BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MENOPAUSE 2.1.1 Definisi Menopause - Perbandingan Keluhan Pada Paramedis Masa Perimenopause Dan Pascamenopause Dengan Menggunakan Menopause Rating Scale Di RSUP Haji Adam Malik Medan Dan RS Jejaring FK USU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MENOPAUSE

2.1.1 Definisi Menopause

  Menopause menurut WHO didefinisikan sebagai berarti berhentinya siklus menstruasi untuk selamanya bagi wanita yang sebelumnya mengalami menstruasi sebagi akibat dari hilangnya aktivitas

  21

  folikel ovarium. Menopause diartikan sebagai tidak dijumpainya menstruasi selama 12 bulan berturut-turut dimana ovarium secara

  22

  progresif telah gagal dalam memproduksi estrogen. Jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat, hingga pada suatu ketika tidak

  23 tersedia lagi folikel yang cukup.

  Menopause berasal dari bahasa yunani yaitu men (month) dan pausis (cessation). Masa peralihan antara siklus ovarium yang normal menuju kemunduran fungsi ovarium disebut sebagai masa

  24 perimenopause.

  Produksi estrogen berkurang dan haid tidak terjadi lagi. Setelah memasuki usia menopause selalu ditemukan kadar FSH yang tinggi (>35 mIU/ml). Pada awal menopause kadang-kadang kadar estrogen rendah. Bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan dan dijumpai kadar FSH >35 mIU/ml dan kadar estradiol < 30 pg/ml, maka wanita tersebut dapat

  23 dikatakan telah mengalami menopause.

2.1.2 Fase Klimakterium

  23 Fase Klimakterium terbagi dalam beberapa fase:

  A. Pramenopause

  Pramenopause adalah masa sekitar usia 40 tahun dengan dimulainya siklus haid yang tidak teratur, memanjang, sedikit, atau banyak, yang kadang-kadang disertai dengan rasa nyeri. Pada wanita tertentu telah muncul keluhan vasomotorik atau keluhan sindroma prahaid. Dari hasil analisis hormonal dapat ditemukan kadar FSH dan estrogen yang tinggi atau normal. Kadar FSH yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya stimulasi ovarium yang berlebihan sehingga kadang-kadang dijumpai kadar estrogen yang sangat tinggi. Keluhan yang muncul pada fase premenopause ini ternyata dapat terjadi baik pada keadaan sistem hormon yang normal maupun tinggi, sedangkan keluhan yang muncul pasca menopause umumnya disebabkan oleh kadar hormon yang masih normal maupun tinggi, hingga kini belum diketahui.

  B. Perimenopause

  Perimenopause merupakan masa perubahan antara pramenopuse dan pascamenopause. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur. Pada kebanyakan wanita siklus haidnya > 38 hari dan sisanya < 18 hari. Sebanyak 40% wanita mengalami siklus haid yang anovulatorik.

  Pada sebagian wanita, telah muncul keluhan vasomotorik, atau keluhan sindrom prahaid. Kadar FSH, LH dan estrogen sangat bervariasi. Disini juga terlihat bahwa keluhan klimakterik dapat terjadi tidak hanya pada . kadar hormon yang rendah saja

  C. Menopause

  Setelah memasuki usia menopause selalu ditemukan kadar FSH yang tinggi (>35 mIU/ml). Pada awal menopause kadang-kadang kadar estrogen rendah. Pada wanita gemuk kadar estrogen biasanya tinggi. Bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan dan dijumpai kadar FSH >35 mIU/ml dan kadar estradiol < 30 pg/ml, maka wanita tersebut dapat dikatakan telah mengalami menopause.

  D. Pascamenopause

  Pasca menopause adalah masa setelah menopause sampai senium yang dimulai setelah 12 bulan amenorea. Kadar FSH dan LH sangat tinggi (>35 mIU/ml) dan kadar estrodiol yang rendah mengakibatkan endometrium menjadi atropi sehingga haid tidak mungkin terjadi lagi. Namun, pada wanita yang gemuk masih dapat ditemukan kadar estradiol yang tinggi. Hampir semua wanita pasca menopause umumnya telah mengalami berbagai macam keluhan yang diakibatkan oleh rendahnya kadar estrogen.

  E. Senium

  Seorang wanita disebut senium bila telah memasuki usia pasca menopause lanjut sampai usia > 65 tahun.

  20 Gambar 1. Fase Klimakterium

2.1.3 Patofisiologi Menopause

  Pada wanita menopause hilangnya fungsi ovarium secara bertahap akan menurunkan kemampuannya dalam menjawab rangsangan hormon- hormon hipofisis untuk menghasilkan hormon steroid. Saat dilahirkan wanita mempunyai kurang lebih 750.000 folikel primordial. Dengan meningkatnya usia, jumlah folikel tersebut akan semakin berkurang. Pada usia 40-44 tahun rata-rata jumlah folikel primordial menurun sampai 8300 buah, yang disebabkan oleh adanya proses ovulasi pada setiap siklus juga karena adanya apoptosis yaitu proses folikel primordial yang mati dan terhenti pertumbuhannya. Proses tersebut terjadi terus-menerus selama kehidupan seorang wanita, hingga pada usia sekitar 50 tahun fungsi ovarium menjadi sangat menurun. Apabila jumlah folikel mencapai jumlah yang kritis, maka akan terjadi gangguan sistem pengaturan hormon yang terjadinya insufisiensi korpus luteum, siklus haid

  20,21 anovulatorik dan pada akhirnya terjadi oligomenore.

  Perubahan-perunahan dalam sistem vaskularisasi ovarium sebagai akibat proses penuaan dan terjadinya sklerosis pada sistem pembuluh darah ovarium diperkirakan sebagai penyebab gangguan vaskularisasi ovarium. Terjadinya proses penuaan dan penurunan fungsi ovarium menyebabkan ovarium tidak mampu menjawab rangsangan hipofisis

  

22,23

untuk menghasilkan hormon steroid.

2.1.4. Perubahan Metabolisme Hormonal Pada Menopause

  Pada wanita dengan siklus haid normal, estrogen terbesar adalah estradiol yang berasal dari ovarium. Disamping estradiol terdapat pula estron yang berasal dari konversi androstenedion di jaringan perifer. Selama siklus haid pada masa reproduksi, kadar estradiol berkisar antara 40-80 pg/ml, pada pertengahan fase folikuler berkisar antara 60-100 pg/ml, pada akhir fase folikuler berkisar antara 100-400 pg/ml dan pada fase luteal berkisar antara 100-200 pg/ml. Kadar rata-rata estradiol selama siklus haid normal adalah 80 pg/ml sedangkankadar estron berkisar

  24 antara 40-400 pg/ml.

