GAGAL GIN JAL KRONIK EDIT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup
lanjut , serta bersifat persisten dan irreversible.
Menurut catatan medical record RS Fatmawati klien gagal ginjal kronik yang
dirawat di RS Fatmawati pada periode 1 Agustus 2003 – 31 Juli 2004 berjumlah 224
orang atau 6,73% dari 3327 penderita penyakit dalam yang dirawat, adapun periode 1
Agustus 2004 – 31 Juli 2005 berjumlah 237 orang atau 6,03 % dari 3930 klien
penyakit dalam yang dirawat, hal ini menunjukan penurunan jumlah penderita gagal
ginjal kronis yang dirawat sebesar 0,33 %, namun demikian masalah keperawatan
yang sering timbul pada gagal ginjal kronik cukup kompleks, yang meliputi:
kelebihan volume cairan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kecemasan,
penurunan cardiac out put, gangguan mobilitas fisik, konstipasi / diare, resiko tinggi
injuri perdarahan, perubahan proses pikir dan kurangnya pengetahuan.
Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang timbul pada pasien gagal ginjal
kronik, peran perawat sangat penting, diantaranya sebagai pelaksana, pendidik,
pengelola,
peneliti,
advocate. Sebagai pelaksana, perawat berperan dalam
memberikan asuhan keperawatan secara profesional dan komprehensif yang meliputi :
mempertahankan pola nafas yang efektif, mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit, meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat, meningkatkan aktivitas yang
dapat ditoleransi dan mencegah injury.
Sebagai pendidik perawat memberikan pendidikan kesehatan, khususnya
tentang perbatasan diet, cairan, dll. Perawat sebagai pengelola, yaitu perawat harus
membuat perencanaan asuhan keperawatan dan bekerja sama dengan tenaga
kesehatan lainnya sehingga program pengobatan dan perawatan dapat berjalan dengan
baik. Peran perawat sebagai peneliti adalah menerapkan hasil penelitian di bidang
keperawatan untuk meningkat mutu asuhan keperawatan. Peran perawat sebagai
advocate adalah membela hak klien selama perawatan, seperti hak klien untuk
mengetahui rasional penatalaksanaan medis, pemeriksaan penunjang, dan sebagainya.
1
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran
lebih jelas tentang bagaimana konsep teori gagal ginjal kronik dan asuhan
keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik yang akan dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi gagal ginjal kronik
2. Untuk mengetahui etiologi gagal ginjal kronik
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis gagal ginjal kronik
4. Untuk mengetahui patofisiologi gagal ginjal kronik
5. Untuk mengetahui klasifiksi gagal ginjal kronik
6. Untuk mengetahui komplikasi gagal ginjal kronik
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic gagal ginjal kronik
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari gagal ginjal konik
2
BAB I
PEMBAHASAN
I.
KONSEP TEORI GAGAL GINJAL KRONIK
A. DEFINISI
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten
dan irreversible. Sedangkan
gangguan
fungsi
ginjal
yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah (Smeltzer, 2001).
B. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
3
8. Nefropati obstruktif
a.
Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b.
Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
C. KLASIFIKASI CKD
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun
pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan
klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan
klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep
CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT
(clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF
(cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan
derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
4
air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium
3 :
kelainan
ginjal
dengan
LFG
antara
30-59
LFG
antara
mL/menit/1,73m2)
d. Stadium
4 :
kelainan
ginjal
dengan
15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.
D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
akan semakin berat.
5
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus
(akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan
dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah
(BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang
paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan
oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga
oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC),
dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat
terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam
(H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan
asam organic lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai
akibat
dari
produksi
eritropoetin
yang
tidak
adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
6
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun
dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat,
maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan
kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal
tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit
tulang.
Selain
itu
juga
metabolit
aktif
vitamin
D
(1,25-
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon.
7
Patways CKD / Gagal Ginjal :
8
9
E. TANDA DAN GEJALA
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
c. Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin
→ Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi
terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi
oleh
flora
normal
usus
→
ammonia
(NH3) →
iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak
mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
1) Toksik uremia yang kurang terdialisis
2) Peningkatan kadar kalium phosphor
3) Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah
kulit.
10
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. rambut tipis dan kasar
f. Neuropsikiatri
g. Kelainan selaput serosa
h. Neurologi :
i. Kelemahan dan keletihan
j. Konfusi
k. Disorientasi
l. Kejang
m. Kelemahan pada tungkai
n. rasa panas pada telapak kaki
o. Perubahan Perilaku
p. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal
yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian
perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila
GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka
pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan
metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan
lainnya
F. MANIFESTASI SINDROM UREMIK
Sistem Tubuh
Biokimia
Manifestasi
Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,
kreatinin)
Hiperkalemia
Retensi atau pembuangan Natrium
11
Hipermagnesia
Hiperurisemia
Perkemihan& Kelamin Poliuria, menuju oliguri lalu anuria
Nokturia, pembalikan irama diurnal
Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
Protein silinder
Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas
Kardiovaskular
Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
Beban sirkulasi berlebihan
Edema
Gagal jantung kongestif
Perikarditis (friction rub)
Pernafasan
Disritmia
Pernafasan Kusmaul, dispnea
Edema paru
Pneumonitis
Hematologik
Anemia menyebabkan kelelahan
Hemolisis
Kecenderungan perdarahan
Menurunnya resistensi terhadap
infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)
Kulit
Pucat, pigmentasi
Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah,
tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan
dengan kehilangan protein)
Pruritus
“kristal” uremik
kulit kering
memar
12
Saluran cerna
Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan
BB
Nafas berbau amoniak
Rasa kecap logam, mulut kering
Stomatitis, parotitid
Gastritis, enteritis
Perdarahan saluran cerna
Diare
Metabolisme
Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
intermedier
Karbohidrat-hiperglikemia,
kebutuhan
insulin
menurun
Lemak-peninggian kadar trigliserida
Neuromuskular
Mudah lelah
Otot mengecil dan lemah
Susunan saraf pusat :
Penurunan ketajaman mental
Konsentrasi buruk
Apati
Letargi/gelisah, insomnia
Kekacauan mental
Koma
Otot berkedut, asteriksis, kejang
Neuropati perifer :
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut
menjadi paraplegi
Gangguan kalsium dan
Hiperfosfatemia, hipokalsemia
rangka
Hiperparatiroidisme sekunder
Osteodistropi ginjal
Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
13
Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar
sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)
Konjungtivitis (uremik mata merah)
G. KOMPLIKASI
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renninangiotensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah
selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. neuropati perifer
j. hiperuremia
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin.
Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
Analisis urin rutin
Mikrobiologi urin
Kimia darah
Elektrolit
Imunodiagnosis
14
c. Identifikasi perjalanan penyakit
Progresifitas penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:
Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita
: 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
Elektrolit
: Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
Endokrin
: PTH dan T3,T4
Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk
ginjal, misalnya: infark miokard.
2.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
Foto polos abdomen.
USG.
Nefrotogram.
Pielografi retrograde.
Pielografi antegrade.
Mictuating Cysto Urography (MCU).
15
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
RetRogram
USG.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1. Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2. Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi.
3. Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4. Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5. Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6. Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang
kuat.
7. Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa
indikasi medis yang kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1. Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2. Kendalikan terapi ISK.
3. Diet protein yang proporsional.
4. Kendalikan hiperfosfatemia.
5. Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6. Terapi hIperfosfatemia.
