BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia 2.1.1 Definisi - Kadar Homosistein Dengan Keparahan Preeklampsia Di RSUP.H.Adam Malik Dan RS Jejaring FK USU Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Preeklampsia

  2.1.1 Definisi

  Preeklampsia adalah penyakit spesifik pada kehamilan didefinisikan adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan berhubungan dengan peningkatan risiko morbiditas, mortalitas ibu dan

  3,4 janin.

  Meskipun kejadian yang cukup tinggi, etiologi yang mendasari preeklampsia masih belum jelas. Ada banyak teori tentang etiologi dan patogenesis preeklampsia termasuk disfungsi endotel, inflamasi dan

  3,4 angiogenesis.

  2.1.2. Kriteria Diagnostik Preeklampsia

  Pembagian preeklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma. Gambaran klinik preeklampsia bervariasi luas dan sangat individual. Kadang – kadang sukar untuk menentukan

  19,20,21,22,23 gejala preeklampsia mana yang timbul lebih dahulu..

  Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia berat dan preeklampsia ringan.

  1.Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda dibawah ini : a. Tekanan darah sistolik

  ≥ 160 mmHg

  b. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg

  c. Proteinuria yang terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu ( ≥ 5 g

  21

  dalam jumlah urin selama 24 jam atau dipstick ≥ +3)

  d. Oligouria : produksi urin < 400-500cc / 24 jam

  e. Kenaikan kreatinin serum

  f. Edema paru dan cyanosis

  g. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen : disebabkan teregangnya kapsula glisone.

  h. Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata, dan pandangan kabur. i. Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanine atau aspartate amino transferase j. Hemolisis mikroangiopati

  

3

  k. Trombositopenia < 100.000/mm Pembagian preeklampsia berat dapat dibagi dalam beberapa kategori :

  a. Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia

  b. Preeklampsia dengan impending eklampsia, dengan gejala impending :

  • Nyeri kepala
  • Mata kabur

  • Mual dan muntah
  • Nyeri epigastrium
  • Nyeri kuadran kanan atas abdomen

  2. Preeklampsia ringan adalah sindroma sfesifik kehamilan dengan penurunan perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Tanda dan gejala preeklampsia ringan

  21,23,24

  a. Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg

  b. Tekanan darah diastolik 90-110 mmHg

  c. Proteinuria minimal ( ≥ 0,3g/L/24 jam) atau dipstick ≥ 1+

  d. Tidak disertai gangguan fungsi organ

  e. Edema lokal atau tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik kecuali anasarka

  3. Eklampsia ialah preeklampsia yang disertai dengan kejang tonik klonik disusul dengan koma.

  4. Sindroma HELLP ialah preeklampsia dan eklampsia dengan adanya hemolisis peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia. Di diagnosis dengan tanda dan gejala yang tidak khas : mual muntah, nyeri kepala, malaise, kelemahan. Tanda dan gejala preeklampsia, dan tanda hemolisis intravaskular, tanda kerusakan/ disfungsi sel hepatosit hepar (kenaikan ALT, AST, LDH), dan trombositopenia.

  24

2.1.3. Patofisiologi Penyebab penyakit ini hingga kini belum diketahui dengan jelas.

  Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap benar mutlak. Teori – teori yang sekarang banyak dianut adalah : 1. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel.

  2. Teori kelainan Vaskularisasi plasenta

  3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

  4. Teori defisiensi gizi

  19,20

  5. Teori inflammasi

2.1.3.1. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel

a. Iskemia Plasenta dan Pembentukan Oksidan/ Radikal Bebas

  Terjadi kegagalan remodelling arteri spiralis yang akibatnya plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan. Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel

  20,21,23 akan merusak nukleus, dan sel endotel.

  b.Peroksida Lemak Sebagai Oksidan Pada Hipertensi dalam Kehamilan

  Telah terbukti bahwa kadar oksidan khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan anti oksidan pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Membran sel endotel akan lebih mudah mengalami kerusakan karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah

  21,23 dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. c.Disfungsi Sel Endotel

  Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini di sebut “disfungsi endotel”. Pada saat terjadi disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :

   Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) suatu vasodilatator kuat.

   Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit ini untuk menutup tempat-tempat lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi ini akan memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokontriktor kuat. Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokontriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.

   Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus.

   Peningkatan permeabilitas kapilar  Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor yaitu endotelin (vasokontriktor meningkat) kadar NO (vasodilator ) menurun.

  

20,21,23

 Peningkatan faktor koagulasi.

2.1.3.2.Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

  Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus cabang miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis. Pada hamil normal dengan sebab yang belum jelas terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteria spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.

  Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri apiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “Remodeling arteri spiralis”. Pada hamil yang abnormal tidak terjadi invasi sel- sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan “remodelling arteri spiralis” sehingga dapat menyebabkan aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak dari iskemia ini akan menimbulkan perubahan yang dapat menjelaskan

  20,21,23 patogenesis selanjutnya.

  16 Gambar 1. Perbedaan kehamilan normal dan kehamilan PE 2.1.3.3 Teori Intoleransi Imunologik Antara Ibu dan Janin.

  Pada perempuan hamil normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Ini disebabkan adanya HLA-G (leukocyte antigen protein G) yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta).

  Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis sel Natural Killer (NK) ibu. Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas kedalam jaringan desidua ibu disamping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan ekspresi HLA-G sehingga menghambat invasi trofoblas kedalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi imflammasi.

  Kemungkinan terjadi Imun maladaptasi pada preeklampsia. Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi helper sel yang lebih

  20,21,23 rendah dibanding pada yang normotensif.

2.1.3.4. Teori Defisiensi Gizi

  Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan

  19,20 defesiensi gizi berperan dalam terjadinya preeklampsia dan eklampsia.

  Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, dapat mengurangi resiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokontriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeklampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif

  19,20 pemberian.

2.1.3.5 Teori Stimulus Inflamasi

  Lepasnya debris trofoblas didalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, maka reaksi stres oksidatif akan sangat meningkat sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini akan menimbulkan reaksi Imflammasi dalam darah ibu. Respon imflammasi ini akan mengaktivasi sel endotel dan sel-sel makrofag/ granulosit yang lebih besar sehingga terjadi reaksi sistemik imflammasi yang menimbulkan gejala- gejala preeklamsia. Disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan

  19,20 aktivasi leukosit yang sangat tinggi pada sirkulasi ibu.

2.1.4. Insidens dan Faktor Resiko Preeklampsia

  Insidens preeklampsia dan eklampsia berkisar antara 3–8% pada wanita hamil. Kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem tubuh. Penyebab kematian terbanyak ibu adalah perdarahan intraserebral dan oedem paru. Kematian perinatal berkisar antara 10%-28%. Penyebab terbanyak kematian perinatal disebabkan karena prematuritas, pertumbuhan janin terhambat dan meningkat karena solutio plasenta. Sekitar kurang lebih 75% eklampsi terjadi antepartum dan 25% terjadi pada postpartum. Hampir semua kasus

  20,22 95% eklampsi antepartum terjadi pada trimester ketiga.

  Pencegahan sangat penting dalam mengantisipasi kejadian preeklampsia, hal ini termasuk mengetahui wanita hamil yang mempunyai faktor resiko tinggi untuk timbulnya preeklampsia.

  19,20

  Faktor – faktor resiko preeklampsia adalah:

  1. Primigravida 2. Umur yang ekstrim terlalu muda atau terlalu tua.

  3. Kehamilan ganda

  4. Obesitas

  5. Riwayat pernah preeklampsia – eklampsia

  6. Hipertensi kronik

  7. Diabetes mellitus gestasional

  8. Adanya trombofilia

  9. Penyakit ginjal

  10. Molahidatidosa, Inseminasi donor dan donor oocyte

2.1.5. Manifestasi Klinis

  Pembagian preeklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma.

  Gambaran klinik preeklampsia bervariasi luas dan sangat individual. Kadang – kadang sukar untuk menentukan gejala preeklampsia mana yang timbul lebih dahulu. Secara teoritik urutan-urutan yang timbul pada preeklampsia ialah hipertensi dan proteinuria, edema tungkai tidak

  19,20,21,22 dapat dipakai lagi kecuali edema anasarka.

  a.Tekanan darah Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda prognostik yang lebih handal dibandingkan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap

  19,20,22 menunjukan keadaan abnormal.

  b.Kenaikan Berat badan Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan preeklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edem non dependen yang terlihat jelas, seperti kelopak mata

  20 yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar.

  c.Proteinuria Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional (vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/lt. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya

  19,20 lebih belakangan daripada kenaikan berat badan yang berlebihan.

  d.Nyeri kepala Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir dipastikan mendahului serangan kejang

  19,20,22 pertama.

  e.Nyeri epigastrium Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh

  19,25 regangan kapsula hepar akibat oedem atau perdarahan.

  f. Gangguan penglihatan Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan

  19,22,23,25 perdarahan ptekie pada korteks oksipital.

2.2. Homosistein

  Senyawa homosistein (Hcy) pertama kali ditemukan tahun 1932 dan diberi nama oleh du Vigneaud. Homosistein (2 amino 4

  mercaptobutanoic acid) merupakan non protein sulfhydryl amino acid,

  yang metabolismenya terletak pada persimpangan antara jalur

  26,27 transulfurasi dan remetilasi biosintesis metionin.