  Memasuki masa perimenopause aktivitas folikel dalam ovarium mulai berkurang. Ketika ovarium tidak menghasilkan ovum dan berhenti memproduksi estradiol, kelenjar hipofise berusaha merangsang ovarium untuk menghasilkan estrogen, sehingga terjadi peningkatan produksi FSH.

  Terdapat peningkatan 10-20 kali lipat pada kadar FSH dan 3 kali lipat pada kadar LH, yang mencapai kadar maksimal 1-3 tahun setelah menopause. Peningkatan kadar FSH dan LH saat ini dalam kehidupan adalah bukti dari terjadinya kegagalan ovarium. Meskipun perubahan ini mulai terjadi 3 tahun sebelum menopause, penurunan produksi estrogen oleh ovarium baru tampak sekitar 6 bulan sebelum menopause. Pada pasca menopause kadar LH dan FSH meningkat, FSH biasanya akan lebih tinggi dari LH sehingga rasio FSH/LH menjadi lebih besar dari satu.

  Hal ini disebabkan oleh hilangnya mekanisme umpan balik negatif dari steroid ovarium dan inhibin terhadap pelepasan gonadotropin. Diagnosis

  22,24 menopause dapat ditegakkan bila kadar FSH lebih dari 30 mIU/ml.

  Kadar estradiol pada wanita pascamenopause lebih rendah dibandingkan dengan wanita usai reproduksi pada setiap fase dari siklus haidnya. Pada wanita pascsamenopause estradiol dan estron berasal dari konversi androgen adrenal di hati, ginjal, otak, kelenjar adrenal, dan jaringan adipose. Proses aromatisasi yang terjadi di perifer berhubungan dengan berat badan wanita. Wanita yang gemuk mempunyai kadar estrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita kurus karena meningkatnya aromatisasi perifer. Kadar estradiol sirkulasi setelah menopause adalah sekitar 10-20 pg / mL, yang sebagian besar berasal dari konversi perifer dari estrone, yang pada gilirannya terutama berasal dari konversi perifer dari androstenedione. Kadar estrone sirkulasi pada wanita menopause lebih tinggi dari estradiol, sekitar 30-70 pg / mL. Rata- rata tingkat produksi estrogen pascamenopause adalah se kitar 45μg/24 jam, hampir semua, namun tidak semua, karena estrogen berasal dari konversi perifer dari androgen. Rasio androgen / estrogen berubah drastis setelah menopause karena penurunan yang lebih tajam dalam estrogen, dan terjadinya hirsutisme ringan adalah umum, yang mencerminkan

  23,24 pergeseran yang bermakna dalam rasio hormon.

  Ovarium mengeluarkan terutama androstenedion dan testosteron. Setelah menopause, kadar sirkulasi androstenedion adalah sekitar satu- setengah dari yang terlihat sebelum menopause. Sebagian besar androstenedion menopause ini berasal dari kelenjar adrenal, dengan hanya sejumlah kecil yang dikeluarkan dari ovarium, meskipun androstenedion adalah steroid utama yang disekresi oleh ovarium pascamenopause. Dehydroepiandrosterone ( DHA ) dan sulfat-nya (DHAS), yang berasal dari kelenjar adrenal, menurun tajam dengan penuaan, dalam dekade setelah menopause kadar sirkulasi DHA dimana kadarnya adalah menurun sampai 70 % dan kadar DHAS menurun

  23,24 sampai 74 % dibandingkan kadar dalam kehidupan masa reproduksi.

  Produksi testosteron menurun sekitar 25 % setelah menopause, tetapi ovarium pada masa pascamenopause mensekresikan lebih lebih banyak testosterone dibandingkan dengan ovarium pada masa premoenopause dimana hal ini setidaknya terjadi pada tahun-tahun pertama periode pascamenopause . Dengan hilangnya folikel dan estrogen, gonadotropin yang tinggi mendorong jaringan di ovarium yang tersisa ke level peningkatan sekresi testosteron. Supresi gonadotropin dengan pengobatan agonis atau antagonis gonadotropin - releasing

  

hormone (GnRH) pada wannita pascamenopause menghasilkan

  penurunan yang signifikan dalam kadar testosteron yang bersirkulasi, yang menunjukkan ovarium menopause tergantung gonadotropin. Jumlah testosteron total yang dihasilkan setelah menopause, bagaimanapun, menurun karena jumlah sumber utama, konversi perifer dari androstenedion, berkurang. Kadar androstenedion sirkulasi pascamenopause awal menurun sekitar 62 % dari kehidupan dewasa muda. Penurunan kadar sirkulasi testosteron menopause tidak besar, dari tidak ada perubahan pada banyak wanita hingga sebanyak 15 % pada wanita lainnya. Dalam sebuah penelitian longitudinal yang sangat baik di Australia dari 5 tahun sebelum menopause hingga 7 tahun setelah menopause, kadar sirkulasi testosteron tidak berubah. Memang, karena penurunan hormon seks yang mengikat globulin, penelitian Australia menghitung suatu peningkatan dalam androgen bebas. Selanjutnya pada masa pascamenopause, kadar androgen yang beredar hampir semua, namun tidak semua, berasal dari kelenjar adrenal. Sebuah penelitian yang cermat bisa mendeteksi tidak adanya androgen sirkulasi pada wanita pascamenopause ( rata-rata 12 tahun setelah menopause ) dengan insufisiensi adrenal lengkap, dan tidak ada testosteron atau

  24 androstenedion intraovarium.

  Dengan bertambahnya usia menopause, penurunan dapat diukur dalam kadar dehydroepiandrosterone sulfate ( DHAS ) dan

  

dehydroepiandrosterone (DHA) sirkulasi, sedangkan kadar

  androstenedion, testosteron, dan estrogen sirkulasi pascamenopause tetap relatif konstan.

  Singkatnya, gejala yang sering terlihat dan terkait dengan penurunan kompetensi folikel ovarium dan kemudian hilangnya estrogen

  24

  dalam masa klimakterik yaitu:

  • Gangguan dalam pola menstruasi, termasuk anovulasi dan penurunan fertilitas, penurunan aliran atau hipermenorrhea, frekuensi menstruasi tidak teratur, dan kemudian, akhirnya, amenore.
  • Ketidakstabilan vasomotor ( hot flushes dan berkeringat ).
  • Kondisi atrofik: atrofi epitel vagina, pembentukan karunkel uretra, dispareunia dan pruritus karena atrofi vulva, introitus, dan vagina, atrofi kulit umum, kesulitan berkemih seperti urgensi dan uretritis abakterial dan sistitis.
  • Masalah kesehatan akibat kekurangan estrogen jangka panjang: konsekuensi dari osteoporosis dan penyakit kardiovaskular.

