Spionase di Media Sosial id

Spionase Media Sosial

Memandirikan Masyarakat dengan Literasi Media

H. Roni Tabroni & Rovi’i

Spionase di Media Sosial

Memandirikan Masyarakat dengan Literasi Media Penulis: H. Roni Tabroni & Rovi’i

Penyunting: Samuel Lantu dan Sukron Abdilah Proof Reader: Ibn Ghifarie Lay Out: Ukonz Desain Sampul: Zoel

Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved

Cetakan I, Juli 2012 Diterbitkan oleh Penerbit Pustaka Djati

Kompleks Cibiru Indah Blok 7 Nomor 22, RT 07/RW 14, Ds. Cinunuk, Kec. Cileunyi, Kab. Bandung 40393. Telp. (022) – Faks. (022)

Layanan SMS (081322151160) E-mail: pustakadjati@yahoo.com

Blog: http://pustakadjati.blogspot.com Twitter: @pustakadjati

ISBN: 978-602-18434-2-0

Daftar Isi

Pengantar Penerbit -- 5 Pengantar HU Pikiran Rakyat -- 9 Ucapan Terima Kasih -- 13

BAGIAN AWAL

E-Pos Tradisi Baru Berkirim Pesan – 16 Antisipasi Dampak Sosial Cloud Computing – 21 Efek Sosial Digitalisasi Media – 27 Karakteristik Masyarakat (Media) Sosial – 33 Spionase di Media Sosial – 39 Mandirikan Masyarakat Lewat Informasi – 47 Paradoks Ruang Maya Dalam Budaya Mudik – 53 Menggagas Humas Desa Peradaban – 59 Silaturahim Virtual – 67 The End of e-mail – 73

PROFIL RONI TABRONI – 79

BAGIAN DUA

Generasi “Digital Native” – 82 Trend Fiksi Mini Digital – 87 Kesadaran Mayantara – 91 Keberaksaraan Teknologi (Informasi) – 97 Kecerdasan Web 3.0 – 103 Komunitas (Dunia) Maya – 109 Ngabuburit di Era Cyberspace – 113 Wawasan Media – 117

PROFIL ROVI’I -- 123

Pengantar Penerbit

T sosial seperti facebook menginisiasi setiap orang mengalihkan

ingkat kemelekan individu atas keragaman media yang dihasilkan perkembangan teknologi telah menciptakan “kultur digital”. Tanpa sadar, jejaring

aktivitas dari realitas ke dalam bentuk interaksi mayantara. Banyak individu yang mencapai tahap superempower sehingga hidupnya lebih berdaya.

Aktivitas ekonomi dan kepolitikan pun tak luput dari pengaruh media sosial. Setiap individu memanfaatkannya untuk mengeruk keuntungan material dan bahkan politis. Setiap perusahaan berlomba-lomba mengelola akun jejaring sosial untuk melakukan pemasaran. Sementara setiap politisi pun sama, mereka berlomba memanfaatkan media sosial sebagai corong untuk menyebarkan popularitas.

Tak hanya itu. Kriminalitas pun kerap menggejala di permukaan dunia maya dengan ragam bentuk dan aksi. Entah itu dengan praktik fishing, cracking, maupun hacking sehingga kriminalitas pun seolah menciptakan bentuk kejahatan baru. Ya, cyber crime namanya.

Buku “Spionase di Media Sosial” merupakan kumpulan reflektis dari Roni Tabroni dan Rovi’i ikhwal fenomena media sosial yang telah menjadi saluran utama komunikasi umat manusia di era cyber. Buku ini pada bagian awalnya mencoba membongkar peralihan kultur dalam kehidupan umat ma- nusia, dari kultur analog menuju kultur digital. Dengan gaya yang khas kejurnalistikan berbungkus analisa dan refleksi, saudara Roni berhasil memberikan gambaran komplit kepada kita tentang perubahan tersebut. “Spionase” merupakan terma yang digunakan dan melekat pada dunia intelejen kita. Ini artinya praktik memata-matai yang dilakukan pemerintah kepada warga negara perlu direspon secara kreatif oleh para pengguna media sosial.

Karena itulah, pada bagian kedua tulisan dalam buku ini mengetengahkan persoalan etik dan moral yang harus dipegang teguh setiap individu yang kadung jatuh cinta kepada aktivitas mayantara. Rovi’i menawarkan sejumlah gagasan bagaimana seharusnya seorang individu – untuk menjadi lebih berdaya – memenuhi dirinya dengan wawasan bermedia. Inilah yang dinamakan dengan media literasi atau literacy media, yang sejatinya diperhatikan suatu bangsa.

Dengan wawasan luas tentang penggunaan internet dan media sosial, sudah dapat dipastikan tatanan kehidupan mayantara akan stabil dan kondusif. Dengan demikian tidak akan ada lagi praktek spionase dilakukan pemerintah ketika kita menggunakan media sosial sesuai dengan garis etik dan moral yang berlaku.

Juni 2012 Sukron Abdilah CEO Pustaka Djati

Pengantar HU Pikiran Rakyat Convergence World and

wikinomics

H. Budhiana Kartawijaya

Pemimpin Redaksi HU Pikiran Rakyat

M oleh Presiden Gloria Macapagal Arroyo. Dan, tampaknya

inggu keempat Maret 2007 lalu, saya berada di Manila, untuk menghadiri konperensi yang bertema Publish Asia 2007. Pertemuan dibuka

Arroyo antusias. Bahkan besoknya kita dijamu makan malam oleh Arroyo, dan besoknya lagi makan malam di pemilik koran Manila Times, dan..., dihadiri oleh Arroyo.

Di situ ada regional manager Google untuk Asia, ada manajer-manajer dari Nokia, Samsung, Apple, Microsoft, dan IT’ers’ dari semua negara di dunia.

Meski berbau media, sebetulnya konperensi ini merupakan pertemuan yang membahas the convergence world. Bagaimana konvergensi berbagai media outlets yang beririsan dengan citizen journalism membentuk model Meski berbau media, sebetulnya konperensi ini merupakan pertemuan yang membahas the convergence world. Bagaimana konvergensi berbagai media outlets yang beririsan dengan citizen journalism membentuk model

Dengan kemampuannya membuat situs, blog dan lain-lain, seorang individu kini lebih berarti. Google bisa menghampiri situs-situs dan blog yang baik, kemudian mereka berkolaborasi. Google bisa mensuplai iklan. Revenue sharing-nya (pay per click) 30 cent dollar. Wikipedia juga mengundang massa untuk mengisi entry-nya. Wikinomics adalah mass collaboration dalam memproduksi sesuatu, tidak cuma media. Mutual fund, atau reksa dana misalnya, adalah model Wikinomics. Individu kian berperan dalam creating (economic) value. It’s democratisation in creating value.

