PERKEMBANGAN WARUNG KOPI DI KOTA BANDA ACEHDARI TAHUN (1974-2017) Muammar1 , Mawardi2 , Nurasiah3

JURNAL ILMIAH MAHASISWA (JIM) JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

  UNIVERSITAS SYIAH KUALA Volume 3, Nomor 1, Januari 2018, hlm. 30 - 39.

PERKEMBANGAN WARUNG KOPI DI KOTA BANDA ACEHDARI TAHUN (1974-2017)

  1

  2

  3 Muammar , Mawardi , Nurasiah

  Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala

  Email: muamarsejarah@gmail.com mawardiumar@gmail.com nurasiah.sjh@gmail.com

  ABSTRACT This research is conducted to know the development of Coffee shop in Banda Aceh since 1974-2017.

  In addition, this research is also aimed to find out the factors influencing coffee shop development in Banda Aceh City and the influence of the coffee shop on the social and economic life of the people in Kota Banda Aceh during that period. This research is done by taking samples of coffee stalls in Banda Aceh City. The number of coffee shops that were sampled in this study were 6 (six) coffee shops. The main instruments of data collection are interview, document study and bibliography. The method used in this research is a method of critical historical study with qualitative approach. The result of data analysis shows that coffee shop development in Kota Banda Aceh in 1970s has not developed yet. Coffee shop development in Kota Banda Aceh was only seen significantly after the devastating earthquake and tsunami on 26 December 2004. Factors influencing coffee shop development in Banda Aceh are; entrants, coffee drinking trends, and coffee enthusiasts. The influence of the existence of a coffee shop to the community in Banda Aceh City in terms of social is the occurrence of some shifts in values and culture. While in terms of economy, the influence of coffee shop development in general makes the society more consumptive spending a lot of money and time on the coffee table. As for the coffee shop owners, these developments bring a positive side to their economy. In addition to coffee shop owners, Entrepreneurs of small to medium businesses or household businesses such as cake making business also feel the positive impact of the development of coffee shops.

  Keywords : Coffee shop, Banda Aceh city, Community Economy ABSTRAK

  Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan warung Kopi di Kota Banda Aceh sejak tahun 1974-2017.Selain itu, penelitian ini juga ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan warung kopi di Kota Banda Aceh dan pengaruh warung kopi terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di Kota Banda Aceh dalam periode tersebut.Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel warung-warung kopi yang ada di Kota Banda Aceh.Jumlah warung kopi yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 6 1 (enam) warung kopi.Instrumen utama pengumpulan data berupa wawancara, studi dokumen dan 2 Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah. 3 Dosen Pembimbing I.

  Dosen Pembimbing II.

JURNAL ILMIAH MAHASISWA (JIM) JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

  UNIVERSITAS SYIAH KUALA Volume 3, Nomor 1, Januari 2018, hlm. 30 - 39.

  kepustakaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kajian sejarah kritis dengan pendekatan kualitatif. Hasil analisis data menunjukan bahwa perkembangan warung kopi di Kota Banda Aceh pada tahun 1970-an belum begitu berkembang. Perkembangan warung kopi di Kota Banda Aceh baru terlihat secara signifikan setelah bencana gempa bumi dan tsunami pada

  26 Desember 2004. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan warung kopi di kota Banda Aceh yaitu; pendatang, tren minum kopi, dan peminat kopi. Adapun pengaruh keberadaan warung kopi terhadap masyarakat di Kota Banda Aceh ditinjau dari segi sosial adalah terjadinya beberapa pergeseran nilai dan budaya.Sedangkan dari segi ekonomi, pengaruh perkembangan warung kopi secara umum membuat masyarakat semakin konsumtif yang banyak menghabiskan uang dan waktu di meja kopi.Sedangkan bagi para pemilik warung kopi, perkembangan ini membawa sisi positif bagi ekonomi mereka.Selain pemilik warung kopi, para penggiat usaha-usaha kecil menengah atau usaha rumah tangga seperti usaha pembuatan kue juga ikut merasakan dampak positif dari perkembangan warung kopi.

  Kata Kunci: Warung kopi, Kota Banda Aceh, Ekonomi Masyarakat PENDAHULUAN

  Aceh adalah salah satu provinsi yang memiliki beraneka ragam budaya, oleh sebab itu masyarakatnya juga mempunyai gaya hidup yang berbeda-beda. Secara sosiologis, masyarakat Aceh tidak bisa lepas dari interaksi antar sesamanya. Adapun salah satu tempat yang mewadahi terjalinnya interaksi tersebut adalah warung kopi. Di Aceh, warung kopi memiliki peran tersendiri dalam membentuk pola kehidupan masyarakat. Kebiasaan orang Aceh yang suka berkumpul ditempat tersebut telah menjadi ciri khas yang membudaya.

