KONSEP DASAR dalam analisis ENTREPENURSHIP

KONSEP DASAR ENTREPRNEURSHIP

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Januari 2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dalam kehidupannya membutuhkan kebutuhan untuk hidup.
Dan untuk dapat memenuhi kebutuhannya, maka ia memerlukan pekerjaan.
Manusia membutuhkan pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan dan
memenuhi keperluan sehari-hari. Diantara manusia tersebut ada yang
mempunyai kemampuan untuk mendirikan lapangan pekerjaan sendiri dan
dapat mempekerjakan untk manusia yang lainnya seperti berwirausaha, untuk
memenuhi keuntungan dalam mendirikan usaha tersebuat dan selalu siap dalam
menerima kegagalan atau kerugian terhadap usaha tersebut.
Kini pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dalam hal membantu
untuk mendapatkan modal, kredit, dan tempat usaha dengan teknologi cepat.
Oleh karena itu masyarakat hanya perlu mengembang usahanya dengan

memproduksi barang-barang dan bisa menarik hati para konsumen.
Banyak diantara mereka yang ingin menjadi seorang pengusaha
dengan mudah dan tidak ingin sedikitpun mengalami hal sulit ketika baru
membangun sebuah usaha, ada yang berawal manis sampai akhir yang sukses
dan ada jugayang berawal pahit tetapi dengan akhir yang sukses dalam

1

usahanya tersebut. Untuk itu, penulis perlu membahas sebuah paparan tentang
konsep entrepreneurship dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja macam pandangan dari ilmuan tentang konsep entrepreneurship?
2. Bagaimana definisi konsep enterpreneur dan enterpreneurship?
3. Bagaimana maksud dari entrepreneurship sebagai suatu proses?
4. Apa saja jenis entrepreneuship?
5. Apa saja kendala yang muncul terhadap entrepreneurship?
6. Apa saja faktor yang memfasilitasi intrapreneurship?
7. Apa saja faktor yang mempengaruhi entrepreneurship?
8. Apa pentingnya enterpreuneurship?
C. Tujuan

1. Menjelaskan dan menyebutkan macam pandangan dari ilmuan tentang
2
3
4
5

konsep entrepreneurship.
Menjelaskan definisi konsep enterpreneur dan entrepreneurship.
Menjelaskan maksud dari entrepreneurship sebagai suatu proses.
Menjelaskan jenis entrepreneuship.
Menjelaskan dan menyebutkan kendala yang muncul

entrepreneurship.
6 Menjelaskan faktor yang memfasilitasi intrapreneurship.
7 Menyebutkan dan menjelaskan faktor
yang
entrepreneurship.
8 Menjelaskan pentingnya enterpreuneurship.

2


terhadap

mempengaruhi

BAB II
BAHASAN
A. Berbagai Macam Pandangan tentang Konsep Entrepreneurship
Pada tahun 1776 ,Adam Smith, Bapak Ilmu Ekonomi, dalam karya
akhirnya yang berjudul :An inquiry into The Nature and The wealth of Nations,
menggambarkan seorang entrepreneur sebagai seorang individu yang
menciptakan sebuah organisasi untuk tujuan-tujuan komersial. Memandang
entrepreneurship adalah orang yang memiliki pandangan ke depan.
Seorang ahli ekonomi perancis yang bernama Jean Baptiste Say, pada
tahun 1803 ,menulis sebuah karya yang berjudul: Traite D’ anominei Politique,
Say melukis seorang entrepreneurship sebagai seorang yang memiliki seni
serta ketrampilan untuk menciptakan perusahaan-perusahaan baru.
Pada tahun 1848, seorang ahli ekonomi Inggris bernama John Stuard
Mill, membahas pandangan perlunya entherpreneurship pada perusahaanperusahaan swasta, maka istilah entherpreneur menjadi istilah yang lazim
digunakan untuk mendeskripsikan pendiri-pendiri perusahaan bisnis.

