Identifikasi IPAL Sesuai Sebagai Syarat
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang penulisan ini,
tujuan penelitian, metodologi penelitian, serta keluaran yang di harapkan.
1.1. Latar Belakang
Industri tekstil merupakan salah satu sektor industri yang
diproritaskan di provinsi Jawa Barat dan selama ini telah mendukung
kebutuhan tekstil di Indonesia. Namun pada tahun 2015 yang lalu,
berdasarkan data Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, Provinsi
Jawa Tengah telah menggantikan kedudukan Provinsi Jawa Barat
sebagai provinsi utama tujuan industri tekstil dengan nilai investasi 4,6
triliun Rupiah. Saat ini investasi industri tekstil Provinsi Jawa Barat
hanya bernilai 2,8 triliun Rupiah.
Menurut data statistik Jawa Barat dalam Angka 2016, industri
tekstil Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan, dibuktikan dengan
laju pertumbuhan PDRB sektor industri tekstil yang menurun dari 15,41%
di tahun 2014 menjadi 12,63% di tahun 2015. Walaupun mengalami
kenaikan nilai PDRB sebesar 6,42% di tahun 2014 menjadi 6,57% di tahun
2015, namun kenaikan nilai PDRB ini tidak bersifat signifikan dan
cenderung menurun tiap tahunnya. Hal ini menandakan bahwa perlu
diadakan pembenahan agar sektor industri tekstil yang selama ini
berpusat di Provinsi Jawa Barat dapat berkembang kembali.
Mundurnya industri sektor tekstil ini dapat disebabkan oleh
menurunnya daya dukung lingkungan sentral industri tekstil di Bandung
Raya. Hal ini didukung langsung oleh Kementrian Perindustrian Republik
Indonesia bahwa saat ini, kualitas dan kuantitas sumber daya air yang
semakin menurun memberikan dampak negatif terhadap sektor industri.
Selain itu, kawasan Bandung Raya dinilai telah terlalu padat sehingga
perindustrian tekstil kurang terlaksana dengan leluasa.
1
Oleh sebab itu, sejak tahun 2012 telah terdapat rencana
pengembangan kawasan sentral industri tekstil baru yang mandiri di
Kabupaten Majalengka. Rencana ini didukung dengan adanya rencana
pengembangan kawasan Metropolitan Cirebon Raya yang berimbas
langsung terhadap pengembangan jaringan infrastruktur dan jalan di
Kabupaten Majalengka. Selain itu, sumber daya air tanah yang ada
dinilai berpotensi baik untuk mendukung industri tekstil. Saat ini, telah
terdapat 22 pabrik tekstil baru yang telah menyerap lebih dari 8000
tenaga kerja di Kabupaten Majalengka.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesi No. 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah, sektor
industri tekstil merupakan salah satu sektor industri yang harus memiliki
unit pengelolaan limbah. Namun selama ini terdapat banyak industri
tekstil berskala kecil-mikro, serta rumah tangga yang tidak memiliki
instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Hal ini disebabkan tingginya
biaya pembangunan dan pemeliharaan sistem instalasi tersebut. Dengan
kondisi ini, industri tekstil dan garment dinilai tidak ramah lingkungan
sebab dapat mencemari sumber daya air yang ada.
Untuk mengatasi kemungkinan permasalahan lingkungan ini,
direncanakanlah pengembangan unit instalasi pengolahan air limbah
(IPAL) komunal yang terintegrasi, sehingga dapat digunakan oleh banyak
satuan industri kecil maupun rumah tangga yang ada. Rencana ini dinilai
sangat efektif sebab dalam proses pengawasannya dapat dilaksanakan
dengan mudah dan dapat menciptakan aglomerasi satuan sentra industri
tekstil baru, terdiri dari sejumlah pabrik industri kecil yang semakin
terpusat.
Rencana ini dinilai penting, sebab sebelum sektor industri tekstil
di Kabupaten Majalengka tumbuh dengan pesat, pemerintah dan
masyarakat harus peka terhadap keamanan dan kesehatan lingungan,
disertai dengan identifikasi mendalam mengenai lokasi yang sesuai
berdasarkan peraturan dan standar yang berlaku agar sentra industri di
Kabupaten Majalengka ini dapat benar-benar berlangsung secara
produktif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
2
1.2. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi
yang sesuai untuk pengembangan instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
peruntukan industri tekstil sebagai syarat pengelolaan lingkungan
aglomerasi sejumlah satuan industri tekstil di Kabupaten Majalengka,
Provinsi Jawa Barat.
1.3. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan pada penulisan ini adalah
metode analisis sistem informasi geografis dengan menggunakan
software ArcGIS. Beberapa cara analisis yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1.3.1. Attribute Query
Attribute query merupakan fitur yang digunakan untuk menyeleksi
fitur-fitur tertentu dalam layer berdasarkan atribut yang dipilih.
Attribute query dapat dilakukan dengan mengklik Select by
Attribute pada pilihan menu bar Selection. Kemudian, lakukan
operasi ekspresi query yang diinginkan.
GAMBAR 1.3.1. Tampilan jendela select by attribute
Sumber : ArcMap, 2016
3
1.3.2. Merge
Fitur Merge merupakan fitur yang dapat digunakan untuk
menyatukan beberapa kumpulan data sejenis menjadi satu dataset
saja. Fitur ini tidak memotong bentuk geometris dari data yang ada
sehingga kumpulan data akan tetap saling terkait, bahkan overlap
antar satu sama lain. Fitur ini dapat digunakan dalam menu bar
Geoprocessing dengan memilih fitur Merge.
GAMBAR 1.3.2 Gambaran Penggunaan Fitur Merge
Sumber : http://pro.arcgis.com/ (diakses 31 Oktober 2016 pukul
1:17)
Ketentuan untuk merge yaitu :
1) Input berupa titik, kumpulan datanya harus berupa titik
pula.
2) Input berupa garis, kumpulan datanya harus berupa garis
pula.
3) Input berupa polygon, kumpulan datanya harus berupa
polygon pula.
4
1.3.3. Intersect
Fitur ini digunakan untuk menggabungkan dua data spasial. Berikut
merupakan gambaran penggunaan fitur intersect. Fitur ini dapat
dilakukan dengan menglik menu bar geoprocessing > intersect.
GAMBAR 1.3.3 Gambaran Penggunaan Fitur Intersect
Sumber : http://pro.arcgis.com/ (diakses 31 Oktober 2016 pukul
1:23)
1.3.4. Buffer
Fitur ini digunakan untuk membuat suatu luasan dari input titik,
garis atau polygon dengan acuan delineasi jarak tertentu. Misalnya
digunakan dalam mencari luasan sempadan sungai atau aliran
daerah sungai. Fitur ini dapat digunakan dengan mengklik menu bar
geoprocessing > buffer.
GAMBAR 1.3.4 Gambaran Penggunaan Fitur Buffer
Sumber : http://pro.arcgis.com/ (diakses 31 Oktober 2016 pukul
1:23)
5
1.3.5. Erase
Fitur ini digunakan untuk membuat suatu layer baru dengan cara
menimpa input yang dapat berupa titik, garis, maupun poligon
dengan suatu erase feature tertentu menghasilkan layer output
feature baru. Fitur ini dapat dilakukan dengan cara mengklik
Arctoolbox > Analysis tools > Overlay > Erase.
GAMBAR 1.3.5 Gambaran Penggunaan Fitur Erase
Sumber : http://pro.arcgis.com/ (diakses 31 Oktober 2016 pukul
1:34)
1.3.6. Dissolve
Fitur ini digunakan untuk menyatukan suatu elemen tertentu yang
memiliki atribut terpilih yang sama. Fitur ini dapat dilakukan
dengan cara mengklik Geoprocessing menu bar, kemudian pilih
Dissolve.
GAMBAR 1.3.6 Gambaran Penggunaan Fitur Dissolve
Sumber : http://pro.arcgis.com/ (diakses 31 Oktober 2016 pukul
1:38)
6
1.4. Keluaran
Keluaran dari laporan PDS ini adalah peta lokasi-lokasi yang
sesuai guna pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah peruntukan
industri tekstil di Kabupaten Majalengka. Dari peta ini diharapkan dapat
diketahui
lokasi
mana
saja
yang
sesuai
untuk
dilakukannya
pembangunan IPAL yang aman dari segi lingkungan.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Bagian pendahuluan memuat tentang latar belakang dari penulisan
laporan ini serta tujuan, metodologi, keluaran, dan sistematika
penulisan laporan.
BAB II Gambaran Wilayah
Bagian gambaran wilayah memaparkan mengenai peta administrasi dan
gambaran umum dari daerah yang di pilih.
BAB III Analisis
Bagian analisis memuat tentang elemen peta yang digunakan, langkah –
langkah pengerjaan, hasil akhir analisis berupa peta yang dibuat
menggunakan ArcGIS.
BAB IV Kesimpulan
Bagian kesimpulan memaparkan kesimpulan yang didapatkan dari
analisis sistem informasi geografis.
