33 Arah Politik Hukum Pertanahan ... Nur

Volume 1 Nomor 1, April 2012

HN

ARAH POLITIK HUKUM PERTANAHAN DAN
PERLINDUNGAN KEPEMILIKAN TANAH MASYARAKAT

(Poliical Direcion of Land Law and Protecion Of People’s Land Ownership)

BP

Nurhasan Ismail
Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta
Jl. Sosio Jusicia Bulaksumur Yogyakarta
Email: nurhasan.ismail@gmail.com

hts
Vin
din
g


Naskah diterima: 19 Januari 2012; revisi: 2 Maret 2012; disetujui: 15 Maret 2012
Abstrak
Penguasaan dan pemanfaatan tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) merupakan arah dari poliik
hukum pertanahan Indonesia yang bertujuan untuk menjamin terwujudnya kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Wujud dari hal tersebut terlihat dari adanya perhaian khusus kepada kelompok masyarakat lemah melalui kebijakan
pertanahan. Belakangan, terjadi pergeseran poliik pertanahan, dimana penguasaan dan pemanfaatan tanah hanya didapat
oleh sekelompok kecil masyarakat, yaitu perusahaan besar. Tulisan yang membahas tentang poliik hukum pertanahan
nasional saat ini dan bentuk perlindungan hak kepemilikan tanah masyarakat dilakukan dengan metode peneliian sosioyuridis. Dari hasil peneliian terlihat bahwa pada saat ini terdapat upaya untuk menghidupkan kebijakan pertanahan yang
mengembalikan keseimbangan seperi yang diinginkan UUPA. Langkah yang ditawarkan untuk mewujudkan hal tersebut
adalah dengan menerapkan poliik hukum pertanahan prismaik yang mendasarkan pada beberapa prinsip seperi prinsip
keberagaman hukum dalam kesatuan, prinsip persamaan atas dasar keidaksamaan, prinsip mengutamakan keadilan dan
kemanfaatan di atas kepasian hukum, dan prinsip diferensiasi fungsi dalam keterpaduan.
Kata Kunci: poliik hukum, agraria, hukum prismaik, land reform

Jur

na
l

Re

c

Abstract
Land use and tenure are sipulated in the Basic Agrarian Law (UUPA) is the poliical direcion of the Indonesian land law
aimed at ensuring the realizaion of prosperity for all Indonesian people. Manifestaions of this evident from the presence
of paricular concern to the community weaker over land policy. Indonesia. Later, the poliical shit of land, land use and
tenure which obtained only by a small group of people, the big companies. Studies that discuss the poliical current naional
land law and forms of protecion of land rights community do with socio-legal research methods. From the research shows
that there are now eforts to turn the land policy that restores the balance as desired UUPA. Measures ofered to make this
happen is to apply the law of the land prismaic poliics based on several principles like the principle of legal diversity in
unity, the principle of equality on the basis of inequality, the principle that the jusice and expediency over the rule of law,
and the principle of difereniaion in funcionality integraion.
Keywords: poliic of law, agrarian, prismaic law, land reform

Arah Poliik Hukum Pertanahan ... (Nurhasan Ismail)

33

Volume 1 Nomor 1, April 2012


Tanpa Nasi”. Ungkapan tersebut dapat dimaknai
sebagai ungkapan ”asal omong atau asal bunyi”
karena dinilai idak mengandung makna
apapun. Bagi sekelompok orang tertentu, hidup
tanpa memiliki tanah seperihalnya makan
idak harus nasi bukanlah persoalan hidup.
memiliki tanahnya, namun ada tanah yang
dapat disewa dari pemiliknya atau ada tanah

kosong tanpa peduli siapa yang mempunyai dan
dapat digunakan untuk mendirikan bangunan

tempat inggal atau tempat kegiatan usaha. Bagi
kelompok ini juga merasa idak perlu memiliki

sosial), sumber pendapatan (nilai ekonomi),
kekuasaan dan hak previlise (nilai poliik), dan
tempat untuk memuja Sang Pencipta (nilai
sakral-budaya). Tidak mempunyai tanah berari
kehilangan harga diri, sumber hidup, kekuasaan,

dan tempat penghubung antara manusia dengan
Sang Pencipta.

Keniscayaan dan kebutuhan memiliki tanah

sudah tertanam sudah sedemikian mendalam
dalam lintasan sejarah kehidupan manusia.
Hal ini ditunjukkan dalam berbagai ungkapan
daerah2:

kegiatan usaha sehingga mereka dapat menjaga

”sakdhumuk batok senyari bumi, yen perlu
ditohi pai” atau ”ango’ apoteya tolang
ebanding apoteya mata” atau ”uissi la pernah
merigat” atau ”ulos na so boi maribak”.

keberlangsungan hidup.

Ungkapan-ungkapan ini menggambarkan


tanah namun cukup ada bangunan yang dapat

digunakan untuk tempat inggal atau tempat

kedudukan dan fungsi tanah yang begitu

sebagian kecil umat manusia karena gaya

sangat pening bagi kehidupan manusia. Tanah

hidup yang nomaden atau karena sikap

merupakan

pesimis terhadap hidup atau sebagai bentuk

dari tanah mengalir semangat harga diri,

”pembangkangan”


kemakmuran, kekuasaan, dan

Re
c

Pandangan demikian hanya dianut oleh

terhadap

keidak-mau-

sumber

penghidupan

karena

kesakralan.


Oleh karenanya, seiap orang berjuang untuk

atau keidakhadiran negara dalam kehidupan

memiliki

mereka. Namun bagi mayoritas manusia,

Perjuangan tersebut disertai tekad bulat untuk

memiliki tanah seperi halnya makan nasi atau

mengorbankan nyawa daripada menanggung

Jur

na
l

tahuan negara terhadap keberadaan mereka


1

2

34

Memiliki tanah terkait dengan harga diri (nilai

hts
Vin
din
g

Bagi kelompok ini, yang pening bukanlah

merupakan suatu keniscayaan dan kebutuhan.

BP


“Hidup Tanpa Memiliki Tanah Bagai Makan

HN

bahan pangan yang mengandung karbohidrat

A. Pendahuluan1

tanah

dan

mempertahankannya.

Tulisan ini diolah dari makalah yang penulis sampaikan dalam Seminar bertema: “Penyelesaian Sengketa dan
Konflik Pertanahan Dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Pertanahan Nasional” yang diselenggarakan Badan
Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM, pada tanggal 17 November 2011.
Departemen Penerangan RI, Pertanahan Dalam Era Pembangunan Indonesia, (Jakarta: Ditjen Agraria Departemen
Dalam Negeri, 1982) hlm. 18.


Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 33-51

Volume 1 Nomor 1, April 2012

Namun seperi dikatakan oleh seorang

HN

malu atau kehilangan harga karena idak punya

pemikir Islam bahwa yang paling berat dalam

tanah.

kehidupan adalah melaksanakan amanah.

fungsi memiliki tanah bagi seiap manusia

Dalam perjalanan pembangunan poliik, poliik


baik dalam kesendiriannya maupun kelompok.

pembangunan ekonomi, dan lebih khusus

Para Pendiri Negara ini sudah meniipkan satu

poliik pembangunan hukum pertanahan, kita

amanah melalui Pasal 33 ayat (3) UUD Negara

sebagai bangsa belum mampu memahami

RI 1945 kepada para penguasa negara Republik

dan melaksanakan isi amanah. Kebijakan

Indonesia agar mengatur penggunaan sumber

pertanahan

teramat

yang

dikembangkan

belum

hts
Vin
din
g

begitu

BP

bermakna

Menyadari

daya alam termasuk tanah untuk meningkatkan

sepenuhnya menjabarkan kandungan semangat

kemakmuran

Indonesia.

amanah konsitusi dan UUPA. Akibatnya, bangsa

Sumber daya tanah dan sumber daya alam

Indonesia semacam terkena ”karma” atas

lainnya bukanlah milik satu golongan tertentu,

pengingkaran amanah berupa konlik hukum

namun kepunyaan kita semua sebagai bangsa.

dan kepeningan struktural pertanahan yang

Kepada negara sebagai organisasi kekuasaan

idak mereda intensitasnya sampai ungkapan

bangsa dibebankan amanah untuk mengatur

konlik yang paling inggi berupa tuntutan

penggunaan tanah bagi kemakmuran seluruh

merdeka seperi yang terjadi di Papua.

komponen

seluruh

bangsa

rakyat

dan

bukan

kelompok

Tulisan ini mencoba memberikan gambaran

perjalanan arah poliik hukum pertanahan yang

tertentu.