Di Australia, seorang ekonom yang bernama Carl Manger menetapkan
apa yang dikenal sebagai: Perspektife subjektifitis ekonomi. Menurut Manger,
perubahan ekonomi bukanlah timbul karena keadaan yang berlaku, tetapi dari
kesadaran dan pemahaman individu tentang keadaan tersebut.
Pada abad ke – 19, para entherprener merupakan apa yang dinamakan
“Captains of Industry”, yakni kelompok individu yang mendambakan
kekayaan, dan yang menghimpun serta memenej sumber-sumber daya ekonomi
dalam rangka menciptakan ekonomi dalam rangka menciptakan perusahaan
dan badan-badan usaha baru. Model Manger tentang realokasi sumber-sumber
daya secara produktif, sangat berkembang di Amerika Serikat, dan para
petualang Amerika. Menciptakan rantai yang mengaitkan sumber daya mentah
dengan produk yang bermanfaat bagi manusia. Kemudian gambar yang
disajikan mengalami perubahan, sewaktu individu tertentu di Amerika Serikat
meraih kekayaan raksasa secara mengejutkan.
B. Definisi Konsep Enterpreneur dan Enterpreneurship

3

Kata entrepreneur berasal dari bahasa Prancis, entre berarti 'antara'
dan prendre berarti 'mengambil'. Kata ini pada dasarnya digunakan untuk

menggambarkan orang-orang yang berani mengambil risiko dan memulai
sesuatu yang baru. Selanjutnya, pengertian entrepreneurship diperluas hingga
mencakup inovasi. Melalui inovasi munculah kebaharuan yang dapat
berbentuk produk baru hingga sistem distribusi baru. Produk baru misalnya,
tidak mesti terkait dengan teknologi canggih karena produk yang sederhana
juga dapat menyajikan kebaharuan, contohnya rasa baru pada produk makanan.
Kemampuan inovasi dapat diamati dari sejarah suatu bangsa. Bangsa Indonesia
telah mampu mendirikan bangunan tinggi seperti Candi Borobudur pada tahun
825. Kemampuan inovasi tetap dimiliki bangsa Indonesia hingga kini,
misalnya dapat dilihat dari kemampuan untuk menghubungkan Pulau Jawa
dengan Pulau Madura melalui Jembatan Suramadu pada tahun 2009.
Menurut
mereformasi

atau

Schumpeter,

seorang


merevolusionisasi

entrepreneur
pola

produksi

berusaha

untuk

dengan

jalan

mengeksploitasi (menerapkan) sebuah penemuan baru (invention) atau secara
lebih umum, sebuah kemungkinan teknikal yang belum pernah dicoba untuk
menghasilkan sebuah komoditi baru atau untuk memproduksi komoditi lama
dengan cara baru. Hal tersebuut dilaksanakan melalui pemanfaatan sebuah
sumber baru suplai bahan-bahan atau sebuah jalur pemasaran baru (a new

outlet) untuk produk-produk yang dihasilkan.
Entrepreneurship menurut rumusnya terdiri dari rangkaian tindakan
yang biasanya tidak dilakukan dalam hal melaksanakan tindakan-tindakan
bisnis rutin. (Schumpeter, 1934:74).
Entrepreneur adalah seseorang yang mengambil risiko yang
diperlukan untuk mengorganisasikan dan mengelola suatu bisnis dan menerima
imbalan jasa berupa profit non-financial. (skinner, 1992).
Entrepreneurship adalah segala sesuatu yang penting mengenai
seorang wirausaha, yakni orang yang memiliki sifat bekerja keras dan
berkorban, memusatkan segala daya dan berani mengambil risiko untuk
mewujudkan gagasannya. Dari tindakannya, yang menonjol adalah mengambil
langkah menyatukan atau mengkombinasikan dan menggabung sumber daya,
4

baik yang telah atau yang belum dimiliki untuk mewujudkan gagasanya untuk
membangun bisnis baru.
Hal menarik yang perlu diperhatikan dari definisi Schumpeter adalah
adanya perbedaan antara entrepreneur dengan para inventor, karena
menurutnya inventor hanya menciptakan sebuah produk baru sedangkan
entrepreneur menghimpun sumber-sumber dana, mengorganisasi bakat-bakat