7. Terapi keadaan asidosis metabolik.
16
8. Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
1. Pembatasan konsumsi protein hewani.
2. Terapi keluhan gatal-gatal.
3. Terapi keluhan gastrointestinal.
4. Terapi keluhan neuromuskuler.
5. Terapi keluhan tulang dan sendi.
6. Terapi anemia.
7. Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ (hiperkalemia ) :
1. Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2. Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan
7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi
dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO )
dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi
a. Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna
dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ).
Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan
secara hati-hati.
b. Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
(1) HCT < atau sama dengan 20 %
(2) Hb < atau sama dengan 7 mg5
17
(3) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia
dan
high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a) Hemosiderosis
b) Supresi sumsum tulang
c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk
rencana transplantasi ginjal.
c. Kelainan Kulit
1) Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal,
insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a. Bersifat subyektif
b. Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic
papula dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a. Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b. Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c. Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg,
terapi ini bisa diulang apabila diperlukan
d. Pemberian obat
Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O
2) Easy Bruishing
Kecenderungan
perdarahan
pada
kulit
dan
selaput
serosa
berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi
trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1. HD reguler.
2. Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3. Operasi sub total paratiroidektomi.
18
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen
hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program
terapinya meliputi :
1. Restriksi garam dapur.
2. Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3. Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1) Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak
boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah
(1) Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan
GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
(2) Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa
apabila terdapat indikasi:
a. Hiperkalemia > 17 mg/lt
b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien
uremia,
asidosis
metabolik
berat,
hiperkalemia,
perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau
kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin >
100 mg %
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i. Sindrom kelebihan air
19
j. Intoksidasi obat jenis barbiturat
(3) Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi
absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif
dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter
dan kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi
elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,
anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan
Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG
20
kurang
dari
10
mL/menit
dengan
gejala
uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit
walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain
indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi
khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti
oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang,
dan nefropatik diabetik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan
sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah
sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan
yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler
selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas
hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur
yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang
ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).
b. Dialisis Peritoneal (DP)
21
Akhir-akhir
ini
sudah
populer Continuous
Ambulatory
Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65
tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien
GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik,
yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
c. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
22
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah
Kualitas hidup normal kembali
Masa hidup (survival rate) lebih lama
Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
Gambar: Ginjal donor biasanya
ditempatkan lebih rendah daripada
lokasi anatomisnya yang normal.
23
II.
KONSEP ASUHAN KEPERWATAN
1.
PENGKAJIAN
PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
3) Adanya sekret
Breathing
1)
pasien sesak nafas dan cepat letih
2)
Pernafasan Kusmaul
3)
Dispnea
4)
Nafas berbau amoniak
Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6) Capillary refill > 3 detik
7) Akral dingin
8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
Disability :
pemeriksaan
neurologis GCS menurun
bahkan
koma, Kelemahan
terjadi
dan
keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai
A : Allert , sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon , kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons, kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon
thd rangsangan nyeri
U : Unresponsive, kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk
bersespon thd nyeri
24
PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
Keluhan Utama
o Badan
lemah, cepat
abuan, kadang-kadang
lelah, nampak
disertai
sakit, pucat
udema
keabu-
ekstremitas, napas
terengah-engah.
Riwayat kesehatan
o Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi
kulit, infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan
obat nefrotik, riwayat keluarga dengan penyakit polikistik,
keganasan, nefritis herediter)
Anamnesa
Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC,
RBC)
Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan
kalium
Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,
penurunan HCO3
Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan
menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis,
haus.
Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik
Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
25
Lain-lain : Penurunan berat badan
2. DIAGNOSA KEPERAWTAN MENURUT NANDA NIC NOC
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
DIAGNOSA KEPERAWTAN MENURUT
DOENGES (2000), DAN
CARPENITO (2006) ADALAH SEBAGAI BERIKUT :
1.
Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
2.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
3.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
4.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan
retensi cairan dan natrium
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
6.
Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus
sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
7.
Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan
elektrolit).
8.
Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik
dalam kulit dan gangguan turgor kulit atau uremia.
9.
Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, akumulasi
toksik, asidosis metabolik, hipoksia, ketidak seimbangan elektrolit, klasifikasi
metastatik pada otak.
26
3. INTERVENSI KEPERAWATAN MENURUT NANDA NIC NOC
NO
1
DIAGNOSA
TUJUAN
KEPERAWATAN
Gangguan
INTERVENSI
NOC :
NIC :
pertukaran gas b/
Respiratory
Status
d kongesti paru, Gas exchange
hipertensi
Respiratory
pulmonal,
ventilation
: Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
Status
: atau jaw thrust bila perlu
Posisikan
penurunan perifer
Vital Sign Status
yang
pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
Kriteria Hasil :
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
mengakibatkan Mendemonstrasikan
jalan nafas buatan
asidosis laktat dan peningkatan ventilasi
Pasang mayo bila perlu
penurunan curah dan oksigenasi yang
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
jantung.
adekuat
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Memelihara kebersihan
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Definisi
: paru paru dan bebas tambahan
Kelebihan
atau dari
tanda
tanda
Lakukan suction pada mayo
kekurangan dalam distress pernafasan Berika bronkodilator bial perlu
oksigenasi
dan
Mendemonstrasikan Barikan pelembab udara
atau pengeluaran batuk efektif dan suara
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
karbondioksida di nafas
dalam
yang
bersih, keseimbangan.
membran tidak ada sianosis dan
kapiler alveoli
dyspneu
Monitor respirasi dan status O2
(mampu
mengeluarkan sputum, Respiratory Monitoring
Batasan
mampu
karakteristik :
dengan mudah, tidak dan usaha respirasi
Gangguan
penglihatan
Penurunan
CO2
Takikardi