7
BAB II
GAMBARAN WILAYAH
2.1 Gambaran Umum Geografi
GAMBAR 2.1.1 Peta Administratif Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis Arcmap, 2016)
Kabupaten Majalengka terletak di bagian timur Provinsi Jawa
Barat, membujur antara 108 12’ BT hingga 108 25’ BT dan melintang
antara 6 43’ LS hingga 7 03’ LS. Luas Kabupaten Majalengka adalah
1.204,24 km2 dengan persentase hanya 2,71% dari keseluruhan luas
Provinsi Jawa Barat. Jarak dari ibukota Provinsi Jawa Barat, Kota
Bandung menuju Kabupaten Majalengka adalah sekitar 110 km,
sedangkan jarak dari ibukota nasional menuju Kabupaten Majalengka
adalah sekitar 300 km. Berikut merupakan batas-batas administrasi
Kabupaten Majalengka.
8
1. Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu.
2. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan
Kabupaten Kuningan.
3. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan
Kabupaten Tasikmalaya.
4. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang.
Berdasarkan
Kabupaten
Majalengka
dalam
Angka
2016,
Kabupaten Majalengka terdiri atas 26 kecamatan dengan total 13
kelurahan dan 330 desa dengan rincian sebagai berikut.
TABEL 2.1.1 Luas Administratif Kecamatan di Kabupaten Majalengka
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Kecamatan
Lemahsugih
Bantarujeg
Malausma
Cikijing
Cingambul
Talaga
Banjaran
Argapura
Maja
Majalengka
Cigasong
Sukahaji
Sindang
Rajagaluh
Sindangwangi
Leuwimunding
Palasah
Jatiwangi
Dawuan
Kasokandel
Panyingkiran
Kadipaten
Kertajati
Jatitujuh
Ligung
Sumberjaya
JUMLAH
Jumlah Desa
19
13
11
15
13
17
13
14
18
4
7
13
7
13
10
14
13
16
11
10
9
7
14
15
19
5
330
Jumlah Kelurahan
10
3
13
Luas (km2)
78,64
66,52
45,04
43,54
37,03
43,5
41,98
60,56
65,21
57
24,17
32,52
23,97
34,37
31,76
32,46
38,69
40,03
23,8
31,61
22,98
21,86
138,36
73,66
62,25
32,73
1204,24
(Sumber : Kabupaten Majalengka dalam Angka, 2016)
9
2.2 Struktur Ruang Kabupaten Majalengka
GAMBAR 2.2.1 Peta Struktur Ruang Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis Arcmap, 2016)
Gambar 2.2.1 diatas menunjukkan gambaran struktur ruang
Kabupaten
Majalengka
yang
tertuang
dalam
RTRW
Kabupaten
Majalengka tahun 2011 hingga 2031. Kabupaten Majalengka memiliki 1
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), 6 Pusat Kegiatan Lokal (PKL), 13 Pusat
Pelayanan Kawasan, dan 2 Pusat Pelayanan Lokal. Peta diatas
menunjukkan pula titik rencana bandara dan terminal terpadu, serta
rencana jaringan lokal diantaranya jalan tol, rel kereta api, jalan lingkar
luar, dan jalan konektor primer. Dengan dibentuknya aturan terkait
struktur ruang, kegiatan perindustrian dapat semakin berkembang
seiring
dengan
dikembangkannya
rencana
pembangunan
jaringan
infrastruktur baru dan terpadu di kabupaten ini.
10
2.3 Pola Ruang Kabupaten Majalengka
GAMBAR 2.3.1 Peta Pola Ruang Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis, 2016)
Gambar 2.3.1 diatas menunjukkan gambaran pola pemanfaatan
ruang Kabupaten Majalengka yang tertuang dalam RTRW Kabupaten
Majalengka tahun 2011 hingga 2031. Kabupaten Majalengka telah
menetapkan 39,19% dari luas keseluruhan guna kawasan lindung yang
berupa hutan dan kawasan lindung luar hutan. Pemanfaatan ruang untuk
industri telah ditetapkan untuk dikembangkan dalam luasan kurang lebih
1324 hektar. Untuk industri skala kecil dan mikro, telah ditetapkan akan
diselenggarakan secara terpadu di Kecamatan Kertajati.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Kabupaten Majalengka tahun
2011 hingga 2031, diperbolehkan untuk menyelenggarakan kegiatan
industri skala rumah tangga di kawasan permukiman. Kawasan
permukiman sendiri telah ditetapkan untuk dikembangkan seluas 9.480
hektar di daerah perkotaan dan 3.975 hektar di daerah pedesaan.
Industri skala rumah tangga di kawasan permukiman ini tetap
11
disyaratkan untuk memiliki sistem pengolahan limbah jika tergolong
dalam industri penghasil limbah buangan (seperti industri tekstil ;
batik), sebelum dibuang kembali dalam keadaan ramah lingkungan.
2.4 Gambaran Umum Industri Tekstil Kabupaten Majalengka
Berdasarkan
Kementrian
Perindustrian
Republik
Indonesia,
Kabupaten Majalengka akan dijadikan pusat perindustrian tekstil baru di
Indonesia. Dibangunnya infrastruktur berupa bandara baru merupakan
penyokong kuat dikembangkannya pusat industri tekstil ini sebab dapat
memudahkan akses ke kawasan perindustrian tersebut. Saat ini, telah
disediakan lahan peruntukkan industri terpadu seluas 3.500 hektar di
Kabupaten Majalengka yang dapat membuka peluang bagi pabrik-pabrik
industri baru terutama tekstil untuk berinvestasi di dalamnya.
Pada tahun 2013, telah ada 22 pabrik tekstil baru yang berdiri di
Kabupaten Majalengka. Seiring dengan bertambahnya jumlah pabrik
baru, pemerintah pun berencana untuk membangun pusat pelatihan bagi
pekerja
industri
tekstil
agar
semakin
terampil
dalam
bekerja.
Diperkirakan, dengan semakin berkembangnya pusat perindustrian
tekstil ini, jumlah pekerja yang dapat diserap dapat mencapai hingga
16.000 jiwa pekerja. Hal ini tentu merupakan hal yang positif bagi
masyarakat Kabupaten Majalengka.
Namun, berdasarkan Rencana Tata Ruang Kabupaten Majalengka,
saat ini hanya terdapat 2 pabrik tekstil yang memiliki instalasi
pengolahan air limbah (IPAL). Padahal menurut peraturan pemerintah,
setiap satuan industri yang menghasilkan buangan limbah harus memiliki
sistem pengolahan limbah agar tidak berdampak negatif terhadap
lingkungan. Pengembangan pusat industri tekstil baru seiring dengan
dikembangkannya Kawasan Metropolitan Cirebon Raya harus benarbenar
memperhatikan
aspek
lingkungan
dan
sudah
seharusnya
pemerintah meninjau dengan teliti setiap satuan industri yang ada agar
nantinya tidak mencemari lingkungan dan merugikan masyarakat.
12
BAB III
ANALISIS
3.1 Elemen Peta
Elemen peta yang digunakan dalam penentuan lokasi Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) peruntukkan industri tekstil di Kabupaten
Majalengka adalah Peta Guna Lahan, Peta Kawasan Lindung, Peta
Jaringan Jalan, Peta Kebijakan Air Tanah, dan Peta Rawan Bencana.
3.1.1
Peta Guna Lahan
GAMBAR 3.1.1 Peta Guna Lahan Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis Arcmap, 2016)
Peta Guna Lahan memuat informasi mengenai peruntukkan
kawasan-kawasan di Kabupaten Majalengka, diantaranya kawasan
peruntukan
industri,
perdagangan
dan
jasa,
serta
peruntukan
permukiman. Industri tekstil berskala makro dan menengah dapat
13
dibangun di kawasan perindustrian, sedangkan industri tekstil berskala
kecil dan mikro, serta rumah tangga dapat dibangun di kawasan
peruntukan permukiman dengan syarat telah memiliki satuan alat atau
sistem pengolahan limbah.
Peta guna lahan ini bersumber dari peta rupa bumi Indonesia
yakni shapefile pola ruang MCR yang kemudian diintersect dengan
shapefile Majalengka. Setelah itu dilakukan prosedur dissolve. Terakhir,
dilakukan prosedur select by attribute untuk memilih ruang peruntukan
industri,
perdagangan
dan
jasa,
serta
permukiman.
Beri
nama
“GUNA_LAHAN.shp” saat meng-export menjadi data layer shp baru.
Lahan tersebut merupakan lahan yang berpotensi menjadi lokasi IPAL.
3.1.2
Peta Kawasan Lindung
GAMBAR 3.1.2 Peta Kawasan Lindung Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis Arcmap, 2016)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 tentang
Pengelolaan
Limbah
B3,
termasuk
didalamnya
limbah
tekstil,
14
pengelolaan limbah harus berada diluar kawasan lindung. Kawasan
lindung yang dimaksud antara lain kawasan hutan lindung, kawasan
lindung geologi, kawasan lindung lainnya, kawasan suaka dan cagar
alam, kawasan perlindungan dibawah, dan kawasan bencana. Kawasan
lindung yang dimaksud ini merupakan kawasan yang tidak boleh
dibangun berdasarkan Rencana Tata Ruang Kabupaten Majalengka dari
tahun 2011 hingga 2031. Hal ini disebabkan adanya potensi dampak
buruk seperti pencemaran ataupun perubahan kualitas lingkungan
apabila kawasan tersebut dijadikan daerah terbangun.