  Ditinjau dari sejarahnya, kedai kopi pertama di dunia yang tercatat diketahui muncul pada tahun 1475.Kedai kopi ini bernama Kiva Han yang berada di Kota Konstantinopel (sekarang Istanbul) Turki( https://majalah.ottencoffee.co.id/evol usi -kedai-kopi , diakses tanggal 11 Mei 2017).

  Pada mulanya orang minum kopi bukanlah kopi bubuk yang berasal dari biji, melainkan dari cairan daun kopi yang masih segar atau ada pula yang menggunakan kulit buah yang disedu dengan air panas. Sudah barang tentu rasanya tidak seenak kopi bubuk, namun dapat juga menyegarkan badan, sehingga penggemarnyapun belum begitu meluas. Setelah ditemukan cara memasak kopi bubuk yang lebih sempurna, yaitu menggunakan biji kopi yang masak kemudian dikeringkan dan dijadikan bubuk sebagai bahan minuman, akhirnya penggemarnya cepat meluas.

  Sejarah minuman kopi dimulai sekitar tahun 800 SM. Pada saat itu, banyak warga Ethiopia yang mengkonsumi biji kopi yang dicampur dengan lemak hewan dan anggur untuk memenuhi kebutuhan protein dan energi tubuh. Berdasarkan legenda, seorang pengembala yang bernama Khallid dari Ethiopia, secara tidak sengaja mengamati sekawanan kambingnya yang tetap terjaga dan selalu kuat dalam menempuh perjalanan, setelah memakan sejenis buah berry, meskipun matahari telah terbenam. Lalu si pengembara ini mencoba mengkonsumsi biji yang juga dimakan oleh kawanan kambingnya itu dan biji itu ternyata biji kopi liar. Setelah beberapa ratus tahun berkembangnya kabar kopi di Ethiopia, barulah kopi ini dibawa melalui Laut Merah menuju Arab, dan disajikan dengan metode pengolahan yang lebih canggih pada saat itu (Siregar, Adriansyah R, 2015: 7-8).

  Belanda memiliki peran penting dalam membudidayakan tanaman kopi di Indonesia.Mereka telah memperkenalkan tanaman kopi jenis arabika (coffea Arabic.L.) di Pulau Jawa pada tahun 1699. Di Aceh,

JURNAL ILMIAH MAHASISWA (JIM) JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

  UNIVERSITAS SYIAH KUALA Volume 3, Nomor 1, Januari 2018, hlm. 30 - 39.

  tepatnya di dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah, mereka mulai membangun perkebunan kopi Arabika pada 1924 di daerah Paya Tunpi. Kini, dataran tinggi Gayo yang meliputi kabupaten Aceh Tengah dan kabupaten Bener Meriah secara nasional menjadi kawasan tanaman kopi Arabika terluas di Indonesia (Muhammad Syukri, 2016:2).

  Perihal munculnya warung kopi di Aceh, Denys Lombard pernah menulis bahwa Peter Mundy pada April 1637 dengan susah payah berhasil mencapai tempat berlabuh di Aceh. Peter Mundy memberitakan di Aceh telah ditemukan warung. Masing-masing warung itu dipungut bea sekeping emas sebulan untuk orang kaya di Sri Maharaja.

  Untuk sementara, catatan Peter Mundy tersebut setidaknya bisa menjadi dasar keberadaan sebuah ruang publik yang dikenal dengan warung di wilayah Aceh.catatan ini boleh jadi telah mematahkan sejumlah asumsi yang menyatakan keberadaan dan kebiasaan makan-makan di warung muncul setelah Belanda mengajarkan tradisi minum kopi (Muhammad Syukri, 2016:1-2).

  Pada masa kolonialisme Belanda, kependudukan Jepang hingga pasca kemerdekaan, keberadaan warung kopi di Aceh sama sekali tidak ditemukan dokumen untuk membuktikan keberadaannya. Hal ini dikarenakan, warung kopi mulai dijadikan sebagai tempat favorit oleh orang Aceh baru sejak tahun 1970-an. Pada masa itu kedai kopi digunakan sebagai tempat pembacaan hikayat oleh masyarakat.Hal ini memiliki keterkaitan antara kebiasaan warga Aceh yang suka menghabiskan waktu luang dengan duduk-duduk di warung kopi dan mendengarkan hikayat.Biasanya kitab-kitab yang dibacakan berisi ajaran-ajaran sufisme (Hasbi,dalam https://pasukanottoman.Wordpress.com ).

