EFEKTIVITAS PELAKSANAAN STUDI BANDING DPRD KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH Yohanes Hendrico Tomson, Nurmayani, S.H., M.H., Satria Prayoga, S.H.,M.H. BAGIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG ABSTRA

  

LAMPUNG DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN

PERATURAN DAERAH

Yohanes Hendrico Tomson, Nurmayani, S.H., M.H., Satria Prayoga, S.H.,M.H.

  

BAGIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

ABSTRAK

  Upaya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam penyusunan Perda dilaksanakan dengan pengumpulan data mengenai Perda yang akan disusun, langkah yang ditempuh di antaranya adalah dengan melakukan studi banding atau kunjungan kerja pada daerah (kabupaten/ kota atau provinsi) lain, yang dianggap berhasil dalam mengimplementasikan Perda yang akan disusun tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah efektivitas pelaksanaan studi banding DPRD Kota Bandar Lampung dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah? (2) Bagaimanakah hasil pelaksanaan studi banding DPRD Kota Bandar Lampung dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah? Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan dan selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Pelaksanaan studi banding DPRD Kota Bandar Lampung merupakan kegiatan yang tidak efektif dalam proses Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah, karena tujuan studi banding untuk mengumpulkan informasi dan materi dapat dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi melalui fasilitas internet, telekonferensi yang lebih tepat, cepat, dan murah, tanpa harus melakukan studi banding. (2) Hasil pelaksanaan studi banding DPRD Kota Bandar Lampung belum signifikan dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah, karena DPRD belum memenuhi akuntabilitas dan manfaat yang jelas bagi masyarakat atas hasil studi banding yang dilaksanakan. Tidak ada sistem pelaporan hasil studi banding secara transparan dan akuntabel, sehingga hasil studi banding tidak dirasakan manfaatnya bagi masyarakat. Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Anggota DPRD Kota Bandar Lampung dalam penyusunan rancangan Perda hendaknya mengoptimalkan fungsi staf ahli DPRD sebagai akses masuk informasi atau pengetahuan yang akan dijadikan sebagai sumber informasi tentang rancangan Perda (2) DPRD disarankan untuk menempuh cara lain dalam pengumpulan informasi rancangan Perda, yaitu dengan berkonsultasi dan mendatangkan pakar yang telah membuat Perda sebelumnya atau orang yang berkompeten terkait dengan materi Perda yang akan dibahas. Kata Kunci: Efektivitas, Studi Banding, Peraturan Daerah

  ABSTRACT

Efforts of Legislative Council in lawmaking conducted by collecting data on the legislation

to be developed, the steps being taken in them is to make a comparative study or work visit

to the area (county/city or province) other, which is considered to be successful in

implementing Regulation is to be prepared.

  

The problem in this research are: (1) How is effectiveness of comparative study on Bandar

Lampung Legislative Council in arrangement local regulations draft? (2) How is the

results of a comparative study on Bandar Lampung Legislative Council in arrangement

local regulations draft?

Approach the problem in this study using a normative approach and empirical jurisdiction.

Data was collected through library research and field studies and subsequent juridical

analyzed qualitatively.

  

Research results and discussion show: (1) The comparative study on Bandar Lampung

Legislative Council in arrangement local regulations draft is not effective in the

preparation of the Draft Regulation, for the purpose of comparative study to gather

information and material can be done by utilizing advances in information technology over

the internet facilities, teleconferencing more precisely, quickly, and cheaply, without

having to do a comparative study. (2) The results of a comparative study implementation of

Bandar Lampung Legislative Council has not been significant in the Preparation of Draft

Regulation, because Parliament has not met accountability and a clear benefit to the

community on the results of a comparative study conducted. There is no system of

reporting the results of a comparative study in a transparent and accountable, so that the

results of comparative studies do not benefit the public.

Suggestions in this study are: (1) Members of Bandar Lampung Legislative Council in the

preparation of the draft law should optimize the function of Parliament as an expert staff

access into information or knowledge that will serve as a source of information about the

draft law (2) Parliament advised to take other means of gathering information draft law,

which is to consult and bring in experts who have made a previous regulation or

competent person associated with the regulation of material that will be discussed.

  Keywords : Effectiveness, Comparative Study, Local Regulation

   Pendahuluan

  Pelaksanaan otonomi daerah memberikan keleluasaan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintah sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas dan peran serta masyarakat dalam melaksanakan pembangunan daerah, pembangunan yang terus menerus dilakukan untuk mewujudkan tujuan nasional seperti yang dimaksudkan dalam pembukaan UUD 1945 menyebabkan peranan peraturan semakin mengedepan. Intensitas dan aktivitas dalam upaya menyusun suatu tatanan kehidupan yang baru di Indonesia, melalui pembangunan dan modernisasi, ternyata memberikan pengaruh terhadap pembuatan peraturan.

  Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Pemerintah Pusat adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lainnya sebagai Badan Ekskutif Daerah. Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan pemerintah daerah otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas Desentralisasi. Pemerintah dalam ketentuan ini, bermakna sebagai kegiatan penyelenggaraan pemerintah dan lingkungan jabatan yaitu pemerintah dan DPRD. Peraturan daerah menjadi suatu kebutuhan yang melekat pada kehidupan sosial dalam suatu masyarakat di era otonomi daerah, peraturan daerah akan melayani masyarakat, baik berupa pengalokasian kekuasaan, pendistribusian sumber-sumber daya, serta melindungi kepentingan anggota masyarakat itu sendiri oleh penting peranannya sebagai sarana untuk mewujudkan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah

  1 Peraturan Daerah merupakan salah satu

  jenis Peraturan Perundang-undangan dan merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila. Saat ini di era otonomi daerah Peraturan Daerah memiliki peranan yang sangat strategis karena memiliki landasan konstitusional yang jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka tertib administrasi dan peningkatan kualitas produk hukum daerah, diperlukan suatu proses atau prosedur penyusunan Perda agar lebih terarah dan terkoordinasi. Hal ini disebabkan dalam pembentukan Perda perlu adanya persiapan yang matang dan mendalam, antara lain pengetahuan mengenai materi muatan yang akan diatur dalam Perda, pengetahuan tentang bagaimana menuangkan materi muatan tersebut ke dalam Perda secara singkat tetapi jelas dengan bahasa yang baik serta mudah dipahami, disusun secara sistematis tanpa meninggalkan tata cara yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia dalam penyusunan kalimatnya.

  Peraturan Daerah menjadi sebuah dasar hukum dalam pelaksanaan pembangunan di daerah, karena itu perancangan Perda harus mempertimbangkan masukan-masukan dari publik. Keterlibatan publik dalam perancangan Perda sampai dengan sejauh mana usulan publik tersebut diimplementasikan, dapat dijadikan salah satu ukuran partisipasi publik dalam pembangunan daerah. Regulasi merupakan 1 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan, Kanisius, Yogyakarta, 2007, hlm. 15. paling efektif mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Regulasi di tingkat daerah berupa Peraturan Daerah harus disusun sedemikian rupa sehingga aspirasi masyarakat dapat tertampung dan penerapannya tidak menimbulkan penolakan dari masyarakat. Oleh karenanya, penyusunan perda sebagai produk hukum daerah merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi untuk mendukung jalanya roda pemerintahan. Kewenangan DPRD dalam pengajuan Perda tersebut sesuai dengan Pasal 40 Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pasal 41 dinyatakan bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Menurut Pasal 42 Ayat (1) Undang-Undang

  32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, wewenang DPRD adalah membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama. Selain itu dalam Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa anggota DPRD mempunyai hak mengajukan rancangan Perda.

  DPRD merupakan representasi rakyat, karena anggota DPRD adalah wakil rakyat yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Perda inisiatif yang diajukan DPRD merupakan kemauan masyarakat yang diwakili DPRD sebagai hasil penelitian tentang berbagai fenomena, keadaan dan kebutuhan yang berkembang di perda inisiatif merupakan salah satu upaya

  DPRD sebagai perpanjangan tangan rakyat untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan fungsi legislasi. Sesuai dengan paparan tersebut maka dapat dinyatakan bahwa pengajuan Perda inisiatif DPRD adalah pembentukan aturan hukum (dalam hal ini adalah Perda) yang dilakukan oleh rakyat melalui wakil mereka di DPRD. Upaya DPRD sebelum penyusunan Perda dilaksanakan dengan pengumpulan data mengenai Perda yang akan disusun, langkah yang ditempuh di antaranya dengan studi banding atau kunjungan kerja pada daerah (kabupaten/ kota atau provinsi) lain, yang dianggap berhasil dalam mengimplementasikan Perda yang akan disusun tersebut. Contohnya adalah DPRD Kota Bandar Lampung melaksanakan kunjungan kerja ke Provinsi Bali dalam Penyusunan Raperda Jasa, Usaha dan Perdagangan. Selain itu, DPRD Kota Bandar Lampung juga melaksanakan kunjungan kerja ke Jakarta dan Bandung terkait penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) pada Perubahan APBD tahun 2013. Kunjungan para wakil rakyat ke Jakarta dan Bandung juga untuk berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri terkait dana yang ada di dalam APBD tersebut.

