pengertian manusia menurut al quran 2.do

RESUME AGAMA

DISUSUN OLEH :
ANITA KUSTIANI
NIM : 1615401043

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
PRODI DIII KEBIDANAN
TAHUN 2016

RESUM AGAMA
1. PENGERTIAN MANUSIA DALAM AL-QUR’AN
Secara terminologis, ungkapan al-Qur’an untuk menunjukkan konsep manusia terdiri atas
tiga kategori, yaitu: a) al-insan, al-in’s, unas, al-nas, anasiy dan insiy; b) al-basyar; dan; c)
bani ²dam “anak ²dam ” dan §urriyyat ²dam “keturunan ²dam ”.[3] Menurut M. Dawam
Raharjo istilah manusia yang diungkapkan dalam al -Qur’an seperti basyar, insan, unas,
insiy, ‘imru, rajul atau yang mengandung pengertian perempuan seperti imra’ah, nisa’ atau
niswah atau dalam ciri personalitas, seperti al-atqa, al-abrar, atau ulul-albab, juga sebagai
bagian kelompok sosial seperti al-asyqa, dzul-qurba, al-dhu’afa atau al-musta«’af-n yang
semuanya mengandung petunjuk sebagai manusia dalam hakekatnya dan manusia dalam
bentuk kongkrit.[4] Meskipun demikian untuk memahami secara mendasar dan pada

umumnya ada tiga kata yang sering digunakan Al-Qur’an untuk merujuk kepada arti
manusia, yaitu insan atau ins atau al-nas atau unas, dan kata basyar serta kata bani ²dam atau
§urriyat ²dam . [5]
Meskipun ketiga kata tersebut menunjukkan pada makna manusia, namun secara khusus
memiliki penekanan pengertian yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada uraian
berikut
Penamaan manusia dengan kata al-Basyar dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali
dan tersebar dalam 26 surat.14 [6]Secara etimologi al-basyar berarti kulit kepala, wajah, atau
tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Penamaan ini menunjukkan makna bahwa
secara biologis yang mendominasi manusia adalah pada kulitnya, dibanding rambut atau
bulunya. Pada aspek ini terlihat perbedaan umum biologis manusia dengan hewan yang lebih
didominasi bulu atau rambut.
Al-Basyar, juga dapat diartikan mulasamah, yaitu persentuhan kulit antara laki-laki
dengan perempuan.16 Makna etimologi dapat dipahami adalah bahwa manusia merupakan
makhluk yang memiliki segala sifat kemanusiaan dan keterbatasan, seperti makan, minum,
seks, keamanan, kebahagiaan, dan lain sebagainya. Penunjukan kata al-basyar ditujukan
Allah kepada seluruh manusia tanpa terkecuali, termasuk eksistensi Nabi dan Rasul.
Eksistensinya memiliki kesamaandengan manusia pada umumnya, akan tetapi juga memiliki
titik perbedaan khusus bila dibanding dengan manusia lainnya.
Adapun titik perbedaan tersebut dinyatakan al-Qur’an dengan adanya wahyu dan tugas

kenabian yang disandang para Nabi dan Rasul. Sedangkan aspek yang lainnya dari mereka

adalah kesamaan dengan manusia lainnya. Hanya saja kepada mereka diberikan wahyu,
sedangkan kepada manusia umumnya tidak diberikan wahyu. Firman Allah swt.
Artinya :
Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh
dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".[7]
2. PROSES KEJADIAN MANUSIA DALAM AL’QUAN
QS. 23 (Al Mukminun) : 12. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
suatu saripati (berasal) dari tanah. 13. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). 14. Kemudian air mani itu Kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah
Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
Para ahli dari barat baru menemukan masalah pertumbuhan embrio secara bertahap pada
tahun 1940 dan baru dibuktikan pada tahun 1955, tetapi dalam Al Qur’an dan Hadits yang
diturunkan 15 abad lalu hal ini sudah tercantum. Ini sangat mengagumkan bagi salah seorang