Hiperkapnia
bernafas
ada pursed lips)
Tanda
tanda
Monitor rata – rata, kedalaman, irama
Catat
pergerakan
dada,amati
vital kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
dalam rentang normal
retraksi otot supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor
pola
nafas
:
bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne
27
Keletihan
stokes, biot
somnolen
Catat lokasi trakea
Iritabilitas
Monitor
Hypoxia
otot
diagfragma
( gerakan paradoksis )
kebingungan
Auskultasi
suara
nafas,
catat
area
Dyspnoe
penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
nasal faring
tambahan
AGD Normal
sianosis
Tentukan kebutuhan
suction
dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
warna
kulit
napas utama
abnormal (pucat,
kehitaman)
Uskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnya
Hipoksemia
AcidBase Managemen
hiperkarbia
Monitro IV line
sakit
Pertahankanjalan nafas paten
kepala
ketika bangun
Monitor AGD, tingkat elektrolit
frekuensi dan
Monitor
kedalaman nafas
status
hemodinamik(CVP,
MAP,
PAP)
abnormal
Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
Faktor
-
kelelahan
faktor
Monitor pola respirasi
yang
Lakukan terapi oksigen
berhubungan :
Monitor status neurologi
ketidakseimban
gan
Tingkatkan oral hygiene
perfusi
ventilasi
perubahan
membran kapiler2
alveolar
Penurunan curah NOC :
jantung
b/d
Cardiac
respon fisiologis effectiveness
otot
jantung,
peningkatan
NIC :
Pump Cardiac Care
Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi,
Circulation Status durasi)
Vital Sign Status Catat adanya disritmia jantung
frekuensi, dilatasi, Kriteria Hasil:
Catat adanya tanda dan gejala penurunan
28
hipertrofi
peningkatan
sekuncup
atau
Tanda
Vital
isi rentang
dalam cardiac putput
normal
Monitor status kardiovaskuler
(Tekanan darah, Nadi,
Monitor status pernafasan yang menandakan
respirasi)
Dapat
gagal jantung
mentoleransi
Monitor abdomen sebagai indicator penurunan
aktivitas,
kelelahan
tidak
ada perfusi
Monitor balance cairan
Tidak ada edema paru,
Monitor adanya perubahan tekanan darah
perifer, dan tidak ada
Monitor
asites
respon
pasien
terhadap
efek
pengobatan antiaritmia
Tidak ada penurunan
Atur periode latihan dan istirahat untuk
kesadaran
menghindari kelelahan
Monitor toleransi aktivitas pasien
Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
ortopneu
Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor adanya pulsus paradoksus
Monitor adanya pulsus alterans
Monitor jumlah dan irama jantung
Monitor bunyi jantung
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
29
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang
melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign
3
Pola Nafas tidak NOC :
efektif
Fluid management
Respiratory
status
Ventilation
Definisi
akurat
: Respiratory
status
: Pasang urin kateter jika diperlukan
Pertukaran udara Airway patency
Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi
inspirasi dan/atau
Vital sign Status
ekspirasi
cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
tidak Kriteria Hasil :
adekuat
: Pertahankan catatan intake dan output yang
Monitor status hemodinamik termasuk CVP,
Mendemonstrasikan
MAP, PAP, dan PCWP
batuk efektif dan suara
Monitor vital sign
-
Batasan
nafas
karakteristik :
tidak ada sianosis dan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher,
Penurunan
yang
bersih,
Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan
dyspneu
(mampu asites)
tekanan inspirasi/ mengeluarkan sputum,
Kaji lokasi dan luas edema
ekspirasi
-
Penurunan
mampu
bernafas
Monitor masukan makanan / cairan dan
dengan mudah, tidak hitung intake kalori harian
pertukaran udara ada pursed lips)
per menit
-
Menggunakan
otot
Menunjukkan
nafas
yang
Monitor status nutrisi
jalan
Berikan diuretik sesuai interuksi
paten
Batasi
masukan
cairan
pada
keadaan
pernafasan (klien tidak merasa hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130
tambahan
tercekik, irama nafas, mEq/l
-
Nasal flaring
frekuensi
-
Dyspnea
dalam rentang normal, muncul memburuk
-
Orthopnea
tidak ada suara nafas Fluid Monitoring
-
Perubahan
abnormal)
penyimpangan Tanda
pernafasan
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
Tanda
Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake
vital cairan dan eliminaSi
30
dada
dalam rentang normal
Tentukan kemungkinan faktor resiko dari
-
Nafas pendek
-
Assumption
(tekanan darah, nadi, ketidak
of pernafasan)
3-point position
-
Pernafasan
Tahap ekspirasi
terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi hati, dll )
Monitor BP, HR, dan RR
Monitor
sangat lama
tekanan
darah
orthostatik
Peningkatan
Monitor parameter hemodinamik infasif
posterior
Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem
perifer dan penambahan BB
Pernafasan rata-
Monitor tanda dan gejala dari odema
rata/minimal
Bayi : < 25 atau
> 60
Usia 1-4 : < 20
atau > 30
Usia 5-14 : < 14
atau > 25
Usia > 14 : < 11
atau > 24
-
Kedalaman
pernafasan
Dewasa volume
tidalnya 500 ml
saat istirahat
Bayi
volume
tidalnya
6-8
ml/Kg
-
Timing rasio
-
Penurunan
dan
perubahan irama jantung
diameter anterior-
(Hipertermia,
Monitor serum dan osmilalitas urine
berlangsung
-
cairan
Monitor serum dan elektrolit urine
pursed-lip
-
seimbangan
kapasitas vital
31
Faktor
yang
berhubungan :
-
Hiperventilasi
-
Deformitas
tulang
-
Kelainan bentuk
dinding dada
-
Penurunan
energi/kelelahan
-
Perusakan/
pelemahan
muskulo-skeletal
-
Obesitas
-
Posisi tubuh
-
Kelelahan
otot
pernafasan
-
Hipoventilasi
sindrom
-
Nyeri
-
Kecemasan
-
Disfungsi
Neuromuskuler
-
Kerusakan
persepsi/kognitif
-
Perlukaan pada
jaringan
syaraf
tulang belakang
4
Imaturitas
Neurologis
Kelebihan volume NOC :
cairan
b/d
Electrolit and acid base Fluid management
berkurangnya
curah
NIC :
balance
jantung,
Fluid balance
Timbang popok/pembalut jika diperlukan
Pertahankan catatan intake dan output yang
32
retensi cairan dan
natrium
akurat
oleh Kriteria Hasil:
Pasang urin kateter jika diperlukan
ginjal, hipoperfusi
Terbebas dari edema,
Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi
ke
jaringan efusi, anaskara
perifer
dan
Bunyi
nafas
cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
bersih,
Monitor status hemodinamik termasuk CVP,
hipertensi
tidak
ada MAP, PAP, dan PCWP
pulmonal
dyspneu/ortopneu
Monitor vital sign
Terbebas dari distensi
Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan
Definisi : Retensi vena jugularis, reflek (cracles, CVP , edema, distensi vena leher,
cairan
isotomik hepatojugular (+)
meningkat
Memelihara
asites)
tekanan
Kaji lokasi dan luas edema
Batasan
vena sentral, tekanan
Monitor masukan makanan / cairan dan
karakteristik :
kapiler paru, output hitung intake kalori harian
Berat
badan jantung dan vital sign
Monitor status nutrisi
meningkat
pada dalam batas normal Berikan diuretik sesuai interuksi
waktu
yang
Terbebas
singkat
dari
Batasi
masukan
cairan
pada
keadaan
kelelahan, kecemasan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130
Asupan
atau kebingungan
berlebihan
mEq/l
Menjelaskanindikator Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
dibanding output
kelebihan cairan
muncul memburuk
Tekanan darah
berubah, tekanan
arteri pulmonalis
berubah,
Fluid Monitoring
Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake
cairan dan eliminaSi
peningkatan CVP
Distensi vena
jugularis
Tentukan kemungkinan faktor resiko dari
ketidak
seimbangan
cairan
(Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung,
Perubahan
diaporesis, disfungsi hati, dll )
pada pola nafas,
Monitor berat badan
dyspnoe/sesak
Monitor serum dan elektrolit urine
nafas, orthopnoe,
Monitor serum dan osmilalitas urine
suara
Monitor BP, HR, dan RR
abnormal
nafas
(Rales
Monitor
tekanan
darah
orthostatik
33
dan
atau
crakles),
perubahan irama jantung
kongestikemaceta
Monitor parameter hemodinamik infasif
n
Catat secara akutar intake dan output
paru,
pleural
effusion
Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem
Hb
dan
hematokrit
perifer dan penambahan BB
Monitor tanda dan gejala dari odema
menurun,
perubahan
elektrolit,
khususnya
perubahan
berat
jenis
Suara jantung
SIII
Reflek
hepatojugular
positif
Oliguria,
azotemia
Perubahan
status
mental,
kegelisahan,
kecemasan
Faktor-faktor
yang
berhubungan :
Mekanisme
pengaturan
melemah
Asupan cairan
berlebihan
Asupan
34
natrium
berlebihan
Ketidakseimbang
5
NOC :
NIC :
an nutrisi kurang
Nutritional
dari
Status
kebutuhan food and Fluid Intake Kaji adanya alergi makanan
tubuh
Kolaborasi
Kriteria Hasil :
Adanya
Definisi : Intake berat
badan
ahli
gizi
untuk
tidak dengan tujuan
cukup
untuk
Berat
sesuai dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
badan
ideal Fe
keperluan
sesuai dengan tinggi
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
metabolisme
badan
dan vitamin C
Berikan substansi gula
Mampu
mengidentifikasi
Batasan
kebutuhan nutrisi
karakteristik :
Berat badan 20 malnutrisi
bawah ideal
makanan
tinggi serat untuk mencegah konstipasi
makanan yang terpilih
(sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
terjadi
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
penurunan berat badan makanan harian.