Peta kawasan lindung ini bersumber dari peta rupa bumi
Indonesia yakni shapefile pola ruang MCR yang kemudian diintersect
dengan shapefile Majalengka. Setelah itu dilakukan prosedur dissolve.
Terakhir, dilakukan prosedur select by attribute untuk memilih kawasan
lindung yang dimaksud. Simpan menjadi shp baru dengan meng-export
data, dan beri nama “Kawasan_Lindung.shp”. Kawasan tersebut
merupakan
kawasan
yang
tidak
diperbolehkan
untuk
dilakukan
pembangunan IPAL terpadu.
3.1.3
Peta Jaringan Jalan
GAMBAR 3.1.3 Peta Jaringan Jalan Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis Arcmap, 2016)
15
Berdasarkan
Peraturan
dari
Badan
Pengendalian
Dampak
Lingkungan Nasional Nomor : Kep – 03/BAPEDAL/09/1995, ditetapkan
mengenai Pengelolaan Limbah B3, termasuk didalamnya limbah tekstil,
bahwa lokasi pengolahan limbah harus setidaknya berjarak 150 meter
dari jalan arteri dan setidaknya berjarak 50 meter dari jalan lainnya.
Persyaratan ini dimaksudkan agar pengolahan limbah tidak mengganggu
aktivitas
transportasi
yang
merupakan
aktivitas
esensial
bagi
masyarakat.
Peta jaringan jalan ini bersumber dari beberapa shapefile peta
rupa bumi Indonessia yakni shapefile jalan RBI dan jalan infrastruktur.
Namun, dilakukan digitasi untuk menambahkan rencana jalan lingkar
luar, rencana jalan arteri primer, dan rencana jalur kereta api.
Penambahan ini sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kabupaten
Majalengka dari tahun 2011 hingga 2031. Setelah itu, dari shapefile
rencana jalan 2025, dilakukan prosedur intersect dengan shapefile
polygon Kabupaten Majalengka untuk menampilkan rencana jalan pada
Kabupaten Majalengka saja.
Kemudian dilakukan prosedur dissolve
untuk menyatukan data dengan keterangan atribut yang sama.
3.1.4
Peta Kebijakan Air Tanah
GAMBAR 3.1.4 Peta Kebijakan Air Tanah Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis Arcmap, 2016)
16
Menurut pasal 35 Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999
tentang Pengelolaan Limbah B3, seluruh industri termasuk industri
tekstil harus memiliki sistem pengolahan limbah yang letaknya harus
diluar kawasan resapan air. Hal ini disebabkan limbah berfasa air dapat
menginfiltrasi tanah dan akhirnya mencemari luasan air tanah yang
seharusnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara aman dan sehat
untuk berkegiatan. Limbah industri tekstil kebanyakan berfasa cair dan
berbahaya apabila terinfiltrasi masuk kedalam tanah dan bercampur
dengan air tanah.
Peta kebijakan air tanah ini mengatur kawasan mana saja yang
boleh dimanfaatkan air tanahnya. Kawasan tersebut merupakan daerah
yang tergolong daerah aman. Namun, daerah lainnya yaitu daerah zona
rawan dan daerah resapan merupakan daerah yang harus dilindungi dan
harus jauh dari lokasi pengolahan limbah sebab daerah tersebut
merupakan daerah lindung yang kondisi air tanahnya harus benar-benar
terjaga dan tidak boleh dimanfaatkan secara bebas oleh masyarakat.
Peta ini dibuat dengan menggunakan peta rupa bumi Indonesia
yaitu shapefile Kebijakan Air Tanah yang sebelumnya telah diintersect
dengan shapefile polygon Kabupaten Majalengka untuk menampilkan
kebijakan air tanah hanya untuk delineasi Kabupaten Majalengka.
Setelah itu, dilakukan prosedur dissolve untuk menyatukan data yang
atributnya sama sehingga data menjadi lebih sederhana. Terakhir,
dilakukan prosedur select by attribute untuk menyeleksi data yang
diperlukan saja, yakni daerah bukan cekungan, daerah aman, zona
rawan, dan daerah resapan. Simpan data menjadi shapefile baru dengan
cara
mengexport
data
dan
memberi
nama
dengan
judul
“Kondisi_Dissolve.shp”.
Untuk membuat peta kawasan yang tidak boleh dibangun IPAL
terpadu, lakukan prosedur select by attribute untuk menyeleksi data
daerah aman, zona rawan, dan daerah resapan. Simpan data menjadi
shapefile baru dengan cara mengexport data dan memberi nama dengan
judul “RawanAirTanah.shp”.
17
3.1.5
Peta Daerah Rawan Bencana
GAMBAR 3.1.5 Peta Daerah Rawan Bencana Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis Arcmap, 2016)
Persyaratan utama untuk penentuan lokasi sesuai untuk IPAL
(Instalasi Pengolahan Air Limbah) terutama untuk industri tekstil yang
berupa limbah B3, mensyaratkan bahwa lokasi harus bukan di daerah
rawan bencana. Persyaratan ini tertuang dalam Rencana Tata Ruang
Kabupaten Majalengka tahun 2011 hingga 2031 bahwa lokasi pengolahan
air limbah haruslah aman dari bencana. Didukung pula oleh Peraturan
Pemerintah No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 yang juga
mensyaratkan bahwa lokasi pengolahan limbah B3 haruslah bebas dari
kerawanan bencana, baik banjir, gempa, longsor, maupun aktivitas
vulkanik.
Peta Daerah Rawan Bencana ini bersumber dari beberapa
shapefile peta rupa bumi Indonessia yakni shapefile Bencana Gempa,
Bencana Gerakan Tanah, dan Bencana Gunung Api. Masing-masing
18
shapefile dilakukan prosedur intersect dengan shapefile polygon
Majalengka untuk menampilkan setiap jenis bencana di Kabupaten
Majalengka. Kemudian, dilakukan prosedur dissolve untuk menyatukan
data atribut yang sama sehingga data menjadi lebih sederhana.
Kemudian, pada setiap shapefile yang telah di-intersect dan dissolve,
dilakuka prosedur select by attribute untuk memilih data polygon
daerah rawan setiap jenis bencana. Terakhir, dilakukan prosedur merge
untuk menyatukan setiap jenis bencana dan menjadikannya dalam satu
peta. Simpan data menjadi shapefile baru dengan cara mengexport data
dan memberi nama dengan judul “Rawan Bencana Merge.shp”.
3.2
Aturan dan Pertimbangan Analisis
Berdasarkan Ayat 6 Pasal 76 Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Majalengka tahun 2011 hingga 2031, Setiap industri yang
menghasilkan limbah beracun harus memiliki prasarana pengolahan
limbah tersendiri. Pada Pasal 90 dijelaskan bahwa diperbolehkan
menggunakan prasarana pengolahan limbah terpadu dengan lokasi
pabrik yang berdekatan. Dalam kasus ini, akan dilakukan analisis untuk
menentukan lokasi yang berpotensi sesuai untuk menjadi lokasi
pengolahan limbah terpadu, yakni berupa Instalasi Pengolahan Air
Limbah bagi industri tekstil skala kecil, mikro, dan RT agar kemudian
dapat membentuk kawasan aglomerasi terpadu.
Berikut merupakan peraturan yang dicantumkan dalam RTRW
Kabupaten Majalengka terkait pengolahan limbah cair dan menurut
Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
B3.
1. Lokasi pengelolaan dan pengolahan tidak berada dalam
kawasan rawan bencana dan berada diluar kawasan lindung.
2. Merupakan kawasan yang ditetapkan oleh RTRW sebagai
kawasan industri dan kawasan permukiman (bagi skala RT).
3. Tidak merupakan daerah resapan air tanah. Berjarak 100
meter dari sungai utama.
19
4. Berjarak 150 meter dari jalan tol atau jalan arteri. Dan
berjarak 50 meter dari jalan lainnya.
Berdasarkan peraturan diatas, dilakukanlah beberapa prosedur
dalam aplikasi ArcMap untuk mengidentifikasi lokasi yang sesuai guna
pembangunan instalasi pengolahan air limbah terpadu di Kabupaten
Majalengka.
3.3 Diagram Alur
Berdasarkan aturan dan pertimbangan analisis diatas, akan
dilakukan identifikasi sederhana kondisi rawan bencana, kebijakan air
tanah, sempadan sungai, sempadan jalan, guna lahan, dan kawasan
lindung. Menggunakan shapefile sungai utama, akan dilakukan
prosedur buffer untuk membentuk area sempadan sungai. Begitu pula
dengan shapefile kumpulan jalan utama (terdiri dari tol dan jalan
arteri) serta jalan sekunder (terdiri dari jalur rel kereta api, jalan
koletor primer, dan jalan lingkar luar), akan dilakukan prosedur
buffer untuk menentukan area sempadan jalan.
Setelah itu akan dilakukan prosedur merge membentuk
kawasan yang tidak boleh dibangun IPAL terpadu dengan shapefile
rawan bencana, kebijakan air tanah, dan kawasan lindung. Setelah
itu, akan dilakukan prosedur erase dengan input feature batasan
delienasi Majalengka dan erase feature kawasan tidak boleh dibangun
yang telah dibuat sebelumnya untuk menentukan kawasan yang boleh
dibangun. Terakhir, dilakukan prosedur intersect dengan shapefile
guna ruang agar IPAL terpadu yang diidentifikasi sesuai dengan pola
guna ruang yang telah ditetapkan.