embriolog terkemuka dari Amerika yaitu Prof. Dr. Keith Moore, beliau mengatakan : “Saya
takjub pada keakuratan ilmiah pernyataan Al Qur’an yang diturunkan pada abad ke-7 M itu”.
Dokter ahli kandungan nomor satu di dunia menyebutkan, bahwa semua yang disebutkan di
dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang proses
penciptaan manusia adalah sesuai dengan yang ditemukan pada ilmu pengetahuan modern.
Keith Moore adalah doktor ahli kandungan nomor satu di dunia, doktor berkebangsaan
Kanada. Dia memiliki sebuah buku yang diterjemahkan ke dalam delapan bahasa; dipelajari
di sebagian besar universitas-universitas di dunia. Dia menyampaikan pidato dengan tema
“Keselarasan Ilmu Kandungan dengan Apa yang Terdapat dalam Al-Qur’an dan AsSunnah” di Universitas Al-Malik Faishal.
Dia berkata, “Sungguh ilmu pengetahuan ini, yang terdapat dalam Al-Qur’an,
membuktikan kepada saya bahwa Al-Qur’an yang dibawa oleh Muhammad datang dari sisi
Allah, sebagaimana juga membuktikan bahwa Muhammad adalah seorang rasul yang diutus
oleh Allah.”

Dia juga berkata dalam pidatonya, “Manusia ketika pertama kali diciptakan dalam
perut ibunya berbentuk segumpal darah. Kemudian setelah itu ciptaannya meningkat menjadi
segumpal daging. Kemudian berubah menjadi tulang-belulang. Dan kemudian dibungkus
dengan daging.” Dan katanya, “Semua yang kami dapatkan dalam penelitian-penelitian kami,
kami mendapatkannya tertera dalam Al-Qur’an.”
Seorang doktor lain berkebangsaan Amerika, profesor dalam bidang ilmu kandungan,

berkata pada muktamar yang diselenggarakan oleh Kerajaan Saudi Arabia di Riyadh, “Nashnash Al-Qur’an memaparkan rincian yang lengkap tentang proses pertumbuhan manusia,
dimulai dari tahap tetesan mani sampai pada tahap pertumbuhan menjadi tulang dan tubuh.”
Dan katanya, “Belum ada dalam sejarah manusia, ditemukan paparan tentang peroses
pertumbuhan manusia yang gamblang seperti ini.”
Sebagai bukti yang konkrit di dalam penelitian ilmu genetika (janin) bahwa selama
embrio berada di dalam kandungan ada tiga selubung yang menutupinya yaitu dinding
abdomen (perut) ibu, dinding uterus (rahim), dan lapisan tipis amichirionic (kegelapan
di dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput yang
menutup/membungkus anak dalam rahim).
Dan fakta ini diungkapkan dalam buku pelajaran embriologi, “Basic Human Embryology”,
sebagaimana berikut:
“Kehidupan dalam rahim terbentuk melalui tiga fase:
1. Pre-embryonic (2-5 minggu pertama);
2. Embryonic (hingga akhir minggu ke delapan); dan
3. Janin (dari minggu ke delapan hingga masa kelahiran)
Informasi yang telah kita peroleh ini, yang menggunakan teknologi masa kini dan
merupakan hasil dari penelitian panjang bertahun-tahun, ternyata telah disebutkan dalam Al
Qur’an 14 abad yang lalu.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Allah di dalam Al Qur’an :
QS. 39 (Az-Zumar): 6. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian

dalam tiga kegelapan (kegelapan dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan
dalam selaput yang menutup anak dalam rahim)…”
Demikianlah Allah Subhana wa Ta’ala telah menjelaskan kepada manusia bagaimana
ia diciptakan dari segumpal tanah, yakni proses kejadian nabi Adam hingga ke anak cucunya
yang berasa dari setetes mani kemudian terbentuk dalam rahim sang ibu hingga ia menjadi
dewasa dan pada akhirnya ia akan kembali juga kepada penciptanya.