  Gambar 2. Perubahan hormonal pada masa menopause Tabel.1 Kadar hormon pada Masa Menopause 22 21 Premenopuse Postmenopause Estradiol 40-400 pg/ml 10-20 pg/ml Estrone 30-200 pg/ml 30-70 pg/ml

  

Testosterone 20-80 ng/ml 15-70 ng/ml

Androstenedione 60-300 ng/ml 30-150 ng/ml

2.1.5 Diagnosis

2.1.5.1 Usia

  Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan usia, yaitu usia antara 40- 65 tahun. Setelah itu perlu ditanyakan pola haid pada wanita tersebut untuk mengetahui apakah wanita tersebut berada pada usia premenopause, perimenopause menopause, atau pascamenopause.

  Kemudian tanyakan keluhan yang muncul. Keluhan yang paling pertama dirasakan adalah keluhan vasomotorik. Keluhan ini dapat muncul premenopause, perimenopause, menopause, atau pascamenopause. Berat ringannya keluhan berbeda-beda pada setiap wanita. Keluhan vasomotorik tampil berupa semburan panas (hot flushes) yang dirasakan mulai dari bagian dada menjalar ke leher dan kepala. Kulit didaerah- daerah tersebut terlihat kemerahan. Segera setelah timbul semburan panas daerah yang terkena semburan tersebut mengeluarkan banyak keringat. Pasien mengeluh jantung berdebar-debar, sakit kepala dan perasaan kurang nyaman. Pasien ingin selalu berada ditempat dingin. Frekuensi kemunculan semburan panas perharinya sangat berbeda. Sebanyak 70% wanita mengalami semburan panas satu tahun setelah menopause dan 5 tahun setelah menopause hanya 25% yang mengalaminya. Pada wanita dengan menopause prekoks, kejadian

  23 semburan panas cukup tinggi, yaitu 70-90%.

  Semburan panas akan diperberat dengan adanya stress, alkohol, kopi, makanan dan minuman panas. Semburan panas dapat juga terjadi akibat reaksi alergi dan pada keadaan hipotiroid. Selain itu, obat-obat tertentu seperti insulin, niasin, nifedipine dan antiestrogen dapat juga

  23 menyebabkan semburan panas.

  Keluhan lain adalah keluhan psikologik berupa perasaan takut, gelisah, mudah tersinggung, lekas marah, sulit berkonsentrasi, perubahan perilaku, depresi dan gangguan libido. Pada sistem urogenital muncul keluhan nyeri senggama, vagina kering, keputihan dan infeksi. Kulit menjadi kering dan menipis, gatal, keriput. Muncul keluhan oral discomfort, berupa mulut kering yang persisten dan rasa terbakar atau panas. Dalam jangka panjang dampak kekurangan estrogen adalah meningkatnya kejadian osteoporosis, demensia, penyakit jantung koroner,

  23 stroke dan kanker usus besar.

  Perlu ditekankan bahwa banyak wanita yang memasuki usia menopause tidak mengalami keluhan apapun. Meskipun mereka mengalami keluhan, dampak jangka panjang dari kekurangan estrogen adalah timbulnya osteoporosis yang meningkatkan kejadian patah tulang,

  21 penyakit jantung koroner, demensia, stroke dan kanker usus besar.

2.1.5.2 Pemeriksaan Laboratorium

  Pemeriksaan hormon FSH, LH dan estradiol tidaklah mutlak. Dari usia dan keluhan yang muncul, diagnosis sudah dapat ditegakkan. Bila pasien tidak mendapat haid dalam > 6 bulan, maka pada umumnya kadar FSH dan LH tinggi, sedangkan kadar estrdiol sudah rendah. Nalisis hormonal baru dilakukan bila keluhan yang muncul belum tentu akibat kekurangan estrogen. Pada usia pra dan perimenopause, hormon yang diperiksa adalah FSH, LH dan estradiol. Tidak jarang pada keadaan seperti ini ditemukan FSH, LH dan estradiol tinggi, namun pasien telah ada keluhan. Keluhan vasomotorik sering ditemukan pada keadaan estrogen tinggi. Meskipun kadar estrogen tinggi, pengobatan tetap diberikan karena pasien telah memiliki keluhan. Pada keadaan seperti ini dianjurkan pemeriksaan T3,T4 dan TSH karena baik hipertiroid maupun hipotiroid dapat menimbulkan keluhan yang menyrupai kelhan klimakterik.

  Bila ternyata kadar T3,T4 dan TSH normal, maka kemungkinan besar terjadi fluktuasi estradiol dalam darah. Pada wanita seperti itu dapat dicoba pemberian terapi sulih hormon untuk satu bulan dulu dan kemudian dihentikan. Kemudian tanyakan kepada pasien, apakah keluhan sudah hilang atau belum. Pada wanita pascamenopause atau menopause prekoks cukup diperiksa kadar FSH dan Estradiol (E2) darah dan FSH

  23 biasanya > 35 mIU/ml dan kadar estradiol sudah berada <30 pg/ml.

2.1.6 KELUHAN WANITA MENOPAUSE

  Menopause, terhentinya menstruasi secara permanen terjadi pada usia rata-rata 51 tahun. Meskipun terjadi peningkatan besar dalam . harapan hidup perempuan, usia saat menopause tetap sangat konstan Seorang wanita di Amerika Serikat saat ini akan hidup sekitar 30 tahun, atau lebih dari sepertiga hidupnya, di luar keadaan menopause. Setelah menopause, ovarium berhenti untuk memproduksi sejumlah besar estrogen, sehingga gejala dan penyakit yang berhubungan dengan defisiensi estrogen adalah hal yang penting untuk kesehatan

  26 perempuan.

  Usia saat menopause tampaknya ditentukan secara genetik dan tidak dipengaruhi oleh ras, status sosial ekonomi, usia saat menarche, atau jumlah ovulasi sebelumnya. Faktor-faktor yang berbahaya bagi ovarium sering mengakibatkan usia dini dari menopause, perempuan yang merokok mengalami menopause lebih awal, seperti halnya juga pada perempuan yang terpapar kemoterapi atau radiasi panggul. Wanita yang telah menjalani operasi pada indung telur mereka, atau pernah menjalani histerektomi, walaupun tanpa pengangkatan indung telur mereka, mungkin juga mengalami menopause dini. Kegagalan ovarium prematur, yang didefinisikan sebagai menopause sebelum usia 40 tahun, terjadi pada sekitar 1% dari wanita. Ini mungkin terjadi secara idiopatik atau berhubungan dengan paparan racun, kelainan kromosom, atau

  .26

  gangguan autoimun Meskipun menopause dikaitkan dengan perubahan hormon pada hipotalamus dan hipofisis yang mengatur siklus menstruasi, menopause bukanlah peristiwa sentral, tetapi kegagalan ovarium lebih utama. Pada tingkat ovarium, ada deplesi folikel ovarium, kemungkinan besar sekunder untuk apoptosis atau kematian sel terprogram. Ovarium tidak lagi mampu merespon hormon hipofisis, follicle-stimulating hormone (FSH), dan luteinizing hormone (LH), dan produksi dari estrogen dan progesteron

  .26

  terhenti

  Beberapa sistem penilaian telah dikembangkan untuk menggambarkan banyak perubahan yang mencakup transisi dari kehidupan reproduksi postmenopause. Tahun-tahun reproduksi akhir ditandai dengan siklus menstruasi biasa yang terkait dengan peningkatan FSH. Masa transisi menopause ditandai dengan peningkatan kadar FSH yang terkait dengan siklus menstruasi yang memanjang, sedangkan periode pascamenopause ditandai dengan amenore. Masa transisi menopause dimulai dengan siklus menstruasi yang memanjang diikuti oleh meningkatnya kadar FSH dan berakhir dengan periode menstruasi terakhir. Menopause didefinisikan sebagai waktu periode menstruasi terakhir diikuti dengan 12 bulan amenore. Postmenopause

  26 menggambarkan periode setelah menstruasi terakhir.

