KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL MAHASISWA BI

KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL MAHASISWA
BIOLOGY INNOVATION AND RESEARCH COMPETION (BORN) 3

JUDUL KARYA :
PEMBERIAN PENDIDIKAN SEKS PADA ANAK TUNA RUNGU
MELALUI MODEL “VIDEO RAMAH ANAK”

disusun oleh :
Lu’lu’ Nur Afifah/1610811019/2016
Siska Sriwijayanti/1610811024/2016

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
JEMBER
2018

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT. Tuhan yang Maha Pengasih dan
Penyanyang. Salawat serta salam semoga senantiasa selalu terlimpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Atas rahmat yang Allah berikan sehingga saya dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan sebaik-baiknya. Dalam karya tulis

ilmiah ini banyak mendapat banyak bimbingan dan arahan dari banyak pihak.
Saya juga banyak mendapatkan dukungan dari teman-teman. Oleh karena itu saya
mengucapkan terima kasih kepada semuanya. Dengan segala kemampuan saya
menyusun karya tulis ilmiah ini dengan sungguh-sungguh. Namun saya
menyadari masih banyak sekali kekurangan yang ada pada karya tulis ini. Oleh
karena itu saya mohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
untuk karya tulisa ilmiah saya selanjutnya. Semoga semua yang telah saya
kerjakan bermanfaat untuk banyak orang.

Jember, 18 April 2018

Penulis

iii

DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan…………………………………………………......i
Lembar Orisinalitas………………………………………………….....ii
Kata Pengantar………………………………………………………...iii
Daftar Isi……………………………………………………………….iv

Abstrak………………………………………………………………….v
Pendahuluan…………………………………………………………….1
Tinjauan Pustaka………………………………………………………..4
1. Pengertian Pendidikan Seks…………………………………………4
2. Pengertian Anak Tuna Rungu……………………………………….4
3. Model Video Ramah Anak………………………………………….5
Metode Penulisan…………………………………………………….....7
Hasil dan Pembahasan………………………………………………….8
Penutup…..............................................................................................12
1. Kesimpulan………………………………………………………...12
2. Saran………………………………………………………….........12
Daftar Pustaka

iv

PEMBERIAN PENDIDKAN SEKS PADA ANAK TUNARUNGU MELALUI MODEL
“VIDEO RAMAH ANAK”
Lu’lu’ Nur Afifah1, Siska Sriwijayanti2
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Jember, Jl. Karimata
No.49, Jember 68121

2
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Jember, Jl. Karimata
No.49, Jember 68121
Email : lunaridwannn@gmail.com

1

ABSTRAK
Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat.
Menurut data terbaru (dalam Ratri, 2016) jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia tercatat
mencapai 1.544.184 anak dengan 2.142% berada pada rentang usia 5-18 tahun. Anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan perhatian dan penanganan khusus karena
adanya keterbatasan dalam tahap tumbuh kembang yang dilalui anak. Menurut IDEA atau
Individuals with Disabilities Education Act Amandements yang dibuat pada tahun 1997 dan
ditinjau kembali pada tahun 2004, secara umum klasifikasi dari anak berkebutuhan khusus adalah
salah satunya tuna rungu. Tuna rungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal. Berkaitan
dengan hal tersebut maka anak tuna rungu memerlukan penangan khusus termasuk dalam hal
pemberian pendidikan seks agar mereka dapat mengenali, memahami dan mengelola
perkembangan dan perubahan biologis yang terjadi pada dirinya. Penulisan ini secara khusus

memberikan model pemberian pendidikan seks pada anak tuna rungu berdasarkan materi
pendidikan seks yang dikhususkan untuk anak berkebutuhan khusus. Model yang diberikan juga
mengacu pada teori perkembangan kognitif Piaget pada tahapan praoperasional. Perkembangan
kognitif anak pada tahap praoperasional ditandai dengan berkembangnya fungsi kognitif anak
salah satunya berupa fungsi simbolik (2-4 tahun) dan berfikir intuitif (4-7 tahun). Pada tahap ini
anak belajar dengan menggunakan media peraga. Oleh karena itu pemberian model pendidikan
seks melalui media video animasi yang dirancang sesuai dengan keterbatasan anak tuna rungu
cocok pada tahap praoperasional. Kurangnya model pemberian pendidikan seks yang dapat
dipahami dan menarik untuk anak tuna rungu melatarbelakangi penulisan. Harapannya dengan
model yang diberikan dapat membantu anak tuna rungu untuk dapat memahami pendidikan seks
agar tidak terjebak pada perilaku seks yang menyimpang dan mendapatkan kekerasan dan/atau
pelecehan seksual dari orang lain. Karakteristik yang menjadi fokus penulisan ini adalah anak
berusia 5–7 tahun.
Kata Kunci : Pendidikan Seks, Tuna Rungu, Video Animasi.