dan menyediakan kepemimpinannya agar produk yang dihasilkan mencapai
keberhasilan secara komersial.
“Enterpreneurship merupakan sebuah proses dinamik dimana orang
menciptakan kekayaan incremental. Kekayaan tersebut diciptakan oleh
individu-individu yang menanggung resiko utama, dalam wujud resiko modal,
waktu, dan atau komitmen karir dalam hal menyediakan nilai untuk produk
atau jasa tertentu. Produk atau jasa tersebut mungkin tidak baru, atau bersifat
unik, tetapi nilai jual harus tetap diciptakan oleh sang entrepreneur melalui
upaya mencapai dan mengalokasi ketrampilan-ketrampilan serta sumbersumber daya yang diperlukan. (Ronstad, 1984:28).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang entrepreneur
adalah seorang yang memulai suatu bisnis baru dan yang melakukan hal tersbut
dengan jalan menciptakan sesuatu yang baru, atau dengan jalan memanfaatkan
sumber-sumber daya dengan cara yang tidak lazim, dalam upaya menghasilkan
nilai bagi para pelanggan.
Ciri-ciri yang membedakan (the important distinction) dalam hal ini
adalah: Visi untuk pertumbuhan adalah tekad bulat (determination) ntuk
menciptakan perubahan konstruktif dan kegigihan (persistence) untuk
mengalihkan dan menerapkan sebuah ide, sehingga dapat berkembang
menjadi suatu keberhasilan komersial.
VISI


DETERMINASI

PERSISTENSI

Ide-ide untuk
pengembangan

Pemanfaatan sumber
daya secara konstruktif

Keberhasilan
komersial

5

Karl Vesper, dalam risetnya tentang entrepreneurship menemukan
fakta bahwa sifat enterpreneurhip seringkali merupakan persoalan persepsi,
(Vesper, 1980:2).
Para ahli eknonomi, khususnya kelompok ekonomi yang menganut

paham usaha bebas (free enterprise) mengikuti pandangan Schumpeter bahwa
para entrepreneur menyatukan sumber-sumber daya dalam wujud aneka
macam kombinasi tidak lazim (unusual combinations) untuk mencapai laba.
Para ahli jiwa cenderung memandang para entrepreneur dari sudut
pandang behavioral, sebagai individu-individu yang berorientasi pada prestasi
(Achievment oriented) yang dirangsang untuk mencari tantangan-tantangan dan
hasil-hasil baru.
Entrepreneurship adalah proses kemanusiaan (human proses) yang
berkaitan dengan kreatifitas serta inovasi tentang memahami peluang,
mengorganisasi sumber-sumber, mengelola sehingga peluang itu menjadi
wujud yang nyata menjadi suatu usaha yang mampu menghasilkan laba atau
nilai untuk jangka waktu yang lama.
Ciri-ciri orang kreatif:
a. Mandiri
b. Terbuka terhadap yang baru
c. Percaya diri
d. Berani mengambil resiko
e. Melihat sesuatu yang tidak biasa
f. Memiliki rasa ingin tahu yang begitu besar
g. Dapat menerima perbedaan

h. Objektive dalam berfikir dan bertindak
Kegiatan yang bersifat entherprenuership :
a. Menghasilkan produk baru dengan usaha baru pula
b. Menemukan peluang pasar yang baru dengan produk yang baru pula
c. Mengkombinasikan factor-faktor produksi dengan cara baru
d. Mendukung budaya yang mendorong eksperimen yang kreatif
e. Mendorong perilaku eksperimen

6

Peranan entherprenuer:
a. Meningkatkan standart /Kualitas hidup manusia
b. Sebagai motor penggerak dalam pembangunan nasional
c. Menciptakan lapangan kerja baru dengan mengurangi pengangguran
C. Entrepreneurship Sebagai Suatu Proses
Entrepreneurship kerap kali merupakan kekuatan lembut yang
menentang keteraturan masyarakat melalui perubahan-perubahan kecil
marjinal. Tetapi menurut pandangan Schumpeter, hal tersebut dapat merupakan
sebuah kekuatan dahsyat seperti halnya penemuan alat “Reaper” dari
McCormick, atau proses-proses yang mentransformasi minyak bumi mentah
menjadi sebuah sumber daya energi. Schumpeter melukiskan entrepreneurship
sebagai sebuah proses dan para entrepreneur dianggapnya sebagai inovator
yang memanfaatkan proses tersebut untuk menghancurkan kondisi Status quo
melalui kombinasi-kombinasi baru sumber-sumber daya metode-metode
perniagaan baru. (Schumpeter, 1934 : 42-46) dan (Schumpeter : 1965 : 45-46).
Schumpeter juga terkenal dengan ungkapannya yang menyatakan
bahwa para entrepreneurs merupakan “Durchsetzer neue kombinationen”
(pengusaha yang ingin mencari dan menerapkan kombinasi-kombinasi baru
faktor-faktor

produksi).