Ada process sharing, ada profit sharing, ada cost sharing, eveni ada pain sharing! Wikinomics menganjurkan kolaborasi, tidak hanya strategic partnerships dengan pihak yang bukan saingan (seperti vendors dan complement parties lainnya) tetapi bahkan dengan saingan. Karena itulah lahir sebuah buzzword baru: coopetition! cooperation through competition.

Contohnya ATM bersama. Bank-bank tentu bersaing satu sama lain. Akan tetapi

sangat tidak efisien jika setiap bank mempunyai ATM masing-masing. Overhead cost-nya terlalu mahal. Selain itu, pemerintah mungkin agak kurang suka melihat ATM pabalatak di mana-mana, mengurangi keindahan kota. Jadi, mereka sharing cost dalam bentuk ATM bersama.

Operator seluler, juga ada yang mulai coopetition. Mere-

ka berpikir kemungkinan untuk sharing menara BTS. Saya kira, ini adalah celah bagi kita untuk creating values. Dan, tentu ini adalah celah dakwah kita dalam memberdayakan individu.

Buku bertajuk, “Spionase di Media Sosial”, ini dapat kita jadikan acuan ikhwal perubahan aktivitas manusia. Internet kini telah mewabah hampir ke setiap sendi kehidupan. Tak heran bila kemudian lahir aneka inovasi yang kreatif dari umat manusia untuk memanfaatkan internet secara terstruktur.

Saya berharap sharing gagasan dalam buku ini -- yang dikemukakan Roni dan Rovi’i -- bisa menjadi awal yang baik menyongsong perubahan zaman. Seperti halnya Wikinomics, yang saya sampaikan tadi; di era internet -- dengan media sosialnya -- setiap individu berperan aktif melahirkan peluang- peluang ekonomi yang menjanjikan dan demokratis. Selamat datang di era kreativitas dan semoga Anda sedemikian asyik membaca isi buku ini!

* Kata pengantar ini diambil dari artikel dengan judul seperti tertera di atas dari http://budhiana.blogspot.com atas izinnya untuk dijadikan pengantar.

Ucapan Terima Kasih

P yang terbaik dihadapan-Nya. Solawat dan salam senantiasa ter-

uja dan puji rasa syukur saya panjatkan kepada Allah Swt. Yang telah memberi kekuatan cinta untuk tetap mensyu- kuri nikmat iman dan islam. Saya akan berusaha menjadi

curah kepada Muhammad Swt. Berkat ajarannya yang membumi dan merakyat, saya pun berusaha mengikuti jejaknya walaupun mustahil menyamai.

Kehadiran buku ini juga tidak semudah “bim sala bim aba ka- dabra”. Berawal dari sebuah diskusi seputar teknologi dari berba- gai kalangan sempat saya lakukan. Namun, sebagai bentuk peny- impanan, saya menyadari tanpa di tuangkan dalam sebuah buku rasa lupapun akan singgah di benak setiap orang termasuk saya. Kebanyakan dari artikel-artikel di dalamnya sempat dipublikasikan di harian umum Pikiran Rakyat.

Dengan kesempatan yang berbeda pula arsip penyimpanan pun, beragam digunakan. Ada yang hanya dibuat kliping setelah tulisannya muncul di koran, atau bahkan dilupakan tanpa disim- pan. Dengan berbagai masukan dari kawan-kawan saya, supaya hasil tulisan di Pikiran Rakyat agar dibukukan. Tak lain, supaya kelak generasi setelah saya yang bergelut di dunia ICT dan media sosial, bisa menjadi bacaan tersendiri.

Terima kasih kepada kedua orang tuaku, Nurhalimah dan Ab- dul Gopur. Kalian memang super hebat. Saya bangga kepadamu wahai ibu dan ayah. Untuk kawan terbaik Sukron Abdilah, ide dan nasehatnya saya ucapkan terima kasih. Terima kasih juga buat teman-teman di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kota Bandung: Rifqi, Amin, Jajang, Farid, Ahmad Rifai, Fahmi NM, Reza, Cecep, Feri, dan adik-adik kader IMM Korkom UIN Bandung.

Kawan-kawanku juga di Majalah Jurnal Sastra SASAKA, Atep Kurnia, Pungkit Wijaya, Asep Gunawan. Kepada guru diskusiku Bambang Q Aness, Tandi Skober, H. Budhiana Kartawijaya (HU Pikiran Rakyat). Untuk Samuel Lantu terima kasih sudi memuat artikel-artikel saya. Kawan-kawan di komunitas online: Yudha P Su- nandar ( salmanitb.com), Ibn Ghifarie, (sunangunungdjati.com), dan tak lupa kepada Nurfatmah beserta keluarga, dukungan moril dan materil sangat saya hargai. Untuk sesepuh saya di DISKOMINFO Jabar, Wakhudin, Mahi M Hikmat. Serta orang yang selalu menyu- ruh saya, menyelesaikan kuliah yakni: Prof. H. Agus Salim Mansyur M.Pd (Dekan fakultas adab UIN Bandung), Prof. H. Dadang Kah- mad. M.Si (Direktur Pasca UIN Bandung).

Kepada semua kawan-kawan yang tidak disebutkan. Kalian se- mua sangat menginspirasi saya untuk terus berkarya. Terima kasih atas seluruh partisipasinya. Semoga buku ini bisa menjadi rahmat bagi saya dan para pembaca semua untuk mendapatkan hidayah- Nya. Amiin

Penulis

BAGIAN AWAL

Bagian awal buku ini memuat artikel- artikel yang ditulis oleh H. Roni Tabroni ikhwal pergeseran kultural dalam kehidu-

pan masyarakat. Pergeseran ini di satu sisi melahirkan dampak sosial, yang kerap dilatahi oleh individu masyarakat. Namun,

di sisi lain, hal itu menciptakan tantangan (callenge) setiap individu untuk melakukan

upaya inovasi dan konvergensi. Selamat menikmati artikel-artikel reflektif

dan kritis dari H. Roni Tabroni.

E-Pos Tradisi Baru Berkirim Pesan

T berkirim pesan dari manual menjadi serba elektronik. Kini

idak lama berselang, saat para pengrajin kartu pos mengalami masa keemasannya, kini harus menggigit jari. Apa sebab? Masyarakat meninggalkan tradisi

pesan bisa dilakukan dalam hitungan detik, prosesnya mudah, tak perlu membeli kartu, tak perlu menulis tangan dan tidak lagi perlu datang ke kantor pos.

Belum lama PT Pos berulang tahun yang ke 265 tahun. Tidak sedikit yang mengapresiasi, mengapa PT Pos masih bisa bertahan? Beberapa layanan yang dulu menjadi primadona memang tidak ada, tetapi berbagai layanan baru kini menjadi alternatif. Jika masyarakat dahulu kenal PT Pos lewat surat menyurat, kini mungkin lewat berbagai pembayaran rumah tangga seperti air, telepon, cicilan kendaraan, dan lain-lain.