Dilaporkan
adanya
Yakinkan diet yang dimakan mengandung
Tidak ada tanda tanda
Berikan
% atau lebih di Tidak
-
dengan
peningkatan menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
nutrisi
tubuh.
-
: Nutrition Management
yang berarti
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
intake
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
yang
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
kurang dari RDA
nutrisi yang dibutuhkan
(Recomended
Daily Allowance)
-
BB pasien dalam batas normal
Membran
mukosa
dan
konjungtiva pucat
-
Kelemahan otot
yang
digunakan
untuk
-
Nutrition Monitoring
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan
menelan/mengun
Monitor lingkungan selama makan
yah
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
Luka, inflamasi
selama jam makan
35
pada
rongga
mulut
-
Mudah
merasa
kenyang,
sesaat
-
kering
dan
perubahan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
mengunyah
Monitor mual dan muntah
makanan
Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
Dilaporkan atau
fakta
-
kulit
pigmentasi
setelah
-
Monitor
adanya
dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
kekurangan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
makanan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
Dilaporkan
jaringan konjungtiva
adanya perubahan
Monitor kalori dan intake nuntrisi
sensasi rasa
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
Perasaan
papila lidah dan cavitas oral.
ketidakmampuan
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
untuk
mengunyah
makanan
-
Miskonsepsi
-
Kehilangan BB
dengan makanan
cukup
-
Keengganan
untuk makan
-
Kram
pada
abdomen
-
Tonus otot jelek
-
Nyeri abdominal
dengan atau tanpa
patologi
-
Kurang
berminat terhadap
36
makanan
-
Pembuluh darah
kapiler
mulai
rapuh
-
Diare dan atau
steatorrhea
-
Kehilangan
rambut
cukup
yang
banyak
(rontok)
-
Suara
usus
hiperaktif
-
Kurangnya
informasi,
misinformasi
Faktor-faktor
yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan
atau
mencerna
makanan
atau
mengabsorpsi zatzat
gizi
berhubungan
dengan
faktor
biologis,
psikologis
6
ekonomi.
Intoleransi
aktivitas
atau
NOC :
b/d
Energy conservation
curah
jantung
Self Care : ADLs
yang
rendah, Kriteria Hasil :
NIC :
Energy Management
Observasi adanya pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
37
ketidakmampuan Berpartisipasi
memenuhi
aktivitas fisik tanpa terhadap keterbatasan
metabolisme otot disertai
rangka,
dalam
Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan
peningkatan
Kaji
adanya
factor
menyebabkan
kongesti tekanan darah, nadi kelelahan
pulmonal
yang dan RR
menimbulkan
Mampu
hipoksinia,
dan (ADLs)
status nutrisi yang mandiri
buruk
Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
melakukan
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
aktivitas sehari hari dan emosi secara berlebihan
dyspneu
selama
secara
Monitor
respon
Intoleransi
Activity Therapy
b/d
fatigue
terhadap
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
pasien
aktivitas
kardivaskuler
aktivitas
sakit
Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
Medik dalammerencanakan progran terapi
Definisi
:
Ketidakcukupan
energu
yang
secara
fisiologis maupun
yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
psikologis untuk
yangsesuai
meneruskan atau
psikologi dan social
menyelesaikan
Bantu
dengan
untuk
kemampuan
fisik,
mengidentifikasi
dan
aktifitas
yang
mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
diminta
atau
aktivitas yang diinginkan
aktifitas
sehari
hari.
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang
Batasan
disukai
karakteristik :
a.
melaporkan
secara
verbal
adanya kelelahan
atau kelemahan.
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
38
b.
Respon
beraktivitas
abnormal
tekanan
dari
darah
atau nadi terhadap
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
aktifitas
c.
Perubahan
EKG
yang
menunjukkan
aritmia
atau
iskemia
d.
Adanya
dyspneu
atau
ketidaknyamanan
saat beraktivitas.
Faktor
factor
yang
berhubungan :
Tirah Baring
atau imobilisasi
Ketidakseim
bangan
suplei
antara
oksigen
dengan kebutuhan
Gaya
hidup
yang
dipertahankan.
INTERVENSI KEPERAWATAN MENURUT MENURUT DOENGES (2001),
DAN CARPENITO (2006)
1. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan pola napas
efektif.
39
Kriteria hasil : Gas Darah Analisa (GDA) dalam rentang normal, tidak ada tanda
sianosis maupun dispnea, bunyi napas tidak mengalami penurunan, tanda-tanda
vital dalam batas normal (RR 16-24 x/menit).
Intervensi
Rasional
Kaji fungsi pernapasan klien, catat Distress pernapasan dan
kecepatan, adanya gerak otot dada,
perubahan tada vital dapat
dispnea,
terjadi sebagai akibat dari
sianosis, dan perubahan
tanda vital.
patofisiologi dan nyeri.
Catat pengembangan dada dan posisi Pengembangan dada atau
trakea
ekspansi
paru
dapat
menurun apabila terjadi
ansietas
atau
edema
pulmonal.
Kaji klien adanya keluhan nyeri bila Tekanan terhadap dada
batuk atau napas dalam.
dan
otot
abdominal
membuat
batuk
lebih
efektif
dan
dapat
mengurangi trauma.
Pertahankan posisi nyaman misalnya Meningkatkan
posisi semi fowler
Kolaborasikan
ekspansi
paru.
pemeriksaan Untuk
laboratorium (elektrolit).
.
mengetahui
elektrolit
sebagai
indikator keadaan status
cairan
Kolaborasikan pemeriksaan GDA dan Mengkaji
foto thoraks.
pertukaran
ventilasi
status
gas
dan
serta evaluasi
dari implementasi, juga
adanya kerusakan pada
paru.
Kolaborasikan
pada ahli medis.
pemberian
oksigen Menghilangkan
distress
respirasi dan sianosis.
40
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat, mual, muntah, anoreksia.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil : Pengukuran antropometri dalam batas normal, perlambatan atau
penurunan berat badan yang cepat tidak terjadi, pengukuran albumin dan kadar
elektrolit dalam batas normal, peneriksaan laboratorium klinis dalam batas
normal, pematuhan makanan dalam pembatasan diet dan medikasi sesuai jadwal
untuk mengatasi anoreksia.
Intervensi
Rasional
Kaji status nutrisi, perubahan berat Menyediakan data dasar
badan, pengukuran antropometri, nilai
untuk
memantau
laboratorium (elektrolit serum, BUN,
perubahan
kreatinin, protein, dan kadar besi).
mengevaluasi intervensi.
dan
Kaji pola diet dan nutrisi pasien, Pola diet sekarang dan
riwayat
diet,
makanan
kesukaan,
hitung kalori.
dahulu
dapat
dipertimbangkan
dalam
menyusun menu.
Kaji
faktor-faktor
yang
dapat Menyediakan informasi
merubah masukan nutrisi misalnya
mengenai faktor lain yang
adanya anoreksia, mual dan muntah,
dapat
diet yang tidak menyenangkan bagi
dihilangkan
pasien, kurang memahami diet.
meningkatkan
diubah
atau
untuk
masukan
diet.
Menyediakan
makanan
kesukaan Mendorong peningkatan
pasien dalam batasan diet.
Anjurkan
rendah
camilan
protein,
tinggi
rendah
masukan diet.
kalori, Mengurangi makanan d
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup
lanjut , serta bersifat persisten dan irreversible.
