Perbandingan Kadar Saliva 17 Beta Estradiol Pada Wanita Menopause Dengan Keluhan Dan Tanpa Keluhan Di RSUP H. Adam Malik Dan RS. Jejaring FK USU Medan

(1)

PERBANDINGAN KADAR SALIVA 17 BETA ESTRADIOL

PADA WANITA MENOPAUSE DENGAN

KELUHAN DAN TANPA KELUHAN

DI RSUP H. ADAM MALIK DAN RS. JEJARING

FK USU MEDAN

TESIS

OLEH :

LIZA MAROSA

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM MALIK

M E D A N 2 0 1 4


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada ALLAH Subhaanahu wata’ala, Tuhan Yang Maha Esa. Hanya atas izin dan kemurahan-Nya lah penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam saya haturkan kepada baginda Muhammad S.A.W, beserta seluruh anbiyaa’ dan para rasul, serta keluarga dan umat mereka seluruhnya.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis saya ini masih banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan pustaka, dengan judul :

“PERBANDINGAN KADAR SALIVA 17 β ESTRADIOL PADA WANITA MENOPAUSE DENGAN KELUHAN DAN TANPA KELUHAN DI

RSUP.H.ADAM MALIK DAN RS.JEJARING FK USU MEDAN” Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD (K-GEH) yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.


(5)

2. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K) dan Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked (OG), SpOG(K), selaku ketua dan sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU, Medan.

3. Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K) dan dr. M. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG), SpOG(K) selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU, Medan.

4. Kepada Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG (K); Prof. dr. Djafar Siddik, SpOG (K); Prof. DR. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K); Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG (K); Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K); Prof. dr. T. M. Hanafiah, SpOG (K); Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K); Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K); Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG (K); yang telah bersama-sama berkenan menerima Saya untuk mengikuti pendidikan dokter spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi. Semoga Allah SWT membalas kebaikan budi guru-guru saya tersebut.

5. Kepada Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, Sp.OG(K), selaku orang tua angkat saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan.

6. Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG(K) dan dr. Indra G Munthe, M.Ked(OG), SpOG(K), selaku pembimbing tesis ini, serta Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K), dr. T. M. Ichsan, SpOG, dan Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K) selaku penyanggah. Terimakasih kepada para guru saya di tim 5, atas segala koreksi, kritik yang membangun, serta atas segala bantuan, bimbingan, juga waktu dan pikiran yang telah diluangkan dengan penuh kesabaran, dalam rangka


(6)

melengkapi penulisan dan penyusunan tesis ini hingga dapat terselesaikan dengan baik.

7. Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG(K) yang telah banyak membantu saya, memberikan ide dan bimbingan dalam penelitian ini.

8. Kepada dr. Putri C. Eyanoer, MPH yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

9. Kepada Divisi Ginekologi yang telah mengizinkan saya untuk melakukan penelitian ini.

10. Kepada Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG (K), terima kasih atas nasehat dan bantuan yang telah diberikan kepada Saya selama menjalani masa pendidikan.

11. Kepada dr. Hotma Partogi Pasaribu, M.Ked (OG), Sp.OG selaku pembimbing minirefarat Fetomaternal saya yang berjudul : “Perbandingan Terapi Progesteron Vaginal Dan Sirklase Serviks Pada Serviks Inkompeten” kepada dr. Ikhwanul Adenin, Mked(OG), SpOG(K) selaku pembimbing Minirefarat Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi saya yang berjudul: “Cairan Barier Adhesi Paska Laparoskopi”, kepada Dr. dr. Binarwan Halim, M.Ked(OG), SpOG(K) selaku pembimbing minirefarat Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi saya yang berjudul “ Keguguran Berulang pada Ovarium Reserve”, dan kepada Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K) selaku pembimbing minirefarat Onkologi-Ginekologi saya yang berjudul “Laterally Extended Parametrectomy ”.

12. Para guru yang saya hormati, seluruh staf pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera


(7)

Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik di RSUP H.Adam Malik, RSUD dr.Pirngadi, RS Tembakau Deli, RSU Sundari dan RS KESDAM II Putri Hijau, Medan, yang telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan. 13. Direktur RSUP H.Adam Malik, Medan dan Ketua Departemen Ilmu

Kebidanan dan Penyakit Kandungan, beserta seluruh staf medis, paramedis maupun non medis-paramedis yang telah memberikan kesempatan, sarana serta bantuan kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan dan selama saya bertugas di instansi tersebut. 14. Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan, dr. Amran Lubis, SpJP; dan

khususnya Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Pirngadi Medan dr. Syamsul Arifin Nasution, SpOG(K) ; Ketua koordinator PPDS Obgin RSUD dr. Pirngadi Medan dr. Sanusi Piliang, SpOG; Ketua Komite Penelitian di RSUD dr. Pirngadi Medan dr. Fadjrir, SpOG beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada Saya selama menempuh pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi. Dan kepada dr. Rushakim Lubis, SpOG terima kasih atas nasehat yang telah diberikan kepada Saya selama menjalani masa pendidikan.

15. Direktur RS Haji Mina Medan dan kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan, dr. H. Muslich Perangin angin, SpOG. Direktur RS Tembakau Deli dan kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan, dr. H. Sofian Abdul Ilah, SpOG. Direktur RSU Sundari dan kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan, dr. H. M. Haidir, MHA, SpOG. Ka. RUMKIT KesDam II / Bukit Barisan ”Puteri Hijau” dan kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Mayor CKM dr. Gunawan Rusuldi, SpOG, serta seluruh staf medis,


(8)

paramedis maupun non medis-paramedis yang telah memberikan kesempatan, sarana serta bantuan kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan dan selama saya bertugas di instansi-instansi tersebut.

16. Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan, Sipirok, Direktur RSUD. Sipirok dan para staf medis, paramedis maupun non medis-paramedis. Terimakasih atas segala kesempatan, bantuan, kerjasama dan bimbingan yang diberikan selama saya bertugas.

17. Laboratorium Terpadu USU beserta staf yang telah membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini.

18. Kepada senior-senior saya , dr. Teuku Rahmat Iqbal, SpOG; dr. T.M. Rizki, SpOG; dr. Mulda, SpOG, dr. Sim Romi, SpOG, dr. Simon P. Saing, SpOG, dr. Sukhbir Singh, SpOG, dr. Ferry Simatupang, SpOG; dr. Dwi Faradina, MKed(OG), SpOG; dr. Hj. Dessy Hasibuan, SpOG, dr. Rony P. Bangun, SpOG, dr. Alim Sahid, SpOG, dr. Ilham Sejahtera L, SpOG, dr. Nur Aflah, SpOG, dr. Yusmardi, SpOG, dr. Gorga IVW. Udjung, SpOG, dr. Siti S. Sylvia, SpOG, dr. David Luther, SKM, MKed(OG), SpOG, dr. Anggia Melanie L, SpOG, dr.Maya Hasmita SpOG, dr. Riza H. Nasution, SpOG, dr. Lili Kuswani, SpOG;dr. M. Ikhwan, SpOG, dr. Edward Muldjadi, SpOG, dr. Ari Abdurrahman Lubis, SpOG, dr. Zilliyadein R., SpOG, dr. Benny J, SpOG, dr. M. Rizki Yaznil, M.Ked(OG), SpOG, dr. Yuri Andriansyah, SpOG, dr. T. Jeffrey A., SpOG, dr. Made S. Kumara, SpOG, dr. Sri Jauharah L, SpOG, dr. M. Jusuf Rahmatsyah, MKed(OG), SpOG; dr. Boy P. Siregar, SpOG, dr. Hedy Tan, dr. Glugno Joshimin F,dr. Firman A, SpOG, dr. Aidil A, SpOG, dr. Rizka H, SpOG, dr. Hatsari, SpOG, dr.


(9)

Raynanta, dr. Andri P. Aswar, SpOG, dr. Alfian ZS, SpOG, dr. Errol, SpOG, dr. T. Johan A., M.Ked(OG) , SpOG; dr. Tigor P. H., M.Ked(OG), SpOG; dr. Elvira M.S., M.Ked(OG), SpOG; dr. Hendry AS, Mked(OG), SpOG, dr. Heika NS, M.Ked(OG), SpOG; dr. Riske E.P, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ali Akbar, M.Ked(OG), SpOG; dr. Arjuna S, M.Ked(OG), SpOG; dr. Janwar S, M.Ked(OG), SpOG; dr. Irwansyah P, M.Ked(OG), SpOG; dr.Ulfah W.K., M.Ked(OG), SpOG, dr. Ismail Usman, M.Ked(OG), SpOG, dan dr. Aries M, M.Ked(OG), dr.Hendri Ginting, M.Ked(OG), SpOG, dr.Robby Pakpahan, M.Ked(OG), dr.Meity Elvina, M.Ked(OG), SpOG, dr.M. Yusuf, M.Ked(OG), SpOG, dr.Dany Aryani, M.Ked(OG), SpOG, dr.Fatin Atifa, M.Ked(OG), SpOG Saya berterima kasih atas segala bimbingan, bantuan dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.

19. Kepada sahabat-sahabat saya sejawat satu angkatan: dr.Pantas S Siburian, M.Ked(OG), dr. Morel Sembiring, M.Ked(OG), SpOG, dr. Eka Handayani, M. Ked(OG), SpOG, dr. Sri Damayana Hrp, M. Ked(OG), SpOG, dr. M. Rizky Pratama Y, M. Ked(OG), dr. M. Arief siregar, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ferdiansyah P Hrp, M. Ked(OG), SpOG, dr. Yudha Sudewo, M. Ked(OG), SpOG, dr. Henry Gunawan, M.Ked(OG), terima kasih untuk kebersamaan dan kerjasamanya selama pendidikan hingga saat ini.

20. Seluruh PPDS yang pernah menjadi tim jaga saya dan dengan kebersamaan yang indah, saling mendukung dan memberikan semangat selama menempuh pendidikan ini, saya ucapkan terima

kasih, Teman sejawat yang pernah bekerjasama dengan saya dalam

tim jaga dr. M. Rizky Pratama, M.Ked(OG), dr. Henry Gunawan, M.Ked(OG), dr. Hendrik Tarigan Tua, dr. M. F. Fahmi, M.Ked(OG),


(10)

SpOG, dr. Ninong Ade Putri, dr. Alfred H Sinuhaji, M.Ked(OG), dr. Chandran, M.Ked(OG), dr. Dina Kusuma, dr. Johan Ricardo, dr. Yasmin, dr. aurora, dr. Yufi, dr. Ratih, dr. Mario, dr. Imran , dr. A. Gafur, dr. Iman, dr. Irfan Hamidi, dr. Marissa Jentri, dr. Dahler, dr. Zulkarnain Tambunan, dr. Devi Meliana Syam, dr. Nutricia, dr. Rizki F Harahap, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini, kenangan indah akan Saya ingat selamanya.

21. Rekan-rekan PPDS: dr. Edi Rizaldi, M.Ked(OG), dr. Abdur Rohim M.Ked(OG), SpOG, dr. Kiko M, M.Ked(OG), SpOG, dr. Wahyu Wibowo, M.Ked(OG), SpOG, dr. Erwin Harahap, M.Ked(OG), dr. Ray Christy Barus M.Ked(OG), SpOG, dr. Edward SM, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ika S, M.Ked(OG), dr. Ricca PR, M.Ked(OG), dr. Fifianti, dr. Nureliani, M.Ked(OG), dr. Hotbin Purba, M.Ked(OG), dr. Novrial, M.Ked(OG), SpOG, dr. Rizal Sangadji, M.Ked(OG), SpOG, dr. Julita, M.Ked(OG), SpOG, dr. Ivo, M.Ked(OG), SpOG, dr. Anindita, M.Ked(OG), SpOG, dr. Hiro, M.Ked(OG), SpOG, dr. M. Faisal Fahmi, M.Ked(OG), SpOG, dr. Chandran FS, M.Ked(OG), dr. Hilma Putri Lbs, M.Ked(OG), SpOG, dr. Apriza, dr. Donna, dr. Ninong, dr. Masithah, dr. hendrik, dr. Rahmanita, dr. Hamima, dr. Meifi, dr. Jesurun, dr. M. Gamal, dr. Juhriyani, dr. Aliya, dr. Nafon, dr. Rizal, dr. Arvitamuriany, dr. Indra Setiawan, dr. Dewi ,dr. Bandini, M.Ked(OG), dr. Dina Kusuma W, dr. rizal, dr. obed, dr. Renny, dr. Daniel, dr. Servin, dr. Wahyu Utomo, dr. Daniel Simbolon, dr. Adrian Sinuhaji, dr. Tri Sugeng H, dr. Eva M, dr. Eunike, dr. Donny, dr. Mario M T Hutagalung, dr. Yusrizal, dr. Ratih Puty Hariandy, dr. Irliyan , dr. Heikal, dr. T. Larry, dr. Dalmy, dr. Lydia, dr. Citra, dr. Ahmad Gafur, dr. Lutfi, dr. Iman, dr. Ade Ayu C, dr. M. Irsyat Syafardi, dr. Ahmad Syafiq, dr. Azano Syahriza S, dr.