Namun sayangnya manusia banyak melupakan hakikat itu dan kehidupan akhirat.
Mengenai hal ini, Allah telah menjelaskan dalam Al Qur’an.
QS. 36 (Yaasin): 77. Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami
menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!
78. Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia
berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?”
79. Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama.
Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.
Semua itu telah membuktikan bahwa Al Qur’an itu adalah wahyu yang datang dari
Allah kepada nabiNya, Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam yang mana telah nyata
terbukti kebenarannya.
Maha Suci Allah lagi Maha Benar firmanNya yang telah menjadikan Al Qur’an
sebagai mukjizat terbesar nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam yang masih kita

saksikan saat ini bahkan hingga akhir zaman nanti. Dan perhatikan pula bagaimana orangorang

kafir

(Kristen-Yahudi

dan

orang-orang

Musyrik)

mengingkari

tanda-tanda

kekuasaanNya dan menjadi kaum yang ragu dengan keyakinannya sendiri.
QS.41 (Fushshilat): 53. Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi
mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu

menjadi saksi atas segala sesuatu? 54. Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam
keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah bahwa sesungguhnya Dia
Maha Meliputi segala sesuatu.
4. TUJUAN DAN FUNGSI PENCIPTAAN MANUSIA DENGAN MAHLUK LAIN
a. Tujuan penciptaan manusia
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk penyembahan Allah. Pengertian
penyembahan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit, dengan hanya
membayangkan aspek ritual yang tercermin salam solat saja. Penyembahan berarti
ketundukan manusia pada hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di muka bumi,
baik ibadah ritual yang menyangkut hubungan vertical (manusia dengan Tuhan) maupun
ibadah sosial yang menyangkut horizontal ( manusia dengan alam semesta dan manusia).
Penyembahan manusia pada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap
terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang adil dan baik. Oleh karena itu
penyembahan harus dilakukan secara sukarela, karena Allah tidak membutuhkan

sedikitpun pada manusia termasuk pada ritual-ritual penyembahannya. Dalam hal ini
Allah berfirman:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyambah-Ku.
Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki
supaya mereka member aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah maha pemberi Rezeki

yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (az-Zaariyaat, 51:56-58).
Dan mereka telah di perintahkan kecuali supaya mereka menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan degnan dekimikian itulah agama
yang lurus. (Bayinnah, 98:5)
Penyembahan yang sempurna dari seseorang manusia akan menjadikan dirinya
sebagai khalifah Allah di muka bumi dalam mengelola kehidupan alam semesta.
Keseimbangan alam dapat terjaga dengan hukum-hukum alam yang kokoh.
Keseimbangan pada kehidupan manusia tidak sekedar akan menghancurkan bagianbagian alam semesta yang lain, inilah tujuan penciptaan manusia di tengah-tengah alam.
b. Fungsi dan peranan manusia dalam islam
Berpedoman kepada QS Al Baqoroh 30-36, maka peran yang dilakukan adalah
sebagai pelaku ajaran Allah dan sekaligus pelopor dalam membudayakan ajaran Allah.
Untuk menjadi pelaku ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor pembudayaan ajaran Allah,
seseorang dituntut memulai dari diri dan keluarganya, baru setelah itu kepada orang lain.
Peran yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang telah ditetapkan
Allah, diantaranya adalah :
1. Belajar (surat An naml : 15-16 dan Al Mukmin :54) ; Belajar yang dinyatakan pada
ayat pertama surat al Alaq adalah mempelajari ilmu Allah yaitu Al Qur’an.
2. Mengajarkan ilmu (al Baqoroh : 31-39) ; Khalifah yang telah diajarkan ilmu Allah
maka wajib untuk mengajarkannya kepada manusia lain.Yang dimaksud dengan ilmu