Amanah yang tersurat dalam Pasal 33 ayat

terjadi secara singkat dan dampaknya dalam

(3) UUD Negara RI 1945 mengandung dasar

aspek tertentu terhadap perlindungan hukum

dan sekaligus arahan bagi poliik pembangunan

kepemilikan tanah masyarakat.
Dalam perjalanan pembangunan poliik,

lainnya. Amanah tersebut kemudian dijabarkan

poliik pembangunan ekonomi, dan lebih khusus

dengan semangat yang konsisten dan progresif

poliik pembangunan hukum pertanahan, kita

ke dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1960

sebagai bangsa belum mampu memahami

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,

dan melaksanakan isi amanah. Kebijakan

yang disebut juga dengan Undang-Undang

pertanahan

na
l

Re
c

hukum pertanahan dan sumber daya alam

yang

dikembangkan

belum

sepenuhnya menjabarkan kandungan semangat

UUPA masih dalam tataran asas-asas hukum

amanah konsitusi dan UUPA. Akibatnya, bangsa

yang harus dikembangkan ke dalam berbagai

Indonesia semacam terkena ”karma” atas

peraturan pelaksanaan yang lebih kongkret

pengingkaran amanah berupa konlik hukum

Jur

Pokok Agraria (UUPA). Penjabaran ke dalam

untuk

dan kepeningan struktural pertanahan yang

meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat

idak mereda intensitasnya sampai ungkapan

sehingga

dapat

lebih

operasional

Indonesia.

Arah Poliik Hukum Pertanahan ... (Nurhasan Ismail)

35

Volume 1 Nomor 1, April 2012

merdeka seperi yang terjadi di Papua.

1. Arah Poliik Hukum Pertanahan

B. Permasalahan

Poliik hukum pertanahan dalam pengerian

diangkat dalam tulisan ini adalah:
1. Bagaimana arah poliik hukum pertanahan
nasional saat ini?
tanahan saat ini terhadap perlindungan hak
kepemilikan tanah masyarakat?
3. Bagaimana

alternaif

poliik

hukum

pertanahan di masa depan dalam rangka
mengurangi dampak negaif dari poliik
hukum pertanahan yang ada saat ini?

C. Metode Peneliian

Tulisan ini menggunakan pendekatan sosio

hukum, dengan maksud ingin melihat lebih

jauh daripada sekedar pendekatan doktrinal,
sehingga memiliki perspekif lebih luas dengan
melihat hukum agraria dalam hubungannya

4

5

sudah tertuang dalam UUPA. Di satu sisi, UUPA
berkedudukan sebagai penjabaran tujuan dan
prinsip hukum dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara
RI 1945 namun di sisi lain UUPA beserta prinsip-

na
l

prinsip

hukumnya

berkedudukan

sebagai

sumber bagi pengembangan kebijakan dan
peraturan perundang-undangan pertanahan
nasional. Arahnya adalah untuk menjamin
terwujudnya kemakmuran bagi seluruh rakyat
Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut,
UUPA mengandung prinsip-prinsip penguasaan
dan pemanfaatan tanah untuk mendorong
kemajuan bidang ekonomi, industri, dan
bidang lain yang pelaksanaannya tergantung
pada ketersediaan tanah. Namun demikian
UUPA juga memberikan perhaian khusus
terhadap kelompok masyarakat yang lemah dan
termarjinalkan oleh kebijakan pertanahan pada
masa sebelumnya.
Dengan

pilihan

prinsip-prinsip

yang

dimaksudkan menjamin terwujudnya tujuan
tersebut, UUPA dapat ditempatkan sebagai
hukum progresif4 atau Hukum Prismaik.5 Sebagai

Cyberconsult, Reformasi Hukum di Indonesia, Hasil Studi Perkembangan Hukum, (Jakarta: Bank Dunia, 1999),
hlm. 153.
Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif : Penjelajahan Suatu Gagasan, dalam Majalah Newsletter, Kajian Hukum
Ekonomi dan Bisnis, Nomor 59, Desember 2004.
Nurhasan Ismail, Perkembangan Hukum Pertanahan : Pendekatan Ekonomi-Politik, (Jakarta-Yogyakarta: Huma
dan Magister Hukum UGM, 2007)

Jur

3

Re
c

dengan sistem sosial, poliik, dan ekonomi
masyarakat.3

sebagai pedoman untuk mewujudkan tujuan

hts
Vin
din
g

2. Bagaimana dampak poliik hukum per-

pilihan tujuan dan prinsip hukum yang digunakan

BP

Dari uraian di atas, permasalahan yang

36

D. Pembahasan

HN

konlik yang paling inggi berupa tuntutan

Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 33-51

Volume 1 Nomor 1, April 2012

dan menumpuknya pemilikan tanah pada

instrumen untuk menciptakan suatu perubahan

segelinir orang (Pasal 6 dan Pasal 7 jo.Pasal 17),

masyarakat yang maju di bidang ekonominya

dorongan ke arah konservasi sumber daya tanah

melalui penataan struktur pemilikan tanah,

melalui pembebanan kewajiban memelihara

yang di satu sisi mendorong ke arah perubahan

kesuburan tanah dan larangan pemilikan tanah

pertanian dan industri yang semakin maju

absentee sebagai penyeimbang agar tekanan

namun dengan idak mengabaikan keadilan

pada produkivitas tanah idak menimbulkan

dalam pengerian terciptanya pemerataan

kerusakan terhadap fungsi dan kemampuan

pemilikan tanah.

isik tanah (Pasal 15 dan Pasal 10), pemberian

hts
Vin
din
g

BP

HN

hukum progresif, UUPA dimaksudkan sebagai

perlakuan khusus kepada kelompok yang lemah

UUPA dijabarkan dari 2 (dua) kelompok nilai

dan marjinal dengan membebankan kewajiban

sosial yaitu modern dan tradisional sesuai

kepada pemerintah (negara) untuk melindungi

dengan kemajemukan masyarakat Indonesia.

golongan ekonomi lemah dan pendistribusian

Penjabaran nilai sosial modern tercermin dari

tanah kepada mereka sebagai penyeimbang pada

prinsip-prinsip: individualisasi kepemilikan hak

prinsip persamaan beserta semangat persaingan

atas tanah (Pasal 4 jo.Pasal 9 dan pasal-pasal hak

yang mengiringi (Pasal 11 dan Pasal 17), dan

atas tanah), dorongan pemanfaatan tanah yang

pencegahan dominasi dalam penguasaan dan

dapat menghasilkan produksi yang seinggi-

pengusahaan tanah oleh perusahaan dengan

ingginya melalui kewajiban memanfaatkan

kewajiban kegiatan usaha di sektor pertanian

secara intensif (Pasal 10, Pasal 13, dan Pasal

dan industri dilakukan dalam wadah koperasi

15), persamaan akses bagi seiap orang

dan larangan monopoli (Pasal 12 dan Pasal 13).