Menurut catatan medical record RS Fatmawati klien gagal ginjal kronik yang
dirawat di RS Fatmawati pada periode 1 Agustus 2003 – 31 Juli 2004 berjumlah 224
orang atau 6,73% dari 3327 penderita penyakit dalam yang dirawat, adapun periode 1
Agustus 2004 – 31 Juli 2005 berjumlah 237 orang atau 6,03 % dari 3930 klien
penyakit dalam yang dirawat, hal ini menunjukan penurunan jumlah penderita gagal
ginjal kronis yang dirawat sebesar 0,33 %, namun demikian masalah keperawatan
yang sering timbul pada gagal ginjal kronik cukup kompleks, yang meliputi:
kelebihan volume cairan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kecemasan,
penurunan cardiac out put, gangguan mobilitas fisik, konstipasi / diare, resiko tinggi
injuri perdarahan, perubahan proses pikir dan kurangnya pengetahuan.
Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang timbul pada pasien gagal ginjal
kronik, peran perawat sangat penting, diantaranya sebagai pelaksana, pendidik,
pengelola,
peneliti,
advocate. Sebagai pelaksana, perawat berperan dalam
memberikan asuhan keperawatan secara profesional dan komprehensif yang meliputi :
mempertahankan pola nafas yang efektif, mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit, meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat, meningkatkan aktivitas yang
dapat ditoleransi dan mencegah injury.
Sebagai pendidik perawat memberikan pendidikan kesehatan, khususnya
tentang perbatasan diet, cairan, dll. Perawat sebagai pengelola, yaitu perawat harus
membuat perencanaan asuhan keperawatan dan bekerja sama dengan tenaga
kesehatan lainnya sehingga program pengobatan dan perawatan dapat berjalan dengan
baik. Peran perawat sebagai peneliti adalah menerapkan hasil penelitian di bidang
keperawatan untuk meningkat mutu asuhan keperawatan. Peran perawat sebagai
advocate adalah membela hak klien selama perawatan, seperti hak klien untuk
mengetahui rasional penatalaksanaan medis, pemeriksaan penunjang, dan sebagainya.
1
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran
lebih jelas tentang bagaimana konsep teori gagal ginjal kronik dan asuhan
keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik yang akan dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi gagal ginjal kronik
2. Untuk mengetahui etiologi gagal ginjal kronik
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis gagal ginjal kronik
4. Untuk mengetahui patofisiologi gagal ginjal kronik
5. Untuk mengetahui klasifiksi gagal ginjal kronik
6. Untuk mengetahui komplikasi gagal ginjal kronik
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic gagal ginjal kronik
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari gagal ginjal konik
2
BAB I
PEMBAHASAN
I.
KONSEP TEORI GAGAL GINJAL KRONIK
A. DEFINISI
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten
dan irreversible. Sedangkan
gangguan
fungsi
ginjal
yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah (Smeltzer, 2001).
B. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
3
8. Nefropati obstruktif
a.
Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b.
Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
C. KLASIFIKASI CKD
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun
pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan
klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan
klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep
CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT
(clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF
(cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan
derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
4
air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium
3 :
kelainan
ginjal
dengan
LFG
antara
30-59
LFG
antara
mL/menit/1,73m2)
d. Stadium
4 :
kelainan
ginjal
dengan
15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.
D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
akan semakin berat.
5
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus
(akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan
dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah
(BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang
paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan
oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga
oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC),
dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat
terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam
(H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan
asam organic lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai
akibat
dari
produksi
eritropoetin
yang
tidak
adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
6
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun
dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat,
maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan
kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal
tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit
tulang.
Selain
itu
juga
metabolit
aktif
vitamin
D
(1,25-
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon.
7
Patways CKD / Gagal Ginjal :
8
9
E. TANDA DAN GEJALA
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
c. Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin
→ Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi
terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi
oleh
flora
normal
usus
→
ammonia
(NH3) →
iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak
mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
1) Toksik uremia yang kurang terdialisis
2) Peningkatan kadar kalium phosphor
3) Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah
kulit.
10
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. rambut tipis dan kasar
f. Neuropsikiatri
g. Kelainan selaput serosa
h. Neurologi :
i. Kelemahan dan keletihan
j. Konfusi
k. Disorientasi
l. Kejang
m. Kelemahan pada tungkai
n. rasa panas pada telapak kaki
o. Perubahan Perilaku
p. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal
yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian
perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila
GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka
pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan
metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan
lainnya
F. MANIFESTASI SINDROM UREMIK
Sistem Tubuh
Biokimia
Manifestasi
Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,
kreatinin)
Hiperkalemia
Retensi atau pembuangan Natrium
11
Hipermagnesia
Hiperurisemia
Perkemihan& Kelamin Poliuria, menuju oliguri lalu anuria
Nokturia, pembalikan irama diurnal
Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
Protein silinder
Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas
Kardiovaskular
Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
Beban sirkulasi berlebihan
Edema
Gagal jantung kongestif
Perikarditis (friction rub)
Pernafasan
Disritmia
Pernafasan Kusmaul, dispnea
Edema paru
Pneumonitis
Hematologik
Anemia menyebabkan kelelahan
Hemolisis
Kecenderungan perdarahan
Menurunnya resistensi terhadap
infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)
Kulit
Pucat, pigmentasi
Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah,
tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan
dengan kehilangan protein)
Pruritus
“kristal” uremik
kulit kering
memar
12
Saluran cerna
Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan
BB
Nafas berbau amoniak
Rasa kecap logam, mulut kering
Stomatitis, parotitid
Gastritis, enteritis
Perdarahan saluran cerna
Diare
Metabolisme
Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
intermedier
Karbohidrat-hiperglikemia,
kebutuhan
insulin
menurun
Lemak-peninggian kadar trigliserida
Neuromuskular
Mudah lelah
Otot mengecil dan lemah
Susunan saraf pusat :
Penurunan ketajaman mental
Konsentrasi buruk
Apati
Letargi/gelisah, insomnia
Kekacauan mental
Koma
Otot berkedut, asteriksis, kejang
Neuropati perifer :
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut
menjadi paraplegi
Gangguan kalsium dan
Hiperfosfatemia, hipokalsemia
rangka
Hiperparatiroidisme sekunder
Osteodistropi ginjal
Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
13
Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar
sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)
Konjungtivitis (uremik mata merah)
G. KOMPLIKASI
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renninangiotensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah
selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. neuropati perifer
j. hiperuremia
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin.
Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
Analisis urin rutin
Mikrobiologi urin
Kimia darah
Elektrolit
Imunodiagnosis
14
c. Identifikasi perjalanan penyakit
Progresifitas penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:
Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita
: 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
Elektrolit
: Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
Endokrin
: PTH dan T3,T4
Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk
ginjal, misalnya: infark miokard.
2.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
Foto polos abdomen.
USG.
Nefrotogram.
Pielografi retrograde.
Pielografi antegrade.
Mictuating Cysto Urography (MCU).
15
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
RetRogram
USG.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1. Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2. Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi.
3. Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4. Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5. Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6. Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang
kuat.
7. Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa
indikasi medis yang kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1. Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2. Kendalikan terapi ISK.
3. Diet protein yang proporsional.
4. Kendalikan hiperfosfatemia.
5. Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6. Terapi hIperfosfatemia.
