PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU POST AND PRE

TUGAS PENYAKIT HUTAN
PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU POST AND PRE
EMERGENCE DAMPING OFF PADA TANAMAN SENGON
(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen

OLEH :
DWI HARYATI NINGSIH / 201210320311024
ISMAEL PAKOPA / 201210320311039

KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015

I.
I.1

Pendahuluan

Latar Belakang
Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen, juga dikenal dengan nama sengon,

merupakan salah satu jenis pionir serbaguna yang sangat penting di Indonesia.
Jenis ini dipilih sebagai salah jenis tanaman hutan tanaman industri di Indonesia
karena pertumbuhannya yang sangat cepat, mampu beradaptasi pada berbagai
jenis tanah, karakteristik silvikulturnya yang bagus dan kualitas kayunya dapat
diterima untuk industri panel dan kayu pertukangan. Di beberapa lokasi di
Indonesia, sengon berperan sangat penting baik dalam sistem pertanian tradisional
maupun komersial.
Menurut laporan Departemen Kehutanan dan Badan Statistika Nasional
(2004), propinsi dengan luas tanaman sengon rakyat terbesar adalah Jawa Tengah
dan Jawa Barat, dimana total jumlah pohon yang dibudidayakan di kedua provinsi
ini dilaporkan lebih dari 60% dari total jumlah pohon sengon yang ditanam oleh
masyarakat di Indonesia.
Penyakit adalah sesuatu yang menyebabkan gangguan pada tanaman
sehingga tanaman tersebut tidak dapat bereproduksi atau mati secara perlahanlahan.Penyakit benih ini dapat menyebabkan kerusakan dalam bentuk perubahan
warna, bentuk, nekrose, penurunan daya kecambah, dan mengurangi nilai biji (ben
ih).Kehilangan hasil yangdisebabkan penyakit benih mencapai lebih dari 5 %, dan
infeksinya dapat mencapai 50%. Penyebab utama kerusakan pada benih adalah
jamur, bakteri, dan virus (patogen). Benihdapat diserang patogen sebelum biji
(benih) berkecambah (pre emergence damping off),sedang apabila menyerang
setelah muncul kecambah disebut post emergence damping off. Bentuk kerusakan

karena serangan patogen sangat bervariasi, tergantung macam patogen, benih dan
faktor lingkungan.
Ciri-ciri penyakit pada tumbuhan :
- Penyebab penyakit sukar dilihat oleh mata telanjang
- Penyebab penyakit antara lain mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, atau
cendawan) dan kekurangan zat tertentudalam tanah
- Serangan penyakit umumnya tidak langsung sehingga tanaman mati secara
perlahan-lahan
Lodoh (damping-off) merupakan terminologi bagi setiap penyakit yang
berakibat busuknya semai atau tajuk muda yang masih sukulen secara cepat.

Penyakit ini disebabkan oleh sejumlah fungi penghuni tanah yang merupakan
parasit fakultatif tanpa disertai kekhususan dengan inangnya (Hartley, 1921).
I.2
Rumusan Masalah
 Apa saja gejala, tanda, penyebab, klasifikasi, siklus hidup, faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan penyakit dari Layu post dan Pre emergency damping




off?
Bagaimana penyebaran penyakit dari Layu post dan Pre emergency damping off?
Bagaimana cara pengendalian dari Layu post dan Pre emergency damping off?

I.3
Tujuan
 Untuk mengetahui gejala, tanda, penyebab, klasifikasi, siklus hidup, faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan penyakit dari Layu Post dan Pre emergency


damping off.
Untuk mengetahui penyebaran penyakit dari Layu Post dan Pre emergency damping



off.
Untuk mengetahui cara pengendalian dari Layu post dan Pre emergency damping off.

II.