untuk mempunyai tanah di seluruh wilayah

Melalui prinsip-prinsip hukum yang diramu

Indonesia dengan idak membedakan status

dari perpaduan antara nilai sosial modern

kewarganegaraan atau jender (Pasal 4 dan Pasal

dan tradisional dimaksudkan agar pengaturan

9 dan pasal-pasal hak atas tanah), dan pemberian

penguasaan dan pemanfaatan tanah mengarah

kepemilikan tanah bagi pengembangan usaha

pada terciptanya kemakmuran yang merata

berskala besar di sektor pertanian atau industri

bagi semua orang dan kelompok masyarakat.

dengan batasan tertentu (Pasal 28 dan Pasal

Melalui

35).

na
l

Re
c

Sebagai hukum prismaik, prinsip-prinsip

perpaduan

prinsip-prinsip

hukum

tersebut, UUPA di satu sisi hendak mendorong
kemajuan ekonomi pertanian dan industri

dari prinsip-prinsip: pelekatan fungsi sosial

dengan memberikan hak atas tanah secara

hak atas tanah dan pembatasan luas tanah

individual kepada seiap orang atau perusahaan

Jur

Penjabaran nilai sosial tradisional tercermin

yang dapat dipunyai seiap orang sebagai

dalam skala besar dan mewajibkan kepada

pencegah

kepemilikan

mereka berproduksi secara opimal. Namun di

tanah idak mengarah kepemilikan mutlak

sisi lain, UUPA berusaha mencegah terjadinya

agar

individualisasi

Arah Poliik Hukum Pertanahan ... (Nurhasan Ismail)

37

Volume 1 Nomor 1, April 2012

sosial-ekonomi-poliik

negaif

dari proses pencapaian kemajuan dengan

daerah.

Tujuannya jelas, agar terdapat pemerataan

kewajiban konservasi tanah, perlakuan khusus

penguasaan dan pemilikan tanah sebagai dasar

bagi kelompok yang lemah, pewadahan dalam

bagi pemerataan kemakmuran dan keuntungan

koperasi bagi usaha skala besar, dan larangan

dari perusahaan berskala besar yang dapat

monopoli.

dinikmai secara bersama oleh para karyawan

BP

membebankan fungsi sosial hak atas tanah,

dan masyarakat di sekitar perusahaan. Namun

dalam UUPA, dalam perjalanan pelaksanaannya

demikian, cara dan tujuan yang sudah konsisten

hts
Vin
din
g

Semangat hukum prismaik yang terkandung

dengan UUPA tersebut mengalami kegagalan

masa Orde Lama maupun Orde Baru dan Orde

karena beberapa sebab, yaitu: Pertama, kurang

Reformasi.

Pada masa Orde Lama, poliik

kuat dan konsentraifnya komitmen pemerintah

hukum pertanahan sudah mengarah pada upaya

untuk melaksanakan program landreform dan

mewujudkan pemerataan kemakmuran bagi

kepemilikan saham perusahaan karena pimpinan

seluruh rakyat. Melalui program landreform

negara terlalu sibuk dengan persoalan poliik

yang sudah diatur dalam UU No.56 Tahun 1960

konfrontaif. Hal ini menyebabkan pemerintah

beserta peraturan pelaksanaannya, perombakan

idak cukup mempunyai kekuatan untuk

struktur penguasaan tanah yang impang sudah

melawan perlawanan para tuan tanah baik di

dimulai dengan mengambilalih tanah-tanah

ingkat pengembangan kebijakan di parlemen

kelebihan dari batas maksimum dan tanah-tanah

melalui partai nasionalis dan keagamaan

absentee, yang kemudian direncanakan untuk

yang menjadi ailiasi para tuan tanah maupun

didistribusikan kepada kelompok masyarakat

di ingkat pelaksanaannya,

yang idak mempunyai tanah. Tanah-tanah yang

tanahnya diambil alih untuk dijadikan obyek

dikuasai langsung negara ditetapkan sebagai

landreform.

Re
c

belum dapat dijabarkan secara utuh baik pada

yang idak rela

obyek landreform untuk didistribusikan kepada

Kedua, kebijakan yang konfrontaif dan

masyarakat yang belum mempunyai tanah.

revolusioner terhadap terhadap perusahaan

Semangat koperasi sebagai wadah pengusahaan

berskala besar yang menguasai tanah yang sangat

tanah dalam skala luas sudah dimulai melalui

luas terutama yang berstatus perusahaan asing
dengan cara melakukan indakan nasionalisasi.

Tahun 1962 yang

menetapkan kepemilikan

Kebijakan nasionalisasi dilancarkan sejak tahun

saham dari perusahaan terbagi menjadi 3

1958 sampai 1963 kepada perusahaan asing

bagian yaitu 50% tetap dipunyai oleh pendiri

baik yang bergerak di bidang perkebunan dan

na
l

Peraturan Menteri Agraria dan Pertanian No.11

Jur
38

beroperasinya perusahaan melalui pemerintah

HN

dampak

perusahaan, 25% diserahkan kepada karyawan,

sektor perekonomian lainnya. Tanah-tanah hasil

dan 25% kepada masyarakat di sekitar tempat

nasionalisasi itu kemudian idak dijadikan obyek

Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 33-51

landreform, namun ditempatkan di bawah

Volume 1 Nomor 1, April 2012

tanah bagi kegiatan usaha perkebunan dan

sebagian dari perusahaan tersebut dikelola oleh

industri. Liberalisasi dan swastanisasi belum

ABRI, yang kemudian justru menjadi salah satu

terlalu

sumber konlik pertanahan antara ABRI dengan

perusahaan swasta yang sudah diberikan

masyarakat di sekitarnya.6

peranan dilakukan pengawasan yang cukup

dikembangkan.

Terhadap

BP

banyak

HN

pengawasan ABRI. Dalam perkembangannya,

ketat seperi persyaratan pemberian luas

pemerintah dari salah satu kekuatan partai

tanah disesuaikan dengan ”equity capital” atau

poliik yang ada dan kemudian melakukan

modal yang dipunyai oleh perusahaan. Hal

indakan pengambil-alihan tanah secara sepihak

ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya

hts
Vin
din
g

Keiga, adanya sikap idak percaya kepada

dari para tuan tanah. Kekuatan partai poliik

spekulasi penguasaan tanah dan mencegah

tersebut kemudian dalam perisiwa Gerakan

terjadinya dampak negaif kepada masyarakat.

30 September 1965 telah dinilai melakukan

Namun dalam perkembangannya, pelan

pemberontakan terhadap negara. Akibatnya,

tapi pasi terutama sejak pertengahan dekade

pengambilalihan tanah secara sepihak dinilai

1980’an dan semakin intensif awal 1990’an,

juga idak sah dan di era Orde Baru kemudian

swastanisasi dan liberalisasi semakin menjadi

diserahkan

tanah;

mainstream substansi kebijakan pertanahan,

Keempat, kemiskinan yang merajalela di akhir

bahkan semakin mengarah pada komodiisasi

pemerintahan Orde Lama yang disebabkan oleh

tanah yang berdampak negaif bagi perlindungan

kegagalan program Berdiri Di Atas Kaki Sendiri

kepemilikan tanah masyarakat7. Perkembangan

(BERDIKARI) di semua bidang merupakan

tersebut dapat dicermai dari beberapa fakta

faktor penyebab gagalnya arah poliik hukum

yaitu :

kembali

kepada

pertanahan di Era Orde Lama.

tuan

Re
c

Pada masa Orde Baru, terjadi perubahan
ideologi pembangunan dari sosialisme ala
Indonesia yang dikembangkan oleh Soekarno

ke arah kapitalisme beserta anak kandungnya
berupa liberalisasi dan swastanisasi penguasaan
pemanfaatan

tanah.

na
l

dan

Pada

awalnya,

pemerintah Orde Baru masih mempertahankan
peranan badan usaha milik negara (BUMN) dalam

instrumen pemerataan kepemilikan tanah.
Pemai-surian bermakna adanya kebijakan
untuk idak melaksanakan lagi program
landreform (Policy of non Enforcement)
meskipun peraturan perundang-undangan
yang mengaturnya secara formal tetap
berlaku. Pemai-surian program landreform

ini

semakin

sempurna

keika

dalam

masyarakat berkembang persepsi keterkaitan

Jur

penguasaan dan pemanfaatan/pengusahaan

a. ”Pemai-surian” program landreform sebagai

6

7

Mohtar Mas’oed, Ekonomi dan Struktur Politik : Orde Baru 1966-1971, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 60-61.
Ifdhal Kasim, Tanah Sebagai Komoditas: Kajian Kritis Atas Kebijakan Pertanahan Orde Baru, (Jakarta : ELSAM,
1996).