v

PENDAHULUAN

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan perhatian dan

penanganan khusus karena adanya keterbatasan dalam tahap tumbuh kembang
yang dilalui anak (dalam Ratri, 2016:1). World Health Organization (WHO),
mendefinisikan anak berkebutuhan khusus dengan istilah Disability (tidak ada
atau kurangnya fungsi), Impairment (kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal
psikologis,

atau

struktur

anatomi

atau

fungsinya),

dan

Handicap


(ketidakberuntungan individu yang membatasi atau menghambat pemenuhan
peran yang normal pada individu).
Anak berkebutuhan khusus di Indonesia memiliki jumlah yang tidak sedikit.
Data sensus nasional yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS)
menyatakan bahwa terjadi kenaikan jumlah penyandang disability di Indonesia
sebanyak 646.998 jiwa dari jumlah sebelumnya sebanyak 1.480.000 jiwa (tahun
2003) menjadi 2.126.998 jiwa (tahun 2009). Pada tahun 2012, Susenas (dalam
Infodatin, 2014) menyampaikan bahwa data penduduk Indonesia yang
menyandang disabilitas sebesar 2,45% dari 248,9 juta jiwa penduduk Indonesia.
Dari jumlah penduduk Indonesia terdapat 0,77% atau 1,92 juta jiwa penyandang
disabilitas berada pada rentang umur 5-17 tahun. Di Kabupaten Jember
berdasarkan data dari SLB-B & AUTIS TPA Jember terdapat 56 anak
berkebutuhan khusus dimana 6 anak berada pada umur di bawah 7 tahun, 37 anak
berada pada rentang umur 7-5 tahun, dan 13 anak berada pada umur di atas 15
tahun. (slbbautis.wordpress.com).
Mengacu pada UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 5 ayat 2 menyatakan
bahwa setiap warga Negara yang memiliki kelainan fisik, mental, intelektual,
sosial, dan emosional berhak memperoleh pendidikan. Kemudian dalam salinan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 juga
disebutkan bahwa peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,

sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa perlu
mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan asasinya. Seiring
dengan perolehan hak yang sama antara anak normal dengan anak berkebutuhan
khusus, maka pendidikan dalam bentuk appaun wajib disediakan bagi mereka

1

semua. Adapun salah satu program pendidikan yang harus disediakan bagi anak
berkebutuhan khusus adalah pendidikan seks (sex education). Pendidikan seks
bagi anak berkebutuhan khusus tampaknya masih jarang mendapatkan perhatian
di kalangan pendidik. Terbukti literatur yang membahas pendidikan seks secara
komperhensif masih minim sekali ditemukan, bahkan terbilang hamper tidak ada.
Padahal pendidikan seks bagi mereka menjadi sebuah keniscayaan. Sebab anak
berkebutuhan khusus pada prinsipnya memiliki perkembangan dorongan seksual
yang sama dengan anak-anak pada umumnya (Aziz, 2014). Pemberian pendidikan
seks pada anak tuna rungu bertujuan agar mereka dapat mengenali, memahami
dan mengelola perkembangan dan perubahan biologis yang terjadi pada dirinya.
Sehingga mereka dapat memahami pendidikan seks agar tidak terjebak pada
perilaku seks yang menyimpang dan mendapatkan kekerasan dan atau pelecehan
seksual dari orang lain.