Tinjauan Pustaka

Penyakit lodoh semai (damping off) merupakan penyakit yang menyerang bibit di
persemaian pada periode sukulen tumbuhan. Periode sukulen adalah periode semai ketika
jaringan batang masih lunak dan belum terbentuk jaringan kayu. Periode ini dimulai sejak
benih berkecambah sampai sekitar semai umur satu bulan pasca sapih (Mamat, 2013)
Penyakit layu ini menyerang tanaman. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Ralstonia
solanacearum dan dapat menurunkan produksi 60%. Gejala awal serangan penyakit
berupa salah satu daun pucuk layu dan diikuti dengan daun bagian bawah. Setelah terlihat
gejala lanjut dengan intensitas serangan di atas 50%, tanaman akan mati dalam waktu 7
hari(Birril,2014)
Serangan patogen lodoh dapat terjadi pada tiga fase pertumbuhan inang, yaitu :
1. Serangan terjadi pada benih yang baru ditanam dan belum berkecambah sehingga benih
menjadi busuk, disebut lodoh benih (germination-loss) (Hartley, 1921).
2. Serangan terjadi pada benih yang sudah berkecambah tetapi belum sempat muncul ke
permukaan tanah, sehingga kecambah mati di dalam tanah, disebut lodoh dalam tanah (preemergence damping-off) (Wright, 1944).
3. Serangan yang terjadi pada benih yang telah berkecambah dan telah muncul di permukaan
tanah disebut lodoh batang (post-emergence damping-off), umumnya terjadi pada semai
berumur antara satu hingga empat minggu (Wright, 1944). Serangan pada fase ini sangat
banyak menimbulkan kematian semai. Boyce (1961) membedakan serangan pada fase ini ke

dalam lodoh pangkal batang (soil-infection type) jika invasi patogen terjadi pada akar atau
pada hipokotil dekat permukaan tanah, dan lodoh tajuk (top-infection type atau top dampingoff) jika patogen menyerang kotiledon atau hipokotil bagian atas.
Pada lodoh pangkal batang, patogen dengan cepat menyebar dalam jaringan inang, terutama
dalam akar, sehingga semai menjadi layu atau rebah sebelum layu. Kerebahan semai sebelum
layu bukan disebabkan oleh terhentinya suplai air melainkan akibat membusuknya hipokotil
tepat di atas permukaan tanah ketika jaringan di atasnya masih segar. Lodoh tajuk tidak lazim
ditemui, tetapi dapat sangat merusak terutama pada pesemaian yang padat setelah suatu
periode cuaca berawan dan hujan (Boyce, 1961).
Fungi patogen lodoh merupakan fungi yang hidup secara saprofitik pada permukaan bagian
atas tanah, yang bila kondisi lingkungannya menguntungkan dapat menjadi patogen yang
sangat virulen. Beberapa jenis fungi yang diketahui merupakan patogen lodoh antara lain

Fusarium spp., Rhizoctonia solani, dan Pythium spp., Phytophthora spp., Botrytis cinerea,
Cylindrocarpon sp., Sclerotium sp., dan Pestalozia sp. (Boyce, 1961).
Serangan patogen lodoh dapat terjadi pada stadia benih yang baru ditanam dan belum
berkecambah sehingga benih menjadi busuk, yang disebut germination loss (Hartley, 1921)
atau diistilahkan dengan lodoh benih. Selain menyebabkan lodoh benih, patogen juga
menyebabkan lodoh kecambah yang terbagi ke dalam tipe pre-emergence damping off bila
patogen menyerang benih yang sudah berkecambah tetapi belum sempat muncul ke
permukaan tanah, dan tipe post emergence damping off yaitu bila serangan terjadi pada

kecambah yang sudah muncul ke permukaan tanah (Wright 1944).
Penyakit rebah kecambah (damping off), penyebab penyakit ini adalah pythium,
pytophthora, fusarium dan thizoctinia. Gejalanya berupa pre emergency damping off, patogen
menyerang benih tanaman sebelum benih muncul ke permukaan tanah (Anonymous, 2013)
Pengendalian penyakit lodoh umumnya masih menggunakan dan mengandalkan
fungisida sintetik, bila penggunaannya tidak bijaksana maka dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan. Oleh karena itu kegiatan pengendalian saat ini lebih diarahkan kepada
pengendalian terpadu, yang salah satu aspeknya adalah pengendalian biologi menggunakan
jamur

antagonis.