Allah adalah Al Quran dan juga Al Bayan
3. Membudayakan ilmu (al Mukmin : 35 ) ; Ilmu yang telah diketahui bukan hanya
untuk disampaikan kepada orang lain melainkan dipergunakan untuk dirinya sendiri
dahulu agar membudaya. Seperti apa yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW.
Di dalam Al Qur’an disebutkan fungsi dan peranan yang diberikan Allah kepada
manusia.
 Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti hanya bersedia mengabdi kepada
Allah dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah termasuk tidak mengabdi kepada

nafsu dan syahwat. Yang dimaksud dengan abdi adalah makhluk yang mau
melaksanakan apapun perintah Allah meski terdapat resiko besar di dalam perintah
Allah. Abdi juga tidak akan pernah membangkang terhadap Allah. Hal ini tercantum
dalam QS Az Dzariyat : 56“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembahKu”
 Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada Allah
bahwa hanya Dialah Tuhannya.Yang demikian dilakukan agar mereka tidak ingkar di
hari akhir nanti. Sehingga manusia sesuai fitrahnya adalah beriman kepada Allah tapi
orang tuanya yang menjadikan manusia sebagai Nasrani atau beragama selain Islam.
Hal ini tercantum dalam QS Al A’raf : 172
 “Dan (ingatlah), keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil

kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):”Bukankah Aku ini Tuhanmu?”.
Mereka menjawab:”Betul (Engkau Tuhan Kami),kami menjadi saksi”.(Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:”Sesungguhnya kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini(keesaan Tuhan)”
 Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk berbuat sesuai dengan misi
yang telah ditentukan Allah sebelum manusia dilahirkan yaitu untuk memakmurkan
bumi. Khalifah yang dimaksud Allah bukanlah suatu jabatan sebagai Raja atau
Presiden tetapi yang dimaksud sebagai kholifah di sini adalah seorang pemimpin
Islam yang mampu memakmurkan alam dengan syariah-syariah yang telah diajarkan
Rosulullah kepada umat manusia. Dan manusia yang beriman sejatilah yang mampu
memikul tanggung jawab ini. Karena kholifah adalah wali Allah yang mempusakai
dunia ini.
Tanggung jawab manusia sebagai Hamba Allah
Kewajiban manusia kepada khaliknya adalah bagian dari rangkaian hak dan
kewajiban manusia dalam hidupnya sebagai suatu wujud dan yang maujud. Didalam
hidupnya manusia tidak lepas dari adanya hubungan dan ketergantungan. Adanya
hubungan ini menyebabkan adanya hak dan kewajiban. Hubungan manusia dengan allah
adalah hubungan makhluk dengan khaliknya. Dalam masalah ketergantungan, hidup
manusia selalu mempunyai ketergantungan kepada yang lain. Dan tumpuan serta
ketergantungan adalah ketergantungan kepada yang maha kuasa, yang maha perkasa,

yang maha bijaksana, yang maha sempurna, ialah allah rabbul’alamin, Allah Tuhan yang
Maha Esa.

Kebahagian manusia di dunia dan akhirat, tergantung kepada izin dan ridho allah. Dan
untuk itu Allah memberikan ketentuan-ketentuan agar manusia dapat mencapainya. Maka
untuk mencapainya kebahagian dunia dan akhirat itu dengan sendirinya kita harus
mengikuti ketentuan-ketentuan dari allah SWT. Apa yang telah kita terima dari allah
SWT. Sungguh ak dapat dihitung dan tak dapat dinilai dengan materi banyaknya. Dan
kalau kita mau menghitung-hitung nikmat dari Allah, kita tidak dapat menghitungnya,
karena terlalu amat sangat banyaknya. Secara moral manusiawi manusia mempunyai
kewajiban Allah sebagai khaliknya, yang telah memberi kenikmatan yang tak terhitung
jumlahnya.
Jadi berdasarkan hadits AL-Lu’lu uwal kewajiban manusia kepada Allah pada garis
besar besarnya ada 2 :
1) mentauhidkan-Nya yakni tidak memusyrik-Nya kepada sesuatu pun.
2) beribadat kepada-Nya
Orang yang demikian ini mempunyai hak untuk tidak disiksa oleh Allah, bahkan akan
diberi pahala dengan pahala yang berlipat ganda, dengan sepuluh kali lipat sampai tujuh
ratus kali lipat bahkan dengan ganda yang tak terduga banyaknya oleh manusia. Dalam
al-quran kewajiban ini diformulasikan dengan :
1) iman.
2) amal saleh
Beriman dan beramal saleh itu dalam istilah lain disebut takwa. Dalam ayat (Q.S albaqorah ayat 177) iman dan amal saleh, yang disebut takwa dengan perincian :
1) iman kepada Allah : kepada hari akhir, kepada malaikat-malaikat, kepada kitab-kitab,
dan kepada nabi-nabi.
2) amal saleh :
a. Kepada sesama manusia : dengan memberikan harta yang juga senang terhadap
harta itu, kepada kerabatnya kepada anak-anak yatim kepada orang-orang miskin
kepada musafir yang membutuhkan pertolongan (ibnu sabil)
b. Kepada Allah : menegakan / mendirikan shalat, menunaikan zakat
c. Kepada diri sendiri : menempati janji apabila ia berjanji, sabar delam kesempitan,
penderitaan dan peperangan.
Kesemuanya itu adalah dalam rangka ibadah kepada allah memenuhi manusia
terhadap khalik.
Tanggung jawab manusia sebagai khalifah Allah

Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat yang harus di pertanggung
jawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang di pikul manusia di muka bumi adalah
tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allah di muka bumi untuk
mengelola dan memelihara alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi
khalifah, berarti manusia memperoleh mandate Tuhan untuk mewujudkan
kemakmuran di muka bumi.
Kekuasaan yang di berikan kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan
dirinya m,engolah dan mendayagunakanvapa yang ada di muka bumi untuk
kepentingan hidupnya sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan oleh Allah. Agar
manusia bisa menjalankan kekhalifahannya dengan baik, Allah telah mengajarkan
kepadanya kebenaran dalam segala ciptaan-Nya dan melalui pemahaman serta
penguasaan terhadap hukum-hukum yang terkandung dalam ciptaan-Nya, manusia
bisa menyusun konsep-konsep serta melakukan rekayasa membentuk wujud baru
dalam alam kebudayaan.
Dua peran yang di pegang manusia di muka bumi. Sebagai khalifah dan ‘abd
merupakan perpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup,
yang sarat dengan kreatifitas dan amaliah yang selalu berpihak pada nilai-nilai
kebenaran. Oleh karena itu hidup seorang muslim akan di penuhi dengan amaliah,
kerja keras yang tiada henti, sebab bekerja bagi seorang muslim adalah membentuk
satu amal shaleh. Kedudukan manusia di muka bumi sebagai khalifah dan sebagai
makhluk Allah, bukanlah dula hal yang bertentangan melainkan suatu kesatuan yang
padu dan tidak terpisahkan. Kekhalifaan adalah ralisasi dari pengabdiannya kepada
Allah yang menciptakannya.
Dua sisi tugas dan tanggung jawab ini tertata dalam diri setiap muslim sedemikian
rupa. Apabila terjadi ketidakseimbangan, maka akan lahir sifat-sifat tertentu yang
menyebabkan derajat manusia meluncur jatuh ke tingkat yang paling rendah, seprti
firman Allah dalam surat ath-Thin:4.
Dengan demikian, manusia sebagai khalifah Allah merupakan satu kesatuan yang
menyampurnakan nilai kemanusiaan yang memiliki kebebasan berkreasi dan
sekaligus menghadapkannya pada tuntutan kodrat yang menempatkan posisinya pada
ketrbatasan.

Perwujudan kualitas keinsanian manusia tidak terlepas dari konteks sosial budaya, atau
dengan kata lain kekhalifaan manusia pada dasarnya diterapkan pada konteks indvisu dan
sosial yang berporos pada Allah, seperti firman Allah dalam Muthathohirin:112.