PT Pos menjadi primadona karena dia sudah menjadi jembatan komunikasi masyarakat antar kota dan desa, antar pulau bahkan antar negara. Masyarakat hingga di pelosok pun dapat merasakan layanan pos lewat surat yang mereka titipkan atau yang mereka terima, dari orang tua ke anak atau sebaliknya, ke saudara, relasi, teman, yang sifatnya lintas generasi.

Dalam rentang waktu yang cukup lama PT Pos memberikan ruang yang sangat terbuka bagi terjalinnya proses komunikasi antar manusia. Lebih dari sekedar fungsi pembagi ABT, PT Pos merupakan tempat yang sangat familier di kalangan masyarakat. Hingga munculnya Pak Pos, masyarakat begitu mengalami sensasi tersendiri jika ada petugas Pos mampir di depan rumah, atau ada kabar kepada kita bahwa ada titipan Pos. Perasaan campur aduk dan bertanya-tanya, apa gerangan isi surat, apa kabar yang dibawa Pak Pos, menggembirakan kah? Menyedihkan? Atau....

Komunikasi intrapersonal terjadi, menyebabkan kita secara pelan-pelan membuka amplop dan menarik isi surat sambil berdebar-debar, kabar baikkah atau kabar buruk. Sambil membayangkan pengirim surat, setiap penerima akan menemukan jawabannya di saat lembaran itu benar- benar terbuka. Bagi anak yang menerima surat dari orang tuanya akan terbayang bagaimana kondisi orang tuanya yang memberi kabar gembira, atau justru sedih bagi anak jika orang tuanya di kampung belum bisa mengirim uang bulanan karena gagal panen. Bagi para remaja semakin dramatis jika Komunikasi intrapersonal terjadi, menyebabkan kita secara pelan-pelan membuka amplop dan menarik isi surat sambil berdebar-debar, kabar baikkah atau kabar buruk. Sambil membayangkan pengirim surat, setiap penerima akan menemukan jawabannya di saat lembaran itu benar- benar terbuka. Bagi anak yang menerima surat dari orang tuanya akan terbayang bagaimana kondisi orang tuanya yang memberi kabar gembira, atau justru sedih bagi anak jika orang tuanya di kampung belum bisa mengirim uang bulanan karena gagal panen. Bagi para remaja semakin dramatis jika

Pak Pos – kendati bapak orang lain – merupakan orang yang paling ditunggu-tunggu untuk yang ke sekian kalinya. Kapan balasan itu datang ketika kita melayangkan surat kepada orang sebelumnya. Jawabannya sangat ditentukan dari ada atau tidaknya Pak Pos menghampiri dan berhenti di depan rumah kita. “Ini ada titipan surat”. Kata ini yang paling ditunggu setelah Pak Pos tepat ada di depan rumah atau kosan kita. Terjawab sudah bahwa ternyata respon itu ada. Tetapi kita belum tahu apa gerangan isi surat tersebut.

Namun, seiring berjalannya waktu, kita kini semakin jarang melihat Pak Pos yang menghampiri rumah kita atau kosan kita. Kemanakah Pak Pos itu? Masihkan orang-orang berjasa dan paling ditunggu ini memiliki pekerjaan yang layak? Kendati jarang bicara dan tak pernah mampir di rumah kita, Pak Pos adalah orang yang banyak jasanya dan kita selalu “merindukannya”.

Kini abad telah berubah. Pergeseran peran Pak Pos yang digantikan oleh mesin-mesin yang tak masuk akal itu menyebabkan manusia semakin instan dalam mengirim maupun menerima pesan. Tak ada lagi lembaran kertas yang berhias bunga dan harum wanginya, ditulis dengan hati-hati kemudian dikirim dengan sangat bangganya. Kini semuanya Kini abad telah berubah. Pergeseran peran Pak Pos yang digantikan oleh mesin-mesin yang tak masuk akal itu menyebabkan manusia semakin instan dalam mengirim maupun menerima pesan. Tak ada lagi lembaran kertas yang berhias bunga dan harum wanginya, ditulis dengan hati-hati kemudian dikirim dengan sangat bangganya. Kini semuanya

Begitu sederhananya, makna pesan kita bisa kirim disaat kita sedang dalam perjalanan. Tidak ada lagi penghayatan pengiriman pesan dengan sikap yang serius dan penuh konsentrasi. Ber-SMS ke teman, pacar, suami-istri, ke orang tua, semuanya dilakukan begitu saja dalam waktu dan kondisi apapun. Mungkin kita tidak pernah tahu apakah pesan yang masuk lewat hand phone kita itu diketik dalam kondisi serius, dalam perjalanan, atau (maaf) sedang di toilet.

Dunia memang memaksa kita untuk melakukan sesuatu dengan sangat cepat, singkat dan tak mengenal waktu dan tempat. Kata-kata yang dibuat begitu sederhana, singkat, dan tidak memiliki kedalaman emosi. Berbeda dengan seseorang membaca surat yang terkadang bisa tertawa bahkan menangis sehabis-habisnya.

Pesan-pesan yang serba elektronik baik menggunakan

layanan internet maupun hand phone telah memberikan alternatif bagi proses komunikasi manusia di satu sisi. Namun keberadaannya meniadakan sisi emosi kemanusiaan dalam berkomunikasi di sisi lain. Begitu banyak buku yang sangat emosional dan kemudian banyak dikagumi oleh orang lain karena merupakan kumpulan dari surat-surat yang dibuat dengan penuh perasaan. Sejarah Kahlil Gibran merupakan cermin cinta abadi yang terekam dalam lembaran kertas yang tak pernah habis-habisnya digemari para pembaca. Di samping itu masih banyak catatan berupa buku yang dimulai layanan internet maupun hand phone telah memberikan alternatif bagi proses komunikasi manusia di satu sisi. Namun keberadaannya meniadakan sisi emosi kemanusiaan dalam berkomunikasi di sisi lain. Begitu banyak buku yang sangat emosional dan kemudian banyak dikagumi oleh orang lain karena merupakan kumpulan dari surat-surat yang dibuat dengan penuh perasaan. Sejarah Kahlil Gibran merupakan cermin cinta abadi yang terekam dalam lembaran kertas yang tak pernah habis-habisnya digemari para pembaca. Di samping itu masih banyak catatan berupa buku yang dimulai

Bedakan dengan catatan-catatan pesan yang datang dan pergi melalui elektronik. Semuanya memuai begitu saja. Karena sebagian besar pesan itu tidak memiliki efek jangka panjang dan kedalaman emosi, maka tidak berat hati bagi penerima pesan untuk menghapus pesan yang diterimanya. Di sisi lain elektronik memiliki resiko kapasitas yang terbatas – kendati ada yang kampanye kapasitas unlimited.