Pengendalian

biologi

dengan

menggunakan


jamur

antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. merupakan pilihan alternatif yang dapat
mengurangi resiko pencemaran dengan meminimalkan gangguan terhadap keseimbangan
biologis.

Tujuan

dari

antagonis Trichoderma sp.

penelitian

adalah

danGliocladium sp.

untuk
dalam


mengetahui
pengendalian

potensi
hayati

jamur
terhadap

patogen Cylindrocladium sp. yang merupakan penyebab penyakit lodoh pada persemaian
tanaman hutan secara in-vitro (Anonymous, 2011)

III.

Pembahasan

Gambar 1. Tanaman sengon berumur 2 tahun ditanam
di lahan petani di Sukabumi, Jawa Barat
3.1


Taksonomi Tanaman Sengon;

Nama botanis: Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen
Marga: Fabaceae
Submarga: Mimosoideae
Sinonim: Adenanthera falcata Linn., Adenanthera falcataria Linn., Albizia falcata (L.)
Backer, Albizia falcata sensu Backer, Albizia falcataria (L.) Fosberg, Albizia moluccana
Miq., Falcataria moluccana (Miq.) Barneby dan J. W. Grimes. (Soerianegara dan Lemmens
1993).
Nama umum/lokal:
Nama lokal di Indonesia: Jeungjing, sengon laut (Jawa); tedehu pute (Sulawesi); rare,
selawoku, selawaku merah, seka, sika, sika bot, sikas, tawa sela (Maluku); bae, bai, wahogon,
wai, wikkie (Papua) (Martawijaya dkk. 1989).
Nama umum di negara lain: Puah (Brunei); Albizia, batai, Indonesian albizia, moluca,
paraserianthes, peacock plume, white albizia (Inggris); kayu machis (Malaysia); white albizia
(Papua Nugini); falcata, moluccan sau (Filipina) (Soerianegara dan Lemmens 1993).
3.2

Tempat Tumbuh

Sengon dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, termasuk tanah kering, tanah lembap

dan bahkan di tanah yang mengandung garam dan asam selama drainasenya cukup

(Soerianegara dan Lemmens 1993). Di Jawa, sengon dilaporkan dapat tumbuh di berbagai
jenis tanah kecuali tanah grumusol (Charomaini dan Suhaendi 1997). Pada tanah latosol,
andosol, luvial dan podzolik merah kuning, sengon tumbuh sangat cepat. Di tanah marjinal,
pupuk mungkin diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan awal; setelah itu, pertumbuhan
sengon akan lebih cepat karena kemampuan untuk mengikat nitrogen meningkat.
Di habitat alaminya, curah hujan tahunan berkisar antara 2000 dan 2700 mm, kadang-kadang
sampai 4.000 mm dengan periode musim kering lebih dari 4 bulan (Soerianegara dan
Lemmens 1993). Sengon mudah melakukan penguapan sehingga memerlukan iklim yang
basah; curah hujan untuk pertumbuhan optimalnya adalah 2000–3500 mm per tahun
(Charomaini
3.3

dan

Suhaendi,


1997).

Botani Sengon

Pohon sengon umumnya berukuran cukup besar dengan tinggi pohon total mencapai
40 m dan tinggi bebas cabang mencapai 20 m. Diameter pohon dewasa dapat mencapai 100
cm atau kadang-kadang lebih, dengan tajuk lebar mendatar. Apabila tumbuh di tempat
terbuka sengon cenderung memiliki kanopi yang berbentuk seperti kubah atau payung. Pohon
sengon pada umumnya tidak berbanir meskipun di lapangan kadangdijumpai pohon dengan
banir kecil. Permukaan kulit batang berwarna putih, abu-abu atau kehijauan, halus, kadangkadang sedikit beralur dengan garis garis lentisel memanjang. Daun sengon tersusun
majemuk menyirip ganda dengan panjang sekitar 23–30 cm. Anak daunnya kecilkecil,
banyak dan perpasangan, terdiri dari 15–20 pasang pada setiap sumbu (tangkai), berbentuk
lonjong (panjang 6–12 mm, lebar 3–5 mm) dan pendek kearah ujung. Permukaan daun
bagian atas berwarna hijau pupus dan tidak berbulu sedangkan permukaan daun bagian