Arah Poliik Hukum Pertanahan ... (Nurhasan Ismail)

39

Volume 1 Nomor 1, April 2012

seiap orang dan badan hukum untuk
menempatkan
komoditas.

memiliki
tanah

Kebebasan

tanah

sebagai

serta
barang

menguasai

dan

memiliki tanah tampak dari: (a) idak

sebagai

(a) kebebasan memperjual belikan tanah
sebagai obyek mendapatkan keuntungan
yang

sebanyak-banyaknya

kepemilikan tanah bagi tanah pekarangan

yang menurut UU No.56 Tahun 1960
diamanahkan untuk diatur; (b) begitu juga

perusahaan berbadan hukum mempunyai
kebebasan mempunyai tanah seberapa pun
luas yang diinginkan meskipun di dalamnya

terkandung penguasaan spekulaif yang

bertentangan dengan prinsip Pasal 6 UUPA.
Baru pada tahun 1999 dengan Peraturan

Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.2
Tahun 1999 tentang Ijin Lokasi dilakukan
pembatasan namun luasannya masih cukup

inggi; (c) diabaikannya ketentuan batas

Re
c

maksimum pemilikan tanah pertanian yang

dari

tanah

dengan mengabaikan fungsi sosial hak atas
tanah sebagaimana diamanahkan Pasal 6
UUPA. Kebebasan ini secara yuridis dibuka
kemungkinannya

melalui

hts
Vin
din
g

dikembangkannya kebijakan pembatasan

No.11/KPTS/1994

Kepmenpera

tentang

Pedoman

Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun dan
Kepmenpera No.9/KPTS/M/1995 tentang
Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah;
(b) pembolehan perusahaan pemegang
Hak Guna Usaha untuk menyerahkan
pengusahaan tanah kepada perusahaan lain
melalui Kontrak Manajemen Pengusahaan
atau bentuk yang lain jika prakik demikian
sudah menjadi kebiasaan sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 12 ayat (2) PP No.40
Tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak
Pakai.

d. Terjadinya

persegeseran

dari

poliik

pertanahan yang mendorong pemerataan

1960; (d) masuknya instansi pemerintah

pemilikan tanah sebagai cara mewujudkan

baik secara langsung atau melalui badan

kemakmuran

usaha milik negara/daerah yang didirikan

pertanahan yang mendorong ke arah

menjadi pesaing baru dalam penguasaan

konsentrasi penguasaan dan pemanfaatan

dan pemanfaatan tanah melalui Hak Pakai

tanah pada sekelompok kecil subyek

Selamanya atau Hak Pengelolaan yang

terutama perusahaan besar. Pergeseran

kemudian dikategorikan sebagai ”Barang

ini sejalan dengan logika kapitalisme, yaitu

Milik Negara/Instansi Pemerintah” di luar

sumberdaya tertentu termasuk tanah idak

kepeningan tempat mendirikan kantor atau

perlu

di luar misi pelayanan publik.

mungkin orang, namun cukup dikuasai dan

na
l

sudah ditentukan dalam UU No.56 Tahun

Jur
40

tanah

BP

b. Adanya kebebasan dan persaingan bagi
dan

menjadikan

barang komoditas dapat dicermai dari:

yang sudah dilarang.

menguasai

c. Kebebasan

HN

landreform dengan Partai Komunis Indonesia

Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 33-51

rakyat

didistribusikan

ke

arah

kepada

poliik

sebanyak

dimanfaatkan oleh subyek tertentu yang

Volume 1 Nomor 1, April 2012

bagi kesejahteraan pemilik tanah mengalami

baik secara permodalan maupun manajemen

penurunan.

dan penguasaan teknologi.

terkandung dalam Permendagri No.15 Tahun

konsentrasi

penguasaan

dan

pemanfaatan tanah oleh perusahaan berskala
besar

diharapkan

terjadi

pemerataan

Demikian

semangat

yang

1975 tentang Pembebasan Hak Atas Tanah
Bagi Kepeningan Umum dan Keppres No.55

BP

e. Melalui

HN

mempunyai kemampuan mengusahakan

Tahun 1993 yang menjadi pengganinya.

kemakmuran melalui ketersediaan lapangan

Pada masa Orde Reformasi sekarang,

kerja dan upah yang ditentukan dalam

semangat kebijakan kapitalisik, liberal, dan

bentuk

Kabupaten/

persaingan idak mengalami perubahan. Arinya

Propinsi” (UMK/P) dengan dasar kebutuhan

kebijakan pertanahan masih melanjutkan yang

isik minimum (KFM) dan bukan kebutuhan

sudah ada dan diprakikkan pada masa Orde

hidup minimum (KHM). Berbagai kebijakan

Baru, bahkan melalui instansi sektoral kebijakan

dikembangkan untuk mendukung terjadinya

kapitalisik dan liberal itu semakin meningkat,

konsentrasi penguasaan dan pemanfaatan

meskipun Badan Pertanahan Nasional berusaha

tanah oleh perusahaan berskala besar ini

untuk

berupa kemudahan mendapatkan perijinan

pada semangat UUPA namun idak cukup

lokasi (Permennag No.2 Tahun 1993 yang

mendapatkan dukungan dari instansi sektoral.

digani dengan Permennag No.2 Tahun

Hal ini dapat dicermai dari 2 (dua) kelompok

1999), fasilitas perpajakan, dan termasuk

kebijakan, yaitu :

pembiaran hak tradisional masyarakat lokal

a. Terdapat kebijakan atau rencana kebijakan

atau hak ulayat masyarakat hukum adat.

pertanahan yang dibangun oleh instansi

Meskipun untuk hak ulayat sudah terdapat

sektoral di luar Badan Pertanahan Nasional

kebijakan yaitu Permennag/Ka.BPN No.5

yang semakin meningkatkan intensitas

Tahun 1999 yang memberikan perhaian

semangat kapitalisik dan liberal di bidang

namun aplikasinya oleh pemerintah daerah

pertanahan yaitu :

belum diindaklanjui sehingga kebijakan

1) rencana kebijakan Kementerian Pertanian

hts
Vin
din
g

Minimum

Re
c

”Upah

yang populis tersebut idak mempunyai

na
l

pengaruh apapun.

meredam

dan

mengembalikannya

yang akan membuka jutaan hektar
tanah untuk pertanian pangan melalui
”Food Estate Program”. Pemerintah

tanah bagi terujudnya kepeningan negara

dalam rangka menjamin ketahanan

atau umum. Arinya rakyat pemilik tanah

dan

diminta berkorban dengan cara melepaskan

membuka tanah pertanian baru, namun

hak atas tanah untuk diserahkan kepada

penguasaan dan pemanfaatannya akan

pemerintah dengan besaran gani rugi yang

diberikan kepada perusahaan berskala

diinginkan pemerintah meskipun dampaknya

besar dan bukan didistribusikan kepada

Jur

f. Ideologisasi pengorbanan oleh rakyat pemilik

kedaulatan

pangan

berencana

Arah Poliik Hukum Pertanahan ... (Nurhasan Ismail)