Neue

kombinationen

yang

berhasil

dapat

membuahkan:
1. Produk baru yang belum pernah diketemukan (Invention atau
2.
3.
4.
5.

Innovation).
Metode kerja baru yang lebih efisien dan lebih efektif.
Lapangan kerja baru.
Teknologi baru.
Daerah penjualan (pasar) baru.
Seorang entrepreneur yang berhasil dapat meraih apa yang dinamakan

dalam bahasa Belanda: “Voorsprongspremie” (premi keunggulan) karena
melalui

penemuan-penemuan

baru

yan

dikemukakan

ia

seakan-akan

meninggalkan jauh para pengusaha lainnya. Dan ia dengan sendirinya layak
meraih keuntungan supernormal dari penemuan-penemuannya yang dicapainya
dengan susah payah. Ada pihak yang menyatakan bahwa seorang entrepreneur
terbiasa melali “Slapeloze Nachten” (malam-malam tanpa tidur) tentu dengan
perasaan was-was dan perasaan cemas penuh harapan dari waktu ke waktu.
7

Para penganjur dan pihak pro entrepreneurship telah muncul dengan bendera
usaha bebas (free enterprise).
Ada sejumlah pemerhati konsep entrepreneurship pada tahun-tahun
belakangan ini, yang mengemukakan pandangan-pandangan mereka, tetapi
konsep entrepreneurship masih tetap samar-samar.
Literature

dalam

bidang manajemen,

sebagian

besar kurang

memperhatikan konsep entrepreneur, karena adanya mitos popular, yang
menyatakan bahwa entrepreneurship dan perusahaan-perusahaan kecil kurang
lebih sama, dan perusahaan-perusahaan kecil tidak pernah popular dalam
pembahasan-pembahasan

sekolah-sekolah

bisnis. Adapula

mitos

yang

dianggap benar, tentang entrepreneur yang menggambarkan mereka sebagai
kelompok penjudi, atau orang-orang yang tidak benar, yang mengalami
kegagalan dalam karier korporat mereka.
Adapun pandangan modern tentang entrepreneurship menerima
kenyataan bahwa individu-individu memainkan peranan maha penting dalam
hal mengintroduksi perubahan inovatif, dan bahwa pertumbuhan serta
pengembangan muncul karena perubahan konstruktif, dan bahwa birokrasibirokrasi

yang

stagnan,

perlu

diganti

dengan

organisasi-organisasi

entrepreneurial yang terdesentralisasi, adaptif serta kreatif.
Pihak manajemen akan terus menerus memusatkan perhatian mereka
pada pengembangan sistem-sistem kepemimpinan, dan efisiensi administrative,
tetapi para entrepreneur akan terus menerus memegang peranan penting, yang
dicirikan oleh sifat: injenuitas, individualisme, serta rangsangan untuk
melaksanakan petualangan-petualangan kreatif.
D. Aneka Macam Jenis Entrepreneuship (Williamson, 1961:205)
Seorang yang bernama Clarence Danhof, dalam

buku

EconomicDevelopmen, dengan editor H.F Williamson dan J.A Buttrick
meyajikan klasifikasi berikut tentang entrepreneuship.
a. Innovating entrepreneuship: Entrepreneuship demikian didirikan oleh
pengumpulan informasi secara agresif serta analisis tentang hasil-hasil yang
dicapai dari kombinasi-kombinasi baru (novel) faktor-faktor produksi.
Orang-orang

(para

entrepreneur)

8

dalam

kelompok

ini

umumnya

bereksperimentasi secara agresif, dan mereka terampil mempraktekkan
transformasi-transformasi kemungkinan-kemungkinan atraktif.
b. Imitative entrepreneuship: Entrepreneuship demikian didirikan oleh
kesediaan untuk menerapkan (intinya:meniru) inovasi-inovasi yang berhasil
diterapkan oleh kelompok para inovating entrepreneur.
c. Fabian entrepreneuship: Entrepreneuship demikian, didirikan oleh sikap
yang teramat berhati-hati dan sikap skeptikal (yang mungkin sekedar sikap
inersia) tetapi yang segera melaksanakan peniruan-peniruan menjadi jelas
sekali, bahwa apabila mereka tidak melakukan hal tersebut, mereka akan
kehilangan posisi relatif di dalam industri yang bersangkutan.
d. Drone entrepreneuship: Entrepreneuship demikian (ingat Drone berarti :
malas) didirikan oleh penolakan untuk memanfaatkan peluang-peluang
untuk