  28 Gambar 2. Dua jalur metabolisme homosistein

  Hcy merupakan senyawa antara yang dihasilkan pada metabolisme metionin suatu asam amino esensial yang terdapat dalam beberapa bentuk di plasma. Sulfhidril atau bentuk tereduksi dinamakan homosistein, dan disulfida atau bentuk teroksidasi dinamakan homosistin. Bentuk disulfida juga terdapat bersama-sama dengan sistein dan protein yang mengandung residu sistein reaktif (homosistein yang terikat protein), bentuk ini dinamakan disulfida campuran. Bentuk teroksidasi merupakan bagian terbesar (98-99%) dalam plasma sedangkan bentuk tereduksi

  26 hanya 1% dari total homosistein dalam plasma. Kadar Hcy yang terlalu tinggi terakumulasi dalam sel akan

  27

  menghambat seluruh reaksi metilasi. Gangguan pada siklus Hcy tersebut mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan, diferensiasi, serta fungsi seluler, serta berdampak pada berbagai keadaan seperti penuaan sel-sel otak yang dibarengi dengan penurunan proses neurokimiawi, penyakit-penyakit kejiwaan, penyakit susunan syaraf, penyakit kardiovaskular, serta dalam proses pertumbuhan janin dan

  27 bayi.

  Berbagai mekanisme untuk terjadinya kerusakan vaskuler salah satunya disebabkan karena kelainan metabolisme metionin sehingga menimbulkan peningkatan konsentrasi Hcy darah yang berefek toksik pada endotel vaskuler. Peningkatan total Hcy merupakan faktor resiko

  26 penyakit vaskuler baik koroner, serebral maupun perifer.

  Hubungan peningkatan Hcy dengan penyakit vaskuler pertama kali

  28

  dikemukakan oleh Mc Cully pada tahun 1969. Ia melaporkan adanya aterosklerosis disertai disertai trombosis arteri pada otopsi dua orang anak yang mempunyai kadar homosistein darah dan urin yang tinggi. Berdasarkan observasi tersebut Mc Cully membuat hipotesis bahwa hiperhomosisteinemia dapat menyebabkan penyakit vaskuler. Berbagai penelitian epidemiologi telah dilakukan sebagai konfirmasi terhadap hipotesis Mc Cully tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hiperhomosisteinemia merupakan faktor risiko bebas untuk terjadinya

  29 aterosklerosis dan aterotrombosis. Secara global saat ini kadar normal Hcy dianggap 5- 15 μmol/L dimana hiperhomosisteinemia digolongkan sebagai berikut : ringan (16 -

  29 30μmol/L), sedang (31-100 μmol/L) dan berat (>100 μmol/L).

  Peningkatan Hcy sebesar 5 μmol/L dianggap setara dengan peningkatan kolest erol plasma sebesar 0.5 μmol/L atau 20 mg/dL dalam peningkatan risiko penyakit kardiovaskular sebesar 60% pada pria dan 80% pada

  30 wanita.

  Hiperhomosisteinemia berat merupakan kejadian yang jarang tetapi hiperhomosisteinemia sedang terjadi pada kira-kira 5-10% dari populasi.

  Pasien dengan hiperhomosisteinemia sedang tidak menunjukkan gejala klinis sampai dekade ketiga atau keempat kehidupan seperti terjadinya penyakit koroner yang prematur, trombosis arteri dan vena yang berulang. Walaupun mekanisme molekuler hiperhomosisteinemia dapat menyebabkan aterotrombosis belum diketahui tetapi bukti epidemiologi mengenai hubungan antara hiperhomosisteinemia dengan aterotrombosis

  29,31 telah ada.

2.2.1. Metabolisme Homosistein

  Homosistein (Hcy) bukan merupakan konstituen diet normal. Satu- satunya sumber homosistein adalah metionin yaitu suatu asam amino esensial yang mengandung sulfur yang diperoleh melalui asupan protein. Biosintesis metionin akan menghasilkan produk antara yaitu Hcy. Metabolisme Hcy dipengaruhi oleh asam folat, vitamin B6 dan B12 serta

  27 aktivitas berbagai enzim yang berperan pada jalur metabolismenya. Metionin juga diperlukan untuk pembentukan S-adenosyl

  methionine (SAM). SAM dibentuk dengan cara transfer gugus adenosil

  yang berasal dari ATP kepada atom sulfur yang terdapat pada metionin dengan bantuan magnesium sebagai kofaktor. Saat SAM mendonorkan gugus metilnya maka akan terbentuk S-adenosylhomocysteine (SAH). SAH tersebut akan terhidrolisa dengan melepaskan adenosinnya,

  32 sehingga terbentuklah homosistein.