20
GAMBAR 3.3 DIAGRAM ALUR
Buffer 150 m
Jalan Utama
Jalan Sekunder
Sempadan Utama
Buffer 50 m
Sempadan
Merge
Sempadan Sekunder
Jalan
Buffer 100 m
Sungai Utama
Sempadan Sungai
Merge
Kawasan
Daerah Rawan Bencana
Merge
Daerah Lindung
Dilarang Membangun
Merge
IPAL
Daerah Lindung Air Tanah
Erase;
Batas Delienasi
Input Feature
Erase;
Erase Feature
Kab. Majalengka
Kawasan Sesuai
IPAL Terpadu
Peta Final
Intersect
Guna Lahan
(Sumber : Diagram Alur Tahap Pengerjaan Laporan, 2016)
21
3.4 Tahapan Pengerjaan
Tahapan pengerjaan dilakukan dengan memanfaat peta yang telah
ada sebelumnya, yakni peta guna lahan, peta kawasan lindung, peta
jaringan jalan, peta kebijakan air tanah, dan peta daerah rawan
bencana dengan rincian sebagai berikut.
1) Buka aplikasi ArcMap.
2) Memasukkan data yang dibutuhkan, antara lain elemen peta
jaringan jalan, peta rawan bencana, peta kebijakan air tanah,
peta kawasan lindung, dan peta guna lahan yang telah dibuat
sebelumnya.
3) Menentukan Coordinate System, dengan cara mengklik menu
bar View kemudian Data Frame Properties. Setelah muncul
jendela
baru,
pilih
bar
Coordinate
System,
Projected
Coordinate System, dan di dalamnya pilih WGS 1984 UTM Zone
48S.
4) Membuat peta dasar Kabupaten Majalengka, dengan cara
menggunakan data Batas_Kab_Kota_5_Wilayah.shp kawasan
MCR, kemudian melakukan prosedur Select by Attribute
dengan rumus : "KABKOTA" = 'KAB. MAJALENGKA'. Kemudian
meng-export
agar
menjadi
layer
baru
bernama
“MAJALENGKA.shp”.
5) Membuat layer sungai utama yang ada
di Kabupaten
Majalengka dengan cara menggunakan metode geoprocessing
intersect antara shapefile Majalengka dan shapefile Sungai
Utama.shp.
6) Membuat area sempadan sungai, yakni dengan lebar 100
meter di kiri dan kanan sungai dengan menggunakan prosedur
buffer.
22
GAMBAR 3.4.1 Hasil Sempadan Sungai Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis ArcMap, 2016)
7) Untuk membuat area sempadan jalan dengan data peta
jaringan jalan yang telah dibuat sebelumnya, pertama-tama
dilakukan prosedur Merge untuk mengelompokkan jalan utama
dan jalan sekunder. Untuk jalan utama, data yang dimerge
adalah jalan arteri dan jalan tol, sedangkan jalan sekunder
yakni jalan kolektor, rel kereta api,
rencana jalan lingkar
luar, rencana jalan kolektor primer, dan rencana rel kereta
api.
8) Melakukan prosedur buffer. Untuk jalan utama, delineasi
lebar yang digunakan adalah 150 meter sepanjang kiri dan
kanan, sedangkan untuk jalan sekunder adalah 50 meter
sepanjang kiri dan kanan.
9) Untuk memudahkan proses selanjutnya, gunakan proses Merge
untuk hasil buffer jalan utama dan jalan sekunder.
23
GAMBAR 3.4.2 Hasil Sempadan Jalan Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis ArcMap, 2016)
10) Satukan shapefile kawasan rawan bencana, kawasan yang air
tanahnya
tidak
boleh
dimanfaatkan,
kawasan
lindung,
sempadan sungai, dan sempadan jalan untuk membuat
kawasan yang tidak boleh dibangun IPAL terpadu dengan
menggunakan prosedur Merge.
24
GAMBAR 3.4.3 Hasil Merge Kawasan yang Tidak Boleh Dibangun IPAL
Terpadu di Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis ArcMap, 2016)
11) Selanjutnya, lakukan prosedur erase untuk membuat daerah
yang berpotensi dibangun IPAL terpadu. Input Feature yang
digunakan adalah shapefile delienasi Kabupaten Majalengka
yaitu Majalengka.shp dengan Erase Feature shapefile kawasan
yang tidak boleh dibangun IPAL sebelumnya.
25
GAMBAR 3.4.4 Daerah Berpotensi Lokasi IPAL Terpadu
(Sumber : Hasil Analisis ArcMap, 2016)
12) Terakhir,
lakukan
prosedur
intersect
antara
kawasan
berpotensi dibangunnya IPAL sebelumnya dengan shapefile
guna ruang.
26
GAMBAR 3.4.5 Daerah yang Boleh Dibangun Menjadi Lokasi IPAL Terpadu
(Sumber : Hasil Analisis ArcMap, 2016)
27
3.5 Hasil Akhir
Hasil akhir yang diperoleh dari identifikasi karya ilmiah ini
adalah sebuah peta yang menggambarkan lokasi yang berpotensi
dijadikan lokasi Instalasi Pembuangan Air Limbah bagi industri tekstil
skala kecil dan mikro, serta rumah tangga sebagai syarat RTRW
Kabupaten Majalengka tahun 2011 hingga 2031 bahwa setiap unit
industri termasuk tekstil harus memiliki unit pengolahan limbah.
GAMBAR 3.5.1 Hasil Identifikasi Lokasi IPAL Terpadu
(Sumber : Hasil Analisis ArcMap, 2016)
28
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan RTRW Kabupaten Majalengka tahun 2011 hingga
2031 terkait pengolahan limbah cair dan menurut Peraturan Pemerintah
No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, syarat-syarat lokasi
Instalasi Pengolahan Air Limbah yang aman dari segi lingkungan dan
kesehatan adalah sebagai berikut.
1.)Lokasi pengelolaan dan pengolahan tidak berada dalam
kawasan rawan bencana dan berada diluar kawasan lindung.
2.) Merupakan kawasan yang ditetapkan oleh RTRW sebagai
kawasan industri dan kawasan permukiman (bagi skala RT).
3.)Tidak merupakan daerah resapan air tanah. Berjarak 100
meter dari sungai utama.
4.)Berjarak 150 meter dari jalan tol atau jalan arteri. Dan
berjarak 50 meter dari jalan lainnya.
Setelah melalui proses analisis dengan menggunakan aplikasi
ArcMap GIS, didapatkan beberapa luasan lokasi yang sesuai untuk
dikembangkan menjadi lokasi IPAL industri tekstil skala kecil dan mikro
serta rumah tangga yang sesuai. Lokasi ini tersebar di 8 kecamatan,
yakni Kecamatan Kertajati, Kecamatan Ligung, Kecamatan Sumberjaya,
Kecamatan
Sindangwangi,
Kecamatan
Kadipaten,
Kecamatan
Kasokandel, Kecamatan Jatitujuh, dan Kecamatan Cigasong dengan luas
secara berurutan sebesar 110,658 hektar; 91,4693 hektar; 796,899
hektar; 181,915 hektar; 49,4717 hektar; 181,493 hektar, 1,1754 hektar;
dan 16,0136 hektar.
Dengan potensi luas yang telah disebutkan diatas, diharapkan
industri tekstil skala kecil dan mikro, serta rumah tangga dapat semakin
berkembang dengan tetap mematuhi peraturan lingkungan. Solusi bagi
biaya pembuatan dan pengelolaan IPAL mandiri yang mahal dapat diatasi
dengan penggunaan IPAL terpadu ini, sehingga industri tekstil skala kecil
dan mikro, serta rumah tangga dapat beraglomerasi untuk menggunakan
prasarana IPAL terpadu yang dikembangkan.
29
DAFTAR PUSTAKA
1) Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, 2016, Provinsi Jawa Barat
Dalam Angka 2016, Bandung : BPS Jawa Barat.
2) Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka, 2016, Kabupaten
Majalengka Dalam Angka 2016, Majalengka : BPS Majalengka.
3) Kabupaten Majalengka, 2011, Peraturan Daerah Kabupaten Majalengka
Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Majalengka Tahun 2011-2031, Majalengka : Bupati Majalengka.
4) Pemerintah RI, 1999, Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Jakarta :
Presiden RI.
5) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, 1995, Persyaratan Teknis
Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun, Jakarta : Kepala Bapenal.
6) http://endwahidin.blogspot.co.id/2013/03/letak-geografis-kabupatenmajalengka.html (diakses Minggu, 13/11/2016 pukul 10:09)
7) http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/32/
name/jawa-barat/detail/3210/majalengka (diakses Minggu, 13/11/2016
pukul 10:10)
8) http://bisnis.tempo.co/read/news/2013/07/23/089499085/majalengkaakan-jadi-kawasan-industri-tekstil (diakses Minggu, 13/11/2016 pukul
11:10)
9) http://jabar.metrotvnews.com/read/2015/02/21/361186/majalengkaberpotensi-jadi-kawasan-industri-tekstil-baru (diakses Minggu,
13/11/2016 pukul 12:14)
10) http://jabar.antaranews.com/berita/30601/industri-tekstil-jabar-akandirelokasi-ke-majalengka (diakses Minggu, 13/11/2016 pukul 12:18)
30
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang penulisan ini,
tujuan penelitian, metodologi penelitian, serta keluaran yang di harapkan.