melaksanakam

perubahan-perubahan

dalam

rumus

produksi,

sekalipun hal tersebut akan mengakibatkan mereka merugi dibandingkan
dengan para produsen lainnya.
Ada sebuah konsep entrepreneuship yang perlu ditonjolkan. Pada
banyak negara yang sedang berkembang senantiasa dapat dijumpai sekelompok
entrepreneur yang senantiasa menungu kesempatan dalam kesempitan, dan
begitu ada peluang untuk mendapatkan laba, sekalipun hal tersebut secara
optimal untuk keuntungan diri sendiri. Dalan ilmu ekonomi di sebut para “rentseekers” (para pemburu rente) didalam masyarakat tergolong pada kelompok
entrepreneur demikian. Entrepreneuship macam ini dapat dinamakan : Parasitic
entrepreneuship (Winardi,1977 :84)
E. Sejumlah Kendala terhadap Entrepreneurship. ( Stoner, Et Al., 166 )
Memahami adanya suatu kebutuhan dan munculnya ide untuk
memenuhinya, jarang sekali merupakan faktor yang kuat untuk membentuk
sebuah usaha baru, terutama, apabila sang calon entrepreneur, perlu meminjam
model.
Kebanyakan etrepreneur yang berhasil menciptakan sebuah rencana
bisnis, yang merupakan sebuah dokumen formal, berisikan suatu penyataan
tentang tujuan, suatu uraian atau deskripsi tentang produk atau jasa yang akan
dihasilkan dan ditawarkan, sebuah analisis pasar, proyeksi-proyeksi finansial,
dan beberapa prosedur manajemen yang didesain untuk mencapai tujuan-tujuan
perusahaan yang bersangkutan. Sebelum mereka dapat menyusun sebuah
9

rencana bisnis, para entrepreneur perlu memahami adanya sejumlah kendala
untuk memasuki industri yang bersangkutan.
Mengapa para entrepreneur mengalami kegagalan? Karl Vesper
memberikan jawabannya, dan ia mengatakan: karenya tidak adanya konsep
yang bertahan. Problem lain yang umumnya dihadapi adalah kurangnya
pengetahuan tentang pasar. Kesulitan mendapatkan modal yang di perlukan
merupakan problem lain. Disamping itu sejumlah entrepreneur mengalami
kegagalan setelah mereka mendirikan usaha atau perusaahaan mereka, karena
mereka tidak memiliki pengetahuan bisnis dasar.
Entrepreneurship merupakan contoh jelas tentang bagaimana orangorang dalam dunia bisnis bergerak, dan membentuk hubungan-hubungan pada
waktu serta tempat tertentu.
Para entrepreneur menciptakan organisasi-organisasi. Tetapi setelah
organisasi-organisasi terbentuk, spirit perubahan dan bahaya tidak akan
berakhir, dan hal tersebut berkaitan erat dengan upaya Reinventing
Organization

(memperbaharui,

menrestrukturisasi,

mendinamisasi

organisai-organisasi).

Pendek

kata:

memodifikasi,

penataan

kembali

organisasi-organisasi.
F. Sejumlah Faktor yang Memfasilitasi Intrapreneurship
Intrapreneurship adalah entrepreneurship yang ada di dalam
perusahaan-perusahaan besar. Agar supaya intrapreneurship dapat berkembang
di dalam sebuah organisasi besar, Pinchot berpendapat bahwa perlu terdapat
adanya lima (5) macam “faktor kebebasan” sebagai berikut:
1. Seleksi diri. Perusahaan-perusahaan harus memberikan peluang kepada para
inovator untuk mengemukakan ide-ide mereka, dan bukan menjadikan
tanggung jawab untuk menghasilkan ide-ide baru, tanggug jawab yang
ditugaskan kepada beberapa individu atau kelompok-kelompok tertentu.
2. Jangan ide yang diciptakan ditengah jalan, diserahkan kepada pihak lain
(no-hand-offs). Setelah ide-ide muncul ,para manajer harus membiarkan
orang-orang

yang

menciptakan

ide

tersebut,

melanjutkannya

menerapkannya) dan jangan menginstruksikannya untuk menyerahkan ide
tersebut kepada pihak lain.