  Pada masa sesudah tsunami warung kopi di Banda Aceh semakin banyak ditemukan, seperti Dhapu Kopi, Zakir Kopi, 3in1 Kopi dan lain-lain.di karenakan proses globalisasi yang lebih maju dan akibat dari masuknya budaya asing (Rani Permata Sari, 2014:2). Salah satunya kehadiran wifi yang menjadi daya tarik tersendiri sehingga tampilan warung kopi sekarang lebih menarik dan banyak menyediakan fasilitas lain seperti adanya ruang VIP dan bisa digunakan juga untuk mengadakan acara oleh organisasi tertentu.Di samping itu, warung kopi juga menjadi tempat favorit bagi masyarakat Aceh sendiri, baik untuk mengisi waktu luang atau membicarakan masalah- masalah sosial.Hampir sebagian besar laki- laki di Aceh minum kopi di warung.Sehingga warung kopi di Aceh jarang sepi. Mulai pagi sampai malam, bahkan ada warung kopi yang buka 24 jam (Herdi Aditya, 2016: 2).

  Perubahan yang signifikan atas jumlah dan bentuk warung kopi pasca tsunami tersebut adalah salah satu masalah yang penting untuk diteliti.Selain itu, dengan kehadiran warung kopi yang semakin menjamur, juga turut mempengaruhi pola kehidupan masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, sosial, dan agama.Dalam bidang ekonomi, berkaitan dengan terbukanya lapangan pekerjaan bagi warga yang bersedia untuk menjadi pekerja atau pelayan. Dalam bidang sosial berkaitan dengan pergeseran nilai budaya masyarakat Aceh yang pada mulanya masih sangat tradisional perlahan berkembang secara linier menuju bentuk yang modern.Sedangkan dalam bidang agama, berkaitan dengan maraknya perdebatan dalam masyarakat tentang banyaknya aktivitas para pemuda yang dihabiskan untuk duduk di warung kopi walaupun setiap warung kopi menyediakan fisilitas ibadah. Akan tetapi, tidak kurang juga yang mengabaikan shalat lima waktu, padahal Aceh identik dengan syariat Islam. Sebenarnya masih banyak hal yang menarik dan dapat dikaji dengan kehadiran warung kopi di kota Banda Aceh, baik dari segi sosial maupun sejarah. Kemunculan warung kopi yang merejalela juga menyebabkan Banda Aceh dijuluki dengan kota seribu warung kopi (Rani Permata Sari, 2014: 2).

JURNAL ILMIAH MAHASISWA (JIM) JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

  UNIVERSITAS SYIAH KUALA Volume 3, Nomor 1, Januari 2018, hlm. 30 - 39.

  Berdasarkan permasalahan di atas penulis tertarik untuk mengkaji masalah ini dalam bentuk penelitian yang berjudul ”Perkembangan Warung Kopi di Kota Banda

  Aceh, 1974-2017”. Dari latar belakang di atas

  dapat di kemukakan beberapa pertanyaan penelitian atau rumusan masalah yang menjadi acuan penelitian ini, yakni: (1) Bagaimana perkembangan warung Kopi di Kota Banda Aceh sejak 1974 - 2017?; (2) Apa faktor yang mempengeruhi perkembangan warung kopi di Kota Banda Aceh dari tahun 1974-2017?; dan (3) Bagaimana pengaruh warung kopi terhadap kehidupan sosial, dan ekonomi masyarakat di kota Banda Aceh?.

  Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007:6)

  Jenis penelitian ini menggunakan metode sejarah (historis). Metode sejarah adalah proses mengkaji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Di mana dalam metode sejarah terdapat 5 (lima) tahapan yaitu: (1) pemilihan topik; (2) heuristik atau pengumpulan sumber; (3) verifikasi atau kritik sumber (kritik internal dan kritik eksternal); (4) interpretasi atau penafsiran; dan (5) historiografi atau penulisan sejarah (Kuntowijoyo, 2003:89). Pemilihan metode sejarah karena dalam melakukan penelitian penulis akan melihat proses dari tema yang diangkat yaitu proses perkembangan pariwisata di Kota Banda Aceh, di mana proses itu menunjukkan suatu pergeseran dan perubahan dan itulah inti dari suatu peristiwa diangkat menjadi sejarah. Dengan menggunakan metode sejarah, dalam menguraikan hasil penelitian nantinya akan diuraikan secara kronologis atau sesuai dengan urutan waktu

  Lokasi dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini berlokasi di beberapa warung kopi yang ada di kotaBanda Aceh dan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Banda Aceh, khususnya yang ada kaitan dengan penulisan skripsi ini. Waktu penelitian sudah dimulai penulis sejak menulis proposal ini yaitu sejak Desember 2016 dan akan selesai pada Juni 2017.

METODE PENELITIAN

  Sumber data akan dikumpulkan dari berbagai berbagai data atau sumber yang mempunyai kolerasi dengan aspek yang akan diteliti. Sumber atau data yang digunakan terdiri dari sumber primer dan sekunder. Adapun sumber primer yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dokumen dari beberapa warung kopi di Kota Banda Aceh dan juga hasil wawancara dengan pengelola usaha tesebut. Sedangkan sumber sekunder yang akan dipakai dalam penelitian ini berupa buku-buku bacaan, majalah dan laporan-laporan hasil penelitian yang mempunyai relevansi penelitian ini.