(11)

Tony Simarmata, dr. Imron Porkas Lubis, dr. Sofwatul Mardiah, dr. Irfan Hamidi, dr. Titi Amalia, dr. Anisya ,dr. Henri KD Silaen, dr. Irvan Arifianto, dr. Tri Ebta Mayniar, dr. Muhar Yunan Tanjung, dr. Marissa Jentri LT, dr. Dahler Sandana Srg, dr. Devi Meliana Syam, dr. Dyah nurvita, dr. Isnayu, dr. Qisthy, dr. Ahmad Syauki, dr. Ria Suci, dan almh. dr. Kartika Sari, dr. Nutrisia, dr. Rizky F, dr. Wardy, dr. Fakhrurrazi, dr. Mervina, dr. Rina Shinta Danu, dr. Vivi, dan dr. RA Dewi Utari, dr. Roy Christian Bangun, dr. Masdarul Ma’arif, dr. Cherry Kumala Sari, dr. Dewi Levana Diandra, dr. Novirindi Puji Astuti, dr. Diana, dr. Ormias, dr. T. Amru, dr. Widya, dr. Handri dan dr. James Terima kasih atas kebersamaan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan selama ini.

22. Seluruh rekan sejawat PPDS yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik para senior maupun para adik angkatan. Terima kasih atas kerjasama, bantuan, kebersamaan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan.

23. Kepada Almh. Ibu Hj. Asnawati Hsb, Ibu Hj. Sosmalawaty, Ibu Zubaedah, Ibu As, Mimi, Vina, Asih, Anggi, Dewi, Yus, Tuti, Ibu Mawan, Nani, dan seluruh pegawai di lingkungan Departemen Obstetri dan Ginekologi RSHAM dan RSPM, terima kasih atas bantuannya selama ini.

24. Seluruh pasien, rekan dokter muda, staf medis, paramedis maupun non medis-paramedis pada seluruh instansi ditempat saya pernah mengikuti pendidikan maupun bertugas. Terimakasih banyak atas segala kerjasama, bantuan, bimbingan, serta kebaikan yang diberikan selama masa pendidikan yang saya jalani.


(12)

Terima kasih dari lubuk hati sanubari yang terdalam saya haturkan kepada kedua orang tua yang saya hormati, cintai dan sayangi,

ayahanda dr. H. Marzuki Sulaiman, SpOG dan ibunda Hj.

Rosmaliana Hasan. Tiada kata yang dapat melukiskan terimakasih tersebut kepada kedua orang tua saya, melainkan rasa syukur yang tidak terhingga kepada ALLAH SWT karena telah menitipkan saya kepada orangtua yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, mendidik dan mendukung saya dengan penuh keikhlasan dan kasih sayang, semenjak lahir hingga saat ini. Hanya ALLAH SWT yang dapat membalas kebaikan yang telah mereka berikan selama ini, dan semoga saya dapat menjadi hiasan dunia maupun akhirat bagi mereka berdua, Amin. Sembah sujud, hormat saya dan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua mertua saya, H. Abubakar

Yusuf dan Hj. Nurifah Sulaiman yang telah mendoakan,

membimbing, memberi pengertian, motivasi dan semangat kepada saya dalam menjalankan pendidikan ini.

Kepada suamiku tercinta Jufri, SE, tak terhingga saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya, yang telah mendampingi saya, menyayangi saya, mendukung saya dengan penuh kesabaran dan pengorbanan dalam menjalankan pendidikan ini. Kepada kedua buah hati kami tersayang Keisha Allena Zaviera dan Keiryn Alea Zaviera, mama ucapkan terimakasih yang tak terhingga untuk selama ini yang telah menjadi penyemangat mama ya sayang.

Kepada Adik-adikku tersayang : dr. Arie Mahriza, MKes, dr. Ria

Widya Marosa, adik ipar saya H. Amir Hamzah Nasution, SE dan keponakan saya Omar El Aswan Nasution terima kasih atas dukungan kepada saya selama menjalani pendidikan.


(13)

Kepada seluruh pihak yang saya sebutkan maupun tidak tersebut sebelumnya, saya memohon maaf atas segala kekhilafan yang saya lakukan selama ini, baik yang disadari maupun tidak. Semoga kita semua selalu menjadi orang-orang yang rendah hati, ikhlas, bersyukur, serta selalu dalam ampunan, kemudahan, dan kasih sayang dari ALLAH SWT, amiin insyaALLAH.

Medan, Juli 2014


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL………. ii

DAFTAR GAMBAR……….... iii

DAFTAR SINGKATAN ... iv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 5

1.4.2. Manfaat Metodologis ... 6

1.4.3. Manfaat Aplikatif ... 6

1.5. Hipotesa Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Menopause ... 7

2.1.1. Definisi Menopause ... 7

2.1.2. Fase Klimakterium ... 8


(15)

Menopause ... 12

2.1.5. Usia ... 18

2.2. Menopause Rating Scale (MRS) ... 19

2.3. 17 Beta Estradiol Saliva dan Menopause ... 23

2.4. Pemeriksaan Saliva ... 40

2.5. Kerangka Teori ... 47

2.6. Kerangka Konsep ... 48

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 49

3.1. Rancangan Penelitian ... 49

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 49

3.3. Populasi Penelitian ... 49

3.3.1. Populasi Target ... 49

3.3.2. Populasi Terjangkau ... 49

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Penelitian ... 50

3.4.1. Kriteria Inklusi ... 50

3.4.2. Kriteria Ekslusi ... 50

3.5. Sampel dan Besar Sampel ... 51

3.6. Identifikasi Variabel ... 53

3.7. Defenisi Operasional ... 53

3.8. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data ... 57

3.9. Alur Penelitian ... 60


(16)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71


(17)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Kadar Hormon pada Masa Menopause ... 16 2.2. Nilai Normal Estradiol pada Saliva ... 23 2.3 Nilai Normal Estradiol Pada Saliva ... 40

4.1 Tabel karakteristik Wanita Menopause berdasarkan ada

tidaknya keluhan Menopause……….. 63

4.2 Perbedaan kadar Saliva 17 β estradiol pada wanita

menopause dengan keluhan dan tanpa keluhan………. 66

4.3 Hubungan kadar saliva 17 β estradiol dengan keluhan pada

wanita enopause………. .. 68

4.4 Perbedaan kadar saliva 17 β estradiol pada wanita

menopause berdasarkan Menopause Rating Scale………… 69

4.5 Hasil Uji PostHoc terhadap perbedaan kadar saliva 17 β estradiol pada wanita menopause berdasarkan Menopause


(18)

DAFTAR GAMBAR

NO JUDUL HALAMAN

1.1 Fase klimakterium……… ... 9

2.1 Proses sintesis Estradiol……….. ... 17

2.2 Kuesioner penilaian gejala enopause ... 22

2.3 Struktur 17β estradiol……….. ... 25

2.4 Pewarnaan yang menunjukkan adanya Reseptor Estrogen pada mukosa oral (warna coklat)………….. ... 30

2.5 Perbandingan kadar Estradiol Saliva dan Serum Pada wanita Premenopause dan Postmenopause….. ... 39

2.6 Jenis hormon yang dapat diukur melalui saliva Dimana salah satunya adalah Estradiol………. ... 42


(19)

DAFTAR SINGKATAN

ACTH Adrenocorticotropic Hormon

DHEA Dehydroepiandrosterone

DHEAS Dehydroepiandrosterone Sulfat

E1 Estron

E2 Estradiol atau 17β-estradiol

E3 Estriol

ELISA Enzim Immunoassay

ERα Reseptor Estrogen α

ERβ Reseptor Estrogen β

FSH Folikel Stimulating Hormon

GnRH Gonadotropin – Releasing Hormon

HPA Hipothamalus, Pituary, Adrenal

IMT Indeks Massa Tubuh

LH Luteinizing Hormon

L-MMPI Minnesota Multiphasic Inventory Lie Scale

MRS Menopause Rating Scale

OD Oral Drynes

SD Standart Deviasi

WHO World Health Organization


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance

Lampiran 2. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subyek Penelitian

Lampiran 3. Lembaran persetujuan setelah penjelasan Subjek

penelitian

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian

Lampiran 5. Tabel Induk Penelitian

Lampiran 6.


(21)

PERBANDINGAN KADAR SALIVA 17 β ESTRADIOL PADA WANITA MENOPAUSE DENGAN KELUHAN DENGAN TANPA KELUHAN DI

RSUP. H. ADAM MALIK DAN RS JEJARING FK USU MEDAN Liza Marosa, Muhammad Fidel Ganis Siregar, Indra Gunasti Munthe, Muhammad Fauzie Sahil, Teuku Muhammad Ichsan, Henry Salim Siregar

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP H Adam Malik Medan 2014

ABSTRAK

LatarBelakang: Seiring meningkatnya jumlah wanita menopause, perlu

diperhatikan mengenai kesehatannya. Diagnosis dini menopause penting untuk mengantisipasi agar gejala hipoestrogen tidak berdampak buruk pada kualitas hidup wanita tersebut. Pemeriksaan estradiol saliva tampil sebagai metoe pemeriksaan baru dalam diagnosis dini menopause dengan non invasif.

Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan dan hubungan kadar saliva 17β estradiol pada wanita menopause.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain case control yang bertempat di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP

H.Adam Malik dan RS Jejaring Medan, bulan Juni 2014. Setelah informed

consent, baik pada sampel kasus mau pun kontrol, dipersilahkan mengisi

kuesioner Menopause Rating Scale (MRS) kemudian diambil sampel

saliva pagi hari untuk diperiksakan ke laboratorium biokimia FK USU. Hasil: Kadar 17 β estradiol saliva rata-rata paling tinggi pada kelompokwanita menopause dengan tidak ada keluhan yaitu 8,50 pg/ml sedangkan rata-rata terendah 5,32 pg/ml terdapat pada kelompok yang memiliki keluhan menopause. Uji t-test tidak berpasangan menunjukkan

adanya perbedaan yang bermakna antara kadar 17 β estradiol saliva pada

wanita menopause dengan dan tanpa keluhan (p =0.000).

Diskusi:Penurunan kadar estrogen selama menopause diperkirakan mempengaruhi proses pematangan epiteloral, menyebabkan tipis dan epitel menjadi atrofi. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa estradiol adalah reseptor estrogen dominan subtipe dalam epitel mulut manusia dan kelenjar ludah

Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kadar saliva 17 beta estradiol dengan keluhan wanita menopause (p<0.05).


(22)

PERBANDINGAN KADAR SALIVA 17 β ESTRADIOL PADA WANITA MENOPAUSE DENGAN KELUHAN DENGAN TANPA KELUHAN DI

RSUP. H. ADAM MALIK DAN RS JEJARING FK USU MEDAN Liza Marosa, Muhammad Fidel Ganis Siregar, Indra Gunasti Munthe, Muhammad Fauzie Sahil, Teuku Muhammad Ichsan, Henry Salim Siregar

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP H Adam Malik Medan 2014

ABSTRAK

Background: Health of postmenopausal women need to be considered as increasing this aged population. Early diagnosis of menopause is needed in order to anticipate hypoestrogen symptoms and maintan their quality of life. Salivary estradiol methods appear as a new examination in early diagnosis of menopause.