  SAM mengandung gugus metil yang sangat reaktif. Gugus metil tersebut sangat dibutuhkan pada berbagai proses biologis normal dengan cara mentransfer gugus metil ke berbagai akseptor termasuk diantaranya asam deoksiribonukleat (DNA), asam ribonukleat (RNA), protein, fosfolipid, myelin (selubung syaraf), polisakarida, kolin (neurotransmitter), katekolamin (suatu hormon, neuromodulator yang diperlukan dalam proses fisiologis, aktivitas fisik, serta reaksi pada susunan syaraf

  32,33

  simpatis) SAM merupakan donor gugus metil yang utama dan terpenting pada organisme, dan merupakan donor gugus metil satu-satunya pada sistem syaraf pusat. Perantara yang kedua S-adenosylhomocysteine (SAH). SAH akan dihidrolisa dalam suatu reaksi yang bersifat reversibel, menjadi homosistein yang mana Hcy tersebut dapat didaur ulang kembali

  29 menjadi metionin.

  Dalam jalur metabolisme diatas (SAM dan SAH), terdapat 3 enzim yang terlibat secara langsung, betaine homocysteine methyltransferase (BHMT), methionine synthase (MS), dan cysthationine β-synthase (CβS). Vitamin B12 adalah kofaktor (suatu senyawa kimia non protein yang diperlukan untuk proses transformasi biokimiawi dan aktivitas enzim), seringkali disebut sebagai helper molecul bagi MS, sementara B6 merupakan kofaktor bagi CβS. Methyl tetrahydrofolate (MTHF) adalah

  34 substrat pada reaksi yang diperantarai oleh MS.

  Sebagian besar jaringan termasuk susunan syaraf pusat secara keseluruhan bergantung kepada gugus metil yang diperoleh dari siklus daur ulang Hcy yang diperantarai oleh MS. Siklus daur ulang tersebut secara tidak langsung diatur oleh aktivitas methylenetetrahydrofolate

  reductase (MTHFR), yang mana enzim ini memperantarai pembentukan

  MTHF. Karenanya MTHFR berpengaruh kuat secara tidak langsung pada

  33 proses remetilasi (pemberian gugus metil) Hcy.

  Jalur remetilasi terdiri dari 2 jalur biokimia berujung pada transfer gugus metil (CH3) kepada Hcy, baik oleh Methylcobalamin sejatinya menerima gugus metil dari SAM atau dari 5-methyltetrahydrofolate (5- MTHF) suatu bentuk aktif dari asam folat. Sementara betaine, yang mempunyai 3 gugus metil akan mendonasikan 1 gugus metilnya kepada

  Hcy dengan bantuan enzim BHMT yang berujung pada

  27

  terbentuknya metionin. Betaine yang kehilangan 1 gugus metilnya akan berubah menjadi dimethylglycine (DMG) yang kemudian dioksidasi menjadi glisin dan 2 molekul formaldehid dengan bantuan enzim yang dependen riboflavin (vitamin B12). Molekul formaldehid tersebut dapat bergabung dengan tetrahydrofolate (THF) untuk membentuk

  methylenetetrahydrofolate (MTHF), suatu bentuk aktif asam folat, yang dapat diubah menjadi 5-MTHF suatu bentuk asam folat lainnya. Pemberian betaine dapat menurunkan kadar Hcy serta menaikkan kadar plasma serin dan sistein. Setelah proses remetilasi, metionin dapat dipergunakan kembali untuk memproduksi SAM sebagai donor metil

  29,33

  universal bagi tubuh Jalur transulfurasi Hcy berkondensasi dengan serin untuk membentuk cysthationine dan dikatalisasi oleh enzim cysthationine β

  sintase (CβS) dengan bantuan vitamin B6 sebagai kofaktor. Cysthationine kemudian dihidrolisa membentuk glutathione serta

  dimetabolisasi Iebih lanjut menjadi cysteine dan

  α-ketobutirat. Kelebihan

  cysteine akan dioksidasi menjadi taurin dan sulfat inorganik atau diekskresi ke dalam urin. Sistein dan taurin tersebut merupakan zat yang sangat penting untuk kesehatan jantung, detoksifikasi hepatik, ekskresi kolesterol, pembentukan garam empedu, serta produksi glutation yang

  33 merupakan protektor terhadap kerusakan oksidatif.