  Teknik Pengumpulan Data

  Model penelitan yang digunakan penulis agar semua data yang diperlukan terkumpul adalah model penelitian lapangan (field research) yang juga disertai dengan catatan lapangan (field note) yang langsung didapatkan penulis dari lapangan, dan penelitian kepustakaan (library research). Supaya memudahkan penulis dalam mengumpulkan data waktu di lapangan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: a. Wawancara

  Pengumpulan data juga akan dilakukan dengan cara wawancara terbuka dan bebas. Sebelum wawancara dilakukan penulis terlebih dahulu akan mempersiapkan

JURNAL ILMIAH MAHASISWA (JIM) JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

  UNIVERSITAS SYIAH KUALA Volume 3, Nomor 1, Januari 2018, hlm. 30 - 39.

  instrumen wawancara terkait dengan masalah yang akan diteliti dan memilih informan yang akan diwawancarai. Adapun yang dijadikan narasumber atau informan dalam dalam penelitian ini adalah pemilik Warung kopi Solong di Ulee Kareng, pemilik Cut Nun Kopi Ulee Kareng, pemilik Warung Kopi Taufiq Kopi di Peunayong, pemilik Dek Mie Kopi di Rukoh, Pemilik Kepo Kopi di lampineung dan pemilik warung kopi Gerobak Arabica di Pango. Pemiihan informan ini didasari oleh pertimbangan bahwa warung kopi tersebut keberadaannya sudah lama dan banyak diminati oleh masyarakat Kota Banda Aceh dari berbagai kalangan.

  b. Dokumen Penulis akan mengumpulkan data berupa dokumen dan arsip yang terdapat di beberapa warung kopi, yaitu Warung kopi Solong, Cut Nun Kopi, Warung Kopi Taufiq Kopi, warung Dek Mie Kopi, warung Kepo Kopi dan Gerobak Arabika,Perpustakaan dan Pusat Dokumentasi Arsip Provinsi Aceh, serta diKantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP)Jl. Teuku Abu Lamu No.7, Kp. Baru, Baiturrahman, Kota Banda Aceh.

  c. Studi Kepustakaan Kegiatan studi pustaka juga tidak dapat dipisahkan dalam mengadakan suatu penelitian. Kegiatan yang akan penulis lakukan untuk mendapatkan referensi bacaan yang mempunyai relevansi dengan objek penelitian. Tujuan dari teknik ini adalah untuk mengumpulkan sumber- sumber data tertulis dari berbagai literatur.

  Teknik Analisis Data

  Semua data yang telah dikumpulkan mulai dari hasil dokumentasi dan wawancara, Maka mselanjutnya adalah manganalisis data melalui tahap-tahap yang berkaitan dengan metode sejarah kritis. Langkah pertma yang dilakukan adalah melakukan kritik terhadap sumber yang didapatkan. Dari hasil wawancara dengan informan-informan yang telah ditentukan. Cara melakukan kritik adalah dengan membandingkan semua hasil dan memilih data yang paling otentik dan relavan.

  Langkah selanjutnya adalah mulai melakukan penafsiran terhadap data yang telah di pilih. Caranya adalah dengan menggabungkan semua data yang diperoleh untuk selanjudnya dilakukan penyesuaian agar menjadi logis dan terpadu. Setelah itu baru dilakukan penjelasan yang mana dibutuhkan kejelianagar fakta yang sampaikan oleh penulis sesuai dengan fenomena yang terjadi di lapangan.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah dan Perkembangan Warung Kopi di Kota Banda Aceh

  Saat ini, minum kopi tidak hanya menjadi sebataskebiasaan bagi masyarakat Aceh. Tetapi juga sudah menjadi gaya hidup. Kebiasaan minum kopi merupakan budaya yang diperkenalkan oleh pemerintah Kolonial Belanda awal abad ke-20 (Mawardi: 2014). Saat ini warung kopi merupakan tempat yang paling mudah dicari karena bertebaran di seluruh wilayah Kota Banda Aceh.

  Perkembangan warung kopi di kota Banda Aceh kalau di lihat dari tahun 1974 memang belum berkembang secara pesat.

  Walaupun warung kopi sudah mulai di minati oleh masyarakat Aceh sejak dahulu. Pasca tsunami, warung kopi baru menjadi icon di Aceh secara keseluruhan, khususnya di kota Banda Aceh sendiri adalah warung kopi Solong. Solong adalah Sebuah warung kopi yang menggunakan nama awal Jasa Ayah tersebut, kemudian secara cepat dikenal sebagai warung kopi Solong. Sekarang warung kopi telah banyak ditemukan di ruas jalan raya, tadak hanya di ruas jalan raya saja, tetapi warung kopi juga sudah banyak di temukan di lorong-lorong dan di sudut jalan kota Banda Aceh.Pertumbuhan warung kopi di kota Banda Aceh tidak selalu baik. Pengusaha warung kopi banyak yang bermunculan dan mencoba dengan mendapat laba di usaha tersebut.Akan tetapi

JURNAL ILMIAH MAHASISWA (JIM) JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

  UNIVERSITAS SYIAH KUALA Volume 3, Nomor 1, Januari 2018, hlm. 30 - 39.

  tidak semua pengusaha warung kopi bertahan dengan persaingan yang terjadi. Ada yang bertahan dengan terus menambahkan cabang-cabangnya akan tetapi ada juga yang rugi.