  Patofisiologi menopause mungkin paling dipahami dengan mempertimbangkan bahwa ovarium merupakan satu-satunya sumber oosit, sumber utama dari estrogen dan progesteron, dan sumber utama dari androgen. Infertilitas disebabkan oleh terjadinya deplesi dari oosit.

  Penghentian produksi progesteron oleh ovarium tampaknya tidak memiliki dampak klinis kecuali untuk peningkatan resiko terjdinya proliferasi

  26 endometrium, hiperplasia, dan kanker yang terkait dengan produksi.

  Keluhan utama pada wanita menopause terutama terkait dengan terjadinya defisiensi estrogen. Mempelajari efek defisiensi estrogen dan penggantian pada wanita muda dengan kegagalan ovarium atau obat yang menekan sintesis estrogen (seperti gonadotropin-releasing hormone antagonis) membantu untuk membedakan antara efek penuaan dan

  26 defisiensi estrogen.

  Masalah kesehatan utama wanita menopause termasuk gejala vasomotor, atrofi urogenital, osteoporosis, penyakit jantung, kanker, penurunan kognitif, dan masalah seksual. Pilihan untuk penaalaksanaan wanita menopause telah meningkat pesat sejak terapi hormon (HT) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960. Sehubungan dengan penggunaan hormon, ada banyak pilihan jenis hormon, dosis, dan metode administrasi. Tidak hanya bentuk-bentuk baru estrogen dan progestin telah diperkenalkan, tapi cara baru menggabungkan dua hormon yang tersedia. Selain hormon, selektif modulator reseptor estrogen (SERM) dan

  26 bifosfonat yang tersedia untuk penatalaksanaan.

2.1.6.1 Perubahan Pola Haid

  Gejala yang paling umum pada wanita perimenopause adalah perubahan dari pola haid. Lebih dari 90% wanita perimenopause akan mengalami perubahan dalam siklus haid. Siklus yang memendek antara 2-7 hari sangatlah khas. Sebagai contoh, wanita dengan siklus haid yang teratur antara 25-35 hari selama usia 20-30 tahun akan mengalami siklus haid lebih sering terutama disebabkan oleh memendeknya fase folikel. Siklus haid yang sebelumnya menetap tiap 28 hari akan menjadi siklus 25 atau 26 hari dan pada waktu terjadi perimenopause kejadian oligomenore

  24,26 meningkat. Perdarahan yang tidak teratur dapat terjadi karena tidak adekuatnya fase luteal atau sesudah puncak estradiol yang tidak diikuti ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Pemanjangan siklus mungkin juga terjadi

  

26

seperti halnya haid yang tidak teratur.

  Banyak juga wanita yang mengalami perubahan dalam banyaknya perdarahan. Perdarahan biasanya lebih banyak pada awal perimenopause yang disebabkan oleh siklus anovulasi. Kemudian menjadi lebih sedikit. Beberapa wanita dilaporkan mengalami spotting 1 atau 2 hari segera sebelum haid. Kombinasi dari spotting, siklus haid yang pendek dan perdarahan yang banyak memberikan kesan secara subjektif wanita

  26 tersebut “selalu berdarah”.

  Meskipun perdarahan tidak teratur sangat umum dan dianggap normal selama perimenopause, berat dan lamanya perdarahan atau perdarahan diantara siklus haid bukanlah hal yang normal. Adanya perdarahan mengharuskan klinikus untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut, sepeti biopsi endometrium untuk menegakkan diagnosis, terutama untuk penderita dengan faktor risiko yang lain untuk terjadinya karsinoma endometrium seperti oligoovulatoar, obesitas atau riwayat infertilitas. Untuk kasus-kasus yang dicurigai, sebelum melakukan biopsi, mungkin berharga bila ditanyakan pada penderita riwayat perdarahan secara lengkap untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai pola

  .26

  perdarahan

  Tanda awal dari perimenopause adalah perubahan pada pola perdarahan haid. Keadaan ini diakibatkan defisiensi atau berfluktuasinya estrogen dan progesteron. Didapatkan sekitar 33% dari seluruh konsultasi ginekologi berhubungan dengan perdarahan abnormal, dan meningkat menjadi 69% pada wanita perimenopause dan postmenopause. Penelitian klinik pada wanita perimenopause menunjukkan bahwa lebih kurang 90% wanita selama perimenopause mengalami ketidakteraturan haid; hanya 10-12% dari wanita premenopause yang mengalami amenore

  26 mandadak.

  Insiden kelainan organik pada uterus mencapai puncaknya pada saat perimenopause. Oleh karena siklus haid pada periode ini kemungkinan anovulatoar, risiko untuk terjadinya hiperplasi endometrium akibat

  26 unopposed estrogen menjadi lebih tinggi.

2.1.6.2. Keluhan Vasomotor

  Gejala vasomotor mempengaruhi sampai 75% wanita perimenopause. Gejala dapat terjadi untuk 1 sampai 2 tahun setelah menopause pada sebagian besar wanita, namun dapat terus sampai 10 tahun atau lebih wanita lainnya. Hot flashes adalah alasan utama mengapa perempuan mencari perawatan saat menopause dan permintaan akan pengobatan terapi hormonal. Hot flashes tidak hanya mengganggu perempuan di tempat kerja dan mengganggu kegiatan sehari-hari tetapi juga mengganggu tidur. Banyak wanita yang melaporkan kesulitan berkonsentrasi dan terjadinya ketidakstabilan emosional selama masa transisi menopause. Insiden penyakit tiroid meningkat seiring dengan pertmbahan usia wanita, sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus dilakukan jika dijumpai gejala vasomotor yang khas atau resisten terhadap

  26 terapi yang diberikan.

