Komunikasi pada Situasi emergency Khusus
Komunikasi pada Situasi Khusus
Oleh Hanifiya Padmadia, 1406599834
Fakultas Kedokteran Gigi
Pendahuluan
Dalam pekerjaan sehari-hari, sangat sering terjadi kasus dimana
tenaga kesehatan harus menghadapi pasien yang marah, pasif, atau pasien lanjut
usia yang mengalami gangguan tertentu. Terkadang pasien mengucapkan teguran
yang tidak pantas kepada tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan pun mungkin dapat
merasa kesal. Namun, tenaga kesehatan harus menyadari bahwa reaksi ini adalah
respons pasien terhadap penyakitnya atau hal lain yang mengganggunya. Oleh
karena itu, tenaga kesehatan perlu mengetahui ciri-ciri dari tiap situasi khusus
yang mungkin akan dialami sehingga dapat memberikan penangan yang tepat.
Isi
Terdapat beberapa situasi khusus yang dapat dialami seorang
tenaga kesehatan, diantaranya adalah:
1. Pasien Marah
Terkadang kita segera merasa sebal kepada pasien yang marahmarah. Tetapi membenci pasien berlawanan dengan segala sesuatu yang telah
diajarkan kepada kita. Karena penyakitnya, pasien mempunyai perasaan hilang
kendali, kewibawaan terganggu, dan takut. Kemarahannya adalah mekanisme
untuk mengatasi perasaan takutnya. Konfrontasi dapat menjadi teknik yang
berguna untuk berbicara atau mewawancarai pasien
Seorang pasien yang marah dapat memiliki tanda-tanda, seperti
cara berbicara yang keras atau menjadi pelan, ekspresi wajah berubah dan kontak
mata yang berkurang, perilaku yang mudah resah atau tidak sabar, dan bahasa
tubuh yang melakukan pergerakan tiba-tiba.
Alasan seorang pasien marah dapat diakibatkan karena beberapa
hal seperti adanya kesalahan pemahaman dalam komunikasi, ketidakstabilan
emosi, suasana hati pasien yang kurang baik, dan ketidakpuasan pasien.
Pasien marah karena berbagai alasan, tetapi terutama karena
kebutuhan, gagasan dan pengharapan mereka tidak terpenuhi. Oleh karena itu
kunci utama dalam menangani kemarahan pasien adalah dengan
memenuhi kebutuhan, gagasan dan pengharapan mereka.
Berikut ini sikap dan cara meredam kemarahan pasien.
berusaha
a. Mendengarkan
Biarkan pasien melepas kemarahannya.
Dengarkan dengan empati, bayangkan kita berada dalam posisi pasien yang
lelah, gelisah, sakit, khawatir akan vonis dokter, dll. Hal ini dapat membuat
pasien merasa didengar dan dihargai sehingga mampu meredam konflik dan
aksi agresif.
Bersikap sabar, sehingga mampu mendengar dengan baik dan mampu
mengontrol diri agar tidak terpengaruh dan terintimindasi sikap dan prilaku
pasien yang marah.
Ulangi setiap fakta yang dikemukakan pasien, sebagai tanda kita benarbenar mendengarkan mereka.
b. Berusaha sependapat dengan pasien
Dalam hal ini, bukan berarti kita selalu membenarkan pasien, namun sebagai
salah satu taktik meredakan marahnya pasien, kita mencari poin dalam
pernyataan pasien yang bisa kita setujui.
c. Tetap tenang dan kuasai diri.
Berhati-hati dengan nada suara, harus tetap rendah, positif dan
menenangkan. Jangan terbawa oleh nada suara pasien yang cenderung tinggi
dan cepat.
Sampaikan informasi dengan sopan dan pelan-pelan.
Tetap gunakan kata-kata hormat seperti silakan, terimakasih atas
masukannya, dan sebut pasien dengan namanya.