Karakteristik pelaku kekerasan pada anak berdasarkan hubungan dengan
korban (dalam Ervina, 2015), yaitu orang tua (8,33%), tetangga (33,34%), teman
(5%), pacar (25%), dan orang lain (28,33). Berdasarkan hasil data tersebut pelaku
kekerasan seksual pada anak adalah orang terdekatnya. Kekerasan seksual pada
anak berkebutuhan khusus, terutama pada anak tuna rungu terjadi karena
ketidaktahuan anak terhadap pertumbuhan dan perkembangan dirinya dan
bagaimana menjaga dirinya. Ketidaktahuan anak terjadi karena keterbatasan anak
dalam menangkap informasi sehingga anak tuna runggu sangat rentan menjadi
korban kekerasan seksual.
Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk mengembangkan
model pemberian pendidikan seks yang dapat dipahami dan menarik untuk anak
tuna rungu dengan metode video ramah anak. Video ramah anak adalah video
animasi yang dapat dipahami oleh anak tuna rungu karena video tersebut dibuat
dengan menyesuaikan kebutuhan anak tuna rungu. Video animasi merupakan
sebuah objek atau gambar sehingga dapat bergerak, objek dapat mengalami
perubahan bentuk dan warna sehingga menarik perhatian siswa dalam belajar dan
dapat memberi pemahaman yang lebih cepat. keunggulan video animasi sebagai
model pemberian pendidikan seks bagi anak tuna rungu, pertama dapat
menyajikan informasi yang menggabungkan unsur audio dan visual sehingga bisa


2

memberi kemudahan bagi anak tuna rungu dalam memahami materi tentang
pendidikan seks.
Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan rumusan masalah yaitu
bagaimana materi pendidikan seks untuk anak tuna rungu dan model pemberian
pendidikan seks khusus untuk anak tuna rungu. Penulisan ini bertujuan untuk
memberikan gambaran model pemberian pendidikan seks melalui video ramah
anak yang dapat dipahami dan menarik untuk anak tuna rungu. Dari penulisan ini
diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang pendidikan seks pada anak
tuna rungu sehingga mereka terhindar dari perilaku seks menyimpang dan
kekerasan atau pelecahan seksual. Bagi lembaga pendidikan, penulisan ini
diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi lembaga pendidikan yang
terkait untuk memberikan pendidikan seks yang sesuai dengan kebutuhan dan
keterbatasan yang dimiliki anak tuna rungu. Hasil dari penelitian ini diharapkan
menjadi bahan pertimbangan bagi orangtua anak untuk memberikan pendidikan
seks sejak usia dini dengan metode pemberian yang sesuai

3


TINJAUAN PUSTAKA

1.

Pengertian Pendidikan Seks
secara umum pendidikan seks (sex education) dapat diartikan sebagai

pendidikan tingkah laku yang baik, menjujung tinggi nilai-nilai kemasyarakatan
serta membantu seseorang menghadapi persoalan hidup yang berpusat pada naluri
seks yang timbul dalam bentuk tertentu dan merupakan pengalaman manusia yang
normal (Sri Esti Wuryani D, 2008: 5). Sedangkan menurut Abdullah Nasih Ulwan
(2011: 15) menyatakan bahwa pendidikan seks merupakan sebuah upaya
pengajaran, penyadaran dan penerangan tentang masalah-masalah yang berkenaan
dengan seks, naluri dan perkawinan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2001) pengertian pendidikan seks adalah proses mengubah sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan seks merupakan upaya transfer pengetahuan dan nilai
(knowledge and values) tentang fisik-genetik dan fungsinya khususnya yang
terkait dengan jenis (sex) laki-laki dan perempuan sebagai kelanjutan dari

kecenderungan primitive mahluk hewan dan manusia, tertarik dan mencintai lain
jenisnya. Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran dan penerangan
tentang masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak, dalam usaha
menjaga anak terbebas dari kebiasaan yang tidak sesuai dengan anjuran agam dan
kemungkinan kearah hubungan seksual terlarang.

2.