  Mekanisme fisiologis yang mendasari terjadinya hot flashes masih belum sepenuhnya dipahami. Sebuah peristiwa sentral, mungkin dimulai di hipotalamus, mendorong peningkatan suhu inti tubuh, tingkat metabolisme, dan suhu kulit. Hal ini mengakibatkan reaksi ini dalam terjadinya vasodilatasi perifer dan berkeringat pada beberapa wanita. Peristiwa sentral mungkin dipicu oleh noradrenergik, serotoninergic, atau aktivasi dopaminergik. Meskipun lonjakan LH sering terjadi pada saat hot flashes, itu bukan penyebab, karena gejala vasomotor juga terjadi pada wanita dengan kelenjar hipofisis yang telah diangkat. Seperti apa peran dari estrogen dalam terjadinya hal ini masih belum diketahui secara pasti. Gejala vasomotor adalah konsekuensi dari penurunan kadar hormon

  .26

  estrogen Hot flashes merupakan sensasi mendadak terhadap rasa panas, berkeringat dan kemerahan yang lebih sering terjadi pada muka, leher dan dada. ansietas juga sering menyertai hot flashes. Tanda-tanda obyektif dari vasodilatasi cutaneous seperti flusing dan berkeringat diamati, yang diikuti oleh penurunan suhu inti tubuh, yang menyebabkan beberapa

  26 wanita akan merasa dingin setelah setelah terjadinya semburan panas. Hot flushes terkait dengan vasodilatasi dan peningkatan suhu kulit yang menghasilkan keringat, penurunan resistensi kulit, dan peningkatan konduktansi kulit. Data dari studi oleh Mashchak dkk menunjukkan bahwa hot flushes disebabkan oleh perubahan mendadak dalam regulasi kontrol suhu di hipotalamus regulasi. Investigasi kemudian menunjukkan bahwa penarikan estrogen adalah faktor pencetus untuk terjadinya hot flushes

  27 pada wanita menopause.

  Gejala secara lainnya meliputi palpitasi, gelisah, mudah marah, dan keringat malam. Hot flashes dapat terjadi selama beberapa detik, dan

  26 dapat juga terjadi sampai beberapa jam.

  Hot flashes dapat muncul sebelum periode menstruasi terakhir, dengan hampir 60% wanita melaporkan keadian hot flashes sebelum terjadinya perubahan siklus menstruasi. Pola dapat berubah dari waktu ke waktu, dengan beberapa wanita mengalami pengurangan keluhan hot flashes seiring dengan waktu, sementara yang lain terus mengalami ketidaknyamanan sampai bertahun-tahun. Hot flashes juga mungkin dapat dipicu oleh menopause yang terjadi akibat prosedur pembedahan dimana terjadi satu minggu pasca-operasi, dan biasanya lebih sering dan parah di malam hari (sering membangkitkan seorang wanita dari tidur) atau selama masa stres. Salah satu keluhan utama yang terkait dengan hot flashes

  27 adalah insomnia, yang dapat mempengaruhi kualitas hidup wanita.

  Keluhan Vasomotor pada masa Menopause telah dilaporkan terjadi sekitar 18% dari pekerja pabrik Cina di Hong Kong, 70% wanita Amerika Utara, dan 80% wanita Belanda women. Langenberg dkk menemukan variasi etnis yang signifikan dalam insiden gejala vasomotor setelah histerektomi. Perempuan kulit hitam secara signifikan lebih cenderung

  .28

  memiliki gejolak panas dibandingkan perempuan kulit putih

2.1.6.3 Atrofi Urogenital

  Produksi estrogen yang sangat rendah pada usia menopause akhir, atau bertahun-tahun setelah kastrasi, atrofi permukaan mukosa vagina akan terjadi, yang disertai dengan vaginitis, pruritus, dispareunia, dan stenosis. Atrofi genitourinari menyebabkan berbagai gejala yang mempengaruhi kualitas hidup. Uretritis dengan disuria, inkontinensia urgensi, dan frekuensi urinarius adalah hasil lebih lanjut dari penipisan mukosa, dalam hal ini, dari uretra dan kandung kemih. Infeksi saluran kemih berulang secara efektif dapat dicegah dengan terapi estrogen intravaginal pascamenopause. Relaksasi vagina dengan sistokel, rektokel, dan prolaps uterus, dan distrofi vulva bukan akibat dari kekurangan

  23,26 estrogen.

  Kehilangan estrogen menyebabkan vagina kehilangan kolagen, jaringan adiposa, dan kemampuan untuk menahan air. Sebagaimana dinding vagina menyusut, rugae akan merata dan menghilang. Epitel permukaan akan kehilangan lapisan luar yang berserat dan kemudian menipis ke beberapa lapisan sel, dan berkurangnya rasio antara sel superfisial dan sel basal. Akibatnya, permukaan vagina rentan terhadap perdarahan dengan trauma minimal. Sementara perubahan ini terjadi, pembuluh darah di dinding vagina sempit dan sekresi dari kelenjar sebaceous berkurang. Seiring waktu vagina itu sendiri berkontraksi dan kehilangan fleksibilitasnya, sementara labia minora menjadi lebih pucat dan lebih kecil. Selain itu, pH menjadi lebih alkali, yang membuat lingkungan vagina yang kurang ramah terhadap lactobacilli dan lebih rentan terhadap infeksi oleh patogen urogenital dan fekal. Organisme penyebab infeksi dapat naik ke sistem saluran kemih yang menyebabkan

  24 uretritis, infeksi saluran kemih, dan sistitis.

  Dispareunia yang kadang-kadang disertai dengan perdarahan pascakoitus, adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari dari atrofi berat vagina dengan sedikitnya lubrikasi. Bahkan untuk wanita yang tidak aktif secara seksual, vaginitis atrofi dapat menyebabkan gatal-gatal, iritasi, dan rasa terbakar. Gejala ini sering tidak disebutkan, dan penting untuk memeriksa tanda-tanda atrofi vagina bahkan tanpa adanya keluhan.

  Mengukur pH adalah cara sederhana untuk menentukan pengaruh estrogen atau tidak. PH yang lebih besar dari 4,5 hampir selalu diamati

  24 dengan defisiensi estrogen.

  Meskipun dikatakan bahwa inkontinensia tipe stres tidak terpengaruh oleh pengobatan dengan estrogen, yang lain berpendapat bahwa pengobatan estrogen memperbaiki atau mengobati inkontinensia stres pada lebih dari 50 % pasien karena efek langsung pada mukosa uretra.

  Sebuah meta - analisis menyimpulkan bahwa perbaikan dilaporkan hanya dalam penelitian non-acak. Dua percobaan acak yang didedikasikan untuk masalah ini secara klinis gagal menunjukkan efek yang menguntungkan dari terapi estrogen. Sebagian besar kasus inkontinensia urin pada wanita lansia merupakan masalah campuran dengan komponen penting inkontinensia urgensi yang diyakini membaik dengan terapi estrogen.