1.1. Latar Belakang
Industri tekstil merupakan salah satu sektor industri yang
diproritaskan di provinsi Jawa Barat dan selama ini telah mendukung
kebutuhan tekstil di Indonesia. Namun pada tahun 2015 yang lalu,
berdasarkan data Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, Provinsi
Jawa Tengah telah menggantikan kedudukan Provinsi Jawa Barat
sebagai provinsi utama tujuan industri tekstil dengan nilai investasi 4,6
triliun Rupiah. Saat ini investasi industri tekstil Provinsi Jawa Barat
hanya bernilai 2,8 triliun Rupiah.
Menurut data statistik Jawa Barat dalam Angka 2016, industri
tekstil Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan, dibuktikan dengan
laju pertumbuhan PDRB sektor industri tekstil yang menurun dari 15,41%
di tahun 2014 menjadi 12,63% di tahun 2015. Walaupun mengalami
kenaikan nilai PDRB sebesar 6,42% di tahun 2014 menjadi 6,57% di tahun
2015, namun kenaikan nilai PDRB ini tidak bersifat signifikan dan
cenderung menurun tiap tahunnya. Hal ini menandakan bahwa perlu
diadakan pembenahan agar sektor industri tekstil yang selama ini
berpusat di Provinsi Jawa Barat dapat berkembang kembali.
Mundurnya industri sektor tekstil ini dapat disebabkan oleh
menurunnya daya dukung lingkungan sentral industri tekstil di Bandung
Raya. Hal ini didukung langsung oleh Kementrian Perindustrian Republik
Indonesia bahwa saat ini, kualitas dan kuantitas sumber daya air yang
semakin menurun memberikan dampak negatif terhadap sektor industri.
Selain itu, kawasan Bandung Raya dinilai telah terlalu padat sehingga
perindustrian tekstil kurang terlaksana dengan leluasa.
1
Oleh sebab itu, sejak tahun 2012 telah terdapat rencana
pengembangan kawasan sentral industri tekstil baru yang mandiri di
Kabupaten Majalengka. Rencana ini didukung dengan adanya rencana
pengembangan kawasan Metropolitan Cirebon Raya yang berimbas
langsung terhadap pengembangan jaringan infrastruktur dan jalan di
Kabupaten Majalengka. Selain itu, sumber daya air tanah yang ada
dinilai berpotensi baik untuk mendukung industri tekstil. Saat ini, telah
terdapat 22 pabrik tekstil baru yang telah menyerap lebih dari 8000
tenaga kerja di Kabupaten Majalengka.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesi No. 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah, sektor
industri tekstil merupakan salah satu sektor industri yang harus memiliki
unit pengelolaan limbah. Namun selama ini terdapat banyak industri
tekstil berskala kecil-mikro, serta rumah tangga yang tidak memiliki
instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Hal ini disebabkan tingginya
biaya pembangunan dan pemeliharaan sistem instalasi tersebut. Dengan
kondisi ini, industri tekstil dan garment dinilai tidak ramah lingkungan
sebab dapat mencemari sumber daya air yang ada.
Untuk mengatasi kemungkinan permasalahan lingkungan ini,
direncanakanlah pengembangan unit instalasi pengolahan air limbah
(IPAL) komunal yang terintegrasi, sehingga dapat digunakan oleh banyak
satuan industri kecil maupun rumah tangga yang ada. Rencana ini dinilai
sangat efektif sebab dalam proses pengawasannya dapat dilaksanakan
dengan mudah dan dapat menciptakan aglomerasi satuan sentra industri
tekstil baru, terdiri dari sejumlah pabrik industri kecil yang semakin
terpusat.
Rencana ini dinilai penting, sebab sebelum sektor industri tekstil
di Kabupaten Majalengka tumbuh dengan pesat, pemerintah dan
masyarakat harus peka terhadap keamanan dan kesehatan lingungan,
disertai dengan identifikasi mendalam mengenai lokasi yang sesuai
berdasarkan peraturan dan standar yang berlaku agar sentra industri di
Kabupaten Majalengka ini dapat benar-benar berlangsung secara
produktif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
2
1.2. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi
yang sesuai untuk pengembangan instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
peruntukan industri tekstil sebagai syarat pengelolaan lingkungan
aglomerasi sejumlah satuan industri tekstil di Kabupaten Majalengka,
Provinsi Jawa Barat.
1.3. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan pada penulisan ini adalah
metode analisis sistem informasi geografis dengan menggunakan
software ArcGIS. Beberapa cara analisis yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1.3.1. Attribute Query
Attribute query merupakan fitur yang digunakan untuk menyeleksi
fitur-fitur tertentu dalam layer berdasarkan atribut yang dipilih.
Attribute query dapat dilakukan dengan mengklik Select by
Attribute pada pilihan menu bar Selection. Kemudian, lakukan
operasi ekspresi query yang diinginkan.
GAMBAR 1.3.1. Tampilan jendela select by attribute
Sumber : ArcMap, 2016
3
1.3.2. Merge
Fitur Merge merupakan fitur yang dapat digunakan untuk
menyatukan beberapa kumpulan data sejenis menjadi satu dataset
saja. Fitur ini tidak memotong bentuk geometris dari data yang ada
sehingga kumpulan data akan tetap saling terkait, bahkan overlap
antar satu sama lain. Fitur ini dapat digunakan dalam menu bar
Geoprocessing dengan memilih fitur Merge.
GAMBAR 1.3.2 Gambaran Penggunaan Fitur Merge
Sumber : http://pro.arcgis.com/ (diakses 31 Oktober 2016 pukul
1:17)
Ketentuan untuk merge yaitu :
1) Input berupa titik, kumpulan datanya harus berupa titik
pula.
2) Input berupa garis, kumpulan datanya harus berupa garis
pula.
3) Input berupa polygon, kumpulan datanya harus berupa
polygon pula.
4
1.3.3. Intersect
Fitur ini digunakan untuk menggabungkan dua data spasial. Berikut
merupakan gambaran penggunaan fitur intersect. Fitur ini dapat
dilakukan dengan menglik menu bar geoprocessing > intersect.
GAMBAR 1.3.3 Gambaran Penggunaan Fitur Intersect
Sumber : http://pro.arcgis.com/ (diakses 31 Oktober 2016 pukul
1:23)
1.3.4. Buffer
Fitur ini digunakan untuk membuat suatu luasan dari input titik,
garis atau polygon dengan acuan delineasi jarak tertentu. Misalnya
digunakan dalam mencari luasan sempadan sungai atau aliran
daerah sungai. Fitur ini dapat digunakan dengan mengklik menu bar
geoprocessing > buffer.
GAMBAR 1.3.4 Gambaran Penggunaan Fitur Buffer
Sumber : http://pro.arcgis.com/ (diakses 31 Oktober 2016 pukul
1:23)
5
1.3.5. Erase
Fitur ini digunakan untuk membuat suatu layer baru dengan cara
menimpa input yang dapat berupa titik, garis, maupun poligon
dengan suatu erase feature tertentu menghasilkan layer output
feature baru. Fitur ini dapat dilakukan dengan cara mengklik
Arctoolbox > Analysis tools > Overlay > Erase.
GAMBAR 1.3.5 Gambaran Penggunaan Fitur Erase
Sumber : http://pro.arcgis.com/ (diakses 31 Oktober 2016 pukul
1:34)
1.3.6. Dissolve
Fitur ini digunakan untuk menyatukan suatu elemen tertentu yang
memiliki atribut terpilih yang sama. Fitur ini dapat dilakukan
dengan cara mengklik Geoprocessing menu bar, kemudian pilih
Dissolve.
GAMBAR 1.3.6 Gambaran Penggunaan Fitur Dissolve
Sumber : http://pro.arcgis.com/ (diakses 31 Oktober 2016 pukul
1:38)
6
1.4. Keluaran
Keluaran dari laporan PDS ini adalah peta lokasi-lokasi yang
sesuai guna pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah peruntukan
industri tekstil di Kabupaten Majalengka. Dari peta ini diharapkan dapat
diketahui
lokasi
mana
saja
yang
sesuai
untuk
dilakukannya
pembangunan IPAL yang aman dari segi lingkungan.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Bagian pendahuluan memuat tentang latar belakang dari penulisan
laporan ini serta tujuan, metodologi, keluaran, dan sistematika
penulisan laporan.
BAB II Gambaran Wilayah
Bagian gambaran wilayah memaparkan mengenai peta administrasi dan
gambaran umum dari daerah yang di pilih.
BAB III Analisis
Bagian analisis memuat tentang elemen peta yang digunakan, langkah –
langkah pengerjaan, hasil akhir analisis berupa peta yang dibuat
menggunakan ArcGIS.
BAB IV Kesimpulan
Bagian kesimpulan memaparkan kesimpulan yang didapatkan dari
analisis sistem informasi geografis.