7. Terapi keadaan asidosis metabolik.
16
8. Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
1. Pembatasan konsumsi protein hewani.
2. Terapi keluhan gatal-gatal.
3. Terapi keluhan gastrointestinal.
4. Terapi keluhan neuromuskuler.
5. Terapi keluhan tulang dan sendi.
6. Terapi anemia.
7. Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ (hiperkalemia ) :
1. Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2. Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan
7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi
dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO )
dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi
a. Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna
dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ).
Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan
secara hati-hati.
b. Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
(1) HCT < atau sama dengan 20 %
(2) Hb < atau sama dengan 7 mg5
17
(3) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia
dan
high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a) Hemosiderosis
b) Supresi sumsum tulang
c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk
rencana transplantasi ginjal.
c. Kelainan Kulit
1) Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal,
insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a. Bersifat subyektif
b. Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic
papula dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a. Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b. Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c. Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg,
terapi ini bisa diulang apabila diperlukan
d. Pemberian obat
Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O
2) Easy Bruishing
Kecenderungan
perdarahan
pada
kulit
dan
selaput
serosa
berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi
trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1. HD reguler.
2. Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3. Operasi sub total paratiroidektomi.
18
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen
hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program
terapinya meliputi :
1. Restriksi garam dapur.
2. Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3. Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1) Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak
boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah
(1) Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan
GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
(2) Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa
apabila terdapat indikasi:
a. Hiperkalemia > 17 mg/lt
b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien
uremia,
asidosis
metabolik
berat,
hiperkalemia,
perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau
kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin >
100 mg %
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i. Sindrom kelebihan air
19
j. Intoksidasi obat jenis barbiturat
(3) Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi
absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif
dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter
dan kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi
elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,
anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan
Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG
20
kurang
dari
10
mL/menit
dengan
gejala
uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit
walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain
indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi
khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti
oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang,
dan nefropatik diabetik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan
sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah
sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan
yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler
selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas
hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur
yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang
ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).
b. Dialisis Peritoneal (DP)
21
Akhir-akhir
ini
sudah
populer Continuous
Ambulatory
Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65
tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien
GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik,
yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
c. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
22
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah
Kualitas hidup normal kembali
Masa hidup (survival rate) lebih lama
Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
Gambar: Ginjal donor biasanya
ditempatkan lebih rendah daripada
lokasi anatomisnya yang normal.
23
II.
KONSEP ASUHAN KEPERWATAN
1.
PENGKAJIAN
PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
3) Adanya sekret
Breathing
1)
pasien sesak nafas dan cepat letih
2)
Pernafasan Kusmaul
3)
Dispnea
4)
Nafas berbau amoniak
Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6) Capillary refill > 3 detik
7) Akral dingin
8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
Disability :
pemeriksaan
neurologis GCS menurun
bahkan
koma, Kelemahan
terjadi
dan
keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai
A : Allert , sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon , kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons, kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon
thd rangsangan nyeri
U : Unresponsive, kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk
bersespon thd nyeri
24
PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
Keluhan Utama
o Badan
lemah, cepat
abuan, kadang-kadang
lelah, nampak
disertai
sakit, pucat
udema
keabu-
ekstremitas, napas
terengah-engah.
Riwayat kesehatan
o Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi
kulit, infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan
obat nefrotik, riwayat keluarga dengan penyakit polikistik,
keganasan, nefritis herediter)
Anamnesa
Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC,
RBC)
Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan
kalium
Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,
penurunan HCO3
Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan
menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis,
haus.
Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik
Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
25
Lain-lain : Penurunan berat badan
2. DIAGNOSA KEPERAWTAN MENURUT NANDA NIC NOC
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
DIAGNOSA KEPERAWTAN MENURUT
DOENGES (2000), DAN
CARPENITO (2006) ADALAH SEBAGAI BERIKUT :
1.
Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
2.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
3.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
4.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan
retensi cairan dan natrium
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
6.
Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus
sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
7.
Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan
elektrolit).
8.
Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik
dalam kulit dan gangguan turgor kulit atau uremia.
9.
Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, akumulasi
toksik, asidosis metabolik, hipoksia, ketidak seimbangan elektrolit, klasifikasi
metastatik pada otak.
26
3. INTERVENSI KEPERAWATAN MENURUT NANDA NIC NOC
NO
1
DIAGNOSA
TUJUAN
KEPERAWATAN
Gangguan
INTERVENSI
NOC :
NIC :
pertukaran gas b/
Respiratory
Status
d kongesti paru, Gas exchange
hipertensi
Respiratory
pulmonal,
ventilation
: Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
Status
: atau jaw thrust bila perlu
Posisikan
penurunan perifer
Vital Sign Status
yang
pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
Kriteria Hasil :
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
mengakibatkan Mendemonstrasikan
jalan nafas buatan
asidosis laktat dan peningkatan ventilasi
Pasang mayo bila perlu
penurunan curah dan oksigenasi yang
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
jantung.
adekuat
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Memelihara kebersihan
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Definisi
: paru paru dan bebas tambahan
Kelebihan
atau dari
tanda
tanda
Lakukan suction pada mayo
kekurangan dalam distress pernafasan Berika bronkodilator bial perlu
oksigenasi
dan
Mendemonstrasikan Barikan pelembab udara
atau pengeluaran batuk efektif dan suara
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
karbondioksida di nafas
dalam
yang
bersih, keseimbangan.
membran tidak ada sianosis dan
kapiler alveoli
dyspneu
Monitor respirasi dan status O2
(mampu
mengeluarkan sputum, Respiratory Monitoring
Batasan
mampu
karakteristik :
dengan mudah, tidak dan usaha respirasi
Gangguan
penglihatan
Penurunan
CO2
Takikardi