bawah lebih pucat dengan rambut-rambut halus (Soerianegara and Lemmens 1993, Arche
dkk,1998).
3.4

Penyakit Layu Post dan Emergency Damping Off yang menyerang tanaman Sengon

Damping-Off adalah suatu penyakit yang menyerang benih, kecambah, dan semaian. Secara
tradisional, ada dua tipe jenis damping-off :pre-emergence damping-off, menyerang benih
dan kecambah sebelum mereka muncul, dan post-emergence damping-off, menyerang
semaian bibit muda sampai batang mereka menjadi berkayu. Bentuk kedua penyakit terjadi di
dalam tempat penyimpanan benih dan disebabkan oleh kelompok fungi yang sama.

Gambar contoh penyakit damping off yang menyerang beserta jamur penyebab damping off.

3.4.1

Gejala dan Tanda
Pre-Emergence damping-off adalah suatu penyakit yang sulit untuk didiagnosa sebab

benih yang terkena tidak kelihatan gejalanya; sebagai konsekuensinya, kerugian yang
ditimbulkan sering dihubungkan dengan “benih lemah” (Baker. 1957). Jika kecambah belum
muncul dalam satu periode perkecambahannya, benih tersebut digali dan diuji; jika isi benih
membusuk, maka jamur damping-off mungkin terlibat. Kadang-Kadang, benih yang
berkecambah mati setelah calon akar (radikula) dari benih telah muncul.
Gejala klasik post-emergence damping-off termasuk pembusukan hipokotil semaian bibit
pada garis tanah, menyebabkan semaian bibit sampai atasnya jatuh.
Gejala: (1) bercak-bercak kebasahan pada pangkal batang atau hipokotil; (2) pangkal
batang busuk sehingga menyebabkan batang rebah dan mudah putus; (3) menyerang tanaman
di semaian, tetapi dapat pula menyerang tanaman di lahan (Dimas, 2009)
3.4.2

Penyebab
Pre-Emergence damping-off adalah fungi pebusuk benih dan kecambah-kecambah

muda. Rhizoctonia telah dianggap sebagai penyebab utama damping-off di dalam kontainer
benih ( Baker, 1957); Peterson ( 1974) menetapkan empat jenis fungi (Pythium, Fusarium,
Phytophthora, dan Rhizoctonia).
3.4.3

Faktor-faktor yang mempengaruhi

Kondisi lingkungan
yang mempengaruhi

Pengaruh pada Pengembangan Penyakit
Pendorong
Pembatas
Kecambah kotor atau

Kualitas Benih

terkontaminasi; lambat dan
lemah
Terkontaminan

Media Pertumbuhan

Tekstur yang baik
Padat atau teguh (kompak)

PH
Kepadatan
Pertumbuhan
Nutrisi

Tinggi (>6.5)
Banyak pada satu tempat
Nitrogen tinggi

Bersih dan steril;
perkecambahan yang vigor
Bebas kontaminan
Ukuran partikel yang
tercampur
Porositas baik
Asam (4.5-6.0)
Satu benih per
tempat/lubang
Pemupukan yang seimbang
terutama fosfor, potassium,

and kalsium
Irigasi
Lingkungan
Pertumbuhan

3.4.4


Teratur, pelaksanaan berat

Teratur, pelaksanaan ringan

Kelembaban tinggi

Kelembaban sedang

Cahaya rendah

Cahaya cukup

temperatur Ekstrem

temperatur ideal

Klasifikasi Penyakit
Lodoh dini (Pre-emergence damping off): benih atau kecambah mati busuk ketika
masih dalam tanah.