7
BAB II
GAMBARAN WILAYAH
2.1 Gambaran Umum Geografi
GAMBAR 2.1.1 Peta Administratif Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis Arcmap, 2016)
Kabupaten Majalengka terletak di bagian timur Provinsi Jawa
Barat, membujur antara 108 12’ BT hingga 108 25’ BT dan melintang
antara 6 43’ LS hingga 7 03’ LS. Luas Kabupaten Majalengka adalah
1.204,24 km2 dengan persentase hanya 2,71% dari keseluruhan luas
Provinsi Jawa Barat. Jarak dari ibukota Provinsi Jawa Barat, Kota
Bandung menuju Kabupaten Majalengka adalah sekitar 110 km,
sedangkan jarak dari ibukota nasional menuju Kabupaten Majalengka
adalah sekitar 300 km. Berikut merupakan batas-batas administrasi
Kabupaten Majalengka.
8
1. Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu.
2. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan
Kabupaten Kuningan.
3. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan
Kabupaten Tasikmalaya.
4. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang.
Berdasarkan
Kabupaten
Majalengka
dalam
Angka
2016,
Kabupaten Majalengka terdiri atas 26 kecamatan dengan total 13
kelurahan dan 330 desa dengan rincian sebagai berikut.
TABEL 2.1.1 Luas Administratif Kecamatan di Kabupaten Majalengka
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Kecamatan
Lemahsugih
Bantarujeg
Malausma
Cikijing
Cingambul
Talaga
Banjaran
Argapura
Maja
Majalengka
Cigasong
Sukahaji
Sindang
Rajagaluh
Sindangwangi
Leuwimunding
Palasah
Jatiwangi
Dawuan
Kasokandel
Panyingkiran
Kadipaten
Kertajati
Jatitujuh
Ligung
Sumberjaya
JUMLAH
Jumlah Desa
19
13
11
15
13
17
13
14
18
4
7
13
7
13
10
14
13
16
11
10
9
7
14
15
19
5
330
Jumlah Kelurahan
10
3
13
Luas (km2)
78,64
66,52
45,04
43,54
37,03
43,5
41,98
60,56
65,21
57
24,17
32,52
23,97
34,37
31,76
32,46
38,69
40,03
23,8
31,61
22,98
21,86
138,36
73,66
62,25
32,73
1204,24
(Sumber : Kabupaten Majalengka dalam Angka, 2016)
9
2.2 Struktur Ruang Kabupaten Majalengka
GAMBAR 2.2.1 Peta Struktur Ruang Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis Arcmap, 2016)
Gambar 2.2.1 diatas menunjukkan gambaran struktur ruang
Kabupaten
Majalengka
yang
tertuang
dalam
RTRW
Kabupaten
Majalengka tahun 2011 hingga 2031. Kabupaten Majalengka memiliki 1
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), 6 Pusat Kegiatan Lokal (PKL), 13 Pusat
Pelayanan Kawasan, dan 2 Pusat Pelayanan Lokal. Peta diatas
menunjukkan pula titik rencana bandara dan terminal terpadu, serta
rencana jaringan lokal diantaranya jalan tol, rel kereta api, jalan lingkar
luar, dan jalan konektor primer. Dengan dibentuknya aturan terkait
struktur ruang, kegiatan perindustrian dapat semakin berkembang
seiring
dengan
dikembangkannya
rencana
pembangunan
jaringan
infrastruktur baru dan terpadu di kabupaten ini.
10
2.3 Pola Ruang Kabupaten Majalengka
GAMBAR 2.3.1 Peta Pola Ruang Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis, 2016)
Gambar 2.3.1 diatas menunjukkan gambaran pola pemanfaatan
ruang Kabupaten Majalengka yang tertuang dalam RTRW Kabupaten
Majalengka tahun 2011 hingga 2031. Kabupaten Majalengka telah
menetapkan 39,19% dari luas keseluruhan guna kawasan lindung yang
berupa hutan dan kawasan lindung luar hutan. Pemanfaatan ruang untuk
industri telah ditetapkan untuk dikembangkan dalam luasan kurang lebih
1324 hektar. Untuk industri skala kecil dan mikro, telah ditetapkan akan
diselenggarakan secara terpadu di Kecamatan Kertajati.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Kabupaten Majalengka tahun
2011 hingga 2031, diperbolehkan untuk menyelenggarakan kegiatan
industri skala rumah tangga di kawasan permukiman. Kawasan
permukiman sendiri telah ditetapkan untuk dikembangkan seluas 9.480
hektar di daerah perkotaan dan 3.975 hektar di daerah pedesaan.
Industri skala rumah tangga di kawasan permukiman ini tetap
11
disyaratkan untuk memiliki sistem pengolahan limbah jika tergolong
dalam industri penghasil limbah buangan (seperti industri tekstil ;
batik), sebelum dibuang kembali dalam keadaan ramah lingkungan.
2.4 Gambaran Umum Industri Tekstil Kabupaten Majalengka
Berdasarkan
Kementrian
Perindustrian
Republik
Indonesia,
Kabupaten Majalengka akan dijadikan pusat perindustrian tekstil baru di
Indonesia. Dibangunnya infrastruktur berupa bandara baru merupakan
penyokong kuat dikembangkannya pusat industri tekstil ini sebab dapat
memudahkan akses ke kawasan perindustrian tersebut. Saat ini, telah
disediakan lahan peruntukkan industri terpadu seluas 3.500 hektar di
Kabupaten Majalengka yang dapat membuka peluang bagi pabrik-pabrik
industri baru terutama tekstil untuk berinvestasi di dalamnya.
Pada tahun 2013, telah ada 22 pabrik tekstil baru yang berdiri di
Kabupaten Majalengka. Seiring dengan bertambahnya jumlah pabrik
baru, pemerintah pun berencana untuk membangun pusat pelatihan bagi
pekerja
industri
tekstil
agar
semakin
terampil
dalam
bekerja.
Diperkirakan, dengan semakin berkembangnya pusat perindustrian
tekstil ini, jumlah pekerja yang dapat diserap dapat mencapai hingga
16.000 jiwa pekerja. Hal ini tentu merupakan hal yang positif bagi
masyarakat Kabupaten Majalengka.
Namun, berdasarkan Rencana Tata Ruang Kabupaten Majalengka,
saat ini hanya terdapat 2 pabrik tekstil yang memiliki instalasi
pengolahan air limbah (IPAL). Padahal menurut peraturan pemerintah,
setiap satuan industri yang menghasilkan buangan limbah harus memiliki
sistem pengolahan limbah agar tidak berdampak negatif terhadap
lingkungan. Pengembangan pusat industri tekstil baru seiring dengan
dikembangkannya Kawasan Metropolitan Cirebon Raya harus benarbenar
memperhatikan
aspek
lingkungan
dan
sudah
seharusnya
pemerintah meninjau dengan teliti setiap satuan industri yang ada agar
nantinya tidak mencemari lingkungan dan merugikan masyarakat.
12
BAB III
ANALISIS
3.1 Elemen Peta
Elemen peta yang digunakan dalam penentuan lokasi Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) peruntukkan industri tekstil di Kabupaten
Majalengka adalah Peta Guna Lahan, Peta Kawasan Lindung, Peta
Jaringan Jalan, Peta Kebijakan Air Tanah, dan Peta Rawan Bencana.
3.1.1
Peta Guna Lahan
GAMBAR 3.1.1 Peta Guna Lahan Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis Arcmap, 2016)
Peta Guna Lahan memuat informasi mengenai peruntukkan
kawasan-kawasan di Kabupaten Majalengka, diantaranya kawasan
peruntukan
industri,
perdagangan
dan
jasa,
serta
peruntukan
permukiman. Industri tekstil berskala makro dan menengah dapat
13
dibangun di kawasan perindustrian, sedangkan industri tekstil berskala
kecil dan mikro, serta rumah tangga dapat dibangun di kawasan
peruntukan permukiman dengan syarat telah memiliki satuan alat atau
sistem pengolahan limbah.
Peta guna lahan ini bersumber dari peta rupa bumi Indonesia
yakni shapefile pola ruang MCR yang kemudian diintersect dengan
shapefile Majalengka. Setelah itu dilakukan prosedur dissolve. Terakhir,
dilakukan prosedur select by attribute untuk memilih ruang peruntukan
industri,
perdagangan
dan
jasa,
serta
permukiman.
Beri
nama
“GUNA_LAHAN.shp” saat meng-export menjadi data layer shp baru.
Lahan tersebut merupakan lahan yang berpotensi menjadi lokasi IPAL.
3.1.2
Peta Kawasan Lindung
GAMBAR 3.1.2 Peta Kawasan Lindung Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis Arcmap, 2016)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 tentang
Pengelolaan
Limbah
B3,
termasuk
didalamnya
limbah
tekstil,
14
pengelolaan limbah harus berada diluar kawasan lindung. Kawasan
lindung yang dimaksud antara lain kawasan hutan lindung, kawasan
lindung geologi, kawasan lindung lainnya, kawasan suaka dan cagar
alam, kawasan perlindungan dibawah, dan kawasan bencana. Kawasan
lindung yang dimaksud ini merupakan kawasan yang tidak boleh
dibangun berdasarkan Rencana Tata Ruang Kabupaten Majalengka dari
tahun 2011 hingga 2031. Hal ini disebabkan adanya potensi dampak
buruk seperti pencemaran ataupun perubahan kualitas lingkungan
apabila kawasan tersebut dijadikan daerah terbangun.
Peta kawasan lindung ini bersumber dari peta rupa bumi
Indonesia yakni shapefile pola ruang MCR yang kemudian diintersect
dengan shapefile Majalengka. Setelah itu dilakukan prosedur dissolve.