  Warung kopi di kota Banda Aceh berkembang dengan berbagai macam varian seperti ada warung kopi yang menjadikan racikan kopi robusta sebagai khas warung kopi dan ada juga yang menjadikan racikan kopi arabika sebagai strategi penjualan untuk menarik pelanggan. Setiap warung kopi memiliki segmen pengunjung masing-masing sesuai selera dan kenyamannya. Warung kopi Aceh saat ini sudah menjadi daya tarik wisatawan saat berkunjung ke Aceh dan menjadikan Aceh terus dikenal dengan kekhasan rasa kopinya.Begitu juga dengan jadwal kerjanya setiap warung, Ada yang membuka 24 jam ada juga sampai jam 12 malam.Dalam penelitian ini perkembangan warung kopi di Banda Aceh dibatasi pada periode 1974 – 2017. Ada enam warung kopi yang dijadikan subjek penelitian dalam periode tersebut antara lain Solong kopi,Cut Nun Kupi, Taufik Kopi, Dek Mie Kupi, Gerobak Kopi, dan Kepo Kopi.

  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Warung Kopi

  Ada banyak faktor yang mempunyai pengaruh terhadapperkembangan warung Kopi di Kota Banda Aceh. Berdasarkan hasil wawancarayang penulis lakukan dengan para pengelola warung-warung kopi yang menjadi subjek penelitian ini, ada tiga faktor mendasar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan warung kopi di Banda Aceh.

  a. Pendatang Banda Aceh, ibukota Provinsi

  Aceh.Peristiwatsunami pada hari minggu tanggal

  26 Desember 2004 telah menghancurkan sepertiga wilayah Kota Banda Aceh. Ratusan ribu jiwa penduduk menjadi korban bersama dengan harta benda menambah duka yang mendalam penduduknya. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 SR yang disusul dengan tsunami ini tercatat sebagai peristiwa terbesar sejarah dunia dalam masa dua abad terakhir ini. Tidak lama setelah bencana dahsyat tersebut, perdamian antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tercapai dan dipandang sebagai salah satu hikmah besar dibalik bencana dahsyat tersebut.

  Rangkaian dua peristiwa besar tersebut menjadi daya tarik bagi masyarakat yang berada diluar Kota Banda Aceh untuk datang berkunjung ke Banda Aceh. Tidak hanya penduduk yang berasal dari kota-kota dan desa-desa lain dalam Provinsi Aceh saja yang tertarik untuk datang melihat langsung keadaan ibukota Provinsi Aceh. Penduduk dari daerah luar Provinsi Aceh juga banyak yang tertarik untuk datang melihat lansung keadaan ibukota Provinsi Aceh setelah dua peristiwa bersejarah tersebut. Bahkan ada yang berasal dari luar Negeri juga berkunjung sekaligus menetap di ibukota Provinsi Aceh, Banda Aceh.

  Peningkatan jumlah kunjungan pendatang ke Banda Aceh ternyata berdampak lansung terhadap perkembangan warung-warung kopi di Banda Aceh. Warung kopi di Banda Aceh dikenal sebagai sebagai salah satu tempat favorit untuk berinteraksi sosial bagi masyarakat kota yang majemuk. Warung kopi merupakan tempat yang cocok untuk semua kalangan tanpa membedakan latar belakang sosial dan ekonomi. Sehingga, banyak diantara para pendatang tersebut menjadikan warung kopi sebagai fasilitas pertama untuk memulai berinteraksi sosial di Kota Banda Aceh. Fenomena tersebut menjadi salah satu faktor penting yang berperan dalam perkembangan warung kopi yang disertai dengan pertumbuhan dari segi jumlah warung kopi di Kota Banda Aceh (Wawacara: Tabrani Yunis. 2 juni 2017).

  b. Trend Minum kopi telah menjadi gaya hidup masyarakat Kota Banda Aceh. Sehingga

JURNAL ILMIAH MAHASISWA (JIM) JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

  UNIVERSITAS SYIAH KUALA Volume 3, Nomor 1, Januari 2018, hlm. 30 - 39.

  warung kopi telah menjadi tempat istimewa bagi setiap kalangan masyarakat yang tinggal di Banda Aceh.Warung kopi bukan hanya tempat sekedar tempat menikmati kopi, akan tetapi berbagai aktifitas dilakukan dimeja kopi, mulai diskusi sampai berbisnis. Dengan berbagai corak desain, warung kopi telah menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk mengunjunginya agar dianggap menjadi bagian dari golongan mayoritas pengunjung di warung kopi tersebut, seperti anak gaul, politisi, pengusaha, dan sebagainya (Wawancara: M.Fakhrul Razi. 2 Juni 2017).