Aim: To know the difference and the relationship of salivary 17β estradiol levels in postmenopausal women.

Methods: This is an analytical study with case control design, conducted in Obstetics and Gynecology Departement at Adam Malik and its networking hospital by June 2014. All respondents were asked to fill

Menopause Rating Scale (MRS) questionnaire. Saliva samples were taken in the morning to be examined in biochemistry laboratory in University of Sumatera Utara.

Results: Mean salivary 17 β estradiol levels showed highest level in postmenopausal women with no symptoms (8.50 pg/ml) and lowest in the group with menopausal symptoms (5.32 pg/ml). Unpaired t-test showed a

significant difference between salivary 17 β estradiol levels in

postmenopausal women with and without symptoms (p<0.05).

Discussion: The decline in estrogen levels during menopause are thought to affect the maturation process of oral epithelium.thin and atrophy. Previous studies have shown that estradiol is the predominant estrogen receptor in human oral epithelium and salivary glands.

Conclusion: This study showed no significant correlation between 17

beta-estradiol saliva levels with symptoms of menopausal women (P <0.05).


(23)

PERBANDINGAN KADAR SALIVA 17 β ESTRADIOL PADA WANITA MENOPAUSE DENGAN KELUHAN DENGAN TANPA KELUHAN DI

RSUP. H. ADAM MALIK DAN RS JEJARING FK USU MEDAN Liza Marosa, Muhammad Fidel Ganis Siregar, Indra Gunasti Munthe, Muhammad Fauzie Sahil, Teuku Muhammad Ichsan, Henry Salim Siregar

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP H Adam Malik Medan 2014

ABSTRAK

LatarBelakang: Seiring meningkatnya jumlah wanita menopause, perlu

diperhatikan mengenai kesehatannya. Diagnosis dini menopause penting untuk mengantisipasi agar gejala hipoestrogen tidak berdampak buruk pada kualitas hidup wanita tersebut. Pemeriksaan estradiol saliva tampil sebagai metoe pemeriksaan baru dalam diagnosis dini menopause dengan non invasif.

Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan dan hubungan kadar saliva 17β estradiol pada wanita menopause.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain case control yang bertempat di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP

H.Adam Malik dan RS Jejaring Medan, bulan Juni 2014. Setelah informed

consent, baik pada sampel kasus mau pun kontrol, dipersilahkan mengisi

kuesioner Menopause Rating Scale (MRS) kemudian diambil sampel

saliva pagi hari untuk diperiksakan ke laboratorium biokimia FK USU. Hasil: Kadar 17 β estradiol saliva rata-rata paling tinggi pada kelompokwanita menopause dengan tidak ada keluhan yaitu 8,50 pg/ml sedangkan rata-rata terendah 5,32 pg/ml terdapat pada kelompok yang memiliki keluhan menopause. Uji t-test tidak berpasangan menunjukkan

adanya perbedaan yang bermakna antara kadar 17 β estradiol saliva pada

wanita menopause dengan dan tanpa keluhan (p =0.000).

Diskusi:Penurunan kadar estrogen selama menopause diperkirakan mempengaruhi proses pematangan epiteloral, menyebabkan tipis dan epitel menjadi atrofi. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa estradiol adalah reseptor estrogen dominan subtipe dalam epitel mulut manusia dan kelenjar ludah

Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kadar saliva 17 beta estradiol dengan keluhan wanita menopause (p<0.05).


(24)

PERBANDINGAN KADAR SALIVA 17 β ESTRADIOL PADA WANITA MENOPAUSE DENGAN KELUHAN DENGAN TANPA KELUHAN DI

RSUP. H. ADAM MALIK DAN RS JEJARING FK USU MEDAN Liza Marosa, Muhammad Fidel Ganis Siregar, Indra Gunasti Munthe, Muhammad Fauzie Sahil, Teuku Muhammad Ichsan, Henry Salim Siregar

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP H Adam Malik Medan 2014

ABSTRAK

Background: Health of postmenopausal women need to be considered as increasing this aged population. Early diagnosis of menopause is needed in order to anticipate hypoestrogen symptoms and maintan their quality of life. Salivary estradiol methods appear as a new examination in early diagnosis of menopause.

Aim: To know the difference and the relationship of salivary 17β estradiol levels in postmenopausal women.

Methods: This is an analytical study with case control design, conducted in Obstetics and Gynecology Departement at Adam Malik and its networking hospital by June 2014. All respondents were asked to fill

Menopause Rating Scale (MRS) questionnaire. Saliva samples were taken in the morning to be examined in biochemistry laboratory in University of Sumatera Utara.

Results: Mean salivary 17 β estradiol levels showed highest level in postmenopausal women with no symptoms (8.50 pg/ml) and lowest in the group with menopausal symptoms (5.32 pg/ml). Unpaired t-test showed a

significant difference between salivary 17 β estradiol levels in

postmenopausal women with and without symptoms (p<0.05).

Discussion: The decline in estrogen levels during menopause are thought to affect the maturation process of oral epithelium.thin and atrophy. Previous studies have shown that estradiol is the predominant estrogen receptor in human oral epithelium and salivary glands.

Conclusion: This study showed no significant correlation between 17

beta-estradiol saliva levels with symptoms of menopausal women (P <0.05).


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MENOPAUSE

2.1.1 Definisi Menopause

Menopause didefinisikan sebagai 1 tahun tanpa menstruasi dikarenakan semakin berkurangnya produksi estrogen. Meskipun beberapa wanita mungkin asimtomatik, defisiensi estrogen dapat menyebabkan gejolak rasa panas, berkeringat, insomnia, dan kekeringan dan ketidaknyamanan pada vagina pada hampir 85% wanita menopause.

Menopause menurut WHO didefinisikan berhentinya siklus menstruasi untuk selamanya bagi wanita yang sebelumnya mengalami menstruasi sebagai akibat dari hilangnya aktivitas folikel ovarium.

13

Menopause diartikan sebagai tidak dijumpainya menstruasi selama 12 bulan berturut-turut dimana ovarium secara progresif telah gagal dalam

memproduksi estrogen. Jumlah folikel yang mengalami atresia terus

meningkat, hingga pada suatu ketika tidak tersedia lagi folikel yang cukup.14

Menopause menunjuk titik waktu di mana siklus menstruasi terakhir yaitu perdarahan uterus terakhir di bawah kontrol hormonal ovarium berhenti. Namun, ini hanya dapat diakui dalam retrospeksi ketika tidak ada perdarahan lebih lanjut terjadi selama 1 tahun. Sementara menopause


(26)

jelas didefinisikan sebagai titik waktu, atau lebih tepatnya sebagai periode waktu, definisi periode waktu sebelum dan sesudah ini dari titik pandang linguistik sering tidak jelas dan homogeny. Oleh karena itu istilah menopause tersebut kurang tepat duntuk digunakan.

Pada umumnya para ahli menggunakan istilah menopause, meskipun istilah tersebut kurang tepat karena menopause hanya merupakan kejadian sesaat saja, yaitu perdarahan haid yang terakhir. Istilah yang paling tepat untuk digunakan adalah klimakterium, yaitu fase peralihan dari pramenopause hingga pascamenopause.

15

Produksi estrogen berkurang dan haid tidak terjadi lagi. Setelah memasuki usia menopause selalu ditemukan kadar FSH yang tinggi (>35 mIU/ml). Pada awal menopause kadang-kadang kadar estrogen rendah. Bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan dan dijumpai kadar FSH >35 mIU/ml dan kadar estradiol < 30 pg/ml, maka wanita tersebut dapat dikatakan telah mengalami menopause.

16


(27)

2.1.2 Fase Klimakterium

Fase Klimakterium terbagi dalam beberapa fase

Gambar 1. Fase Klimakterium16

A. Perimenopause ( Klimakterium ).

Perimenopause merupakan masa perubahan antara

pramenopause dan pascamenopause. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur. Pada kebanyakan wanita siklus haidnya >38 hari dan sisanya <18 hari. Sebanyak 40 % wanita mengalami siklus haid yang anovulatorik. Pada sebagian wanita telah muncul keluhan vasomotorik, atau keluhan sindrom prahaid. Kadar FSH, LH dan estrogen sangat bervariasi (normal, tinggi, atau rendah). Disini juga terlihat bahwa keluhan


(28)

B. Menopause

Menopause adalah perubahan alami yang dialami seorang wanita saat siklus menstruasi terhenti. Keadaan ini sering disebut “change of life”. Selama menopause, biasa terjadi antara usia 45-55 tahun, tubuh wanita secara perlahan berkurang menghasilkan hormon estrogen dan progesterone. Dikatakan menopause, jika dalam 12 bulan terakhir tidak mengalami menstruasi dan tidak disebabkan oleh hal patologis. Kadar

estradiol 10-20 pg/ml yang berasal dari konversi androstenedion.16

C. Pascamenopause

Pascamenopause adalah masa setelah menopause sampai senium yang dimulai setelah 12 bulan amenorea. Kadar FSH dan LH sangat tinggi (>35 mIU/ml) dan kadar estradiol sangat rendah (30 pg/ml). Rendahnya kadar estradiol mengakibatkan endometrium menjadi atropi sehingga haid tidak mungkin lagi terjadi. Namun, pada wanita yang gemuk masih dapat ditemukan kadar estradiol darah yang tinggi. Hampir semua wanita pascamenopause umumnya telah mengalami berbagai macam keluhan yang diakibatkan oleh rendahnya kadar estrogen.

D. Senium

15

Seorang wanita disebut senium bila telah memasuki usia


(29)

2.1.3 Patofisiologi Menopause

Pada wanita menopause hilangnya fungsi ovarium secara bertahap akan menurunkan kemampuannya dalam menjawab rangsangan hormon-hormon hipofisis untuk menghasilkan hormon-hormon steroid. Pada saat dilahirkan wanita mempunyai kurang lebih 750.000 folikel primordial. Dengan meningkatnya usia, jumlah folikel tersebut akan semakin berkurang. Pada usia 40-44 tahun rata-rata jumlah folikel primordial menurun sampai 8300 folikel, yang disebabkan oleh adanya proses ovulasi pada setiap siklus juga karena adanya apoptosis yaitu proses folikel primordial yang mati dan terhenti pertumbuhannya. Proses tersebut terjadi terus-menerus selama kehidupan seorang wanita, hingga pada usia sekitar 50 tahun fungsi ovarium menjadi sangat menurun. Apabila jumlah folikel mencapai jumlah yang kritis, maka akan terjadi gangguan sistem pengaturan hormon yang terjadinya insufisiensi korpus luteum, siklus haid anovulatorik dan pada akhirnya terjadi oligomenore.

Perubahan-perubahan dalam sistem vaskularisasi ovarium sebagai akibat proses penuaan dan terjadinya sklerosis pada sistem pembuluh darah ovarium diperkirakan sebagai penyebab gangguan vaskularisasi ovarium. Terjadinya proses penuaan dan penurunan fungsi ovarium menyebabkan ovarium tidak mampu menjawab rangsangan hipofisis untuk menghasilkan hormon steroid.