  Pada keadaan kelebihan metionin seperti mengkonsumsi makanan tinggi protein dimanfaatkan jalur transulfurasi dengan meningkatkan regulasi sistasionin

  β sintase dan mengurangi regulasi jalur remetilasi,

  sedangkan bila terdapat defisiensi metionin dimanfaatkan jalur

  27,31 remetilasi. Gambar 3. Jalur remetilasi memerlukan vitamin B12, folate, and 5,10-methylenetetrahydrofolate reductase (MTHFR). betaine homocysteine methyltransferase (BHMT), dimethylglycine (DMG). Jalur transulfurasi memerlukan enzim cystathionine-synthase (CBS) dan vitamin B6 (pyridoxal-5’-phosphate). Ketika bentuk dari cystathionine, cysteine dapat digunakan dalam sintesis protein dan produksi

  33 glutathione (GSH).

2.2.2. Faktor yang mempengaruhi metabolisme Homosistein

  Dalam keadaan normal Hcy dalam darah relatif sangat sedikit, dengan kadar antara 5- 15 µmol/L. Kadar Hcy di kompartemen ekstrasel ditentukan oleh beberapa hal yaitu pembentukan di dalam sel, metabolisme dan eksresinya. Bila produksi Hcy intrasel melebihi kapasitas metabolisme maka Hcy akan dilepaskan ke ruang ekstrasel, sebaliknya

  27,31 bila produksi berkurang maka pelepasan dari sel akan berkurang.

  Keadaan ini membantu mempertahankan agar kandungan Hcy intrasel tetap rendah. Keseimbangan ini dapat terganggu pada keadaan gangguan aktivitas enzim atau akibat jumlah kofaktor yang berperan dalam

  27

  metabolismenya berkurang. Penyebab hiperhomosisteinemia adalah

  31 multifaktorial.

  I. Genetics

  

a. Transulfuration abnormalities : dimished or absent cysthathionine beta synthesa activity

(chromosome 21) b. Remethylation abnormalities 1. abnormal metyltetrahidrofolate reductase (absent or thermolabile variant)

  2. abnormal methionine synthase

  II. Age/Gender

  a. Homocystaeine increase with age

  b. Homocysteine levels men > age matched women

  c. Post menopausal women : homcysteine levels increased

  III. Renal Function : homocysteine with increased creatinine

  IV. Nutrition

  a. Vitamin B6 deficiency

  b. Vitamin B12 deficiency

  c. Folate deficiency

V. Disease status

  

a. Severe psoariasis, associated with increased homocysteine levels (possibility related to

lower folate levels) b. Cancer,acute lymphoblastic leukemia, elevated levels

  c. Chronic renal failure, increased homocysteine, lowered with dialysis

  VI. a. Increased homocysteine

  1. Methotrexate

  2. Azaribine, vitamine B6 antagonist

  3. Nitrous oxide, inactivated vitamin B

  4. Phenytoin, interferes with folate metabolism

  5. Carbamazepine, interferes with folate metabolism

  6. Estrogen-containing oral contraceptive induced vitamin B6 deficiency b. Decrease homocysteine : penicilliamine metabolically stable cysteine analogue.

  31 Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi kadar homosistein.

2.3. Patofisiologi

  Penelitian secara klinik dan eksperimen menunjukan bahwa kadar homosistein yang tinggi cenderung memberikan respon aterogenik yang menimbulkan terjadinya trombosis. Mekanisme dari keadaan ini belum sepenuhnya di ketahui namun beberapa mekanisme yang mungkin

  35,36 berperan telah dapat di identifikasi.

2.3.1. Efek terhadap endotel

  Lapisan endotel membatasi antara dinding pembuluh darah dengan sirkulasi darah. Lapisan ini mengatur keseimbangan antara kontraksi dan relaksasi otot polos vaskular, adhesi dan agregasi trombosit, adhesi leukosit serta koagulasi darah. Endotel menghasilkan nitrit oksida (NO), prostaksiklin yang bersifat sebagai vasodilator. Sedangkan vasokontriktor dihasilkan endotel adalah endotelin 1, tromboksan A

  2 dan prostaglandin

  H Adanya stress oksidatif yang menimbulkan kelainan pada endotel 2. maka vasokontriktor yang terbentuk akan lebih dominan. Nitrit oksida (NO) melindungi endotel dari homosistein dengan membentuk S-

  

nitrosohomosistein sehingga dapat menghambat pembentukan hidrogen

  peroksida (H

  2 O 2 ) yang bersifat oksidatif. Adanya peningkatan konsentrasi

  homosistein, maka terjadi akumulasi dan terbentuk plaque pada dinding

  37 endotel.