41

Volume 1 Nomor 1, April 2012

bertujuan untuk menjamin kepasian

merupakan

dan perlindungan hukum bagi seiap

kelanjutan dari kebijakan konsentrasi

perusahaan perkebunan yang sudah

penguasaan dan pemanfaatan tanah

mendapatkan ijin dan HGU. Namun

yang sudah dikembangkan di masa

di sisi lain, ketentuan dapat menjadi

Orde Baru. Sebaliknya kebijakan ini

ancaman bagi warga masyarakat hukum

memang sudah mengabaikan semangat

adat yang atas dasar hak ulayatnya untuk

pemerataan pemilikan tanah pertanian

memanfaatkan tanah yang sama namun

yang dikehendaki oleh dasar poliik

belum mendapatkan rekognisi apapun

ini

memang

pertanahan yaitu UUPA;
2) masih

dalam

hts
Vin
din
g

kebijakan

petani.

rangka

bagi penggunaan tanah oleh perusahaan

menjamin

perkebunan.

ketahanan dan kedaulatan pangan,

4) Melalui UU Rumah Susun yang baru

pemerintah melalui badan usaha milik

disahkan oleh DPR, pemerintah didorong

negara berencana untuk menyewa tanah

untuk melanjutkan semangat liberalisasi

pertanian yang dipunyai petani untuk

penguasaan dan pemanfaatan tanah

diusahakan tanaman pangan. Di satu

dengan cara memperkuat kepemilikan

sisi rencana kebijakan ini menunjukkan

tanah oleh orang asing baik untuk

kepedulian

ditempai

pemerintah

terhadap

maupun

sebagai

sarana

investasi. Dengan kebijakan demikian,

sisi lain rencana tersebut menunjukkan

pemerintah dinilai seakan-akan ter-

semangat liberal pemerintah dengan

hormat di mata investor asing. Namun

idak ingin membina petani agar mampu

yang sebenarnya, pemerintah menjadi

berproduksi lebih opimal lagi;

idak terhormat di mata warga negaranya

Re
c

kebutuhan pokok masyarakat, namun di

kepada

sendiri karena begitu sangat sulitnya

penguasaan dan pemanfaatan tanah oleh

warga negara menengah ke bawah

3) pemberian

perlindungan

perusahaan perkebunan berskala besar
dari kemungkinan terjadinya tuntutan

na
l

atau pendudukan tanah atau gangguan

mendapatkan tanah bagi bangunan
Rumah Susun Sederhana/Bersubsidi.
5) Semakin

intensifnya

semangat

terhadap kegiatan usaha oleh siapa pun

liberalisme

dengan cara kriminalisasi terhadap seiap

pemerintah atau pemerintah daerah

gangguan kegiatan usaha perkebunan.

menguasai dan memanfaatkan tanah

Hal ini ditentukan dalam Pasal 21 UU

di luar pelayanan publik yaitu bagi

No.18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

kegiatan usaha. Hal ini dilakukan dengan

Di satu sisi, ketentuan Pasal 21 tersebut

memanfaatkan Hak Pakai Selamanya

Jur
42

BP

masyarakat

HN

Arinya,

warga

Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 33-51

di

kalangan

instansi

Volume 1 Nomor 1, April 2012

sektoral lainnya termasuk oleh aparat

untuk

penegak hukum. Kebijakan yang dimaksud

pendapatan.

sebagai

Pemanfaatan

sumber
demikian

dimungkinkan oleh UU No.1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara dan PP
No.6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah. Di satu sisi,
tersebut

kemungkinan
katan

membuka

diperolehnya pening-

pendapatan

pemerintah/

pemerintah daerah sebagai sumber
pembiayaan pembangunan. Dari sisi

lain, kebijakan tersebut justru telah

menempatkan pemerintah/pemerintah
daerah sebagai ”pesaing” warga negara
untuk mendapatkan tanah. Pemerintah/
pemerintah daerah seharusnya menjadi

fasilitator dan advokator agar seiap

warga negara dapat mempunyai tanah.
Namun dengan kedudukan sebagai
pesaing, bukan idak mungkin naninya,

justru warga negara harus menyewa

Re
c

tanah untuk tempat inggal atau kegiatan

usaha dari pemerintah/ pemerintah
daerah seperi yang terjadi pada zaman
kolonial.
b. Di

tengah-tengah

meanstream

poliik

na
l

pertanahan yang kapitalisik dan liberal
tersebut,
(BPN)

Badan

berusaha

Pertanahan

untuk

Nasional

menghidupkan

kebijakan pertanahan yang mengembalikan
keseimbangan seperi yang diinginkan UUPA.

Jur

1) Penyusunan RPP Reforma Agraria yang
sudah dimulai pada awal pemerintahan
SBY,

namun

RPP

ini

tampaknya

idak berlanjut dan idak terdengar
lagi

beritanya.

Kendalanya

dapat

ditebak yaitu Reforma Agraria yang

hts
Vin
din
g

kebijakan

yaitu :

BP

digunakan

HN

atau Hak Pengelolaan yang dipunyai

Namun demikian, kebijakan tersebut idak
cukup mendapatkan dukungan dari instansi

sebenarnya dapat menjadi sarana untuk
meningkatkan produksi pertanian dengan
tetap menjunjung inggi pemerataan
pemilikan tanah, dinilai menjadi faktor
penghambat bagi pengembangan usaha
perkebunan atau pertanian berskala
besar yang kapitalisik dan liberal.
Penilaian demikian sebenarnya sudah
dikembangkan dan ditanamkan sejak
Orde Baru.

2) Pemberlakuan PP No.11 Tahun 2010
tentang Peneriban dan Pendayagunaan
Tanah Terlantar sebagai penggani PP
No.36 Tahun 1998. PP ini di satu pihak
mengandung poliik pertanahan yang
akan

meneribkan

perusahaan
hektar

yang

dengan

tanah

terlantar

mencapai

jutaan

kerugian

negara

mencapai triliunan rupiah. Di pihak
lain, BPN berniat untuk menempatkan
tanah terlantar tersebut sebagai obyek
landreform

sehingga

mendorong

terjadinya pemerataan tanah pertanian /
perkebunan. Namun demikian, PP yang
sedemikian populisnya ini kehabisan

Arah Poliik Hukum Pertanahan ... (Nurhasan Ismail)

43

Volume 1 Nomor 1, April 2012

harus menghadapi satu bentuk perlawanan

instansi sektoral pendukung liberalisasi

baru yaitu kriminalisasi atau korupsisasi oleh

dan

tanah

Penegak Hukum terhadap seiap pembayaran

maupun perusahaan berskala besar

gani rugi yang melampaui Nilai Jual Obyek

yang mempunyai kekuatan pengaruh

Pajak (NJOP) padahal NJOP menurut Perpres

yang sangat inggi dalam pelaksanaan

hanyalah pedoman awal dalam pelaksanaan

kebijakan.

musyawarah yang akan menentukan besarnya

penguasaan

3) Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang
Umum

dan

perubahannya

dalam

Perpres No.65 Tahun 2006. Perpres ini
sebenarnya mengandung semangat untuk

menyeimbangkan antara kepeningan
pemilik tanah yang akan diambil dengan

kepeningan umum yang diwakili oleh
instansi

pemerintah

sebagaimana

dikehendaki oleh Pasal 6 dan Pasal
18

UUPA.