Hiperkapnia
bernafas
ada pursed lips)
Tanda
tanda
Monitor rata – rata, kedalaman, irama
Catat
pergerakan
dada,amati
vital kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
dalam rentang normal
retraksi otot supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor
pola
nafas
:
bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne
27
Keletihan
stokes, biot
somnolen
Catat lokasi trakea
Iritabilitas
Monitor
Hypoxia
otot
diagfragma
( gerakan paradoksis )
kebingungan
Auskultasi
suara
nafas,
catat
area
Dyspnoe
penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
nasal faring
tambahan
AGD Normal
sianosis
Tentukan kebutuhan
suction
dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
warna
kulit
napas utama
abnormal (pucat,
kehitaman)
Uskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnya
Hipoksemia
AcidBase Managemen
hiperkarbia
Monitro IV line
sakit
Pertahankanjalan nafas paten
kepala
ketika bangun
Monitor AGD, tingkat elektrolit
frekuensi dan
Monitor
kedalaman nafas
status
hemodinamik(CVP,
MAP,
PAP)
abnormal
Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
Faktor
-
kelelahan
faktor
Monitor pola respirasi
yang
Lakukan terapi oksigen
berhubungan :
Monitor status neurologi
ketidakseimban
gan
Tingkatkan oral hygiene
perfusi
ventilasi
perubahan
membran kapiler2
alveolar
Penurunan curah NOC :
jantung
b/d
Cardiac
respon fisiologis effectiveness
otot
jantung,
peningkatan
NIC :
Pump Cardiac Care
Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi,
Circulation Status durasi)
Vital Sign Status Catat adanya disritmia jantung
frekuensi, dilatasi, Kriteria Hasil:
Catat adanya tanda dan gejala penurunan
28
hipertrofi
peningkatan
sekuncup
atau
Tanda
Vital
isi rentang
dalam cardiac putput
normal
Monitor status kardiovaskuler
(Tekanan darah, Nadi,
Monitor status pernafasan yang menandakan
respirasi)
Dapat
gagal jantung
mentoleransi
Monitor abdomen sebagai indicator penurunan
aktivitas,
kelelahan
tidak
ada perfusi
Monitor balance cairan
Tidak ada edema paru,
Monitor adanya perubahan tekanan darah
perifer, dan tidak ada
Monitor
asites
respon
pasien
terhadap
efek
pengobatan antiaritmia
Tidak ada penurunan
Atur periode latihan dan istirahat untuk
kesadaran
menghindari kelelahan
Monitor toleransi aktivitas pasien
Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
ortopneu
Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor adanya pulsus paradoksus
Monitor adanya pulsus alterans
Monitor jumlah dan irama jantung
Monitor bunyi jantung
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
29
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang
melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign
3
Pola Nafas tidak NOC :
efektif
Fluid management
Respiratory
status
Ventilation
Definisi
akurat
: Respiratory
status
: Pasang urin kateter jika diperlukan
Pertukaran udara Airway patency
Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi
inspirasi dan/atau
Vital sign Status
ekspirasi
cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
tidak Kriteria Hasil :
adekuat
: Pertahankan catatan intake dan output yang
Monitor status hemodinamik termasuk CVP,
Mendemonstrasikan
MAP, PAP, dan PCWP
batuk efektif dan suara
Monitor vital sign
-
Batasan
nafas
karakteristik :
tidak ada sianosis dan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher,
Penurunan
yang
bersih,
Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan
dyspneu
(mampu asites)
tekanan inspirasi/ mengeluarkan sputum,
Kaji lokasi dan luas edema
ekspirasi
-
Penurunan
mampu
bernafas
Monitor masukan makanan / cairan dan
dengan mudah, tidak hitung intake kalori harian
pertukaran udara ada pursed lips)
per menit
-
Menggunakan
otot
Menunjukkan
nafas
yang
Monitor status nutrisi
jalan
Berikan diuretik sesuai interuksi
paten
Batasi
masukan
cairan
pada
keadaan
pernafasan (klien tidak merasa hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130
tambahan
tercekik, irama nafas, mEq/l
-
Nasal flaring
frekuensi
-
Dyspnea
dalam rentang normal, muncul memburuk
-
Orthopnea
tidak ada suara nafas Fluid Monitoring
-
Perubahan
abnormal)
penyimpangan Tanda
pernafasan
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
Tanda
Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake
vital cairan dan eliminaSi
30
dada
dalam rentang normal
Tentukan kemungkinan faktor resiko dari
-
Nafas pendek
-
Assumption
(tekanan darah, nadi, ketidak
of pernafasan)
3-point position
-
Pernafasan
Tahap ekspirasi
terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi hati, dll )
Monitor BP, HR, dan RR
Monitor
sangat lama
tekanan
darah
orthostatik
Peningkatan
Monitor parameter hemodinamik infasif
posterior
Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem
perifer dan penambahan BB
Pernafasan rata-
Monitor tanda dan gejala dari odema
rata/minimal
Bayi : < 25 atau
> 60
Usia 1-4 : < 20
atau > 30
Usia 5-14 : < 14
atau > 25
Usia > 14 : < 11
atau > 24
-
Kedalaman
pernafasan
Dewasa volume
tidalnya 500 ml
saat istirahat
Bayi
volume
tidalnya
6-8
ml/Kg
-
Timing rasio
-
Penurunan
dan
perubahan irama jantung
diameter anterior-
(Hipertermia,
Monitor serum dan osmilalitas urine
berlangsung
-
cairan
Monitor serum dan elektrolit urine
pursed-lip
-
seimbangan
kapasitas vital
31
Faktor
yang
berhubungan :
-
Hiperventilasi
-
Deformitas
tulang
-
Kelainan bentuk
dinding dada
-
Penurunan
energi/kelelahan
-
Perusakan/
pelemahan
muskulo-skeletal
-
Obesitas
-
Posisi tubuh
-
Kelelahan
otot
pernafasan
-
Hipoventilasi
sindrom
-
Nyeri
-
Kecemasan
-
Disfungsi
Neuromuskuler
-
Kerusakan
persepsi/kognitif
-
Perlukaan pada
jaringan
syaraf
tulang belakang
4
Imaturitas
Neurologis
Kelebihan volume NOC :
cairan
b/d
Electrolit and acid base Fluid management
berkurangnya
curah
NIC :
balance
jantung,
Fluid balance
Timbang popok/pembalut jika diperlukan
Pertahankan catatan intake dan output yang
32
retensi cairan dan
natrium
akurat
oleh Kriteria Hasil:
Pasang urin kateter jika diperlukan
ginjal, hipoperfusi
Terbebas dari edema,
Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi
ke
jaringan efusi, anaskara
perifer
dan
Bunyi
nafas
cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
bersih,
Monitor status hemodinamik termasuk CVP,
hipertensi
tidak
ada MAP, PAP, dan PCWP
pulmonal
dyspneu/ortopneu
Monitor vital sign
Terbebas dari distensi
Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan
Definisi : Retensi vena jugularis, reflek (cracles, CVP , edema, distensi vena leher,
cairan
isotomik hepatojugular (+)
meningkat
Memelihara
asites)
tekanan
Kaji lokasi dan luas edema
Batasan
vena sentral, tekanan
Monitor masukan makanan / cairan dan
karakteristik :
kapiler paru, output hitung intake kalori harian
Berat
badan jantung dan vital sign
Monitor status nutrisi
meningkat
pada dalam batas normal Berikan diuretik sesuai interuksi
waktu
yang
Terbebas
singkat
dari
Batasi
masukan
cairan
pada
keadaan
kelelahan, kecemasan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130
Asupan
atau kebingungan
berlebihan
mEq/l
Menjelaskanindikator Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
dibanding output
kelebihan cairan
muncul memburuk
Tekanan darah
berubah, tekanan
arteri pulmonalis
berubah,
Fluid Monitoring
Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake
cairan dan eliminaSi
peningkatan CVP
Distensi vena
jugularis
Tentukan kemungkinan faktor resiko dari
ketidak
seimbangan
cairan
(Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung,
Perubahan
diaporesis, disfungsi hati, dll )
pada pola nafas,
Monitor berat badan
dyspnoe/sesak
Monitor serum dan elektrolit urine
nafas, orthopnoe,
Monitor serum dan osmilalitas urine
suara
Monitor BP, HR, dan RR
abnormal
nafas
(Rales
Monitor
tekanan
darah
orthostatik
33
dan
atau
crakles),
perubahan irama jantung
kongestikemaceta
Monitor parameter hemodinamik infasif
n
Catat secara akutar intake dan output
paru,
pleural
effusion
Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem
Hb
dan
hematokrit
perifer dan penambahan BB
Monitor tanda dan gejala dari odema
menurun,
perubahan
elektrolit,
khususnya
perubahan
berat
jenis
Suara jantung
SIII
Reflek
hepatojugular
positif
Oliguria,
azotemia
Perubahan
status
mental,
kegelisahan,
kecemasan
Faktor-faktor
yang
berhubungan :
Mekanisme
pengaturan
melemah
Asupan cairan
berlebihan
Asupan
34
natrium
berlebihan
Ketidakseimbang
5
NOC :
NIC :
an nutrisi kurang
Nutritional
dari
Status
kebutuhan food and Fluid Intake Kaji adanya alergi makanan
tubuh
Kolaborasi
Kriteria Hasil :
Adanya
Definisi : Intake berat
badan
ahli
gizi
untuk
tidak dengan tujuan
cukup
untuk
Berat
sesuai dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
badan
ideal Fe
keperluan
sesuai dengan tinggi
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
metabolisme
badan
dan vitamin C
Berikan substansi gula
Mampu
mengidentifikasi
Batasan
kebutuhan nutrisi
karakteristik :
Berat badan 20 malnutrisi
bawah ideal
makanan
tinggi serat untuk mencegah konstipasi
makanan yang terpilih
(sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
terjadi
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
penurunan berat badan makanan harian.