Lodoh batang (Post- emergence damping off): pangkal batang bibit yang telah muncul
di permukaan membusuk, daun layu dan rebah.



Lodoh akar (root decay): akar semai membusuk, daun layu tapi tidak rebah karena
batang semai sudah berkayu (Anonymous, 2015)

3.5

Penyebaran Penyakit
Periode sekulen adalah periode semai ketika jaringan batang masih lunak dan belum

terbentuk jaringan kayu. Periode ini dimulai sejak benih berkecambah sampai sekitar semai
umur satu bulan pasca sapih. Gejala yang muncul berupa busuk pangkal batang; pangkal
batang/leher akar semai muda menjadi lunak kemudian semai roboh. sehingga semai menjadi
rebah. Penyebab penyakit ini antara lain jamur Fusarium, Pythium, Rhizoctonia, dan
Sclerotium. Tingkat kematian semai akibat penyakit ini cukup tinggi, namun hampir tidak
pernah didata. Data kematian semai umur sebulan pasca overspin/sapih akibat penyakit
damping off ini dapat mencapai 30% (Anonymous, 2014)
Patogen menyebar melalui tanah (soil borne), patogen dapat hidup dan bertahan lama
di dalam tanah (Djaglay, 2010)
Cendawan penyebab damping off sangat menyukai tanah-tanah yang lembap,
terutama yang mengandung bahan organik, seperti kompos dan pupuk kandang. Cendawan
ini mudah sekali menular dengan perantara air, alat-alat pertanian maupun lewat sisa-sisa
tanaman sakit yang masih tertinggal di kebun. Kondisi pesemaian biasanya cukup lembab.
Tempat ini selain sering disiram, biasanya juga ada penaungnya, tak ketinggalan pula
menggunakan kompos atau pupuk kandang yang daya serapnya terhadap air sangat tinggi
sebagai tempat pesemaian.

3.6

Cara Pengendalian

Lima langkah untuk menghindari Damping – Off :
1.

Tanah atau media pot di pasteurisasi. Apabila tanah terlalu gelap dan berat, tanahnya
dapat bertahan terlalu basah dan mungkin sulit untuk dipasteurisasi secara efektif.

2.

Gunakan tempat baru atau pot baru bila memungkinkan, karena tempat atau pot yang
sudah terpakai sulit untuk disanitasi.

3.

Jadwalkan irigasi untuk menyediakan kelembaban optimum untuk pertumbuhan benih
dan perkecambahan, tetapi hindari aplikasi yang terlalu berlebih, karena media tumbuh
yang basah dapat menimbulkan dumping – off.

4.

Terapkan pemupukan secara hati-hati, karena level tinggi dari larutan garam dapat
memperlambat pertumbuhan benih, menimbulkan luka pada benih, dan dapat
menimbulkan dumping – off.

5.

Hindari benih yang sedang tumbuh dibawah intensitas cahaya rendah yang dapat
meningkatkan sukulen dari benih dan meningkatkan timbulnya dumping-off (Baskara,
2011).
Penyemaian benih sengon biasanya dilakukan dengan cara ditabur menyebar di bedeng

semai. Sebelum penyemaian, tanah harus disterilkan terlebih dahulu untuk menghindari
penyakit lodoh (rebah semai). Biji disemai dengan cara ditekan dengan lembut ke dalam
tanah dan kemudian ditutup dengan lapisan pasir halus sampai ketebalan 1,5 cm
(Soerianegara dan Lemmens 1993).
Bibit sengon di persemaian kadang-kadang rusak karena penyakit lodoh (rebah semai)
sebagai akibat dari serangan jamur Pythium, Phytophthora dan Rhizoctonia (Nair dan
Sumardi 2000). Serangan yang berat biasanya terjadi pada bulan November–Januari pada
waktu musim hujan. Pengendalian secara tradisional dengan cara menaungi persemaian
dengan atap dan mengurangi frekuensi dan intensitas penyiraman dapat mencegah infeksi
penyakit ini (Anino 1997).
Dalam hal pengelolaan penyakit lodoh pada pesemaian, dalam praktiknya pencegahan
penyakit yang mudah dilaksanakan adalah dengan sterilisasi media pesemaian, sterilisasi
benih, dan akan lebih baik jika dapat disertai dengan penggunaan air steril untuk penyiraman.
Tindakan tersebut dapat meminimumkan inokulum sehingga benih dan kecambah dapat
terbebas dari serangan patogen. Media tanah beserta campurannya yang akan digunakan
sebaiknya diambil dari tempat yang bebas dari inokulum Rhizoctonia sp. Rhizoctonia sp.