17

17

Tingkat FSH dan LH dalam serum secara signifikan meningkatkan baik saat menopause dan setelah menopause, karena fungsi ovarium


(30)

mereda, dibandingkan dengan tingkat FSH dan LH pada wanita dewasa secara seksual. Nilai tinggi ini tetap di sekitar tingkatan ini sampai awal senium ketika mereka mulai menurun karena adanya involusi terkait usia dari kelenjar pituitari. Nilai tersebut kemudian menetap lebih atau kurang

stabil pada tingkat yang sedikit meningkat sampai akhir hidup.15

2.1.4. Perubahan Metabolisme Hormonal Pada Menopause

Pada wanita dengan siklus haid normal, estrogen terbesar adalah estradiol yang berasal dari ovarium. Disamping estradiol terdapat pula estron yang berasal dari konversi androstenedion di jaringan perifer. Selama siklus haid pada masa reproduksi, kadar estradiol berkisar antara 40-80 pg/ml, pada pertengahan fase folikuler berkisar antara 60-100 pg/ml, pada akhir fase folikuler berkisar antara 100-400 pg/ml dan pada fase luteal berkisar antara 100-200 pg/ml. Kadar rata-rata estradiol selama siklus haid normal adalah 80 pg/ml sedangkan kadar estron berkisar antara 40-400 pg/ml.

Memasuki masa perimenopause aktivitas folikel dalam ovarium mulai berkurang. Ketika ovarium tidak menghasilkan ovum dan berhenti memproduksi estradiol, kelenjar hipofise berusaha merangsang ovarium untuk menghasilkan estrogen, sehingga terjadi peningkatan produksi FSH. Terdapat peningkatan 10-20 kali lipat pada kadar FSH dan 3 kali lipat pada kadar LH, yang mencapai kadar maksimal 1-3 tahun setelah menopause. Peningkatan kadar FSH dan LH saat ini dalam kehidupan


(31)

adalah bukti dari terjadinya kegagalan ovarium. Meskipun perubahan ini mulai terjadi 3 tahun sebelum menopause, penurunan produksi estrogen oleh ovarium baru tampak sekitar 6 bulan sebelum menopause. Pada pascamenopause kadar LH dan FSH meningkat, FSH biasanya akan lebih tinggi dari LH sehingga rasio FSH/LH menjadi lebih besar dari satu. Hal ini disebabkan oleh hilangnya mekanisme umpan balik negatif dari steroid ovarium dan inhibin terhadap pelepasan gonadotropin. Diagnosis

menopause dapat ditegakkan bila kadar FSH lebih dari 30 mIU/ml.18

Kadar estradiol pada wanita pascamenopause lebih rendah dibandingkan dengan wanita usia reproduksi pada setiap fase dari siklus haidnya. Pada wanita pascsamenopause estradiol dan estron berasal dari konversi androgen adrenal di hati, ginjal, otak, kelenjar adrenal, dan jaringan adipose. Proses aromatisasi yang terjadi di perifer berhubungan dengan berat badan wanita. Wanita yang gemuk mempunyai kadar estrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita kurus karena meningkatnya aromatisasi perifer. Kadar estradiol sirkulasi setelah menopause adalah sekitar 10-20 pg / ml, yang sebagian besar berasal dari konversi perifer dari estrone, yang pada gilirannya terutama berasal dari konversi perifer dari androstenedione. Kadar estrone sirkulasi pada wanita menopause lebih tinggi dari estradiol, sekitar 30-70 pg / ml.

Rata-rata tingkat produksi estrogen pascamenopause adalah sekitar 45 μg/24

jam, hampir semua, namun tidak semua, karena estrogen berasal dari konversi perifer dari androgen. Rasio androgen / estrogen berubah drastis


(32)

setelah menopause karena penurunan yang lebih tajam dalam estrogen, dan terjadinya hirsutisme ringan adalah kejadian umum, yang mencerminkan pergeseran yang bermakna dalam rasio hormon.

Ovarium mengeluarkan terutama androstenedion dan testosteron. Setelah menopause, kadar sirkulasi androstenedion adalah sekitar satu-setengah dari yang terlihat sebelum menopause. Sebagian besar androstenedion menopause ini berasal dari kelenjar adrenal, dengan hanya sejumlah kecil yang dikeluarkan dari ovarium, meskipun androstenedion adalah steroid utama yang disekresi oleh ovarium

pascamenopause. Dehydroepiandrosterone ( DHEA ) dan sulfat-nya

(DHEAS), yang berasal dari kelenjar adrenal, menurun tajam dengan penuaan, dalam dekade setelah menopause kadar sirkulasi DHEA dimana kadarnya adalah menurun sampai 70 % dan kadar DHEAS menurun sampai 74 % dibandingkan kadar dalam kehidupan masa reproduksi.

18

Produksi testosteron menurun sekitar 25 % setelah menopause, tetapi ovarium pada masa pascamenopause mensekresikan lebih banyak testosterone dibandingkan dengan ovarium pada masa premenopause dimana hal ini setidaknya terjadi pada tahun-tahun pertama periode pascamenopause. Dengan hilangnya folikel dan estrogen, gonadotropin yang tinggi mendorong jaringan di ovarium yang tersisa ke tingkat peningkatan sekresi testosteron. Supresi gonadotropin dengan

pengobatan agonis atau antagonis gonadotropin - releasing hormone

(GnRH) pada wanita pascamenopause menghasilkan penurunan yang


(33)

signifikan dalam kadar testosteron yang bersirkulasi, yang menunjukkan ovarium menopause tergantung gonadotropin. Jumlah testosteron total yang dihasilkan setelah menopause, bagaimanapun, menurunnya karena jumlah sumber utama, konversi perifer dari androstenedion, berkurang. Kadar androstenedion sirkulasi pascamenopause awal menurun sekitar 62 % dari kehidupan dewasa. Penurunan kadar sirkulasi testosteron menopause tidak besar, dari tidak ada perubahan pada banyak wanita hingga sebanyak 15 % pada wanita lainnya. Dalam sebuah penelitian longitudinal yang sangat baik di Australia dari 5 tahun sebelum menopause hingga 7 tahun setelah menopause, kadar sirkulasi testosteron tidak berubah. Memang, karena penurunan hormon seks yang mengikat globulin, penelitian Australia menghitung suatu peningkatan dalam androgen bebas. Selanjutnya pada masa pascamenopause, kadar androgen yang beredar hampir semua, namun tidak semua, berasal dari kelenjar adrenal. Sebuah penelitian yang cermat bisa mendeteksi tidak adanya androgen sirkulasi pada wanita pascamenopause ( rata-rata 12 tahun setelah menopause ) dengan insufisiensi adrenal lengkap, dan tidak ada testosteron atau androstenedion intraovarium.

Dengan bertambahnya usia menopause, penurunan dapat diukur

dalam kadar dehydroepiandrosterone sulfate ( DHEAS ) dan

dehydroepiandrosterone (DHEA) sirkulasi, sedangkan kadar androstenedion, testosteron, dan estrogen sirkulasi pascamenopause tetap relatif konstan.

18


(34)

dengan penurunan kompetensi folikel ovarium dan kemudian hilangnya estrogen dalam masa klimakterik yaitu:

• Gangguan dalam pola menstruasi, termasuk anovulasi dan penurunan

fertilitas, penurunan aliran atau hipermenorrhea, frekuensi menstruasi tidak teratur, dan kemudian, akhirnya, amenore.

18

• Ketidakstabilan vasomotor ( hot flushes dan berkeringat ).

• Kondisi atrofik: atrofi epitel vagina, pembentukan karunkel uretra,

dispareunia dan pruritus karena atrofi vulva, introitus, dan vagina, atrofi kulit umum, kesulitan berkemih seperti urgensi dan uretritis abakterial dan sistitis.

• Masalah kesehatan akibat kekurangan estrogen jangka panjang:

konsekuensi dari osteoporosis dan penyakit kardiovaskular.

Hormon Premenopuse Postmenopause

Estradiol 40-400 pg/ml 10-20 pg/ml

Estrone 30-200 pg/ml 30-70 pg/ml

Testosterone 20-80 ng/ml 15-70 ng/ml

Androstenedione 60-300 ng/ml 30-150 ng/ml


(35)


(36)

2.1.5. Usia

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan usia, yaitu usia antara 45-65 tahun. Setelah itu perlu ditanyakan pola haid pada wanita tersebut untuk mengetahui apakah wanita tersebut berada pada usia premenopause, perimenopause, menopause atau pascamenopause. Kemudian tanyakan keluhan yang muncul. Keluhan yang paling pertama dirasakan adalah keluhan vasomotorik. Keluhan ini dapat muncul premenopause, perimenopause, menopause, atau pascamenopause. Berat ringannya keluhan berbeda-beda pada setiap wanita. Keluhan vasomotorik muncul berupa semburan panas (hot flushes) yang dirasakan mulai dari bagian dada menjalar ke leher dan kepala. Kulit didaerah-daerah tersebut terlihat kemerahan. Segera setelah timbul semburan panas daerah yang terkena semburan tersebut mengeluarkan banyak keringat. Wanita menopause mengeluh jantung berdebar-debar, sakit kepala dan perasaan kurang nyaman. Wanita menopause ingin selalu berada ditempat dingin. Frekuensi kemunculan semburan panas perharinya sangat berbeda. Sebanyak 70% wanita mengalami semburan panas satu tahun setelah menopause dan 5 tahun setelah menopause hanya 25% yang mengalaminya. Pada wanita dengan menopause prekoks, kejadian semburan panas cukup tinggi, yaitu 70-90%.

Semburan panas akan diperberat dengan adanya stress, alkohol, kopi, makanan dan minuman panas. Semburan panas dapat juga terjadi akibat reaksi alergi dan pada keadaan hipotiroid. Selain itu, obat-obat


(37)

tertentu seperti insulin, niasin, nifedipine dan antiestrogen dapat juga menyebabkan semburan panas.

Keluhan lain adalah keluhan psikologik berupa perasaan takut, gelisah, mudah tersinggung, lekas marah, sulit berkonsentrasi, perubahan perilaku, depresi dan gangguan libido. Pada sistem urogenital muncul keluhan nyeri senggama, vagina kering, keputihan dan infeksi. Kulit menjadi kering dan menipis, gatal, keriput. Muncul keluhan ketidaknyamanan mulut, berupa mulut kering yang persisten dan rasa terbakar atau panas. Dalam jangka panjang dampak kekurangan estrogen adalah meningkatnya kejadian osteoporosis, demensia, penyakit jantung koroner, stroke dan kanker usus besar.

17

Perlu ditekankan bahwa banyak wanita yang memasuki usia menopause tidak mengalami keluhan apapun. Meskipun mereka mengalami keluhan, dampak jangka panjang dari kekurangan estrogen adalah timbulnya osteoporosis yang meningkatkan kejadian patah tulang, penyakit jantung koroner, demensia, stroke dan kanker usus besar.

16

16

2.1 Menopause Rating Scale (MRS)

World Health Organization (WHO) mendefinisikan menopause sebagai 'berhentinya menstruasi secara permanen sebagai akibat dari hilangnya aktivitas ovarium. Periode menopause memiliki peran penting dalam kehidupan reproduksi wanita dan memberikan meningkatkan masalah fisik dan mental. Harapan hidup meningkat usia saat menopause


(38)

masih relatif tidak berubah, sehingga perempuan menghabiskan lebih dari

hidup mereka dalam periode pasca-menopause. 18

Menopause rating skala (MRS) adalah kualitas kesehatan yang berhubungan skala kehidupan, yang dikembangkan di Jerman (oleh The Berlin Center Epidemiologi dan Kesehatan Penelitian) di awal 1990-an. Tujuannya adalah untuk mengukur tingkat keparahan gejala penuaan dan

dampaknya terhadap kualitas hidup perempuan.19 MRS telah baik

diterima secara internasional. Terjemahan telah dilakukan setelah metodologis internasional rekomendasi untuk adaptasi linguistik dan budaya Instrumen HRQoL. Terjemahan pertama adalah dari asli Jerman ke dalam bahasa Inggris. Versi bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa sumber untuk terjemahan ke dalam bahasa Prancis, Spanyol, Swedia,

Meksiko / Argentina, Brasil, Turki, dan bahasa Indonesia.18

Validasi MRS dimulai beberapa tahun yang lalu dengan tujuan untuk memungkinkan perbandingan dari gejala penuaan antara kelompok perempuan di bawah kondisi yang berbeda, untuk membandingkan keparahan gejala dari waktu ke waktu, dan untuk mengukur perubahan sebelum dan sesudah pengobatan.