Tentu saja kampanye go green lebih pro terhadap generasi paperless. Tidak sedikit generasi muda yang mungkin tidak pernah merasakan bagaimana perasaan indah di saat mengirim dan menerima surat. Karena dalam seni mengirim dan menerima surat, persoalannya bukan kecepatan semata, tetapi kepuasan bagi sang komunikator (pengirim pesan) dan komunikan (penerima pesan). Proses menunggu balasan bukan persoalan penting, namun semuanya adalah seni berkomunikasi lewat media pos. Klimaksnya akan dirasakan di saat Pak Pos itu datang dengan tergesa-gesa menyodorkan surat kiriman itu untuk kita.

Sayang, entah kapan lagi hal-hal manis itu akan terulang, karena elektronik telah “menggusur” tugas Pak Pos dari tugasnya yang sangat mulia itu.

Antisipasi Dampak Sosial “Cloud Computing”

M berkembang di Negara-negara maju terutama Amerika

eski belum populer di Negara kita, cloud computing sekejap mata akan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Kini trend cloud computing masih

Serikat (AS). Seiring waktu dan perkembangan teknologi, cloud computing aka merambah ke Negara-negara maju lainnya di Asia hingga ke Indonesia.

Untuk sekedar wacana mungkin di Negara kita pun sudah banyak yang merasa tidak asing dengan cloud computing. Bahkan secara praktis, kini beberapa perusahaan penyedia jasa pun mulai berbenah dan mempromosikan cloud computing . Namun yang perlu diantisipasi adalah dampak dari cloud computing sebelum trend itu menjadi bagian dari kebutuhan atau sekedar gaya hidup.

Saat ini memang di Negara maju seperti AS pun penggunaan cloud computing konon baru sebatas perusahaan-perusahaan besar, dan itu pun belum semua. Sebab untuk menggunakan jasa cloud computing, banyak pihak harus meyakinkan diri atas security data yang dia miliki. Cloud computing memang pada satu sisi membantu sebagai penyimpan data sehingga dapat menghemat perangkat keras, listrik termasuk biaya perawatan. Tetapi di sisi lain, bagaimana dengan tingkat keamanannya, terlebih bagi perusahaan yang memang data adalah segalanya.

Begitupun di Negara kita, sebenarnya diakui bahwa cloud computing sangat membantu dalam proses penyimpanan data sekaligus dapat dipanggil kapan saja dan dimana saja. Cuma kehawatiran akan virus dan tangan jahil seperti pencurian datan, tetap masih menghantui. Sebab ketika data kita disimpan di awan, akan sangat berbeda logika sederhananya, untuk mengamankan data itu dibandingkan ketika masih dalam perangkat yang ada di kantor kita dengan kontrol yang dilakukan setiap saat.

Namun, jika kita menggunakan logika teknologi kaitannya dengan gaya hidup, maka kekhawatiran akan keamanan sedikit demi sedikit akan sirna, dan paling tidak akan datang suatu saat di mana perusahaan berbondong- bondong menggunakan jasa cloud computing ini. Maka bagi siapa saja yang tidak mengikuti menggunakan jasa ini maka dia dianggap ketinggalan zaman, tidak high tect, kampungan dan cap negatif lainnya.

Kemungkinan kedua, cloud computing akan menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat luas, karena tingkat resiko dari keamanan data tidak terlalu dipedulikan. Masyarakat umum, akan menggunakan jasa cloud computing karena alasan efisien selain mengikuti trend. Setiap orang tidak akan mengandalkan kehidupannya pada perangkat yang ribet, tetapi beralih kepada yang lebih simple, karena data setiap saat dapat dia panggil. Tidak perlu lagi komputer atau laptop dengan kapasitas data yang besar, sebab tidak lagi butuh penyimpan data, semuanya sudah dititipkan di awan, dan setiap saat bisa dipanggil walaupun pake hand phone.

Hanya saja, seperti biasanya, setiap ada yang baru selalu menimbulkan ekses. Selain cloud computing membantu masyarakat dalam mempermudah penyimpanan data, juga ada ekses negatif yang harus diantisipasi. Ketika penyedia layanan cloud computing ini menyediakan jasa penyimpanan data, mungkin eksesnya hanya kepada perusahaan- perusahaan pembuat perangkat keras sebagai penyimpan data di dalam ruangan. Walaupun kemudian akan berakibat pada para distributor, para teknisi atau ahli IT di setiap perkantoran.

Namun ekses cloud computing terhadap dunia perekonomian akan lebih terasa jika perusahaan jasa cloud computing akan juga menyediakan berbagai konten yang dapat diakses oleh publik dengan sangat mudah dan murah. Konten itu menyangkut seluruh kebutuhan publik, dari hal-hal yang sangat serius sampai yang hura-hura. Segala Namun ekses cloud computing terhadap dunia perekonomian akan lebih terasa jika perusahaan jasa cloud computing akan juga menyediakan berbagai konten yang dapat diakses oleh publik dengan sangat mudah dan murah. Konten itu menyangkut seluruh kebutuhan publik, dari hal-hal yang sangat serius sampai yang hura-hura. Segala

Dengan demikian, maka setiap orang ke depan tidak perlu lagi datang ke tempat penjual VCD/DVD jika ingin nonton film, tidak perlu melangkahkan kaki jika perlu lagu yang dia inginkan. Semuanya tinggal memanggil maka semuanya tersedia. Setelah distel, tidak perlu disimpan di data komputer, biarkan dia kembali ke awan, karena setiap saat kita dapat memanggilnya kembali.

Apa yang akan terjadi dengan dampak dunia seperti ini? Perkembangan teknologi akan mematikan para produsen dan matarantai penjualan dari mulai distributor hingga pengecer VCD/DVD, flashdisk, dan perangkat keras lainnya yang selama ini sangat diandalkan. Ke depan masyarakat dengan hidup yang sangat minimalis dia akan mendapatkan sesuatu yang sangat melimpah, dan dia dapat menggunakannya selama dia mau.