merupakan fungi penghuni tanah tetap (soil inhabitant) yang mampu hidup sebagai saprob
bila tidak ada inang dan membentuk sklerotia, yaitu modifikasi dari miselia, sebagai struktur
bertahan (Ogoshi 1987).
Perendaman benih Sengon selama 12 jam dalam filtrat biakan Lactarius sp. mampu
melindungi benih tersebut dari serangan patogen lodoh Pythium irregulare dan Rhizoctonia
praticola, sehingga benih yang berkecambah mencapai 93%, sedang bila benih direndam
dalam air steril, perkecambahannya hanya 7% (Park, 1970)
Upaya penjemuran media pesemaian Sengon yang terdiri atas campuran tanah dan pasir
(2:1 v/v) setebal 4 cm di atas lantai beton bebas naungan dan ditutup plastik hitam selama 8
jam (2 hari) telah dilakukan oleh Herawan (1987). Hasil-nya menunjukkan bahwa
penjemuran yang mengakibatkan naiknya suhu tanah hingga 42.5oC tersebut mampu
menurunkan serangan lodoh benih dan lodoh dalam tanah dari 20.66% pada media tanpa
penjemuran menjadi 2.00%, sedang lodoh batang turun dari 20.67% menjadi 2.00%.

IV.

Penutup

Kesimpulan
-

Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen, juga dikenal dengan nama sengon, merupakan
salah satu jenis pionir serbaguna yang sangat penting di Indonesia.

-

Penyakit adalah sesuatu yang menyebabkan gangguan pada tanaman sehingga
tanaman

tersebut

tidak

dapat

bereproduksi

atau

mati

secara

perlahan-

lahan.Penyakit benih ini dapat menyebabkan kerusakan dalam bentuk perubahan war
na, bentuk, nekrose, penurunan daya kecambah, dan mengurangi nilai biji (benih).
-

Lodoh (damping-off) merupakan terminologi bagi setiap penyakit yang berakibat
busuknya semai atau tajuk muda yang masih sukulen secara cepat.

-

Gejala dan Tanda; (1) bercak-bercak kebasahan pada pangkal batang atau hipokotil;
(2) pangkal batang busuk sehingga menyebabkan batang rebah dan mudah putus; (3)
menyerang tanaman di semaian, tetapi dapat pula menyerang tanaman di lahan.
Penyebab; empat jenis fungi (Pythium, Fusarium, Phytophthora, dan Rhizoctonia).

-

Klasifikasi; Lodoh dini (Pre-emergence damping off), Lodoh batang (Post- emergence
damping off, Lodoh akar (root decay).

-

Siklus hidup; Serangan yang berat biasanya terjadi pada bulan November–Januari
pada waktu musim hujan.

-

Faktor yang mempengaruhi; Kualitas Benih, Media Pertumbuhan, Ph, Kepadatan
pertumbuhan, Nutrisi, Irigasi dan Lingkungan.

-

Pengendalian; sterilisasi media pesemaian, penyiraman, dengan menggunakan bahan
kimia.