10

3. Pihak yang melakukanlah yang mengambil keputusan. Kepada pihak yang
memunculkan ide, perlu diberikan kebebasan tertentu untuk mengambil
keputusan tentang pengembagan dan implementasi ide tersebut.
4. Perlu diciptakan apa yang dinamakan waktu untuk membatu penciptaan
inovasi (corporate “slack”). Perusahaan-perusahaan yang menyediakan dana
dan waktu ( “slack”) memvasilitasi inovasi.
5. Akhirilah falsafah penemuan “akbar” (end the “home-run” philosophy).
Pada beberapa perusahaan, terlihat gejala bahwa pimpinan puncaknya hanya
berminat terhadap ide-ide inovatif, yang dapat meciptakan hasil-hasil luar
biasa, (major breakthroughs). Dalam kultur demikian intrapreneurship
dikekang.
G. Sejumlah Faktor yang Mempengaruhi Entrepreneurship
Di negara-negara atau perekonomian-perekonomian tertentu, misalnya
Amerika Serikat, Korea Selatan, dan banyak negara-negara di Asia, seperti
misalnya di Negara Muangthai, Indonesia, Malaysia, dan Singapura banyak
terdapat entrepreneur.
Dahulu, pada waktu rezim sosialisi amat berkuasa di Sovie Russia,
dan di RRC, jumlah entrepreneur sangat terbatas, tetapi setelah berlangsungnya
proses reformasi ekonomi di sana dan setelah Gorbachov di Russia
mencanangkan

konsep

Perestroika

(restrukturisasi)

danGlasnost

(Pembaharuan), Iklim berusaha berubah. Entrepreneurs dan entrepreneurship
mulai berkembang dengan cepat di sana.
Di Inggris, di mana banyak perusahaan penerbangan dan perusahaanperusahaan mobil di operasi oleh pemerintah, pada tahun-tahun belakangan ini,
perusahaan-perusahaan tersebut sudah mulai di alihkan pada industry swasta.
Negara-negara lain seperti misalnya, Jepang, yang sangat terikat oleh
tradisi kuat , kerjasama dunia bisnis dengan pihak pemerintah, dewasa ini akan
menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada entrepreneurship. Kondisikondisi ekonomi, maupun kondisi-kondisi non-ekonomi dapat mempengaruhi
tingkat entrpreneurship di dalam suatu perekonomian.
 Faktor-faktor Ekonomi
Mengingat

bahwah

entrepreneurship

pada

intinya

berarti

didorongnya perubahan ekonomi, maka factor-faktor yang sama yang
11

memajukan pertumbuhan dan pengembangan ekonomi, mempengaruhi pula
munculnya entrepreneurship. Ada dua macam jenis faktor ekonomi berupa:
 Adanya perangsang (intensif-intensif) pasar: kebutuhan social baru dapat
diupayakan untuk dipenuhi oleh sang entrepreneur dengan cara-cara
baru.
 Adanya cukup persediaan modal, guna mendanai perusahaan-perusahaan,
dan institusi-institusi (seperti misalnya Bank-bank), yang mengarahkan
modal ke orang-orang yang ingin memanfaatkannya untuk proyekproyek entrepreneurial.
Hingga tingkat tertentu, kekayaan lama,merupakan sebuah pra
kondisi bagi kekayaan baru, pada Negara-negara yang mengalami
kekurangan vitalitas ekonomi, atau tidak memiliki peluang-peluang pasar,
maupun modal yang diperlukan untuk mendanai kegiatan para entrepreneur
mereka.
Banyak Negara dewasa ini (inkluksi Negara kita) yang mengalami
kekurangan

modal

sendiri

mengundang

paracalon

investor,

guna

memperbesar arus masuknya modal kedalam perekonomian mereka.
 Faktor-faktor Non Ekonomi
Soviet Rusia merupakan sebuah Negara yang lebih miskin, di
bandingkan dengan Amerika Serikat dewasa ini, tetapi ia lebih kaya di
bandingkan dengan Amerika Serikat pada abad ke-19.
Soviet Rusia hanya memiliki beberapa entrepreneur, sedangkan
Amerika Serikat baik pada masa lampau maupun pada masa kini memiliki
cukup banyak kelompok entrepreneur. Adapun penyebabnya terletak pada
perbedaan-perbedaan cultural serta social antara kedua Negara tersebut.
Di Amerika Serikat, para entrepreneur dan para entrepreneurship
memiliki suatu kondisi legitimasi, yang tidak terdapat di Soviet Rusia (masa
lampau). Di Amerika Sekrika, telah dikembangkan aneka macam ideologiideologi ekonomi dan politik sekitar nilai-nilai yang bersifat sentral bagi
entrepreneurship. Di samping itu struktur hokum di sana yang berlandaskan
nilai-nlai usaha bebas (free enterprise) sangat melindungi hak-hak individu,