Pengertian Anak Tuna Rungu
Tuna rungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran

yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan,
terutama melalui indera pendengarannya. Andreas Dwidjosumarto (dalam
Somantri, 2012:93) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang
mampu mendengar suara dikatakan tuna rungu. Ketunarunguan dibedakan
menjadi dua kategori yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Selain
itu, Mufti Salim menyimpulkan bahwa anak tuna rungu adalah anak yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendangar yang disebabkan

4

oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran
sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia
memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir
batin yang layak.
Klasifikasi anak tuna rungu dibagi menjadi dua, yang pertama klasifikasi
secara etiologis, yaitu pembagian berdasarkan sebab-sebab yang dipengaruhi
beberapa factor, yaitu (1) pada saat sebelum dilahirkan, (2) pada saat kelahiran,
dan (3) pada saat setelah kelahiran. Kedua klasfikasi menurut tarafnya yang dapat
diketahui dengan tes audiomeris. Untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan
diklasifikasikan menjadi empat tingkat, tingkat I yaitu kehilangan kemampuan
mendengar antara 35 sampai 54 db, tingkat II yaitu kehilangan kemampuan
mendengar antara 55 sampai 69 db, tingkat III yaitu kehilangan kemmapuan
mendengar antara 70 sampai 89 db, dan tingkat IV yaitu kehilangan kemampuan
mendengar 90 db ke atas (dalam Somantri, 2012:94-95).

3.

Model Video Ramah Anak
Dalam penulisan model video yang akan diberikan menggunakan istilah

video ramah anak. Video ramah anak adalah video animasi yang berisi materi
pendidikan seks yang dikhususkan untuk anak tuna rungu dengan menyesuaikan
keterbatasan yang mereka miliki. Sehingga video ini dapat memberikan
pemahaman kepada anak tuna rungu dan aman bagi mereka untuk menonton
video ini.
Menurut Smaldino (2008:121) mengatakan bahwa media video adalah
media yang dapat menyajikan informasi, menggambarkan suatu proses dan tepat
mengajarkan keterampilan, menyingkat dan mengembangkan waktu dan
mempengaruhi sikap. Video juga dapat menyajikan informasi, menggambarkan
suatu proses dalam waktu singkat. Menurut Agner dan Kellerman (1996) dalam
Munir (2012:290) video adalah media digital yang menunjukan susunan atau
urutan gambar-gambar dan memberikan ilusi, gambaran serta fantasi pada gambar
bergerak.
Animasi adalah rangkaian gambar yang membentuk sebuah gerakan.
Animasi adalah perubahan visual sepanjang waktu yang memberikan kekuatan

5

besar pada proyek multimedia dan halaman web yang dibuat (Binnato, 2010).
Salah satu keunggulan animasi dibanding media lain seperti gambar statis atau
teks adalah kemampuannya untuk menjelaskan perubahan keadaan tiap waktu
(dalam Dina Utami 2011: 44).
Video animasi merupakan sebuah objek atau gambar sehingga dapat
berubah posisi. Selain pergerakan, objek dapat mengalami perubahan bentuk dan
warna sehingga menarik perhatian siswa dalam belajar dan dapat memberi
pemahaman yang lebih cepat. Kelebihan video animasi (dalam Johari dkk, 2014:
11) seperti: 1) Memperkecil ukuran objek yang secara fisik cukup besar dan
sebaliknya; 2) Memudahkan guru untuk menyajikan informasi mengenai proses
yang cukup kompleks; 3) Memiliki lebih dari satu media yang konvergen,
misalnya menggabungkan unsur audio dan visual; 4) Menarik perhatian siswa
sehingga meningkatkan motivasi belajar; 5) Bersifat interaktif, dalam pengertian
memberi kemudahan dan kelengkapan sehingga bisa menggunakan tanpa
bimbingan orang lain.

6

METODE PENULISAN

Tahap pengumpulan data merupakan tahapan penulis mengumpulkan datadata dari beberapa sumber yang menjadi unsur-unsur penyusunan karya tulis ini,
dengan menggunakan beberapa metode kepustakaan dan metode menyimak.
Metode kepustakaan merupakan metode yang digunakan dengan mencatat pokok
bahasan dari buku pustaka yang berkaitan dengan obyek. Sedangkan metode
menyimak merupakan metode dengan cara mengamati dna menyimak secara
terperinci dari hal-hal yang berhubungan dengan obyek.
Tahap analisis data merupakan tahap penulis menganalisis sumber-sumber
obyek yang telah didapat dan memilah-milah data yang berkaitan dengan obyek
yang dianalisa dengan menggunakan metode teoritis. Metode teoritis merupakan
metode yang digunakan menetukan teori-teori yang bersangkutan dengan obyek
sebagai patokan dalam rumusan masalah yang akan dipadukan dengan data-data
yang telah ada.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa setiap
warga Negara yang memiliki kelainan fisik, mental, intelektual, sosial, dan
emosional berhak memperoleh pendidikan. Kemudian dalam salinan Peraturan
Nasional Indonesia Nomor 70 thun 2009 juga disebutkan bahwa peserta didik
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi
kecerdasan dan atau bakat istimewa perlu mendapatkan layanan pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan asasinya. Oleh karena itu seluruh warga negara tanpa
terkecuali

memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, tanpa

membedakan kondisi tubuh dan jenis kelainannya. Seiring dengan perolehan hak
yang sama antara anak normal dengan anak tuna rungu, maka pendidikan seks
harus diberikan sesuai dengan keterbatasan yang dimilikinya.
Video ramah anak adalah video animasi yang berisi materi pendidikan seks
dengan menyesuaikan kebutuhan dan keterbatasan anak tuna rungu di rentang
umur 5-7 tahun, dimana pada umur tersebut anak berada pada tahapan
perkembangan kognitif praoperasinal menurut Piaget. Video animasi ini di
kembangkan

dari

video

animasi

pendidikan

seks

sebelumnya

dengan

menggunakan materi pendidikan seks untuk anak berkebutuhan khusus dari hasil
penelitian Safrudin Aziz, 2014.
Menurut Agner dan Kellerman (1996) dalam Munir (2012:290) video
adalah media digital yang menunjukan susunan atau urutan gambar-gambar dan
memberikan ilusi, gambaran serta fantasi pada gambar bergerak. Sedangkan
animasi adalah rangkaian gambar yang membentuk sebuah gerakan. Animasi
adalah perubahan visual sepanjang waktu yang memberikan kekuatan besar pada
proyek multimedia dan halaman web yang dibuat (Binnato, 2010). Salah satu
keunggulan animasi dibanding media lain seperti gambar statis atau teks adalah
kemampuannya untuk menjelaskan perubahan keadaan tiap waktu (dalam Dina
Utami 2011: 44).
video animasi pendidikan seks yang akan dikembangkan menyesuaikan
teori perkembangan kognitif anak Piaget. Menurut Piaget perkembangan kognitif
anak secara kronologis terjadi 4 tahap. Keempat tahap yang dimaksud adalah

8

sebagai berikut : (1) tahap sensorimotor, dari lahir sampai usia sekitar 2 tahun; (2)
tahap praoperasional, dari usia 2 tahun sampai 7 tahun; (3) tahap operasional
konkrit, dari usia 7 tahun sampai usia 11-12 tahun; dan tahap (4) tahap
operasional formal, dari usia 11-12 tahun sampai dewasa. Video ramah anak ini
menyesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif anak pada tahapan kedua,
yaitu

tahap

praoperasional.

Perkembangan

kognitif

anak

pada

tahap

praoperasional ditandai dengan berkembangnya fungsi kognitif anak salah satunya
berupa fungsi simbolik (2-4 tahun) dan berfikir intuitif (4-7 tahun). Pada tahap ini
anak sangat egosentris, mereka sulit menerima pendapat orang lain. Anak percaya
bahwa apa yang mereka pikirkan dan alami akan menjadi pikiran dan pengalaman
orang lain. Pada akhir masa ini anak dapat memberikan alasan atas keyakinannya,
dapat mengelompokan benda-benda berdasarkan satu sifat khusus yang sederhana,
dan mulai dapat memperoleh konsep yang sebenarnya (dalam Ramlah, 2015: 221222).
Dengan karakteristik kognitif anak pada tahap praoperasional, dimana anak
mulai mengembangkan kemampuan menggunakan symbol untuk melambangkan
objek namun dengan pemikiran yang masih bersifat egosentris dan terpusat, maka
anak pada umur tersebut lebih mudah jika belajar dengan menggunakan gambar
atau alat peraga. Oleh karena itu video ramah anak dikembang dengan tidak
terlalu banyak menggunakan tulisan sebagai penjelasan materi melainkan dengan
menggunakan gambar yang memiliki warna beragam agar menarik perhatian
anak. Materi yang diberikan dalam video ini sebagai berikut : (1) perbedaan
anatomi dan fisiologis antara laki-laki dan perempuan; (2) aurat; (3) merawat
tubuh dan berhias; (4) maskulinitas dan feminitas; (5) tidur dan bercengkerama
dalam keluarga; dan (6) upaya preventif terhadap perbuatan pelecehan dan
kekerasan seksual (Aziz, 2014).
Penjelasan tentang perbedaan anatomi dan fisiologis antara laki-laki dengan
perempuan ini tentang: kondisi fisik laki-laki dengan perempuan, misalnya lakilaki berkumis, perempuan tidak, laki-laki memiliki payudara yang relative kecil
sedangkan perempuan lebih besar, kondisi fisik laki-laki lebih kuat dari pada
perempuan, perempuan melahirkan dan sebagainya. Pemberian materi ini akan