4. SIFAT-SIFAT MANUSIA MENURUT ISLAM
a. Ingkar. Firman Allah : sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima
kasih kepada Tuhannya (Al Adiyat : 6).
b. Kikir. Firman Allah : Katakanlah: “Kalau seandainya kamu menguasai
perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu
kamu tahan, karena takut membelanjakannya”. Dan adalah manusia itu sangat kikir.
(Al Isra : 100)
c. Serakah. Firman Allah : Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang
paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang
musyrik.(Albaqarah : 96)
d. Pamer. Firman Allah: bermegah-megahan telah melalaikan kamu, (Altakatsur 1)
e. Berdalih. Firman Allah: Janganlah kamu berdalih (dengan alasan-alasan yang
dusta) (AtTaubah:66)
f. Takut. Firman Allah : Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Albaqarah : 155)

5.

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN MANUSIA DENGAN MAHLUK LAIN
Manusia tidak berbeda dengan binatang dalam kaitan dengan fugsi tubuh dan

fisiologisnya. Fungsi kebinatangan di temukan oleh naluri, pola-pola tingkah laku yang khas,
yang pada gilirannya ditentukan oleh struktur susunan syaraf bawaan. Semakin tinggi tingkat
perkembangan binatang, semakin fleksibel pola tindakannya. Pada primata (bangsa monyet)
yang lebih tinggi dapat di temukan intelegensi, yaitu penggunaan pikiran guna mencapai
tujuan yang diinginkan, sehinnag memungkinkan binatang melampaui pola kelakuan yang
telah di gariskan secara naluri. Namun setinggi-tingginya perkembangan binatang, elemenelemen dasar ekstensinya yang tertentu masih tetap sama.
Manusia pada hakikatnya sama saja dengan makhluk hidup lainnya, yaitu memiliki hasrat
dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan di dukung oleh pengetahuan dan

kesadaran. Perbedaan di antara keduanya terletak pada dimensi pengtahuan, kesadaran, dan
tingkat tujuan. Di sinilah letak kelebihan dan keunggulan yang di banding dengan makhluk
lain.
Manusia sebagai salah satu makhluk yang hidup di muka bumi merupakan makhluk
yang memiliki karakter yang paling unik. Manusia secara fisik tidak begitu berbeda dengan
binatang, sehingga para pemikir menyamakan dengan binatang. Letak perbedaan yang paling
utama antara manusia dengan makhluk yang lain adalah dalam kemampuannya melahirkan
kebudayaan. Kebudayaan hanya manusia saja yang memilikinya, sedangkan binatang hanya
memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bersifat instinctif.
Di banding makhluk lainnya, manusia mempunyai kelebihan. Kelebihan itu
membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan menusia adalah kemampuan
untuk bergerak di darat, di laut maupun di udara. Sedan binatang hanya mampu bergerak di
ruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang dapat hidup di darat dan di air, namun
tetap saja mempunyai kterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia. Mengenai kelebihan
manusia atau makhluk lain di i surat al-Isra ayat 70.
Di samping itu manusia memiliki akal dan hati sehingga dapat memahami ilmu yang
diturunkan Allah, berupa al-Quran. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah
menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya. Oleh karena itu ilmunya manusia di
lebihkan dari makhluk lainnya.
Manusian memiliki karakter yang khas, bahkan di bandingkan makhluk lain yang paling
mirip sekalipun. Kekhasan inilah yang menurut al-Quran menyebabkan adanya konsekuensi
kemanusiaan di antaranya kesadaran, tanggung jawab, dan pembalasan. Diantara karakteristik
manusia adalah:
1. Aspek kreasi
Apapun yang ada pada tubuh manusia sudah di rakit dalam suatu tatanan yang terbaik dan
sempurna. Hal ini bisa di bandingkan dengan makhluk lain dalam aspek penciptaannya.
Mungkin banyak kesamaannya, tetapi tangan manusia lebih fungsional dari tangan
sinpanse, demikian pula organ-organ lainnya.
2. Aspek ilmu
Hanya manusia yang punya kesempatan memahami lebih jauh hakekat alam semesta di
sekelilingnya. Pengatahuan hewan hanya berbatas pasa naluri dasar yang tidak bisa di
kembangkan melalui pendidikan dan pengajaran. Manusia menciptakan kebudayaan dan
peradaban yang terus berkembang.