Apa yang terjadi saat ini pun masyarakat begitu dimanjakan dengan informasi yang tidak terhingga, sampai internet tidak lagi menghubungkan antar perangkat komputer tetapi juga menghubungkan antar manusia. Namun, apa yang terjadi saat ini, data yang dimiliki atau hanya Apa yang terjadi saat ini pun masyarakat begitu dimanjakan dengan informasi yang tidak terhingga, sampai internet tidak lagi menghubungkan antar perangkat komputer tetapi juga menghubungkan antar manusia. Namun, apa yang terjadi saat ini, data yang dimiliki atau hanya

Sekali lagi, di samping kemudahan yang disuguhkan terkembangan teknologi selalu saja ada ekses yang harus diantisipasi. Walaupun kemudian, ekses itu bisa saja hanya mitos atau benar-benar terjadi. Misalnya ketika per- kembangan media merambah internet, masyarakat beralih mencari informasi dari yang asalnya manual ke internet. Kemudian muncul prediksi bahwa inilah awal kehancuran bisnis media cetak di seluruh dunia. Faktanya, memang ada beberapa media cetak di AS yang tumbang, tetapi mayoritas di dunia bahkan di Indonesia masih bertahan.

Karenanya, ketika Professor Philip Meyer memprediksi akhir zaman media cetak akan terjadi di tahun 2040, namun Jakob Utama masih yakin bahwa hal itu tidak akan terbukti, dengan catatan, bahwa para pelaku media cetak dapat mengantisipasi perubahan zaman sehingga media cetak tetap masih diperlukan sampai kapanpun.

Begitupun dengan cloud computing, setiap lini kehidupan masyarakat akan tetap stabil dan bertahan jika dapat mengantisipasi perkembangan teknologi informasi ini. Sehingga cloud computing tidak dijadikan sebagai ancaman Begitupun dengan cloud computing, setiap lini kehidupan masyarakat akan tetap stabil dan bertahan jika dapat mengantisipasi perkembangan teknologi informasi ini. Sehingga cloud computing tidak dijadikan sebagai ancaman

Efek Sosial Digitalisasi Media

D melihat perkembangan media cetak di tanah air seperti tak

i tengah era infomasi yang membanjiri publik lewat internet, awalnya saya yakin bahwa media cetak akan “tumbang”. Namun keyakinan itu pupus setelah

tergoyahkan, bahkan justru media cetak merambah internet, dengan membuat versi digitalnya.

Ketika Prof Philip Meyer meyakinkan dunia bahwa media cetak akan berakhir di tahun 2040, kembali saya berfikir, boleh juga media cetak akan tetap bertahan, tapi sampai kapan? Pernyataan Meyer mungkin bisa menjawab ini. Tahun 2040. Buktinya, beberapa media cetak di AS telah tumbang walaupun awalnya sangat mapan.

Lagi, keyakinan itu agak goyah dengan pernyataan Jakob Oetama yang menjelaskan dalam bukunya, sehebat apapun Lagi, keyakinan itu agak goyah dengan pernyataan Jakob Oetama yang menjelaskan dalam bukunya, sehebat apapun

Di hari ini, (16/12/2011), dimana portal berita nomor satu di Indonesia (detik.com) tampil dengan wajah baru, setelah diakuisisi oleh Trans Corp (TC), ada sesuatu yang cukup mencuri perhatian. Di detik.com muncul laman baru berupa harian detik, yang muncul setiap pagi (detik pagi) dan sore (detik sore). Bahkan di situs ini juga disajikan edisi majalahnya.

Kehadiran karakter kemasan cetak di media online seperti detik, meruntuhkan pendapat umum yang selama ini berkeyakinan, media online hanya untuk berita pendek dan sekilas. Teknik lay out dan penyajian yang rapih senantiasa memanjakan pembaca akan bacaan media cetak yang biasa dipindah menjadi edisi digitalnya – namun harus dibaca di siang hari. Tapi di sini detik menyajikannya lebih awal dan dua edisi dalam sehari. Akankah ini yang disebut ancaman yang sesungguhnya? Sebab sehari sebelumnya jika kita membaca berita sekilas cukup di online tetapi jika ingin memperdalamnya maka carilah media cetak. Tapi kini keduanya ada dalam media Kehadiran karakter kemasan cetak di media online seperti detik, meruntuhkan pendapat umum yang selama ini berkeyakinan, media online hanya untuk berita pendek dan sekilas. Teknik lay out dan penyajian yang rapih senantiasa memanjakan pembaca akan bacaan media cetak yang biasa dipindah menjadi edisi digitalnya – namun harus dibaca di siang hari. Tapi di sini detik menyajikannya lebih awal dan dua edisi dalam sehari. Akankah ini yang disebut ancaman yang sesungguhnya? Sebab sehari sebelumnya jika kita membaca berita sekilas cukup di online tetapi jika ingin memperdalamnya maka carilah media cetak. Tapi kini keduanya ada dalam media

Entah perkembangan apa lagi ke depan, terkait “pertarungan” wacana bertahan atau tidaknya media cetak khususnya di tanah air. Namun, di balik debatebel masalah ini, yang lebih penting sesungguhnya kesiapan publik dan pengelola media menyikapi perubahan dan perkembangan media yang semakin maju. Sebab jika media benar hidup dari iklan, maka pemilik media sendiri yang paling tahu, bagaimana trend pemasangan iklan di tiap media cetak. Yang jelas, di dunia online, pemasangan iklan terus meningkat, walaupun belum pasti apakah terus naik atau kembali menurun. Yang jelas, pemilik modal tidak mungkin melakukan migrasi iklan ke edisi online jika tanpa analisis prospek terlebih dahulu dan alasan efektifitas.

Yang jelas, di luar konteks itu, di depan mata pergeseran media sudah terjadi dan berbagai pihak pasti kena imbasnya. Di sinilah perlunya perubahan cara pandang pelaku media khususnya yang ada di cetak. Pertama, pihak redaksi. Redaksi media cetak maupun online tentu tidak hanya berorientasi pada kecepatan, tetapi sekaligus juga kedalaman pada saat yang sama. Sebab kebutuhan online harus cepat dan kebutuhan edisi cetak harus mendalam. Jika redaktur masih berfikir salah satunya, maka pasti lewat, karena efisiensi pada konteks pekerja media, setiap orang harus bisa mengerjakan keduanya sekaligus. Jika redaktur media cetak hanya berorientasi pada straight news, maka publik lebih baik membaca online saja, sebab itu jelas-jelas lebih cepat.

Kedua wartawan. Wartawan cetak mesti berperan ganda, jika tidak ada wartawan khusus yang diperuntukkan bagi wartawan onlinenya. Wartawan media cetak harus merubah paradigma lama dengan selalu membuat berita di sore hari dan dikerjakan di ruang redaksi. Untuk mengejar online, tentu harus lebih cepat, dengan format berita khas online, yaitu singkat dan cepat. Kedua ini menjadi penting sebab semua media cetak sudah memiliki edisi onlinenya.

Selain itu, pergeseran media ke online sesungguhnya memiliki dampak sosial yang tidak kecil. Di tengah kondisi perekonomian masyarakat Indonesia yang serba pas-pasan – untuk tidak mengatakan miskin – tentu aspek keterbukaan peluang kerja menjadi sangat penting. Kita akan menghitung jumlah pengangguran massif di negeri ini jika media cetak benar-benar berhenti beroperasi karena semua beralih ke online.