  Namun, uji coba Heart and Estrogen/progestin Replacement Study ( HERS ) secara acak menunjukkan memburuknya inkontinensia dengan terapi hormon untuk inkontinensia tipe urgensi dan stres, dan Nurses

  

Health Study melaporkan peningkatan kecil dalam inkontinensia pada

  pengguna hormon. Dampak pengobatan estrogen pada inkontinensia

  24 tetap membingungkan.

  Dispareunia jarang membawa wanita untuk datang ke rumah sakit. Suatu keengganan dasar untuk membahas perilaku seksual masih terdapat di masyarakat terutama di kalangan pasien yang lebih tua dari pada dokter. Pertanyaan lembut dapat mengarah kepada pengobatan estrogen untuk atrofi dan peningkatan kenikmatan dalam seksual.

  Pengukuran objektif telah menunjukkan bahwa faktor-faktor vagina yang mempengaruhi kenikmatan hubungan seksual dapat dipertahankan dengan dosis estrogen yang tepat. Pasien dan dokter harus menyadari bahwa respon yang signifikan dapat diharapkan dalam 1 bulan, namun butuh waktu yang lama untuk sepenuhnya mengembalikan saluran genitourinari ( 6-12 bulan ), dan dokter serta pasien tidak boleh berkecil hati dengan efek pengobatan yang kurang dan respon yang lambat. Aktivitas seksual dengan sendirinya mendukung respon sirkulasi jaringan vagina dan meningkatkan efek terapeutik estrogen. Oleh karena itu, wanita tua yang aktif secara seksual memiliki atrofi vagina yang kurang

  24 bahkan tanpa estrogen.

  Penurunan dalam kandungan kolagen kulit, elastisitas, dan ketebalan kulit yang terjadi dengan penuaan dapat dihindari dengan terapi estrogen menopause. Pengaruh estrogen pada kolagen jelas terlihat pada tulang dan kulit; massa tulang dan kolagen menurun secara paralel setelah menopause dan pengobatan estrogen mengurangi turnover kolagen dan meningkatkan kualitas kolagen. Meskipun tidak pasti apakah pengobatan estrogen dapat mempengaruhi penampilan fisik, setidaknya satu penelitian menunjukkan tidak hanya peningkatan ketebalan kulit wajah, tetapi perbaikan keriput dengan estrogen topikal. Yang lebih mengesankan, data dari U.S. First National Health and Nutrition

  

Examination Survey menunjukkan bahwa penggunaan estrogen dikaitkan

  dengan prevalensi yang lebih rendah dari kerutan kulit dan kulit yang kering. Namun, merokok merupakan faktor risiko utama untuk kerutan kulit wajah, dan terapi hormon tidak dapat mengurangi dampak merokok

  24 tersebut.

  Salah satu gambaran dari penuaan pada pria dan wanita adalah pengurangan yang stabil dalam kekuatan otot. Banyak faktor yang mempengaruhi penurunan ini, termasuk tinggi badan, berat badan, dan tingkat aktivitas fisik. Wanita yang saat ini menggunakan estrogen telah dilaporkan menunjukkan penurunan yang lebih rendah dalam kekuatan otot. Ini merupakan isu penting karena konsekuensi potensi proteksi terhadap fraktur, serta manfaat karena kemampuan untuk

  24 mempertahankan latihan fisik yang kuat.

2.1.6.4 Efek Psikologi

  Pandangan bahwa menopause memiliki efek yang merusak pada kesehatan mental tidak didukung dalam literatur psikiatri, atau dalam survei populasi umum. Konsep gangguan psikiatrik tertentu (melankolis involusional ) telah ditinggalkan. Memang, depresi kurang umum, dan tidak lebih umum, di kalangan wanita paruh baya, dan menopause tidak dapat dihubungkan dengan distress psikologis. Penelitian longitudinal pada wanita premenopause menunjukkan bahwa histerektomi dengan atau tanpa ooforektomi tidak terkait dengan dampak psikologis yang negatif diantara wanita paruh baya. Dan data longitudinal dari dokumen

  Massachusetts Women's Health Study bahwa wanita menopause tidak

  berhubungan dengan peningkatan risiko depresi. Meskipun wanita lebih mungkin untuk mengalami depresi dibanding pria, perbedaan jenis kelamin ini dimulai pada awal masa remaja, tidak pada masa menopause.

  U.S. National Health Examination Follow-up Study mencakup penilaian

  longitudinal dan cross-sectional dari sampel perwakilan wanita secara nasional. Penelitian ini tidak menemukan bukti yang mengaitkan baik menopause alami maupun bedah dengan distress psikologis. Memang, satu-satunya perubahan longitudinal yaitu sedikit penurunan dalam prevalensi depresi dengan penuaan wanita melalui transisi menopause.

  Hasil dalam penelitian ini adalah sama pada pengguna dan non pengguna

  24 estrogen.

  Sebuah pandangan negatif dari kesehatan mental pada saat menopause tidak dibenarkan, banyak masalah yang dilaporkan pada menopause adalah karena kejadian dalam kehidupan. Jadi, ada masalah yang dihadapi dalam pascamenopause awal yang sering terlihat, tetapi hubungan kausal mereka dengan estrogen tidak memungkinkan. Masalah-masalah ini termasuk kelelahan, gugup, sakit kepala, insomnia, depresi, iritabilitas, nyeri sendi dan otot, pusing, dan jantung berdebar.

  Memang, pada tahap ini kehidupan laki-laki dan wanita mengungkapkan banyak keluhan yang tidak menunjukkan perbedaan gender yang dapat dijelaskan oleh penyebab hormonal. Namun demikian, wanita setengah baya melaporkan keluhan yang lebih sering daripada laki-laki, yang mungkin mencerminkan persepsi negatif umumnya dan konotasi budaya

  24 dan masyarakat telah dikaitkan dengan menopause.

  Kestabilan emosi selama masa perimenopause dapat terganggu oleh pola tidur yang buruk. Hot flushes tidak memiliki dampak yang merugikan pada kualitas tidur. Terapi estrogen meningkatkan kualitas tidur, mengurangi waktu onset tidur dan meningkatkan waktu tidur rapid

  

eye movement ( REM ). Mungkin flushing cukup untuk membangunkan

  wanita, tetapi tidak cukup untuk mempengaruhi kualitas tidur, sehingga mengurangi kemampuan untuk menangani masalah dan tekanan hari berikutnya. Peningkatan tidur dengan pengobatan estrogen bahkan dapat didokumentasikan pada wanita menopause yang dilaporkan

  24 asimptomatik.