  Berbagai aktifitas malam sudah mulai dijalankan oleh masyarakat yang ada di ujung pulau Sumatera ini.Kota Banda Aceh sekarang sudah bangkit dari kesunyian malam yang sudah sekian lama dibungkam dengan ketakutan konflik.Selain itu, tradisi minum kopi di malam hari juga dianggap sebagai bentuk manifestasi dari keakraban sebuah hubungan pertemanan atau relasi bisnis bagi sebagian kalangan masyarakat Kota Banda Aceh(Wawancara. Riza Saputra, 29 Mei 2017).

  c. Peminat Faktor berikutnya yang berperan dalam perkembangan warung kopi di kota Banda

  Aceh adalah meningkatnya daya tarik masyarakat terhadap kebiasaan minum kopi. Dulu warung kopi hanya diminati oleh kalangan tertentu saja, tetapi saat ini hampir semua kalangan di Kota Banda Aceh bisa ditemukan duduk di warung kopi dengan kepentingannya masing-masing.

  Pertumbuhan peminat kopi ini ada hubungannya dengan fasilitas yang ditawarkan oleh pemilik warung kopi.Dari segi kualitas, konsep yang ditawarkan oleh warung kopi juga sangat beragam. Sedangkan dari segi kuantitas, jumlah warung kopi di Kota Banda Aceh sangat banyak. Keberagaman jenis warung kopi ini memungkinkan para penikmat kopi memilih warung kopi sesuai dengan kemampuan ekonomi dan kebutuhannya. Seperti mahasiswa yang cenderung memilih warung kopi standar tetapi menyediakan fasilitas wifi. Dan ada juga warung kopi yang Esklusif dengan fasilitas mewah yang sering dikunjungi oleh para pejabat dan pegusaha (Wawancara: Irfan 1 juni 2017).

  Pengaruh Keberadaan Warung Kopi di Kota Banda Aceh Dari Tahun 1974-2017

  Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik warung kopi, ada dua dampak yang sangat signifikan yang dimainkan oleh warung-warung kopi di Kota Banda Aceh dari tahun 1974-2017. Pertama, dampak pertama sosial.Dan kedua, terhadap ekonomi masyarakat.

  a. Sosial Dampak sosial yang ditimbulkan oleh warung kopi di Kota Banda Aceh saat ini telah menjadi perbincangan hangat dari berbagai kalangan, termasuk dari tokoh ulama dan politikus. Para tokoh-tokoh dari dua kalangan tersebut mengkhawatirkan berjamurnya warung-warung kopi yang memiliki konsep berbagai model bisa menimbulkan persoalan negatif yang sulit untuk dibendung. Salah satunya adalah pergaulan bebas dan narkoba. Fenomena ini bukan khas Aceh saja tetapi umum terjadi di kota-kota lain. Namun bedanya, di Aceh hal- hal itu mungkin baru muncul belakangan ini ketika terciptanya perdamaian dan ketika Aceh terbuka setelah musibah tsunami 2004 (Wawancara: M.Fakhrul Razi. 2 Juni 2017).

  Perubahan-perubahan sosial yang ditandai dengan pergeseran-pergeseran nilai dalam masyarakatyang disebabkan oleh warung kopi tidak mungkin kita hentikandengan mudah. Permasalahan sosial seperti ini ibarat air yang mengalir. Walaupun air bisa dibendung, namun volume air yang semakin hari semakin bertambah dan arus yang semakin kuat tetap akanmelewati bendungan tersebut. Ketika sudah melewati kapasitas bendungan, tepiannya akan tergerus. Dan kita semua

JURNAL ILMIAH MAHASISWA (JIM) JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

  UNIVERSITAS SYIAH KUALA Volume 3, Nomor 1, Januari 2018, hlm. 30 - 39.

  akan menjadi korbannya. Permasalahan sosial ini sangat bertolak belakang denganadat, norma, dan nilai yang dimiliki oleh masyarakat Aceh.

  Sebagai contoh, dulu ketika masuk waktu magrib orang Aceh berbondong- bondong ke Mesjid atau lansung pulang ke rumah. Berada di luar rumah selain ke Mesjid ketika masuk waktu magrib merupakan hal yang dipandang negatif. Sekarang ini malah banyak didapatkan orang-orang yang duduk santai di warung kopi ketika azan magrib dan waktu shalat lainnya berkumandang di Mesjid. (Wawancara: Alto Kumolo Andino, 31 Mei 2017).

  b. Ekonomi Masyarakat Dalam sektor ekonomi, perkembangan warung kopi di Kota Banda Aceh mempengaruhi dua sisi ekonomi masyarakat, pertama bagi pemilik warung kopi dan yang kedua bagi pengunjung. Pertama bagi pemilik warung kopi, usaha warung kopi merupakan salah satu bentuk usaha dengan tujuan untuk mendapatkat laba/keuntungan dari usaha yang dikelolanya.