Upaya

penyeimbangan

kepeningan tersebut dilakukan melalui

gani rugi terhadap seiap kepemilikan tanah
yang idak berseripikat meskipun mereka sudah
menempai tanah puluhan tahun sebagaimana
ditentukan dalam PP No.24 tahun 1997 tentang
Pendataran Tanah. Jika kriminalisasi atau
korupsisasi terus berlanjut, maka penegakan
hukum telah menjadi kekuatan baru bagi proses
marjinalisasi dan kemiskinan warga negara
pemilik tanah yang terkena pengadaan tanah
dan belum berseriikat .

tanah wajib menyerahkan tanahnya

2. Dampak Poliik Hukum Pertanahan
Terhadap
Perlindungan
Hak
Kepemilikan Tanah Masyarakat

jika sungguh-sungguh diperlukan bagi

Arah dan prinsip poliik hukum pertanahan

keseimbangan hak dan kewajiban. Pemilik

Re
c

kepeningan umum, namun pemerintah

wajib memberikan gani rugi yang layak
untuk

menjamin

keberlangsungan

kesejahteraan pemilik tanah.

yang berlangsung sampai sekarang seperi
yang digambarkan di atas telah berkontribusi
terhadap berbagai persoalan sosial-ekonomi
dan poliik, yaitu :

Namun semangat keseimbangan dalam

a. Konlik

kewenangan

antar

instansi

pemerintah yang terkait dengan pertanahan

”Ideologisasi

Demi

yaitu BPN di satu pihak dengan Kementerian

Kepeningan Umum” yang sudah ditanamkan

Kehutanan, Kementerian Pertanian dan

sejak Orde Baru. Arinya rakyat diharuskan

kementerian

untuk berkorban untuk kepeningan umum

konliknya adalah perbedaan cara dalam

termasuk harus menerima jika pengorbanan

mewujudkan amanah Pasal 33 ayat (3)

itu menuntut mereka dalam kondisi miskin. Di

UUD Negara RI 1945. Di satu pihak terdapat

samping itu, semangat keseimbangan tersebut

kebijakan

na
l

Perpres tersebut idak mampu melawan
pengorbanan

Rakyat

Jur
44

gani rugi yang sebenarnya dan pembayaran

hts
Vin
din
g

Pengadaan Tanah Untuk Kepeningan

BP

spekulasi

HN

kekuatan menghadapi perlawanan baik

Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 33-51

terkait

yang

lainnya.

Sumber

mengembangkan

cara

Volume 1 Nomor 1, April 2012

memanfaatkan tanah yang sangat luas/

tanah untuk mewujudkan kemakmuran

besar, namun sebagian besar warga

seluruh komponen rakyat, sedangkan yang

masyarakat

lain

konsentrasi

memanfaatkan bagian sumberdaya yang

penguasaan dan pemanfaatan tanah untuk

relaif terbatas. Secara umum, ingkat

mewujudkan arah poliik hukum pertanahan

kesenjangan semakin meningkat seperi

tersebut.

ditunjukkan oleh Indeks Gini sebesar

cara

b. Arah dan prinsip poliik hukum pertanahan
kapitalisik

dan

liberal

yang

digunakan selama ini memang di satu
sisi telah menimbulkan kemajuan dalam
pembangunan

sektor

perkebunan

dan

properi di Indonesia. Namun di balik

keberhasilan atau dampak posiif tersebut,
poliik

hukum

pertanahan

juga

telah

mendatangkan dampak sampingan negaif.
Di antara dampak sampingan negaif
adalah:

1) terjadinya kesenjangan dalam pengu-

asaan dan pemanfaatan sumber daya
alam berupa tanah. Dengan kata lain,
keimpangan

dalam

distribusi

Re
c

ada

penguasaan dan pemilikan tanah. Ada

9

menunjukkan bahwa 0,2% dari penduduk
Indonesia menguasai sekitar 56% aset
berupa

properi,

perkebunan,

dan

tanah pertanian9, sehingga ada 99,80%

penduduk Indonesia yang harus bersaing
menguasai dan memanfaatkan sisanya
sebesar 44%. Data lain di bidang pertanian
menunjukkan bahwa pada tahun 2003
sebanyak 70% rumah tangga petani
hanya menguasai tanah pertanian ratarata sebesar 0,17 Ha.10 Sebaliknya ada
10% penduduk pedesaan yang menguasai
55,3% tanah pertanian11.

Bahkan jika dibandingkan dengan sektor
perkebunan kelapa sawit, seiap perusahaan
rata-rata menguasai 7.500 Ha.12

Joyo Winoto, Mandat Politik, Konstitusi dan Hukum Dalam Rangka Mewujudkan Tanah Untuk Keadilan dan
Kesejahteraan Rakyat, tulisan yang disampaikan dalam Kuliah Umum di Balai Senat Universitas Gadjah Mada,
Bulaksumur – Yogyakarta, 2007, hlm. 5.
webugm@ugm.ac.id, Ketimpangan Kepemilikan Aset Sebagai Penyebab kemiskinan, (Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada, 2008).
Zulfadhli, H, Tanah Untuk Petani, tulisan yang disampaikan dalam Seminar Nasional HKTI ”Reforma Agraria,
Pelaksanaan otonomi Daerah, dan Penataan Ruang, 2009; lihat juga Iwan N. Selamat, Ketimpangan Struktur
Agraria Indonesia, 2009.
Khudori, Petani, Kemiskinan, dan Reforma Agraria, dalam Kompas, Jakarta, 16 Maret 2007.
NN, Palm Oil Problem : Plantation Companies in Conflict With Villagers, Tuesday, May, 19th, dalam The Jakarta Post,
Jakarta, 2009, hlm. 5.

Jur

10

tahun 2005.8 Data di bidang pertanahan

na
l

sekelompok kecil subyek menguasai dan

8

0,308 pada tahun 1999 dan 0,363 pada

hts
Vin
din
g

yang

hanya menguasai dan

BP

mengembangkan

HN

pemerataan penguasaan dan pemanfaatan

11

12

Arah Poliik Hukum Pertanahan ... (Nurhasan Ismail)

45

Volume 1 Nomor 1, April 2012

kaki atau pesepeda harus berjalan di ruang

kesenjangan khususnya di perkotaan dapat

pedestarian yang sempit atau menggunakan

dicermai dari fakta, yaitu : (1) betapa sulitnya

bagian pinggir badan jalan dengan resiko

memperoleh tanah bagi pembangunan

tertabrak kendaraan bermotor.

rumah susun milik atau rumah susun

2) realitas

namun

sewa yang diperuntukkan bagi kelompok
masyarakat

berpenghasilan

rendah,

perolehan tanah untuk membangun rumah

mewah atau menegah bagi kelompok
masyarakat menengah-atas13;
sulitnya

kaum

miskin

16

17

18

46

dengan patokan angka garis kemiskinan
yang

digunakan

Pemerintah

pada

tahun 2010 yaitu sebesar Rp 211.726,perkapita/perbulan, maka pada tahun

mendapatkan ruang tempat berusaha,

akan semakin inggi lagi jika memasukkan

bahkan tempat usaha kecil atau pasar

orang yang memperoleh penghasilan

tradisional yang sudah ada mengalami

tepat pada angka garis kemiskinan atau

kemandegan atau penggusuran14. Sebaliknya

menggunakan angka garis kemiskinan

penyediaan ruang tanah bagi pasar-pasar

yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-

modern seperi mall atau bisnis ritel dan

Bangsa yaitu sebesar US$ 3 atau sekitar Rp

bagi pembangunan kantor pemerintah

750.000,- perkapita/perbulan.18 Terlepas

dengan mudah dapat disediakan15. Pelan tapi

dari pro-kontra kriteria dan jumlah orang

pasi kemudahan itu telah menggusur dan

miskin, jumlah orang miskin di beberapa

meminggirkan kelompok miskin perkotaan

daerah berada di atas rata-rata angka

dan pedagang tradisional .

kemiskinan nasional yaitu mencapai

(3) sempitnya ruang pedestarian bagi

2 – 3 kali lipat. Sebagian besar orang

pejalan kaki atau pesepeda karena ruang

miskin itu berada di daerah pedesaan

hanya

diperuntukkan

bagi

na
l

lintas

yaitu mencapai 64,23 pada tahun 2010.
Sebagian daerah yang menjadi kantong-

Eko Budihardjo, Mitropolis atau Miseropolis, dalam Kompas, Jakarta, Sabtu 22 September 2007, hlm. 6.
Lucinda, Di Tengah Kepungan Bisnis Ritel, dalam Harian Bernas, Yogyakarta, tanggal 18 Mei 2010, hlm. 4.
Kompas, 2008, Tajuk Rencana : Kasus dan Penggusuran, Sabtu 26 Januari, hlm. 6.
Patrick McAuslan, Tanah Perkotaan dan Perlindungan Rakyat Jelata, (Jakarta: PT Gramedia, 1986), hlm. 16.
Berita Resmi Statistik, Profil Kemiskinan Di Indonesia 2010, dalam Berita Resmi Statistik No.45/07/Th XIII,
(Jakarta: Badan Pusat Statistik, 1 Juli 2010).
Kompas, 2011, Kemiskinan Tampak Nyata, Senen, 15 Agustus, hlm. 15.