  Pada penelitian invitro, beberapa peneliti telah menguji pengaruh Hcy terhadap pertumbuhan sel endotel pada jaringan yang di kultur. Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa Hcy dapat memberikan efek sitotoksis langsung terhadap endotel sehingga terjadi kerusakan dan

  35

  gangguan terhadap endotel. Hidrogen peroksida menyebabkan trauma langsung sel endotel serta mengurangi pelepasan nitrit oksida (NO) yang merupakan mediator utama vasodilatasi pembuluh darah. Ini menunjukan bahwa hidrogen peroksida bertanggung jawab akan efek toksik terhadap

  36 sel endotel. Pada penelitian In vivo yang dilakukan oleh Harker terhadap Baboon dengan menyuntikan L-homosistein selama 5 hari terlihat adanya bercak deskuamasi pada endotel pembuluh darah di sertai berkurangnya masa hidup trombosit. Mereka juga mendukung pendapat bahwa thrombus arteri akibat trauma endotel yang terjadi pada penderita– penderita homosistinuria disebabkan oleh pengaruh Hcy yang terus- menerus sehingga menyebabkan terjadinya aterogenesis dan meningkat konsumsi trombosit. Semakin tinggi kadar homosistein maka kerusakan endotel akan semakin berat. Homosistein juga dapat merangsang proliferasi sel otot polos endotel dan terjadi penurunan sintesis DNA sel endotel. Hiperhomosisteinemia dapat menimbulkan perubahan patologis

  36,37,38,39,40 pada lamina elastika vaskular.

2.3.2. Pengaruh Terhadap Trombosit

  Beberapa peneliti melaporkan bahwa Hcy akan meningkatkan daya

  31

  lekat dan agregasi trombosit. Peneliti lain yang melakukan observasi terhadap binatang percobaan menemukan gangguan pada masa hidup trombosit. Kelainan ini juga ditemukan pada penderita defisiensi sistasionin

  β-sintase lama hidup platetet menurun dan terjadi pembentukan trombus arteri. Greaber seperti yang di kutip Mayer menyatakan bahwa homosistein meningkatkan metabolisme asam arakidonat trombosit normal, sehingga terjadi peningkatan tromboksan A

  2

  33 (TXA ) yang menginduksi agregasi trombosit.

  2

2.3.3. Pengaruh Terhadap Pembekuan Darah .

  Hcy kemungkinan mempengaruhi beberapa faktor – faktor yang terlibat dalam cascade pembekuan darah, seperti menurunkan aktivitas

  31,38

  anti trombin. Selain itu Hcy juga menghambat aktivitas kofaktor trombodulin dan aktivasi protein C, meningkatkan aktivitas faktor V dan faktor XII, menganggu sekresi anti trombin III dan faktor Von Willebrand

  31,35,38

  oleh endotel dan mengurangi sintesis prostasiklin. Menurut Mayer, karena prostasiklin merupakan inhibitor yang penting terhadap agregasi trombosit maka dengan berkurangnya sintesis prostasiklin akan menyebabkan terjadinya trombosis, namun hasil ini masih di

  32

  pertentangkan. Homosistein juga memacu ikatan lipoprotein dengan fibrin, kadar total homosistein plasma berkorelasi dengan kadar fibrinogen.

  Pernah diteliti pengaruh pemberian homosistein terhadap sistem fibrinolisis pada kultur sel endotel manusia ternyata homosistein dapat merangsang sekresi dan ekspresi plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1) dan tidak mempengaruhi sekresi dan ekspresi tissue type plasminogen

  activator (tPA), tumor necrosis factor alpa (TNF α) dan transforming

  39 growth factor beta (TGF β) sehingga memudahkan terjadinya trombosis.

2.4. Homosistein pada Kehamilan Normal

  Kehamilan normal konsentrasi tHcy pada trimester kedua lebih rendah dibandingkan trimester pertama berdasarkan penelitian Kristin dkk (2007). Berkurangnya konsentrasi tHcy pada kehamilan kemungkinan disebabkan hemodilusi, suplementasi asam folat atau penurunan albumin, metabolisme homosistein dan status hormonal, kelainan ginjal belum dapat dijelaskan sepenuhnya. Kortisol dan estrogen menyebabkan peningkatan aktifitas enzim Hcy methyl transferase pada hepar dan sintesa metionin pada ginjal menghasilkan peningkatan remetilasi dari homosistein menjadi metionin sehingga terjadi penurunan kadar homosistein. Penurunan kadar Hcy pada kehamilan juga disebabkan peningkatan kebutuhan metionin dalam sintesa protein pada janin. Murphy dkk (2004), dalam penelitian mengatakan penurunan tHcy berhubungan secara signifikan dengan peningkatan estradiol yang terjadi

  41 selama kehamilan.

  Homosistein dalam darah manusia berikatan hampir 70% dengan albumin, turunnya kadar albumin secara progresif selama kehamilan,

  42 mengakibatkan penurunan kadar homosistein pada kehamilan.