(sperof=18)

19

Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dua bagian. bagian 1 ditangani dengan variabel latar belakang termasuk sosiodemografi, karakteristik reproduksi, dan wanita menopause. Wanita menopause ini juga ditanya apakah mereka punya penyakit kronis, dan mereka dinilai status kesehatan umumnya. Bagian 2 terdiri dari MRS dan


(39)

Indeks Kupperman. Untuk penilaian gejala menopause, 11 pertanyaan versi MRS Turki yang digunakan. Tiga kategori yang diambil dari gejala menopause: gejala somatik, psikologis, dan urogenital kompleks. Sebuah rating skala 5 poin memungkinkan untuk menggambarkan keparahan dirasakan gejala menopause untuk setiap kategori (keparahan: 0 = tidak ada keluhan sampai 4 gejala = sangat parah). Skor komposit untuk setiap kategori (sub-skala) yang berdasarkan pertambahan nilai dalam masing-masing kategori Indeks Kupperman berfungsi sebagai indikator gejala klimakterik. Indeks ini dibandingkan dengan MRS untuk menilai validitas

MRS.18

Menopause rating scale (MRS) menunjukkan sebagai instrumen telah dapat dipahami, bisa digunakan, tes skrining yang dapat diandalkan untuk identifikasi wanita dengan keparahan gejala menopause. Intensitas gejala menopause tergantung pada adanya penyakit kronis, lalu untuk keparahan gejala jauh lebih tinggi pada kelompok dengan penyakit kronis dibandingkan kelompok yang tidak memiliki penyakit kronis.18,20


(40)

Gambar 2.2 Kuesioner penilaian gejala menopause.18

Derajat keparahan sesuai dengan standar WHO berkisar dari tidak ada masalah sampai masalah ringan, sedang, berat dan komplit (tabel II).21


(41)

Tabel 2.2. Who Standards of degree of severity of symptoms18

2.3 17 β Estradiol pada Saliva dan menopause

Saliva adalah sekresi cairan yang memiliki pengaruh penting bagi rongga mulut, yang berasal dari kelenjar saliva mayor dan minor. Komposisi saliva terdiri dari air (94,0-99,5%), bahan organik dan bahan anorganik. Komposisi saliva yang normal akan mempengaruhi keefektifan fungsi saliva dalam mempertahankan kondisi yang konstan di lingkungan rongga mulut. Volume saliva yang disekresikan setiap hari sekitar 1,0-1,5 liter. Adanya rangsangan akan menyebabkan laju aliran saliva meningkat sehingga keseimbangan lingkungan rongga mulut tetap terjaga.

Saliva berfungsi dalam membantu proses bicara, pencernaan, penelanan, pelarut, peumas, pemisahan makanan, mengatur keseimbangan air, pelindung, pembersih, integritas gigi dengan anti bakteri, dan juga buffer. Namun, belakangan ini fungsi saliva semakin meningkat. Saliva mulai digunakan sebagai media untuk membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit.

22


(42)

Estradiol (E2 atau 17β-estradiol, juga estradiol) adalah hormon seks. Estradiol disingkat E2 karena memiliki dua gugus hidroksil dalam struktur molekul. Estron memiliki satu (E1) dan estriol memiliki tiga (E3). Estradiol sekitar 10 kali lebih kuat sebagai estrone dan sekitar 80 kali lebih kuat sebagai estriol dalam efek estrogenik nya. Kecuali selama fase folikuler awal dari siklus menstruasi, kadar serum yang agak lebih tinggi dari estrone selama tahun-tahun reproduksi wanita manusia. Jadi itu adalah estrogen dominan selama tahun-tahun reproduksi baik dari segi tingkat serum mutlak serta dalam hal aktivitas estrogenik. Selama menopause, estrone adalah sirkulasi estrogen dominan dan selama kehamilan estriol merupakan estrogen beredar dominan dalam hal tingkat serum. Estradiol juga hadir pada laki-laki, yang diproduksi sebagai produk metabolik aktif testosteron. Tingkat serum estradiol pada laki-laki (14-55 pg / mL) kira-kira sebanding dengan wanita postmenopause (<35 pg / mL). Estradiol in vivo adalah menukar dengan estrone; estradiol konversi estrone yang disukai. Estradiol memiliki dampak kritis pada fungsi reproduksi dan seksual. Hal ini juga mempengaruhi organ lain, termasuk tulang.

Estradiol (E2) disekresi ke pembuluh darah dimana 98% hormon ini bersirkulasi terikat dengan globulin hormon seksual dan beberapa bagian kecil berikatan dengan serum protein seperti albumin. Hanya beberapa bagian kecil yang bersirkulasi sebagai hormon yang bebas ataupun dalam bentuk terkonjugasi. Aktivitas estrogen ini berefek melalui kompleks


(43)

reseptor estradiol yang mengstimulasi tingkat nuklear pada sisi target. Sisi target ini meliputi folikel, uterus, payudara, vagina, uretra, hipotalamus, pituitari, dan sedikit ke hati dan kulit.23

Gambar 2.3 Struktur 17 beta estradiol

Hormon steroid seks tampaknya mempunyai peran penting dalam fisiologi rongga mulut manusia. Tampaknya jaringan lunak mulut sensitif terhadap perubahan seks steroid pada darah wanita. Penurunan kadar estrogen selama menopause diperkirakan mempengaruhi proses pematangan epitel mulut, menyebabkan tipis dan epitel menjadi atrofi. Telah terbukti bahwa terapi hormon dapat meringankan ketidaknyamanan mulut pada wanita menopause, kemudian hormon seks wanita ini menunjukkan peran dalam pemeliharaan jaringan mulut. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa estradiol adalah reseptor estrogen dominan subtipe dalam epitel mulut manusia dan kelenjar ludah. Estrogen dapat secara langsung mengatur fisiologi jaringan mulut dengan mengikat ke estradiol subtipe. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi

apakah 17 β Estradiol saliva berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala


(44)

Banyak wanita yang menjalani terapi hormon untuk meredakan gejala menopause dan pasca menopause. Xerostomia pada wanita menopause terjadi karena adanya perubahan hormonal yang terjadi pada masa menopause. Perubahan hormonal yang terjadi tersebut mempengaruhi sekresi saliva, aliran saliva dapat berkurang sehingga menyebabkan terjadinya xerostomia.

Hormon seks steroid (estrogen, progesteron, androgen dll) berperan penting dalam fisiologi rongga mulut manusia. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa jaringan lunak mulut sensitif terhadap perubahan level hormon seks steroid dalam darah pada wanita. Estrogen dikenal berfungsi mengatur pertumbuhan sel, diferensiasi dan fungsi dalam jaringan reproduksi maupun non-reproduksi. Efek dari estrogen dimediasi oleh estrogen reseptor (ER), yang terdiri dari dua subtipe yaitu

ERα dan ERβ. Namun hanya ERβ yang terdapat pada jaringan oral termasuk epitel oral dan kelenjar saliva. ERβ pada epitel oral dan kelenjar saliva menunjukkan bahwa estrogen dapat secara langsung meregulasi

fisiologi jaringan oral dengan pengikatan ke ERβ subtipe. 24

Estrogen juga dikenal untuk berfungsi mengatur maturasi epitel pada organ target klasik seperti kelenjar susu dan endometrium, dan juga maturasi epitel oral. Oleh sebab itu penurunan kadar estrogen pada wanita yang telah mengalami menopause dapat menyebabkan atropi epitel oral yang rawan terhadap perubahan inflamasi. Secara klinis, wanita menopause mungkin menunjukkan gejala-gejala ketidaknyamanan oral


(45)

ditandai dengan sensasi terbakar, sensasi kekeringan oral dan penurunan sekresi saliva. 24

Ketidaknyamanan mulut umum dijumpai di antara gejala-gejala ini dan penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa laju aliran saliva total yang distimulasi meningkat setelah mengkombinasikan terapi estradiol dan progesteron. Namun, tidak ada data mengenai efek estrogen lain atau estrogen saja pada saliva.25

Kekeringan oral dapat menyebabkan gangguan dalam berbicara, makan dan pengecapan, predisposisi luka pada mukosa, abrasi dan infeksi. Sejumlah penelitian telah yang menunjukkan bahwa terapi hormon

pengganti (hormone replacement therapy/ HRT) dapat meringankan

ketidaknyamanan oral ini pada wanita yang telah mengalami menopause, yang menunjukkan peran hormon seks perempuan dalam pemeliharaan jaringan oral.

Perubahan hormonal dapat mempengaruhi komposisi saliva. Penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa sekresi protein dan komponen non organik dari saliva berhubungan dengan hormon. Penelitian baru-baru ini telah mengindentifikasi ERβ pada mukus serous dan acini dan duktus sel pada kelenjar saliva minor, parotid dan kelenjar

submandibula. ERβ dapat berperan penting dalam pemeliharaan dan fungsi kelenjar saliva. Distribusi ERβ dapat menunjukkan efek estrogen pada komposisi non organik saliva dan efek positif dari HRT pada sekresi saliva. Penelitian baru-baru ini menunjukkan progesteron reseptor pada


(46)

kedua sel duktus dan acini, yang diketahui mempunyai peran yang signifikan dalam penyesuaian komposisi saliva.

Rata-rata wanita hidup sekitar sepertiga dari hidupnya setelah menopause dan banyak menjalani terapi penggantian hormon untuk meringankan gejala menopause. Gejala yang umum pada wanita ini yaitu ketidaknyamanan mulut, yang dapat dikurangi setelah terapi penggantian hormon. Gejala ketidaknyamanan mulut, seperti perasaan subjektif dari mulut kering, serta dengan menurunnya aliran saliva mungkin berhubungan dengan hormon, meskipun obat-obatan adalah alasan utama untuk gangguan fungsi saliva. Pengobatan dengan steroid seks wanita mungkin memiliki efek yang menguntungkan pada kelenjar ludah yang mengekspresikan reseptor estrogen. Beberapa studi namun tidak semua, menunjukkan peningkatan laju aliran saliva setelah pengobatan hormonal. Hasil yang bertentangan dapat disebabkan oleh berbagai jenis terapi dan hormon yang digunakan, misalnya estrogen saja atau dalam kombinasi dengan jenis progesteron yang berbeda.

24

25

Kesehatan jaringan periodontal wanita berkaitan terjadinya adanya perubahan biologis selama masa periode hidupnya, yaitu pubertas, menstruasi, kehamilan, dan menopause.

Hormon seksual mempunyai peran penting pada fisiologi jaringan periodontal. Hormon seksual juga berpengaruh pada jaringan periodontal, perkembangan penyakit periodontal dan penyembuhan luka. Peningkatan keparahan gingivitis selama pubertas dan kehamilan atau pembentukan


(47)

gingival pyogenic granuloma menunjukkan bahwa jaringan periodontal sensitif terhadap perubahan level hormon seksual dalam darah. Estrogen diduga mempunyai peran pada gingivitis deskuamatif. Berkurangnya kadar estrogen pada masa menopause dihubungkan dengan peningkatan resorbsi tulang alveolar, kehilangan perlekatan jaringan periodontal, peningkatan keparahan penyakit periodontal dan kehilangan gigi. Penelitian sebelumnya mendapatkan bahwa keparahan penyakit periodontal wanita menopause lebih tinggi dibandingkan wanita belum menopause. Efek biologis estrogen diperantarai oleh reseptor estrogen. Beberapa penelitian telah dapat menunjukkan adanya reseptor estrogen

pada jaringan rongga mulut. Valimaa et al mendapatkan bahwa reseptor

estrogen β lebih banyak terekspresi pada epitel gingiva dan kelenjar saliva. Reseptor estrogen α terekspresi pada jaringan pulpa, sedangkan

sel-sel ligamen periodontal mengekspresikan reseptor estrogen β. Akan

tetapi, tidak terdapat perbedaan immunoekspresi reseptor estrogen α

pada jaringan pulpa berdasarkan umur dan jenis kelamin. Ekspresi mRNA reseptor estrogen pada mukosa rongga mulut wanita pascamenopause


(48)

Gambar 2.4 Pewarnaan yang menunjukkan adanya reseptor

estrogen pada mukosa mulut (warna coklat) 26

Reseptor estrogen secara luas diekspresikan pada tingkat tinggi di semua jaringan mulut. Dalam jaringan ini, reseptor estrogen diamati terutama dalam keratinosit dan kelenjar ludah asinar dan sel duktus.Hasil

penelitian Valimaa et al menunjukkan ekspresi hanya reseptor estrogen

subtipe dalam jaringan mulut dapat menjelaskan bertentangan Hasil dari penelitian sebelumnya menyelidiki ekspresi ER dalam jaringan. Yang penting, hasil ini menunjukkan bahwa reseptor estrogen dapat terlibat melalui dalam jaringan mulut dan menjelaskan pengaruh perubahan hormonal pada mukosa mulut serta pada sekresi saliva dan komposisi.