  2 Permasalahan dalam penelitian adalah: 1.

  Bagaimanakah efektivitas pelaksanaan studi banding DPRD Kota Bandar Lampung dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah? 2 Depkum HAM, Panduan Memahami Perancangan Bagaimanakah hasil pelaksanaan studi banding DPRD Kota Bandar Lampung dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah?

  Tujuan penelitian ini adalah: 1.

  Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan studi banding DPRD Kota Bandar Lampung dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah 2. Untuk mengetahui hasil pelaksanaan studi banding DPRD Kota Bandar

  Lampung dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah

  II. Metode Penelitian

  Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data dianalisis secara kualitatif. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

  III. Pembahasan 1.

  Efektivitas Pelaksanaan Studi Banding DPRD Kota Bandar Lampung dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah

  Dalam proses penyusunan Perda, komisi, gabungan komisi, Badan Legislasi, panitia khusus, atau Badan Anggaran dapat mengadakan kunjungn kerja dengan dukungan anggaran DPRD dan persetujuan pimpinan DPRD. Kunjungan kerja merupakan bagian dari proses pembahasan rancangan Perda, sehingga dengan asumsi ini maka studi banding dianggap sebagai metode mendapatkan data dan informasi lebih efektif. Kunjungan kerja atau studi banding pada dasarnya tidak menyalahi aturan dengan asumsi harus dimulai dengan mekanisme perencanaan yang baik, harus memenuhi kriteria urgensi, kemanfaatan dan keterkaitan antara lokasi tujuan kunjungan kerja dengan materi rancangan undang- undang yang akan dibahas. Pembahasan Raperda dimaksud membutuhkan alat bantu berupa studi banding sehingga turut membantu kualitas yang diinginkan, dan harus tersedia metode mengolah hasil studi banding dalam proses legislasi dan substansi rancangan Perda.

  Pada kenyataannya semua asumsi atau kriteria tersebut tidak terwujud atau berjalan, sehingga sangat sulit diketahui bahwa studi banding sendiri berdampak positif terhadap kualitas legislasi daerah. Berbagai kriteria studi banding yang seharusnya menjadi prasyarat kondisi yang harus terpenuhi sebelum mengetahui dan mengukur secara pasti efektifitas studi banding terhadap peningkatan kualitas legislasi daerah.

  Kenyataan di atas masih ditambah dengan tidak adanya aturan bagi DPRD untuk menyusun dan mempublikasikan laporan hasil studi banding, sehingga prinsip akuntabilitas menjadi terabaikan, meskipun pimpinan DPRD menyampaikan keterangan pers berkaitan dengan kegiatan DPRD, termasuk kegiatan studi banding, tetapi hal tersebut masih bersifat normatif dan belum dapat menjelaskan substansi materi hasil studi banding yang dilaksanakan DPRD. memperlihatkan kedangkalan data dan informasi serta cerminan ketidaksiapan anggota DPRD saat akan melakukan kunjungan kerja. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan alasan perlunya kegiatan studi banding untuk kepentingan legislasi, tetapi DPRD dihadapkan pada kegagalan sistematis yang terjadi berulang kali tentang bagaimana mempertanggungjawabkan dan mengolah lebih lanjut berbagai temuan studi banding selama ini terhadap proses legislasi dan substansi rancangan undang-undang yang sedang dibahas.

  Ditinjau dari sisi efektivitas waktu, studi banding memerlukan waktu yang tidak sebentar. Di satu sisi anggota DPRD sering mengeluh keterbatasan waktu dalam menyelesaikan tunggakan rancangan Perda, tapi justru prioritas atau manajemen penggunaan waktu dialokasikan untuk kegiatan studi banding.

  Program studi banding anggota DPRD tentunya menuai banyak kontroversi (perdebatan) dan resistensi (penolakan) dari masyarakat, tetapi anggota DPRD tetap saja mengadakan studi banding, sehingga agenda studi banding dianggap sebagai cara bagi anggota DPRD untuk berjalan-jaklan gratis. Meskipdun program studi banding bagi anggota DPRD dianggap sebagai sarana dan kesempatan bagi anggota DPRD untuk belajar dan menambah pengetahuan, tetapi masyarakat menolak studi banding anggota DPRD. Masyarakat pada dasarnya menolak studi banding anggota DPRD, karena dinilai tidak tepat, karena selama ini studi banding anggota DPRD tidak memiliki tujuan jelas dan belum tentu mendatangkan manfaat. efektivitas studi banding belum pernah teruji. Kegiatan studi banding dinilai tidak etis secara sosial politik, karena saat ini masyarakat sedang dililit kesulitan ekonomi. Masyarakat mempertanyakan sensitivitas anggota DPRD dengan memboroskan anggaran daerah, sementara banyak rakyat menderita kemiskinan. Anggota DPRD pergi ke luar daerah untuk studi banding, sedangkan masyarakat dihimpit perekonomian yang semakin sulit. Studi banding anggota DPRD sering kali mengingkari transparansi dan akuntabilitas, karena dalam setiap studi banding hampei tidak pernah ada laporan, sehingga asas akuntabilitas dan transparansi publik diabaikan DPRD.

  Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa studi banding yang dilakukan oleh DPRD belum memiliki efektivitas yang baik atau tidak efektif dalam proses penyusunan Perda. Studi banding yang dilaksanakan dengan berbagai alasan yaitu peningkatan mutu, perbaikan sistem, penentuan kebijakan baru, perbaikan Perda dan sebagainya dengan menggunakan anggaran daerah yang tidak sedikit tidak relevan dengan kepentingan dan fakta tentang rakyat menderita kemiskinan. Anggota DPRD beralasan studi banding adalah amanat konstitusi dan studi banding diperlukan untuk membuat Perda yang berkualita, tetapi konsep dan tujuan yang dirancang dan direncanakan tidak sesuai dengan relaita dan fakta lapangan yang dihasilkan.

  2. Hasil Pelaksanaan Studi Banding DPRD Kota Bandar Lampung dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah anggota DPRD Kota Bandar Lampung dituangkan menjadi rancangan peraturan daerah yang disusun atas dasar tujuan- tujuan tertentu yang ingin dicapai yang dilandaskan pada pedoman atau standar norma yang digariskan oleh pemerintah. Perda sebagai instrumen penyelenggaraan kekuasaan pemerintah daerah harus mempunyai karakter yang menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak masyarakat, khususnya masyarakat miskin dalam pelayanan publik yang diselenggarakannya. Karakter pengaturannya pun harus bersifat progresif, artinya pengaturan atau perda yang mengatur tentang pungutan kepada masyarakat tersebut tetap harus memahami kondisi sosial ekonomi masyarakat.

  Menurut hasil wawancara dengan Widarto, S.E., selaku Sekretaris Komisi D DPRD Kota Bandar Lampung pada hari Selasa 13 Januari 2014, diketahui bahwa pembentukan Perda sesuai dengan prosedur atau tata cara penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mencerminkan substansi Perda sebagai wujud pembaharuan produk hukum di daerah. Teraktualisasinya fungsi hukum akan mewujudkan tegaknya wibawa hukum yang memperkukuh peran hukum dalam pembangunan untuk menjamin agenda pembangunan di daerah secara tertib, terarah, dan konsekuensi dari berbagai kebijakan dan langkah yang diambil dapat diprediksi berdasarkan pada asas kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.

  Hasil pelaksanaan studi banding anggota DPRD pada dasarnya tidak signifikan dalam prose pembentukan Perda, baik ditinjau dari aspek budaya, sosial atau ekonomi, sebagai berikut:

  Ditinjau dari aspek budaya Ditinjau dari aspek budaya, hasil studi banding DPRD ini tidak mencerminkan budaya masyarakat Indonesia yang kaya akan nilai-nilai kesederhanaan.

  Studi banding yang dilakukan oleh anggota DPRD harus ada batasan, tujuan yang jelas, dan dapat dipertanggungjawabkan. Studi banding sebaiknya dipertanggungjawaban dalam bentuk tertulis dan diberitahukan kepada publik. Studi banding tidak tepat dijadikan sebagai studi komparatif dan bertujuan untuk membandingkan naskah perda yang satu dengan yang lain serta mengembangkan wawasan dan mindset anggota dewan.

  b.

  Ditinjau dari aspek sosial Studi banding ditinjau dari aspek sosial mencerminkan anggota DPRD yang tidak peka terhadap permasalahan sosial sebagian besar masyarakat yang mengalami kesusahan dan kemiskinan. Anggota DPRD tidak punya sense of crisis terhadap kondisi masyarakat yang masih miskin dan studi banding selama ini tidak pernah dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.

  c.