  Selain itu, dengan meningkatnya jumlah peminat kopi di kalangan masyarakat juga direspon oleh sebahagian orang yang memiliki jiwa bisnis dengan cara membuka usaha warung kopi. Sehingga hal ini bisa menjadi sumber penghasilan baru mereka dalam sektor ekonomi. Dengan meningkatnya jumlah warung kopi, permintaan terhadap kue basah dan kue kering sebagai makanan ringan ketika menikmati kopi juga meningkat. Hal ini dapat menghidupkan usaha kecil menengah dan usaha rumah tangga sebagai penghasil kue yang berdampak lansung terhadap penghasilan ekonomi mereka. Dan dalam lingkup yang lebih besar, pertumbuhan ekonomi di sektor usaha menengah kecil dan rumah tangga ini dapat memperkecil beban pemerintah dalam mengatasi angka pengangguruan yang ada di Aceh.

  (Wawancara: Riza Saputra 1 Juni 2017). Pengaruh dalam sisi ekonomi yang kedua yaitu bagi pengunjung warung kopi. Dengan meningkatnya peminat kopi dan direspon dengan kehadiran warung kopi yang semakin hari semakin bertambah menjadikan tren minum kopi bagi masyarakat menjadi semakin tidak terbendung. Warung kopi merupakan pilihan utama sebagai tempat berkumpul dan berinteraksi dengan teman- teman dari berbagai kelompok, sosial, dan budaya. Bagi sebahagian kalangan, perbedaan pendapatan ekonomi tidak menjadi penghalang untuk bisa menikmati kopi bersama teman atau kolega karena biaya untuk kopi bisa ditanggung bersama- sama. Bagi kalangan seperti ini tujuan utama minum kopi adalah untuk berkumpul bersama teman-teman (Wawancara: M.

  Hanif. 3 Juni 2017). Berbeda kasusnya bagi kalangan masyarakat yang tingkat pendapatanya masih rendah.

  Lebih banyak menghabiskan waktu di meja kopi ketimbang melakukan aktifitas produktif lainnya bisa menjadi pemicu permasalahan ekonomi. Salah satu indikator yang bisa digunakan untuk mengetahui meningkatnya permaslahan ekonomi yang terjadi dalam masyarakat adalah meningkatnya tingkat kejahatan yang bermotif untuk mencukopi kebutuhan ekonomi. Salah satu contoh kasus dari permasalahan seperti ini dapat dilihat dari maraknya judi online yang bisa menghasilkan uang dengan jalan pintas dan pada waktu yang bersamaan juga bisa menghabiskan uang secara tidak terkendali dengan memanfaatkan jaringaninternet yang di sediakan diwarung kopi. Padahal, dampak buruk seperti ini bisa dihindari jika waktu yang dihabiskan untuk aktifitas produktif lebih banyak ketimbang menghabiskan

JURNAL ILMIAH MAHASISWA (JIM) JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

  UNIVERSITAS SYIAH KUALA Volume 3, Nomor 1, Januari 2018, hlm. 30 - 39.

  waktu di meja kopi. (Wawancara: T. Fadli, 3 Juni 2017).

  SIMPULAN

  Berdasarkan hasil penelitan dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat disimpulkan kedalam tiga poin utama.

  Warung-warung kopi pada tahun 1970-an di Kota Banda Aceh belum begitu berkembang. Hanya beberapa warung kopi tertentu saja yang menjadi pilihan masyarakat, seperti warung kopi Jasa Ayah atau yang sekarang dikenal dengan Solong Ulee Kareng, Kopi Beurawe, Cut Nun, dan beberapa warung kopi lainnya yang terletak dipinggiran Kota Banda Aceh. Perkembangan warung kopi di Kota Banda Aceh baru terlihat secara signifikan setelahbencaa gempa bumi yang disusul dengan tsunami 26 Desember 2005. Saat ini warung-warung kopi bersebaran di setiap sudut kota Banda Aceh dengan desain yang beragam.

  Penyebab perkembangan warung kopi di kota Banda Aceh dilatar belakangi oleh tiga faktor penting; pendatang, tren, dan minat. Kota Banda Aceh merupakan ibukota Provinsi Aceh, sehingga banyak para pendatang yang berkunjung dan menetap di Banda Aceh. Faktor berikutnya yaitu tren minum kopi yang melanda warga Kota Banda Aceh pada waktu siang dan malam. Hal ini dikerenakan oleh keamanan yang kondusif setelah tercapainya kesepakatan antara GAM dan pemerintah RI. Faktor terakhir adalah peminat, meningkatnya daya tarik masyarakat terhadap kebiasaan minum kopi, baik itu penduduk lokal maupun masyarakat pendatang membuat warung kopi tidak pernah sepi dari pelanggan. ketiga faktor tersebut membuatperkembangan warung kopimenunjukkan tren yang positif dari tahun ke tahun. Apalagi warung kopi telah menjadi tempat istimewa bagi setiap kalangan masyarakat yang tinggal di Kota Banda Aceh.