(49)

Pengantar Estrogen dikenal untuk mengatur pertumbuhan sel, diferensiasi dan fungsi dalam reproduksi serta tidak masa reproduksi jaringan. Efek estrogen dimediasi oleh reseptor estrogen (ER), dan dua subtipe yang berbeda dari ERs telah diidentifikasi, yaitu ER (Hijau et al. 1986,Greene et al. 1986) dan ER (Kuiper et al. 1996). Meskipun ERs dinyatakan dalam banyak jaringan yang berbeda, jaringan individu berbeda secara dramatis dalam ekspresi mereka dua subtipe. ER diekspresikan terutama dijaringan estrogen, seperti kelenjar susu dan endometrium. Sebaliknya, ER terutama dinyatakan dalam jaringan yang hanya baru-baru telah diidentifikasi sebagai target untuk estrogen - misalnya, dalam kolon dan prostat epitel. Hormon steroid seks tampaknya memberikan peran penting dalam fisiologi rongga mulut manusia. Sejumlah studi menunjukkan bahwa jaringan lunak mulut sensitif terhadap perubahan kadar steroid perempuan. Estrogen juga dikenal untuk memodulasi pematangan epitel pada organ target klasik, dan sama, penurunan kadar estrogen selama menopause adalah diduga mempengaruhi proses pematangan epitel mulut, mengarah menjadi tipis, epitel atrofi rentan terhadap inflamasi perubahan. Secara klinis, wanita menopause mungkin menunjukkan gejala ketidaknyamanan berbicara ditandai dengan sensasi terbakar, sensasi mulut kering dan penurunan sekresi air liur.

Sejumlah estrogen mengatur jaringan untuk mengekspresikan reseptor estrogen subtipe, menunjukkan bahwa fungsi jaringan ini mungkin dikendalikan oleh pengikatan estrogen khusus untuk ini reseptor


(50)

estradiol subtipe. Namun, ekspresi reseptor estrogen subtipe belum diperiksa secara khusus dalam salah satu studi sebelumnya menyelidiki ekspresi ER pada jaringan mulut. Penelitian ini dirancang untuk menentukan apakah epitel dan kelenjar ludah menampilkan ekspresi diferensial dari reseptor esrogen dan reseptor estrogen subtipe. Hasil menunjukkan bahwa, meskipun reseptor estrogen benar-benar tidak terdeteksi dalam jaringan, Namun terdeteksi pada tingkat tinggi dalam epitel dan kelenjar ludah. Ekspresi diferensial ini reseptor estrogen subtipe dapat menjelaskan hasil yang bertentangan dari ekspresi reseptor estrogen di penelitian sebelumnya. Yang penting, identifikasi reseptor estrogen dijaringan ini memiliki kepentingan klinis yang signifikan dan menunjukkan peran langsung untuk estrogen dalam fisiologi mukosa mulut dan fungsi kelenjar ludah.27

Saliva memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan darah untuk penilaian steroid seks dari waktu ke waktu dapat dengan mudah dikumpulkan oleh subjek secara tidak menyakitkan, tidak memerlukan penyimpanan khusus, dan konsentrasi steroid diukur mengecualikan fraksi yang terikat pada protein serum dan biologis tidak tersedia. Pengukuran hormon seks pada saliva dilakukan secara noninvasif menilai perubahan sepanjang siklus menstruasi, dan memungkinkan identifikasi yang dapat diandalkan dari masa ovulasi. Telah dilakukan secara

radioimmunoassys (RIA) untuk pengukuran langsung estradiol (E2) dan progesteron dalam saliva, dan sebelumnya dilaporkan pada kepekaan,


(51)

kehandalan, dan korelasi antara serum dan saliva E2 dan progesteron dalam tes ini.28

Pengumpulan hormon seks perempuan pada saliva adalah prosedur yang mudah, non-invasif, dan bebas stres. Biaya tes saliva adalah cost-efektif, karena sampel dapat dikumpulkan oleh pasien di rumah atau di tempat kerja, tanpa bantuan atau pengawasan tenaga medis. Instruksi Pasien sederhana dan mengandung beberapa tindakan pencegahan. Selain itu, kadar hormon saliva berkorelasi sangat baik dengan tingkat bebas dalam plasma untuk sebagian besar hormon steroid yang dianalisis. Konsentrasi hormon saliva mencerminkan bioaktif, fraksi terikat tingkat total serum. Tingkat Saliva menampilkan korelasi linear

dengan tingkat serum bebas independen laju aliran saliva. 29

Saliva telah dianggap media yang dapat diandalkan untuk menentukan tingkat estrone dan estriol juga, memberikan korelasi yang baik dengan tingkat serum bebas. Tes saliva kortisol, diukur dengan radioimmunoassay, juga telah direkomendasikan oleh banyak studi. Secara umum, literatur ilmiah menunjukkan plotting sirkadian yang sangat

baik diperoleh dengan analisis hormon saliva.29

Tiga steroid hormon estradiol, estrone, dan estriol dikenal secara kolektif oleh fungsinya sebagai estrogen. Pada wanita pascamenopause, menyusul penurunan fungsi ovarium, estrogen ini diproduksi terutama di kelenjar adrenal. Potensi estrogenik estradiol adalah 12 kali dari estrone dan 80 kali dari estriol. Estradiol disintesis dari testosteron dan


(52)

androstenedion. Karena potensinya, memainkan peran penting dalam perkembangan fungsi seksual perempuan, menstruasi, sintesis protein, fungsi kardiovaskular, pembentukan tulang dan remodeling, fungsi kognitif, keseimbangan emosional dan faktor kesehatan penting lainnya. Hal ini juga mungkin estrogen paling stimulasi untuk meningkatkan pertumbuhan sel dan proliferasi. Setelah menopause, estrone menjadi estrogen utama sebagai ovarium kehilangan kemampuan untuk memproduksi estradiol. Estron disintesis dari androstenedion di kelenjar adrenal dan dari jaringan perifer oleh aromatisasi. Sel-sel lemak sangat kaya dengan enzim aromatase yang mengkonversi androstenedion menjadi estron. Hal ini menjelaskan mengapa wanita obesitas pascamenopause sering memiliki tingkat sirkulasi lebih tinggi dari estrogen. Estriol dianggap paling ringan dan short-acting dari tiga estrogen. Estriol dibentuk di hati berdasarkan konversi baik estradiol atau estrone. Meskipun ada bukti bahwa sejumlah estriol dapat diresirkulasi ke dalam tubuh melalui hati atau usus hidrolisis, konversi diyakini lebih tetap dari dua estrogen lain, dengan mengurangi kemampuan untuk mengubah kembali menjadi bentuk yang lebih kuat dari estrogen. Progestin terdiri dari progesteron dan 17-alpha hydroprogesterone, dan mereka menunjukkan potensi yang sama. Karena 17-alpha hydroprogesterone diproduksi dalam jumlah menit dibandingkan dengan progesteron, yang terakhir dianggap sebagai satu-satunya progestin. Pada wanita menopause, progesteron diproduksi terutama di korteks adrenal. Kedua


(53)

progesteron dan testosteron dibentuk dari kolesterol. Sebelum menopause, pada fase folikuler dari siklus menstruasi, sebagian besar steroid ini diubah menjadi estrogen.29

Estradiol (E2) disekresikan baik oleh gonad dan kelenjar adrenal. E2 memiliki 100% afinitas untuk kedua reseptor estrogen ERα dan ERβ; itu adalah faktor pertumbuhan utama untuk jaringan reproduksi dan penting dalam metabolisme tulang. Berumur pendek, maka dengan cepat dikonversi menjadi lessactive metabolit, E1 dan E3, dan seperti E1, E2 dapat dimetabolisme oleh hidroksilasi melalui jalur C2, C4, atau C16 dengan kekhawatiran yang sama. Oral E2 dikonversi di dalam usus untuk E1S04 kemudian diangkut ke hati di mana konsentrasi tinggi estrogen, yaitu, "efek first-pass" langsung mempengaruhi faktor pembekuan dan menyebabkan produksi C-reactive protein high-density lipoprotein kolesterol, dan metabolit lainnya. Sebaliknya, estrogen transdermal diserap langsung ke dalam aliran darah menghindari konsekuensi dari efek first-pass.30

Meskipun klaim bahwa tes pretreatment darah atau kadar hormon saliva memungkinkan terapi khusus, kadar hormon berkorelasi buruk dengan gejala menopause, dan ada kesepakatan umum bahwa menopause HT harus didasarkan pada gejala. Tes hormon rutin jarang berguna dan tentu saja tidak menjadi prasyarat untuk memulai terapi hormon menopause. Namun demikian beberapa pengukuran mungkin berguna: misalnya, memeriksa serum E2 + folikel stimulating hormone


(54)

dapat membantu untuk mengkonfirmasi kegagalan ovarium prematur; dalam wanita perimenopause amenore, pengukuran serum E2 dapat membantu membedakan antara defisiensi estrogen dan anovulasi; kadang-kadang, dapat digunakan untuk memverifikasi bila gejala vasomotor bertahan meskipun pengobatan dengan dosis *tampaknya cukup estrogen (*pengukuran serum E2 paling akurat dengan terapi transdermal). Prinsip yang mendasari penggunaan hormonal terapi menopause dimulai pada dosis terendah yang tersedia, dan meningkatkan dosis yang diperlukan untuk mencapai gejala control. Pengukuran serum testosterone dianjurkan hanya untuk memantau "supraphysiological" tingkat sebelum dan selama ("off label ") terapi testosteron.30

Penelitian sebelumnya juga telah menggunakan saliva untuk menguji perbedaan dalam kadar hormon seks pada wanita premenopause (Gann et al. 2001). Dalam sebuah penelitian terhadap 12 wanita, dibandingkan kumulatif dan puncaknya E2 dan konsentrasi progesteron selama 2 siklus menstruasi berturut-turut, dan berhasil ditemukan tinggi dalam diri seseorang. Studi-studi lain telah melaporkan korelasi yang rendah antara dua fase luteal serum sampel E2 diperoleh selama suatu interval 1 tahun, meskipun pengambilan sampel terjadi kira-kira jumlah yang sama dari hari setelah hari menstruasi. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengevaluasi variasi di E2 dan progesteron dalam tiga siklus menstruasi terjadi selama periode 18 bulan dalam kelompok wanita premenopause. Pengetahuan tentang sejauh mana normal dalam


(55)

subjek variasi selama lebih lama jangka waktu sangat penting untuk secara akurat mengevaluasi efek agen kemopreventif atau perawatan lain

sedemikian perempuan.28

Berkembangnya immunoassay enzim piring mikrotiter langsung untuk mengukur 17β estradiol dalam saliva. pengujian memiliki antibodi monoklonal yang tersedia secara komersial, dilakukan terhadap

estradiol-17b-6-carboxymethyloxime albumin serum bovine, dan lobak homolog peroksidase konjugasi diukur colorimetrically. Batas deteksi (setara dengan B0 2 3 SD) adalah 365 amol / baik atau 7,3 pmol / L ketika sampel 50-ml adalah diuji. Bersilang dengan estrone dan estriol, testosteron, progesteron atau adalah <0,2%. 17 β Estradiol diukur dalam sampel harian selama siklus ke lima menstruasi dan siklus ke delapan dirangsang sebagai awal untuk fertilisasi in vitro, dan konsentrasi dan fluktuasi ditemukan baik dan dengan sebelumnya data yang dipublikasikan. Metode ini memberikan hasil dalam 3 jam dan mungkin berguna untuk pemantauan manajemen kesuburan.