  Dengan demikian, secara keseluruhan kualitas hidup yang dilaporkan oleh wanita dapat meningkatkan tidur yang lebih baik dan pengentasan hot flushing. Namun, masih belum pasti apakah pengobatan estrogen memiliki efek tambahan antidepresan farmakologis langsung atau apakah respon mood benar-benar merupakan manfaat tidak langsung dari redanya gejala fisik dan, akibatnya, peningkatan kualitas tidur. Dengan memanfaatkan berbagai alat penilaian untuk mengukur depresi, perbaikan dengan pengobatan estrogen telah dicatat pada wanita dengan ooforektomi. Dalam penelitian kohort prospektif besar dari komunitas pensiun Rancho Bernardo, tidak ada manfaat yang dapat dideteksi dalam ukuran depresi pada pengguna estrogen pascamenopause saat ini dibandingkan dengan wanita yang tidak diobati.

  Memang, wanita yang diterapi memiliki skor gejala depresi yang lebih tinggi, yang mungkin mencerminkan bias seleksi pengobatan; wanita simptomatik dan depresi mencari terapi hormon. Namun demikian, terapi estrogen dilaporkan memiliki dampak yang lebih kuat pada kesejahteraan

  24,29 wanita yang melampaui hilangnya gejala seperti hot flushes.

  Transisi perimenopause, oleh karena itu, bukanlah penyebab depresi klinis, namun, emosi yang labil tampaknya membaik pada banyak wanita yang diberikan terapi hormon. Penyebab paling umum dari masalah mood perimenopause adalah depresi yang telah ada tetapi terdapat populasi kecil wanita dimana mood-nya sensitif terhadap perubahan hormon. Dalam penelitian SWAN Amerika, prevalensi perubahan mood meningkat dari premenopause ke perimenopause awal, dari sekitar 10 % menjadi sekitar 16,5 %, Ada tiga kemungkinan: ( 1 ) penurunan estrogen saat menopause mempengaruhi neurotransmitter yang mengatur mood, (2 )

  

mood dipengaruhi oleh gejala vasomotor (3 ) mood dipengaruhi oleh

perubahan hidup yang umumnya lazim disekitar masa menopause.

  Beberapa dapat berpendapat bahwa perubahan mood ini dalam menanggapi fluktuasi hormonal terjadi selama tahun-tahun

  24 perimenopause.

2.1.6.5 Gangguan Fungsi Seksual

  Banyak wanita mengalami disfungsi seksual , meskipun insidensi dan etiologi yang tepat masih belum diketahui. Disfungsi seksual mungkin melibatkan penurunan minat atau keinginan untuk memulai aktivitas seksual, serta penurunan gairah atau kemampuan untuk mencapai orgasme selama hubungan seksual . Etiologi disfungsi seksual disebabkan oleh banyak faktor, termasuk masalah psikologis seperti depresi atau gangguan kecemasan , konflik dalam hubungan , masalah yang berkaitan dengan penyimpangan seksual, penggunaan obat, atau masalah fisik yang membuat aktivitas seksual menjadi tidak nyaman , seperti endometriosis atau atrofi vaginitis . Menganalisis data dari Bada Kesehatan Nasional dan Survei Kehidupan Sosial , sampel probabilitas perilaku seksual yang dilakukan pada tahun 1992 dengan kelompok orang dewasa , prevalensi disfungsi seksual di Amerika Serikat diperkirakan setinggi 43 % pada wanita dan 31 % di laki-laki . Meskipun beberapa studi menggambarkan penurunan tingkat keinginan dan aktivitas pada wanita yang lebih tua, masalah seksual yang umum dan tidak secara khusus

  24 merupakan masalah pada masa menopause.

  Disfungsi seksual wanita setelah menopause adalah masalah yang kompleks dengan berbagai etiologi. Evaluasi seksama dari segi fisiologis, psikologis, gaya hidup, dan hubungan variabel diperlukan untuk mengoptimalkan terapi. Pengobatan kecemasan dan depresi, penyesuaian obat antidepresan, dan konseling hubungan dapat meningkatkan fungsi seksual. Latihan khusus sering dilakukan di bawah bimbingan seorang terapi seks, membantu banyak perempuan dan pasangan dengan disfungsi seksual. Pengobatan khusus atrofi genitourinari dengan terapi estrogen vagina sistemik atau lokal atau pelumas vagina efektif mengurangi dispareunia dan dapat meningkatkan gairah seksual. Sildenafil sitrat (Viagra) tidak efektif dalam double blind randomized studi besar, dengan kontrol plasebo pada wanita dengan disfungsi seksual. Sebuah alat terapi klitoris (EROS-CTDTM) disetujui oleh US Food and Drug Administration dapat meningkatkan aliran darah

  26 dan meningkatkan gairah pada beberapa wanita.

  Terapi androgen mungkin memiliki peran dalam pengobatan disfungsi seksual pada wanita menopause yang memiliki tingkat androgen rendah dan tidak ada penyebab lain yang dapat diidentifikasi terhadap

  26 masalah seksual.

  2.1.6.6. Gejala Somatik

  Beberapa gejala somatik yang sering terjadi selama perimenopause antara lain; sakit kepala, pusing, palpitasi serta payudara yang membesar dan nyeri. Dari semua keluhan-keluhan di atas, harus diyakinkan bahwa

  24,26 gejala-gejala tersebut umum terjadi dan bersifat fisiologis.

  Pengobatan yang dilakukan bersamaan dengan pendidikan dan suportif harus dilakukan pada awal timbulnya gejala. Sekarang ini terapi farmakologi dan nonfarmakologi sudah tersedia. Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa tidak ada pengobatan bagi wanita pada masa perimenopause, sebab mereka masih menghasilkan estrogen. Dalam banyak kasus, meyakinkan bahwa gejala-gejala tersebut adalah hal yang nyata dan tidak mengancam kehidupan mungkin sudah cukup. Tetapi, jika

  26 dianggap penting, pengobatan tidak harus ditunda.

  2.1.6.7 Osteoporosis

  Osteoporosis, atau massa tulang yang berkurang, mempengaruhi sekitar 30 juta wanita di Amerika Serikat, atau sekitar 55% dari wanita diatas usia 50 tahun. Faktor risiko terhadap terjadinya osteoporosis antara lain termasuk usia, ras Asia atau Kaukasia, riwayat keluarga, kerangka tubuh kecil, riwayat fraktur sebelumnya, menopause dini, dan ooforektomi sebelumnya. Faktor risiko yang lain termasuk penurunan asupan kalsium dan vitamin D, merokok, dan gaya hidup. Kondisi medis yang terkait dengan peningkatan risiko osteoporosis meliputi anovulasi selama masa reproduksi (misalnya, sekunder untuk latihan berlebih atau gangguan makan), hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, penyakit ginjal kronis, dan

  .26

  penyakit yang memerlukan penggunaan kortikosteroid sistemik Osteoporosis ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan microarchitectural jaringan tulang, yang menyebabkan peningkatan kerapuhan tulang dan peningkatan resiko terjadinya patah tulang bahkan dengan sedikit atau tanpa trauma. Terjadinya kehilangan tulang belakang dimulai pada usia 20-an, tetapi perubahan keseluruhan terjadi sampai usia menopause. Kepadatan tulang femur berada pada puncak pada pertengahan hingga akhir usia 20-an dan mulai menurun

  24 sekitar usia 30 tahun.