3. Aspek kehendak
Manusia memiliki kehendak yang menyebabkan bisa mengadakan pilihan dalam hidup.
Makhluk lain hidup dalam suatu pola yang telah baku dan tak akan pernah berubah. Para
malaikat yang mulia tak akan pernah menjadi makhluk yang sombong atau maksiat.
4. Pengarahan akhlak
Manusia adalah makhluk yang dapat di bentuk akhlaknya. Ada manusia yang
sebelulmnya baik, tetapi karena pengaruh lingkungan tertentu dapat menjadi penjahat.
Demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu lembaga pendidikan diperlukan untuk
mengarahkan kehidupan generasi yang akan datang.
Jika manusia hidup dengan ilmu selain ilmu Allah, maka manusia tidak bermartabat lagi.
Dalam keadaan demikian manusia disamakan dengan binatang. Seperti dalam surat alAraaf, 129 dan at-Tin, 4.

6.

EKSITENSI DAN MARTABAT MANUSIA
a. Tujuan Penciptaan Manusia
Allah menciptakan alam semesta ini pastilah mempunyai tujuan. Begitu juga dengan
manusia, manusia diciptakan karena ada tujuannya. Seperti yang difirmankan oleh
Allah, yang artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar
mereka beribada kepada-Ku. (Q.S Adz-Dzariyat:56)
Hakikat ibadah, menurut Sayyid Quthb tersimpul dalam dua prinsip, yakni :
Tertanamnya makna menundukkan dan merendahkan diri kepada Allah (al-‘ubudiyah
lillah) di dalam jiwa.. dengan kata lain, manusia senantiasa menyadari bahwa dalam
alam ini hanya ada satu Tuhan yang kepada-Nya manusia beribadah.
Berorientasi kepada Allah dalam segala aktivitas kehidupan. (Sayyid Quthb. 1975.
Jilid VI, Juz 27 :378)
Nabi Muhammad SAW menggariskan prinsip suatu aktivitas yang bernilai ibadah
atau tidak dalam suatu hadits beliau, yang artinya : Sesungguhnya nilai segala
perbuatan diukur dengan niatnya, dan sesungguhnya setiap perbuatan seseorang
akan dibalas sesuai dengan niatnya.
Hadits di atas memberi petunjuk bahwa shalat, puasa, zakat dan haji hanya merupakan
sebagian saja dari sekian banyak lapangan ibadah yang tersimpul dalam kedudukan
manusia sebagai khalifah di muka bumi.

b. Fungsi dan Peranan Manusia
Manusia mempunyai peran yang ideal yang harus dijalankan, yakni memakmurkan
bumi, mendiami dan memelihara serta mengembangkannya demi kemaslahatan
hidup mereka sendiri, bukan mengadakan pengerusakan di dalamnya.
Kedudukan yang dipegang dan peranan yang dimainkan manusia dalam panggung
kehidupannya di dunia pasti berakhir dengan kematian. Sesudah itu, dia akan
dibangkitkan atau dihidupkan kembali ke alam akhirat. Di alam akhirat ini segala
peranan yang dilaksanakan manusia selama hidup di dunia, sekecil apapun peranan
itu, akan dipertanggungjawabkan, lalu dinilai dan diperhitungkan oleh Allah Yang
Maha Adil. Setiap peranan akan mendapat balasan. Peranan yang baik akan
mendapat balasan yang baik, sementara peranan yang buruk akan mendapatkan
balasan yang buruk pula. Manusia yang mendapatkan balasan yang buruk akan
merasakan kesengsaraan yang teramat sangat, dan manusia memperoleh balasan yang
baik akan merasakan kebahagiaan yang abadi.
Tugas atau fungsi manusia di dalam kehidupan ini adalah menjalankan peranan itu
dengan sempurna dan senantiasa menambah kesempurnaan itu sampai akhir khayat.
Hal itu dilakukan agar manusia benar-benar menjadi makhluk yang paling mulia dan
bertaqwa dengan sebenar-benar taqwa. ( Q.S Ali Imran :102 dan Q.S Al-Hujurat :13)