Kami berhipotesis bahwa premenopause estradiol endogen dapat dikaitkan dengan usia saat menarche dan dewasa kelebihan berat badan dan obesitas, berpotensi berkontribusi terhadap risiko kanker payudara.

Dari hasil penelitian Emaus et al di temukan hipotesis bahwa usia dini

pada menarche, orang dewasa yang kelebihan berat badan dan obesitas,

sepanjang siklus menstruasi menghasilkan kadar 17 β estradiol yang

tinggi.

31


(56)

Hosseini et al, Salah satu manifestasi oral yang paling umum dari menopause adalah xerostomia. Sebagai jaringan gingiva sensitif terhadap perubahan steroid seks perempuan,Sebuah studi kasus-kontrol dilakukan pada 64 wanita menopause yang dipilih berusia 42-75 tahun dengan atau tanpa xerostomia (32 kasus dan 32 kontrol) yang dilakukan di Klinik Oral Medicine, Tehran universitas ilmu kedokteran. Adanya xerostomia (XI)

skor digunakan sebagai indeks keparahan xerostomia. Saliva 17 β

estradiol diukur dengan kit enzim immunoassay. Laju aliran saliva yang

tidak distimulasi rata-rata dan konsentrasi saliva 17 β estradiol secara

signifikan lebih rendah dalam kasus dibanding kontrol. Adanya korelasi negatif yang signifikan antara skor Xerostomia dan laju aliran saliva yang

tidak distimulasi secara keseluruhan dan juga konsentrasi 17 β estradiol pada wanita menopause. Tampaknya ada korelasi negatif antara tingkat

keparahan xerostomia dan saliva 17 β estradiol pada wanita

menopause.33

Pemeriksaan hormon seks, khususnya dalam pengaturan klinis, biasanya dilakukan pada serum . Tindakan pemeriksaan pada saliva telah dikembangkan dan menunjukan relatif nyaman dan minimal-invasif untuk memperoleh data hormon seks (Worthman, Stallings et al 1990;. Kaufman dan Lamster 2002;. Granger, Shirtcliff et al 2004).34

Korelasi antara saliva dan estradiol serum pada wanita. Sampel disaring untuk pH dan kontaminasi darah. Besarnya korelasi saliva-serum, r = 0,80, p <0,001, dalam saliva-serum tersebut korelasi kuat antara


(57)

perempuan, dibandingkan laki-laki (Shirtcliff, Granger et al. 2000), dan intrasubject korelasi lebih tinggi, dibandingkan dengan subyek antara-(Ellison dan Lipson 1999). Kemudian persamaan nilai konversi dari konsentrasi saliva dengan konsentrasi serum untuk ini pemeriksaan tertentu estradiol adalah: Serum E2 (pg / mL) = 2,171 * saliva E2 (pg / mL) 7,1846.34

Gambar2.5. Perbandingan Kadar Estradiol Saliva dan Serum pada Wanita

Premenopause dan Postmenopause.34

Serum konsentrasi 17 β estradiol adalah dilakukan secara enzim

immunoassay (ELISA). Analisis statistik koefisien korelasi Spearman

digunakan. Konsentrasi serum rata-rata 17 β estradiol secara signifikan

lebih rendah dalam kasus dibanding kontrol. Ada korelasi negatif yang


(58)

menopause (r = -0,311, P = 0,004). Tampaknya ada sedikit negatif korelasi antara keparahan oral dryness dan serum 17 β estradiol.35

Tabel 2.3. Nilai normal estradiol pada saliva35

2.4. Pemeriksaan Saliva

Saliva pada manusia adalah cairan mulut yang memiliki beberapa fungsi yang terlibat dalam kesehatan mulut dan homeostasis, dengan peran pelindung aktif dalam menjaga kesehatan mulut. Saliva membantu pembentukan bolus dengan membasahi makanan, melindungi mukosa mulut terhadap kerusakan mekanis dan berperan juga dalam pencernaan

awal makanan melalui munculnya α-amilase dan enzim lainnya. Hal ini

juga menfasilitasi persepsi rasa,memungkinkan molekul makanan yang diturunkan larut untuk mencapai papila gustative dan buffer komponen asam dari makanan dengan bikarbonat (berasal dari kelenjar ludah karbonat anhidrase). Saliva juga memiliki peran dalam menjaga gigi


(59)

enamel mineralisasi. Saliva memiliki pertahanan fungsi terhadap mikroorganisme patogen.

Komposisi saliva bervariasi dalam kaitannya dengan serous atau komponen lendir kelenjar kontribusi relatif dari setiap jenis kelenjar sekresi saliva terhadap total distimulasi bervariasi dari 65%, 23%, 8% sampai 4% untuk submandibular, parotis, Von Ebner dan kelenjar sublingual masing-masing. Komponen Saliva juga memiliki asal non-glandular, sehingga lisan cairan tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya produksi saliva kelenjar, karena juga mengandung cairan yang berasal dari oropharingeal mukosa (sel transudate mukosa mulut, bakteri, jamur, virus, sekresi saluran napas atas, gastrointestinal refluks). Saliva mengandung cairan sulkus juga, sebuah ekstraseluler cairan yang berasal dari epitel dari celah gingiva. Cairan sulkus diproduksi pada sekitar 2-3 ml / jam per gigi dan dapat dianggap sebagai transudat plasma. Lisan cairan juga mungkin mengandung sisa-sisa makanan dan darah yang diturunkan senyawa (aktif maupun pasif ditransfer), seperti plasma protein, eritrosit dan leukosit dalam kasus oral peradangan atau lesi mukosa .

36


(60)

Gambar 2.6. Jenis Hormon yang dapat Diukur Melalui Saliva Dimana

Salah Satunya adalah Estradiol.36

Beberapa hormon yang biasa diukur dalam plasma, seperti hormon steroid, non-steroid, peptida dan protein, dapat terdeteksi dalam cairan mulut. Sebelum signifikansi apapun dapat melekat pada pengukuran hormon dalam saliva, yang adanya hubungan antara tingkat sirkulasi dan mulut daerah harus didefinisikan. Dimana hormon baik berasal dan aktif dalam mulut, ia memiliki peran yang sangat spesifik. Ini mungkin berasal juga dari sirkulasi oleh difusi pasif atau aktif transportasi,

atau berasal sebagian dari kedua sumber.36

Deteksi steroid mungkin adalah aplikasi yang paling menarik dalam studi saliva hormonal. Steroid sering dipelajari karena hormon steroid saliva bebas dapat memberikan informasi yang baik pada tingkat serum bebas. Biomarker yang paling sering diuji dalam saliva adalah kortisol,

testosteron, dehydroepiandrosterone (DHEA), 17 - hydroxyprogesterone, progesteron dan aldosteron. Standarisasi pengumpulan saliva memiliki


(61)

kepentingan besar dalam analisis untuk saliva, karena beberapa faktor mungkin mempengaruhi fluks saliva dan komposisi. Seluruh saliva, kelenjar saliva, cairan sulkus dan transudate mukosa spesimen dicapai yang Metode pengumpulan dirancang khusus yang mungkin. Saat ini beberapa metode dan perangkat yang tersedia. Di antaranya, mudah

dilakukan dan metode yang paling layak adalah koreksi seluruh saliva. β

estradiol adalah hormon seks steroid yang memiliki peran penting dalam fisiologi oral. Tampaknya bahwa penurunan hormon ini selama pengaruh menopause pada epitel dan menyebabkan ketidaknyamanan selama periode menopause ini.

Sebelum pemeriksaan, pasien dilarang makan, minum, menguyah permen karet, ataupun menggosok gigi setengah jam sebelumnya. Sebaiknya dilakukan pembilasan mulut 5 menit sebelum pengambilan. Sampel tidak boleh diambil ketika terdapat penyakit oral.

36-38

Pengumpulan hasil hormon seksual melalui saliva bersifat nyaman, non invasif, dan tidak menimbulkan rasa stres pada pasien. Pemeriksaan saliva juga memiliki efektivitas biaya karena sampel dapat dikumpulkan di rumah maupun tempat kerja tanpa harus didampingi seorang ahli laboratorium. Instruksi kepada pasien juga bersifat simpel dan mengandung perhatian yang sedikit. Kadar hormon pada saliva berhubungan erat dengan kadar hormon bebas di plasma setelah dianalisis. Konsentrasi hormon saliva mencerminkan kadar fraksi hormon yang bioaktif dan tidak terikat. Kadar hormon saliva menunjukkan korelasi


(62)

linear terhadap kadar hormon serum serta tidak bergantung dengan aliran saliva. Hubungan antar estradiol saliva dengan kadar serumnya adalah 0,93. Saliva telah dijadikan sebagai alat pengukur hormon estradiol yang baik serta memiliki korelasi yang baik dengan kadar serum. Pemeriksaan estradiol saliva dapat diukur dengan radioimunoasai.37

Konsentrasi kortisol di kedua serum dan Saliva sangat tajam meningkat dan mencapai puncaknya dalam satu jam pertama setelah

bangun tidur di pagi hari. Fenomena ini dikenal sebagai cortisol

awakening respons (CAR) yang digunakan sebagai indeks hipotalamus-pituatary-adrenal (HPA) fungsi sumbu. kami menguji apakah konsentrasi steroid ovarium meningkat setelah terbangun dari tidur seperti dengan

CAR di sumbu HPA. Untuk melakukan hal ini, kortisol, estradiol-17b (E2),

dan progesteron (P4) konsentrasi ditentukan dalam sampel saliva yang dikumpulkan segera ketika bangun tidur dan 30 dan 60 menit setelah bangun di wanita dengan siklus menstruasi yang teratur dan pascamenopause perempuan. Kami menemukan bahwa konsentrasi kedua E2 dan P4 meningkat selama periode terbangun dari tidur pada wanita dengan siklus menstruasi yang teratur, tetapi fenomena ini tidak terlihat dalam setiap wanita menopause. Daerah di bawah P4 ,E2 dan kurva dari interval waktu segera setelah terbangun atau 60 menit setelah terbangun pada wanita dengan siklus menstruasi yang teratur lebih tinggi


(63)

Dengan demikian bisa berspekulasi bahwa peningkatan konsentrasi 17 β estradiol dan progesteron terjadi setelah terbangun dari

tidur malam, mirip dengan Cortisol Awakening Respons (CAR) dan fungsi

sumbu HPA, jika setiap komponen sumbu HPO berfungsi normal. Siklus menstruasi diatur oleh terjadinya terkoordinasi antara ovarium dan aksis

hipotalamus-hipofisis; ovarium mengeluarkan 17 β estradiol dan

Progesteron di respon terhadap gonadotropin dan mengirim pesan umpan balik kepada hipotalamus-hipofisis axis (Buffet et al. 1998). Oleh karena

itu, kami berhipotesis bahwa setiap peningkatan konsentrasi 17 β estradiol

dan Progesteron setelah periode terbangun dari tidur akan terjadi pada wanita dengan siklus menstruasi yang teratur. Untuk menguji hipotesis ini, penelitian ini menguji apakah konsentrasi 17 β estradiol dan progesteron meningkat dalam satu jam pertama setelah terbangun dari tidur malam pada wanita dengan biasa siklus menstruasi. Selain itu, kami memeriksa apakah setelah terbangun terjadi peningkatan konsentrasi steroid seks berbeda sepanjang siklus menstruasi dan apakah pola-pola ini berbeda antara wanita dengan siklus menstruasi yang normal dan mereka yang telah mengalami menopause.