Terakhir, dilakukan prosedur select by attribute untuk memilih kawasan
lindung yang dimaksud. Simpan menjadi shp baru dengan meng-export
data, dan beri nama “Kawasan_Lindung.shp”. Kawasan tersebut
merupakan
kawasan
yang
tidak
diperbolehkan
untuk
dilakukan
pembangunan IPAL terpadu.
3.1.3
Peta Jaringan Jalan
GAMBAR 3.1.3 Peta Jaringan Jalan Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis Arcmap, 2016)
15
Berdasarkan
Peraturan
dari
Badan
Pengendalian
Dampak
Lingkungan Nasional Nomor : Kep – 03/BAPEDAL/09/1995, ditetapkan
mengenai Pengelolaan Limbah B3, termasuk didalamnya limbah tekstil,
bahwa lokasi pengolahan limbah harus setidaknya berjarak 150 meter
dari jalan arteri dan setidaknya berjarak 50 meter dari jalan lainnya.
Persyaratan ini dimaksudkan agar pengolahan limbah tidak mengganggu
aktivitas
transportasi
yang
merupakan
aktivitas
esensial
bagi
masyarakat.
Peta jaringan jalan ini bersumber dari beberapa shapefile peta
rupa bumi Indonessia yakni shapefile jalan RBI dan jalan infrastruktur.
Namun, dilakukan digitasi untuk menambahkan rencana jalan lingkar
luar, rencana jalan arteri primer, dan rencana jalur kereta api.
Penambahan ini sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kabupaten
Majalengka dari tahun 2011 hingga 2031. Setelah itu, dari shapefile
rencana jalan 2025, dilakukan prosedur intersect dengan shapefile
polygon Kabupaten Majalengka untuk menampilkan rencana jalan pada
Kabupaten Majalengka saja.
Kemudian dilakukan prosedur dissolve
untuk menyatukan data dengan keterangan atribut yang sama.
3.1.4
Peta Kebijakan Air Tanah
GAMBAR 3.1.4 Peta Kebijakan Air Tanah Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis Arcmap, 2016)
16
Menurut pasal 35 Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999
tentang Pengelolaan Limbah B3, seluruh industri termasuk industri
tekstil harus memiliki sistem pengolahan limbah yang letaknya harus
diluar kawasan resapan air. Hal ini disebabkan limbah berfasa air dapat
menginfiltrasi tanah dan akhirnya mencemari luasan air tanah yang
seharusnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara aman dan sehat
untuk berkegiatan. Limbah industri tekstil kebanyakan berfasa cair dan
berbahaya apabila terinfiltrasi masuk kedalam tanah dan bercampur
dengan air tanah.
Peta kebijakan air tanah ini mengatur kawasan mana saja yang
boleh dimanfaatkan air tanahnya. Kawasan tersebut merupakan daerah
yang tergolong daerah aman. Namun, daerah lainnya yaitu daerah zona
rawan dan daerah resapan merupakan daerah yang harus dilindungi dan
harus jauh dari lokasi pengolahan limbah sebab daerah tersebut
merupakan daerah lindung yang kondisi air tanahnya harus benar-benar
terjaga dan tidak boleh dimanfaatkan secara bebas oleh masyarakat.
Peta ini dibuat dengan menggunakan peta rupa bumi Indonesia
yaitu shapefile Kebijakan Air Tanah yang sebelumnya telah diintersect
dengan shapefile polygon Kabupaten Majalengka untuk menampilkan
kebijakan air tanah hanya untuk delineasi Kabupaten Majalengka.
Setelah itu, dilakukan prosedur dissolve untuk menyatukan data yang
atributnya sama sehingga data menjadi lebih sederhana. Terakhir,
dilakukan prosedur select by attribute untuk menyeleksi data yang
diperlukan saja, yakni daerah bukan cekungan, daerah aman, zona
rawan, dan daerah resapan. Simpan data menjadi shapefile baru dengan
cara
mengexport
data
dan
memberi
nama
dengan
judul
“Kondisi_Dissolve.shp”.
Untuk membuat peta kawasan yang tidak boleh dibangun IPAL
terpadu, lakukan prosedur select by attribute untuk menyeleksi data
daerah aman, zona rawan, dan daerah resapan. Simpan data menjadi
shapefile baru dengan cara mengexport data dan memberi nama dengan
judul “RawanAirTanah.shp”.
17
3.1.5
Peta Daerah Rawan Bencana
GAMBAR 3.1.5 Peta Daerah Rawan Bencana Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis Arcmap, 2016)
Persyaratan utama untuk penentuan lokasi sesuai untuk IPAL
(Instalasi Pengolahan Air Limbah) terutama untuk industri tekstil yang
berupa limbah B3, mensyaratkan bahwa lokasi harus bukan di daerah
rawan bencana. Persyaratan ini tertuang dalam Rencana Tata Ruang
Kabupaten Majalengka tahun 2011 hingga 2031 bahwa lokasi pengolahan
air limbah haruslah aman dari bencana. Didukung pula oleh Peraturan
Pemerintah No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 yang juga
mensyaratkan bahwa lokasi pengolahan limbah B3 haruslah bebas dari
kerawanan bencana, baik banjir, gempa, longsor, maupun aktivitas
vulkanik.
Peta Daerah Rawan Bencana ini bersumber dari beberapa
shapefile peta rupa bumi Indonessia yakni shapefile Bencana Gempa,
Bencana Gerakan Tanah, dan Bencana Gunung Api. Masing-masing
18
shapefile dilakukan prosedur intersect dengan shapefile polygon
Majalengka untuk menampilkan setiap jenis bencana di Kabupaten
Majalengka. Kemudian, dilakukan prosedur dissolve untuk menyatukan
data atribut yang sama sehingga data menjadi lebih sederhana.
Kemudian, pada setiap shapefile yang telah di-intersect dan dissolve,
dilakuka prosedur select by attribute untuk memilih data polygon
daerah rawan setiap jenis bencana. Terakhir, dilakukan prosedur merge
untuk menyatukan setiap jenis bencana dan menjadikannya dalam satu
peta. Simpan data menjadi shapefile baru dengan cara mengexport data
dan memberi nama dengan judul “Rawan Bencana Merge.shp”.
3.2
Aturan dan Pertimbangan Analisis
Berdasarkan Ayat 6 Pasal 76 Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Majalengka tahun 2011 hingga 2031, Setiap industri yang
menghasilkan limbah beracun harus memiliki prasarana pengolahan
limbah tersendiri. Pada Pasal 90 dijelaskan bahwa diperbolehkan
menggunakan prasarana pengolahan limbah terpadu dengan lokasi
pabrik yang berdekatan. Dalam kasus ini, akan dilakukan analisis untuk
menentukan lokasi yang berpotensi sesuai untuk menjadi lokasi
pengolahan limbah terpadu, yakni berupa Instalasi Pengolahan Air
Limbah bagi industri tekstil skala kecil, mikro, dan RT agar kemudian
dapat membentuk kawasan aglomerasi terpadu.
Berikut merupakan peraturan yang dicantumkan dalam RTRW
Kabupaten Majalengka terkait pengolahan limbah cair dan menurut
Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
B3.
1. Lokasi pengelolaan dan pengolahan tidak berada dalam
kawasan rawan bencana dan berada diluar kawasan lindung.
2. Merupakan kawasan yang ditetapkan oleh RTRW sebagai
kawasan industri dan kawasan permukiman (bagi skala RT).
3. Tidak merupakan daerah resapan air tanah. Berjarak 100
meter dari sungai utama.
19
4. Berjarak 150 meter dari jalan tol atau jalan arteri. Dan
berjarak 50 meter dari jalan lainnya.
Berdasarkan peraturan diatas, dilakukanlah beberapa prosedur
dalam aplikasi ArcMap untuk mengidentifikasi lokasi yang sesuai guna
pembangunan instalasi pengolahan air limbah terpadu di Kabupaten
Majalengka.
3.3 Diagram Alur
Berdasarkan aturan dan pertimbangan analisis diatas, akan
dilakukan identifikasi sederhana kondisi rawan bencana, kebijakan air
tanah, sempadan sungai, sempadan jalan, guna lahan, dan kawasan
lindung. Menggunakan shapefile sungai utama, akan dilakukan
prosedur buffer untuk membentuk area sempadan sungai. Begitu pula
dengan shapefile kumpulan jalan utama (terdiri dari tol dan jalan
arteri) serta jalan sekunder (terdiri dari jalur rel kereta api, jalan
koletor primer, dan jalan lingkar luar), akan dilakukan prosedur
buffer untuk menentukan area sempadan jalan.
Setelah itu akan dilakukan prosedur merge membentuk
kawasan yang tidak boleh dibangun IPAL terpadu dengan shapefile
rawan bencana, kebijakan air tanah, dan kawasan lindung. Setelah
itu, akan dilakukan prosedur erase dengan input feature batasan
delienasi Majalengka dan erase feature kawasan tidak boleh dibangun
yang telah dibuat sebelumnya untuk menentukan kawasan yang boleh
dibangun. Terakhir, dilakukan prosedur intersect dengan shapefile
guna ruang agar IPAL terpadu yang diidentifikasi sesuai dengan pola
guna ruang yang telah ditetapkan.