  Ketika kadar estrogen menurun, remodeling tulang meningkat. Setiap unit perbaikan dimulai oleh pelepasan osteoklas diikuti oleh pengisian osteoblast. Estrogen memberikan sebuah penekanan tonik terhadap perbaikan dan memelihara keseimbangan antara aktivitas osteoklastik dan osteoblastik, dengan tidak adanya estrogen, aktivitas osteoklastik

  24 mendominasi, yang berakibat pada resorbsi tulang.

  Pengukuran dari Bone Mineral density (BMD) dapat digunakan untuk mendiagnosa osteoporosis, menentukan risiko patah tulang, dan mengidentifikasi wanita yang akan mendapat manfaat dari intervensi terapeutik. Sinar-x ganda absorptiometry (DXA) dari pinggul dan tulang belakang adalah teknik utama untuk penilaian BMD. BMD dinyatakan sebagai T-score, yang merupakan jumlah standar deviasi dari rata-rata untuk seorang wanita muda yang sehat. Sebuah T-skor di atas -1 dianggap normal, nilai antara -1 dan -2,5 menandakan osteopenia, dan skor di bawah -2,5 menunjukkan osteoporosis. Meskipun ada hubungan yang kuat antara BMD dan risiko patah tulang, usia wanita, status kesehatan secara keseluruhan, dan risiko untuk jatuh juga mempengaruhi

  26 risiko patah tulang nya.

  E valuasi BMD dengan DXA direkomendasikan untuk semua wanita berusia 65 tahun atau lebih, terlepas dari faktor risiko, dan untuk wanita menopause yang lebih muda dengan 1 atau lebih faktor risiko. Terapi hormon efektif dalam mencegah dan mengobati osteoporosis. Dalam studi observasional, terapi estrogen telah terbukti mengurangi patah tulang terkait osteoporosis oleh sekitar 50% bila dimulai segera setelah

  26 menopause dan terus diberikan jangka panjang.

2.1.6.8 Kelainan Kardiovaskular

  Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab kematian . pada wanita, terhitung sekitar 45% dari angka mortalitas Faktor risiko Nonmodifiable termasuk usia dan riwayat keluarga. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi termasuk merokok, obesitas, dan gaya hidup. Kondisi medis yang terkait dengan peningkatan risiko penyakit jantung termasuk

  26 diabetes, hipertensi, dan hiperkolesterolemia. Di masa lalu, pencegahan penyakit jantung dianggap merupakan manfaat dari terapi hormon. Studi epidemiologi melaporkan penurunan sekitar 50% pada penyakit jantung pada wanita yang menggunakan terapi hormon. Kelainan kardiovaskular menjadi penyebab utama kematian dan kesakitan pada wanita menopause. Penyebab lain berturut-turut adalah

  26 patah tulang, kanker payudara dan kanker endometrium.

  Pada tahun 2000, 38% wanita di Amerika Serikat berumur 45 tahun atau lebih, pada tahun 2015 proporsi ini akan meningkat menjadi 45%.

  Satu dari sembilan wanita berumur 45-64 tahun menderita berbagai macam penyakit kardiovaskular dan setelah 65 tahun rasionya meningkat menjadi 1 banding 3. Kira-kira 40% penyakit koroner pada wanita berakibat fatal dan 67% dari semua kematian mendadak yang terjadi pada wanita tersebut tanpa riwayat penyakit jantung koroner. Mereka kehilangan daya tahan terhadap penyakit jantung koroner akibat berkembangnya menopause, dan meningkatnya insiden penyakit ini bukan karena perubahan gaya hidup atau faktor risiko tetapi karena

  26 perubahan lipoprotein yang terjadi pada menopause.

  Pada wanita menopause HDL kolesterol adalah satu indikator untuk terjadinya penyakit jantung koroner, dimana untuk setiap peningkatan 10 mg/dL risiko akan menurun sampai 50%. Trigeliserida juga merupakan faktor risiko penting untuk penyakit jantung koroner, dimana terjadi peningkatan penyakit jantung jika kadar trigeliserida meningkat dan kadar HDL yang rendah. Banyak bukti yang mengatakan bahwa pengaruh kardioprotektif dari terapi pengganti estrogen adalah pada kadar lipid

  26 serum.

Dokumen yang terkait

Perbandingan Kadar Saliva 17 Beta Estradiol Pada Wanita Menopause Dengan Keluhan Dan Tanpa Keluhan Di RSUP H. Adam Malik Dan RS. Jejaring FK USU Medan

10 97 115

Kadar Homosistein Dengan Keparahan Preeklampsia Di RSUP.H.Adam Malik Dan RS Jejaring FK USU Medan

2 75 89

Depresi dan Cemas Masa Perimenopause dan Pascamenopause pada Paramedis RSUP. H. Adam malik dan RS Jejaring medan

1 60 10

Kadar Glutathion Peroksidase (GPx) Sebagai Penanda Derajat Keparahan Keluhan Menopause Pada Paramedis Wanita Menopause DI RSUP. H. Adam Malik Dan RS. Jejaring Medan

9 98 92

Perbandingan Keluhan Pada Paramedis Masa Perimenopause Dan Pascamenopause Dengan Menggunakan Menopause Rating Scale Di RSUP Haji Adam Malik Medan Dan RS Jejaring FK USU

10 83 139

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Mioma Uteri - Analisis Faktor Risiko Pasien Mioma Uteri Di RSUP. H. Adam Malik Medan Dan RS Jejaring

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia 2.1.1 Definisi - Perbedaan Kadar Serum Adiponektin Pada Hamil Preeklampsia Berat Dan Hamil Normal Di RSUP.H.Adam Malik, RSUD.Dr.Pirngadi Dan RS Jejaring FK USU Medan

0 0 24

Perbandingan Kadar Saliva 17 Beta Estradiol Pada Wanita Menopause Dengan Keluhan Dan Tanpa Keluhan Di RSUP H. Adam Malik Dan RS. Jejaring FK USU Medan

0 0 22

Perbandingan Kadar Saliva 17 Beta Estradiol Pada Wanita Menopause Dengan Keluhan Dan Tanpa Keluhan Di RSUP H. Adam Malik Dan RS. Jejaring FK USU Medan

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia 2.1.1 Definisi - Kadar Homosistein Dengan Keparahan Preeklampsia Di RSUP.H.Adam Malik Dan RS Jejaring FK USU Medan

0 0 30