Dilaporkan
adanya
Yakinkan diet yang dimakan mengandung
Tidak ada tanda tanda
Berikan
% atau lebih di Tidak
-
dengan
peningkatan menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
nutrisi
tubuh.
-
: Nutrition Management
yang berarti
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
intake
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
yang
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
kurang dari RDA
nutrisi yang dibutuhkan
(Recomended
Daily Allowance)
-
BB pasien dalam batas normal
Membran
mukosa
dan
konjungtiva pucat
-
Kelemahan otot
yang
digunakan
untuk
-
Nutrition Monitoring
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan
menelan/mengun
Monitor lingkungan selama makan
yah
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
Luka, inflamasi
selama jam makan
35
pada
rongga
mulut
-
Mudah
merasa
kenyang,
sesaat
-
kering
dan
perubahan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
mengunyah
Monitor mual dan muntah
makanan
Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
Dilaporkan atau
fakta
-
kulit
pigmentasi
setelah
-
Monitor
adanya
dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
kekurangan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
makanan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
Dilaporkan
jaringan konjungtiva
adanya perubahan
Monitor kalori dan intake nuntrisi
sensasi rasa
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
Perasaan
papila lidah dan cavitas oral.
ketidakmampuan
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
untuk
mengunyah
makanan
-
Miskonsepsi
-
Kehilangan BB
dengan makanan
cukup
-
Keengganan
untuk makan
-
Kram
pada
abdomen
-
Tonus otot jelek
-
Nyeri abdominal
dengan atau tanpa
patologi
-
Kurang
berminat terhadap
36
makanan
-
Pembuluh darah
kapiler
mulai
rapuh
-
Diare dan atau
steatorrhea
-
Kehilangan
rambut
cukup
yang
banyak
(rontok)
-
Suara
usus
hiperaktif
-
Kurangnya
informasi,
misinformasi
Faktor-faktor
yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan
atau
mencerna
makanan
atau
mengabsorpsi zatzat
gizi
berhubungan
dengan
faktor
biologis,
psikologis
6
ekonomi.
Intoleransi
aktivitas
atau
NOC :
b/d
Energy conservation
curah
jantung
Self Care : ADLs
yang
rendah, Kriteria Hasil :
NIC :
Energy Management
Observasi adanya pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
37
ketidakmampuan Berpartisipasi
memenuhi
aktivitas fisik tanpa terhadap keterbatasan
metabolisme otot disertai
rangka,
dalam
Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan
peningkatan
Kaji
adanya
factor
menyebabkan
kongesti tekanan darah, nadi kelelahan
pulmonal
yang dan RR
menimbulkan
Mampu
hipoksinia,
dan (ADLs)
status nutrisi yang mandiri
buruk
Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
melakukan
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
aktivitas sehari hari dan emosi secara berlebihan
dyspneu
selama
secara
Monitor
respon
Intoleransi
Activity Therapy
b/d
fatigue
terhadap
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
pasien
aktivitas
kardivaskuler
aktivitas
sakit
Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
Medik dalammerencanakan progran terapi
Definisi
:
Ketidakcukupan
energu
yang
secara
fisiologis maupun
yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
psikologis untuk
yangsesuai
meneruskan atau
psikologi dan social
menyelesaikan
Bantu
dengan
untuk
kemampuan
fisik,
mengidentifikasi
dan
aktifitas
yang
mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
diminta
atau
aktivitas yang diinginkan
aktifitas
sehari
hari.
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang
Batasan
disukai
karakteristik :
a.
melaporkan
secara
verbal
adanya kelelahan
atau kelemahan.
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
38
b.
Respon
beraktivitas
abnormal
tekanan
dari
darah
atau nadi terhadap
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
aktifitas
c.
Perubahan
EKG
yang
menunjukkan
aritmia
atau
iskemia
d.
Adanya
dyspneu
atau
ketidaknyamanan
saat beraktivitas.
Faktor
factor
yang
berhubungan :
Tirah Baring
atau imobilisasi
Ketidakseim
bangan
suplei
antara
oksigen
dengan kebutuhan
Gaya
hidup
yang
dipertahankan.
INTERVENSI KEPERAWATAN MENURUT MENURUT DOENGES (2001),
DAN CARPENITO (2006)
1. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan pola napas
efektif.
39
Kriteria hasil : Gas Darah Analisa (GDA) dalam rentang normal, tidak ada tanda
sianosis maupun dispnea, bunyi napas tidak mengalami penurunan, tanda-tanda
vital dalam batas normal (RR 16-24 x/menit).
Intervensi
Rasional
Kaji fungsi pernapasan klien, catat Distress pernapasan dan
kecepatan, adanya gerak otot dada,
perubahan tada vital dapat
dispnea,
terjadi sebagai akibat dari
sianosis, dan perubahan
tanda vital.
patofisiologi dan nyeri.
Catat pengembangan dada dan posisi Pengembangan dada atau
trakea
ekspansi
paru
dapat
menurun apabila terjadi
ansietas
atau
edema
pulmonal.
Kaji klien adanya keluhan nyeri bila Tekanan terhadap dada
batuk atau napas dalam.
dan
otot
abdominal
membuat
batuk
lebih
efektif
dan
dapat
mengurangi trauma.
Pertahankan posisi nyaman misalnya Meningkatkan
posisi semi fowler
Kolaborasikan
ekspansi
paru.
pemeriksaan Untuk
laboratorium (elektrolit).
.
mengetahui
elektrolit
sebagai
indikator keadaan status
cairan
Kolaborasikan pemeriksaan GDA dan Mengkaji
foto thoraks.
pertukaran
ventilasi
status
gas
dan
serta evaluasi
dari implementasi, juga
adanya kerusakan pada
paru.
Kolaborasikan
pada ahli medis.
pemberian
oksigen Menghilangkan
distress
respirasi dan sianosis.
40
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat, mual, muntah, anoreksia.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil : Pengukuran antropometri dalam batas normal, perlambatan atau
penurunan berat badan yang cepat tidak terjadi, pengukuran albumin dan kadar
elektrolit dalam batas normal, peneriksaan laboratorium klinis dalam batas
normal, pematuhan makanan dalam pembatasan diet dan medikasi sesuai jadwal
untuk mengatasi anoreksia.
Intervensi
Rasional
Kaji status nutrisi, perubahan berat Menyediakan data dasar
badan, pengukuran antropometri, nilai
untuk
memantau
laboratorium (elektrolit serum, BUN,
perubahan
kreatinin, protein, dan kadar besi).
mengevaluasi intervensi.
dan
Kaji pola diet dan nutrisi pasien, Pola diet sekarang dan
riwayat
diet,
makanan
kesukaan,
hitung kalori.
dahulu
dapat
dipertimbangkan
dalam
menyusun menu.
Kaji
faktor-faktor
yang
dapat Menyediakan informasi
merubah masukan nutrisi misalnya
mengenai faktor lain yang
adanya anoreksia, mual dan muntah,
dapat
diet yang tidak menyenangkan bagi
dihilangkan
pasien, kurang memahami diet.
meningkatkan
diubah
atau
untuk
masukan
diet.
Menyediakan
makanan
kesukaan Mendorong peningkatan
pasien dalam batasan diet.
Anjurkan
rendah
camilan
protein,
tinggi
rendah
masukan diet.
kalori, Mengurangi makanan d