20
GAMBAR 3.3 DIAGRAM ALUR
Buffer 150 m
Jalan Utama
Jalan Sekunder
Sempadan Utama
Buffer 50 m
Sempadan
Merge
Sempadan Sekunder
Jalan
Buffer 100 m
Sungai Utama
Sempadan Sungai
Merge
Kawasan
Daerah Rawan Bencana
Merge
Daerah Lindung
Dilarang Membangun
Merge
IPAL
Daerah Lindung Air Tanah
Erase;
Batas Delienasi
Input Feature
Erase;
Erase Feature
Kab. Majalengka
Kawasan Sesuai
IPAL Terpadu
Peta Final
Intersect
Guna Lahan
(Sumber : Diagram Alur Tahap Pengerjaan Laporan, 2016)
21
3.4 Tahapan Pengerjaan
Tahapan pengerjaan dilakukan dengan memanfaat peta yang telah
ada sebelumnya, yakni peta guna lahan, peta kawasan lindung, peta
jaringan jalan, peta kebijakan air tanah, dan peta daerah rawan
bencana dengan rincian sebagai berikut.
1) Buka aplikasi ArcMap.
2) Memasukkan data yang dibutuhkan, antara lain elemen peta
jaringan jalan, peta rawan bencana, peta kebijakan air tanah,
peta kawasan lindung, dan peta guna lahan yang telah dibuat
sebelumnya.
3) Menentukan Coordinate System, dengan cara mengklik menu
bar View kemudian Data Frame Properties. Setelah muncul
jendela
baru,
pilih
bar
Coordinate
System,
Projected
Coordinate System, dan di dalamnya pilih WGS 1984 UTM Zone
48S.
4) Membuat peta dasar Kabupaten Majalengka, dengan cara
menggunakan data Batas_Kab_Kota_5_Wilayah.shp kawasan
MCR, kemudian melakukan prosedur Select by Attribute
dengan rumus : "KABKOTA" = 'KAB. MAJALENGKA'. Kemudian
meng-export
agar
menjadi
layer
baru
bernama
“MAJALENGKA.shp”.
5) Membuat layer sungai utama yang ada
di Kabupaten
Majalengka dengan cara menggunakan metode geoprocessing
intersect antara shapefile Majalengka dan shapefile Sungai
Utama.shp.
6) Membuat area sempadan sungai, yakni dengan lebar 100
meter di kiri dan kanan sungai dengan menggunakan prosedur
buffer.
22
GAMBAR 3.4.1 Hasil Sempadan Sungai Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis ArcMap, 2016)
7) Untuk membuat area sempadan jalan dengan data peta
jaringan jalan yang telah dibuat sebelumnya, pertama-tama
dilakukan prosedur Merge untuk mengelompokkan jalan utama
dan jalan sekunder. Untuk jalan utama, data yang dimerge
adalah jalan arteri dan jalan tol, sedangkan jalan sekunder
yakni jalan kolektor, rel kereta api,
rencana jalan lingkar
luar, rencana jalan kolektor primer, dan rencana rel kereta
api.
8) Melakukan prosedur buffer. Untuk jalan utama, delineasi
lebar yang digunakan adalah 150 meter sepanjang kiri dan
kanan, sedangkan untuk jalan sekunder adalah 50 meter
sepanjang kiri dan kanan.
9) Untuk memudahkan proses selanjutnya, gunakan proses Merge
untuk hasil buffer jalan utama dan jalan sekunder.
23
GAMBAR 3.4.2 Hasil Sempadan Jalan Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis ArcMap, 2016)
10) Satukan shapefile kawasan rawan bencana, kawasan yang air
tanahnya
tidak
boleh
dimanfaatkan,
kawasan
lindung,
sempadan sungai, dan sempadan jalan untuk membuat
kawasan yang tidak boleh dibangun IPAL terpadu dengan
menggunakan prosedur Merge.
24
GAMBAR 3.4.3 Hasil Merge Kawasan yang Tidak Boleh Dibangun IPAL
Terpadu di Kabupaten Majalengka
(Sumber : Hasil Analisis ArcMap, 2016)
11) Selanjutnya, lakukan prosedur erase untuk membuat daerah
yang berpotensi dibangun IPAL terpadu. Input Feature yang
digunakan adalah shapefile delienasi Kabupaten Majalengka
yaitu Majalengka.shp dengan Erase Feature shapefile kawasan
yang tidak boleh dibangun IPAL sebelumnya.
25
GAMBAR 3.4.4 Daerah Berpotensi Lokasi IPAL Terpadu
(Sumber : Hasil Analisis ArcMap, 2016)
12) Terakhir,
lakukan
prosedur
intersect
antara
kawasan
berpotensi dibangunnya IPAL sebelumnya dengan shapefile
guna ruang.
26
GAMBAR 3.4.5 Daerah yang Boleh Dibangun Menjadi Lokasi IPAL Terpadu
(Sumber : Hasil Analisis ArcMap, 2016)
27
3.5 Hasil Akhir
Hasil akhir yang diperoleh dari identifikasi karya ilmiah ini
adalah sebuah peta yang menggambarkan lokasi yang berpotensi
dijadikan lokasi Instalasi Pembuangan Air Limbah bagi industri tekstil
skala kecil dan mikro, serta rumah tangga sebagai syarat RTRW
Kabupaten Majalengka tahun 2011 hingga 2031 bahwa setiap unit
industri termasuk tekstil harus memiliki unit pengolahan limbah.
GAMBAR 3.5.1 Hasil Identifikasi Lokasi IPAL Terpadu
(Sumber : Hasil Analisis ArcMap, 2016)
28
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan RTRW Kabupaten Majalengka tahun 2011 hingga
2031 terkait pengolahan limbah cair dan menurut Peraturan Pemerintah
No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, syarat-syarat lokasi
Instalasi Pengolahan Air Limbah yang aman dari segi lingkungan dan
kesehatan adalah sebagai berikut.
1.)Lokasi pengelolaan dan pengolahan tidak berada dalam
kawasan rawan bencana dan berada diluar kawasan lindung.
2.) Merupakan kawasan yang ditetapkan oleh RTRW sebagai
kawasan industri dan kawasan permukiman (bagi skala RT).
3.)Tidak merupakan daerah resapan air tanah. Berjarak 100
meter dari sungai utama.
4.)Berjarak 150 meter dari jalan tol atau jalan arteri. Dan
berjarak 50 meter dari jalan lainnya.
Setelah melalui proses analisis dengan menggunakan aplikasi
ArcMap GIS, didapatkan beberapa luasan lokasi yang sesuai untuk
dikembangkan menjadi lokasi IPAL industri tekstil skala kecil dan mikro
serta rumah tangga yang sesuai. Lokasi ini tersebar di 8 kecamatan,
yakni Kecamatan Kertajati, Kecamatan Ligung, Kecamatan Sumberjaya,
Kecamatan
Sindangwangi,
Kecamatan
Kadipaten,
Kecamatan
Kasokandel, Kecamatan Jatitujuh, dan Kecamatan Cigasong dengan luas
secara berurutan sebesar 110,658 hektar; 91,4693 hektar; 796,899
hektar; 181,915 hektar; 49,4717 hektar; 181,493 hektar, 1,1754 hektar;
dan 16,0136 hektar.
Dengan potensi luas yang telah disebutkan diatas, diharapkan
industri tekstil skala kecil dan mikro, serta rumah tangga dapat semakin
berkembang dengan tetap mematuhi peraturan lingkungan. Solusi bagi
biaya pembuatan dan pengelolaan IPAL mandiri yang mahal dapat diatasi
dengan penggunaan IPAL terpadu ini, sehingga industri tekstil skala kecil
dan mikro, serta rumah tangga dapat beraglomerasi untuk menggunakan
prasarana IPAL terpadu yang dikembangkan.
29
DAFTAR PUSTAKA
1) Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, 2016, Provinsi Jawa Barat
Dalam Angka 2016, Bandung : BPS Jawa Barat.
2) Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka, 2016, Kabupaten
Majalengka Dalam Angka 2016, Majalengka : BPS Majalengka.
3) Kabupaten Majalengka, 2011, Peraturan Daerah Kabupaten Majalengka
Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Majalengka Tahun 2011-2031, Majalengka : Bupati Majalengka.
4) Pemerintah RI, 1999, Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Jakarta :
Presiden RI.
5) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, 1995, Persyaratan Teknis
Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun, Jakarta : Kepala Bapenal.
6) http://endwahidin.blogspot.co.id/2013/03/letak-geografis-kabupatenmajalengka.html (diakses Minggu, 13/11/2016 pukul 10:09)
7) http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/32/
name/jawa-barat/detail/3210/majalengka (diakses Minggu, 13/11/2016
pukul 10:10)
8) http://bisnis.tempo.co/read/news/2013/07/23/089499085/majalengkaakan-jadi-kawasan-industri-tekstil (diakses Minggu, 13/11/2016 pukul
11:10)
9) http://jabar.metrotvnews.com/read/2015/02/21/361186/majalengkaberpotensi-jadi-kawasan-industri-tekstil-baru (diakses Minggu,
13/11/2016 pukul 12:14)
10) http://jabar.antaranews.com/berita/30601/industri-tekstil-jabar-akandirelokasi-ke-majalengka (diakses Minggu, 13/11/2016 pukul 12:18)
30