12

dibandingkan dengan situasi di Soviet Rusia, yang berlandaskan suatu
struktur legal, ekonomi sosialis.
Faktor lain yang mempengaruhi entrepreneurship, adalah mobilitas
social. Di India misalnya, kebanyakan orang tergolong kepada kasta-kasta,
yang merupakan pembagian-pembagian social yang melaksanakan fungsifungsi ekonomi khusus, seperti misalnya dalam bidang perikanan atau
dalam bidang pertanian.
Sekalipun struktur social sudah mulai memudar, disana, ia masih
berlaku tetap pada daerah-daerah pertanian.Akibatnya, adalah bahwa lebih
sulit bagi anak seorang tukang kayu di sana untuk menjadi seorang
entrepreneur dalam bidang lain. Hal tersebut sangat berbeda sekali dengan
anak seorang tukang kayu di Amerka Serikat yang dapat mengembangkan
diriya di berbagi bidang usaha.
H. Pentingnya Enterpreuneurship
Dewasa ini enterpreuneurship telah menjadi populer di berbagai
negara, terutama di kalangan mahasiswa yang meplajarai ekonomi dan
manajemen. Pada tahun 1960, kebanyakan ahli ekonomi memang memahami
arti penting enterpreuneurship, tetapi selama dekade berikutnya mereka
cenderung meremehkannya. Perhatian mereka hanya dipusatkan pada
perusahaan perusahaan besar, menyebabkan pudarnya fakta bahwa kebanyakan
pekerjaan-pekerjaan baru sebenarnya diciptakan oleh perusahaan yang lebih
kecil. Kemudian pada tahun 1970, suasana kembali berubah, ilmu ekonomi
yang utama menitikberatkan kepada permintaan konsumen, tidak mampu
mencegah inflasi yang konstan terjadi selama dekade tersebut.
Pertumbuhan

yang

menyusut,

menyebabkan

orang

lebih

memperhatikan sektor-sektor perekonomian yang menunjukkan pertumbuhan
cepat yakni bidang: servis medikal-elektronika-robotics-enjiniring genetikadan bidang lain. Mereka semuanya merupakan industri high-tech dimana
banyak perusahaan kecil (small start ups) yang didirikan oleh orang-orang yang
ingin mengubah dunia-dengan kata lain oleh para entrepreneur.

13

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan bab II, penulis dapat menyimpulkan tentang konsep
entrepreneurship. Entrepreneur adalah seorang yang memulai suatu bisnis baru
dan yang melakukan hal tersbut dengan jalan menciptakan sesuatu yang baru, atau
dengan jalan memanfaatkan sumber-sumber daya dengan cara yang tidak lazim.
Entrepreneur yang sukses itu sesuai dengan laju keberhasilan yaitu, pertama Visi
untuk pertumbuhan, yang kedua adalah tekad bulat (determination) ntuk
menciptakan perubahan konstruktif dan ketiga kegigihan (persistence) untuk
mengalihkan dan menerapkan sebuah ide, sehingga dapat berkembang menjadi
suatu keberhasilan komersial.

14

DAFTAR PUSTAKA
Winardi, J. 2004. Entrepreneur dan Entrepreneurship. Jakarta: Kencana.
Schumpeter, Joseph. 1965. Economic Theory and Entrepreneurial History, In G.
Hugh, J. Aitken (Eds). Explorations In Enterprise, Homewood University Press.
Heilbroner, Robert.1962. The Making of Economic Society. Prentice Hall Inc,
Engelwoods Cliffs.
Soeryanto Soegoto, Eddy. 2010. Entrepreneurship Menjadi Pebisnis yang Ulung.
Jakarta:PT GRAMEDIA.
Wijatno, Serian. 2009. Pengantar Entrepreneurship. Jakarta:PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.

15

16