Jur
15

problem bangsa Indonesia. Jika diukur

juta orang miskin.17 Jumlah orang miskin

lalu

13

menjadi

perkotaan

16

14

masih

2010 masih terdapat 13.33% atau 31.02

Re
c

(2)

kemiskinan

hts
Vin
din
g

namun sebaliknya begitu sangat mudahnya

BP

kualitaif

mutakhir,

secara

kendaraan pribadi. Konsekuensinya, pejalan

HN

Data kuanitaif di atas memang idak

Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 33-51

Volume 1 Nomor 1, April 2012

dan aset. Jumlah dan intensitas konlik

sumberdaya alam yang relaif miskin,

terus

namun sebagian lainnya berada di

rendahnya ingkat harapan masyarakat

wilayah yang mempunyai sumberdaya

akan kemungkinan terjadinya perubahan

alam

kebijakan

sangat

kaya.

Kantong

yang

sejalan

akan

dengan

memberikan

BP

yang

berlangsung

HN

kantong kemiskinan tersebut mempunyai

kemiskinan yang terdapat di daerah yang

perlindungan hukum terhadap akses

miskin sumberdaya alam masih dapat

memperoleh tanah atau hak atas tanah.

dipahami meskipun itu menunjukkan

Akibatnya masyarakat lokal dalam kondisi

kurang

tanpa harapan akan adanya perubahan

tanggungjawab

pelaksanaan

hts
Vin
din
g

maksimalnya
negara.

Sebaliknya,

mengungkapkannya

dalam

bentuk-

suatu keprihainan besar dan pertanyaan

bentuk konlik. Semula bentuk konliknya

mendasar harus dikemukakan terhadap

hanya indakan ”reclaiming” terhadap

kantong kemiskinan yang terdapat di

hak historis atau hak konsitusional

daerah yang sangat kaya sumberdaya

mereka atau indakan pendudukan

alam seperi di Papua, Kalimantan,

lokasi-lokasi yang menjadi obyek konlik.

dan Sumatera termasuk di wilayah

Namun keika bentuk konlik tersebut

pesisirnya.

idak mendapatkan respon posiif dari

3) Poliik hukum pertanahan juga telah

mendorong terjadinya konlik struktural
antar kelompok subyek yaitu :

(a) berlangsung dan berkembangnya konlik

Re
c

struktural yang dipicu oleh kebijakan

negara yang mendorong terjadinya
kesenjangan

sosial

ekonomi

dan

kemiskinan di daerah yang sangat kaya
sumberdaya alam. Konlik struktural itu
melibatkan kelompok masyarakat lokal

na
l

baik atas dasar kebutuhan dan historis
mempunyai keterkaitan dengan obyek
konlik, para pelaku usaha atau investor
yang memperoleh akses dan aset

Jur

dalam skala besar, dan pemerintah atau
pemerintah daerah sebagai pelaksana
kewenangan negara dalam pembuatan
kebijakan dan pendistribusian akses

negara, konliknya berubah menjadi
indakan kekerasan seperi yang terjadi di
Pasuruan, Kebumen, Lampung, Sumatera
Utara, Kalimantan, Sulawesi Barat, Nusa
Tenggara Barat, dan Papua. Puncak
konlik berupa tuntutan pemisahan diri
atau keluar dari ikatan Negara Kesatuan
RI seperi yang pernah terjadi di Aceh
serta yang sudah dan terus berlangsung
di Papua.

(b) Konlik struktural antara pemilik tanah
yang terkena pengadaan tanah untuk
kepeningan umum dengan instansi
pemerintah yang memerlukan tanah.
Konlik ini akan terus berlangsung karena
di satu sisi pemilik tanah merasa idak
mendapatkan

perlindungan

hukum

terhadap hak-hak individunya dengan

Arah Poliik Hukum Pertanahan ... (Nurhasan Ismail)

47

Volume 1 Nomor 1, April 2012

khususnya dengan memberikan pengakuan

Namun di sisi lain, instansi pemerintah

dan penghormatan terhadap kewenangan

didorong untuk mencari cara untuk

pemerintahan

mempercepat perolehan tanah termasuk

sebagaimana dikehendaki oleh Pasal 18B ayat

cara yang represif seperi konsinyasi

(2) UUD Negara RI 1945. Namun pengakuan

gani rugi ke Pengadilan meskipun tanpa

dan penghormatan tersebut harus sesuai

persetujuan pemilik tanah tanpa berupaya

dengan kepeningan bangsa dan negara sebagai

memenuhi

konsekuensi dari komitmen kebangsaan yang

pemilik

tanah

keberlangsungan kesejahteraan mereka
sebagaimana dikehendaki oleh Perpres
No.36 Tahun 2005.

Untuk mengurangi atau bahkan meniadakan
dampak negaif dari poliik hukum pertanahan

yang ada, maka perlu pemikiran untuk
mengembangkan poliik hukum pertanahan
yang ”prismaik”. Arah poliik hukum pertanahan

prismaik ini dimaksudkan untuk mewujudkan
mendorong

kemajuan

perekonomian

Indonesia melalui penataan penguasaan dan

Re
c

pemanfaatan tanah namun tetap memberikan

perhaian terhadap kelompok yang lemah secara
sosial-ekonomi-poliik

dengan

memberikan

akses kepada mereka mempunyai tanah. Untuk
mewujudkan tujuan tersebut, poliik hukum

na
l

pertanahan prismaik mendasarkan pada prinsip
hukum tertentu sebagai dasar pengembangan
kebijakan pertanahan, yaitu :
a. Prinsip

keberagaman

hukum

dalam

Jur

Kesatuan;

Prinsip ini menekankan pada penghormatan

terhadap perbedaan hukum yang terdapat
dalam masyarakat di bidang pertanahan

48

adat

b. Prinsip
persamaan
keidaksamaan;

atas

dasar

Prinsip ini menekankan bahwa untuk

3. Alternaif Poliik Hukum Pertanahan

dan

hukum

sudah kita sepakai.

hts
Vin
din
g

mendapatkan gani rugi yang menjamin

masyarakat

BP

harapan

HN

rendahnya gani rugi yang diberikan.