  Ditinjau dari aspek ekonomi Hasil studi banding ditinjau dari aspek ekonomi tidak memiliki nilai ekonomis dalam menggunakan anggaran daerah. Studi banding yang hanya berfungsi mencari data pendukung dan sifatnya sebagai pelengkap dan penunjang pelaksanaan tugas DPRD menggunakan anggaran yang besar. Selain itu studi banding yang diikuti oleh jumlah rombongan yang banyak akan daerah dan perolehan informasi yang seharusnya bisa didapat tanpa harus melakukan studi banding. DPRD seharusnya mengoptimalkan sumber informasi dari internet di mana mereka telah memiliki situs tersendiri. Studi banding yang dilakukan anggota DPRD tidak relevan dan tepat sasaran, sehingga alokasi anggaran yang telah digunakan tidak lain dan tidak bukan merupakan kesia-sian sebagai pemborosan anggaran daerah. Ketidakjelasan hasil studi banding oleh DPRD tersebut harus segera dibenahi dengan cara mengefektifkan kinerja anggota DPRD. Alokasi anggaran harus diarahkan kepada program yang bermanfaat dan menyentuh masyarakat. Studi banding sangat tidak relevan jika anggota dewan melakukan studi banding secara berlebihan.

  Pelaksanaan studi banding DPRD Kota Bandar Lampung merupakan kegiatan yang tidak efektif dalam proses Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah, karena tujuan studi banding untuk mengumpulkan informasi dan materi dapat dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi melalui fasilitas internet, telekonferensi yang lebih tepat, cepat, dan murah, tanpa harus melakukan studi banding.

  Kota Bandar Lampung belum signifikan dalam Penyusunan Rancangan Perda, karena DPRD belum memenuhi akuntabilitas dan manfaat yang jelas bagi masyarakat atas hasil studi banding. Tidak ada sistem transparan dan akuntabel, sehingga hasil studi banding tidak dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.

  V. Saran

  Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Anggota DPRD dalam penyusunan rancangan Perda hendaknya mengoptimalkan fungsi staf ahli DPRD sebagai akses masuk informasi atau pengetahuan yang akan dijadikan sebagai sumber informasi (2) DPRD disarankan untuk menempuh cara lain dalam pengumpulan informasi rancangan Perda, yaitu dengan berkonsultasi dan mendatangkan pakar yang telah membuat Perda sebelumnya atau orang yang berkompeten terkait dengan materi Perda yang akan dibahas.

IV. Kesimpulan 1.

  Daftar Pustaka Andrian Irianto. Panduan engembangan Organisasi . Penerbit Andi. Yogyakarta.

  2004. Arbi Sanit, Perwakilan Politik Indonesia, CV. Rajawali, Jakarta, 2000.

  B.N. Marbun, DPRD Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya , Erlangga,Jakarta, 2002. Chairijah, Peran Prolegnas dalam Pembentukan dan Pembangunan Hukum Nasional , Makalah dalam Pelatihan Penyusun dan Perancang Peraturan Perundang-Undangan Depkumham RI, Jakarta 5 Mei 2008.

2. Hasil pelaksanaan studi banding DPRD

  Depkum HAM., Panduan Memahami Perancangan Peraturan Daerah , 2006.

  Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum . Rineka Cipta. Jakarta. 1983

  Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara , Bandung, Nusa Media, 2011.

  Taufiq Effendi, Upaya Pemerintah Meningkatkan Pelayanan Publik: Inda Suharsono. Efektivitas Organisasi. StandarPelayanan Minimal , Jurnal Rineka Cipta. Jakarta.2005.

  Demokrasi dan HAM, 2006. Jefferson Rumajar. Otonomi Daerah: Sketsa.

  Gagasan dan Pengalaman . Media Pustaka.

  Yuliandri. Asas-Asas Pembentukan Manado. 2006.

  Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik .

  Rajagrafindo Persada. 2010. Josef Riwo Kaho, Prospek Otonomi Daerah di NegaraRepublik Indonesia; Identifikasi

  Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraanya. Penerbit Rajawali Press.

  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Jakarta , 2002. tentang Pemerintahan Daerah Malayu.S.P. Hasibuan. Organisasi dan

  Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Manajemen. Rajawali Press. Jakarta. 2007. tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

  Mahfud, MD.Pergulatan Politik dan Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia . Gema Media, Yogyakarta.1999.

  Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang- tentang Pajak Daerah dan Retribusi Undangan , Kanisius, Yogyakarta .2007. Daerah.

  Muhamad A. Musa’ad, Penguatan Otonomi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Daerah Dibalik Bayang-Bayang Ancaman

  Perundang-Undangan Integrasi . ITB. Bandung. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun R. Baswir, Paradigma Baru Pengelolaan

  2007 tentang Pembagian Urusan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan

  Pemerintahan Antara Pemerintah, Otonomi Daerah, MEP-UGM, Yogyakarta,

  Pemerintahan Daerah Provinsi dan 2002. Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

  Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006.

  Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Ryaas Rasyid. Desentralisasi dalam Rangka Daerah Menunjang Pembangunan Daerah . LP3ES.

  Jakarta. 2004.