9

dijelaskan dengan memberikan gambar laki-laki dan perempuan sehingga anak
tuna rungu dapat menemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
Pendidikan seks pada anak tuna rungu juga perlu mendapatkan materi
tentang keistimewaan aurat, merawat tubuh, berhias dan pakaian. Adapun
tujuannya menumbuhkan rasa malu pada anak sehingga mereka terbiasa menjaga
aurat dan menundukkan pandangannya. Menutup aurat dan etika berhias atau
berpakaian dijelaskan dengan memberikan gambar benar dan salah dari materi
tersebut sehingga anak dapat mengetahui mana yang benar dan salah, dan mana
yang boleh dan tidak boleh.
Memberi pemahaman tentang maskulinitas dan feminitas juga menjadi hal
yang penting dari pendidikan seks untuk anak tuna rungu. Tujuan dari materi ini
adalah selain mengenalkan perbedaan fisik juga menjaga maskulinitas atau
feminitas yang telah menempel pada diri anak. Selain itu dalam materi ini juga
disampaikan tentang larangan bercampurnya laki-laki dan perempuan secara
bebas dan terbuka atau menyampaikan larangan berdua-duaan antara laki-laki
dengan perempuan disuatu tempat tanpa ada orang lain disekitarnya.
Dalam tidur dan bercengkerama dalam keluarga, etika bercengkerama
tersebut berisi tentang larangan dan mengarahkan anak untuk tidak menyentuh
bagian bagian vital seperti alat kelamin, payudara, pinggul dan sebagainya saat
bermain, dan ketika tidur anak dibisakan untuk selalu menutup auratnya dengan
sopan. Materi ini akan disampaikan dengan memberikan gambar berbeda, dimana
gambar satu adalah yang gambar benar dilakukan atau boleh dilakukan dan
gambar dua adalah gambar salah atau tidka boleh dilakukan.
Selanjutnya materi terakhir adalah materi tentang tindak pelecehan dan
kekerasa seksual secara sederhana beserta dampak negatifnya. Selain itu anak juga
diperkanal tentang upaya preventif terhadpa perbuatan pelecehan dan kekerasan
seksual, seperti : menolak ketika orang lain memegang alat kelamin dan daerahdaerah tubuh yang tidka boleh dipegang orang lain, lari jauh jika ada orang yang
memaksanya, dan mengajarkan anak untuk menceritakan kepada ibu atau orang
yang dipercaya oleh anak hal-hal yang menurutnya tidak enak dan tidak nyaman.
Selain itu juga disampaikan untuk tidak secara mudah menerima hadiah atau
pemberian apapun dari orang lain yang tidak dikenal oleh anak.

10

Dari beberapa materi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks
untuk anak tuna rungu pada rentang usi 5-7 tahun masih bersifat sederhana
dengan penjelasan berupa video. Dimana dalam video tersebut tidak terlalu
banyak menggunakan tulisan dan lebih banyak menggunakan gambar benar dan
salah agar anak tuna rungu dapat membedakan mana yang benar dan salah, boleh
dan tidak boleh. Sehingga mereka dapat paham tentang materi yang disampaikan
walaupun dengan keterbatasan yang mereka miliki.

11

PENUTUP
1.