Jurnal RechtsVinding, Vol. 1 No. 1, April 2012, hlm. 33-51

mewujudkan adanya persamaan secara sosial
ekonomi terutama di masyarakat majemuk
seperi

Indonesia

harus

dikembangkan

kebijakan pertanahan yang mendasarkan pada
realita keidaksamaan (perbedaan) di antara
kelompok-kelompok masyarakat. Bagi kelompok
yang sudah mampu, dapat mempunyai tanah
berdasarkan persyaratan dan prosedur yang
umum berlaku. Namun bagi kelompok yang
lemah harus ada intervensi negara untuk

memberikan kemudahan dan fasilitas pemberian
tanah. Dengan adanya perbedaan perlakuan
tersebut, semua kelompok akan mencapai
persamaan kondisi sosial ekonomi.
c. Prinsip

mengutamakan

keadilan

dan

kemanfaatan di atas kepasian hukum;
Prinsip ini menekankan bahwa mewujudkan
pemerataan penguasaan dan pemilikan tanah
merupakan kebijakan yang lebih memenuhi
rasa keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Berdasarkan prinsip ini, menumpuk penguasaan
dan pemanfaatan tanah merupakan indakan

Volume 1 Nomor 1, April 2012

oleh Soekarno ke arah kapitalisme beserta anak

hanya menimbulkan kecemburuan sosial dan

kandungnya berupa liberalisasi dan swastanisasi

penelantaran tanah yang merugikan kepeningan

penguasaan dan pemanfaatan tanah. Pada masa

bersama.

reformasi terdapat upaya untuk menghidupkan
diferensiasi

fungsi

dalam

keterpaduan;
Prinsip ini menekankan bahwa di satu sisi
pembagian kewenangan di antara instansi
merupakan

suatu

kebutuhan

untuk terjadinya efekivitas pencapaian tujuan
bersama.

Oleh

karenanya

harus

dicegah

terjadinya egoisme sektoral yang menyebabkan
terjadinya hambatan terhadap pencapaian

tujuan bersama. Untuk itu, keterpaduan di
antara instansi pemerintah menjadi keniscayaan

agar kebijakan yang dikembangkan idak saling
tumpang-indih dan saling menaikan.

Namun demikian, kebijakan tersebut idak
cukup mendapatkan dukungan dari instansi
sektoral lainnya termasuk oleh aparat penegak
hukum.

Beberapa dampak poliik hukum pertanahan

terhadap perlindungan hak kepemilikan tanah
masyarakat adalah:
1) Konlik

kewenangan

antar

instansi

pemerintah yang terkait dengan pertanahan
yaitu BPN di satu pihak dengan Kementerian
Kehutanan, Kementerian Pertanian dan
kementerian

terkait

lainnya.

Sumber

konliknya adalah perbedaan cara dalam

E. Penutup
1. Kesimpulan

Arah poliik hukum pertanahan pada

Re
c

awalnya adalah untuk menjamin terwujudnya

kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, UUPA
mengandung prinsip-prinsip penguasaan dan
pemanfaatan tanah untuk mendorong kemajuan
bidang ekonomi, industri, dan bidang lain yang

na
l

pelaksanaannya tergantung pada ketersediaan
tanah. UUPA juga memberikan perhaian khusus
terhadap kelompok masyarakat yang lemah dan
termarjinalkan oleh kebijakan pertanahan pada
masa sebelumnya. Tetapi pada masa Orde Baru,

Jur

keseimbangan seperi yang diinginkan UUPA.

hts
Vin
din
g

pemerintah

kebijakan pertanahan yang mengembalikan

BP

d. Prinsip

HN

yang idak adil dan idak bermanfaat karena

terjadi perubahan ideologi pembangunan dari
sosialisme ala Indonesia yang dikembangkan

mewujudkan amanah Pasal 33 ayat (3)
UUD Negara RI 1945. Di satu pihak terdapat
kebijakan

yang

mengembangkan

cara

pemerataan penguasaan dan pemanfaatan
tanah untuk mewujudkan kemakmuran
seluruh komponen rakyat, sedangkan yang
lain

mengembangkan

cara

konsentrasi

penguasaan dan pemanfaatan tanah untuk
mewujudkan arah poliik hukum pertanahan
tersebut;
2) terjadinya kesenjangan dalam penguasaan
dan

pemanfaatan

sumberdaya

alam

berupa tanah. Ada sekelompok kecil subyek
menguasai dan memanfaatkan tanah yang
sangat luas/besar, namun sebagian besar
warga masyarakat hanya menguasai dan

Arah Poliik Hukum Pertanahan ... (Nurhasan Ismail)

49

Volume 1 Nomor 1, April 2012

DAFTAR PUSTAKA

relaif terbatas;

Berita Resmi Staisik No.45/07/Th XIII, Proil
Kemiskinan Di Indonesia 2010, (Jakarta: Badan
Pusat Staisik, 1 Juli 2010).
Budihardjo, Eko, Mitropolis atau Miseropolis,
(Kompas, Sabtu 22 September 2007).
Departemen Penerangan RI, Pertanahan Dalam Era
Pembangunan Indonesia, (Jakarta: Ditjen Agraria
Departemen Dalam Negeri, 1982).
Ismail, Nurhasan, Perkembangan Hukum Pertanahan
: Pendekatan Ekonomi-Poliik,
(JakartaYogyakarta: Huma dan Magister Hukum UGM,
2007).
Kasim, Ifdhal, Tanah Sebagai Komoditas : Kajian Kriis
Atas Kebijakan Pertanahan Orde Baru, (Jakarta:
ELSAM, 1996).
Khudori, Petani, Kemiskinan, dan Reforma Agraria
(Kompas, 16 Maret 2007).
Kompas, 2008, Tajuk Rencana : Kasus dan
Penggusuran, Sabtu 26 Januari.
Kompas, 2011, Kemiskinan Tampak Nyata, Senen,
15 Agustus.
Lucinda, Di Tengah Kepungan Bisnis Ritel, (Yogyakarta,
Harian Bernas, 2010).
Mas’oed, Mohtar, Ekonomi dan Struktur Poliik :
Orde Baru 1966-1971 (Jakarta: LP3ES, 1989).
McAuslan, Patrick, Tanah Perkotaan dan Perlindungan
Rakyat Jelata (Jakarta, PT Gramedia, 1986).
Rahardjo, Satjipto, Hukum Progresif : Penjelajahan
Suatu Gagasan, (Majalah Newsleter, Kajian
Hukum Ekonomi dan Bisnis, Nomor 59, Desember
2004).
The Jakarta Post, 2009, Palm Oil Problem : Plantaion
Companies in Conlict With Villagers, Tuesday,
May, 19th.
Universitas Gadjah Mada, 2008, Keimpangan
Kepemilikan Aset Sebagai Penyebab kemiskinan,
Portal UGM(C)UGM, Kontak Webmaster :
webugm@ugm.ac.id.
Winoto, Joyo, Mandat Poliik, Konsitusi dan
Hukum Dalam Rangka Mewujudkan Tanah
Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat,
(Bulaksumur – Yogyakarta, Kuliah Umum, Balai
Senat Universitas Gadjah Mada, 2007).

kemiskinan di Indonesia masih

inggi;
4) terjadi konlik struktural pertanahan.
Alternaif yang ditawarkan untuk mengurangi atau bahkan meniadakan dampak negaif
dari poliik hukum pertanahan saat ini adalah

hts
Vin
din
g

mengembangkan poliik hukum pertanaha

Dokumen yang terkait

Hukum Konsumsi Tembakau (Merokok)

0 30 6

Partisipasi Politik Perempuan : Studi Kasus Bupati Perempuan Dalam Pemerintahan Dalam Kabupaten Karanganyar

3 106 88

Tingkat Pemahaman Fiqh Muamalat kontemporer Terhadap keputusan menjadi Nasab Bank Syariah (Studi Pada Mahasiswa Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

1 34 126

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 25 157

Penolakan Terhadap Permohonan Pendaftaran Merk Yang Ditangani Oleh Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan Ham Jawa Barat

1 23 1

Pengaruh Implementasi Kebijakan Tentang Sistem Komputerisasi Kantor Pertahanan (KKP) Terhadap Kualitas Pelayanan Sertifikasi Tanah Di Kantor Pertanahan Kota Cimahi

24 81 167

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan Atas Eksploitasi Dan Tindak Kekerasan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

1 15 79

33 KISI TES PSIKOMOTORIK TES PSIKOMOTORIK

3 66 5

Politik Hukum Pembaharuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Kajian Pasal 74 beserta Penjelasannya)

0 1 22