Hitungan itu akan dimulai dari para pengelola media – jika mereka tidak memiliki alternative berbalih pada online – para wartawan, pada agen koran, para pengecer, percetakan, dan semua pihak yang tersentuh dan selama ini hidup dari lembaran Koran secara fisik.

Jika kita membayangkan ini tentu sangat ngeri. Jutaan masyarakat Indonesia akan menganggur dan tidak ikut menikmati hadirnya media online selain hanya menjadi konsumen. Sebab media online tidak perlu dicetak, tidak perlu melalui tangan-tangan fisik untuk sampai ke pembaca. Namun yang diperlukan adalah gagasan kreatif untuk Jika kita membayangkan ini tentu sangat ngeri. Jutaan masyarakat Indonesia akan menganggur dan tidak ikut menikmati hadirnya media online selain hanya menjadi konsumen. Sebab media online tidak perlu dicetak, tidak perlu melalui tangan-tangan fisik untuk sampai ke pembaca. Namun yang diperlukan adalah gagasan kreatif untuk

Tidak ada yang tahu tentang masa depan media kecuali waktu itu sendiri. Jika tidak dikatakan pasti, sebenarnya tanda-tanda itu bisa ditunjukkan dengan kehadiran media online yang secara pelan-pelan menarik pengiklan yang mungkin nanti hanya dapat memilih, beriklan di cetak atau digital. Dan jika pilihan itu jatuh pada digital dengan berbagai alasan, maka tidak perlu lagi diskusi, tentu kecemasan itu akan menjadi kenyataan.

Pertanyaan rasionalnya adalah kapan sebenarnya media cetak akan benar-benar berhenti terbit? Jika referensinya Meyer, kita tinggal menghitung tahun. Prediksi itu (2040) bisa lebih awal mengingat perkembangan teknologi melaju sangat cepat. Termasuk apakah keyakinan Jakob Utama juga apakah benar-benar tidak akan berubah jika tanda-danta itu semakin terang. Yang jelas, publik tentu kepentingannya hanya satu, tetap mendapat informasi dengan mudah, apakah itu cetak maupun online.

Karakteristik Masyarakat (Media) Sosial

D yang lebih privat, yaitu cukup di kamar atau ruang pribadi

imanakah tempat nongkrong Anda sekarang? Selain mall, cafe, pinggir jalan, tempat rekreasi dan ruang- ruang terbuka lainnya, kini ada tempat nongrong

lainnya. Menjalin pergaulan kini tidak perlu lagi beranjak dari tempat tidur sehingga harus ribet mandi, berdandan dan bersolek ria. Nongrong kini dilakukan generasi masyarakat baru di lokasi tempat paling pribadi sekalipun.

Kemudahan saling bersapa dan berbagi cerita termasuk gambar dan video dilakukan setiap orang, setiap saat dan tak kenal batas. Kongkow sebagai bentuk pergaulan masyarakat dilakukan dengan cara yang benar-benar baru. Pagi-pagi betul kini masyarakat maya sudah saling menyapa dunia, berbagi cerita, menyampaikan apa yang dirasakan, hingga bertanya Kemudahan saling bersapa dan berbagi cerita termasuk gambar dan video dilakukan setiap orang, setiap saat dan tak kenal batas. Kongkow sebagai bentuk pergaulan masyarakat dilakukan dengan cara yang benar-benar baru. Pagi-pagi betul kini masyarakat maya sudah saling menyapa dunia, berbagi cerita, menyampaikan apa yang dirasakan, hingga bertanya

Semua aktivitas itu dilakukan mengalir apa adanya. Mungkin jarang yang membayangkan, bagaimana jika hal itu terjadi dalam realitas nyata. Karyawan yang selalu segan kalau ketemu atasan, tiba-tiba menjadi akrab dan bisa haha... hihi...saat ketemu di ruang maya. Dalam stataus facebook kita bisa menemukan beragam orang yang terkadang tidak kenal, atau kenal tetapi tidak pernah kita bertegur sapa kalau ketemu, apakah karena kita segan atau karena dia kita anggap sepele. Kita akan terus aktif berinteraksi dengan beragam macam manusia dengan nada gembira, humor dan setengah hura-hura. Padahal tatkala kita benar-benar ketemu dengan Semua aktivitas itu dilakukan mengalir apa adanya. Mungkin jarang yang membayangkan, bagaimana jika hal itu terjadi dalam realitas nyata. Karyawan yang selalu segan kalau ketemu atasan, tiba-tiba menjadi akrab dan bisa haha... hihi...saat ketemu di ruang maya. Dalam stataus facebook kita bisa menemukan beragam orang yang terkadang tidak kenal, atau kenal tetapi tidak pernah kita bertegur sapa kalau ketemu, apakah karena kita segan atau karena dia kita anggap sepele. Kita akan terus aktif berinteraksi dengan beragam macam manusia dengan nada gembira, humor dan setengah hura-hura. Padahal tatkala kita benar-benar ketemu dengan

Kedua, di dunia sosial, kebanyakan orang di negara kita selalu menyembunyikan status yang sebenarnya, khususnya tekait dengan pekerjaan atau profesi. Positifnya dari perilaku masyarakat maya seperti ini adalah tidak banyak orang yang tahu kalau yang diajak “nongkrong” dan berdialog adalah orang penting atau tokoh tertentu. Di sini berbagai profesi manusia menyatu dalam sebuah pergaulan yang bersifat universal. Sangat jarang di ruang sosial maya seperti ini kita ber chating dan berbagi ceritera perihal profesi atau status pekerjaannya. Orang-orang lebih senang menutup rapat hal- hal seperti ini dan lebih suka menyajikan wacana dan status yang sekiranya dapat diterima semua orang. Sehingga ketika melakukan interaksi tidak ada orang yang canggung dan gengsi dengan kondisi dan profesi dirinya. Pergaulan lintas profesi seperti ini amat susah dilakukan dalam dunia nyata, yang justru lebih homogen dan ekslusif.