  Pengaruh keberadaan warung kopi terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di Kota Banda Aceh menyentuh beberapa aspek. Dari segi sosial, terjadi beberapa pergeseran nilai dan budaya. Fasilitas internet yang disediakan di warung kopi membuat sebahagian besar warga masyarakat lalai di warung kopi. Sedangkan dari sisi positifnya, ada juga dari kalangan masyarakat kota Banda Aceh yang mampu memanfaatkan keberadaan warung kopi untuk tujuan produktif. Dari segi ekonomi, keberadaan warung-warung kopi juga mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak negatif dari berkembangnya warung kopi membuat masyarakat mejadi semakin konsumtif dan banyak menghabiskan uang di meja kopi. Berbeda dengan para pemilik warung kopi, perkembangan ini membawa sisi positif dari sisi ekonomi mereka. Tidak hanya pemilik warung, para penggiat usaha- usaha rumah tangga juga ikut merasakan dampak positif dari perkembangan warung kopi ini.

DAFTAR PUSTAKA

  Aditya, Herdi. 2016. Tindak Pidana Mempekerjakan Anak oleh Pengusaha Warung Kopi di Banda Aceh. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

  Jamhuri (Ed). 2012. Kopi Dan Kehidupan

  Sosial Budaya Masyarakat Gayo. Banda Aceh: Balai Pelestarian Nilai Budaya.

JURNAL ILMIAH MAHASISWA (JIM) JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

  UNIVERSITAS SYIAH KUALA Volume 3, Nomor 1, Januari 2018, hlm. 30 - 39.

  Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian

  Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

  Syukri, Muhammad. 2016. Hikayat Negeri Kopi. Jakarta: Grasindo. Siregar, Adriansyah R. 2015. Sistem

  Pembuatan Minuman Kopi Secara Manual Dan Menggunakan Mesin Di Cassiavera Bar The City Hall Club Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara.

  Sari, Rani Permata. 2014. Perempuan dan Warung Kopi (Analisis Terhadap Perilaku Perempuan dan Persepsi Masyarakat di Kota Banda Aceh. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala

Dokumen yang terkait

EKSISTENSI PENGADILAN PAJAK DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

0 0 28

TEKNOLOGI PERTANIAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEHIDUPAN EKONOMI DAN BUDAYA MASYARAKAT DI KECAMATAN MONTASIK KABUPATEN ACEH BESAR (1985-2016) Irva Zahara

0 0 8

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN AJAR TIRUAN (MAKET) TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN SEJARAH MATERI KEHIDUPAN MASYARAKAT PADA MASA PRAAKSARA SISWA KELAS X SMA LAB SCHOOL UNSYIAH SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2017-2018 Devi Ana Amalia1 , Mawardi2 , Nurasi

0 1 5

DINAMIKA SOSIAL EKONOMI WANITA PENJUAL SIRIH DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI, 2005-2017 Alvizuhra1 , Zulfan

0 0 8

EKSISTENSI RUMAH MAKAN TRADISIONAL TERHADAP MASUKNYA RUMAH MAKAN MODERN DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 1980-2016 Afzalul Zikri1 , Anwar Yoesoef2 , Mawardi Umar3

1 0 7

PENGARUH SABANG HERITAGE SOCIETY TERHADAP EKSISTENSI SITUS BUDAYA DI KOTA SABANG, 2008-2017 Kamelia Hannani1 , Mawardi

0 0 8

PENGARUH MODEL ACTIVE LEARNING TIPE EVERYONE IS A TEACHER DENGAN STRATEGI KARTU PANGGILAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 7 BANDA ACEH Kurnia Rezeki1 , Zainal Abidin2 , Nurasiah3

0 0 5

BIOGRAFI TENGKU HAJI MUHAMMAD ALI IRSYAD (ABU TEUPIN RAYA, 1915-2003) Rejal Afriansyah1 , Mawardi2 , Nurasiah3

0 3 8

PERKEMBANGAN SUKA MAKMUE MENJADI PUSAT PEMERINTAHAN KABUPATEN NAGAN RAYA 2002-2016 Zulhasmi1 , Husaini Ibrahim2 , Zainal Abidin3

0 0 8

PERSEPSI MAHASISWA CALON GURU SEJARAH FKIP UNSYIAH TENTANG PEMANFAATAN SITUS BERSEJARAH KERKOF SEBAGAI SUMBER BELAJAR PERANG KOLONIAL BELANDA DI ACEH Sarina1 , Teuku Abdullah2 , Anwar Yoesoef3

1 1 10