  Suplementasi asam folat selama hamil dapat menurunkan kadar Hcy. Perubahan metabolisme Hcy dapat menjadi patologi karena Hcy berasal dari metionin asam amino esensial dalam metabolismenya membutuhkan B12 dan asam folat. Pemberian suplementasi asam folat pada masa sebelum hamil dapat dilakukan sebagai usaha untuk

  43 menurunkan kadar tHcy.

2.5. Homosistein dan Preeklampsia

  Meskipun kejadian preeklampsia cukup tinggi, etiologi yang mendasarinya masih belum jelas. Ada banyak teori tentang etiologi dan patogenesis preeklampsia termasuk disfungsi endotel, inflamasi, dan

  7

  angiogenesis. Hiperhomosisteinemia pada patogenesis preeklampsia bersifat kompleks dan belum diketahui secara pasti. Telah dikemukakan bahwa homosistein yang meningkat menghasilkan stress oksidatif dan kerusakan langsung pada endotel vaskular, perubahan ini berhubungan dengan preeklampsia. Saat ini masih belum jelas apakah konsentrasi tinggi homosistein yang beredar dalam darah dapat menyebabkan preeklamsia atau apakah ini hanya fenomena sekunder kemungkinan

  7,44 karena perubahan atau gangguan metabolisme.

  Homosistein yang meningkat menghasilkan stres oksidatif yang akan meningkatkan senyawa oksigen reaktif (ROS) dan radikal

  7,17 superoksida lainnya sehingga menurunkan biovailabilitas NO.

  Homosistein diduga meningkatkan kadar asimetrik dimetilarginin (ADMA) suatu inhibitor endogen enzim sintesa nitrit oksida (NOS), yang berperan

  6

  dalam sintesa nitrit oksida (NO). Dengan dihambatnya kerja enzim tersebut maka sintesa NO (suatu faktor relaksan yang berguna untuk menjaga integritas pembuluh darah dan kontraktilitas) akan terganggu

  27,28 atau menurun.

  Nitrit Oksida (NO) mengatur aliran darah plasenta dan secara aktif berpartisipasi dalam invasi trofoblas dan perkembangan plasenta. Salah satu teori menunjukkan bahwa manifestasi klinis preeklampsia disebabkan oleh kegagalan pembuluh darah plasenta dan kerusakan endotel, termasuk sintesa nitrat oksida atau bioavailabilitas NO, yang berkontribusi terhadap peningkatan tekanan darah, resistensi pembuluh darah sistemik,

  

45 dan kepekaan terhadap vasopressors. Nitrit Oksida awalnya digambarkan sebagai faktor relaksan yang diturunkan endothelium derived relaxant factor ( EDRF ) adalah molekul biologis aktif terkecil yang diproduksi oleh sel endotel dan memainkan peran penting dalam proses kehidupan dasar. Nitrit oksida adalah kunci pengatur elastisitas pembuluh darah dan tekanan darah, menghapuskan aktivitas beracun ion superoksida, menghambat adhesi dan aktivasi agregasi platelet, bertindak sebagai antikoagulan dan substansi antiaterogenik. Nitrit oksida berkontribusi pada vasodilatasi pembuluh darah dan penurunan resistensi pembuluh darah selama kehamilan normal. Nitrit oksida diproduksi dalam sel endotel utuh oleh sintesa endotel NO (eNOS) sebagai enzim dari L-arginine. Preeklampsia dikaitkan dengan gangguan uteroplasenta selama kehamilan dan kelainan pada jalur sintesa endotel nitrit oksida (eNOS). Namun, mekanisme yang terkait dengan perubahan pembentukan Nitrit oksida dalam kehamilan dengan komplikasi preeklampsia belum dipahami dengan baik, apakah kekurangan eNOS berperan dalam kejadian preeklampsia. Penelitian terhadap hewan menunjukkan bahwa hiperhomosisteinemia mempengaruhi dinding pembuluh darah dan menyebabkan perubahan pada endotel dan proliferasi otot polos. Hal ini mungkin menjadi penyebab perubahan dan lesi sel endotel pembuluh darah akibat fibrosis yang menghasilkan aktivasi trombogenesis, perubahan dalam sistem koagulasi dan aktivasi platelet meningkat dimana perubahan tersebut terjadi pada preeklampsia. Hiperhomosisteinemia juga berperan dan mempengaruhi

  44 endotel terhadap perkembangan plasenta pada preeklampsia. Dalam penelitian Marzenah (2012), menemukan peningkatan kadar serum homosistein dan dimethylarginine asimetris pada kehamilan preeklampsia mulai onset awal dan akhir dibandingkan dengan kehamilan