Daftar Pustaka
Anino, E. 1997 Commercial plantation, establishment, management, and wood utilization of
Paraserianthes falcataria by PICOP Resources, Inc. Dalam: Zabala, N. (ed.)
Workshop international tentang spesies Albizia dan Paraserianthes, 131–139.
Prosiding workshop 13–19 November 1994, Bislig, Surigao del Sur, Filipina. Forest,
Farm, and Community TreeResearch Reports (tema khusus). Winrock International,
Morrilton, Arkansas, AS.
Anonymous. 2011. Penyebab Penyakit Pada Persemaian. (Online) http://www.forplan.or.id.
Diakses 6 Juni 2015.
Anonymous. 2013. Penyakit Pada Tumbuhan. (Online) http://caramencegah.com.
Diakses 6 Juni 2015.
Anonymous. 2015. Presentasi Teknik Pemeliharaan Bibit Teknologi. (Online)
http://slideplayer.info. Diakses 6 Juni 2015.
Arche, N., Anin-Kwapong, J.G. dan Losefa, T. 1998 Botany and ecology. Dalam: Roshetko,
J.M. (ed.) Albizia and Paraserianthes production and use: a field manual, 1–12.
Winrock International, Morrilton, Arkansas, AS.
Baker, K.F. and R.J. Cook., 1974. Biological control of Plant Pathogens. WH Freeman & Co.,
San Francisco. 433 hlm.
Boyce, J. S., 1961. Forest Pathology. McGraw-Hill Co., Inc., New York. 368 hlm.
Charomaini MZ, Ismail B. 2008. Indikasi awal ketahanan sengon (Falcatariamoluccana)
provenan Papua terhadap jamur Uromycladium tepperianum penyebab penyakit karat
tumor (gall rust). Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan 2(2):1-9.
Departemen Kehutanan dan Badan Statistika Nasional 2004 Potensi Hutan Rakyat Indonesia
2003. Pusat Inventarisasi dan Statistika Kehutanan. Departemen Kehutanan dan
Direktorat Statistika Pertanian, Badan Statistika Nasional, Jakarta, Indonesia.
Dimas. 2009. Budidaya Pertanian. (Online) http://dimasadityaperdana.blogspot.com.
Diakses 11 Juni 2015.
Djaglay. 2010. Penyakit Tanaman. (Online) http://djaglay.blogspot.com.
Diakses 6 Juni 2015.
Febrian, Birril. 2014. Artikel Hama dan Penyakit. (Online) http://installflame.blogspot.com
Diakses 6 Juni 2015.

Hartley, C. 1921. Damping-off in forest nursery. Bull. No.34 p. 1-90. Bureu of Plant Industry.
Washington.
Herawan. 1987. Pengaruh Lama Penjemuran Tanah terhadap Timbulnya Penyakit Lodoh
("damping-off") pada Acacia mangium Willd. Skripsi sarjana. Fakultas Kehutanan
Universitas Mulawarman, Samarinda. 53 hlm.
Mamat. 2013. Makalah Hama dan Penyakit Kehutanan. (Online) http://foresteruntad.blogspot.com. Diakses 6 Juni 2015.
Martawijaya, A. Kartasujana, I., Mandang, Y.I., Prawira, S.A. dan Kadir, K. 1989 Atlas Kayu
Indonesia Jilid II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor, Indonesia.
Ngasih. 2014. Rebah Kecambah karena Damping Off. (Online) http:// www.ngasih.com.
Diakses 11 Juni 2015.
Ogoshi A. 1987. Ecology and pathogenicity of anastomosis and intraspecific groups of
Rhizoctoniasolani KÜhn. Annu. Rev. Phytopathol. 25:125-143.
Park, J.Y., 1970. Antifungal effect of an ectotrophic mycorrhizal fungus, Lactarius sp.,
associated with basswood seedlings. Can. J. Microbiol., 16:798.
Soerianegara I. Lemmens RHMJ. 1993. Plant resources of South-East Asia 5(1): Timber
trees: Major commercial timbers. Wageningen: Pudoc Scientific Publishers.
Wright E. 1944. Damping-off in broad leaf nursery of the Great Plains region. J. Agric. Res.
69:77-94.