Penelitian Tivis et al pada tahun 2005 membandingkan

pemeriksaan saliva dan estradiol serum pada wanita postmenopause dengan terapi estrogen dan tanpa terapi estrogen, dan dengan hasil pemeriksaan Saliva dapat sebagai prediktor untuk pemeriksaan kadar estradiol pada wanita menopause dengan terapi estrogen saja. Tujuan


(64)

dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah saliva dapat digunakan untuk menilai kadar estradiol dalam menggantikan posisi serum. Sampel saliva dan serum dikumpulkan dari 43 wanita post menopause. Terdapat korelasi positif antara saliva dan serum.12

Saliva dikumpulkan pada kondisi istirahat di ruang yang tenang,pada pukul 09:00-12:00, setidaknya 2 jam setelah asupan terakhir dari makanan atau minuman. Dicatat pada awal dan akhir pengumpulan saliva. Untuk pra-stimulasi, perempuan mengunyah sepotong parafin dari ukuran standar.23


(65)

2.4 Kerangka Teori

Hipotalamus

Adenohipofise

ACTH

Estradiol

17 beta estradiol plasma

Estron

Testosteron

Transport protein plasma

Kolesterol Pregnenolon Progesteron Adrostenedion Hot flush Palpitasi Sakit kepala

Penurunan kadar 17 beta estradiol saliva

dan plasma

Perubahan seksual Menopause

Osteoporosis

17 beta estradiol saliva

Vasodilatasi pembuluh darah

Reseptor estrogen beta di kelenjar saliva Vagina kering Lubrikasi menurun Libido menurun Infeksi vagina Cemas Insomnia Depresi Mudal lelah Keluhan (+) Keluhan (-)


(66)

2.5. Kerangka konsep

Wanita menopause

Saliva Wanita menopause tanpa

keluhan

Wanita menopause dengan keluhan

Kadar 17 beta estradiol Saliva

Perbedaan kadar 17 beta estradiol saliva wanita menopause

tanpa dan dengan keluhan

Imunoassay

Hubungan kadar 17 beta estradiol saliva

dengan keluhan menopause

Variabel independen


(67)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan

rancangan kasus-kontrol untuk membandingkan kadar saliva 17β

estradiol pada wanita menopause dengan dan tanpa keluhan menopause.

3.2 Waktu dan Tempat penelitian

Tempat penelitian di lakukan di departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara – RSUP H Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2014 sampai sampel terpenuhi.

3.3. Populasi Penelitian

3.3.1. Populasi Target

Populasi target adalah wanita yang mengalami menopause di RSUP. H. Adam Malik dan RS.Jejaring USU Medan .

3.3.2. Populasi Terjangkau

Wanita menopause berumur 45-55 tahun yang bekerja di RSUP.H.Adam Malik dan RS.Jejaring USU Medan yang mengalami keluhan-keluhan subjektif pada menopause.


(68)

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1. Kriteria Inklusi

• Wanita berusia 45 – 56 tahun

• Tidak mendapatkan menstruasi minimal dalam ≥ 12 bulan

berturut-turut.

• Telah melewati screening skala L-MMPI (Minnesota Multiphasic

Inventory Lie Scale) dengan raw skor < 5.

• Bersedia ikut dalam penelitian dan telah menandatangani

formulir kesediaan.

• Tidak pernah mengalami operasi pengangkatan rahim dan

kedua indung telur

• Tidak mendapat pengobatan sulih hormon

• Tidak memiliki riwayat gangguan psikiatrik (Kejiwaan).

• Tidak menderita penyakit keganasan

• Tidak mempunyai riwayat penyakit jantung, diabetes melitus

dan tekanan darah tinggi, osteoporosis.

• Tidak memiliki kebiasaan minum alkohol.

• Tidak memiliki kebiasaan merokok

3.4.2. Kriteria Eksklusi


(1)

Descriptives

Kel, Keluhan menopause Statistic Std, Error

E2 Ada Mean 5,3431 ,40551

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 4,5301

Upper Bound 6,1561

5% Trimmed Mean 5,3564

Median 5,8000

Variance 9,044

Std, Deviation 3,00736

Minimum 1,02

Maximum 9,44

Range 8,42

Interquartile Range 6,43

Skewness -,315 ,322

Kurtosis -1,405 ,634

Tidak ada Mean 8,3200 ,50558

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 6,9163

Upper Bound 9,7237

5% Trimmed Mean 8,3539

Median 8,3000

Variance 1,278

Std, Deviation 1,13051

Minimum 6,57

Maximum 9,46

Range 2,89

Interquartile Range 1,97

Skewness -,950 ,913


(2)

Oneway

ANOVA

BE217

Sum of Squares df Mean Square F Sig,

Between Groups 40,617 1 40,617 4,774 ,033

Within Groups 493,499 58 8,509

Total 534,117 59

Explore

Kelompok Keluhan menopause

Descriptives

Kelompok Keluhan menopause Statistic Std, Error

BE217 Tidak Ada Mean 8,3200 ,50558

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 6,9163

Upper Bound 9,7237

5% Trimmed Mean 8,3539

Median 8,3000

Variance 1,278

Std, Deviation 1,13051

Minimum 6,57

Maximum 9,46

Range 2,89

Interquartile Range 1,97

Skewness -,950 ,913

Kurtosis ,852 2,000

Ringan Mean 7,8930 ,21400

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 7,4531

Upper Bound 8,3328

5% Trimmed Mean 7,9464

Median 7,8300


(3)

Maximum 9,44

Range 4,19

Interquartile Range 1,53

Skewness -,436 ,448

Kurtosis ,080 ,872

Sedang Mean 4,5058 ,50168

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 3,4017

Upper Bound 5,6100

5% Trimmed Mean 4,5748

Median 4,8750

Variance 3,020

Std, Deviation 1,73786

Minimum 1,14

Maximum 6,63

Range 5,49

Interquartile Range 1,69

Skewness -1,208 ,637

Kurtosis ,829 1,232

Berat Mean 1,6681 ,30936

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 1,0087

Upper Bound 2,3275

5% Trimmed Mean 1,4807

Median 1,2600

Variance 1,531

Std, Deviation 1,23746

Minimum 1,02

Maximum 5,69

Range 4,67

Interquartile Range ,46

Skewness 2,850 ,564


(4)

Oneway

ANOVA

BE217

Sum of Squares df Mean Square F Sig,

Between Groups 440,665 3 146,888 88,022 ,000

Within Groups 93,451 56 1,669

Total 534,117 59

Crosstabs

Menopause * Kelompok Estradiol Crosstabulation

Kelompok Estradiol

Total < 6,91 >= 6,91

Menopause Ada Keluhan Count 23 7 30

% within Kelompok Estradiol 100,0% 18,9% 50,0%

Tidak ada keluhan Count 0 30 30

% within Kelompok Estradiol ,0% 81,1% 50,0%

Total Count 23 37 60

% within Kelompok Estradiol 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp, Sig, (2-sided)

Exact Sig, (2-sided)

Exact Sig, (1-sided)

Pearson Chi-Square 37,297a 1 ,000

Continuity Correctionb 34,125 1 ,000

Likelihood Ratio 47,284 1 ,000

Fisher's Exact Test ,000 ,000

Linear-by-Linear Association 36,676 1 ,000

N of Valid Cases 60

a, 0 cells (,0%) have expected count less than 5, The minimum expected count is 11,50, b, Computed only for a 2x2 table


(5)

Statistics

Estradiol

N Valid 60

Missing 0

Mean 6,9173

Median 7,5800

Explore

Menopause

Tests of Normality

Menopause

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig, Statistic df Sig,

Estradiol Ada Keluhan ,156 30 ,061 ,891 30 ,005

Tidak ada keluhan ,191 30 ,007 ,864 30 ,001

a, Lilliefors Significance Correction

Crosstabs

Menopause * Kelompok Estradiol Crosstabulation

Kelompok Estradiol

Total < 7,58 >= 7,58

Menopause Ada Keluhan Count 28 2 30

% within Kelompok Estradiol 93,3% 6,7% 50,0%

Tidak ada keluhan Count 2 28 30

% within Kelompok Estradiol 6,7% 93,3% 50,0%

Total Count 30 30 60


(6)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp, Sig, (2-sided)

Exact Sig, (2-sided)

Exact Sig, (1-sided)

Pearson Chi-Square 45,067a 1 ,000

Continuity Correctionb 41,667 1 ,000

Likelihood Ratio 53,786 1 ,000

Fisher's Exact Test ,000 ,000

Linear-by-Linear Association 44,316 1 ,000

N of Valid Cases 60

a, 0 cells (,0%) have expected count less than 5, The minimum expected count is 15,00, b, Computed only for a 2x2 table

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

E2 LSD

(I) Kelompok Keluhan menopause

(J) Kelompok Keluhan menopause

Mean Difference

(I-J) Std, Error Sig,

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Tidak Ada Ringan ,42704 ,62894 ,500 -,8329 1,6869

Sedang 3,81417* ,68762 ,000 2,4367 5,1916

Berat 6,65187* ,66186 ,000 5,3260 7,9777

Ringan Tidak Ada -,42704 ,62894 ,500 -1,6869 ,8329

Sedang 3,38713* ,44819 ,000 2,4893 4,2850

Berat 6,22484* ,40756 ,000 5,4084 7,0413

Sedang Tidak Ada -3,81417* ,68762 ,000 -5,1916 -2,4367

Ringan -3,38713* ,44819 ,000 -4,2850 -2,4893

Berat 2,83771* ,49332 ,000 1,8495 3,8259

Berat Tidak Ada -6,65187* ,66186 ,000 -7,9777 -5,3260

Ringan -6,22484* ,40756 ,000 -7,0413 -5,4084

Sedang -2,83771* ,49332 ,000 -3,8259 -1,8495


Dokumen yang terkait

Kadar Glutathion Peroksidase (GPx) Sebagai Penanda Derajat Keparahan Keluhan Menopause Pada Paramedis Wanita Menopause DI RSUP. H. Adam Malik Dan RS. Jejaring Medan

9 98 92

Perbandingan Keluhan Pada Paramedis Masa Perimenopause Dan Pascamenopause Dengan Menggunakan Menopause Rating Scale Di RSUP Haji Adam Malik Medan Dan RS Jejaring FK USU

10 83 139

Kadar Estradiol Serum Pada Wanita Menopause Dengan Dan Tanpa Sindroma Vasomotor Di RSUP H Adam Malik Dan Rs Jejaring Fk Usu Medan

0 1 15

Kadar Estradiol Serum Pada Wanita Menopause Dengan Dan Tanpa Sindroma Vasomotor Di RSUP H Adam Malik Dan Rs Jejaring Fk Usu Medan

0 0 7

Kadar Estradiol Serum Pada Wanita Menopause Dengan Dan Tanpa Sindroma Vasomotor Di RSUP H Adam Malik Dan Rs Jejaring Fk Usu Medan

0 1 25

Kadar Estradiol Serum Pada Wanita Menopause Dengan Dan Tanpa Sindroma Vasomotor Di RSUP H Adam Malik Dan Rs Jejaring Fk Usu Medan Chapter III V

0 0 23

Kadar Estradiol Serum Pada Wanita Menopause Dengan Dan Tanpa Sindroma Vasomotor Di RSUP H Adam Malik Dan Rs Jejaring Fk Usu Medan

0 0 9

Kadar Estradiol Serum Pada Wanita Menopause Dengan Dan Tanpa Sindroma Vasomotor Di RSUP H Adam Malik Dan Rs Jejaring Fk Usu Medan

0 0 22

Perbandingan Kadar Saliva 17 Beta Estradiol Pada Wanita Menopause Dengan Keluhan Dan Tanpa Keluhan Di RSUP H. Adam Malik Dan RS. Jejaring FK USU Medan

0 0 22

Perbandingan Kadar Saliva 17 Beta Estradiol Pada Wanita Menopause Dengan Keluhan Dan Tanpa Keluhan Di RSUP H. Adam Malik Dan RS. Jejaring FK USU Medan

0 0 19