Menjaga jarak dengan pasien yang sedang marah, agar menghindari reaksi–
reaksi spontan yang dapat membahayakan
2. Pasien Geriatri
Pasien geriatri memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Pasien lansia (usia lanjut) berusia 60 tahun ke atas
Lansia yang menderita lebih dari 1 penyakit kronis atau degereratif
Lansia yang menghadapi kesulitan berjalan
Lansia yang bermasalah dalam merawat diri sendiri
Lansia yang mengalami penurunan daya ingat
Lansia dengan masalah kesehatan lain, seperti osteoporosis, penyakit
Parkinson, artritirs, gangguan kemih, atau gangguan buang air besar.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam berkomunikasi dengan pasien geriatri:
Memposisikan diri dengan jarak maksimal 1,8 m
Apabila subjek mengalami gangguan pendengaran perhatikan posisi
dan pencahayaan ruangan
Menggunakan sentuhan subjek untuk menarik perhatian
Berbicara dengan kalimat singkat dan mudah dipahami pasien
3. Pasien Pasif/Depresif
Pasien yang pasif dapat membuat tenaga kesehatan kesulitan
karena lebih menutup diri dan sulit mengungkapkan apa yang dirasakan. Hal ini
dapat menyebabkan terganggunya proses diagnosis dari pasien tersebut. Oleh
karena itu, tenaga kesehatan harus mampu melakukan beberapa cara untuk dapat
berkomunikasi dengan baik kepada pasien.
Berikut beberapa tahapan penangan terhadap pasien yang pasif
menurut Farell dan Gray (1922) :
a. Reflect menggunakan potensi diri
b. Relate menggunakan kombinasi kemampuan berkomunikasi, terutama dalam
keadaan sulit
c. Review melibatkan peninjauan akhir untuk penyembuhan dan pembelajaran
di masa depan.
Penutup
Melihat pembahasan di atas, dalam praktiknya, tenaga kesehatan dapat
menemukan situasi khusus yang harus mereka tangani. Oleh karena itu,
diperlukan pengetahuan yang cukup oleh tenaga kesehatan untuk
menangani situasi tersebut. Setiap situasi khusus perlu ditangani dengan
cara yang berbeda-beda. Sebagai contoh, pasien marah diperlukan
penangan yang berbeda dengan pasien pasif karena pasien pasif cenderung
menutup diri; berbeda dengan pasien marah yang cenderung lebih agresif
dan mengungkapkan dirinya.
Daftar Pustaka
:
1. Swartz, M. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC. 2.
2. Lloyd M, Borr. 2009. Communication skills for medicine. 3rd ed. Churchill
Livingstone.
Oleh Hanifiya Padmadia, 1406599834
Fakultas Kedokteran Gigi
Pendahuluan
Dalam pekerjaan sehari-hari, sangat sering terjadi kasus dimana
tenaga kesehatan harus menghadapi pasien yang marah, pasif, atau pasien lanjut
usia yang mengalami gangguan tertentu. Terkadang pasien mengucapkan teguran
yang tidak pantas kepada tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan pun mungkin dapat
merasa kesal. Namun, tenaga kesehatan harus menyadari bahwa reaksi ini adalah
respons pasien terhadap penyakitnya atau hal lain yang mengganggunya. Oleh
karena itu, tenaga kesehatan perlu mengetahui ciri-ciri dari tiap situasi khusus
yang mungkin akan dialami sehingga dapat memberikan penangan yang tepat.
Isi
Terdapat beberapa situasi khusus yang dapat dialami seorang
tenaga kesehatan, diantaranya adalah:
1. Pasien Marah
Terkadang kita segera merasa sebal kepada pasien yang marahmarah. Tetapi membenci pasien berlawanan dengan segala sesuatu yang telah
diajarkan kepada kita. Karena penyakitnya, pasien mempunyai perasaan hilang
kendali, kewibawaan terganggu, dan takut. Kemarahannya adalah mekanisme
untuk mengatasi perasaan takutnya. Konfrontasi dapat menjadi teknik yang
berguna untuk berbicara atau mewawancarai pasien
Seorang pasien yang marah dapat memiliki tanda-tanda, seperti
cara berbicara yang keras atau menjadi pelan, ekspresi wajah berubah dan kontak
mata yang berkurang, perilaku yang mudah resah atau tidak sabar, dan bahasa
tubuh yang melakukan pergerakan tiba-tiba.
Alasan seorang pasien marah dapat diakibatkan karena beberapa
hal seperti adanya kesalahan pemahaman dalam komunikasi, ketidakstabilan
emosi, suasana hati pasien yang kurang baik, dan ketidakpuasan pasien.
