaruhi penegakan hukum khususnya dalam kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur karena perbuatan yang melanggar hukum harus senantiasa dilengkapi dengan organ-organ penegakannya yang tergantung pada faktor-faktor yang meliputi: a.

  Harapan masyarakat, yakni apakah penegakan hukum tersebut sesuai atau tidak dengan nilai-nilai masyarakat.

  b.

  Adanya motivasi warga masyarakat untuk melaporkan terjadinya perbuatan melanggar hukum kepada organ-organ penegak hukum tersebut.

  c.

  Kemampuan dan kewibawaan dari organisasi penegak hukum.

  2. Faktor sarana dan fasilitas yang tidak mendukung Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, tanpa sarana dan 8 Berdasarkan wawancara dengan isman yunus

  sebagai pembantu penyidik polsekta Sukarame Bandar Lampung pada tanggal 08 N0vember 2016. fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegakan hukum tidak mungkin menjalankan perannya sebagaimana mestinya. Menurut sanusi

  9

  lokasi atau tempat terjadinya tindak asusila anak lokasi yang biasanya digunakan pelaku tindak pidana asusila anak juga merupakan penghambat bagi pihak kepolisian dalam mengungkap tindak pidana pencabulan anak karena dalam ruangan tersebut tidak ada orang selain korban dan pelaku itu sendiri. Sementara itu perkembangan teknologi sebagai bagian dari kebudayaan yaitu media seperti surat kabar, majalah, tabloid, televisi, radio, internet, handphone, yang membawa dampak negatif kepada masyarakat, dimana masyarakat secara leluasa mengakses hal-hal yang berkaitan dengan tindak pidana pencabulan terhadap anak sehingga dapat mempengaruhi seseorang untuk berperilaku negatif dan melawan hukum dengan melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak.

  3. Faktor masyarakat Penulis menilai bahwa faktor masyarakat yang menjadi penghambat penanggulangan tindak pidana pencabulan terhadap anak yaitu rendahnya pengetahuan masyarakat tentang bagaiamana dan kepada siapa mencari perlindungan hukum bagi anak- anak mereka yang menjadi korban tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur. Selain itu rendahnya pendidikan pelaku kejahatan tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur cenderung membuatnya tidak berfikir panjang dalam melakukan perbuatan melawan hukum, sehingga ia melakukan perbuatan tersebut tanpa mempertimbangkan hukuman yang dapat dikenakan padanya.

  • – tindakan yang diperlukan untuk menyelesaiakan dan menanggulangi tindak pidana asusila terhadap anak dibawah umur melakukan tahap yaitu Penyelidikan,Penyidikan,Pengumpulan Barang Bukti dan upaya

  4. Faktor budaya 9 Berdasarkan wawancara Prof Sanusi.sebagai

  Dosen bagian hukum Universitas Lampung pada

  Budaya indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat, berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam menegakannya. Sebaliknya, apabila peraturan-peraturan perundang-undangan tidak sesuai atau bertentangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan dan menegakkan hukum. Berdarkan faktor-faktor yang menjadi penghambat penyidik di atas bahwa hambatan penyidik adalah mencari saksi guna penyidikan dan kondisi korban yang masih dalam keadaan trauma atau korban merasa malu dengan aibnya sehingga korban tidak terbuka untuk mengatakan hal yang sebenarnya atas perlakuan pencabulan yang baru saja dialaminya. Selain itu hambatan lain yang menjadi penghambat penyidik adalah kurangnya dana yang ada untuk membiayai perkara, yaitu untuk membiayai hasil visum korban guna digunakan sebagai alat bukti ataupun untuk ahli psikolog anak.

  III. PENUTUP

  A. Simpulan

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1.

  Peran Penyidik dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencabulan yang dilakukan oleh anak tuna rungu.Pihak Kepolisian dalam hal ini POLSEKTA SUKARAME melakukan tindakan penanggulangan tindak pidana pencabulan anak dibawah umur terdiri dari upaya penal dan non penal.

  2.

2. Faktor-faktor penghambat dalam

  Peran Penyidik dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencabulan yang dilakukan oleh anak tuna rungu.

  rendahnya pengetahuan masyarakat tentang bagaiamana dan kepada siapa mencari perlindungan hukum bagi anak-anak mereka yang menjadi korban tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur. Selain itu rendahnya pendidikan pelaku kejahatan tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur cenderung membuatnya tidak berfikir panjang dalam melakukan perbuatan melawan hukum, sehingga ia melakukan perbuatan tersebut tanpa mempertimbangkan hukuman yang dapat dikenakan padanya.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Hendaknya Aparat penegak hukum disarankan untuk lebih intens dalam menanggulangi tindak pidana pencabulan terhadap anak, dalam mengadakan sosialisasi di sekolah (pribadi yang kuat, disiplin, dan bertanggung jawab, dan berhati-hatilah menjaga diri ) dan di masyarakat(pencegahan terjadinya pencabulan anak, waspada pencabulan anak, dan tingkatkan ketaqwaan, hindari maksiat) tidak hanya menunggu permintaan/undangan dari pihak sekolah maupun masyarakat, tetapi dapat dilakukan dengan terjadwal secara kontinue dan berkesinambungan.

  Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo Undang-undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

  B.Saran

  No. HP : 082280670466

  http://www.tribunnews.com/regional/2015/12/- 08/dua-abg-cabuli-pelajar-slb-tuna-rungu- ditangkap-polisi.

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

  dalam Hukum Acara Pidana, FH Universitas , Surabaya.

  2. Orang tua dan masyarakat luas pada umumnya, hendaknya semakin meningkatkan pengawasan dan kontrol terhadap lingkungan dan tempat nermain anak, hal ini penting dilakukan guna mengantisipasi potensi terjadinya tindak pidana pencabulan yang mengancam anak-anak. Kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat hendaknya semakin intensif melakukan pembinaan kepada warga masyarakat untuk dapat meminimalisasi potensi terjadinya tindak pidana pencabulan yang mungkin dapat terjadi dilingkungan masyarakat setempat..

  Hamzah, Andi 2005. Asas-asas Penting

  Beberapa saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  Abu, Huraerah. 2006. Kekerasan Terhadap

  Jakarta. Arif, Barda Nawawi. 1984. Penegakan Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta.

  Eksploitasi Kekerasan Seksual pada Anak Ford Foundation . Bina Aksara.

  Arivia Gadis. 2005. Potret Buram

  Anak . Nuansa. Bandung