  44

  nomal. Gangguan homosistein–ADMA-NO setidaknya berperan atas etiologi preeklampsia dan bisa dianggap sebagai penanda keparahan penyakit. Karena ADMA merupakan mediator disfungsi endotel dalam

  44

  hiperhomosisteinemia. Menurut De Falco dkk (2000), dalam penelitiannya hiperhomosisteinemia selama kehamilan menyebabkan

  46

  komplikasi kehamilan yang sangat serius. Seperti disebutkan sebelumnya, Hcy merangsang pembentukan thrombin pada endotel

  47

  vaskular serta berperan dalam proses aterogenesis. Berdasarkan penelitian Arpita (2012), pada preeklampsia didapati peningkatan homosistein dibandingkan kehamilan normal (19,96 ± 6,43 μmol/L vs 13,45 ± 4,40 μmol/L) dan menyatakan cedera endotel berkontribusi pada patogenesis preeklampsia. Dimana endotel pembuluh darah wanita hamil mungkin lebih sensitif terhadap homosistein. Oleh karena peningkatan tHcy dapat menyebabkan cedera endotel dan aktivasi berbagai faktor

  12,45 yang akhirnya menghasilkan preeklampsia. Gambar 5. Alur hubungan homosistein dengan preeklampsia.

  44 Genetic polymorphism

Nutrition

deficiencies

MTHFR

  CBS MS

↓ Folat

↓ Vitamin

  

B12

↓ Vitamin B6

Choline Betaine

  Dimethyl glicine Betaine methyl transferas

  Folate THF 5,10-methilen THF MTHFR

  5-methyl THF Vit B12 MS

  Homocysteine Cysteine Vitamin B6 CBS

  Methionine High Concentration Homocysteine

  Oxidative stress Endotelial dysfunction

  HIpertension and proteinuria Preeclampsia

  Etiologic Factor

  Clinical Manisfestation Pathofisiology

2.6. Kerangka Teori

  • Folat - Vitamin B12
  • Vitamin B6<>MTHFR
  • CBS
  • MS Defisiensi nutrisi
  •   Variabel yang diteliti Homosistein

      Homosistein Stress oksidatif

      Disfungsi endotel Hipertensi dan proteinuria

      Preeklampsia ringan Preeklampsia berat

      Eklampsia Sindroma HELLP sistein metionin

      Kelainan Genetik

    2.7. Kerangka Konsep

      Keparahan Preeklampsia : Kadar homosistein -Preeklampsia ringan

    • Preeklampsia berat
    • Eklam
    • Sindroma HELLP Variabel bebas Variabel tergantung

Dokumen yang terkait

Perbedaan Kadar Serum Adiponektin Pada Hamil Preeklampsia Berat Dan Hamil Normal Di RSUP.H.Adam Malik, RSUD.Dr.Pirngadi Dan RS Jejaring FK USU Medan

5 69 82

Kadar Homosistein Dengan Keparahan Preeklampsia Di RSUP.H.Adam Malik Dan RS Jejaring FK USU Medan

2 75 89

Perbandingan Kadar Malondialdehid (Mda) Pada Preeklampsia Berat Dan Kehamilan Normal DI RSUP. H. Adam Malik Medan Dan RS Jejaringnya

1 60 13

Perbedaan Kadar Glutation Peroksidase Pada Abortus Imminens Dan Hamil Normal Trimester I DI RSUP.H.Adam Malik, RS Jejaring FK USU Dan RS.Swasta Medan

1 103 105

Perbandingan Keluhan Pada Paramedis Masa Perimenopause Dan Pascamenopause Dengan Menggunakan Menopause Rating Scale Di RSUP Haji Adam Malik Medan Dan RS Jejaring FK USU

10 83 139

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Mioma Uteri - Analisis Faktor Risiko Pasien Mioma Uteri Di RSUP. H. Adam Malik Medan Dan RS Jejaring

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BATASAN PERSALINAN ABNORMAL - Determinan Faktor Risiko Dalam Terjadinya Persalinan Dengan Tindakan Di RSUP.H.Adam Malik Medan Dan RSUD.Dr.Pirngadi Medan Selama Tahun 2012

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi - Perbandingan Kadar Kalium Darah Antara Penderita Preeklampsia Berat/Eklampsia Dengan Kehamilan Normal

0 1 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia - Ekspresi Protein pada Kehamilan Preeklampsia Berat/Eklampsia dengan Kehamilan Normatens

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia 2.1.1 Definisi - Perbedaan Kadar Serum Adiponektin Pada Hamil Preeklampsia Berat Dan Hamil Normal Di RSUP.H.Adam Malik, RSUD.Dr.Pirngadi Dan RS Jejaring FK USU Medan

0 0 24