Ketiga, munculnya daya kritis alamiah publik. Di tengah persoalan sosial yang muncul di dunia nyata, baik terkait dengan infrastruktur, pelayanan dan hal-hal kecil lainnya, tidak banyak orang yang berani melakukan kritik secara langsung. Namun suara nurani itu dapat kita temukan dalam pergaulan sosial maya dengan sangat berani. Ketidak puasan atas kondisi jalan yang hancur misalnya, hanya dapat diceriterakan dan dibagi dalam ruang maya belum tentu kritik itu dilakukan secara langsung. Ruang-ruang keberanian itu menemukan Ketiga, munculnya daya kritis alamiah publik. Di tengah persoalan sosial yang muncul di dunia nyata, baik terkait dengan infrastruktur, pelayanan dan hal-hal kecil lainnya, tidak banyak orang yang berani melakukan kritik secara langsung. Namun suara nurani itu dapat kita temukan dalam pergaulan sosial maya dengan sangat berani. Ketidak puasan atas kondisi jalan yang hancur misalnya, hanya dapat diceriterakan dan dibagi dalam ruang maya belum tentu kritik itu dilakukan secara langsung. Ruang-ruang keberanian itu menemukan

Keempat, media sosial pada dasarnya hanya menyambungkan masyarakat maya satu dengan yang lainnya melalui kesepahaman dan persamaan kepentingan. Media sosial tidak menjadi waras yang dapat menghantam siapa saja yang dianggapnya musuh. Di dalam media sosial, setiap orang adalah teman, dia menyambungkan satu orang dengan yang lainnya, sehingga dapat melakukan kolaborasi sosial untuk sebuah kepentingan tertentu. Karenanya tidak ada permusuhan yang berarti di dalamnya. Mengapa demikian, karena media sosial sebagaimana halnya kita up date status, hanya mengundang komentar mereka yang mau dan setuju saja dengan komentar kita, selain itu, mereka yang tidak sepakat dengan status itu boleh mengabaikannya. Sehingga jejaring yang dibangun media sosial pada dasarnya adalah bersifat menambah perkawanan bukan menambah musuh.

Selain itu, masyarakat (media) sosial juga memiliki beberapa kelemahan. Pertama, mereka relatif cair. Karenanya tidak ada pengikat yang secara permanen dapat membuat kohesivitas semakin terjaga. Teman dalam pergaulan sosial Selain itu, masyarakat (media) sosial juga memiliki beberapa kelemahan. Pertama, mereka relatif cair. Karenanya tidak ada pengikat yang secara permanen dapat membuat kohesivitas semakin terjaga. Teman dalam pergaulan sosial

Kedua, tidak semua informasi dan percakapan dapat dipercaya. Karena longgarnya ikatan pertemanan masyarakat maya, maka di media sosial sangat memungkinkan orang memberikan informasi yang tidak benar tentang dirinya, dengan berbagai alasan. Kita dapat melihat status orag lain, informasi pribadi hingga percakapan yang panjang lebar. Apakah kita yakin bahwa semua informasi yang kita dapat tentang dia itu sepenuhnya benar? Wallahu a’lam. Karenanya, media sosial di samping media strategis untuk menambah teman, namun juga harus ekstra hati-hati.

Karenanya, sampai saat ini penulis belum pernah mendapat informasi kalau sebuah perusahaan mencari calon karyawannya lewat facebook, twitter atau media sosial lainnya. Mungkin saja salah satu persoalannya adalah tingkat faliditas informasi yang meragukan. Hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan di negara-negara maju misalnya, dimana media sosial suda menjadi salah satu instrumen dalam proses Karenanya, sampai saat ini penulis belum pernah mendapat informasi kalau sebuah perusahaan mencari calon karyawannya lewat facebook, twitter atau media sosial lainnya. Mungkin saja salah satu persoalannya adalah tingkat faliditas informasi yang meragukan. Hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan di negara-negara maju misalnya, dimana media sosial suda menjadi salah satu instrumen dalam proses

Ketiga, media sosial tidak memberikan pembentukan struktur sosial dengan menjadikan seseorang sebagai leader. Pertemanan yang sangat banyak berjalan mengalir tanpa adanya pemimpin di antara mereka, bahkan senioritas pun tidak ada. Sifat egaliter ini akan dirasa menjadi sebuah kelemahan ketika para peselancar media sosial ini membutuhkan gerakan nyata. Mereka semua sederajat, teman biasa dan tidak ada yang dijadikan pemimpin. Sehingga rujukan pendapat atau pemimpin aksi menjadi kendala.

Masyarakat cyber yang bergaul dalam media sosial memang menjadi fenomena baru dunia modern. Karakteristik yang khas tidak mudah dibaca dengan hanya membandingkannya dengan pergaulan masyarakat nyata yang berada di ruang-ruang publik. Mereka ada tapi tidak ada, ada di ruang-ruang maya, tetapi (seperti) tidak ada dalam ruang nyata. Mereka bersembunyi di sudut-sudut bumi yang sangat pribadi. Mereka hanya hadir dalam dunia virtual yang tidak mudah dilacak secara fisik. Sekaligus, masyarakat yang tampak di media sosial juga memiliki karakteristik yang (terkadang) sama sekali berbeda dengan manusia aslinya ketika mereka muncul dari “persembunyiannya”.

Spionase di Media Sosial

P kita media sosial baru menjadi trend yang hanya dipakai untuk

ara peselancar media sosial kini tak aman lagi. Badan Intelejen Negara (BIN) sudah menjadikan media sosial sebagai target pengintaian. Kendati di masyarakat

hura-hura, cenderung berkenalan, curhat dan hal-hal ringan lainnya, namun beberapa fakta di negara Timur Tengah dan Afrika, ternyata media sosial bak pisau yang bisa berfungsi untuk apa saja.

Kecenderungan peningkatan kesadaran masyarakat dari penggunaan media sosial dari hal-hal elementer kepada isu-isu yang lebih serius merupakan potensi yang bisa meledak kapan saja menjadi sebuah gerakan sosial massif dan politis. Fenomena Bibit-Chandra dan Prita telah meng- Kecenderungan peningkatan kesadaran masyarakat dari penggunaan media sosial dari hal-hal elementer kepada isu-isu yang lebih serius merupakan potensi yang bisa meledak kapan saja menjadi sebuah gerakan sosial massif dan politis. Fenomena Bibit-Chandra dan Prita telah meng-

Sifatnya yang lebih terbuka dari hanya sekedar mengirim pesan lewat hand phone, media sosial mudah diduga sesungguhnya sudah lama dipantau oleh pihak berwajib. Hanya saja karakter media sosial yang masih menjadi “mainan” kalangan anak muda – karena mayoritas pengguna media sosial berada di usia 15-35 tahun – maka kontennya tidak terlalu serius terlebih mengancam negara.

Keseriusan BIN dalam memantau media sosial kini sangat wajar, sebab dengan tugas mengumpulkan informasi, media sosial merupakan sebuah dunia lain tempat berkumpulnya masyarakat cyber dengan beragam wacana. Hanya saja tidak semua orang paham betul bahwa setiap konten yang dimunculkan di media sosial itu akan dibaca dan menjadi perhatian berbagai pihak. Buktinya, banyak catatan yang bersifat personal dan tidak perlu dilakukan. Komentar- komentar yang bersifat pribadi, yang mungkin lebih layak dikirim lewat massage pun di publish di ruang terbuka.