Pasien marah karena berbagai alasan, tetapi terutama karena
kebutuhan, gagasan dan pengharapan mereka tidak terpenuhi. Oleh karena itu
kunci utama dalam menangani kemarahan pasien adalah dengan
memenuhi kebutuhan, gagasan dan pengharapan mereka.
Berikut ini sikap dan cara meredam kemarahan pasien.
berusaha
a. Mendengarkan
Biarkan pasien melepas kemarahannya.
Dengarkan dengan empati, bayangkan kita berada dalam posisi pasien yang
lelah, gelisah, sakit, khawatir akan vonis dokter, dll. Hal ini dapat membuat
pasien merasa didengar dan dihargai sehingga mampu meredam konflik dan
aksi agresif.
Bersikap sabar, sehingga mampu mendengar dengan baik dan mampu
mengontrol diri agar tidak terpengaruh dan terintimindasi sikap dan prilaku
pasien yang marah.
Ulangi setiap fakta yang dikemukakan pasien, sebagai tanda kita benarbenar mendengarkan mereka.
b. Berusaha sependapat dengan pasien
Dalam hal ini, bukan berarti kita selalu membenarkan pasien, namun sebagai
salah satu taktik meredakan marahnya pasien, kita mencari poin dalam
pernyataan pasien yang bisa kita setujui.
c. Tetap tenang dan kuasai diri.
Berhati-hati dengan nada suara, harus tetap rendah, positif dan
menenangkan. Jangan terbawa oleh nada suara pasien yang cenderung tinggi
dan cepat.
Sampaikan informasi dengan sopan dan pelan-pelan.
Tetap gunakan kata-kata hormat seperti silakan, terimakasih atas
masukannya, dan sebut pasien dengan namanya.
Menjaga jarak dengan pasien yang sedang marah, agar menghindari reaksi–
reaksi spontan yang dapat membahayakan
2. Pasien Geriatri
Pasien geriatri memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Pasien lansia (usia lanjut) berusia 60 tahun ke atas
Lansia yang menderita lebih dari 1 penyakit kronis atau degereratif
Lansia yang menghadapi kesulitan berjalan
Lansia yang bermasalah dalam merawat diri sendiri
Lansia yang mengalami penurunan daya ingat
Lansia dengan masalah kesehatan lain, seperti osteoporosis, penyakit
Parkinson, artritirs, gangguan kemih, atau gangguan buang air besar.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam berkomunikasi dengan pasien geriatri:
Memposisikan diri dengan jarak maksimal 1,8 m
Apabila subjek mengalami gangguan pendengaran perhatikan posisi
dan pencahayaan ruangan
Menggunakan sentuhan subjek untuk menarik perhatian
Berbicara dengan kalimat singkat dan mudah dipahami pasien
3. Pasien Pasif/Depresif
Pasien yang pasif dapat membuat tenaga kesehatan kesulitan
karena lebih menutup diri dan sulit mengungkapkan apa yang dirasakan. Hal ini
dapat menyebabkan terganggunya proses diagnosis dari pasien tersebut. Oleh
karena itu, tenaga kesehatan harus mampu melakukan beberapa cara untuk dapat
berkomunikasi dengan baik kepada pasien.
Berikut beberapa tahapan penangan terhadap pasien yang pasif
menurut Farell dan Gray (1922) :
a. Reflect menggunakan potensi diri
b. Relate menggunakan kombinasi kemampuan berkomunikasi, terutama dalam
keadaan sulit
c. Review melibatkan peninjauan akhir untuk penyembuhan dan pembelajaran
di masa depan.
Penutup
Melihat pembahasan di atas, dalam praktiknya, tenaga kesehatan dapat
menemukan situasi khusus yang harus mereka tangani. Oleh karena itu,
diperlukan pengetahuan yang cukup oleh tenaga kesehatan untuk
menangani situasi tersebut. Setiap situasi khusus perlu ditangani dengan
cara yang berbeda-beda. Sebagai contoh, pasien marah diperlukan
penangan yang berbeda dengan pasien pasif karena pasien pasif cenderung
menutup diri; berbeda dengan pasien marah yang cenderung lebih agresif
dan mengungkapkan dirinya.
Daftar Pustaka
:
1. Swartz, M. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC. 2.
2. Lloyd M, Borr. 2009. Communication skills for medicine. 3rd ed. Churchill
Livingstone.