Kesimpulan
Pendidikan seks penting untuk diberikan pada anak sejak usia dini. Hal ini

berlaku juga untuk anak tuna rungu karena anak tuna rungu memiliki hak sama
dnegan anak normal dalam memperoleh pendidikan. Pendidikan seks yang
diberikan pada anak tuna rungu disesuaikan dengan kebutuhan dan keterbatas
yang dimilikinya. Materi yang diberikan disesuaikan dengan materi pendidikan
seks anak berkebutuhan khusus dari hasil penelitian sebelumnya. Model
pendidikan seks yang diberikan kepada anak tuna rungu juga disesuaikan dengan
tahapan perkembangan kognitif anak menurut Piaget. Oleh karena itu dalam
penulisan ini dikembangkan video animasi yang diberi judul “Video Ramah
Anak”.
Materi yang diberikan dalam video ini sebagai berikut : (1) perbedaan
anatomi dan fisiologis antara laki-laki dan perempuan; (2) aurat; (3) merawat
tubuh dan berhias; (4) maskulinitas dan feminitas; (5) tidur dan bercengkerama
dalam keluarga; dan (6) upaya preventif terhadap perbuatan pelecehan dan
kekerasan seksual (Aziz, 2014).
Model video animasi pendidikan seks yang dikembangkan khusus anak tuna
rungu tidak terlalu banyak memakai penjelasan materi secara tertulis melainkan
menjelaskan materi menggunakan gambar-gambar yang dapat lebih dipahami oelh
anak tuna rungu di rentang umur 5-7 tahun. Model video tersebut juga disesuaikan
dengan tahap praoperasional dimana anak mulai mengembangkan kemampuan
menggunakan simbol untuk melambangkan objek namun dengan pemikiran yang
masih bersifat egosentris dan terpusat, maka anak pada umur tersebut lebih mudah
jika belajar dengan menggunakan gambar atau alat peraga.
2.

Saran
Bagi lembaga pendidikan yang terkait, penulisan ini diharapkan dapat

menjadi bahan pertimbangan untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan seks
pada anak tuna rungu dnegan materi dan model pemberian yang sesuai dengan
kebutuhan dan keterbatasan yang dimiliki anak. Hasil dari perngembangan model

12

ini diharapkan menjadi bahan pemberian pendidikan seks bagi orang tua untuk
memberikan pendidikan seks pada anak tuna rungu sejak usia dini.

13

DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Sutjihati T. 2012. Psikologi Anak Luar Biasa. Refika Aditama.
Bandung.
Desiningrum, Dinie Ratri. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Psikosain.
Yogyakarta.
Ramlah. 2015. Penerapan Teori Perkembangan Mental Piaget Tahap Operasional
Konkret Pada Hukum Kekekalan Materi. Jurnal Pendidikan UNSIKA. Vol.3
No.2. Hal 221.
Safrudin Aziz. 2014. Pendidikan Seks Bagi Anak berkebutuhan Khusus. Jurnal
Kependidikan. Vol.2 No.2. Hal 183-195.
Mukhlisah AM. 2015. Pengembangan Kognitif Jean Piaget Dan Pengingkatan
Belajar Anak Diskalkulia. Jurnal Kependidikan Islam. Vol.6 No 2. Hal. 126127.
Gita Febriana, dkk. 2014. Efektifitas Penggunaan Media Video Untuk
Meningkatkan Kemampuan Mengenal Bahaya HIV/AIDS Bagi Remaja
Tuna Rungu. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus. Vol. 2 No.2. Hal. 98.
Turyati, Muchtarom, Winarno. 2016. Pengaruh Penggunaan Media Video Edukasi
Terhadap Hasil Belajar PKn Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Gondangrejo.
Jurnal PKn Progresif. Vol. 11 No.1. Hal 258.
Andrian Johari, dkk. 2014. Penerapan Media Video dan Animasi Pada Materi
Menvakum dan Mengisi Refrigen Terhadap Hasil Belajar Siswa. Journal Of
Mechanical Engineering. Vol.1 No.1. Hal. 11.
INFODATIN. 3 Desember 2014. Hal.2
http://slbbautis.wordpress.com/yayasan-ytpa-jember/ . diakses pada tanggal 12
april 2018.

14