Euporia media sosial memang melupakan para penggunanya atas ekses yang akan terjadi. Kritik yang disampaikan, unek-unek dan keluhan banyak gentayangan di ruang-ruang sempit. Kewajaran dalam memahami fakta penggunaan media sosial bisa jadi disebabkan beberapa karakteristik media sosial (berikut penggunanya) sebagai Euporia media sosial memang melupakan para penggunanya atas ekses yang akan terjadi. Kritik yang disampaikan, unek-unek dan keluhan banyak gentayangan di ruang-ruang sempit. Kewajaran dalam memahami fakta penggunaan media sosial bisa jadi disebabkan beberapa karakteristik media sosial (berikut penggunanya) sebagai

Kedua, mengikuti arah “angin”. Tergantung yang ramai apa, kemudian pengguna media sosial menjadi pengikut dari setiap isu yang berkembang. Dia tidak memiliki karakteristik yang kemudian orang bisa mengidentifikasi positioning-nya, apa konsennya, apa peminatannya, apa pesan utamanya, dan apa target dari kehadirannya. Tidak banyak dari pengguna media sosial yang berusaha untuk membangun isu utama yang bisa mewarnai sehingga dia pemegang arus isunya.

Ketiga, keaktifan di media sosial bagi kebanyakan penggunanya lebih mengambil posisi aman. Setiap orang pada dasarnya ingin menghindari resiko terkait dengan diri atau orang-orang disekitarnya. Media sosial yang bisa berakibat negatif pada penggunanya lebih banyak dihindari. Karenanya, para pengguna lebih suka berselancar di media sosial hanya untuk sekedar berbagi perasaan, saling mengapresiasi, mengungkapkan perasaan, atau hanya menginformasikan dirinya sedang melakukan apa saat Ketiga, keaktifan di media sosial bagi kebanyakan penggunanya lebih mengambil posisi aman. Setiap orang pada dasarnya ingin menghindari resiko terkait dengan diri atau orang-orang disekitarnya. Media sosial yang bisa berakibat negatif pada penggunanya lebih banyak dihindari. Karenanya, para pengguna lebih suka berselancar di media sosial hanya untuk sekedar berbagi perasaan, saling mengapresiasi, mengungkapkan perasaan, atau hanya menginformasikan dirinya sedang melakukan apa saat

Beberapa waktu lalu, salah seorang menteri kabinet SBY juga menulis sesuatu yang tidak perlu dilakukannya di twitter, sampai staf ahli kepresidenan yang menyimpan gambar yang cukup beresiko terkait dengan kasus Gayus, masih banyak keisengan yang berujung konflik dan pengaduan. Semuanya itu pada dasarnya tidak dilakukan dengan sengaja, buktinya dari semua keisengan, ketika sudah dipersoalkan biasanya langsung meminta maaf.

Hanya saja media sosial selain menjadi ajang remeh temeh, kini terjadi pergeseran yang lebih serius sehingga dapat digunakan untuk motif ekonomi, pendidikan, sosial termasuk politik, juga berpotensi untuk digiring menjadi sebuah ruang untuk melakukan pergerakan-pergerakan yang terorganisir. Prosentasinya mungkin tidak besar, namun keberadaannya bisa selalu meningkat seiring dengan kesadaran dan peningkatan pengetahuan tentang arti Hanya saja media sosial selain menjadi ajang remeh temeh, kini terjadi pergeseran yang lebih serius sehingga dapat digunakan untuk motif ekonomi, pendidikan, sosial termasuk politik, juga berpotensi untuk digiring menjadi sebuah ruang untuk melakukan pergerakan-pergerakan yang terorganisir. Prosentasinya mungkin tidak besar, namun keberadaannya bisa selalu meningkat seiring dengan kesadaran dan peningkatan pengetahuan tentang arti

Dengan naik pangkat menjadi pilar kelima demokrasi, media sosial sangat berpotensi untuk dimanfaatkan untuk kepentingan sosial dan politik yang lebih serius. Kebebasan menyampaikan pendapat tanpa sensor dalam era media sosial semakin memungkinkan publik merencanakan berbagai hal.

Dalam konteks keseriusan baik dari peningkatan fungsi media sosial dan kesadaran penggunanya, kemudian negara atau siapapun yang “takut” terhadap gerakan-gerakan rakyat patut memantau media sosial. Ruang-ruang sempit yang hanya 140 karakter, sebuah status media sosial bisa menjadi peluru yang ampuh untuk membakar semangat massa. Karena keterbatasan ruang dalam media sosial ini, maka kata-kata yang disampaikan dipaksa untuk to the point sehingga tidak ada kesempatan untuk berbasa-basi atau mengungkapkan alasan untuk sebuah statemen tertentu.

Karenanya, kemudahan dalam melakukan pemantauan (karena bersifat terbuka) dan kecenderungan untuk dimanfaatkan pada hal-hal yang lebih serius, menjadikan media sosial semakin beralasan jika dijadikan objek pemantauan BIN – dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Aktifitas spionase seperti ini juga sangat mungkin dilakukan oleh perusahaan, lembaga pendidikan atau lembaga sosial sekalipun untuk melihat pergerakan “lawan”. Dalam konteks riset pasar, aktivitas spionase seperti ini juga merupakan hal biasa, selain memperhatikan kecenderungan pasar, juga melihat strategi pesaing.

Namun media sosial bukanlah media biasa. Dia tidak bisa hanya dimaknai sebagai saluran komunikasi, tetapi sebagai ruang interaksi. Fasilitas up date status, komen tanpa batas dan chat room membuat media sosial melampaui keunggulan media-media sebelumnya yang bersifat satu arah dengan respon yang tertunda. Masyarakat dapat berjejaring dalam sebuah wacana sosial sekaligus dapat menggalang sebuah isu tertentu yang berpotensi melahir-kan aksi sosial kendati tanpa pemimpin yang tegas. Dengan sifat pesan yang bersifat personal media sosial secara psikologis dapat dihitung dari sejauh apa pihak lain merespon dengan menyatakan dukungan atau apresiasi positif pada setiap isu yang disampaikan.

Dengan adanya pemantauan pihak BIN ke ruang media sosial, mau tidak mau, “aktivis” media sosial tentunya harus lebih hati-hati dalam menyatakan pendapatnya. Kebebasan berpendapat kini tidak lagi selonggar dulu. Kendati media sosial tidak ada editornya, namun untuk setiap kata-kata yang terlanjur diposting, semuanya akan terpantau. Maka siap-siap saja untuk setiap account di media sosial berpotensi untuk menjadi objek spionase. Kendati demikian, penutupan account hampir mungkin tidak dilakukan, sebab jika ini dilakukan, sama saja dengan memberangus kebebasan berpendapat sebagaimana dijamin Undang-undang.